Top Banner
ra news - ed April 2016 | 1 ra news smart | beriman | inspiratif Komunikasi & Kerahiman: Perjumpaan yang Memerdekakan
23

Lentera news ed.#23 April 2016

Jan 23, 2017

Download

Self Improvement

Ananta Bangun
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Lentera news  ed.#23 April 2016

Lentera news - ed April 2016 | 1

Lentera newss m a r t | b e r i m a n | i n s p i r a t i f

Komunikasi & Kerahiman:Perjumpaan yang Memerdekakan

Page 2: Lentera news  ed.#23 April 2016

Lentera news - ed April 2016 | 2

DAFTAR ISILentera news

Edisi #23 April 2016

Sapaan Redaksi 3

Telisik Pemred

Lentera Utama

4

7

Lentera Iman

Lentera Refleksi

Reportase

Sastra

Lapo Aksara

12

14

17

20

23

Credit ilustrasi cover : http://www.warrenphotographic.co.uk/39551-white-japanese-spitz-dog-hiding-face-in-shame

Page 3: Lentera news  ed.#23 April 2016

3 | Lentera news - ed April 2016

Salam sejahtera, Sahabat Pembaca Lentera news!

Sebagaimana lazimnya di ta-hun lalu-lalu, Paus Fransiskus mengeluarkan seruannya berkaitan dengan Hari Komunikasi Sosial Se-dunia. Pada HarKomSos ke-50 ini, Sri Paus menyampaikan nasihatnya dengan tema: “Komunikasi dan Kera-himan: Perjumpaan yang Memerdeka-kan”.

Sri Paus dari negeri Tango ini, mengatakan, Kasih, pada hakikatnya, adalah komunikasi; kasih mengarah kepada keterbukaan dan kesediaan untuk berbagi.

Sapaan Redaksi

“Jika hati dan tindakan kita diilhami oleh kasih insani, kasih ilahi, maka komunikasi kita akan disentuh oleh kuasa Allah sendiri,” ia menambahkan.

Intisari seruan ini, sungguh mengejutkan, masih relevan dengan masa kini. Perihal berdialog kita, masih ‘jalan di tempat’, berkutat pada variasi jenis saluran atau media. Lainnya, tetap tercenung dengan kecanggihan teknologinya.

Redaksi Lentera news hendak menggugah pola fikir tersebut. Tidak sekedar melawan arus. Namun mengembalikan fondasi berkomuni-kasi pada tatanan yang sebenarnya.

Usia zaman ternyata tidak menan-jak pandangan kita untuk bijaksana. Dan dengan demikian kita akan se-lalu menjadi pembelajar hingga akhir hayat.

Kiranya edisi Lentera news di bulan ini, dapat memberi percikan pemaha-man baru bagi kami (Redaksi), anda, kita semua.

Shalom,

Redaksi

Ilustrasi:http://www.kimconstable.com/

Page 4: Lentera news  ed.#23 April 2016

Lentera news - ed April 2016 | 4

Telisik Pemred

Manusia normal selalu mendambakan

pertemuan atau perjumpaan yang menyenangkan. Hal Ini sudah merupakan ciri dasar dari manusia yang sebagai makhluk sosial. Perjumpaan sebagai sesama makhluk so-sial seyogianya melahirkan sukacita, kegembiraan,dan kebahagiaan. Perjumpaan yang demikian, terjadi, bermula dari penghargaan akan eksistensi sesamanya sebagai subyek. Dalam arti ada pengakuan tulus: Aku manusia dan Dia juga manusia. Rananya menjadi mejemuk, kami atau kita. Dalam pertemuan itu terjadi komunikasi yang sepadan. Nuansa saling memahami, memaklumi, maaf-maafan. Silaturahim. Bathin rasanya plong, lepas bebas, tanpa curiga. Kita menjadi pribadi yang merdeka dan bersaudara.

Sebaliknya perjumpaan yang beorientasi kejahatan, tidak membebaskan atau memerdekakan, karena subyek kita terpenjara dalam dalam curiga, emosi, den-

dam, dan nafsu dan men-cari peluang untuk saling menghabiskan. Ciri khas ini biasanya ada pada hewan yang tidak terdidik. Tidak ada kerinduaan dalam pertemuan ini. Terjadi hanya karena terumbar emosi dan nafsu. Yang ada ‘kematian’ tuna ‘hope.’ Hukum yang berlaku dalam alam perjumpaan yang demikian adalah:rimbah, hewani. Di sana hanya terdengar rintihan kengerian dan ketidak berdayaan bagi yang lemah.

Subyek yang suka menghina, menjelekkan, dan menjegal subyek lain, demi kepentingannya en-tah politik, ekonomi dan status sosial, sebenarnya sedang menggaris - garis demarkasi. Dia membatasi lintasan perjumpaan. Pada detik yang sama gerakan kemanusiaannya menjadi sempit. Dia menjadi ‘kuper’ alias kurang pergaulan dan kurang PD alias percaya diri. Tidak berani melewati garis demarkasi yang diguratkan sendiri. Orientasi lintasannya hanya sebatas teman, dan crewnya, yang sama

TAK MAU MENJADI SUBYEK YANG BANGSAT DAN KAFIR

RP Hubertus Lidi OSCKetua Komsos KAM

Page 5: Lentera news  ed.#23 April 2016

5 | Lentera news - ed April 2016

kepentingannya. Bermuara pada kebutuhan yang insidental alias sesaat, dengan menghambur kelicikan dan kepuraan-puraan. Senyumnya manis tapi hatinya neraka. Tak heran subyek yang demikian hari ini, baikan, akoran tetapi besoknya gondok- gondokan. Atau kemarin gondok-gondokan, hari akoran. Tanpa jijik menjilat ludahnya sendiri. Dinamika demikian menghinggapi siapa saja, baik yang pas-pasan maupun yang menamakan dirinya profesor. Nilai kebijaksanaan, smartnya, dan ketokohannya terpenjara dalam kepentingan.

Agar terjadi perjumpaan yang memerdekakan, secara sosial manusia perlu sa-dar akan keberadaannya. Dalam konteks ini, menarik yang diulas oleh F. Budi Hardiman dalam buku-nya: Seni Memahami; mengutip pemikiran dari Palmer, menurutnya, perlu memahami hakekatnya dengan terbuka pada kemungkinan kemungkinan lain. Proses ini melebihi kes-adaran-cogito: saya berpikir maka saya ada. Hakekatnya justru menjadi eksitensial karena yang lain (Kanisius – 2016, hal. 108 - 109)

Egoisme, kesombongan, dan kerakusan menjadi biang utama yang menghambat subyek berlintas secara jujur dan tulus ke subyek atau pribadi yang lain. Orientasi ketiga’pembudak’ tersebut

cuman mengarahkan ke dirin-ya, berputar-putar pada pusa-ran yang sama. Penting- aku, hebat, dan puas. Eluuu...sory sory saja. Ego, dirinya men-jadi orientasinya. Sombong, hidupnya menjadi statusnya. Rakus, perutnya menjadi rajanya. Dalam ranah ini subyek yang bersangkutan memandang subyek yang lain hanyalah sebagai saingan dan pengganggu saja. Apakah ia menjadi subyek yang bebas. Ga mungkin karena subyeknya telah diperbudak oleh tiga pembudak tersebut.

Perjumpaan yang memerdekan itu baik dan perlu. Jangan mengahalang-halangi perjumpaan yang demikian dengan hal yang bukan-bukan. Dunia ini akan terasa surga kalau manusian-ya lepas-bebas bersaudara secara tulus dan jujur. Iklim yang tercipta adalah:saling menghargai, mendahulukan, tak ada pembodohan dan penindasan. Kalau kita jujur orientasi hidup berbangsa dan beragama memang demikian, menjadi Subyek yang merdeka. Kalau tidak demikian berarti kita sedang mengkianati agama dan bang-sa sendiri dan memilih men-jadi subyek yang bangsat dan kafir. Anda dan saya tentu tak mau menjadi subyek yang bangsat dan kafir!

Page 6: Lentera news  ed.#23 April 2016

Lentera news - ed April 2016 | 6

Jeda

Page 7: Lentera news  ed.#23 April 2016

7 | Lentera news - ed April 2016

Saudara dan saudari terkasih,

TAHUN SUCI Kerahiman mengajak kita semua untuk merefleksikan keterkaitan antara komunikasi dan kerahiman. Gereja, dalam kesatuan dengan Kristus sebagai penjelmaan yang hidup dari Bapa Yang Maha Rahim, dipanggil untuk mewujudkan kerahiman sebagai ciri khas dari seluruh diri dan perbuatannya. Apa yang kita katakan dan cara kita mengatakannya, setiap kata dan sikap kita, harus mengungkapkan kemurahan, kelembutan dan pengampunan Allah bagi semua orang. Kasih, pada hakikatnya, adalah komu-nikasi; kasih mengarah kepada keterbukaan dan kesediaan untuk berbagi. Jika hati dan tindakan kita diilhami oleh kasih insani, kasih ilahi, maka komunikasi kita akan disentuh oleh kuasa Allah sendiri.

Sebagai putra dan pu-tri Allah, kita dipanggil untuk berkomunikasi den-gan semua orang, tanpa kecuali. Dengan caranya yang khusus, perkataan dan perbuatan Gereja dimaksudkan seluruhnya untuk menyampaikan kerahi-man, menjamah hati orang-orang dan mendukung perjalanan manusia menuju kepenuhan hidup seperti yang

dimaksudkan Bapa ketika mengutus Yesus Kristus ke dunia. Ini berarti bahwa kita sendiri haruslah bersedia menerima kehangatan Bunda Gereja dan berbagi kehangatan itu dengan orang lain, sehingga Yesus dapat dikenal dan dikasihi. Kehangatan itulah yang memberi hakikat kepada sabda iman; melalui pewartaan dan kesaksian kita, sabda iman itu menyalakan “percikan api” yang memberi mereka kehidupan.

Komunikasi memiliki kekuatan untuk mempertemukan, menciptakan perjumpaan dan penyertaan, dan dengan demikian memperkaya manusia. Betapa indahnya ketika orang-orang memilih kata-kata dan melakukan perbuatan dengan penuh kepekaan, agar bisa terhindar dari kesalahpahaman, untuk menyembuhkan kenangan-kenangan yang terluka dan membangun perdamaian dan keharmonisan. Kata-kata dapat mempertemukan pribadi-prib-adi, antar anggota keluarga, kelompok-kelompok sosial dan bangsa-bangsa. Hal ini bisa terjadi di dunia nyata maupun dunia digital. Perkataan dan perbuatan kita seharusnya di-ungkapkan dan dilakukan un-tuk membantu kita semua agar terbebas dari lingkaran setan untuk selalu menyalahkan

Komunikasi dan Kerahiman: Perjumpaan yang Memerdekakan

Lentera Utama

Page 8: Lentera news  ed.#23 April 2016

Lentera news - ed April 2016 | 8

dan membalas dendam yang terus menerus menghantui manusia baik secara pribadi maupun dalam komunitasnya, yang pada akhirnya memicu ungkapan-ungkapan kebencian. Perkataan orang-orang Kristen haruslah menjadi sebuah dukungan terus menerus bagi komunitas dan bahkan dalam hal di mana manusia harus mengutuk kejahatan dengan tegas, hal ini seharusnya tidak sampai memutus relasi dan komunikasi.

Karena alasan inilah, saya ingin mengajak semua orang yang berkehendak baik untuk menemukan kembali daya kuasa kerahiman guna menyembuhkan relasi yang terluka dan memulihkan perdamaian dan kerukunan dalam keluarga-keluarga dan komunitas-komunitas. Kita semua mengetahui bagaimana luka-luka lama dan dendam kesumat dapat menjerat manusia dalam menghalangi komunikasi dan rekonsiliasi. Hal yang sama terjadi juga dalam relasi antar bangsa-bangsa. Di setiap situasi, kerahiman selalu mampu menciptakan cara baru untuk berbicara dan berdialog. Shakespeare merumuskannya dengan elok ketika ia berujar: “Kualitas kerahiman tak terkekang. Ia turun bagai hujan lembut yang menetes dari langit di atas ke bumi di bawah. Kerahiman membawa berkat ganda: ia memberkati dia yang memberi dan dia yang menerima” (Saudagar Venisia, Lakon IV, Adegan I).

Bahasa politik dan diplomatik kita akan berhasil dengan baik jika terinspirasi oleh kerahiman, yang tidak

pernah kehilangan harapan. Saya meminta mereka yang mengemban tanggung jawab kelembagaan dan politik dan mereka yang diberi amanat untuk membentuk pendapat publik, untuk tetap memperhatikan secara khusus cara berkomunikasi kepada orang-orang yang berpikir atau bertindak secara berbeda, atau orang-orang yang mungkin telah melakukan kesalahan. Sangatlah mudah menyerah pada godaan untuk mengeksploitasi situasi-situasi seperti itu yang dapat menyulut api kecurigaan, keta-kutan dan kebencian. Sebalikn-ya, diperlukan keberanian un-tuk membimbing orang-orang menuju proses rekonsiliasi. Keberanian positif dan kreatif seperti itulah yang sebenarnya menawarkan penyelesaian nyata atas berbagai perseteruan yang mengesumat serta membuka peluang untuk membangun perdamaian aba-di. “Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan” (Mat. 5:7), “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Mat 5:9).

Saya sangat berharap agar cara berkomunikasi kita, seperti juga pelayanan kita se-bagai gembala Gereja, jangan sampai memberi kesan kekua-saan yang angkuh nan jaya atas seorang musuh, atau menista-kan orang-orang yang diang-gap sebagai pecundang yang mudah dicampakkan. Kerahi-man dapat membantu mer-ingankan berbagai kesulitan hidup dan memberi kehanga-tan kepada mereka yang hanya mengenal dinginnya penghakiman. Semoga cara

Page 9: Lentera news  ed.#23 April 2016

9 | Lentera news - ed April 2016

kita berkomunikasi membantu mengatasi pola pikir yang dengan tegas memisahkan orang-orang berdosa dari orang-orang benar. Kita bisa dan harus menilai aneka situasi keberdosaan – seperti tindak kekerasan, korupsi dan eksploitasi – akan tetapi kita tidak boleh menghakimi pribadi-pribadi, karena hanya Allahlah yang mampu melihat ke kedalaman hati manusia. Menjadi tugas kita untuk memperingatkan dan me-negur mereka yang berbuat salah serta mengecam keja-hatan dan ketidakadilan dari tindakan-tindakan tertentu, untuk membebaskan para korban dan membangkitkan mereka yang telah jatuh. Injil Yohanes mengatakan kepada kita bahwa “kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yoh 8:32). Kebenaran itu pada akhirnya ialah Kristus sendiri, kerahiman-Nya yang lembut menjadi tolok ukur untuk menakar cara kita menyatakan kebenaran dan mencela ketidakadilan. Tugas utama kita adalah menegak-kan kebenaran di dalam kasih (bdk. Ef 4:15). Hanya perkataan yang diucapkan dengan kasih yang disertai dengan kelem-butan dan kerahiman mampu menjamah hati kita yang sarat dosa. Kata-kata dan tindakan-tindakan yang keras dan moralistik cenderung semakin mengasingkan orang-orang yang ingin kita tuntun kepada pertobatan dan kebebasan, se-hingga semakin memperkuat rasa penolakan dan sikap ber-tahan mereka.

Sebagian pihak merasa bahwa visi tentang sebuah masyarakat yang berakar pada kerahiman adalah ide-

alisme tanpa harapan atau kebaikan yang berlebihan. Tetapi marilah kita mencoba dan mengingat kembali pengalaman kita yang pertama tentang relasi, di dalam keluarga kita. Orang-tua kita mengasihi kita dan menghargai kita karena siapa kita dan bukan karena ke-mampuan dan pencapaian kita. Para orangtua secara alamiah menginginkan yang terbaik bagi anak-anak mereka, namun kasih itu tidak pernah bergantung pada pemenuhan atas syarat-syarat tertentu. Rumah keluarga adalah salah satu tempat di mana kita selalu diterima (bdk. Luk 15:11-32). Saya ingin mendorong setiap orang untuk melihat masyarakat bukan sebagai sebuah forum di mana orang-orang yang tidak saling men-genal bersaing dan berupaya tampil di puncak, tetapi terle-bih sebagai sebuah rumah atau sebuah keluarga, di mana pintu selalu terbuka dan setiap orang merasa diterima.

Untuk mewujudkan hal ini, maka pertama-tama kita harus mendengarkan. Berko-munikasi berarti berbagi, dan berbagi menuntut sikap mendengarkan dan menerima. Mendengarkan bermakna lebih dalam dari sekedar mendengar. Mendengar adalah tentang menerima informasi, sedangkan mendengarkan adalah tentang komunikasi yang mensyaratkan kedekatan dan keakraban. Mendengarkan memungkinkan kita melakukan hal-hal yang benar, dan tidak sekadar menjadi penonton, peng-guna atau pemakai yang pasif. Mendengarkan juga berarti mampu berbagi an-

Page 10: Lentera news  ed.#23 April 2016

Lentera news - ed April 2016 | 10

eka persoalan dan keraguan, berjalan beriringan, membuang semua tuntutan akan kekuasaan mutlak serta mendayagunakan berbagai kemampuan dan karunia kita demi melayani kesejahteraan umum.

Mendengarkan bukanlah hal yang mudah. Acapkali lebih mudah untuk berpura-pura tuli. Mendengarkan berarti mengindahkan, kerelaan untuk memahami, menghargai, menghormati dan merenungkan apa yang orang lain katakan. Menden-garkan melibatkan semacam kemartiran atau pengorbanan diri, tatkala kita berusaha untuk meneladan Musa di hadapan semak bernyala: kita harus menanggalkan kasut kita ketika berdiri di “tanah yang kudus” perjumpaan kita dengan orang yang berbicara kepadaku (bdk. Kel 3:5). Memahami cara untuk mendengarkan adalah se-buah karunia yang besar, maka karunia itulah yang perlu kita mohonkan dan kemudian dengan segenap daya dan tenaga kita coba melaksanakannya.

Surat elektronik, pesan teks singkat, jejaring so-sial dan percakapan daring (dalam jaringan, on line) dapat juga menjadi bentuk-bentuk komunikasi insani seutuhnya. Bukanlah teknologi yang menentukan apakah komunikasi itu asli atau tidak, melainkan hati dan kemampuan manusia untuk secara bijak memanfaatkan sarana-sarana yang dimi-liki. Pelbagai jejaring sosial dapat memperlancar relasi dan memajukan kesejahter-aan masyarakat, namun

jejaring sosial itu juga da-pat menyebabkan perten-tangan dan perpecahan yang lebih dalam di antara pribadi-pribadi dan kelom-pok-kelompok. Dunia digital adalah ruang umum terbuka, sebuah tempat pertemuan di mana kita bisa saling men-dukung atau menjatuhkan, terlibat dalam diskusi sarat makna atau melakukan serangan yang tidak jujur. Saya berdoa agar Tahun Yubi-leum ini, yang dihayati dalam kerahiman, “dapat membuka diri kita kepada dialog yang lebih bersungguh-sungguh sehingga kita bisa mengenal dan memahami satu sama lain dengan lebih baik: dan ini bisa melenyapkan berbagai bentuk kepicikan dan sikap kurang hormat, dan menghilangkan setiap bentuk kekerasan dan diskriminasi” (Misericordiae Vultus, 23). Internet dapat membantu kita untuk menjadi warga negara yang lebih baik. Akses ke jaringan digital membawa sebuah tanggung jawab atas sesama kita yang tidak kita lihat namun benar-benar nyata, dan yang memiliki martabat yang mesti dihormati. Internet dapat digunakan secara bijak untuk membangun sebuah masyarakat yang sehat dan terbuka untuk berbagi.

Komunikasi, di mana pun dan bagaimana pun ben-tuknya, telah membuka aneka cakrawala yang lebih luas bagi banyak orang. Komunikasi adalah sebuah karunia Allah yang menuntut sebuah tang-gung jawab besar. Saya ingin merujuk pada kekuatan komu-nikasi ini sebagai “kedekatan”. Perjumpaan antara komunikasi dan kerahiman

akan sangat bermanfaat ketika sampai pada tahap di mana perjumpaan itu menghasilkan sebuah kedekatan yang peduli, memberi rasa nyaman, menyembuhkan, menyertai dan merayakan. Dalam sebuah dunia yang hancur, terbelah, dan bertentangan, berkomunikasi dengan kerahiman berarti mem-bantu menciptakan sebuah kedekatan yang sehat, bebas dan bersaudara di antara anak-anak Allah dengan segenap saudara dan saudari kita dalam satu keluarga umat manusia.

Pesan Paus Fransiskus Untuk Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-50 , dengan tema : Komunikasi dan Kerahiman: Perjumpaan yang Me-merdekakan

Page 11: Lentera news  ed.#23 April 2016

11 | Lentera news - ed April 2016

Selamat Hari Raya Paskah 2016

dari keluarga besar

Komisi KomSos Keuskupan Agung Medan

Page 12: Lentera news  ed.#23 April 2016

Lentera news - ed April 2016 | 12

BAGAIMANA PINTU SUCI DIBUKA?

Sampai pembukaan Tahun Yubileum 1975, cara membuka dan menutup

Pintu Suci berbeda dari yang kita bayangkan. Jadi, palang Pintu Suci ditutup dengan menggunakan tembok, bukan pintu. Ketika Bapa Suci akan membuka Pintu Suci, Bapa Suci akan menggetok tembok den-gan menggunakan palu perak/emas sebanyak 3 kali yang melambangkan Trinitas sambil mendaraskan Mazmur 118:19 yang berbunyi, “Bukakanlah aku pintu gerbang kebenaran, aku hendak masuk ke dalamnya, hendak mengucap syukur kepada Tuhan”.

Kemudian tembok yang menutupi Pintu Suci ini diturunkan perlahan-lahan dengan menggunakan

peralatan mekanik. Sehabis tembok selesai diturunkan dan disingkirkan dari palang Pintu Suci, Bapa Suci berlutut di depan Pintu Suci yang telah terbuka dan berdoa sejenak. Kemudian Bapa Suci akan melewati Pintu Suci menuju altar utama basilika diiringi nyanyian lagu “Te Deum Laudamus”.

Praktik ini berubah sejak penutupan Tahun Yubileum 1975. Palang Pintu Suci ditutup dengan mengguna-kan pintu berbahan tembaga yang didesain untuk Tahun Yubileum 1950, jadi tidak lagi menggunakan tembok. Perubahan ini salah satu nya dilatarbelakangi insiden di malam Pembukaan Yubileum 1975, saat Paus Beato Paulus VI terkena reruntuhan tembok yang menutupi Pintu Suci.

Walau Paus Paulus VI tidak terluka,

namun kejadian ini menjadi salah satu kecemasan tersendiri bagi banyak pihak. Kini, ketika Bapa Suci akan membuka Pintu Suci, beliau cukup mendorong nya sebanyak 3 kali sambil mendaraskan Mazmur yang sama dengan Ritus Lama.

(bersambung ke edisi berikutnya)

Benediktus Diptyarsa Janardana

Mahasiswa Psikologi di Universitas Negeri Malang

Lentera Iman

(credit foto: http://monroenews.com)

Page 13: Lentera news  ed.#23 April 2016

13 | Lentera news - ed April 2016

Page 14: Lentera news  ed.#23 April 2016

Lentera news - ed April 2016 | 14

Suatu hari aku menaiki sebuah bus yang berisi banyak orang

tua. Mereka mengenali bahwa aku adalah seorang imam dan mulai menanyakan pertanyaan-pertanyaan terkait.

“Apakah kamu melakukan semua tugas imam?”

“Ya.”“Pengakuan Dosa juga?”“Ya. Selalu.”Seorang wanita yang lebih

tua menahan napas, “Wah, aku pikir mendengarkan pengakuan adalah tugas terburuk. Itu akan membuatmu tertekan; mendengar semua dosa-dosa orang.”

Aku menjelaskan kepada mereka bahwa justru sebaliknya, tidak ada tempat lain yang lebih hebat bersama dengan seseorang ketika mereka kembali kepada Al-lah. Aku mengatakan, “Akan san-gat menyedihkan jika aku harus melihat seseorang meninggalkan

Allah; tetapi dengan mendengar-kan pengakuan, aku ada bersama dengan mereka ketika mereka kembali kepada-Nya.”

Pengakuan Dosa adalah tempat di mana orang-orang membiarkan cinta Allah menang. Pengakuan Dosa adalah tempat yang paling menyenangkan, membuat kita semakin rendah hati, dan mem-berikan inspirasi di dunia.

APA YANG AKU LIHAT SELAMA PENGAKUAN DOSA?

Kurasa ada tiga hal.Pertama, aku melihat secara

nyata belas kasih Allah yang tak ternilai harganya. Aku dengan teratur berhadapan dengan cinta Allah yang luar biasa, yang mengubahkan hidup. Aku dapat melihat cinta Allah secara sangat dekat, dan hal tersebut mengin-gatkanku akan betapa baiknya Allah.

Tidak banyak orang yang bisa

Fr. Mike Schmitz

Lentera Refleksi

PENGAKUAN DOSA: DARI SISI SEORANG IMAM

Page 15: Lentera news  ed.#23 April 2016

15 | Lentera news - ed April 2016

melihat pengorbanan Allah pada kayu salib yang dapat terus-menerus merasuk ke dalam hidup orang banyak dan melembutkan hati yang paling keras sekalipun. Yesus menghibur mereka yang menangisi dosa-dosanya … dan menguatkan mereka yang ingin berhenti berharap pada Allah atau pada kehidupan.

Sebagai seorang imam, aku bisa melihat hal ini terjadi setiap hari.

AKU MELIHAT ORANG KUDUS SEDANG DIBENTUK

Hal kedua yang kulihat adalah seseorang yang masih berusaha – seorang kudus yang sedang dibentuk. Aku tidak peduli jika ini adalah pengakuannya yang ketiga dalam minggu ini; jika mereka mencari Sakramen Rekonsiliasi, ini berarti mereka masih beru-saha. Itu saja yang aku pedulikan. Pemikiran ini patut dipertimbang-kan: pergi ke Pengakuan Dosa merupakan tanda bahwa kamu belum berhenti berharap pada Yesus.

Inilah salah satu alasan men-gapa kesombongan begitu mema-tikan. Aku telah berbicara kepada orang-orang yang mengatakan bahwa mereka tidak ingin pergi mengakukan dosa kepada imam, karena imam mereka begitu menyukai mereka dan ‘berpikir bahwa mereka adalah anak yang baik.’

Aku ingin mengatakan dua hal:

1. Ia tidak akan kecewa! Apa yang dilihat oleh imammu ada-lah seseorang yang masih men-coba! Aku menantangmu untuk mencari orang kudus yang tidak membutuhkan belas kasih Allah! (Bahkan Maria membutuhkan belas kasih Allah; ia menerima belas kasih Allah dalam cara yang dramatis dan luar biasa hebat saat pengandungannya.)

2. Lalu kenapa jika seorang imam kecewa? Kita terlalu beru-saha untuk membuat hidup kita begitu mengesankan. Pengakuan Dosa adalah tempat di mana kita tidak perlu menjadi mengesankan. Pengakuan Dosa adalah tempat dimana keinginan untuk menge-sankan itu mati. Pikirkan ini, semua dosa lain memiliki potensi untuk membuat kita buru-buru ke Pengakuan Dosa, tetapi kes-ombongan adalah yang membuat kita bersembunyi dari Allah yang dapat menyembuhkan kita.

APAKAH AKU MENGINGAT DOSAMU? TIDAK!

Seringkali, orang bertanya apa-kah aku mengingat dosa mereka yang mengaku dosa. Sebagai se-orang imam, aku jarang sekali, jika pernah, mengingat dosa setelah mendengarkan pengakuan dosa. Nampaknya memang tidak mung-kin, tetapi sesungguhnya, dosa itu tidak mengesankan sama sekali. Dosa-dosa itu tidak seperti mata-hari terbenam yang mengesankan atau hujan meteor atau film yang sangat menarik ... dosa-dosa itu lebih mirip sampah.

Dan jika dosa seperti sampah, maka imam sebenarnya seperti pemulung milik Allah. Jika kamu bertanya kepada seorang pemu-lung tentang hal paling menjijik-kan yang pernah ia angkut ke tempat pembuangan sampah akhir, mungkiiiiiiin ia dapat meng-ingatnya. Tetapi faktanya, begitu kamu terbiasa untuk membuang sampah, hal tersebut tidak lagi penting, tidak lagi menonjol.

Sejujurnya, sekali kamu men-yadari bahwa Sakramen Rekon-siliasi bukanlah tentang dosa dan justru lebih tentang kematian dan kebangkitan Kristus yang menang dalam kehidupan seseorang, dosa kehilangan segala gemerlapnya, dan kemenangan Yesuslah yang

menjadi pusat perhatian.Dalam Pengakuan Dosa, kita

bertemu dengan belas kasih Allah yang sangat berharga dan men-gubahkan hidup, diberikan cuma-cuma kepada kita setiap kali kita memintanya. Kita bertemu Yesus yang mengingatkan kita, “You are worth dying for… bahkan dalam dosamu, you are worth dying for.”

Setiap kali seseorang datang ke Pengakuan Dosa, aku melihat se-seorang yang betul-betul dikasihi Allah, dan yang mengatakan kepada Allah bahwa mereka juga mengasihi-Nya. Itu saja.

DALAM PENGAKUAN DOSA, AKU MELIHAT KELEMAHANKU SENDIRI

Hal ketiga yang dilihat oleh seorang imam ketika ia menden-garkan Pengakuan Dosa adalah jiwanya sendiri. Ini adalah tempat yang mengerikan bagi seorang imam. Aku tidak dapat mengata-kan kepadamu betapa aku merasa rendah ketika seseorang meng-hampiri belas kasih Yesus melalui diriku.

Aku tidak tercengang oleh dosa-dosa mereka; aku terpukul oleh kenyataan bahwa mereka mampu mengenali dosa-dosa tersebut di dalam hidup mereka, sementara aku buta terhadap dosa-dosaku sendiri. Mendengarkan kerenda-han hati seseorang dapat meng-hancurkan kesombongan diriku sendiri. Ini adalah salah satu pemeriksaan batin yang paling baik.

Namun, mengapa Pengakuan Dosa merupakan tempat yang mengerikan bagi imam? Hal ini mengerikan, karena cara Yesus mempercayai aku, untuk menjadi tanda yang hidup atas belas kasih-Nya.

Uskup Agung Fulton Sheen sekali waktu pernah mengatakan kepada para imam, bahwa kami

Page 16: Lentera news  ed.#23 April 2016

Lentera news - ed April 2016 | 16

jarang sekali menyadari apa yang terjadi ketika kami mengulurkan tangan kami ke atas kepala sese-orang dalam absolusi. Kami tidak menyadari, kata beliau, bahwa Darah Kristus sungguh-sungguh menetes dari jari kami ke atas kepala mereka, mencuci bersih orang yang mengakukan dosanya (peniten).

Pada hari setelah aku ditah-biskan menjadi imam, kami membuat pesta kecil dan ayahku berdiri dan bersulang. Ia telah bekerja seumur hidupnya sebagai dokter bedah tulang, dan ia benar-benar baik. Sepanjang hidupku, pasien-pasiennya yang bertemu denganku di satu atau lain kes-empatan, telah mengatakan kepadaku betapa hidup mereka telah berubah karena ayah saya adalah seorang dokter bedah yang begitu baik.

Maka, saat itu ayah saya berdiri di tengah orang-orang, dan ia mulai berkata, “Seumur hidupku, saya telah menggunakan tangan saya untuk menyembuhkan tubuh-tubuh orang yang rusak. Namun mulai sekarang, anakku, Michael... umm, Romo Michael... akan menggunakan tangannya (ketika mengucapkan ini, ayahku tercekat) ... Ia akan menggunakan tangannya untuk menyembuhkan jiwa-jiwa yang terluka. Tangan-nya akan menyelamatkan lebih banyak jiwa daripada yang telah dilakukan oleh tanganku.”

Pengakuan Dosa adalah tem-

pat yang sangat luar biasa hebat. Yang harus aku lakukan adalah menawarkan belas kasih, cinta, dan penebusan Allah ... tetapi aku tidak ingin menghalangi Yesus. Imam tidak menghakimi siapa pun. Dalam Pengakuan Dosa, satu-satunya yang aku tawarkan adalah belas kasih.

AKU AKAN BERKURBAN BAGIMU

Terakhir, ketika seorang imam mendengar Pengakuan Dosa, ia mengambil sebuah tanggung jawab lagi.

Suatu ketika, setelah kuliah, aku kembali ke Pengakuan Dosa sete-lah begitu lama dan begitu banyak dosa. Dan imam tersebut hanya memberikan “satu kali Salam Maria” sebagai penitensi (denda dosa). Saya terhenti.

“Umm, Bapa...? Tidakkah eng-kau mendengar semua yang telah saya katakan?”

“Ya, saya dengar.”“Tidakkah Bapa pikir saya perlu

penitensi yang lebih besar dari-pada itu?”

Ia melihatku dan dengan kasih yang besar berkata, “Tidak. Penitensi kecil itulah yang saya minta darimu.” Ia tampak ragu, lalu melanjutkan, “Namun engkau perlu tahu ... saya akan berpuasa bagimu untuk 30 hari ke depan.”

Aku tertegun. Aku tidak tahu harus melakukan apa. Ia mengata-kan kepadaku bahwa Katekismus mengajarkan bahwa imam harus

melakukan penitensi bagi semua yang datang kepadanya untuk Pengakuan Dosa. Dan di sanalah ia, mengambil semua penitensi berat untuk dosa-dosa berat saya.

Inilah mengapa Pengakuan Dosa menunjukkan jiwa imam itu sendiri; ini menunjukkan kere-laannya untuk mengurbankan di-rinya bersama Kristus. Ia melihat dosa kita sebagai beban yang akan ia tanggung (bersama Yesus!) dan mempersembahkannya kepada Bapa, sementara menawarkan kepada kita belas kasih Allah.

Ingatlah, Pengakuan Dosa selalu merupakan tempat kemenangan. Entah apakah kamu mengakukan dosa tertentu untuk pertama kali, atau jika pengakuan itu adalah kali ke-12.001, setiap Pengakuan Dosa adalah kemenangan bagi Yesus. Dan aku, sebagai imam, bisa berada di sana. Seperti inilah kira-kira ... aku bisa duduk dan melihat Yesus memenangkan anak-anak-Nya kembali sepanjang hari.

Ini benar-benar keren.

Diterjemahkan secara bebas (dengan sedikit perubahan) oleh admin Fides et Ratio dan Veritas liberabit vos! untuk page Gereja Katolik (fb.com/GerejaKatolik) dari LifeTeen. My Side of the Confession-al: What is it like for a Priest.

http://lifeteen.com/my-side-of-the-confessional-what-is-it…/

Ingin membaca artikel inspiratif mengenai refleksi iman?

Sila beli dari Tokopedia!!!Ketikkan judul buku: “manusia mahluk beratribut” di kotak pencarian. Lalu, klik tombol ‘beli’.

Page 17: Lentera news  ed.#23 April 2016

17 | Lentera news - ed April 2016

Resensi Buku

Kamis 03 Maret 2016 lalu, penulis mengajak Pastor Marselinus

Sijabat OCarm pastor paroki Paronggil dan seorang pemerhati lingkungan yang tinggal di kabupaten Dairi untuk melihat, belajar, dan mengamati secara langsung bagaimana penduduk di daerah Liang Melas kabupaten Karo bercocok tanam khususnya jeruk manis. Perjala-nan dari Berastagi sampai ke daerah Liang Melas memakan waktu kurang lebih empat jam dengan menggunakan mobil double gardang. Perlu kehati-hatian dalam menyetir menuju daerah Liang Melas agar tidak terjerembab masuk jurang. Jalan berliku mampu menampilkan keelokan jajaran Bukit Barisan yang ditumbuhi beragam pepo-honan.

Pertanian Baru Tanah Karo

Tanah Karo bukan hanya gunung Sinabung. Wilayah kabu-paten Karo memiliki luas 2.127,25 KM. Kabupaten ini berlokasi di dataran tinggi Karo, Bukit Barisan Sumatera Utara terletak sekitar 77 KM dari Kota Medan ibukota Sumatera Utara. Wilayah kabu-paten Karo terletak di dataran tinggi dengan ketinggian antara 600 sampai 1.400 meter di atas permukaan laut. Karena berada di ketinggian tersebut, Tanah Karo Simalem, nama lain dari kabupat-en Karo mempunyai iklim yang sejuk dengan suhu berkisar antara 16 sampai 17 derajat Celsius. Cukup lama orang mengenal Tan-ah Karo sebagai penghasil jeruk manis yang biasa disebut kalau di Jakarta sebagai jeruk Medan atau

Reportase

GELIAT PERTANIAN LIANG MELAS TANAH KARO (bag. 1)

RP Moses Elias Situmorang, OFM Cap

Parokus Paroki Brastagi

Page 18: Lentera news  ed.#23 April 2016

Lentera news - ed April 2016 | 18

jeruk Berastagi.

Kabupaten Karo terdiri dari 17 Kecamatan. Kecamatan Mard-ingding adalah salah satu ke-camatan yang tanahnya masih cukup luas dan langsung ber-batasan dengan Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Lang-kat dan Aceh. Selama lima tahun penulis pernah bertugas sebagai kepala paroki santo Fransiskus Asisi Tiga Binanga yang sebagian besar wilayahnya pelayanan men-cakup daerah Liang Melas.

Daerah Liang Melas yang meliputi beberapa desa yakni Kuta Mbelin, Kuta Pengkih, Kuta Kendit, Cerumbu dan Pola Tebu. Daerah Liang Melas (tempat yang hangat) berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Leuser. Sejak tahun 1998 daerah yang sejak lama terkenal sebagai sarang ladang ganja, kini beru-bah total sebagai surga pertanian untuk Kabupaten Karo. Menurut bapak Samuel Sembiring salah seorang tokoh masyarakat Kuta Pengkih awal mula penanaman karena mereka sudah mulai sadar akan bahaya menanam ganja.

“Hingga tahun 1997 di jambur (semacam alun-alun desa) ini masyarakat masih bebas menjual ganja. Mengapa orang sini mena-nam ganja? Jawabannya seder-hana saja sulitnya akses jalan membuat biaya transport sangat tinggi. Sehingga pilihan menanam ganja walaupun sangat berbahaya adalah pilihan terakhir. Namun sejak pemerintah mulai mem-perbaiki jalan maka pelan-pelan masyarakat sadar dan mulai be-ralih menanam jeruk manis,kopi, tembakau, dan cabe “ Papar pak Samuel yang juga mantan kepala desa Kuta Pengkih mantap.

Daerah Liang Melas memang sangat cocok untuk menanam jeruk karena iklimnya sejuk dan tanahnya masih subur. Air juga sangat melimpah. Namun demiki-an untuk menanam jeruk agar maksimal hasilnya tetap mem-butuhkan perawatan intensif. Menurut bapak Saut Nainggolan (53) salah seorang petani jeruk yang berhasil di Kuta Pengkih me-nanam jeruk itu dimulai dengan pemilihan bibit yang berkualitas.

“Proses penanaman jeruk manis itu kita mulai dari pembibitan. Cara pengadaan bibit disini ada-lah dengan system perkawinan antara jeruk manis dengan jeruk asam lokal yakni jeruk Citrun. Pernah kami coba dengan bibit yang didatangkan dari daerah lain tetapi hasilnya kurang bagus maka berdasarkan pengalaman dan pengamatan kami mencoba dengan membuat bibit sendiri dan ternyata cukup berhasil.” Tutur Nainggolan kelahiran Kuta Pengkih.

Menurut Nainggolan pembibi-tan dimulai dengan memilih biji “Jeruk Citrun” (sejenis jeruk asam lokal). Setelah dibersihkan bijinya disemaikan selama satu setengah tahun. Kemudian dipotong ting-gal batangnya. Ke dalam batang ditempel kulit jeruk manis kemu-dian dibungkus dengan plastik dan biarkan selama dua minggu sesudahnya buka kalau daun sudah mulai tumbuh maka pin-dahkan ke plastik besar polibek yang berisi tanah humus. Polibek diletakkan di alam terbuka yang kena sinar matahari. Setelah setengah tahun dalam polibek maka pindahkan ke lahan yang sudah disiapkan.

“Tahun pertama setelah di-tanam harus kita kasih Nitrogen

Belajar dari pengalaman Saut Nainggolan (tengah) dengan wajah serius menjelaskan dengan seksama proses penanam dan perawatan jeruk kepada pastor Marselinus Sijabat OCarm (topi hitam) didampingi penulis (pakai topi putih) di ladang jeruknya sendiri. Jeruk ini adalah hasil perpaduan jeruk asam lokal dengan jeruk manis.

Page 19: Lentera news  ed.#23 April 2016

19 | Lentera news - ed April 2016

(N) atau Urea, Tahun kedua NK (Nitrogen dan Kalium) dan tahun ketiga NPK (Nitrogen,Pospat dan Kalium). Harus kita amati. N itu untuk urat, K itu untuk batang dan P untuk buah. Artinya kalau bunga sudah banyak tidak perlu banyak kita kasih P. Lalu kalau satu minggu musim kemarau harus kita siram secukupnya. Un-tuk mengatasi agar batang tidak berjamur maka juga harus kita semprot.” Jelas Saut Nainggolan yang hanya sampai duduk di kelas 2 SMP Negeri Lau Baleng.

Saut Nainggolan menambah-kan bahwa untuk satu pokok jeruk manis dihitung mulai dari penanam di lahan per tahun mememerlukan biaya rata-rata Rp 300.000,- dan hasilnya dari satu batang pokok jeruk untuk usia mulai lima tahun dapat meng-hasilkan 100 Kg buah selama satu tahun (empat kali panen). Kalau harga per Kg jeruk di daerah Liang Melas Rp 7.000,- itu artinya dari tiap batang kita dapat mem-peroleh Rp 400. 000,-. Jarak tanam antara yang satu juga dengan yang lain perlu diperhatikan yakni 7 M x 7 M. Jarak ini perlu diperhatikan agar jeruk tumbuh dengan baik dan mendapatkan cukup sinar matahari.

“Kalau kita memiliki 200 pokok jeruk manis saja maka kita sudah mengantongi Rp 60 juta per ta-hun.” Tutur Saut Nainggolan yang sudah mulai menanam jeruk sejak tahun 2001 dan kini memiliki 8 hektar jeruk yang terletak di tiga tempat yang sudah menghasil-kan. Dari hasil jeruk, Saut sendiri dapat menyekolahkan ketiga anaknya hingga perguruan tinggi. Juga dari hasil jeruk Saut Naing-golan telah sanggub membeli satu rumah di Kabanjahe dan satu lagi di Medan.

Mahedin Singarimbun salah satu petani jeruk di Kuta Peng-kih menambahkan bahwa untuk mengatasi lalat buah yang dalam bahasa Karo disebut citcit diakali dengan cara yang sederhana saja.

“Kita beli lem tikus, lalu lem tikus itu direndam dengan bensin selama satu malam dengan uku-ran yang seimbang. Seterusnya masukkan bola plastik seperti bola pelampung di laut ke dalam bensin yang sudah dicampur lem tikus, lalu gantungkan di dahan jeruk. Citcit (lalat buah) akan hing-gab ke dalam bola plastik yang sudah diolesi dengan lem dan dia akan mati disitu. Karena itu disini ada lalat buah tidak berkutik karena kami mampu mengatasi dengan cara sederhana.Tidak ada artinya menyemprot lalat buah sebab dia dapat terbang. Jalan satu-satunya hanya dengan me-makai lem ini. ”Papar Singarim-bun dengan meyakinkan.

Sejak tahun 2005 lalat buah me-mang menjadi masalah terbesar bagi petani jeruk di Tanah Karo khususnya yang tinggal di daerah Berastagi dan Kabanjahe seki-tarnya. Banyak ladang jeruk yang kini tinggal meranggas dan tak terawat. Banyak juga masyarakat yang sudah memotong batang jeruknya dan beralih menanam kopi atau tanaman muda lainnya. Kekompakan masyarakat Liang Melas untuk bersama-sama mem-erangi lalat buah menjadi kunci keberhasilan mereka lepas dari serangan lalat buah.

(bersambung di edisi berikutnya)

Belajar dari pengalaman Saut Nainggolan (tengah) dengan wajah serius menjelaskan dengan seksama proses penanam dan perawatan jeruk kepada pastor Marselinus Sijabat OCarm (topi hitam) didampingi penulis (pakai topi putih) di ladang jeruknya sendiri. Jeruk ini adalah hasil perpaduan jeruk asam lokal dengan jeruk manis.

Page 20: Lentera news  ed.#23 April 2016

Lentera news - ed April 2016 | 20

Telah sekian lama aku menunggu. Garis luka di tanganku tak kunjung

mengering. Adakah waktu dalam ketenangan untukku. Suara rintik malam ini menjadi saksi uraian kasihmu. Dulu, panah asmara itu terlekat, sekarang semua telah usai dipercekin angin pantai. Tak ada nama terlekat lagi, semua telah sirna oleh bayanganmu. Aku tahu ini bukan salahku seutuhnya, semua terjadi ka-rena mata hati harus menerimanya. Panorama kebahagiaan kini berubah dengan satu goresan. Aku mencoba untuk bangun lalu pergi melupakan-mu selamanya.

Tiada khiasan makna setelah kejadian itu. Lubuk mengering, darah hatiku telah berbicara cukup. Cukup untuk mencari luka. Luka detik ini adalah hidupku. Hari pertama kuliah

membawa terik terang dalam rag-amku. Aku telah menapaki janji dalam singgasana untuk berhenti pacaran. Aku ingin mendapatkan IP yang tinggi sekaligus mendapatkan cum laude. Memang untuk mendapatkan semua itu bukanlah hal yang mudah, jika aku bersungguh-sungguh semua pasti bisa.

Ruangan ini terasa berbeda bagiku, mungkin karena aku belum terbiasa. Dari sudut sana wajah mereka pun begitu asing di mataku. Kulihat seorang gadis di depanku, berpoleskan tampilan dibawah sederhana, bajunya kusam, rambutnya tak beraturan, badannya mengukir seribu kasihan hasratku. “ Hai, namaku Benny, pang-gil aja Ben” sapaku membuka perk-enalan. “Hai, aku Paska”. Salam kenal. Sekianlah perkenalan kami. Suaranya begitu beraturan tak sama seperti perawakan penampilannya.

Butir-butir genggaman merusak memori ingatanku. Nafasku menderuh perlahan mengingat wanita tadi. Dalam benakku tersirat kekaguman kepadanya, masih adakah anak kuli-han zaman sekarang tak mengenal mode zaman kini ?. Sudahlah pikirku, mungkin dia adalah tipe wanita yang unik, berbeda dengan wanita zaman sekarang. Putaran jam terus mengir-ingi detak jantungku. Telah terurai

beberapa makna dalam selembar kertas untuk hari ini. Mata indah men-coba merayuku untuk menghentikan aktivitas yang ada.

Sudah beberapa hari ini kuperha-tikan penampilan Paska tak pernah berubah. Hatiku meminta untuk menyelidiki latar belakangnya. Lepas kuliah ini, aku memutuskan untuk mengikutinya pulang. Bukan uraian merambat dari ujung sana, melainkan belaian nada kasihan melambung untuknya. Rumah coklat tua itu telah terbesit di mataku. Rumahnya bagaikan pondok tak layak huni. Aku tak yakin kalau itu adalah rumahnya. Kurangkai kembali hasrat kata yang telah usang menjadi sebuah khiasan keheningan. Aku telah terjebak den-gan belas kasihan wanita itu. Apakah benar itu adalah rumahnya. Andai saja benar, mungkin aku tak dapat berkata apalagi. Besok aku akan memastikan kenyataan yang sesungguhnya.

Telah kujelajahi sekian menitnya, alangkah sedihnya hatiku melihat kediamannya. Kakiku menuntunku untuk menemuinya di rumah tua itu. “Syalom” sahutku di tengah kehenin-gan rumahnya. Tak lama menunggu, paska pun keluar dari rumahnya.

“Eh, Benny. Kamu tahu rumaku dari mana ?” nada getirnya kepadaku.

PASKA

Yohanes Siringo-ringo

Mahasiswa Seminari Menengah Christus Saceros - P. Siantar

Sastra

Page 21: Lentera news  ed.#23 April 2016

21 | Lentera news - ed April 2016

“ Aku mohon maaf sebelumnya Paska, aku tadi mengikutimu pulang. Sekali lagi aku mohon maaf telah lancang.” Nada salahku. Aku tak menyangka kalau paska mempersilah-kan aku masuk ke rumahnya. Dalam benakku, aku kira aku akan diusir atau mendapat tamparan manis darinya. Ternyata aku salah, keramahannya sungguh menusuk sukmaku lalu me-nyediakan teh kepadaku.

“ Ben, aku pergi sebentar dulu ya. Habiskan minumannya dulu baru bisa pulang. Aku hanya sebentar kok. Dan ingat, jangan pulang sebelum aku kembali.” Nada pintanya.

“ Ok Paska.” Telah sekian lama aku disini, menunggu hingga kedata-ngannya. Jiwaku sudah merasa risih degan rumah ini. Aku merasa tidak betah. Disisi lain, aku sungguh bangga melihat perjuangan hidupnya. Dari sudut kejauhan, terdengar gemercik suara batuk wanita tua. Batuknya tak henti berkesudahan. Kuintip dari lorong kecil, ternyata ibunya terbaring sakit. Tubuh ibunya hanya berlapiskan tulang, nafasnya mendesah deruh ker-ing. Ingin sekali aku mendekatinya, tapi ragaku melonjak menolak. Aku sangat takut paska akan marah ke-padaku. Aku kembali duduk di tempat kediamanku seolah-olah aku belum tahu apa yang telah kulihat.

“ Ben, maaf ya agak lama” nadanya terengah-engah.

“ Ok Paska. Oh iya, aku pulang dulu ya. Maaf sudah merepotinmu.” Nadaku kepadanya sembari melihat bola matanya yang sungguh menawan.

****Telah mengalir darah untuk jan-

tungku dan membentuk panorama kepedihan. Butir-butir airmatanya menusuk nadi rasaku. Dua minggu setelah dari rumahnya, aku mem-beranikan diri untuk bertanya tentang keluarganya. Ternyata paska adalah wanita yang sungguh berbeda dengan wanita yang kukenal. Sungguh !!! sejak kelas 3 SMP ayahnya telah meninggal dunia karena kecelakaan. Setahun

setelah kepergian ayahnya, ibunya terkena kanker otak. Sungguh malang hidupnya, kini dia harus menjadi kepala punggung keluarga terutama untuk menyekolahkan adiknya. Ia sangat ingin mengobati ibunya, tapi uang pengobatan menjadi pengham-bat. Kini, ibunya digerogoti stadium IV. Hanya harapan doa yang dapat ia lakukan. Ia ingin sekali melihat ibunya kembali tersenyum, memasak makanan kesukaannya dan menemani suka dukanya.”awan putih pudar memerah darah, yang terjadi biarlah terjadi. Tuhan itu Mahabaik dan aku percaya bahwa ada makna yang terin-dah di balik ini semua. Buktinya, aku masih bersyukur bisa kuliah dari bea-siswa SMA dan dapat menyekolahkan adiknya.” Sahutnya sambil menitih-kan airmata di depanku. Ingin rasanya kubelai rambutnya, mengusap air mata yang menodai hasratku, tapi aku bukanlah siapa-siapa dalam hidupnya. Hanya sebuah sapu tangan putih yang dapat kuberi kepadanya berharap se-gala sedihnya akan mati di dalamnya.

Selama satu semester nadaku hidup di dalam hatinya hingga aku menaruh hati kepadanya. Hari ini Paska tidak hadir kuliah, padahal dia adalah mahasiswi yang tidak pernah absen. Pikiranku merenggut ketakutan, pada-hal hari ini Dosen akan membagi hasil semester kami. Kutiadakan sejenak tentang dia lalu kulihat IP-ku yang berada di peringkat ke 4. Kulihat posisi peringkat pertama ternyata Paska. Aku terkejut melihatnya, dibalik kepo-losannya tertanam beribu kepandaian. Baruku sadari bahwa ia mendapatkan beasiswa karena kepintarannya saat SMA bukan karena kemiskinannya.

Setelah pulang kuliah, aku memu-tuskan untuk pergi ke rumah Paska untuk memastikan kenyataan tentang dirinya. Setiba disana, kulihat sebuah bendera putih dan rumahnya ban-yak orang. Aku tak mampu melihat kenyataan ini, ternyata ibunya telah meninggal. Wajah ibunya sangat pu-cat, badannya dilapisi tulang-tulang,

begitu kurus terpandang dimata. Kanker otak telah merenggut nyawa ibunya dengan begitu cepat.

Aku tergoda oleh satu hasrat jiwa, menggema dari sudut sana untuk menuai cintanya. Kesendiriannya membelenggu dan tak akan pernah kembali, jauh disana. Ayah dan ibu yang ia cintai telah pergi selamanya. Tetesan kasih yang direkam dimatan-ya pergi begitu saja.

“ Paska, jika kau mau usaplah tangismu di bahuku dan percayalah semua akan mati dan menjadi sebuah kebahagiaan. Jangan kau sesali selem-bar tinta pengalaman hari ini. Tuhan memanggil ibumu karena Dia sungguh mencintainya.” Sahutku menghangat-kan suasana pikirannya

****Kutulis kembali pengalamanku

di selembar kertas. Perlahan-lahan menjadi mengagumkan dan meretas kepastian. Telah tiga hari aku tinggal di rumah tua ini. Dedaunan men-yandarkan kesunyian dalam angan, rongga-rongga siulan burung meny-atukan ketenangan. N’tah kepada siapa aku mengadu lagi, goresan-goresan itu pun menolakku. Nafasku menderuh perlahan-lahan sambil menitih kepedihan.

Hari ini umat katolik memperingati hari Paskah, tepat tiga hari setelah kematian ibunya. Hari ini dia pun berulang tahun. Sekian lama aku ber-samanya, kini aku memberanikan diri untuk menyatakan cinta kepadanya tepat di hari ulang tahunnya.

Rasa kecewa menusuk ragaku, pecah menyelimuti darah. Saat aku menyatakan perasaanku kepadanya, aku tersadar bahwa cintaku bertepuk sebelah tangan. Paska hanya men-jadikanku sebagai sahabat demi fokus menjalani kuliahnya. Tak ada yang dapat kuperbuat, pilihannya kini telah menjadi pilihanku. Aku tetap mencintainya dalam karang kelam malam, sekalipun butir-butir cintanya telah menolakku. Aku akan tetap setia menunggunya.

Page 22: Lentera news  ed.#23 April 2016

Lentera news - ed April 2016 | 22

Page 23: Lentera news  ed.#23 April 2016

23 | Lentera news - ed April 2016

Lapo Aksara

Ananta BangunRedaktur Tulis

Permainan “Menulis Kata di Punggung” adalah rangkuman kegiatan

belajar dan bermain. Permainan ini, pada satu hari saya bawakan ketika mengajar alat berhitung sempoa di satu sekolah. Para siswa girang kegelian saat teman menulis di punggungnya. Sungguh menyenangkan. Namun ada terselip satu pembelajaran.

Hampir seluruh tim yang diberi ‘kalimat rahasia’ tidak dapat menyampaikan kalimat tersebut secara utuh. Beberapa masih menjaga inti kalimat, namun ada juga yang ‘terpeleset’ hingga mengaburkan konteks pesan yang dibagikan.

Dalih ‘mengejar waktu’ menjadi pemicu kekeliruan menyampaikan pesan. Tidak hanya dalam permainan, namun juga dunia nyata sehari-hari. Media atau saluran yang beragam dan canggih tak jua menjamin keutuhan pesan.

Keadaan semakin runyam ketika wadah media sosial menjadi media ‘penghakiman’. Terkini, seorang siswi dibanjiri hujatan karena cekcok dengan seorang polwan direkam. Hasil video tersebut di lepas di ranah mayantara dan menular secepat virus flu.

Pantas lah seorang Nicholas Carr mencela Internet sebagai biang

menurunnya mutu dialog serta cara berfikir kita. Dalam buku-nya, “The Shallow”, Carr men-gungkapkan sendiri pengalaman-nya sebagai terkikisnya kebiasaan untuk lama ‘mengendap’ dalam bacaan buku. Satu kebiasaan bagai menyelam menikmati isi dalam lautan, sementara kebiasaan lain-nya bagai berselancar cepat di atas permukaan-nya. Demikian ilustrasi dari Carr.

“Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar! (Mat 11:15)”, demikian Yesus mengajarkan pada orang banyak. Seruan melecut kesa-daran agar memberdayakan fungsi indra. Juga menghardik kita untuk menggilas kebiasaan yang menyalah: pengabaian. Tidak acuh atas konteks, tidak acuh akan keseluruhan pesan. Sudah biasa? Sudah terlambat? Mungkin kita akan menyaksikan sekali lagi peristiwa ‘Menara Babel’ di masa silam itu.

‘Menara Babel’ vol. 2