HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENERIMAAN DIRI REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN Skripsi Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi • ••& L II I. ____ iterin·,·. ·. , .. --... ---:I/ dari : .. _ ..• .. .... ,,.,._. 0 .J I gl. : g,&; .. ...... ; ... Q0 ......... .. Oleh : 'h lnrluk : ............ ::: .. t'.:l- .. .. .\... k1.i;;ifikasi : ......... •............ •••............... LIA RACHMAWATI NIM: 105070002337 FAKUL TAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
JBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENERIMAAN DIRI REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN
Skripsi
... ~ .. ---- -·-··"-'""'""""""''''\
PERPUSTAKAAN UTi\MI.\ I UIM SYAH!O JAl\i\RTI\ _j
Diajukan kepada Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidaya u ah Jakarta untuk memenuhi persyaratan
Pembimbing I
memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
LIA RACHMAWATI
NIM.105070002337
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing II
M. Avicenna, M.H.Sc NIP: 19770906 20012 1004
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H / 2009
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
psi yang berjudul HUBUNGAN ANT ARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN ~ERIMAAN DIRI REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN telah diujikan 1m sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif 3yatullah Jakarta pada tanggal 7 Desember 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai 1h satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
(A) Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(B) Desember 2009
(C) Lia Rachmawati
(D) Hubungan Kematangan Emosi dengan Penerimaan Diri Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan
(E) Halaman : 78 hal + lampiran
(F) Penerimaan diri diperlukan oleh setiap remaja yang tinggal dipanti asuhan agar mereka dapat mengenali diri mereka serta menerima keberadaannya dipanti asuhan. Penerimaan diri ini berasal dari dalam diri seseorang yang didasari dari proses dimana seseorang pada akhirnya mampu menerima segala kelebihan serta kekurangan yang mereka miliki.
Penerimaan diri remaja panti asuhan dapat muncul ketika tingkat emosi remaja tersebut telah stabil dan melalui perbaikan diri di masa lalu. Tingkat emosi tersebut merupakan proses dimana seseorang mampu mengontrol emosinya dan tidak meledakkan emosinya dihadapan orang lain sehingga individu tersebut bisa mencapai tingkat kematangan, hal ini dikenal dengan istilah kematangan emosi ..
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosi dengan penerimaan diri remaja yang tinggal dipanti asuhan serta mengetahui seberapa besar sumbangan yang diberikan pada kematangan emosi terhadap penerimaan diri.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitaif dan dilakukan dipanti asuhan Yayasan Masjid At-Taubah dengan subjek penelitian sebanyak populasi yang berada dipanti tersebut, yaitu 49 orang remaja dengan rentang usia 17 tahun sampai 18 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,773. Hasil ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sang at signifikan antara kematangan emosi dengan penerimaan diri. Artinya, semakin tinggi kematangan emosi maka semakin tinggi pula tingkat penerimaan diri seseorang. Sumbangan efektif yang diperoleh sebesar 59,7%, hal ini menggambarkan bahwa
kematangan emosi memberikan sumbangan yang besar tehadap penerimaan diri, sedangkan 41,3% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang mempengaruhi penerimaan diri, seperti dukungan sosial, pola asuh, harga diri, dan alain-lain.
Dari hasil penelitian ini disarankan agar peneliti selanjutnya melakukan wawancara dan observasi agar mendapatkan hasil yang lebih lengkap, pemilihan subjek dilakukan tidak hanya pada remaja panti asuhan, namun pada remaja pada umumnya yang memiliki orang tua serta berusaha menambahkan variabel yang mungkin menjadi faktor penentu penerimaan diri, seperti harga diri, pola asuh, dukungan sosial, dan lain-lain.
(G) Daftar Pustaka: 23 (1963-2008)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanallahu Wata'ala atas
rahmat dan hidayah-Nya atas semua yang diberikan kepada umatnya.
Shalawat dan salam saya haturkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam beserta sahabat dan keluarganya.
Dengan
Rasa syukur yang tiada henti atas terwujudnya skripsi yang berjudul
"Hubungan Kematangan Emosi dengan Penerimaan Diri Remaja yang
Tinggal di Panti Asuhan". Skripsi ini diajukan guna melengkapi syarat dalam
mencapai gelar Sarjana Psikologi Jenjang pendidikan Strata Satu Program
Studi Psikologi pada Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas
dari bantuan berbagai pihak yang bersedia membimbing, membantu, dan
mendoakan kelancaran skripsi ini. Dalam kesempatan ini, penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Jahja
UmarPh.D
2. lbu Zahrotun Nihayah, M.Si sebagai dosen pembimbing I dan Bapak
M. Avicenna M.H.Sc sebagai dosen pembimbing II yang dengan sabar
dan berbesar hati dalam membimbing saya menuju terwujudnya
skripsi ini
3. Bapak dan lbu staff Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
atas kesabaran dan kerjasamanya.
4. Papa dan Mama tercinta atas segala kasih sayang, doa, dan
dukungannya.
5. Kakak dan adikku tersayang "Lusiyana Zuriyawati dan Fajri Abdillah"
serta kakak iparku "Yudi Ferdianto", atas pengertian dan
dukungannya.
6. Seluruh sahabat terbaik yang tidak tergantikan, lndri Dilapanga, Nuri
penyesuaian akan terjadi setelah penerimaan, saat mereka memahami
keadaan mereka maka saat itulah anak berpikir membutuhkan penyesuaian.
2.1.3 Kondisi-kondisi yang menentukan penerimaan diri
Dalam penerimaan diri, terdapat beberapa kondisi yang dapat menentukan
bagaimana seseorang dapat menyukai dan menerima dirinya. Hurlock (1974)
menjelaskan kondisi-kondisi yang dimaksud antara lain :
19
a. Self understanding (pemahaman diri)
Pemahaman akan diri sendiri adalah persepsi tentang diri sendiri yang dapat
timbul jika seseorang mengenali kemampuan dan ketidakmampuannya serta
mau mencoba kemampuannya tersebut. lndividu dapat memahami dirinya
sendiri tidak hanya bergantung pada kemampuan intelektual dirinya saja,
melainkan juga pada setiap kesempatannya untuk mengenali diri sendiri.
Pemahaman diri dan penerimaan diri berjalan secara berdampingan. lndividu
yang memahami dirnya dengan baik, maka akan menerima dirinya sendiri
dan tidak ada keinginan untuk berpura-pura menjadi orang lain, begitu juga
sebaliknya. Hal ini berarti semakin orang dapat memahami dirinya sendiri,
maka semakin ia dapat menerima dirinya.
b. Realistic expectations (harapan yang rea/istis)
Ketika harapan seseorang akan sesuatu hal adalah realistis, maka
kesempatan untuk mencapainya akan terwujud apabila sesuai dengan
harapannya. Hal ini dapat memberikan kepuasan pada diri sendiri yang
sangat berkaitan dengan penerimaan diri. Harapan yang realistis bisa timbul
bila individu menentukan sendiri harapannya yang disesuaikan dengan
pemahaman mengenai kemampuannya, dan bukan diarahkan oleh orang lain
dalam mencapai tujuannya. Jadi, ketika individu mamiliki harapan,
seharusnya ia telah mampertimbangkan kemampuan dirinya dalam mencapai
tujuannya tersebut.
20
c. Absence of environmental obstacles (tidak adanya hambatan lingkungan)
Ketidakmampuan individu mencapai tujuannya dapat ditimbulkan dari
lingkungan. Jika lingkungan sekitarnya menghalangi individu untuk
menunjukkan potensinya atau untuk mengekspresikan dirinya, maka
penerimaan dirinya tentu akan sulit tercapai. Sebaliknya, apabila didalam
lingkungan individu mendapatkan dukungan dari orang tua, guru, dan teman
teman, maka individu dapat mencapai tujuannya, merasa puas atas apa yang
telah diraihnya, dan harapannya pun menjadi realistis.
d. Favorable social attitudes (tingkah laku sosial yang sesuai)
Ketika individu menunjukkan tingkah laku yang dapat diterima oleh
masyarakat, Hal tersebut akan membantu untuk dapat menerima diri. Yang
dimaksud favorable social attitudes disini adalah tidak adanya prasangka
terhadap diri atau anggota keluarganya, lndividu mengakui akan kemampuan
sosial yang dimiliki orang lain, tidak memandang buruk terhadap orang lain,
serta adanya kesediaan individu untuk menerima kebiasaan atau norma
lingkungan yang ada.
e. Absence of severe emotional stress (tidak adanya stress emosional yang
berat)
Stress menandai kondisi tidak seimbang dalam diri individu yang
menyebabkan individu bertingkah laku yang dipandang tidak sesuai oleh
lingkungannya. Perubahan pandangan ini menyebabkan pandangan individu
terhadap dirinya juga berubah ke arah yang negatif, sehingga berpengaruh
terhadap penerimaan dirinya. Selain itu, tidak adanya gangguan stress
emosional yang berat memungkinkan seseorang untuk melakukan yang
terbaik dan tidak hanya mementingkan kepentingan dirinya saja, tatapi juga
orang lain.
f. Preponderance of successes (kenangan akan keberhasilan)
Kegagalan yang dialami oleh individu akan menimbulkan penolakan dalam
dirinya, sedangkan keberhasilan dapat berpengaruh pada penerimaan
dirinya. Ketika seseorang menerima kegagalan, maka ketika ia mengingat
keberhasilan dapat membantu memunculkan penerimaan diri. Sebaliknya,
kegagalan yang dialami dapat mengakibatkan penolakan dalam dirinya.
g. Identification with well-adjusted people (identifikasi dengan orang yang
memi/iki penyesuaian diri yang baik)
21
Seseorang yang mengidentifikasikan dirinya dengan baik akan mampu
beradaptasi dengan baik, Hal ini dapat membantu dirinya untuk
mengembangkan sikap-sikap yang positif dalam hidupnya dan bersikap baik,
sehingga dapat menilai diri dan menerima dirinya dengan baik
h. Self perspective (perspektif diri)
Seseorang yang mampu memperhatikan pandangan orang lain terhadap
dirinya seperti ia memandang dirinya sendiri adalah seseorang yang memiliki
pemahaman diri yang cukup baik,. Hal inilah yang membuat ia bisa menerima
dirinya dengan baik dibandingkan seseorang yang memiliki perspektif yang
sempit mengenai dirinya. Perspektif diri yang luas diperoleh melalui
pengalaman dan belajar. Dalam hal ini, usia dan tingkat pendidikaN
memegang peranan penting bagi seseorang untuk dapat mengembangkan
perspektif dirinya.
i. Good childhood training (po/a asuh masa kecil yang baik)
22
Meskipun ada bermacam-macam cara penyesuaian diri yang dilakukan
seseorang untuk membuat perubahan dalam hidupnya, namun yang
menentukan penyesuaian diri seseorang dalam hidupnya adalah pola asuh di
masa kecil. Anak yang diasuh dengan pola asuh demokratis didalamnya
akan ada peraturan yang dapat mengajarkan kepada anak bagaimana ia
menerima dirinya sebagai individu, dan cenderung berkembang untuk
menghargai dirinya sendiri. Pola asuh yang diterapkan ini akan membentuk
konsep diri anak, sehingga pengaruhnya terhadap penerimaan diri tetap ada
meskipun usia individu terus bertambah.
j. Stable self-concept (konsep diri yang stabil)
Konsep diri yang stabil adalah satu cara bagaimana seseorang mampu
melihat dirinya sendiri dengan cara yang sama dari waktu ke waktu. Hanya
pada konsep diri yang sesuai seseorang mampu menerima dirinya sendiri.
Karena apabila individu memiliki konsep diri yang tidak sesuai dengan
dirinya, maka dapat terjadi penolakan dalam diri. lndividu yang tidak memiliki
konsep diri yang stabil, bisa saja pada satu waktu ia menyukai dirinya, pada
waktu lain ia membenci dirinya sendiri. lni akan membuatnya kesulitan untuk
menunjukkan siapa dirinya kepada orang lain karena ia sendiri merasa
bertentangan terhadap dirinya sendiri.
2.1.4 Aspek-aspek Penerimaan Diri
23
Sheerer (dalam Cronbach,1963) menjelaskan lebih lanjut mengenai
karakteristik individu yang dapat menerima dirinya, yaitu:
a. lndividu mempunyai keyakinan akan kemampuannya untuk menghadapi
persoalan.
b. lndividu menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia dan
sederajat dengan orang lain.
c. lndividu tidak menganggap dirinya aneh atau abnormal dan tidak ada
harapan ditolak orang lain.
d. lndividu tidak malu atau hanya memperhatikan dirinya sendiri.
e. lndividu berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya.
f. lndividu dapat menerima pujian atau celaan secara objektif. Sifat ini
tampak dari perilaku individu yang mau menerima pujian, saran dan
kritikan dari orang lain untuk pengembangan kepribadiannya lebih lanjut.
g. lndividu tidak menyalahkan diri atas keterbatasan yang dimilikinya ataupun
mengingkari kelebihannya.
yang tertuju padanya untuk dijadikan sebagai perbaikan alas segala
kekurangan dalam diri.
25
Penerimaan diri yang disertai dengan rasa aman dalam diri dapat
mendukung seseorang untuk mengembangkan dirinya dan memungkinkan
seseorang untuk menilai dan mengevaluasi dirinya secara realistis, sehingga
dapat menggunakan potensinya secara efektif. Yang terpenting adalah,
seseorang yang mampu menerima dirinya tidak akan mau untuk menjadi
orang lain. la akan merasa puas dengan dirinya sendiri, dan tidak berpikir
untuk berpura-pura menjadi orang lain.
b. Dampak penerimaan diri dalam penyesuaian sosial
Dalam penerimaan diri, biasanya disertai dengan adanya penerimaan akan
orang lain. Penerimaan akan orang lain inilah yang mendukung penyesuaian
sosial yang positif bagi seseorang. Seseorang yang dapat menerima dirinya
akan merasa cukup aman untuk menerima orang lain, menaruh minat pada
orang lain serta dapat menunjukkan empatinya kepada orang lain, sehingga
ia memiliki penyesuaian sosial yang cukup baik daripada seseorang yang
merasa rendah diri atau merasa tidak adekuat yang cenderung bersikap
dimana ia hanya berorientasi pada dirinya sendiri (self oriented) dan sulit
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
26
2.2 Kematangan Emosi
2.2.1 Definisi Kematangan Emosi
Katkovsky, W & Garlow (1976), mengatakan istilah kematangan
menunujukkan adanya proses menjadi. lndividu yang dianggap telah
memenuhi persyaratan untuk disebut matang juga masih akan terus
berkembang, sehingga pada tiap-tiap individu mungkin memiliki taraf
kematangan yang berbeda pada waktu yang lalu maupun masa yang akan
datang. Kematangan emosi merupakan suatu proses dimana kepribadian
secara terus menerus barusaha mencapai keadaan tingkat emosi yang sehat
baik secara intra maupun interpersonal.
Menu rut Chaplin (2006), emotional maturity (kedewasaan emosional) adalah
suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari
perkembangan emosional, dan karena itu pribadi yang bersangkutan tidak
lagi menampilkan pola emosional yang pantas bagi anak-anak, namun
mereka mampu menekan atau mengontrolnya lebih baik, khususnya
ditengah-tengah situasi sosial.
Hurlock (1999) mengatakan bahwa kematangan emosi dapat dikatakan
sebagai sebagai suatu kondisi perasaan atau reaksi perasaan yang stabil
terhadap suatu objek permasalahan sehingga untuk mengambil suatu
keputusan atau bertingkah laku didasari dengan suatu pertimbangan dan
tidak mudah berubah-ubah dari satu suasana hati ke dalam suasana hati
yang lain.
27
Menurit Hurlock (1999), anak laki-laki dan perempuan dikatakan sudah
mencapai kematangan emosi bila pada akhir masa remaja tidak
"meledakkan" emosinya dihadapan orang lain melainkan menunggu saat dan
tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara
yang lebih diterima. Petunjuk kematangan emosi yang lain bahwa individu
menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi tanpa pikir
sebelumnya seperti anak-anak yang tidak matang.
Al-Mighwar (2006) mengatakan bahwa kematangan emosi bisa dicapai bila
remaja memperoleh gambaran tentang berbagai kondisi yang dapat
menimbulkan reaksi emosional. Caranya, antara lain dengan membicarakan
masalah pribadinya denganorang lain. Sebab, keterbukaan dan perasaan
serta masalah pribadi dipengaruhi oleh rasa aman dalam interaksi sosial dan
tingkat penerimaan orang lain terhadapnya.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kematangan emosi ialah suatu
proses dimana individu mampu mengontrol emosinya dalam menghadapi
berbagai situasi,hingga akhirnya mencapai tingkat dimana individu telah
mampu menguasai emosinya dengan baik.
28
2.2.2 Karakteristik kematangan emosi
Menurut Smitson ( dalam Katkovsky & Garlow, 1976), ada beberapa
karakteristik yang dapat digunakan untuk melihat suatu tingkat kematangan
emosi diantaranya :
a. Ke arah kemandirian (toward independence)
Yang dimaksud dengan kea rah kemandirian disini adalah dapat
menemukan apa yang dikehendaki serta bertanggung jawab akan
keputusannya itu.
b. Kemampuan untuk menerima realitas (ability to accept reality)
Maksudnya adalah kemampuan untuk menerima kenyataan bahwa ia
memiliki kesempatan, kemampuan serta tingkat intelegensi yang
berbeda dengan orang lain. Dengan menyadari hal tersebut ia dapat
menentukan pola tingkah laku yang tepat.
c. Kemampuan beradaptasi (adaptability)
Kemampuan untuk mudah menerima orang lain atau situasi tertentu
dengan cara-cara yang berbeda. Salah satu hal yang paling
membedakan antara orang yang emosinya sehat adalah pada tingkat
fleksibility ini, dimana pada orang yang tidak sehat emosinya akan
berespon secara kaku dalam menghadapi orang lain atau situasi
tertentu.
29
d. Kesiapan merespon (readines to respond)
Kesiapan merespon ini harus melibatkan kesadaran kita bahwa setiap
individu adalah unit dan bahwa setiap orang memiliki hak-haknya
sendiri. Dengan demikian diharapkan kita mampu merespon dengan
tepat pada keunikan masing-masing individu.
e. Kemampuan untuk seimbang (capacity to balance)
lndividu dengan kematangan emosi yang tinggi menyadari bahwa
sebagai makhluk sosial ia memiliki ketergantungan pada orang lain,
namun ia tidak harus takut bahwa ketergantungan itu akan
menyebabkan ia diperalat oleh orang lain.
f. Kemampuan berempati (empathic understanding)
Maksudnya adalah kemampuan untuk menempatkan diri dalam
kedudukan orang lain, sehingga dapat memahami perasaan dan
pikirannya.
g. Kemampuan menguasai amarah (challenging anger)
Untuk dapat mengendalikan amarahnya, seseorang harus mengenal
batas sensitivitas dirinya. Jadi, dengan mengetahui hal-hal apa saja
yang dapat membuat dirinya marah, ia akan dapat mengendalikan
perasaan amarahnya.
2.2.3 Ciri-ciri orang yang matang emosinya
Menurut Hollingwort seperti yang dikutip oleh Jersild (1978), ciri-ciri orang
yang matang emosinya ialah :
a. Mampu memberikan reaksi emosional secara bertahap
b. lndividu yang matang emosinya dapat mengendalikan emosi bila
menghadapi
situasi tertentu, dan menunggu waktu yang tepat untuk memberi respon
yang
tepat sesuai dengan situasi yang dihadapi.
30
c. Tidak menunjukkan kekecewaan yang berlebihan. lni terlihat pada caranya
memberikan atau mengatasi rasa kasihan pada diri sendiri.
2.3 Remaja
2.3.1 Definisi Remaja
Dalam Hurlock (1999), istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin
adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti
"tumbuh" atau "tumbuh menjadi dewasa". Awai masa remaja biasanya
disebut sebagai "usia belasan", kadang-kadang bahkan disebut "usia belasan
yang tidak menyenangkan". Meskipun remaja yang lebih tua sebenarnya
masih tergolong anak belasan tahun, sampai ia mencapai usia dua puluh
satu tahun, namun usia belasan tahun yang secara populer dihubungkan
dengan pola khas perilaku remaja muda-jarang jarang dikenakan pada
remaja yang lebih tua.biasanya disebut "pemuda" atau "pemudi'', atau
malahan disebut "kawula muda" yang menunjukkan bahwa masyarakat
belum melihat adanya perilaku yang matang selama awal masa remaja.
31
Sarwono (2003) menjelaskan masa remaja merupakan masa transisi antara
masa kanak-kanak dan dewasa. Masa ini seringkali menghadapkan individu
yang bersangkutan pada situasi yang membingungkan, di satu pihak ia masih
kanak-kanak, tetapi di lain pihak ia sudah harus bertingkah laku seperti orang
dewasa.
Al-Mighwar (2006) berpendapat bahwa istilah adolescence atau remaja
berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang bararti
remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi. Dalam bahasa lnggris,
murahaqoh adalah adolescence yang berarti at-tadarruj (berangsur-angsur).
Jadi, artinya adalah berangsur-angsur menuju kematangan secara fisik, akal,
kejiwaan dan sosial serta emosional. Hal ini mengisyaratkan pada hakikat
umumnya, yaitu pertumbuhan tidak berpindah dari satu fase ke fase lainnya
secara tiba-tiba, tetapi pertumbuhan itu berlangsung setahap demi setahap.
2.3.2 Fase-Fase Masa Remaja
Hurlock {dalam Al-Mighwar, 2006) membagi masa remaja menjadi 2 bagian,
yaitu:
a. Remaja awal (13 - 17 tahun)
Ciri khas remaja awal yang tidak dimiliki masa-masa yang lain, diantaranya:
1 . Tidak stabilnya emosi
32
Menurut Hall dalam Al-Mighwar (2006), perasaan masa ini sangatlah peka,
yaitu perasaan dan emosinya laksana hembusan badai dan topan dalam
kehidupan. Karena itu, tidak heran bila sikap dan sifat remaja yang sangat
antusias bekerja tiba-tiba menjadi lesu, dari sangat gembira menjadi sangat
sedih, dari merasa percaya diri menjadi sangat ragu, termasuk dalam
menentukan cita-cita. Dia belum bisa merencanakan dan menentukan
pendidikan dan lapangan kerja lebih lanjut, terlebih lagi dalam persahabatan
dan cinta ; plin-plan dalam bersahabat dan memilih pasangan
2. Lebih menonjolnya sikap dan moral
Matangnya organ-organ seks mendorong masa remaja untuk mendekati
lawan seksnya, sehingga terkadang berperilaku berlebihan yang dinilai tidak
sopan oleh sebagian masyarakat, muncul keberaniannya untuk melakukan
hal-hal yang hampir membahayakan, sehingga masalah dengan orang tua
atau dewasa lainnya sering terjadi.
3. Mulai sempurnanya kemampuan mental dan kecerdasan
Binet dalam Al Mighwar (2006) menjelaskan bahwa pada usia 12 tahun,
kemampuan anak untuk mengerti informasi abstrak, baru sempurna. Dan
pada usia 14 tahun, mulailah sempurna kemampuannya untuk mengambil
kesimpulan dan informasi abstrak, sehingga remaja awal suka menolak hal-
33
hal yang tidak masuk akal. Bila dipaksa untuk menerima pendapat tanpa
alasan rasional, mereka sering menentangnya, baik terhadap orangtua, guru
atau orang dewasa lainnya.
4. Membingungkannya status
Hal yang tidak hanya sulit ditentukan, tetapi juga membingungkan ialah
status remaja awal, sehingga orang dewasa sering memperlakukannya
secara berganti-ganti, karena masih ragu memberi tanggung jawab dengan
alasan mereka masih kanak-kanak.
5. Banyaknya masalah yang dihadapi
Banyak faktor yang menjadi masalah bagi remaja. Selain adanya ciri-ciri
remaja tersebut diatas, sifat emosional remaja awal juga menjadikannya
menghadapi banyak masalah. Karena emosionalistasnya lebih mendominasi
kemampuan, dia kurang mampu untuk menyepakati pendapat orang lain
yang kontradiktif dengan pendapatnya, sehingga seringkali muncul masalah
baru, yaitu konflik sosial. Penyebab lain adalah semakin minimnya peran
orang tua atau orang dewasa lain dalam membantu pemecahan masalahnya,
meskipun hal itu terjadi karena ulahnya sendiri, yaitu menolak bantuan itu.
Hal ini terjadi karena mereka menganggap bahwa orang dewasa terlalu tua
untuk mengerti dan memahami perasaan, emsoi, sikap, kemampuan pikir dan
status, sedangkan dirinya lebih mampu untuk melakukan semua itu.
6. Masa kritis
34
Kebimbangan masa remaja dalam menghadapi dan memecahkan atau
menghindari suatu masalah menjadi indikasi kritisnya masa ini. Bila remaja
tidak mampu menghadapi dan menyelesaikan masalahnya, dia akan menjadi
orang dewasa yang bergantung pada orang lain. Sebaliknya, apabila dia
mampu menghadapi dan menyelesaikan masalahnya, hal itu akan menjadi
bekal untuk menghadapi berbagai masalah selanjutnya hingga dewasa.
b. Remaja akhir (17-21 tahun)
Ciri khas remaja akhir antara lain :
1. Mulai stabil
Dalam aspek fisik dan psikis, laki-laki muda dan wanita muda menunjukkan
peningkatan kestabilan emosi. Kesempurnaan pertumbuhan bentuk jasmani
membedakannya dengan perubahan masa remaja awal. Pada masa ini terjdi
keseimbangan tubuh dan anggotanya. Begitu pula kestabilan minat-minatnya
; menentukan sekolah, jabatan, pakaian, pergaulan dengan sesama ataupun
lain jenis. Kestabilannya juga terjadi dalam sikap dan pandangan, artinya
mereka relatif tetap atau mantap dan tidak mudah berubah pendirian hanya
karena dibujuk atau dihasut. Gejala ini mengandung sisi positif. Dibanding
masa-masa sebelumnya remaja akhir lebih dapat menyesuaikan diri dalam
banyak aspek kehidupan.
Sedikitnya, ada dua faktor yang berpengaruh terhadap proses kestabilan
remaja akhir, yaitu sikap mendidik orang tua dan jarak tempat tinggal antara
puas, menjauhkan dirinya dari rasa kecewa, dan menghantarkannnya pada
puncak kebahagiaan.
c. Lebih matang menghadapi masalah
36
Masalah yang dihadapi pada masa remaja akhir relatif sama dengan masalah
yang dihadapi remaja awal. Cara menghadapi masalah itulah yang
membedakannya. Bila remaja awal menghadapinya dengan sikap bingung
dan tingkah laku yang tidak sefektif, remaja akhir menghadapinya dengan
lebih matang. Kematangan itu ditunjukkan dengan usaha pemecahan
masalah-masalah yang dihadapi; baik dengan cara sendiri amupun dengan
diskusi dengan teman-teman sebaya. Langkah-langkah pemecahan masalah
itu mengarahkan remaja akhir pada tingkah laku yang dapat lebih
menyesuaikan diri dalam situasi perasaan sendri dan lingkungan
disekitarnya.
d. Lebih tenang perasaannya
Remaja akhir, jarang memperlihatkan kemarahan, kesedihan, dan kecewa,
sebagaimana terkjadi pada masa remaja awal. Hal ini dikarenakan remaja
akhir telah memiliki kemampuan pikir dan kemampuan menguasai segala
perasaannya dalam menghadapi berbagai kekecewaan atau hal-hal lain yang
mengakibatkan kemarahan. Dia juaga telah berpandangan realistis dalam
menentukan sikap, minat, cita-cita sehingga adanya berbagai kegagalan
disikapinya dengan tenang.
37
2.3.3 Perubahan-perubahan yang terjadi pada Masa Remaja
Hurlock (1999), mengatakan perubahan-perubahan fisik yang dialami remaja
ialah:
1. Tinggi badan
Rata-rata anak perempuan mencapai tinggi dewasanya pad a usia 17 /18
tahun dan bagi anak laki-laki satu tahun lebih dari usia tersebut.
2. Bera! badan
Perubahan berat tubuh seiring dengan waktu sama dengan perubahan tinggi
badan, hanya saja sekarang lebih menyebar ke seluruh tubuh.
3. Proporsi tubuh
Berbagai bagian tubuh secara bertahap mencapai proporsinya. Misal: badan
lebih lebar dan lebih kuat.
4. Organ seksual
Pada laki-laki dan perempuan organ seksual mencapai ukuran dewasa pada
periode remaja akhir, namun fungsinya belum matang sampai dengan
beberapa
tahun kemudian
5. Karakteristik sex sekunder
Karakteristik sek sekunder utama mengalami perkembangan pada level
dewasa
pada periode remaja akhir.
38
2.3.4 Remaja Panti Asuhan
Bustam (dalam Farid, 1993) mengatakan panti asuhan sebagai lembaga
yang berusaha meningkatkan kesejahteraan anak yang dilakukan oleh
pemerintah dan atau masyarakat (UU RI no 4/1979 pasal 11) terus berusaha
semaksimal mungkin menciptakan suasana kehidupan seperti suasana
kehidupan dalam suatu keluarga, sehingga anak-anak yang diasuhnya
terpenuhi kebutuhannya secara wajar akan kesejahteraan sosial yang
memungkinkan bagi si anak untuk dapat rumbuh dan berkembang
sewajarnya secara jasmaniah, rohaniah, dan sosialnya.
Menurut pedoman pembinaan kesejahteraan sosial anak dini (1999), yang
termasuk sasaran pelayanan panti asuhan adalah :
a. Anak yatim, anak piatu dan anak yatim piatu
b. Anak terlantar yang keluarganya mengalami perpecahan
c. Anak yang salah satu atau kedua orang tuanya sakit kronis, terpidana,
korban bencana dan lain-lain.
Anak-anak yang diasuh dipanti asuhan dikarenakan oleh suatu keadaan yang
tidak menyenangkan yaitu salah satu atau kedua orang tuanya telah
meninggal dunia dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah sehingga ia
merasa kehidupannya dan disokong oleh orang lain yang sengaja sebagi
orang tua pengganti dalam fungsinya untuk mencukupi seluruh kebutuhan
fisik, psikis, dan sosial seluruh anak asuhnya.
2.3.4.1 Karakteristik Remaja Panti asuhan
Bustam (dalam Farid,1993) mengatakan bahwa karakteristik anak panti
asuhan, antara lain :
a. Kurang perhatian, kurang kasih sayang dan bimbingan dari orang tua
b. Lingkungan hidup keluarganya bersifat kurang membantu bagi
pertumbuhannya
c. Kurang pendidikan dan pengetahuan
d. Tidak memiliki bekal keterampilan untuk hidupnya di hari-hari yang akan
datang
e. Kurang pakaian
f. Kurang gizi dan vitamin
g. Kurang bermain
h. Tiada kepastian tentang hari esok
Kerangka berpikir
39
Remaja yang tinggal di panti asuhan memiliki perkembangan emosi yang
berbeda dengan remaja yang memiliki keluarga I orang tua. Pada remaja
yang memiliki orang tua, mereka mendapat bimbingan dan arahan agar
dapat mandiri. Sedangkan pada remaja yang tinggal dipanti asuhan, mereka
40
belajar sendiri bagaimana mereka hidup mandiri tanpa bimbingan orang tua.
Banyak dari mereka, yang awalnya tidak bisa menerima keberadaannya di
panti asuhan. Mereka akan shock, sedih, marah, kecewa, karena orang tua
mereka menempatkan mereka di panti asuhan. Namun, melalui pendidikan
yang didapat, pengalaman-pengalaman yang mereka alami selama di panti,
serta bertambahnya usia, sebenarnya mereka dapat belajar dan akhirnya
mampu mengendalikan emosi mereka sehingga bisa menerima dirinya. Hal
ini disebabkan karena mereka berada pada kondisi yang sama, sama-sama
tidak didampingi orang tua, melakukan kegiatan secara bersaman-sama dan
hanya mendapat pengasuhan yang terbatas. Sebagaimana yang
diungkapkan Al-Mighwar (2006),kematangan remaja akhir ditunjukkan
dengan usaha pemecahan masalah-masalah yang dihadapi; baik dengan
cara sendiri amupun dengan diskusi dengan teman-teman sebaya. Langkah
langkah pemecahan masalah itu mengarahkan remaja akhir pada tingkah
laku yang dapat lebih menyesuaikan diri dalam situasi perasaan sendri dan
lingkungan disekitarnya. Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Hurlock
(1974) yang menyatakan bahwa salah satu karakteristik orang yang memiliki
penyesuaian diri yang baik adalah orang yang dapat mengenali segala
kelebihan yang ada pada dirinya daripada kekurangannya. Dari uraian diatas,
maka kematangan emosi akan mempengaruhi penerimaan diri remaja yang
tinggal di panti asuhan.
Remaja Panti asuhan dengan karakteristik : Kurang kasih sayang, perhatian, gizi, pakaian, pendidikan, pengetahuan
Hipotesis
Matangnya emosi dengan karakteristik : Mandiri, mampu menerima realitas, 1nampu beradaptasi, rnerespon dengan baik,memiliki empati, mampu menguasai amarah
41
Mampu menerin1a dirinya, dengan karekteristik : Mampu menghadapi persoalan, menganggap dirinya berharga, mampu menyesuaikan diri, bertanggung jawab, menerima kelebihan serta kekurangan yang dimiliki
Dari uraian diatas dapat diajukan hipotesa sebagai berikut :
Ha = tidak ada hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dengan
penerimaan diri pada remaja yang tinggal di panti asuhan.
Ha= adanya hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dengan
penerimaan diri pada remaja yang tinggal di panti asuhan.
3.1.2. Definisi Variabel dan Operasional
3.1.2.1 Definisi Variabel
Variabel adalah suatu sifat yang memiliki berbagai macam nilai (Kerlinger,
2006). Variabel dalam penelitian terdiri dari dua macam variabel yaitu satu
variabel bebas dan satu variabel terikat dengan definisi sebagai berikut :
43
a. Variabel bebas (independent variable) adalah kematangan emosi, yaitu
sejauh mana individu dapat mengekspresikan emosinya secara tepat,
yaitu dengan memunculkan mekanisme psikologi yang sesuai dan
bermanfaat, untuk mengahdapi berbagai keadaan dalam kehidupan
sehari-hari ; dimana kemampuan tersebut didasarkan pada pengalaman
pengalamannya dimasa lalu dan keinginan individu untuk terus belajar
dari kehidupannya.
b. Variabel terikat (dependent variable) adalah Penerimaan diri, yaitu sejauh
mana individu mampu menerima kelebihan dan kekurangan dirinya, dan
mau hidup dengan keadaan tersebut, serta tahu cara meningkatkan dan
memperbaiki kelebihannya serta mengecilkan kekurangannya untuk
digunakan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
3.1.2.2 Devinisi Operasional
a. Operasionalisasi pada variabel kematangan emosi adalah pengukuran
kematangan emosi berdasarkan hasil skor alat ukur pada aspek ke arah
kemandirian, kemampuan menerima realitas, kemampuan beradaptasi,
44
kesiapan merespon, kemampuan untuk seimbang, kemampuan
berempati, dan kemampuan menguasai amarah.
b. Operasionalisasi pada variabel penerimaan diri adalah pengukuran
penerimaan diri berdasarkan hasil skor alat ukur pada aspek memiliki
keyakinan akan kemampuan dirinya dalam menjalani kehidupan,
menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia yang sederajat
dengan individu lain, individu tidak menganggap dirinya aneh atau
abnormal dan tidak ada harapan ditolak orang lain, individu tidak malu
atau hanya memperhatikan dirinya sendiri,individu berani memikul
tanggung jawab terhadap perilakunya,m enerima pujian atau celaan atas
dirinya secara objektif,individu tidak menyalahkan diri atas keterbatasan
yang dimilikinya ataupun mengingkari kelebihannya
3.2. Pengambilan Sampel
3.2.1 Populasi Dan Sampel
Sugiono (2008) mengatakan populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
atas: objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh penulis untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Sedangkan sampel ialah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut.
45
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa/siswi Yayasan Masjid A-Taubah,
Bekasi yang berjumlah 49 orang. Menurut Bailey dalam Iqbal (2002),
menyatakan bahwa untuk penelitian yang menggunakan analisis data
statistik, ukuran sampel yang paling minimum adalah 30. Dalam uji coba
penelitian ini sampel yang diambil sebanyak 30 subjek. Sedangkan pada field
study penelitian ini, jumlah subjek yang ditentukan oleh peneliti adalah
sebanyak populasi yang terdapat pada Yayasan Mesjid At-Taubah,
siswa/siswi yang berusia 17-18 tahun sebanyak 49 orang.
3.2.2.Teknik pengambilan sampel
Penelitian ini menggunakan teknik sampel purposive sampling,cirinya yaitu
penilaian dan upaya cermat untuk memperoleh sampel represntatif dengan
cara meliputi wilayah-wilayah atau kelompok-kelompok yang diduga sebagai
anggota sampelnya (Kerlinger, 2006). Untuk penggolongan sampel,
karakteristik yang ditentukan adalah:
1. Remaja putra atau putri yang berusia 17-18 tahun. Adapun alasan
pengambilan usia 17-18 sebagai subjek penelitian karena masalah
kematangan emosi dan penerimaan diri
2. Remaja putra atau putri yang masih atau tidak memiliki kedua orang tua.
3. Remaja putra atau putri yang tinggal di panti asuhan.
46
3.3.Pengumpulan Data
3.3.1. Metode dan instrument penelitian
Skala yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada skala model Liker!.
Azwar (2007), menyatakan bahwa skala model Liker! adalah metode
penskalaan pernyataan individu yang menggunakan distribusi respon
sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Dalam penelitian ini skala yang
digunakan dalam pengumpulan data adalah: skala penerimaan diri dan skala
kematangan emosi. Skala dalam penelitian ini terdapat 5 kategori jawaban
dan masing-masing kategori ini memiliki nilai tertentu. Penilaiannya dapat
terlihat pada tabel di bawah ini:
Pilihan
Tabel 3.1
Bobot nilai
Pernyataan
Favorabel Unfavorabel
STS (Sangat Tidak setuju) 1 5
TS (Tidak setuju) 2 4
N (Netral) 3 3
S (Setuju) 4 2
SS (Sangat setuju) 5 1
48
kepercayaan terhadap 7 2 teman
Kemampuan a. Mampu menempatkan 37,48 51,63 4 berempati diri dan memahami
oerasaan teman asrama Kemampuan a. Mampu mengendalikan 9, 11 21,29 4 menguasai emosi ketika berhadapan a ma rah dengan teman seasrama Jumlah 34 34 68
2. Skala Penerimaan Diri
Skala ini disusun mengacu pada komponen kematangan emosi yang
dibuat berdasarkan teori Sheerer dalam Cronbach (1963), yaitu:
Tabel 3.2 Blue Print Penerimaan Diri
Aspek lndikator Fav Unfav Jml Memiliki keyakinan a. Percaya diri 1,16,34 11,21,2 8 akan kemampuan pad a 41 8 dirinya dalam kemampuan 2 menjalani kehidupan yang dimiliki
b. Mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi baik dalam diri maupun lingkungan sekitar
Menganggap dirinya a. Seseorang yang 3,29 33,35 4 berharga sebagai menghargai seorang manusia dirinya dan yang sederajat bermanfaat bagi dengan individu lain teman
asramanya lndividu tidak a. Tidak merasa 12, 17,4 4,30,40 6
49
menganggap dirinya berbeda dengan 2 aneh atau abnormal teman lainnya dan tidak ada harapan ditolak oranq lain lndividu tidak malu a. Mau 13,15 5,22 4 atau hanya beradaptasi memperhatikan dengan orang-dirinya sendiri orang di asrama 27,31, 6,18,23 6
dan 43 lingkungannya
b. Mengutamakan kepentingan orang lain dibandingkan kepentingan pribadi
lndividu berani a. Berani 7,44 36,39 4 memikul tanggung menerima jawab terhadap resiko atas apa perilakunya yang telah
diperbuat
Menerima pujian a. Bersedia 8,19,24 25,37,3 8 atau celaan atas memberikan ,32 8,45 2 dirinya secara dan menerima objektif kritik dan saran
dari oranq lain lndividu tidak a. Menerima 20,26,4 9,10,14 6 menyalahkan diri kelebihan dan 6 atas keterbatasan kekurangan yang yang dimilikinya dimiliki ataupun mengingkari kelebihannya
Jumlah 23 23 46
50
3.3.2. Teknik uji instrument penelitian
Sebelum penelitian dilaksanakan, penulis melakukan uji coba (try out) alat
tes. Adapun uji coba (try out) ini dilakukan dengan teknik purposive sampling
sampling, yaitu suatu bentuk pengambilan sampel yang dilakukan
berdasarkan beberapa pertimbangan. Dikatakan juga sebagai teknik
pengambilan sampel bertujuan, yang memiliki syarat berdasarkan
karakteristik tertentu.
Uji coba instrumen dilakukan dengan maksud untuk :
1.Sejauh mana pemahaman sampel terhadap pernyataan atau item-item yang
diberikan.
2.Mengetahui validitas instrumen, dimana skor tiap item dikorelasikan dengan
skor total. Dan item yang valid akan digunakan pada penelitian sebenarnya.
3.Mengetahui tingkat reliabilitas instrumen.
Sebelum dilaksanakan penelitian, peneliti melakukan uji instrumen yang
diberikan kepada remaja siswa/siswi panti asuhan Yayasan Masjid At-taubah
yang berjumlah 30 orang yang memenuhi kriteria sampel.
a. Skala Kematangan Emosi
Pada uji instrumen yang pertama dengan menggunakan 68 item terdapat 41
47,48,49,50,55,57,59,60,62,63,64,66,67,68. Hasil uji reliabilitas yang terdapat
51
pada skala kematangan emosi ialah sebesar a = 0,870. Lebih jelasnya item
yang valid dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.3 Bl P. t K t E ue rm ema anQan mos1
Aspek lndikator Fav Unfav Jml Ke arah a. Bersikap dewasa dalam 1*,2* 30* 3 kemandirian bergaul
b. Mampu menentukan ide- 23*,55*, 14* 4 ide positif dan 64* bertanggung jawab alas ide tersebut
Kemampuan a. Menerima kekurangan 32*,39* 24* 3 untuk dan kelebihan yang ada menerima dalam diri 16*,25*, 4*,57* 5 realitas b. Mampu bersaing secara 40*
positif dengan teman asrama
Kemampuan a. Mampu menyesuaikan 66*,67* 42* 3 beradaptasi diri dengan teman
asrama dan lingkungan baru dalam asrama 59* 43* 2
b. Mampu menerima orang teman asrama
Kesiapan c. Memiliki sikap cepat 26*,34*, 50*,60*, 6 merespon tanggap terhadap teman 44* 68*
d. Peka terhadap kondisi yang teman alami 7*,45* 18*,46* 4
Kemampuan c. Menyadari akan kebutuhan 19*,49* 35* 3 untuk bergantung dengan dengan seimbang tern an
d. Memberikan kepercayaan 28*,47* 62* 3 terhadap teman
Kemampuan a. Mampu menempatkan 48* 63* 2 berempati diri dan memahami
perasaan teman asrama Kemampuan a. Mampu mengendalikan 9*, 11 * 21* 3 menguasai emosi ketika berhadapan amarah denaan teman seasrama Ju ml ah 25 16 41
Ket: * =Item yang valid
52
b. Skala Penerimaan Diri
Setelah dilakukan uji coba instrumen dengan menggunakan 46 item,terdapat
28 item yang valid. Hasil reliabilitas pada uji instrumen yang pertama ialah a
4. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.4 Blue Print Penerimaan Diri
Aspek lndikator Fav Unfav Jml Memiliki keyakinan a. Percaya diri 1* 28* 2 akan kemampuan pad a 41* 2* 2 dirinya dalam kemampuan menjalani kehidupan yang dimiliki
b. Mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi baik dalam diri maupun lingkungan sekitar
Menganggap dirinya a. Seseorang yang 29* 33* 2 berharga sebagai menghargai seorang manusia dirinya dan yang sederajat bermanfaat bagi denqan individu lain teman asrama lndividu tidak a. Tidak merasa 12*, 17*, 4*,30* 5 menganggap dirinya berbeda dengan 42* aneh atau abnormal teman lainnya dan tidak ada harapan ditolak oranq lain lndividu tidak malu a. Mau beradaptasi 13*, 15* 5*,22* 4 atau hanya dengan orang-memperhatikan oranq di asrama
53
dirinya sendiri dan 31*,43* 6* 3 lingkungannya
b. Mengutamakan kepentingan orang lain dibandingkan kepentingan oribadi
Jndividu berani a.Berani menerima 7*,44* 39* 3 memikul tanggung resiko atas apa jawab terhadap yang telah perilakunya diperbuat
Menerima pujian a. Bersedia 8*, 19*,2 37* 5 atau celaan atas memberikan dan 4*,32* dirinya secara menerima kritik objektif dan saran dari
oranq lain lndividu tidak a. Menerima 20* 14* 2 menyalahkan diri kelebihan dan atas keterbatasan kekurangan yang yang dimilikinya dimiliki ataupun mengingkari kelebihannya
Jumlah 17 11 28
Pengujian validitas
1. Uji validitas skala
Suatu tes atau skala dapat valid atau tidak valid untuk maksud ilmiah atau
praktis yang hendak dicapai oleh si pengguna/ pemakai tes atau skala itu
(Kerlinger, 2006). Untuk pengukuran kevalidan dilakukan korelasi antara
skor item dengan skor total. Apabila skor yang didapat rendah maka item
54
'"·p;;PUS~ ~-U-11',: SYAHIO JA~l\RTA '
tersebut gugur atau dimodifikasi dan apabila skor yang didapat tingg1 ffia'Ka
skor tersebut valid dan dijadikan sebagai item dalam skala penulisan.
Pengujian Reliabilitas
2. Uji reliabilitas skala
Reliabilitas merujuk pada konsistensi skor yang dicapai oleh orang yang
sama ketika mereka diuji-ulang dengan tes yang sama pada kesempatan
yang berbeda, atau dengan seperangkat butir-butir ekivalen yang berbeda
atau dalam kondisi pengujian yang berbeda (Anastasi, 2007). Dalam
aplikasinya reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxy·) yang
angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1,00. sebuah
instrumen dikatan reliabel apabila memiliki koefisien reliabilitas di atas
0,630 (Anastasi, 2007). Untuk menghitung korelasi antar variabel
digunakan rumus koefisien korelasi pearson product moment dan
perhitungannya dibantu dengan program SPSS 17.0
3.4 Teknik analisa data
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosi
dengan penerimaan diri menggunakan rumus Product Moment Pearson
dengan menggunakan sistem komputer SPSS 17.0
Untuk menghitung korelasi antar variabel digunakan rumus koefisien
korelasi pearson product moment dan perhitungannya dibantu dengan
program SPSS 17.0.
3.5 Prosedur penelitian
55
Berkaitan dengan jalannya penelitian ini, peneliti merencanakan langkah
langkah prosedur penelitian yang menunjang kelancaran dan keberhasilan
penelitian ini, yaitu:
1 . Persiapan
1 ). Dimulai dengan perumusan masalah
2). Menentukan variabel yang akan diteliti
3). Melakukan studi pustaka untuk mendapatkan gambaran dan landasan
teori yang tepat yang berkaitan dengan variabel penelitian.
4 ). Menentukan, menyusun dan mempersiapkan alat ukur yang akan
digunakan dalam penelitian ini, yaitu skala kematangan emosi dan
skala peneimaan diri remaja panti asuhan.
5). Menentukan lokasi penelitian
2. Pengujian alat ukur (Try out)
3. Pelaksanaan penelitian
4. Pengolahan data
56
1 ). Melakukan skoring setiap hasil skala yang telah diisi oleh masing
masing responden penelitian
2). Menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh kemudian
dibuat tabel data.
3). Melakukan analisis data dengan menggunakan metode statistik untuk
menguji hipotesis penelitian dan korelasi antar variabel penelitian.
5. Tahap Pembahasan
1 ). Menginterpretasi dan membahas has ii analisis statistik berdasarkan
teori.
2). Membuat kesimpulan hasil penelitian dengan memperhitungkan data
penunjang yang diperoleh
BAB4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang tinggal di Panti Asuhan
berjumlah 49 orang, dengan kriteria (1) Perempuan dan laki-laki, (2) Usia
antara 17-21 tahun, (3) Kelas, (4) Lama berada di asrama, (5) Status saat ini.
Berikut ini adalah uraian gambaran umum dari subjek penelitian :
Tabel 4.1
Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Jumlah Persentase
Jenis Kelamin Laki-laki 27 55,10 %
Perempuan 22 44,9 %
Berdasarkan jenis kelamin, diketahui bahwa subjek terdiri dari 27 orang laki
laki dengan persentase sebesar 55, 10% dan 22 orang perempuan dengan
persentase sebesar 44,9%.
59
Tabel 4.4
Gambaran Subjek Berdasarkan Lama Berada di Asrama
Jumlah Presentase
1 24 48,97%
Lama Berada 2 7 14,29 %
di Asrama 3 7 14,29 %
4 6 12,24 %
5 5 10,21 %
Jumlah 49 100%
Berdasarkan lamanya subjek peneltian yang berada di panti asuhan selama
1 tahun terdiri dari 24 orang dengan persentase sebesar 48,97%, subjek
penelitian yang berada di panti asuhan selama 2 tahun terdiri dari 7 orang
dengan peresentase sebesar 14,29%, subjek penelitian yang berada di panti
asuhan selama 3 tahun terdiri dari 7 orang dengan persentase sebesar
14,29%, subjek penelitian yang berada di panti asuhan selama 4 tahun tahun
terdiri dari 6 orang dengan persentase sebesar 12,24%, subjek penelitian
yang berada di panti asuhan selama 5 tahun terdiri dari 5 orang dengan
persentase sebesar 10,21 %.
60
Tabel 4.5
Gambaran Subjek Berdasarkan Status
Jumlah Presentase
Memiliki orang tua 8 16,33% Status saat ini Yatim 14 28,57 %
Pia tu 17 34,69 %
Yatim-piatu 10 20,41 %
Jumlah 49 100%
Berdasarkan status mereka saat ini, yang masih memiliki orang tua terdapat
8 orang dengan presentase sebesar 16,33%, subjek yang termasuk anak
yatim ada 14 orang dengan presentase sebesar 28,57%, yang termasuk
anak piatu terdapat 17 orang dengan presentase sebesar 34,69%, dan yang
termasuk yatim piatu ada 10 orang dengan presentase 20,41 %.
4.2. Presentasi Data
4.2.1. Deskripsi Statistik
Di bawah ini akan dipaparkan deskripsi umum dari hasil skor perhitungan
statistik dari skala yang dibagikan kepada subjek penelitian. Untuk
mengetahui perbedaan tingkat kematangan emosi dan penerimaan diri
remaja yang tinggal di panti asuhan peneliti melakukan kategorisasi
rentangan untuk setiap responden. Rentangan dibagi menjadi tiga interval
61
dengan kategori rendah, sedang dan tinggi. Untuk mengkategorisasikan
peneliti terlebih dahulu menghitung mean media dan standar deviasi dari data
yang didapat dengan mnggunakan SPSS 15.0, dengan hasil sebagai berikut:
N
Mean
Median
Tabel 4.6
Deskripsi Statistik
Kematangan
emosi
Valid 49
Missing 0
160.39
158.00
Std. Deviation 12.921
Minimum 140
Maximum 185
Penerim
aan diri
49
0
105.02
106.00
8.625
87
125
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah 49 subjek, variabel kematangan emosi dapat dilihat
bahwa rata-rata (mean) sebesar 160.39, nilai minimum sebesar 140, nilai
maksimum sebesar 185, dengan nilai standar deviation sebesar 158.00.
Pada variabel penerimaan diri dapat dilihat bahwa rata-rata (mean) sebesar
105.02, nilai minimum sebesar 87, nilai maksimum sebesar 125, dengan nilai
standar deviation sebesar 106.00.
62
4.3 Uji Persyaratan
4.3.1 Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang didapat
tersebar secara normal atau tidak. Dalam hal ini yang diperhatikan adalah
tingkat kesesuaian antara distribusi nilai sampel. Berikut adalah hipotesanya :
Ho : Populasi yang berdistribusi normal
Ha : Populasi yang berdistibusi tidak normal
Pengambilan keputusan berdasarkan nilai probabilitas dan a= 0,05
Jika probabilitas > 0,05, maka ho diterima
Jika probabilitas < 0,05, maka ho ditolak
a. Uji Normalitas Skala Kematangan Emosi
Tabel 4.7
Kematangan Emosi
Shapiro-Wilk
Statistic df
Kematangan .957 49
emosi
Sig.
.073
Dari hasil uji normalitas menggunakan rumus Saphiro-Wilk pada SPSS 15.0
didapat nilai signifikansi sebesar 0,073 dan taraf signifikansi alpha 5% atau
63
sebesar 0,05. Nilai signifikansi yang didapat yaitu 0,073 lebih besar dari 0,05.
Karena nilai signifikansi yang dihasilkan lebih besar dari 0,05, maka dapat
disimpukan bahwa data terdistribusi normal.
b. Uji Normalitas Skala Penerimaan Diri
Penerimaan
diri
Tabel 4.8
Penerimaan Diri
Shapiro-Wilk
Statistic df
.982 49
Sig.
.667
Dari hasil uji normalitas menggunakan rumus Saphiro-Wilk pada SPSS 15.0
didapat nilai signifikansi sebesar 0,667 dan taraf signifikansi alpha 5% atau
sebesar 0,05. Nilai signifikansi yang didapat yaitu 0,667 lebih besar dari 0,05.
karena nilai signifikansi yang dihasilkan lebih besar dari 0,05, maka dapat
disimpukan bahwa data terdistribusi normal.
4.3.2 Uji Linearitas
Uji linearitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah variabel
yang akan diukur dapat dianalisis dengan model regresi. . Berikut ini hasil
model summary dan parameter estimates untuk melihat linearitas
kematangan emosi dan penerimaan diri
Tabel 4.9
Model Summary and Parameter Estimates
64
Parameter
Model Summary Estimates
Equatio R Constan
n Square F df1 df2 Sig. t b1
Linear .597 69.569 1 47 .000 22.309
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000,
dengan taraf signifikansi sebesar 0,05. nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05
dan menandakan bahwa hubungan antara variable kematangan emosi
dengan penerimaan diri bersifat linear dan dapat dianalisis menggunakan
teknik regresi linear.
4.4. Uji Hipotesis
4.4.1. Pengujian Hipotesis Statistik Pertama
.516
Untuk pengujian hipotesis peneliti menggunakan software SPSS 17,0. Berikut
ini adalah hasil uji hipotesis:
Ke ma tan gan
emosi
Penerima an diri
Tabel 4.10
Korelasi Antar Variabel
Kematangan emosi
Pearson 1 Correlation Sig. (2-tailed)
N 49 Pearson .773 .. Correlation Sig. (2-tailed) .000 N 49
65
Penerimaan diri
.773 ..
.000
49 1
49
Berdasarkan hasil di atas menunjukan bahwa korelasi antara variabel 1 yaitu
kematangan emosi dan variabel 2 yaitu penerimaan diri mempunyai korelasi
sebesar 0, 773. sedangkan r tabel pad a taraf signifikansi 5% dan 1 % untuk
sampel sebesar 49 orang adalah sebesar 0,281 dan 0,364. Adapun
hipoptesis yang diajukan adalah:
Ho1 : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kematangan emosi
dengan penerimaan diri remaja yang tinggal di panti asuhan Yayasan
Masjid At-Taubah.
H1 : Terdapat hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dengan
penerimaan diri remaja yang tinggal di panti asuhan Yayasan Masjid At-
Taubah.
66
Karena r hitung yakni 0, 773 lebih besar dari r tabel baik pad a taraf
signifikansi 5% yakni 0,281dan 1 % yakni 0,364, maka hipotesis nol 1 (Ho1)
yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
kematangan emosi dengan penerimaan diri ditolak. Dengan demikian
hipotesis alternatif 1 (H1) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara kematangan emosi dengan penerimaan diri diterima.
4.4.2. Pengujian Hipotesis Statistik kedua
Untuk menjawab pertanyaan apakah terdapat sumbangan yang diberikan
kematangan emosi terhadap penerimaan diri pada rumusan masalah, peneliti
menggunakan rumus analisis regresi linear sederhana dengan menggunakan
Chaplin, J.P. 2006. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persad a
Cronbach, L.J. 1963. Educational Psychology 2 end Edition. New York:
Harcourt, Bruce, and World
Gargiulo, R.W. 1985. Working with Parents of Exceptional Children: a guide
for professionals. Boston, USA : Houghton Mifflin Company
Hjelle, L.A an Ziegler, DJ.1981. Personality Theories: Basic Assumptions,
Research, and Application. 2 end Edition. Tokyo: Mc Graw Hill Kogakusha.
Ltd
Hurlock. 1973. Adolescent Development. Tokyo: Mc Graw Hill Kogakusha,
Ltd
-----------. 1974. Personality Development. New Delhi: Mc Graw Hill Book
co.Inc
-----------. 1999. Psikologi Perkembangan suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan (Edisi Kelima). Jakarta : Erlangga
Iqbal, Hasan M. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan
Aplikasinya. Jakarta : PT. Ghalia Indonesia.
Jersild, A.T. 1965. The Psychology of Adolescent.New York. The McMillah
-----------.1978. The Psychology of Adjusment: current Concept and
Aplication. New York: Mc Graw Hill
Katkovsky, W & Garlow, L. 1976. The Psychology of Adjusment :Current
Concept & Application. New York : Mc Graw Hill
Kerlinger, Fred N. 2006. Asas-Asas Penelitian Behavioran. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
78
WIB Nederland Wereldomroep. 2009. Menjadi Anak Yatim Karen
Kemiskinan.www.mail-archive .com. Diambil pada tanggal 29 November
2009, pukul 23.05 WIB
Wulandari. 1999. Apabila Anak-Anak Menjad iLiar.www.wordpress.com.
Diambil pada tanggal 13 November 2009, pukul 02.45 WIB
80
YAYASAN MASJID AT-TAUBAH HARAPAN· JAVA
SMA ISLAM DARUTTAUBAH Terakreditasi : B. SK. No. : 02.00/440/BAP-SM/Xl/2008
JI. Tondano Raya No.1 Komp. Setia Bina Sarana Harapan Jaya, Bekasi Utara Telp.(021) 88850316, E-mail:[email protected]
s. u .R ~T .. J~Ji~_T._~_R/~.N .. 9.J~ J~ N0 J t.1?/SMA.ISKTIXTT!<\9
Yarni hertanda tarnmn dibawah ini
Nama : Muhammad Misbah, S.Pd.I Temoat Tan1rnal Lahir : Teiml. 07 Juni 2009 Jabatan : Kepala SMA Islam Daruttaubah Alamat : n. Tondano Rava No.I Perum SBS Haraoan Java Bekasi Utara ·.
Meneramrkan denf!an sesunf!lmhnva bahwa
Nama : Lia Rachmawati Temoat Tanf!f!al Lahir: Bekasi. 04 Januari 1987 Alamat : Haraoan Java JI. Gununf! Selamet B. 276
Adalah benar nama tersebut telah melakukan penelitian guna memenuhi kelengkapan bahan skriosi di Yavasan Masiid Attaubah Bekasi. Demikian Surat Keteranf!an ini dibuat untuk diiadikan keoerluan sebagaimana mestinva.
mad Misbah. S.Pd.J
ielek 26 saya malas memulai pembicaraan ter!ebih dahulu ketika ada
teman baru 27 saya tidak canggung berbincang dengan teman baru yang
sekamar dengan sava 28 saya akan malu bertanya, meskipun saya tidak mengerti
pelajaran yang dijelaskan oleh guru 29 saya marah ketika mendapat teguran dari pengasuh panti
asuhan 30 saya akan tetap beke1ja sama dalam diskusi kelompok,
meskipun saya tidak menyukai salah satu teman sekelompok say a
31 saya sulit oercava dengan teman sava 32 sava senang iika teman sava tertimoa musibah ' 33 saya mengumpulkan tugas sekolah tepat waktu 34 saya . tidak akan menyerah untuk mencapai nilai terbaik
meskipun saya sering mendaoat nilai ielek 35 saya bangga dengan prestasi saliabat saya,meskipun
sebenarnya kita memiliki kemampuan yang sama 36 saya akrab dengan semua teman-teman di asrama 37 saya akan ikut berpartisipasi iika ada keria bakti di asrama 38 saya alrnn betanya pada gurujika ac1a pelajaran yang tidak saya
mengerti 39 saya diam saja jika bertemu rnm1 di ialan 40 saya beFL1saha untuk tidak marah ketika ada teman yang
meledek saya 41 saya belajar dengan tekun untuk mencaoai cita-cita saya
Kucsioncr Field Study Kcduu
·------- . ~·- - -.---··---TS STS TT
1 N I' ERNY i\'l'i\i\N SS· s 0 I
1 saya yakin bisa mencaoai cita-cita yang saya inginkan I 2 saya bersikap tenang dan terus berusaha untuk menyelesaikan
I tugas sekolah yang diberikan oleh guru 3 saya dekat dengan pengasuh asrama maupun teman sekamar i
' say a !
' I
4 saya akan tamoil apa adanya di depan semua teman-teman I I
5 saya akan tetap memperbaiki diri saya meskipun teman saya selalu memuii saya .
6 Saya lebih sulrn sendiri daripada bergabung dengan teman-teman sekamar saya
7 Selama berada di asrama saya cenderung tidak memilih teman dalam bergaul
8 saya kecewa dengan kekurangan yang saya miliki i
9 saya tidak mau menjadi ketua kelas meskipun teman-tel11an menunjuk saya '
10 saya mengeluh jika tidak bisa menyelesaikan tugas sekolah yang .
diberikan oleh guru 11 saya hanya mendiamkan teman saya ketika teman teman saya
sedang sakit 12 saya hanya akan bergaul dengan teman yang sederajat dengan
saya 13 saya tidak peduli dengan teman disekitar saya 14 saya melaksanakan shalat tepat pada waktunya 15 say a berterima kasih pada teman saya jika teman saya
mengkritik saya ' 16 Saya sering menunjukkan barang-barang baru milik saya agar
saya dapat diterima oleh teman-teman asrama 17 saya merasa cukup demran apa yang saya miliki saat ini 18 saya akan membelikan obat untuk teman saya ketika teman saya
sedang· sakit 19 saya bangga dengan apa yang ada dalam diri saya 20 saya biasanya menyisihkan uang untuk disumbangkan kepada
orang yang kurang mampu 21 saya senang menunda-nunda waktu shalat 22 saya merasa puas dengan keadaan diri saya karena teman-teman
selalu memuji saya 23 meskipun saya memiliki banyak masalah, saya akan berusaha
untuk mendengarkan saran teman saya 24 saya akan tetap memberikan saran pada teman. saya meskipun
saya menganh1k 25 saya malu dengan penampilan fisik saya
26 saya daoat menvelesaikan tugas tepat pada waktunva 27 saya mampu mengikuti berbagai kegiatan disekolah 28 Apapun kondisi dan situasinya dalam organisasi, saya akan tetap