-
limn Sosial Modern:Perkembangan dan Thntangan
Sunyoto UsmanO)
Para ilmuwan sosial sebenamya sudah lama merasa gelisah
mengamatiperkembanganilmusosialdewasaini. Pelbagaiparadigma,teori,
metodologiserta metodepenelitiansosialyang ada selarnaini
dirasakansemakinsukardigunakanuntuk membacaatau membuatanalisisyang
sistimatisterhadapfenomenasosial yang tumbuh kian
kompleks.Perangkat-perangkatilmiahtersebut seakan-akan stagnant,
hampir tidak menemukan
urgensinya.Berangkatdarikegelisahanyangsarna,parailmuwansosialberusahamengkajikembali
perangkat-perangkat ilmu sosial modern, serta bila
mungkinmengembangkantumbuhnyailmu sosialalternatif.
Apa sebenamyayang terjadidalampertumbuhandan
perkembanganilmu-ilmusosial modem (Barat),
sehinggamendorongsejumlah
pemikirmendambakanaltematifilmu-ilmusosialbarn?
Apasebenarnyayangselama
0) Stafpengajar pada Jurosan Sosiologi, Faku1tas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada.
JSP. Vol. I, No.3 - Maret 1998
-
Ilmu Sosial Modern: Perkembangan dan Tantangan Sunyoto Usrnatl
sunyoto Usman Rmu Sosial Modern: Perkembangan dan Tantangan
ini mengganggu sehingga perlu ada gugatan-gugatan mendasar
terhadap ilmu-ilmu sosial modern tersebut? Bukankahilmu-ilmusosial
moderntersebuttelah berusaha membangun paradigma, teori, metodologi
dan metodepenelitianyang dikemassedemikianrupa sehinggatelah
menjadireferensibanyak orang dalam
membuatidentifikasigejala-gejalasosial?
Bukankahparadigma,teorl,metodologidanmetodepenelitiantersebuttelahditempatkansebagaiacuanbanyakpihak
dalammembuateksplanasidanprediksi?Tidakmudah
menjawabpertanyaan-pertanyaansemacamitu.
Tulisanpendekinidimaksudkansebagaikoridoruntukmelihatkembaliperkembanganpemikiranilmu
sosialmodem.
ILMU SOSIAL MODERN
Dalam ilmu-ilmu sosial modem, sebagaimana dijumpai dalam
ilmu-
ilmu lain, usaha menerangkan keberadaan sebuah fenomena
lazimnyadiupayakanmelalui proses penelitian. Hal itu berarti,
jawaban atas pertanyaan:mengapa sesuatu terjadi atau mengapa
gejala-gejala sosial tertentu munculdalam masyarakat, tidak
diperoleh melalui spekulasi 'bebas', tetapi dibangunmelalui sebuah
penelitian (baik penelitian kepustakaan maupun penelitianlapangan).
Dalam konteks ini, penelitian bukan semata-mata sebagai
kegiatanmembuat diskripsi karakteristik dari sejumlah sebab, tetapi
lebih daripadaitu, merupakan kegiatan membuat kaitan sebab-akibat.
Meskipun demikian,satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa tidak
setiap pertanyaan yang diajukanoleh seorang ilmuwan sosial kemudian
perlu dijawab atau memperoleh suatujawaban. Pertanyaan itu sendirl
sebenamya muncul dalam konteks interpretasiumum tentang suatu
masalah atau berkaitan dengan apa yang lazim disebutdengan istilah
a meaning system. Di sinilah kemudian bisa terjadi 'keunikan'dalam
membaca fenomenasosia!. Sebab, sesuatu yang dalam
pandanganumumadalahsebuahmasalah,bisajadi
hanyamenjadipersoalanbiasabagiilmuwansosial, demikianpula
sebaliknya.1
DaJam isu politik misalnya kemcnangan besar organisasi politik
tcrta1tu daJam pemilu dapat dianggapdan diartikan sebagai
konsekuensi dari kehancuran organisasi politik lain yang menjadi
rivaJnya. Olebkarenanya, kemenangan tersebut menjadi hal yang
biasa, lumrah, atau bukan masaJah. Tetapi ketikakemenangan besar
tersebut dianggap dan diartikan sebagai $Oatu pelanggaran asas
langsung. bebas danrahasia, maka penafsirannya lllaliadi lain.
Kemenangan besartersebutkemudian menjadi sebuahmasaJahsosiaJ.
2JSP 0 Vol.I, No.3 - Maret 1998
Di sampingitu,
perbedaandalamcaramelihatdanmerumuskanrealitasakanmelahirkanperbedaanproposisitentanghakekatrealitastersebutbesertakonsekuensi-konsekuensinya.Perbedaanpemahamantentang
sesuatu yangdianggapriil, akan diikuti pula oleh munculnyacara yang
berbedadalammemilihdata yang relevanbagi realitastersebut, dan
strategi yang berbedadalam mengumpulkandata.
Aspek-aspekinvestigasidan pemahamaninimenjadibagianutuh dari
semuasistim maknatadi. Tendensisemacaminibiasanya diterangkan
dengan melihat isu-isu ontologi, epistemologi,metodologidan metode.
Isu ontologiadalahyang
berkaitandenganbeingatausesuatuyangkitayakiniada (obyekkajiankita).
Isuepistemologiadalahyangberkaitandenganknowingataujenispemyataanyangmasukakalataudapatditerimauntukmenerangkanbeingatauapayangkitayakiniada;
isumetodologiadalahberkaitandenganlogika menemukanatau
menggaliapayangkitayakiniada tadi; danakhimya,
isumetodeadalahberkaitandenganteknik-teknikmengumpulkanserta
menganalisisdata yang kita peroleh.
Jikarealitassosialtidakdapatdilepaskandarisistimmakna,di
manakahletakkebenaransejati berada? Di sinilahseringkalimuncul
sejumlahyangmembingungkan.Di satupihak, ada ambisiluar biasadi
kalanganilmuwansosial untuk menerangkanmengapa sesuatu terjadi,
tetapi di lain pihak,fenomenayang
inginmerekaterangkanberkaitandengansistim maknaatautidak berlaku
umum. llmu-ilmusosial memangtidak mungkin mencapaikebenaranmudak.
Apayang dihasilkanoleh ilmu-ilmusosial adalahsuatupenjelasanyang
bersifat relatif, tidak sempuma. Kendatipunbegitu, apayang
dihasilkantersebutadalahsebuahinformasiyang tetap berharga.
Kendatipun aspek-aspek investigasi dan pemahaman yang
telahdisebutkandi
depan(ontologi,epistemologi,metodologidanmetode)dapatdidiskusikansecaraterpisah,namonsebenamyatidakberdirisendiri.Keempataspektersebutsalingberkaitansatu
sama lain.
Konstruksimetodologidanmetodemisalnya,sangatdipengaruhioleh
ontologidan epistemologiyangdipilih. Dengan kata lain, cara yang
dipilih untuk membangunsebuahpengetahuanserta teknik-teknikyang
dipergunakanuntuk .mengumpulkanbuktiatau
datapendukungnya,tidakbisadilepaskandari imagekita
tentang'realitas' yang berkaitandenganpengetahuantersebut serta
bangunanpikirkita dalam memahaminya. Ontologidan epistemologiyang
berbeda akanmelahirkan metodologi dan metode penelitian yang
berbeda pula.Perkembanganilmu sosial modem pada saat ini ditandai
oleh perdebatan
3JSP"oVol. I, No.3 - Maret 1998
-
Ilmu Sosial Modern: Perkembangan dan TantanganSunyoto
UStnJllsunyoto Usman 1Imu Sosial Modern: Perkembangan dan
Tantangan
yang belum tuntas tentang realitas tersebut, yang
kemudian.melahirkanberbagai macam pendekatan tentang realitas
sosial. Konsekuensinya, sebagianbesar pendekatan pemikiran daIam
ilmu sosial dihinggapi oleh feilomenayang lazim disebut sebagai a
methodological pluralism, yang ditandai olehadanya bermacam-macam
metode atau teknik mengumpulkan, mengolah danmenganalisis data.
Pendekatan-pendekatan tersebut sangat beragam, namunsecara
sederhana dapat dipilah ke dalam dua kategori besar, yakni
pendekatanpositivisme dan pendekatan non-positivisme (critical
interpretation).
POSITIVISME
Sekurang-kurangnyaada dua anggapanpentingyang dikembangkanoleh
pendekatan dengan bingkai positivisme.2 Pertama, realitas
adalahfenomenayang keberadaannyaditentukanoleh fenomenayang lain.
Olehkarenanya,investigasiiImiahditandaiolehbangunanhubungansebab-akibat.Menurutpendekatanini,
sesuatudikatakannyata(real)apabilakeberadaannyamengaeupada bukti
empirik. Sesuatuyang tidak memiliki dasar
berupabuktiempirikdianggapsebagaitidaknyata.
Dengandemikian,pengembanganpengetahuanilmiahselalumelibatkaneksplanasiempiriktentangbagaimanasuatufenomenamenyebabkanfenomenayanglain.
Hal inibisadiekspresikandalamformat sebag~iberikut:
apabila A terjadi maka B akan terjadi
Kita kemudianmenyatakanbahwaA telahmeneiptakanterjadinyaB,dan
bukansekedarB mengikutiA. Pernyataanyanguniversalini
kemudiandisebutsebagaidaIilatau hokumilmiah.
Ketika kita menyatakanbahwaA menyebabkanB, maka
pertanyaanberikutnya yang muneul adalah apakah hal itu berarti
bahwa A selalumenyebabkanB? Apakah A (di mana saja dan kapan saja)
menentukan
HalfPenny. Peter, Positivism and Sociology; &ploining Social
Life, George Allen & Unwin (Publishers)Ud., London, 1982, haL
63
4J5P. Vol. I, No.3 - Maret 1998
kelahirandan keberadaanB? Tentusajatidak.
Karenaitupernyataansebab-akibat yang dikembangkanoleh paham
positivismekelihatannyamemanghanya sebuah keeenderungan atau
tendensi (a probability
statement).Eksplanasitersebutbarangkalilebih
tepatapabiladinyatakan: .
sekian persen dari A, cenderung menyebabkan terjadinya B
Di samping itu, oleh karena eksplanasi tersebut diwarnai
olehpemyataan sebab-akibat,dapat dimengertiapabila
pandanganpositivismejuga memberiruang bagi para ilmuwanuntuk
melakukanprediksi atas apayangbakal terjadi.
Kedua,positivismeyakinbahwarealitassosialdapatdibuatklasifikasidan
keberadaannyadapatdigambarkandalamsebuahsimboldenganatributtertentu.
Hampirsemuasimboltersebutdiambildari
bahasayangkitapakai,danolehkarenaitu
memungkinkankitamenunjukpadaaspek-aspektertentuyang telah ada atau
yang sebenarnyasudah mempunyaimakna. Oi
sinilahkemudianterjadipersoalanyangsebenamyaagakraneudanmembingungkan.Mengapa?
Karena simbol-simbolyang dipergunakandahlm
positivismehanyalahsebuahkategori yang sesungguhnyahanya ada dalam
pikiran.
Simbolituhanyalahsebuahkonsep,danprodukdarisebuahpemaknaan.Positivismesepertinyaaeuh
saja dengan masalah ini.
Sebaliknya,positivismeyakinbahwakategoriyangdilekatisimboltersebutdianggapsesuatuyangmemangnyata
ada (real)dan dapat digali secaraempirik. Apa yang
dilakukannyakemudianadalahmembuathipotesisdaIambentuk
hubungansebab-akibatantar variabeI. Untuk mengujihipotesisyang
telah dirumuskan, variabel-variabel tersebut dikonsepkan sedemikian
rupa sampai dapat diukur.Langkahnya adalah membuat definisi
nominal, difinisi operasional dankemudianmelakukanpengukuran.
Oenganmanipulasi-manipulasitertentuhipotesisyangtelahdibanguntadi
laludiujidenganteknikstatistik. Hasilnyaadalahderajatasosiasidan
derajatkorelasiyang bisadikemasdalambentukangka.
J5P. Vol. I, No.3 - Maret 1998 5
-
llmu Sosial Modem: Perkembangan don Tantangan
Sunyoto Usman ·:unyotO Usman llmu Sosial Modem: Perkembangan dan
TantanganNON-POSITIVISME
Pendekatan dalam bingkai positivisme sangat bertolak belakang
denganpendekatan dalam bingkai non-positivisme (critical
interpretation). Dalampendekatan yang disebutkan terakhir ini sejak
awal telah dipasang .rambu-rambu bahwa prinsip-prinsip yang
terdapat dalam ilmu-ilmu alam tidak bisadiambil dan dimasukkan
begitu saja ke dalam ilmu-ilmu sosial. Karakteristikilmu sosial
sangat berbeda dengan karakteristik ilmu alamo Dalam ilmualam,
eksplanasi hubungan sebab-akibat bisa melibatkan unsur atau
kejadianluar (outer events). Prinsip demikian tidak bisa dipakai
dalam ilmu sosial,karena eksplanasi hubungan sebab-akibat dalam
ilmu sosial seharusnyamenekankan apa yang disebut dengan the
meaning of an individual'sexperience of the world (makna pengalaman
individual). Bagi non-positivisme, sumber dari perilaku sosial
dalam tataran ontologi dianggaptidak terletak di luar diri aktor.
ltu berarti bahwa realitas sosial sebenamy.asecara sadar dan secara
aktif dibangun sendiri oleh individu-individu. Setiapindividu
mempunyai potensi memberi makna apa yang dilakukan. Rea1itassosial
adalah produk dari interaksi antar individu yang sarat makna.
Karena
itu dalam membuat eksplanasidan analisis terhadap fenomenasosial
seharunyamemperhatikan makna-makna tersebut.
Sekurang-kurangnya ada tiga prinsip dasar yang dikembangkan
olehnon-positivisme dalam membaca fenomena sosial, yaitu: (1)
individumenyikapi sesuatu atau apa saja yang ada di lingkungannya
berdasarkanmakna sesuatu tersebut bagi dirinya; (2) makna tersebut
diberikan berdasarinteraksi sosial yang dijalin dengan individu
lain; dan (3) makna tersebut
dipahami dan dimodifikasi oleh individu melalui proses
interpretatif yangberkaitan dengan hal-hallain yang
dijumpainya.
Ketiga prinsip dasar tersebutpertama-tama dibingkaioleh asumsi
bahwasetiap individu bisa melihat dirinya sendiri sebagaimana ia
melihat oranglain. Individu juga tidak pasif artinya memiliki
kemampuan membaca situasiyang melingkupi hidupnya. Pola interaksi
yang dikembangkan oleh individudalam aktivitas sosialnyaterutama
ditentukanoleh bagaimanaindividu tersebutmenafsirkan situasi yang
melingkupi hidupnya. Dengan demikian perhatianteori interaksionisme
simbolik banyak difokuskan pada aspek-aspek interaksisosial, baik
yang memelihara stabilitas maupun yang mendorong perubahanbagaimana
individu seharusnya melihat dirinya sendiri dan menafsirkan
situasiyang melingkupi hidupnya.
6JSP. Vol. I, No.3 - Maret 1998
Dengan mengacu pada prinsip-prinsip dasar tersebut,
non-positivismeIIlenawarkan metodologi yang lebih menekankan pada
pemahaman maknadengan cara melakukan empati (an empathic
understanding of meaning)terhadap suatu aktivitas, dan menempatkan
aktivitas tersebut sebagai bagiandari keseluruhan aktivitas yang
ada dalam masyarakat. Bermacam-macammakna bisa teruntai dari suatu
jalinan interaksi. Karena itu konsekuensinyakeIIludianadalah suatu
aktivitas bisa melahirkan bermacam-macam analisis.Apa yang ingin
diingatkan oleh non-positivisme adalah aktivitas sosialdipahami
dalam bentuk aktivitas individu dalam situasi nyata, bukan
dalambentuk sistim dan bukan pula dalam kategori struktural.
Non-positivismelebih suka membaca aktivitas nyata, dengan keyakinan
bahwa tingkahlakuindividu bukan produk dari tekanan lingkungan atau
stimulan yang datangdari luar. Tingkahlaku individu juga bukan
produk dari motif, sikap atauide. Tingkahlaku individu adalah hasil
dari bagaimana individu itumenafsirkan dan mengelola berbagai macam
hal yang dilakukannya dalamberinteraksi dengan orang lain.
Berangkat dari asumsi dasar semacam itu, paham
non-positivismemenganjurkanagar dalam menangkapdan memahami
realitas sosial hendaknyakita menghindari perilaku individual
(individual action). Apa yang kita lihatseharusnya adalah bentuk
persepsi dan interpretasi seorang aktor (tentangkehidupan sosial)
yang dibangun melalui proses interaksi dengan aktor-aktorlain. Bagi
non-positivisme menangkap dan memahami realitas sosial melaluiteori
dan kategori-kategori hanyalah pekerjaan yang sia-sia, terutama
karenadianggap mengabaikan eksistensi dan potensi yang melekat
dalam diri aktor.Menangkap dan memahami realitas sosial melalui
teori dan kategori-kategoridianggap terlalu menyederhanakanhakekat
dan sifat realitas sosial itu sendiri,yaitu selalu mengalami
perubahan sesuai dengan sifat-sifat yang melekatdalam aktor-aktor
yang menjadi pendudukungannya. Menangkap danmemahami realitas
sosial menurut perspektif ini hanya bisa dilakukan melaluiproses
interaksi. Karena yang ditekankan adalah proses interaksi,
makapernyataan-pernyataan hipotetis (hypothetical statements)
seharusnya jugadihindari. Pemyataan-pernyataan hipotesis semacam
itu bisa menyempitkananalisis, karena hal-halpenting yang tidak
tercakup dalam pemyataan hipotesisbisa terabaikan. Validitasjuga
dianggap tidak terletak pada
ketepatanpengukuranhubungankausalantarvariabel,tetapijustrupadacarabagaimanarea1itaterbangunmelaluiproses
interaksiantaraktor.
JSP. Vol. I, No.3 - Maret 1998 7
-
Ilmu Sosial Modern: Perkembangan dan Tantangan Sunyoto Usnl
sunyoWUsmanllmu Sosial Modern: Perkembangan dan Tantangan
CATATAN AKHIR
Lalu bagaimanasikap kita sekarang?Mana yang harus kita
ikuti?Haruskahkita mengikutijalan
pikiranyangdikembangkanolehpositivismeyanglebihmenekankanadanyabuktiempirik,menekankanhubungansebab-akibat
dan membangunrealitas sosial melaluiteori dan
kategori-kategori?Atau, haruskahkita mengikutijalan pikiran yang
dikembanglqmoleh non-positivismeyang dalam menangkapdan
memahamirealitas sosial melaluibentuk persepsi dan
interpretasiseorang aktor
(tentangkehidupansosial)yangdibangunmelaluiprosesinteraksidenganaktor-aktorlain?
Sekalilagi,tidak mudahmenjawabpertanyaan-pertanyaansemacamitu.
Seperti telah diungkapkandi depan bahwa dalam
pertumbuhandanperkembanganilmu-ilmusosial modem,
pahampositivismememangtelahmenawarkansalahsatu
altematifperspektifyangsistimatisdalammenelaahrealitassosial.
Bahkanlebihdaripadaitu, positivismemenawarkanlangkah-langkahyang
dapat dipergunakanuntuk membuatprediksi apa yang bakalterjadi.
Salah satu hal yang sangat ditekankan oleh positivisme
dalamkaitannyadenganrealitas sosialadalahbukti empirik. Apa
sajayang tidakmempunyaibukti empirikdianggaptidakmasukakal, tidak
ilmiah.
Argumentasi positivisme tersebut, meskipun kelihatannya
runtut,namunsesungguhnyaterlalumenyederhanakanmasalahdanbahkansebagiantidak
masuk akal karena mengingkariproses pemikiranyang
berkembangdalamilmu-ilmusosialsendiri.Pengetahuankitatentangrealitasyangbersifutempirik
sesungguhnyatidak berdasarkanpadapengetahuanyang
diperolehmendadakatautiba-tibadanjuga
tidakselamanyaberdasarkanpadakejadiannyata yang berada di
lingkungankita, tetapi seringkaliatau hampir selaluberdasarkan pada
teori yang menerangkanstruktur realitas. Keberadaanstruktur semacam
itu hampir tidak pernah ditolak atau
dipertanyakan,sebaliknya,justru dipercayaisebagaisesuatuyang benar
adanya.
Struktursemacamitukemudiandipahamimelaluikategori-kategoriyangdirumuskansedemikianrupa
dengan dukunganargumentasiyang seringkali tergolongsederhanadan
penuh loncatanpemikiran.
Bagaimana halnya dengan pandangan yang ditawarkan oleh
non-positivisme (critical interpretation)?Kalau kita menolakatau
meragukanpositivisme,apakahitu lalu
berartimenerimanon-positivisme?Tentusajatidak. Apabila dilihat
lebih cermat, non-positivisme ternyata juga
8 JSP. Vol. I, No.3 - Maret 1998
roenyederhanakanmasalahbahkanterkesanmengandunghalyangseharusnyaditegakkandalamprosesmenangkapdanmemahamirealitassosialitusendiri.
Ketika non-positivismemenyatakanbahwa dalam menangkap
danroeroahami realitas sosial kita perIu melakukan empati (an
empathicunderstanding of meaning) terhadap suatu aktivitas atau
kegiatan, danroenempatkankegiatantersebut sebagai bagian dari
keseluruhankegiatanyang ada dalam
masyarakat,makapertanyaannyakemudianadalahadakahprinsip-prinsipumum
yang dapat dijadikanpatokan bagi
.setiapilmuwansosialuntukmelakukanempatidanmemberimaknatersebut?
Kalaupatokanitu tidak ada, dan proses melakukanempatidan
memberimakna tersebutdiserahkan sepenuhnya kepada masing-masing
ilmuwan sosial,
makamungkinkahrealitassosialyangsejatiitudapatdikonstruksikan?Perludiingatbahwa
ilmuwansosial sebenarnyajuga seorang aktor yang memiliki caradan
karakteristiksendiri dalam membacalingkungannya. llmuwan
sosialsesungguhnyahanya mampu memberi makna sebatas atau sesuai
denganinteraksisosialyangdijalinnyadenganaktor-aktorsosiallain.3
Memangbenarbahwadalamprosesmenangkapdanmemahamirealitassosialtersebutsangatditentukanolehkeroampuandanketahuanilmuwansosialitu
sendiri,akantetapikemampuandanketahuanitu
sebenarnyabelummenjadijaminanmenghasilkananalisisyangobyektif.
Satuhalyangtidakmungkindiabaikanadalah ilmuwan sosial tersebut
menjadi bagian dari komunitas yang didalamnyabolehjadi
terendapkarakteristikyangunikdalammemahamirealitassosial. Dengan
demikian, apa yang mereka sebut sebagai realitas sosialtersebut
tidak serta Merta kemudianberlaku umum (dibuat
generalisasi)menembusbatas komunitasyangmenjadiafiliasinya.
Dattar Bacaan
Halfpenny, Peter, Positivism and Sociology: Explaining Social
life, George Allen& Unwin (Publishers) Ltd., London, 1982
Pressler, Charles A. and Fabio B. Dasilva, Sociology and
Interpretation, FromWeber to Habermas, State University of New York
Press, Albany, 1996.
Pressler, Charles A. and Fabio B. Dasilva, Sociology and
Interpretation. From Weber to Habermas,State University of New York
Press, Albany, 1996, hal.IS
9JSP. Vol. I, No.3 - Maret 1998