Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan FaletehanKONSEP DASAR PENGELOLAAN
LIMBAH INDUSTRIMAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan Limbah
IndustriPada Program Studi Kesehatan MasyarakatPeminatan Kesehatan
LingkunganSekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Faletehan
Disusun Oleh
Kelompok 1Cintia Risma Yuliani
Dian Andini
Dinny Dwi Cahyanti
Shinta Widyaningrum
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
SERANG
2015A. PENGERTIAN LIMBAH INDUSTRILimbah adalah semua benda yang
berbentuk padat (solid wastes), cair (liquid wastes), maupun gas
(gaseous wastes), merupakan bahan buangan yang berasal dari
aktivitas manusia secara perorangan maupun hasil aktivitas kegiatan
lainnya antaranya industri, rumah sakit, laboratorium, reaktor
nuklir dll. (Budiman Chandra, 2010)Limbah adalah sisa suatu usaha
atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya atau beracun yang
karena sifat, konsentrasi, atau jumlahnya, baik secara langsung
atau tidak langsung akan dapat membahayakan lingkungan, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia atau makhluk hidup lainnya. (Mahida,
1984)Limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan limbah.
Limbah merupakan suatu benda yang mengandung zat yang bersifat
membahayakan atau tidak membahayakan kehidupan manusia, hewan,
serta lingkungan dan umumnya muncul karena hasil perbuatan manusia,
termasuk industrialisasi. (UU RI. No. 32/2009 Pasal 1)Industri
adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku
dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan
barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi,
termasuk jasa industri. (Undang-Undang No. 3 Tahun 2014)Limbah
industri adalah limbah yang berasal dari industri. Hasil buangannya
dapat berbentuk padat, cair, dan gas bergantung benda yang
dibuat.
Limbah industri adalah segala bentuk bahan yang tidak atau belum
dipakai dan atau hal lain yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya
harus terbuang keluar dari berbagai unit proses yang ada. (Setiana,
1996)Dapat disimpulkan bahwa limbah industri adalah buangan dari
kegiatan proses produksi dalam bentuk padat, cair maupun gas
(termasuk debu/partikel), baik masih memiliki nilai ekonomis maupun
tidak dan dapat menyebabkan menurunkan kualitas lingkungan
penerimanya serta dapat mengancam kelangsungan hidup manusia dan
mahluk hidup lainnya.B. PERBEDAAN PENGELOLAAN DAN
PENGOLAHANPengelolaan adalah proses melakukan kegiatan tertentu
dengan menggerakkan tenaga orang lain atau proses yg membantu
merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi; dan atau proses yg
memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam
pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan. (Kamus Besar
Bahasa Indonesia)Pengolahan adalah sebuah proses mengusahakan atau
mengerjakan sesuatu (barang dan sebagainya) supaya menjadi lebih
sempurna. (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, 1988)Dari hal diatas dapat dikatakan bahwa Pengelolaan
limbah merupakan upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan
mengevaluasi penyelenggaraan kegiatan minimasi limbah yang
dihasilkan dari proses produksi sehingga tidak menimbulkan
gangguan/kerusakan terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.
Dengan metode pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan,
pendaur-ulangan atau pembuangan dari material sampah. Pernyataan
ini biasanya mengacu pada material limbah yang dihasilkan dari
kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya
terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan. Pengelolaan limbah
juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam. Pengelolaan
limbah bisa melibatkan zat padat, cair, gas atau radioaktif dengan
metoda dan keahlian khusus untuk masing-masing jenis zat. Tujuan
pengelolaan limbah adalah mengendalikan pencemaran lingkungan (air,
tanah dan udara) yang disebabkan oleh pembuangan limbah hasil
berbagai kegiatan manusia, termasuk proses produksi yang dilakukan
oleh industri. Tujuan khusus pengelolaan limbah dalam industri
adalah untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan dan menghasilkan
efisiensi serta penghematan biaya bagi perusahaan. Sedangkan
pengolahan limbah adalah proses penghilangan kontaminan dari air
limbah yang meliputi proses fisika, kimia, dan biologi untuk
menghilangkan kontaminan fisika, kimia dan biologi didalamnya.
Tujuan dari pengolahan limbah adalah untuk menghasilkan limbah yang
aman untuk dibuang ke lingkungan, tanpa menimbulkan kerugian atau
masalah kepada masyarakat dan tentunya dapat mencegah pencemaran
lingkungan. Limbah industri dapat diolah menjadi barang baru yang
layak jual seperti limbah kayu industri furniture yang bisa
dimanfaatkan untuk membuat anek kerajinan tangan yang memiliki
nilai jual sehingga selain bisa menyerap tenaga kerja juga bisa
mendatangkan pemasukan bagi kita, limbah industri diolah supaya
layak konsumsi ini berlaku bagi limbah industri cair supaya tidak
mencemari sumur warga dan menerapkan limbah cair yang dihasilkan
menjadi air bersih yang layak dikonsumsi oleh masyarakat, limbah
industri didaur-ulang seperti plastik dan kertas adalah contoh
jenis limbah industri yang bisa didaur-ulang untuk dijadikan sebuah
produk baru atau bahkan menjadi materal/bahan industri yang lain,
dan mengolah limbah industri dapat menggunakan bakteri pengolah
limbah yaitu dengan Cara dilakukan dengan memanfaatkan keberadaan
bakteri-bakteri aerob yang banyak terdapat di udara dengan
membiarkan bak-bak penampungaan limbah di udaraterbuka sehingga
bakteri-bakteri aerob bisa mengoksidasi limbah contoh jenis bakteri
yang digunakan untuk proses ini adalah bakteri hydrogenomonas
flava.C. JENIS-JENIS LIMBAH1. Berdasarkan sumber atau asal limbah,
maka limbah dapat dibagi kedalam beberapa golongan yaitu :a. Limbah
domestik, yaitu semua limbah yang berasal dari kamar mandi, dapur,
tempat cuci pakaian, dan lain sebagainya, yang secara kuantitatif
limbah tadi terdiri atas zat organik baik padat maupun cair, bahan
berbahaya dan beracun (B-3), garam terlarut, lemak.b. Limbah non
domestik, yaitu limbah yang berasal dari pabrik, industri,
pertanian, peternakan, perikanan, dan transportasi serta
sumber-sumber lainnya. Limbah pertanian biasanya terdiri atas
pestisida, bahan pupuk dan lainnya (Kristianto,2002)
2. Limbah dapat dibedakan berdasarkan nilai ekonomisnya dapat
digolongkan dalam 2 golongan yaitu :a. Limbah ekonomis, yaitu
limbah dengan proses lebih lanjut/diolah yang dapat dijadikan
produk sekunder untuk produk yang lain dan memberikan nilai tambah.
Contohnya : limbah dari pabrik gula yaitu tetes, dapat dipakai
sebagai bahan baku pabrik alkohol, ampas tebunya dapat dijadikan
bubur pulp dan dipakai untuk pabrik kertas. Limbah pabrik tahu
masih banyak mengandung protein dapat dimanfaatkan sebagai media
untuk pertumbuhan mikroba misalnya untuk produksi Protein Sel
Tunggal/PST atau untuk alga, misalnya Chlorella sp.
b. Limbah non ekonomis, yaitu limbah yang tidak akan memberikan
nilai tambah walaupun sudah diolah, pengolahan limbah ini sifatnya
untuk mempermudah sistem pembuangan. Karena limbah ini dapat
merugikan dan membahayakan serta menimbulkan pencemaran lingkungan.
Contohnya: limbah pabrik tekstil yang biasanya terutama berupa
zat-zat pewarna.3. Berdasarkan materi pembentuknya, limbah
digolongkan sebagai berikut.a. Limbah organik adalah limbah yang
dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologi baik aerob atau
anaerob. Limbah organik mudah membusuk, seperti sisa makanan,
sayuran, daun-daunan kering, potongan-potongan kayu, dan
sebagainya. Limbah organik terdiri atas bahan-bahan yang bersifat
organik seperti dari kegiatan rumah tangga maupun kegiatan
industri.
b. Limbah anorganik adalah limbah yang tidak bisa diuraikan oleh
proses biologi. Limbah ini tidak dapat diuraikan oleh organisme
detrivor atau dapat diuraikan tetapi dalam jangka waktu yang lama.
Limbah ini tidak dapat membusuk, oleh karena itu dapat dijadikan
sampah komersil atau sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk
lainnya. 4. Berdasarkan karakteristiknya, secara umum limbah dapat
digolongkan sebagai berikut:a. Berukuran mikro, maksudnya ukurannya
terdiri atas partikel-partikel kecil yang dapat kita lihat.
b. Dinamis, artinya limbah tidak diam di tempat, selalu
bergerak, dan berubah sesuai dengan kondisi lingkungan.
c. Penyebarannya berdampak luas, maksudnya lingkungan yang
terkena limbah tidak hanya pada wilayah tertentu melainkan
berdampak pada faktor yang lainnya.
d. Berdampak jangka panjang (antargenerasi), maksudnya masalah
limbah tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Sehingga
dampaknya akan ada pada generasi yang akan datang.
5. Karakteristik limbah industri, meliputi:a. Limbah cair adalah
limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh kegiatan industri yang
dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas
lingkungan (KepmenLH/51/1995). Contohnya antara lain: Limbah dari
pabrik tahu dan tempe yang banyak mengandung protein, limbah dari
industri pengolahan susu, dan limbah deterjen pencucian.b. Limbah
padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur,
bubur yang berasal dari sisa kegiatan dan atau proses pengolahan.
Contohnya : limbah dari pabrik tapioka yang berupa onggok, limbah
dari pabrik gula berupa bagase, limbah dari pabrik pengalengan
jamur, limbah dari industri pengolahan unggas, dan lain-lain.Limbah
padat dapat di bagi 2 yaitu:1) Dapat didegradasi, contohnya sampah
bahan organik, onggok2) Tidak dapat didegradasi contoh plastik,
kaca, tekstil, potongan logam.c. Limbah gas adalah sisa dari proses
usaha dan/atau kegiatan yang berwujud gas/asap. Contohnya : Gas CO,
O2, NO2, CO2, H2, SO2, HCL, dll.d. Limbah B3 (bahan berbahaya dan
beracun) Adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung
bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau
konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan
hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. (PP no 18
tahun 1999)D. PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRIPrinsip
hirarki pengelolaan limbah adalah suatu prinsip yang memberikan
pedoman tentang tahapan-tahapan dalam pengelolaan limbah mulai dari
yang lebih prioritas hingga yang tidak prioritas. Berbagai
perjanjian lingkungan internasional, yaitu Konvensi Basel dan
Konvensi Stockholm, serta peraturan pengelolaan limbah di berbagai
Negara, seperti Directive 2006/12 dan Directive 2000/76 European
Community mengharuskan penghormatan terhadap prinsip ini. Peraturan
perundang-undangan Indonesia, seperti Undang-undang Nomor 18 tahun
2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
18/1999 jo PP 85/1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3) juga menegaskan prinsip yang sama. Upaya
pengelolaan pertama akan berpengaruh pada keberhasilan dari upaya
pengelolaan kedua dan selanjutnya. Begitu pula pilihan satu upaya
pengelolaan yang tidak prioritas harus memperlihatkan upaya
pengelolaan lainnya yang lebih prioritas. Dengan demikian
diharapkan melalui penerapan prinsip hirarki pengelolaan limbah ini
dapat mengurangi jumlah limbah secara signifikan mulai dari
sumbernya. Langkah pertama yang paling disarankan dalam hirarki
pengelolaan limbah adalah mencegah timbulnya limbah pada sumbernya
(waste avoidance/waste prevention) sehingaa tidak dihasilkan limbah
(zero waste). Upaya pencegahan ini dapat dilakukan melalui
penerapan prinsip produksi bersih (clean production) yaitu melalui
penerapan teknologi bersih, pengolahan bahan, subtitusi bahan,
pengaturan operasi kegiatan, memodifikasi proses produksi,
mempromosikan penggunaan bahan-bahan yang tidak berbahaya dan
beracun atau lebih sedikit kadar bahaya dan racunnya, menerapkan
tekhnik konservasi, dan menggunakan kembali bahan daripada
mengolahnya sebagai limbah sehingga dapat mencegah terbentunya
limbah dan zat tercemar.Langkah kedua, apabila pencegahan tidak
dapat dilakukan, adalah dengan berupaya melakukan minimisasi atau
pengurangan limbah (waste minimization/reduction). Upaya minimisasi
limbah ini juga dapat dilakukan dengan cara menerapkan produksi
bersih. Penggunaanteknologi yang terbaik yang tersedia (best
available technology/BAT) dapat membantu mengurangi konsumsi energy
dan sumber daya alam secara signifikan yang pada akhirnya dapat
mengurangi timbulnya limbah.Langkah ketiga adalah pemanfaatan
dengan cara penggunaan kembali (Reuse). Reuse adalah penggunaan
kembali limbah dengan tujuan yang sama tanpa melalui proses
tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal.
Contoh secra dari konsep reuse ini adalah menggunakan sisa kertas
yang masih kosong dari kertas bekas untuk menulis atau untuk
membuat amplop.Langkah keempat adalah pemanfaatan dengan cara
Recyle, yaitu mendaur ulang komponen-kompenen yang bermanfaat
melalui proses tambahan secara kimia, biologi, dan/atau secara
termal yang menghasilkan produk yang sama ataupun produk yang
berbeda. Contoh sederhana dari konsep recyle adalah mengolah kertas
bekas yang sudah tidak dipakai lagi untuk dijadikan kertas hasil
daur ulang (Recycleled paper) dengan suatu proses tertentu.Langkah
yang ke lima adalah pemanfaatan limbah dengan cara recovery,yaitu
perolehan kembali komponen komponen yang bermanfaat dengan proses
kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal. Contoh dari konsep
recofry ini adalah penggunaan limbah sekam padi (rice husk) sebagai
substitisi bahan bakar.Langkah yang ke enam adalah pengolahan
(processing) limbah dengan metode yang memenuhi persyaratan
lingkungan dan keselamatan manusia. contoh pengolahan yang umum
adalah pembajaran limbah (insinerasi) dan penimbunan
(landfilling).E. PRINSIP 6-R DALAM PENGELOLAAN LIMBAHMinimisasi
limbah domestik, khususnya sampah perkotaan, merupakan cara
pencegahan untuk mengatasi ragam dan jumlah limbah yang dihasilkan
dari aktivitas manusia, mengingat jumlah limbah tidak mungkin
berkurang dan ragamnya pun cenderung bertambah. Pengelolaan limbah
secara terintegrasi diharapkan dapat memberikan hasil yang optimal
bagi kegiatan minimisasi limbah. Prinsip 6-R
(Rethinking-Reducing-Recovering-Reusing-Recycling-Responding)
nampaknya dapat membantu upaya minimisasi limbah domestik, dan oleh
karena itu perlu disosialisasikan secara luas.PRINSIP R-1:
RETHINKING (BERFIKIR-ULANG) Yang dimaksud dengan Rethinking
(berpikir-ulang) adalah mengubah pola pikir dan cara pandang
masyarakat terhadap limbah atau sampah, yakni dari limbah atau
sampah sebagai barang tak berguna dan tak memiliki nilai lingkungan
maupun nilai ekonomi menjadi limbah atau sampah sebagai sumberdaya
yang dapat dimanfaatkan-ulang untuk memperoleh nilai manfaat bagi
lingkungan dan nilai ekonomi yang cukup menjanjikan. Rethinking,
dengan demikian, adalah pergeseran paradigma dalam penanganan
limbah atau sampah, yang tidak lagi sekedar membuang limbah atau
sampah, melainkan memanfaatkan-ulang limbah atau sampah dengan
berbagai cara yang sesuai dengan karakteristik masing-masing jenis
limbah atau sampah tersebut. Secara ringkas, 3-R dari Prinsip 6R
ini dapat dijelaskan sebagai berikut:1. Recovering
(mendapatkan-ulang) adalah tindakan memanfaatkan-ulang barang atau
benda yang masih tersisa di dalam limbah terutama limbah industri
karena proses produksi berlangsung kurang efisien, sehingga
rendemen (out-turn = nisbah antara volume produk jadi terhadap
volume bahan baku) rendah. Contohnya, sludge dari proses pengolahan
kelapa sawit menjadi CPO (Crude Palm Oil) yang dibuang biasanya
dimanfaatkan oleh penduduk sekitar, yaitu dengan cara memisahkan
sisa-sisa CPO yang ikut terbuang bersama substrat limbah cair dan
padat, untuk diproses lebih lanjut secara tradisional menjadi olein
(minyak goreng).2. Reusing (penggunaan-ulang) adalah tindakan
memanfaatkan-ulang apa adanya sebagian atau seluruh sampah atau
limbah atau barang-barang bekas lainnya untuk menghasilkan
produk/barang lain atau untuk kebutuhan lain yang bermanfaat.
Contohnya adalah memanfaatkan botol bekas kemasan strawberry jam
atau peanut butter untuk wadah pemeliharaan ikan cupang (laga),
wadah bumbu dapur, dsb.3. Recycling (mendaur-ulang) adalah tindakan
mendaur-ulang sebagian atau seluruh sampah atau limbah untuk
menghasilkan produk/barang lain yang lazimnya berbeda bentuk dan
sifatnya dari produk/barang aslinya. Contohnya adalah
pendaur-ulangan kertas-kertas bekas untuk menghasilkan kertas seni
(artistic paper) atau kertas koran. Efektivitas pelaksanaan
minimisasi limbah hanya bisa dicapai apabila disertai dengan
perubahan pola pikir masyarakat dalam memperlakukan limbah atau
sampah. Peningkatan konsumsi masyarakat akan suatu produk barang
baik dalam ragam maupun jumlah secara alamiah terjadi apabila taraf
hidup masyarakat meningkat.PRINSIP R-2: REDUCING (MENGURANGI)
Reducing (mengurangi) adalah tindakan paling pokok dan paling
efektif dalam pengelolaan limbah, yakni mengurangi potensi
terjadinya limbah atau sampah di tempat lain (yakni selama
transportasi, selama di pasaran, dan pada saat dikonsumsi) mulai
dari tempat asal produk atau barang yang bersangkutan. Tindakan
pengurangan potensi terjadinya sampah atau limbah ini berlaku bagi
barang-barang yang berkaitan dengan rumah tangga, industri, dan
perniagaan, baik yang bersifat awet (durable) maupun ti-dak awet
(indurable). Tindakan pengurangan potensi terjadinya sampah atau
limbah bagi suatu produk atau barang ini lazimnya dapat
meningkatkan kualitas dan sanitasi produk atau barang yang
bersangkutan. Beberapa contoh mengenai hal ini dapat disajikan
sebagai berikut:
1. Para tengkulak sayur di Cipanas, Pangalengan, dan Garut
lazimnya mengangkut kol (cabbage), kembang kol (cauliflower), dan
wortel (carrot) bersama-sama dengan lembar-lembar daun yang
sebenarnya tidak akan dikonsumsi. Tujuannya adalah untuk menjaga
agar bagian-bagian sayur yang dapat dikonsumsi tidak mudah rusak
selama transportasi atau muat-bongkar di pasar. Di tempat
pemasaran, bagian-bagian sayur yang tidak akan dikonsumsi tersebut
dikupas dan dibuang, dan demikian timbullah sampah pasar yang
sebagian besar terdiri atas sisa-sisa sesayuran. Lain halnya dengan
yang dilakukan oleh pemasok sayuran ke supermarket. Mereka pada
umumnya membersihkan sayuran di kebun atau di tempat pengum-pulan
sayur. Kemudian sayuran yang sudah bersih dan dapat dikonsumsi
seluruhnya, dikemas rapih dan dimasukkan ke dalam wadah yang
bersih. Kualitas dan sanitasi sayuran jauh lebih baik daripada
sayuran yang dijelaskan di atas. Sampai di tempat pemasaran, yakni
di supermarket, sayuran ini tidak menghasilkan sampah sedikit pun,
melainkan langsung dipajang di lemari berpendingin. Tindakan yang
dilakukan oleh tengkulak sayur pertama belum menerapkan prinsip
Reducing, sedangkan yang dilakukan oleh pemasok supermarket telah
menerapkan prinsip Reducing. Tengkulak sayur pertama menyebabkan
Pasar Induk Kramatjati kumuh dan harga sayurnya relatif murah,
sedangkan pemasok supermarket membuat supermarket tetap bersih dan
harga sayurnya pun lebih mahal. Sisa-sisa sayuran yang ditinggalkan
di kebun atau di tempat pengumpulan dapat dimanfaatkan-ulang untuk
pakan ternak atau pakan ikan gurame, atau didaur-ulang menjadi
kompos yang dapat digunakan untuk memupuk tanaman sayuran pada
musim tanam berikutnya. Sisa-sisa sayuran di Pasar Induk Kramatjati
dan di pasar-pasar tradisional dibuang menjadi sampah, yang membuat
lingkungan perkotaan menjadi kumuh. Akhirnya, sampah ini dibuang ke
TPA, yang juga menimbulkan masalah sosial dan dampak lingkungan.2.
Pergeseran gaya hidup memang telah memperburuk cara pandang
terhadap produk dan limbah. Kecenderungan untuk mendapatkan produk
berkualitas lebih baik dan lebih praktis telah membuat ibu-ibu
rumahtangga memilih produk-produk kemasan pabrik daripada
produk-produk curah, misalnya gula, tepung terigu, minyak goreng,
dsb. Padahal, plastik pembungkus gula dan tepung terigu serta botol
plastik pengemas minyak goreng akhirnya menjadi limbah dan dibuang
cuma-cuma. Seandainya teknologi produksi dan pengemasan produk
tidak secanggih sekarang dan gaya hidup masyarakat masih tetap
sederhana, maka limbah rumahtangga berupa berbagai jenis kemasan
tidak akan terjadi.3. Ada perbedaan mencolok antara membeli makanan
jajan pasar yang dibungkus dengan daun pisang, membeli nasi di
Warteg yang dibungkus dengan kertas berlaminasi plastik, dan
membeli makan siang di outlet franchise semacam Kentucky Fried
Chicken atau Hoka Hoka Bento yang dikemas dalam lunch-box mewah.
Limbah dari jajan pasar berupa limbah organik yang mudah terurai;
buangan pembungkus nasi Warteg pada prinsipnya juga tidak terlalu
sulit ter-urai, walaupun tidak dapat dikatakan penghematan hutan
untuk membuat ker-tas; sedangkan limbah berupa lunch-box dari
outlet waralaba jelas-jelas merupakan pemborosan sumberdaya hutan
(bahan baku pulp & kertas), biaya cetak, dan rata-rata akhirnya
dibuang begitu saja.PRINSIP R-3: RECOVERING (MENDAPATKAN-ULANG)
Seperti telah disinggung di muka, Recovering adalah tindakan
memanfaatkan-ulang barang atau benda yang masih tersisa di dalam
limbah karena proses produksi berlangsung kurang efisien, sehingga
rendemen (out-turn = nisbah antara volume produk jadi terhadap
volume bahan baku) rendah. Tindakan recovery nampaknya lebih sesuai
bagi industri penghasil barang daripada bagi kehidupan rumahtangga.
Selain contoh dalam industri CPO di muka, berikut ini disajikan
beberapa contoh mengenai penerapan prinsip Recovering, terutama
yang berkaitan dengan kesalahan kebijakan pembangunan industri
nasional selama dasawarsa 1980-an, yakni relokasi industri dari
negara-negara yang industrinya telah lebih maju daripada
Indonesia:1. Ketika pemerintah Indonesia melarang ekspor kayu bulat
(log) dari hutan alam pada dasawarsa 1980-an dalam rangka memajukan
industri pengolahan kayu dalam negeri, maka banyak industri kayu
lapis (plywood) di Jepang, Taiwan, dan Korea yang membongkar
instalasi mesin-mesinnya, kemudian menjualnya ke Indonesia. Ir.
Hartarto (Menteri Perindustrian ketika itu) dan Ginandjar
Kartasasmita (Ketua BKPM dan Menteri Negara Peningkatan Penggunaan
Produksi Dalam Negeri ketika itu) mencanangkan kebijakan relokasi
industri dan memberi izin puluhan industri pengolahan kayu untuk
merelokasi mesin-mesin plywood bekas dari Jepang, Taiwan, dan
Korea. Mesin-mesin plywood bekas dari Jepang, Taiwan, dan Korea
tersebut, khususnya mesin pengupas veneer (rotary), masih belum
mampu meminimkan sisa kayu bulat (center-log), dan hanya mampu
menyisakan center-log berdiameter 27 cm. Limbah industri plywood
berupa veneer sobek dan center-log di-pulung oleh penduduk sekitar
pabrik. Veneer sobek dirangkai lagi dengan cara direkat menggunakan
kertas-berperekat untuk mendapatkan veneer utuh, yang dijual ke
pabrik plywood lain untuk diproses lebih lanjut menjadi plywood.
Sisa veneer lainnya dimanfaatkan untuk membuat berbagai produk,
termasuk komponen furniture, perlengkapan makan dari veneer, dsb.
Center-log dirajang untuk dijadikan berbagai produk kayu yang
bernilai tinggi, termasuk pinsil, tangkai sapu untuk diekspor, dan
perlengkapan rumahtangga. Apa yang dilakukan oleh pemulung limbah
industri plywood termasuk tindakan recovery, dan mungkin tidak akan
terjadi se-andainya pemerintah ketika itu tidak mengambil kebijakan
relokasi industri dengan mengimpor teknologi aus.2. Sebuah pabrik
pengolahan makanan di Cilegon milik kelompok supermarket terbesar
yang menguasai pangsa pasar makanan basah dalam kemasan di
Indonesia mengolah jagung menjadi berbagai produk makanan. Oleh
karena efisiensi mesin untuk proses ekstraksi dan hidrolisis jagung
sangat rendah, limbah dari proses produksi ini masih mengandung
serat dan protein kasar cukup tinggi. Setiap bulan rata-rata
dihasilkan tidak kurang dari 700 ton limbah berupa substrat padat.
Limbah ini dijual kepada para pemulung untuk diolah lagi menjadi
pakan ternak. Pakan ternak dijual ke peternak penggemuk domba dan
sapi, sedangkan limbah akhir (sisanya) diproses menjadi kompos. Apa
yang dilakukan oleh pemulung ini juga merupakan tindakan recovery,
dan mungkin tidak akan terjadi seandainya pabrik pengolahan makanan
tersebut menggunakan mesin-mesin berteknologi lebih
mutakhir.PRINSIP R-4: REUSING (MENGGUNAKAN-ULANG) Reusing
(penggunaan-ulang) adalah tindakan memanfaatkan-ulang apa adanya
sebagian atau seluruh sampah atau limbah atau barang-barang bekas
lainnya untuk menghasilkan produk/barang lain atau untuk kebutuhan
lain yang bermanfaat. Cukup banyak contoh penerapan prinsip Reusing
ini yang dapat dilakukan di lingkungan rumah-tangga dan tempat
kerja. Banyak produk kebutuhan rumahtangga yang dapat digunakan
lebih dari satu kali. Produk-produk atau kemasan-kemasan produk
yang dapat di-gunakan-ulang ini harus dikelola sedemikian rupa
sehingga tidak menghasilkan buangan limbah. Beberapa di antaranya
adalah:1. Sebagaimana telah disinggung di muka, botol bekas kemasan
strawberry jam dan peanut butter dapat digunakan-ulang: (a) Untuk
wadah mainan anak-anak, misalnya kelereng; (b) Untuk menyimpan
sisa-sisa bahan, misalnya sisa minyak goreng (jelantah), dsb.; (c)
Untuk mencampur berbagai macam juice, pasta, dsb.; (d) Bagi yang
mempunyai kegemaran memancing, botol bekas juga dapat digunakan
untuk wadah umpan.; (e) Botol bekas juga dapat digunakan sebagai
jambangan (vas) bunga untuk menghias meja.2. Di kantor ataupun d
rumah, kita sering melakukan penggunaan-ulang cartridge tinta
printer yang tintanya sudah habis dengan cara mengisi-ulang
(refill) tintanya. Pengisian ulang ini sering dilakukan pada
cartridge toner printer laser, toner fotokopi, dsb. Selain
mengurangi buangan limbah berupa cartridge bekas, tin-dakan ini
juga merupakan penghematan biaya operasional kantor atau urusan
cetak-mencetak dengan printer di rumah.3. Setelah kita mengenal
komputer pribadi (personal computer) dan printer sejak awal
dasawarsa 1980-an, yang paling boros adalah penggunaan kertas.
Ketika kita masih menggunakan mesin tik baik mesin tik manual
ataupun mesin tik elek-trik setiap kesalahan ketik lazimnya kita
hapus dengan cairan penghapus atau pita penghapus, lalu kata yang
salah-ketik kita ketik-ulang. Hal ini tentu saja tidak dapat atau
sangat sulit kita lakukan pada printer. Akhirnya, setiap terjadi
salah-ketik satu huruf pun, kita akan mencetak-ulang lembar tadi
setelah kesalahan kita perbaiki. Pengalaman menunjukkan, untuk
membuat satu laporan pekerjaan setebal 100 halaman, kertas yang
kita habiskan untuk cetak-mencetak bisa-bisa sampai satu rim lebih.
Walau demikian, sebenarnya kita masih dapat memanfaatkan-ulang
lembar-lembar kertas yang salah-cetak tadi, misalnya untuk mencetak
draft untuk keperluan proef-reading sebelum dokumen kita
cetak-akhir. Atau, kita dapat memanfaatkannya untuk membuat kliping
koran pada halaman yang tidak tercetak.4. Selain di kantor dengan
urusan komputer dan printer, pengisian-ulang dengan
memanfaatkan-ulang kemasan aslinya juga dapat dilakukan pada
berbagai jenis barang konsumsi rumahtangga, misalnya kopi instans,
kremer, deterjen, pelem-but & pewangi cucian, cairan pel
lantai, minyak goreng, lem/perekat, dsb. Produk-produk ini, selain
tersedia di pasaran dalam kemasan aslinya (botol plastik atau botol
gelas), juga tersedia dalam kemasan isi-ulang yang lebih murah.5.
Bagi barang-barang yang tergolong awet (durable), misalnya lemari
es, kipas listrik, seterika listrik, dsb., jangan segan-segan
mereparasinya apabila suatu saat barang-barang tersebut rusak.
Dengan cara ini, Anda telah melakukan penghematan dan tidak
membuang barang bekas. Namun, untuk barang-barang elektronik,
seperti printer, handphone, dsb., biaya mereparasi kadang-kadang
lebih mahal daripada membeli barang sejenis yang baru, kecuali
masih dalam jangka waktu berlakunya garansi.PRINSIP R-5: RECYCLING
(MENDAUR-ULANG) Recycling (mendaur-ulang) adalah tindakan
mendaur-ulang sebagian atau seluruh sampah atau limbah untuk
menghasilkan produk/barang lain, yang lazimnya berbeda bentuk dan
sifatnya dari produk/barang aslinya. Barang-barang bekas yang lazim
didaur-ulang dengan cara pemrosesan-ulang di industri untuk
menghasilkan produk baru adalah limbah yang tergolong anorganik,
yakni yang terbuat dari kertas, plastik dan bahan-bahan sejenisnya,
karet dan bahan-bahan sejenisnya, gelas/kaca, kaleng dan berbagai
jenis logam lainnya. Barang-barang bekas lazimnya dikumpulkan oleh
pemulung di tempat-tempat pengumpulan sampah, baik Tempat
Pengumpulan Sementara (TPS) maupun Tempat Pembuangan Akhir (TPA);
atau dikumpulkan langsung dari rumah ke rumah. Beberapa contoh
pendaur-ulangan limbah anorganik dan permasalahan yang dihadapi
dapat disajikan sebagai berikut:1. Walhi (Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia) pada awal 1990-an pernah melaksanakan proyek
pendaur-ulangan kertas untuk memproduksi kertas tulis (HVS).
Bahkan, pada dasawarsa 1980-an, Kantor Menteri Negara Lingkungan
Hidup sempat menggunakan kertas surat resmi yang dibuat dari eceng
gondok (Eichornia crassipes). Permasalahan yang dihadapi adalah
harga jual kertas daur-ulang ini relatif lebih mahal daripada
kertas sejenis yang asli, dan kualitasnya pun tidak lebih baik.
Kasus yang sama juga dialami oleh pabrik kertas koran daur-ulang di
Merak, Banten, yang kualitas hasil kertasnya tidak lebih baik
daripada kualitas kertas koran asli, dan biaya produksi daur-ulang
ternyata tidak lebih murah dari-pada biaya produksi kertas asli.
Kertas koran daur-ulang tidak diterima oleh penerbit koran
terkenal, melainkan hanya dipakai oleh penerbit koran, tabloid, dan
majalah skala kecil dan murahan.2. Industri plastic-ware
(barang-barang dari plastik) yang mendaur-ulang limbah plastik dan
PVC (polyvinyl chloride) juga mengalami hal yang sama. Kualitas
ember anti-pecah yang dibuat dari campuran limbah karet dan PVC
ternyata tidak lebih baik daripada kualitas ember plastik asli.
Demikian pula halnya dengan produk-produk daur-ulang plastik
lainnya. Selain warnanya yang tidak homogen, kualitasnya kurang
baik, kekuatannya rendah, harga penjualannya tidak selalu mampu
bersaing dengan hara penjualan produk plastik asli.3. Hingga kini
tidak ada produk branded yang dikemas dalam botol gelas yang
menggunakan botol daur-ulang, baik produk farmasi, minuman, ataupun
makanan. Corporate image menjadi lebih penting dari-pada
penghematan bahan kemasan produknya. Yang banyak dilakukan hanya
terbatas pada penggunaan-ulang botol kemasan, misalnya botol
berbagai merek minuman ringan (soft drink) terkenal. Botol kemasan
hasil daurulang lazimnya digunakan untuk mengemas produk-produk
yang produsennya tidak terlalu mementingkan corporate image,
misalnya produk minyak angin, essence, dsb. Limbah yang tergolong
organik, termasuk sisa-sisa sayuran, dedaunan, dsb., pada umumnya
tidak dipulung, melainkan langsung dibuang ke TPA. Limbah padat
organik ini dinilai sebagai mudah terurai secara biologis
(bio-degradable easily), sehingga retensinya di lingkungan relatif
singkat. Namun, penanganan sampah padat organik di TPA yang
menerapkan sistem bala press system masih menjadi perdebatan
antar-pakar. Pernah ditemukan, bahwa sisa-sisa sayuran (kacang
buncis, kol, lettuce, dan wortel) yang diperlakukan dalam bala
press system (dikempa dan dibungkus dalam kemasan kedap-air dan
kedap-udara, lalu ditimbun) ternyata masih belum rusak (belum
terurai) setelah tertimbun selama 30 tahun. Bagi limbah padat
organik, pendaur-ulangan yang dinilai paling sesuai dan justeru
dapat memberi nilai tambah ekonomis terhadap limbah tersebut adalah
pengomposan (composting). Di samping itu, pengomposan juga
mempunyai nilai tambah terhadap lingkungan, yakni sangat membantu
pencegahan pencemaran lingkungan oleh dampak pembusukan bahan
organik secara anaerobik dan tak terkendali. Disadari ataupun
tidak, penanganan sampah padat organik di TPA dengan metode open
dumping ataupun sanitary landfill yang tidak sempurna akan
menyebabkan proses pembusukan bahan organik secara anaerobik, yang
menghasilkan emisi gas methane (CH4). Gas methane adalah salah satu
bahan cemaran udara yang tergolong sebagai gas rumah kaca, yang
secara akumulatif dan global dapat memberi kontribusi terhadap
pemanasan global (global warming).PRINSIP R-6: RESPONDING (SIKAP
TANGGAP) Responding (sikap tanggap) adalah menyikapi dilema limbah
atau sampah dengan mempertimbangkan-ulang penanganan kegiatan
produksi dalam industri atau kegiatan rumahtangga dengan hasil
limbah yang ada dan menggantikannya dengan proses produksi atau
kegiatan yang menghasilkan lebih sedikit limbah (least waste). Bagi
industri yang menghasilkan limbah, penerapan prinsip Responding
pada hakikatnya sama dengan upaya meningkatkan efisiensi penggunaan
bahan baku dan bahan pendukung, yakni meningkatkan rendemen
(out-turn). Beberapa hal penting yang dapat dilakukan adalah:1.
Bagi industri yang mesin-mesinnya sudah aus (teknologinya sudah
ketinggalan zaman), peningkatan rendemen dalam upaya mengurangi
limbah dan meningkatkan efisiensi produksi adalah dengan
reinvestasi mesin-mesin baru yang lebih efisien dan menghasilkan
limbah lebih sedikit (least-waste). Untuk itu, perlu perhitungan
yang cermat mengenai perimbangan antara biaya investasi untuk
pengganti mesin dengan nilai tambah produksi karena peningkatan
efisiensi.
2. Belajar dari kasus industri pulp di muka, dan juga belajar
dari pengalaman relokasi industri di masa lalu, perlu ditegaskan
bahwa relokasi industri manufaktur dari negara-negara industri maju
harus dicegah, walaupun biaya investasinya relatif lebih murah.
Yang harus dibayar mahal pada akhirnya adalah ketidakmampuan
industri kita untuk bersaing di pasar dunia, dan harga pencemaran
lingkungan yang harus dibayar mahal karena mesin-mesin industri
relokasi pada umumnya menghasilkan banyak limbah.3. Industri yang
instalasi penghasil tenaganya (power generating plant) dinilai
boros bahan bakar, perlu melakukan penggantian mesin atau bahkan
penggantian jenis bahan bakar alternatif.F. LIMBAH INDUSTRI YANG
DIHASILKAN PERUSAHAAN1. Limbah Industri Tahu-Tempe
Untuk limbah industri tahu tempe ada dua hal yang perlu
diperhatikan yakni karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik
fisika meliputi padatan total, suhu, warna dan bau. Karakteristik
kimia meliputi bahan organik, bahan anorganik dan gas.Suhu buangan
industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu limbah
cair tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya, yaitu 40C
sampai 46C. Suhu yang meningkat di lingkungan perairan akan
mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan oksigen dan gas lain,
kerapatan air, viskositas, dan tegangan permukaan.Bahan-bahan
organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada umumnya
sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan
tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Di
antara senyawa-senyawa tersebut, protein dan lemaklah yang
jumlahnya paling besar (Nurhasan dan Pramudyanto, 1987), yang
mencapai 40% - 60% protein, 25 - 50% karbohidrat, dan 10% lemak
(Sugiharto, 1987). Semakin lama jumlah dan jenis bahan organik ini
semakin banyak, dalam hal ini akan menyulitkan pengelolaan limbah,
karena beberapa zat sulit diuraikan oleh mikroorganisme di dalam
air limbah tahu tersebut. Untuk menentukan besarnya kandungan bahan
organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti BOD, COD dan
TOM. Uji BOD merupakan parameter yang sering digunakan untuk
mengetahui tingkat pencemaran bahan organik, baik dari industri
ataupun dari rumah tangga (Greyson, 1990; Welch, 1992).Air buangan
industri tahu kualitasnya bergantung dari proses yang digunakan.
Apabila air prosesnya baik, maka kandungan bahan organik pada air
buangannya biasanya rendah (Nurhasan dan Pramudya, 1987). Pada
umumnya konsentrasi ion hidrogen buangan industri tahu ini
cenderung bersifat asam. Komponen terbesar dari limbah cair tahu
yaitu protein (N-total) sebesar 226,06 sampai 434,78 mg/l. sehingga
masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan akan meningkatkan
total nitrogen di perairan tersebut.
Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah adalah gas nitrogen
(N2), oksigen (O2), hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3),
karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas-gas tersebut berasal
dari dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air
buangan. Limbah cair yang berasal dari industri kecil
tahu-tempeLimbah industri tahu-tempe dapat menimbulkan pencemaran
yang cukup berat karena mengandung polutan organik yang cukup
tinggi. Dari beberapa hasil penelitian, konsentrasi COD (Chemical
Oxygen Demand) di dalam air limbah industri tahu-tempe cukup tinggi
yakni berkisar antara 7.000 - 10.000 ppm, serta mempunyai keasaman
yang rendah yakni pH 4-5. Dengan kondisi seperti tersebut di atas,
air limbah industri tahu-tempe merupakan salah satu sumber
pencemaran lingkungan yang sangat potersial.Saat ini pengelolaan
air limbah industri tahu-tempe umumnya dilakukan dengan cara
membuat bak penampung air limbah sehingga terjadi proses anaerob.
Dengan adanya proses biologis anaerob tersebut maka kandungan
polutan organik yang ada di dalam air limbah dapat diturunkan.
Tetapi dengan proses tersebut efisiesi pengolahan hanya berkisar
antara 50% - 70% saja. Dengan demikian jika konsertarsi COD dalam
air limbah 7000 ppm, maka kadar COD yang keluar masih cukup tinggi
yakni sekitar 2100 ppm, sehinga hal ini masih menjadi sumber
pencemaran lingkungan. Dengan sistem penampungan anaerob terjadi
penguraian secara biologis anaerobik, maka zat organik akan terurai
dan menghasilgan produk gas methan dan gas H2S serta NH3 yang
menyebabkan bau yang kurang sedap.
Gambar : Pengolahan air limbah industri kecil tahu tempe dengan
sistem Penampungan (lagon) Anaerob. Dengan sistem lagon tersebut
dapat menurunkan kadar zat organik (BOD) sekitar 50 %.Suatu
alternatif pengolahan limbah yang cukup sederhana adalah pengolahan
secara biologis, yakni dengan kombinasi proses biologis
"Anaerob-Aerob". Sistem ini cocok diterapkan pada pengolahan limbah
yang banyak mengandung bahan-bahan organik. Limbah industri
tahu/tempe merupakan salah satu jenis limbah yang banyak mengandung
bahan-bahan organik. Pengolahannya yaitu air limbah yang dihasilkan
dari proses pembuatan tahu-tempe kumpulkan melalui saluran air
limbah, kemudian dilairkan ke bak kontrol untuk memisahkan kotoran
padat. Selanjutnya, sambil di bubuhi dengan larutan kapur atau
larutan NaOH air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Di dalam
bak pengurai anaerob tersebut polutan organik yang ada di dalam air
limbah akan diuraikan oleh mikroorganisme secara anaerob,
menghasilkan gas methan yang dapat digunakan sebagai bahan bakar.
Dengan proses tahap pertama konsentrasi COD dalam air limbah dapat
diturukkan sampai kira-kira 600 ppm (efisiensi pengolahan 90 %).
Air olahan tahap awal ini selanjutnya diolah dengan proses
pengolahan lanjut dengan sistem biofilter aerob.
Gambar : Diagram proses pengolahan air limbah industri
tahu-tempe dengan sistem kombinasi biofilter "Anareb-Aerob".2.
Limbah Industri Kelapa Sawit
Limbah cair industri kelapa sawit yang paling utama adalah POME
atau Palm Oil Mill Effluent, sedangkan limbah padatnya terdiri dari
tandan kosong, pelepah, cangkang, batang dan serat mesocarp. Serat
mesocarp dan tandan kosong merupakan limbah yang diperoleh ketika
proses produksi berlanjut, sementara pelepah dihasilkan ketika
dilakukan pemangkasan pelepah. Limbah batang sawit dihasilkan
ketika proses replantasi, penggantian tanaman tua dengan tanaman
yang lebih muda.
POME memiliki kandungan organik yang sangat tinggi, sehingga
jika dibuang langsung ke lingkungan akan menimbulkan masalah
pencemaran yang cukup berat serta emisi GRK. Namun jika emisi ini
ditangkap dengan menggunakan teknologi fermentasi anaerobik, biogas
yang ada bisa menggantikan fungsi LPG.Jenis dan Pemanfaatan limbah
pabrik Kelapa Sawit
JENISMANFAAT
Tandan KosongPupuk kompos, pulp kertas, papan partikel,
energi
Wet Decanter SolidPupuk, kompos, makanan ternak
CangkangArang, karbon aktif, papan partikel
Serabut (fiber)Energi, pulp kertas, papan partikel
Limbah CairPupuk, air irigasi
Air KondensatAir umpan broiler
Pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit dilakukan dengan
sistem kolam yang terdiri dari kolam anaerobik dan aerobik
Kolam Anaerob
Kolam Aerasi
Untuk treatmen limbah cair kelapa sawit standar output dialirkan
ke badan sungai mengandung kadar BOD < 100 ppm.G. Undang-Undang
Mengenai Limbah1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.2. Peraturan
Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun.3. Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999
tentang Perubahan Atas Peraturan No. 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.4. UU Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintah Daerah dan Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor
KEP-02/BAPEDAL/01/1998 tentang Tata Laksana Pengawasan Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Daerah.5. Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995 tentang Baku Mutu
Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.DAFTAR PUSTAKAChandra, B.(2007).
Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta:EGC
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995
tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri. http://
www.bplhdjabar.go.id/ [Diakses pada tanggal 9 Maret 2015]
Laporan Praktikum Kesehatan Masyarakat, 2011, Gambaran Umum
Pelaksanaan
Pengelolaan Limbah Padat di PT. Bayer Material Science Indonesia
Tahun 2011. STIKes Faletehan:Serang
Mukono, H J, 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Airlangga
University Press. Surabaya
Susanti, W. (2012). Gambaran Pengelolaan Limbah Cair, Padat, Gas
dan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) di PT Krakatau Steel (PERSERO)
TBK Cilegon Tahun 2012. STIKes Faletehan:Serang. Jurusan Ilmu
Keshatan MasyarakatUndangUndang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup. http://www.menlh.go.id/ [Diakses pada
tanggal 9 Maret 2015]Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Perindustrian. http://www.kemenperin.go.id/ [Diakses pada tanggal 9
Maret 2015]http://www.ecostargrp.com/pengolahan-limbah/ [Diakses
pada tanggal 9 Maret 2015]