Top Banner
LEMPENG TEKTONIK INDONESIA Bumi merupakan salah satu planet dari galaksi bimasakti. Manusia dan ciptaan Tuhan melangsungkan kehidupan di bumi. Kita hidup di bumi berada di bagian kerak bumi (lithospher) atau di permukaan bumi. Permukaan bumi terbentuk dari berbagai macam batuan yang kurang lebih 80% adalah diselimuti oleh batuan sedimen dengan volume kurang lebih 0,32% dari volume bumi. Setiap daratan di bumi ini di bentuk oleh batuan – batuan ang bermacam – macam. Dari sejumlah batuan yang memiliki ciri khas yang berbeda – beda terangkum dalam sebuah lempeng – lempeng yang tersebar di seluruh dunia. Lempeng – lempeng di permukaan bumi bersifat dinamis, karena adanya perbedaan perlapisan dan tenaga endogen yang mengakibatkan pergerakan lempeng. Dari pergerakan lempeng dapat menimbulkan sebuah siklus batuan yang tak dapat dipungkri adanya. Lempeng tektonik adalah bagian dari kerak bumi dan lapisan paling atas, yang disebut juga lithosphere. Atau menjelaskan
34

Lempeng Tektonik Indonesia

Dec 07, 2015

Download

Documents

Murjoko

tektonik lempeng
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Lempeng Tektonik Indonesia

LEMPENG TEKTONIK INDONESIA

Bumi merupakan salah satu planet dari galaksi bimasakti. Manusia dan ciptaan Tuhan

melangsungkan kehidupan di bumi. Kita hidup di bumi berada di bagian kerak bumi (lithospher)

atau di permukaan bumi. Permukaan bumi terbentuk dari berbagai macam batuan yang kurang

lebih 80% adalah diselimuti oleh batuan sedimen dengan volume kurang lebih 0,32% dari

volume bumi. Setiap daratan di bumi ini di bentuk oleh batuan – batuan ang bermacam – macam.

Dari sejumlah batuan yang memiliki ciri khas yang berbeda – beda terangkum dalam sebuah

lempeng – lempeng yang tersebar di seluruh dunia. Lempeng – lempeng di permukaan bumi

bersifat dinamis, karena adanya perbedaan perlapisan dan tenaga endogen yang mengakibatkan

pergerakan lempeng. Dari pergerakan lempeng dapat menimbulkan sebuah siklus batuan yang

tak dapat dipungkri adanya.

Lempeng tektonik adalah bagian dari kerak bumi dan lapisan paling atas, yang disebut juga

lithosphere. Atau menjelaskan tentang gerakan bumi dengan skala besar dari lithoepher bumi.

Teori yang meliputi konsep-konsep lama (kontinental drift) dikembangkan selama satu setengah

abad sejak abad ke-20 oleh Alfred Wegner tentang lantai samudra (seafloor) pada tahun 1960-an.

Lempeng tektonik memiliki tebal sekitar 100 km (60 mill) yang terdiri dari dua jenis bahan

pokok yaitu kerak samudra (disebut juga sima yang terdiri dari silikon dan magnesium) dan

kerak benua (disebut juga sial yang terdiri dari silicon dan megnesium). Komposisi dari dua jenis

lapisan terluar atau kulit dari kerak samudra adalah batuan basalt (mafic) dan kerak benua terdiri

dari batuan granitic yang prinsip kepadatannya rendah. Permukaan bumi terdiri dari 15 lempeng

besar (mayor) dan 41 lempeng kecil (minor), 11 lempeng kuno dan 3 dalam orogens, dengan

Page 2: Lempeng Tektonik Indonesia

jumlah keseluruhan 70 lempeng tektonik yang tersebar di seluruh permukaan bumi. Lempeng

mayor di bumi di anataranya :

African Plate covering Africa - Continental plate Afrika Plate meliputi Afrika - Benua

piring

Antarctic Plate covering Antarctica - Continental plate Antarctic Plate meliputi Antartika

Benua piring

Australian Plate covering Australia - Continental plate Australia Plate meliputi Australia

Benua piring

Indian Plate covering Indian subcontinent and a part of Indian Ocean - Continental

plate Indian Plate meliputianak benua India dan merupakan bagian dari Samudra Hindia -

Benua piring

Eurasian Plate covering Asia and Europe Continental plate Eurasian Plate meliputi Asia

dan Eropa-Benua piring

North American Plate covering North America and north-east Siberia - Continental plate

South American Plate covering South America - Continental plate

Pacific Plate covering the Pacific Ocean - Oceanic plate

Lempeng tetonik memiliki nama yang berbeda – beda sesuai tempat atau asal lempeng itu

berada. Pada 225 juta tahun yang lalu, seluruh daratan di bumi ini merupakan satu kesatuan yang

disebut dengan Benua Pangaea pada zaman permian. Pergerakan lapisan bumi terus terjadi saat

200 juta tahun yang lalu pada zaman triassic terbagi menjadi 2 Benua Laurasia dan Benua

Gondwanaland. Pergerakan lapisan bumi terjadi hingga saat ini terbagi menjadi 5 belahan benua.

Perubahan keadaan permukaan bumi terjadi selama 4 zaman kurang lebih selama 225 juta tahun.

Perubahan permukaan bumi ini yang mengakibatkan adanya batas – batas lempeng tektonik di

masing – masing lapisan bumi. Pergerakan yang berasal dari tenaga endogen ini mengakibatkan

sebuah siklus batuan dalam peroses pergeseran lempeng.

Lempeng tektonik merupakan sebuah siklus batuan di bumi yang terjadi dalam skala waktu

geologi. Sikklus batuan tersebut terjadi dari pergerakan lempeng bumi yang bersifat dinamis.

Dengan pergerakan lempeng tektonik yang terjadi mampu membentuk muka bumi serta

menimbulkan gejala – gejala atau kejadian – kejadian alam seperti gempa tektonik, letusan

Page 3: Lempeng Tektonik Indonesia

gunung api, dan tsunami. Pergerakan lempeng tektonik di bumi digolongkan dalam tiga macam

batas pergerakan lempeng, yaitu konvergen, divergen, dan transform (pergeseran).

1. Batas Transform.

Terjadi bila dua lempeng tektonik bergerak saling menggelangsar (slide each other),

yaitu bergerak sejajar namun berlawanan arah. Keduanya tidak saling memberai maupun saling

menumpu. Batas transform ini juga dikenal sebagai sesar ubahan-bentuk (transform fault).

2. Batas Divergen.

Terjadi pada dua lempeng tektonik yang bergerak saling memberai (break apart). Ketika

sebuah lempeng tektonik pecah, lapisan litosfer menipis dan terbelah, membentuk batas

divergen. Pada lempeng samudra, proses ini menyebabkan pemekaran dasar laut (seafloor

spreading). Sedangkan pada lempeng benua, proses ini menyebabkan terbentuknya lembah

retakan (rift valley) akibat adanya celah antara kedua lempeng yang saling menjauh

tersebut. Pematang Tengah-Atlantik (Mid-Atlantic Ridge) adalah salah satu contoh divergensi

yang paling terkenal, membujur dari utara ke selatan di sepanjang Samudra Atlantik, membatasi

Benua Eropa dan Afrika dengan Benua Amerika.

3. Batas Konvergen.

Terjadi apabila dua lempeng tektonik tertelan (consumed) ke arah kerak bumi, yang

mengakibatkan keduanya bergerak saling menumpu satu sama lain (one slip beneath another).

Wilayah dimana suatu lempeng samudra terdorong ke bawah lempeng benua atau lempeng

samudra lain disebut dengan zona tunjaman (subduction zones). Di zona tunjaman inilah sering

terjadi gempa. Pematang gunung-api (volcanic ridges) dan parit samudra (oceanic trenches)

juga terbentuk di wilayah ini.

Dari ketiga batas lempeng yang mendukung adanya siklus batuan di bumi ini. Setiap

daratan atau negara atau benua di dunia di batasi oleh lempeng yang berbeda – beda.

Dikarenakan sifatnya dinamis dan kekuatan masing – masing lempeng berbeda – beda, maka

terbentuk 3 batas lempeng tektonik Gempa yang terjadi di akibatkan oleh pergerakan lempeng

tektonik. Dan apabila dilihat pada daerah Indonesia yang merupakan daerah ternbanyak yang

Page 4: Lempeng Tektonik Indonesia

dilewati oleh titik – titik gempa yang tersebar di seluruh nusantara. Disebelah barat hingga ke

selatan dari Indonesia dibatasi oleh lempeng tektonik, disebelah utara dibatasi dengan lempeng

yang berbeda, dan dibagian timur dibatasi dengan lempeng yang berbeda pula. Jadi Indonesia

dibatasi oleh 3 lempeng mayor dunia yang berbeda. Maka dari itu Indonesia memiliki titik

gempa yang tersebar hampir diseluruh nusantara. Negeri kita tercinta berada di dekat batas

lempeng tektonik Eurasia danIndo-Australia. Jenis batas antara kedua lempeng ini adalah

konvergen. Lempeng Indo-Australia adalah lempeng yang menunjam ke bawah lempeng

Eurasia. Selain itu di bagian timur, bertemu 3 lempeng tektonik sekaligus, yaitu lempeng

Philipina, Pasifik, dan Indo-Australia. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, subduksi antara dua

lempeng menyebabkan Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia menyebabkan

terbentuknya deretan gunung berapi yang tak lain adalahBukit Barisan di Pulau Sumatra dan

deretan gunung berapi di sepanjang Pulau Jawa, Bali dan Lombok, serta parit samudra yang tak

lain adalah Parit Jawa (Sunda). Lempeng tektonik terus bergerak. Suatu saat gerakannya

mengalami gesekan atau benturan yang cukup keras. Bila ini terjadi, timbullah gempa dan

tsunami, dan meningkatnya kenaikan magma ke permukaan. Jadi, tidak heran bila terjadi gempa

yang bersumber dari dasar Samudra Hindia, yang seringkali diikuti dengan tsunami, aktivitas

gunung berapi di sepanjang pulau Sumatra dan Jawa juga turut meningkat.

Indonesia terletak pada jalur gunungapi tersebut dan merupakan negara dengan jumlah

gunungapi terbanyak. Pola penyebaran gunungapi menunjukkan jalur yang hampir mirip dengan

pola penyebaran fokus gempa dan tipe aktivitas kegunungapiannya tergantung pada batas

lempengnya. Hubungan ini menunjukkan bahwa volkanismamerupakan salah satu produk

penting sistem tektonik.

Akibatnya berbagai gejala alam di Indonesia sering terjadi. Yang salah satunya banyak di

jumpai gunung api di bagian selatan Indonesia yang merupakan buah karya dari pergerakan

lempeng Ino-Australian dengan lempeng Eurasian. Jumlah gunung api di Indonesia 177 gunung

api, Sert gunung api juga di temui di daerah sebagain dari pulau halmahera dan sebagian dari

pulau sulawesi yang merupakan tempat pertemuan lempeng pasifik dengan lempeng eurasian.

Dari segi ilmu kebumian, Indonesia benar-benar merupakan daerah yang sangat menarik.

Kepentingannya terletak pada rupabuminya, jenis dan sebaran endapan mineral serta energi yang

terkandung di dalamnya, keterhuniannya, dan ketektonikaannya. Oleh sebab itulah, berbagai

Page 5: Lempeng Tektonik Indonesia

anggitan (konsep) geologi mulai berkembang di sini, atau mendapatkan tempat untuk

mengujinya (Sukamto dan Purbo-Hadiwidjoyo, 1993).

Inilah wilayah yang memiliki salah satu paparan benua yang terluas di dunia (Paparan

Sunda dan Paparan Sahul), dengan satu-satunya pegunungan lipatan tertinggi di daerah tropika

sehingga bersalju abadi (Pegunungan Tengah Papua), dan di sini pulalah satu-satunya di dunia

terdapat laut antarpulau yang terdalam (-5000 meter) (Laut Banda), dan laut sangat dalam antara

dua busur kepulauan (-7500 meter) (Dalaman Weber). Dua jalur gunungapi besar dunia bertemu

di Nusantara. Beberapa jalur pegunungan lipatan dunia pun saling bertemu di Indonesia.

Indonesia pun dibentuk oleh pertemuan dua dunia : asal Asia dan asal Australia. Ini

mengakibatkan begitu kayanya biodiversitas Indonesia.

Meskipun Indonesia hanya meliputi sekitar 4 % dari luas daratan di Bumi, tidak ada satu

negeri pun selain Indonesia yang mempunyai begitu banyak mamalia, 1/8 dari jumlah yang

terdapat di dunia). Bayangkan, satu dari enam burung, amfibia, dan reptilia dunia terdapat di

Indonesia; satu dari sepuluh tumbuhan dunia terdapat di Indonesia (Kartawinata dan Whitten,

1991). Indonesia juga memiliki keanekaragaman ekosistem yang lebih besar dibandingkan

dengan kebanyakan negara tropika lainnya. Sejarah geologi dan geomorfologinya yang

beranekaragam, dan kisaran ikim dan ketinggiannya telah mengakibatkan terbentuknya banyak

jenis hutan daratan dan juga hutan rawa, sabana, hutan bakau dan vegetasi pantai lainnya,

gletsyer, danau-danau yang dalam dan dangkal, dan lain-lain.

Salah satu jalur timah terkaya di dunia menjulur sampai di Nusantara, daerahnya

mempunyai akumulasi minyak dan gasbumi yang tergolong besar. Meskipun berumur muda,

batubara Indonesia yang jumlahnya cukup besar dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.

Tak kalah pentingnya adalah endapan nikel dan kromit yang terbawa oleh tesingkapnya kerak

Lautan Pasifik di beberapa wilayah di Indonesia Timur.

Bagian tertentu Indonesia sangat baik untuk dihuni. Ini tidak hanya berlaku saat ini yang

memungkinkan orang dapat bercocok tanam dan memperoleh hasil yang baik karena tanah subur

dan air yang berlimpah, tetapi juga pada masa lampau, sebagaimana terbukti dengan temuan fosil

manusia purba di beberapa tempat di Indonesia. Maka, Indonesia penting dalam dunia

paleoantropologi sebagai salah satu pusat buaian peradaban manusia di dunia. Semua

kepentingan dan keunikan geologi Indonesia ini timbul karena latar belakang perkembangan

tektonik wilayah Nusantara. Di sinilah wilayah tempat saling bertemunya tiga lempeng besar

Page 6: Lempeng Tektonik Indonesia

dunia : Eurasia - Hindia-Australia - Pasifik yang menghasilkan deretan busur kepulauan dan

jajaran gunungapi, tanah yang subur, pemineralan yang kaya dan khas, pengendapan sumber

energi yang melimpah, dan rupabumi yang menakjubkan

(Sukamto dan Purbo-Hadiwidjoyo, 1993).

Busur Sunda: Produk Geodinamika Regional

Sistem penunjaman Sunda merupakan salah satu contoh yang baik untuk menunjukkan

hubungan geodinamika Indonesia dengan geodinamika regional. Sistem penunjaman Sunda

berawal dari sebelah barat Sumba, ke Bali, Jawa, dan Sumatera sepanjang 3.700 km, serta

berlanjut ke Andaman-Nicobar dan Burma. Busur ini menunjukkan morfologi berupa palung,

punggungan muka busur, cekungan muka busur, dan busur vulkanik. Arah penunjaman

menunjukkan beberapa variasi, yaitu relatif menunjam tegak lurus di Sumba dan Jawa serta

menunjam miring di sepanjang Sumatera, kepulauan Andaman dan Burma. Kemiringan ini

terjadi karena adanya perbedaan arah gerak dengan arah tunjaman yang tidak 90o. Sistem

penunjaman Sunda ini merupakan tipe busur tepi kontinen sekaligus busur kepulauan, yang

berlangsung selama Kenozoikum Tengah – Akhir (Katili, 1989; Hamilton, 1989) Menurut

Hamilton (1989) Palung Sunda bukan menunjukkan batas litosfer samudera India, tetapi

merupakan salah satu jejak sistem penunjaman busur Sunda. Penunjaman mempunyai

kemiringan sekitar 7o. Sedimen dalam palung terdiri dari sedimen klastik turbidit longitudinal,

serta menunjukkan pembentuk lantai samudera dan asal turbidit. Sedimen klastik tersebut

terutama berasal dari Sungai Gangga dan Brahmaputra di India, yang berjarak 3.000 km dari

palung. Busur akresi terbentuk selebar 75 – 150 km dari palung dengan ketebalan material

terakresi mencapai 15 km. Dinamika akresi dapat ditunjukkan oleh imbrikasi internal serta

pertumbuhan vertikal dan horisontal material terakresi, yang merupakan hasil penggilasan

simultan yang disertai pemencaran oleh gravitasi. Punggungan muka busur mengalami migrasi,

relatif menuju ke arah kraton. Formasi bancuh di busur akresi dihasilkan oleh oleh penggerusan

yang berhubungan dengan subduksi, bukan oleh luncuran di lereng punggungan akresi.

Cekungan muka busur berada di antara punggungan muka busur dan garis pantai sistem

penunjaman Sunda dengan lebar 150 - 200 km. Bagian dasar cekungan Jawa dan Sumatera

mempunyai kecepatan tipikal litosfer samudera, dengan kecepatan di sektor Sumatera lebih besar

dari litosfer samudera. Busur vulkanik yang sekarang aktif di atas zona Benioff berada pada

Page 7: Lempeng Tektonik Indonesia

kedalaman 100 – 130 km. Busur magmatik ini berubah dari kecenderungan bersifat kontinen di

Sumatera, transisional di Jawa ke busur kepulauan (oceanic island arc) di Bali dan Lombok.

Komposisi vulkanik muda bervariasi secara sistematis yang berkesesuaian antara karakter

litosfer dengan magma yang dierupsikan.

Berdasarkan karakteristik morfologi, ketebalan endapan palung busur dan arah

penunjaman, busur Sunda dibagi menjadi beberapa propinsi. Dari timur ke barat terdiri dari

propinsi Jawa, Sumatera Selatan dan Tengah, Sumatera Utara – Nicobar, Andaman dan Burma.

Diantara Propinsi Jawa dan Sumatera Tengah – Selatan terdapat Selat Sunda yang merupakan

batas tenggara lempeng Burma. Provinsi Jawa bermula dari Sumba sampai Selat Sunda. Di

propinsi ini palung Sunda mempunyai kedalaman lebih dari 6.000 m. Saat ini konvergensi

sepanjang propinsi Jawa mencapai 7,5 cm/tahun dengan sudut penunjaman antara 5o – 8o.

Sedimen memiliki ketebalan antara 200 – 900 m. Imbrikasi di bawah punggungan muka busur

mempunyai ketebalan lebih dari 10 km. Palung hanya berisi sedimen tipis dengan sedikit

sedimen pelagis. Kerangka tektonik utama antara Jawa dan Sumatera secara umum dipotong

oleh selat Sunda yang dianggap sebagai zona diskontinyuitas. Selat Sunda adalah unsur utama

pemisah propinsi Jawa dan Sumatera busur Sunda. Selat ini diasumsikan batas sebagai batas

tenggara lempeng Burma. Namun apabila dicermati dari data geofisika tang ada, batas Jawa dan

Sumatera terletak di sekitar Banten dan Jawa Barat.

Provinsi Sumatera Selatan dan Tengah mempunyai kedalaman palung yang berangsur

menurun dari 6.000 – 5.000 m. Sedimen dasar palung mempunyai ketebalan sekitar 2 km di utara

dan 1 km di selatan. Penunjaman miring dengan komponen penunjaman menurun ke utara antara

7,0 – 5,7 cm/tahun. Komponen pergeseran lateral yang bekerja di lempeng ini diasumsikan

sangat berperan dalam membentuk sistem strike slip fault di Sumatera. Pada Propinsi Sumatera

Utara - Nikobar, di sebelah barat Pulau Simalur sumbu palung menajam ke barat, dan di barat

laut Pulau Simalur cenderung ke utara – barat-laut. Palung mempunyai kedalaman berkisar

antara 3.500 – 5.000 m. Pertemuan di sepanjang propinsi ini sangat miring dan kecepatan

penunjaman ke arah utara mengalami penurunan 5,6 – 4,1 cm/tahun.

Di Pulau Andaman palung cenderung berarah utara – selatan dengan kedalaman sekitar

3.000 m. Di propinsi ini pertemuan lempeng sangat miring, dengan kisaran kecepatan

penunjaman berkisar antara 0,7 – 0,2 cm/tahun. Komponen lateral ini dipengaruhi oleh

Page 8: Lempeng Tektonik Indonesia

pemekaran di laut Andaman, dengan lempeng Burma memisah ke arah barat daya dari lempeng

Eurasia.

Palung Burma mempunyai kedalaman kurang dari 3.000 m. Di sini punggungan muka

busur menjadi punggungan Indoburman dan cekungan muka busur menjadi palung sebelah barat

dari Lembah Burma. Sudut penunjaman yang sangat miring. Ketebalan endapan di propinsi ini

sekitar 8.000 – 10.000 m. Komponen gerak lateral ini mempengaruhi terbentuknya sesar Sagaing

di Burma.

Sesar Sumatra: Produk Geodinamika Busur Sunda Sesar besar Sumatra dan Pulau Sumatra

merupakan contoh rinci yang menarik untuk menunjukkan akibat tektonik regional pada pola

tektonik lokal. Pulau Sumatera tersusun atas dua bagian utama, sebelah barat didominasi oleh

keberadaan lempeng samudera, sedang sebelah timur didominasi oleh keberadaan lempeng

benua. Berdasarkan gaya gravitasi, magnetisme dan seismik ketebalan lempeng samudera sekitar

20 kilometer, dan ketebalan lempeng benua sekitar 40 kilometer (Hamilton, 1979).

Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan dimulainya peristiwa

pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 juta tahun lalu,

yang mengakibatkan rangkaian perubahan sistematis dari pergerakan relatif lempeng-lempeng

disertai dengan perubahan kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang

terjadi padanya. Gerak lempeng India-Australia yang semula mempunyai kecepatan 86 milimeter

/ tahun menurun secara drastis menjadi 40 milimeter/tahun karena terjadi proses tumbukan

tersebut. Penurunan kecepatan terus terjadi sehingga tinggal 30 milimeter/tahun pada awal proses

konfigurasi tektonik yang baru (Char-shin Liu et al, 1983 dalam Natawidjaja, 1994). Setelah itu

kecepatan mengalami kenaikan yang mencolok sampai sekitar 76 milimeter/tahun (Sieh, 1993

dalam Natawidjaja, 1994). Proses tumbukan ini, menurut teori “indentasi” pada akhirnya

mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar geser di bagian sebelah timur India, untuk

mengakomodasikan perpindahan massa secara tektonik (Tapponier dkk, 1982).

Keadaan Pulau Sumatera menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman, punggungan busur

muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang terjadi. Kenyataan

menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-tension) Paleosoikum tektonik Sumatera

menjadikan tatanan tektonik Sumatera menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh, 2000).

Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro Sumatera, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu

dengan bentuk, geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan

Page 9: Lempeng Tektonik Indonesia

bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman. Bagian selatan Pulau Sumatera

memberikan kenampakan pola tektonik: (1) Sesar Sumatera menunjukkan sebuah pola geser

kanan en echelon dan terletak pada 100 ~ 135 kilometer di atas penunjaman, (2) lokasi

gunungapi umumnya sebelah timur-laut atau di dekat sesar, (3) cekungan busur muka terbentuk

sederhana, dengan kedalaman 1 ~ 2 kilometer dan dihancurkan oleh sesar utama, (4) punggungan

busur muka relatif dekat, terdiri dari antiform tunggal dan berbentuk sederhana, (5) sesar

Mentawai dan homoklin, yang dipisahkan oleh punggungan busur muka dan cekungan busur

muka relatif utuh, dan (6) sudut kemiringan tunjaman relatif seragam.

Bagian utara Pulau Sumatera memberikan kenampakan pola tektonik: (1) sesar Sumatera

berbentuk tidak beraturan, berada pada posisi 125 ~ 140 kilometer dari garis penunjaman, (2)

busur vulkanik berada di sebelah utara sesar Sumatera, (3) kedalaman cekungan busur muka 1 ~

2 kilometer, (4) punggungan busur muka secara struktural dan kedalamannya sangat beragam,

(5) homoklin di belahan selatan sepanjang beberapa kilometer sama dengan struktur Mentawai

yang berada di sebelah selatannya, dan (6) sudut kemiringan penunjaman sangat tajam.

Bagian tengah Pulau Sumatera memberikan kenampakan tektonik: (1) sepanjang 350

kilometer potongan dari sesar Sumatera menunjukkan posisi memotong arah penunjaman, (2)

busur vulkanik memotong dengan sesar Sumatera, (3) topografi cekungan busur muka dangkal,

sekitar 0.2 ~ 0.6 kilometer, dan terbagi-bagi menjadi berapa blok oleh sesar turun miring , (4)

busur luar terpecah-pecah, (5) homoklin yang terletak antara punggungan busur muka dan

cekungan busur muka tercabik-cabik, dan (6) sudut kemiringan penunjaman beragam. Proses

penunjaman miring di sekitar Pulau Sumatera ini mengakibatkan adanya pembagian /

penyebaran vektor tegasan tektonik, yaitu slip-vector yang hampir tegak lurus dengan arah zona

penunjaman yang diakomodasi oleh mekanisme sistem sesar anjak. Hal ini terutama berada di

prisma akresi dan slip-vector yang searah dengan zona penunjaman yang diakomodasi oleh

mekanisme sistem sesar besar Sumatera. Slip-vector sejajar palung ini tidak cukup diakomodasi

oleh sesar Sumatera tetapi juga oleh sistem sesar geser lainnya di sepanjang Kepulauan

Mentawai, sehingga disebut zona sesar Mentawai (Diament, 1992).

Selanjutnya sebagai respon tektonik akibat dari bentuk melengkung ke dalam dari tepi lempeng

Asia Tenggara terhadap Lempeng Indo-Australia, besarnya slip-vector ini secara geometri akan

mengalami kenaikan ke arah barat-laut sejalan dengan semakin kecilnya sudut konvergensi

antara dua lempeng tersebut. Pertambahan slip-vector ini mengakibatkan terjadinya proses

Page 10: Lempeng Tektonik Indonesia

peregangan di antara sesar Sumatera dan zona penunjaman yang disebut sebagai lempeng mikro

Sumatera (Suparka dkk, 1991). Oleh karena itu slip-vector komponen sejajar palung harus

semakin besar ke arah barat-laut. Sebagai konsekuensi dari kenaikan slip-vector pada daerah

busur-muka ini, maka secara teoritis akan menaikkan slip-rate di sepanjang sesar Sumatera ke

arah barat-laut. Pengukuran offset sesar dan penentuan radiometrik dari unsur yang terofsetkan

di sepanjang sesar Sumatera membuktikan bahwa kenaikan slip-rate memang benar-benar terjadi

(Natawidjaja, Sieh, 1994). Pengukuran slip-rate di daerah Danau Toba menunjukkan kecepatan

gerak sebesar 27 milimeter / tahun, di Bukit Tinggi sebesar 12 milimeter / tahun, di Kepahiang

sebesar 11 milimeter / tahun (Natawidjaja, 1994) demikian pula di selat Sunda sebesar 11

milimeter / tahun (Zen dkk, 1991)

Sesar Sumatera sangat tersegmentasi. Segmen-segmen sesar sepanjang 1900 kilometer

tersebut merupakan upaya mengadopsi tekanan miring antara lempeng Eurasia dan India–

Australia dengan arah tumbukan 10°N ~ 7°S. Sedikitnya terdapat 19 bagian dengan panjang

masing-masing segmen 60 ~ 200 kilometer, yaitu segmen Sunda (6.75°S ~ 5.9°S), segmen

Semangko (5.9°S ~ 5.25°S), segmen Kumering (5.3°S ~ 4.35°S), segmen Manna (4.35°S ~

3.8°S), segmen Musi (3.65°S ~ 3.25°S), segmen Ketaun (3.35°S ~ 2.75°S), segmen Dikit (2.75°S

~ 2.3°S), segmen Siulak (2.25°S ~ 1.7°S), segmen Sulii (1.75°S ~ 1.0°S), segmen Sumani (1.0°S

~ 0.5°S), segmen Sianok (0.7°S ~ 0.1°N), segmen Barumun (0.3°N ~ 1.2°N), segmen Angkola

(0.3°N ~ 1.8°N), segmen Toru (1.2°N ~ 2.0°N), segmen Renun (2.0°N ~ 3.55°N), segmen Tripa

(3.2°N ~ 4.4°N), segmen Aceh (4.4°N ~ 5.4°N), segmen Seulimeum (5.0°N ~ 5.9°N)

Tatanan tektonik regional sangat mempengaruhi perkembangan busur Sunda. Di bagian

barat, pertemuan subduksi antara lempeng benua Eurasia dan lempeng samudra Australia

mengkontruksikan busur Sunda sebagai sistem busur tepi kontinen (epi-continent arc) yang

relatif stabil; sementara di sebelah timur pertemuan subduksi antara lempeng samudra Australia

dan lempeng-lempeng mikro Tersier mengkontruksikan sistem busur Sunda sebagai busur

kepulauan (island arc) kepulauan yang lebih labil. Perbedaan sudut penunjaman antara propinsi

Jawa dan propinsi Sumatera Selatan busur Sunda mendorong pada kesimpulan bahwa batas

busur Sunda yang mewakili sistem busur kepulauan dan busur tepi kontinen terletak di selat

Sunda. Penyimpulan tersebut akan menyisakan pertanyaan, karena pola kenampakan anomali

gaya berat (gambar 2.6) menunjukkan bahwa pola struktur Jawa bagian barat yang cenderung

lebih sesuai dengan pola Sumatera dibanding dengan pola struktur Jawa bagian Timur. Secara

Page 11: Lempeng Tektonik Indonesia

vertikal perkembangan struktur masih menyisakan permasalahan namun jika dilakukan

pembangingan dengan struktur cekungan Sumatra Selatan, struktur-struktur di Pulau Sumatra

secara vertikal berkembang sebagai struktur bunga.

Tektonik Indonesia Barat dan Timur

Pembahasan tatanan teknonik Indonesia menggunakan pendekatan tektonik lempeng telah

lama dilakukan. Aplikasi teori ini untuk menerangkan gejala geologi regional di Indonesia

dilakukan oleh Hamilton (1970, 1973, 1978), Dickinson (1971), dan Katili (1975, 1978, 1980).

Secara setempat-setempat Audley-Charles (1974) menerapkan teori ini untuk menjelaskan gejala

geologi kawasan Pulau Timor, Rab Sukamto (1975) dan Simanjuntak (1986) menerapkannya

untuk memahami keruwetan Sulawesi. Sartono (1990) mengemukakan bahwa tatanan tektonik

Indoenesia selama Neogen yang dipengaruhi oleh tatanan geosinklin pasca Larami. Busur-busur

geosiklin ini merupakan zona akibat proses tumbukan kerak benua dan samudra. Kerak benua

yang bekerja pada waktu itu terdiri dari kerak benua Australia, kerak benua Cina bagian selatan,

benua mikro Sunda, kerak samudra Pasifik, dan kerak samudra Sunda. Tumbukan Larami

tersebut membentuk busur-busur geosinklin Sunda, Banda, Kalimantan utara dan Halmahera-

Papua. Peta anomali gaya berat dapat menunjukkan dengan baik pola hasil tektonik ini. Tatanan

tektonik Indonesia bagian barat menunjukkan pola yang relatif lebih sederhana dibanding

Indonesia timur. Kesederhanaan tatanan tektonik tersebut dipengaruhi oleh keberadaan Paparan

Sunda yang relatif stabil. Pergerakan dinamis menyolok hanya terjadi pada perputaran

Kalimantan serta peregangan selat Makassar. Hal ini terlihat pada pola sebaran jalur subduksi

Indonesia Barat (Katili dan Hartono, 1983, dan Katili, 1986; dalam Katili 1989). Sementara

keberadaan benua mikro yang dinamis karena dipisahkan oleh banyak sistem sesar (Katili, 1973

dan Pigram dkk., 1984 dalam Sartono, 1990) sangat mempengaruhi bentuk kerumitan tektonik

Indonesia bagian timur.

Manfaat dari tatanan lempeng tektonik Indonesia

Penyebaran mineral ekonomis di Indonesia ini tidak merata. Seperti halnya penyebaran

batuan, penyebaran mineral ekonomis sangat dipengaruhi oleh tatanan geologi Indonesia yang

rumit. Berkenaan dengan hal tersebut, maka usaha-usaha penelusuran keberadaan mineral

ekonomis telah dilakukan oleh banyak orang. Mineral ekonomis adalah mineral bahan galian dan

energi yang mempunyai nilai ekonomis. Mineral logam yang termasuk golongan ini adalah

tembaga, besi, emas, perak, timah, nikel dan aluminium. Mineral non logam yang termasuk

Page 12: Lempeng Tektonik Indonesia

golongan ini adalah fosfat, mika, belerang, fluorit, mangan. Mineral industri adalah mineral

bahan baku dan bahan penolong dalam industri, misalnya felspar, ziolit, diatomea. Mineral

energi adalah minyak, gas dan batubara atau bituminus lainnya. Belakangan panas bumi dan

uranium juga masuk dalam golongan ini walaupun cara pembentukannya berbeda. (Sudradjat,

1999)

Keberadaan Mineral Logam

Pembentukan mineral logam sangat berhubungan dengan aktivitas magmatisme dan

vulkanisme, pada saat proses magmatisme akhir (late magmatism), pada suhu sekitar 200oC.

Westerveld (1952) menerbitkan peta jalur kegiatan magmatik. Dari peta tersebut dapat

diperkirakan kemungkinan keterdapatan mineral logam dasar yang pembentukannya berkaitan

dengan kegiatan magmatik. Carlile dan Mitchell (1994), berdasarkan data-data mutakhir

Simanjuntak (1986), Sikumbang (1990), Cameron (1980), Adimangga dan Trail (1980),

memaparkan busur-busur magmatik seluruh Indonesia sebagai dasar eksplorasi mineral.

Teridentifikasikan 15 busur magmatik, 7 diantaranya membawa jebakan emas dan tembaga, dan

8 lainnya belum diketahui. Busur yang menghasilkan jebakan mineral logam tersebut adalah

busur magmatik Aceh, Sumatera-Meratus, Sunda-Banda, Kalimantan Tengah, Sulawesi-

Mindanau Timur, Halmahera Tengah, Irian Jaya. Busur yang belum diketahui potensi

sumberdaya mineralnya adalah Paparan Sunda, Borneo Barat-laut, Talaud, Sumba-Timor, Moon-

Utawa dan dataran Utara Irian Jaya. Jebakan tersebut merupakan hasil mineralisasi utama yang

umumnya berupa porphyry copper-gold mineralization, skarn mineralization, high sulphidation

epithermal mineralization, gold-silver-barite-base metal mineralization, low sulphidation

epithermal mineralization dan sediment hosted mineralization.

Jebakan emas dapat terjadi di lingkungan batuan plutonik yang tererosi, ketika kegiatan

fase akhir magmatisme membawa larutan hidrotermal dan air tanah. Proses ini dikenal sebagai

proses epitermal, karena terjadi di daerah dangkal dan suhu rendah. Proses ini juga dapat terjadi

di lingkungan batuan vulkanik (volcanic hosted rock) maupun di batuan sedimen (sedimen

hosted rock), yang lebih dikenal dengan skarn. Contoh cukup baik atas skarn terdapat di Erstberg

(Sudradjat, 1999). Skarn Erstberg berupa roofpendant batugamping yang diintrusi oleh

granodiorit. Sebaran skarn dikontrol oleh oleh struktur geologi setempat. Sebagai sebuah

roofpendant, zona skarn bergradasi dari metasomatik contact sampai metamorphic zone

(Juharlan, 1993).

Page 13: Lempeng Tektonik Indonesia

Konsep cebakan emas epitermal merupakan hal baru yang memberikan perubahan

signifikan pada potensi emas Indonesia. Cebakan yang terbentuk secara epitermal ini terdapat

pada kedalaman kurang dari 200 m, dan berasosiasi dengan batuan gunungapi muda berumur

kurang dari 70 juta tahun. Sebagian besar host rock merupakan batuan vulkanik, dan hanya

beberapa yang merupakan sediment hosted rock. Cebakan emas epitermal umumnya terbentuk

pada bekas-bekas kaldera dan daerah retakan akibat sistem patahan.

Proses mineralisasi dalam di lingkungan batuan vulkanik ini dikenal sebagai sistem porfiri

(porphyry). Contoh baik atas porfiri terdapat di kompleks Grasberg di Papua, dengan

mineralisasi utama bersifat disseminated sulfide dengan mineral bijih utama kalkopirit yang

banyak pada veinlet (MacDonald, 1994). Contoh lain terdapat di Pongkor dan Cikotok di Jawa

Barat, Batu Hijau di Sumbawa, dan Ratotok di Minahasa. Lingkungan lain adalah kondisi

gunungapi di daerah laut dangkal. Air laut yang masuk ke dalam tubuh bumi berperan membawa

larutan mineral ke permukaan dan mengendapkannya. Contoh terbaik atas proses ini terjadi di

Pulau Wetar, yang menghasilkan mineral barit. Proses pengkayaan batuan karena pelapukan

dikenal dengan nama pengkayaan supergen. Batuan granitik yang lapuk akan menghasilkan

mineral pembawa aluminium, antara lain bauxit. Proses ini sangat berhubungan dengan

keberadaan jalur magmatik, berupa subduksi pada lempeng benua bersifat asam, sehingga

menghasilkan baruan bersifat asam. Contoh pelapukan granit ini antara lain terjadi di Kalimantan

Barat, Bangka, Belitung dan Bintan. Peridotit terbentuk di lingkungan lempeng samudera yang

akan kaya mineral berat besi, nikel, kromit, magnesium dan mangan. Keberadaannya di

permukaan disebabkan oleh lempeng benua Pasifik yang terangkat ke daratan oleh proses

obduksi dengan lempeng benua Eurasia, yang kemudian “disebarkan” oleh sesar Sorong (Katili,

1980) sebagai pulau-pulau kecil di berada di kepulauan Maluku. Pelapukan akan menguraikan

batuan ultrabasa tersebut menjadi mineral terlarut dan tak terlarut. Air tanah melarutkan

karbonat, kobalt dan magnesium, serta membawa mineral besi, nikel, kobalt, silikat dan

magnesium silikat dalam bentuk koloid yang mengendap. Endapan kaya nikel dan magnesium

oksida disebut krisopas, dan cebakan nikel ini disebut saprolit. Proses pelapukan peridotit akan

menghasilkan saprolit, batuan yang kaya nikel. Pelapukan ini terjadi di sebagian kepulauan

Maluku, antara lain di pulau Gag, Buton dan Gebe (Sudrajat, 1999).

Keberadaan Minyak dan Gas Bumi

Page 14: Lempeng Tektonik Indonesia

Energi minyak dan gas bumi mempunyai peran yang sangat strategis dalam berbagai

kegiatan ekonomi dan kehidupan masyarakat. Pada umumnya minyak bumi dewasa ini memiliki

peran sekitar 80% dari total pasokan energi untuk konsumsi kebutuhan energi di Indonesia.

Dengan demikian peran minyak dan gas bumi dalam peningkatan perolehan devisa negara masih

sangat diperlukan. Nayoan dkk. (1974) dalam Barber (1985) menjelaskan bahwa terdapat

hubungan yang erat antara cekungan minyak bumi yang berkembang di berbagai tempat dengan

elemen-elemen tektonik yang ada. Cekungan-cekungan besar di wilayah Asia Tenggara

merepresentasikan kondisi setiap elemen tektonik yang ada, yaitu cekungan busur muka (forearc

basin), cekungan busur belakang (back-arc basin), cekungan intra kraton (intracratonic basin),

dan tepi kontinen (continent margin basin), dan zona tumbukan (collision zone basin).

Berdasarkan data terakhir yang dikumpulkan dari berbagai sumber, telah diketahui ada sekitar 60

basin yang diprediksi mengandung cebakan migas yang cukup potensial. Diantaranya basin

Sumatera Utara, Sibolga, Sumatera Tengah, Bengkulu, Jawa Barat Utara, Natuna Barat, Natuna

Timur, Tarakan, Sawu, Asem-Asem, Banda, dll.

Cekungan busur belakang di timur Sumatera dan utara Jawa merupakan lapangan-lapangan

minyak paling poduktif. Pematangan minyak sangat didukung oleh adanya heat flow dari proses

penurunan cekungan dan pembebanan. Proses itu diperkuat oleh gaya-gaya kompresi telah

menjadikan berbagai batuan sedimen berumur Paleogen menjadi perangkap struktur sebagai

tempat akumulasi hidrokarbon (Barber, 1985). Secara lebih rinci, perkembangan sistem

cekungan dan perangkap minyak bumi yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh tatanan struktur

geologi lokal. Sebagai contoh, struktur pull apart basin menentukan perkembangan sistem

cekungan Sumatera Utara (Davies, 1984). Perulangan gaya kompresif dan ekstensional dari

proses peregangan berarah utara-selatan mempengaruhi pola pembentukan antiklinorium dan

cekungan Palembang yang berarah N300oE (Pulunggono, 1986). Demikian pula pola sebaran

cekungan Laut Jawa sebelah selatan sangat dipengaruhi oleh pola struktur berarah timur-barat

(Brandsen & Mattew, 1992), sedang pola cekungan di Laut Jawa bagian barat-laut berarah

berarah timur-laut – baratdaya, sedang pola cekungan di timur-laut berarah barat-laut – tenggara.

Cekungan Kutai dan Tarakan merupakan cekungan intra kraton (intracratonic basin) di

Indonesia. Pembentukan cekungan terjadi selama Neogen ketika terjadi proses penurunan

cekungan dan sedimentasi yang bersifat transgresif, dan dilanjutkan bersifat regresif di Miosen

Page 15: Lempeng Tektonik Indonesia

Tengah (Barber, 1985). Pola-pola ini menjadiken pembentukan delta berjalan efektif sebagai

pembentuk perangkap minyak bumi maupun batubara.

Zona tumbukan (collision zone), tempat endapan-endapan kontinen bertumbukan dengan

kompleks subduksi, merupakan tempat prospektif minyak bumi. Cekungan Bula, Seram, Bituni

dan Salawati di sekitar Kepala burung Papua, cekungan lengan timur Sulawesi, serta Buton,

merupakan cekungan yang masuk dalam kategori ini. (Barber, 1985). Keberadaan endapan aspal

di Buton berasosiasi dengan zona tumbukan antara mikro kontinen Tukang Besi dengan lengan

timur-laut Sulawesi, dengan Banggai Sula sebagai kompleks ofiolit (Barber, 1985; Sartono,

1999). Kehadiran minyak di Papua berasosiasi dengan lipatan dan patahan Lenguru, yang

merupakan tumbukan mikro kontinen Papua Barat dengan tepi benua Australia (Barber, 1985).

Sumber dan reservoar hidrokarbon terperangkap struktur di bagian bawah foot-wall sesar normal

serta di bagian bawah hanging-wall sesar sungkup (Simanjuntak dkk, 1994.

Keberadaan Batubara dan Bituminus

Parameter yang mengendalikan bembentukan batubara adalah (1) sumber vegetasi, (2)

posisi muka air tanah (3) penurunan yang terjadi bersamaan dengan pengendapan, (4) penurunan

yang terjadi setelah pengendapan, (5) kendali lingkungan geotektonik endapan batubara dan (6)

lingkungan pengendapan terbentuknya batubara. Batubara lazim terbentuk di lingkungan (1)

dataran sungai teranyam, (2) lembah aluvial, (3) dataran delta, (4) pantai berpenghalang dan (5)

estuaria (Diessel, 1992). Batubara di Indonesia umumnya menyebar tidak merata, 60% terletak

di Sumatera Selatan dan 30% di Kalimantan Timur dan Selatan. Sebagian besar batubara

terbentuk di lingkungan litoral, paralik dan delta, sedang beberapa terbentuk di lingkungan

cekungan antar pegunungan. Kualitas batubara umumnya berupa bituminous, termasuk dalam

steaming coal. Antrasit berkualitas rendah karena pemanasan oleh intrusi ditemukan di Bukit

Asam, Sumatera dan Kalimantan Timur sedang pematangan karena tekanan tektonik terbentuk di

Ombilin, Sumatera Barat (Sudradjat, 1999).

Urutan kualitas batubara cenderung menggambarkan umurnya. Selama ini batubara di Indonesia

dihasilkan oleh cekungan berumur Tersier. Gambut berumur Resen sampai Paleosen, batubara

sub bituminus berumur Miosen dan batubara bituminus berumur Eosen.

Keberadaan Panasbumi

Page 16: Lempeng Tektonik Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki panas bumi terbesar di dunia.

Panasbumi sebaai energi alternatif tidak mempunyai potensi bahaya seperti energi nuklir, serta

dari sisi pencemaran jauh lebih rendah dari batubara. Keberadaan lapangan panas bumi tersebut

secara umum dikontrol oleh keberadaan sistem gunungapi. Di Indonesia lapangan panasbumi

tersebar di sepanjang jalur gunungapi yang memperlihatkan kegiatan sejak Kwarter hingga saat

ini. Jalur ini merentang dari ujung barat-laut Sumatera sampai kepulau Nusatenggara, kemudian

melengkung ke Maluku dan Sulawesi Utara. Pada jalur memanjang sekitar 7.000 km, dengan

lebar 50-200 km tersebut, terdapat 217 lokasi prospek, terdiri dari 70 lokasi prospek entalpi

tinggi (t > 200oC) dan selebihnya entalpi menengah dan rendah. Lapangan prospek tersebut

tersebar di Sumatera (31), Jawa-Bali (22), Sulawesi (6), Nusatenggara (8) dan Maluku (3),

dengan seluruh potensi mencapai 20.000 MWe, dengan total cadangan sekitar 9.100 Mwe.

Pengembangan geotermal di Indonesia saat ini dikonsentrasikan di Sumatera, Jawa-Bali dan

Sulawesi Utara. Hal ini dikarenakan kawasan tersebut telah memiliki infrastruktur yang memadai

serta memiliki pertumbuhan kebutuhan listrik yang tinggi. (Sudrajat, 1982: Sudarman dkk.,

1998)

Mineralisasi Busur Vulkanik Jawa:

Sebuah Contoh Busur vulkanik Jawa merupakan bagian dari busur vulkanik Sunda-Banda

yang membentang dari Sumatera hingga Banda, sepanjang 3.700 km yang dikenal banyak

mengandung endapan bijih logam (Carlile & Mitchell, 1994). Batuan vulkanik hasil kegiatan

gunungapi yang berumur Eosen hingga sekarang merupakan penyusun utama pulau Jawa.

Terbentuknya jalur gunungapi ini merupakan hasil dinamika subduksi ke arah utara lempeng

Samudera Hindia ke Lempeng Benua Eurasia (Katili, 1989) yang berlangsung sejak jaman Eosen

(Hall, 1999). Kerak kontinen yang membentuk tepi benua aktif (active continent margin)

mempengaruhi kegiatan vulkanisme Tersier Jawa bagian barat, sedang kerak samudera yang

membentuk busur kepulauan (island arc) mempengarui kegiatan vulkanisme Tersier Jawa bagian

timur (Carlile & Mitchell, 1994).

Jalur penyebaran gunungapi di Indonesia terdiri dari jalur gunungapi tua (Tersier) dan

muda (Kwarter), yang sejajar dengan jalur penunjaman. Kegiatan vulkanisma Tersier terjadi

dalam dua perioda, yaitu perioda Eosen Akhir – Miosen Awal yang sebagian besar berafinitas

toleitik dan perioda Miosen Akhir – Pliosen yang sebagian besar berafinitas alkali kapur K tinggi

Page 17: Lempeng Tektonik Indonesia

(Soeria-Atmadja dkk, 1991) beberapa batuan berafinitas shosonitik terdapat di Pacitan dan

Jatiluhur (Sutanto, 1993). Berdasarkan pentarikhan umur dengan menggunakan metoda K/Ar,

batuan volkanik Tersier tertua terdapat di Pacitan dengan umur 42,7, juta tahun, sedang termuda

terdapat di Bayah dengan umur 2,65 juta tahun (Soeria-Atmadja, 1991). Kegiatan vulkanisma

umumnya menghasilkan komposisi batuan bersifat andesitik. Beberapa singkapan batuan beku

bersifat dasitik terdapat di beberapa tempat, misalnya intrusi dasit Ciemas Jawa Barat dan

granodiorit Meruberi Jawa Timur serta retas-retas basalt yang banyak terdapat di Kulonprogo

Yogyakarta dan Pacitan Jawa Timur (Soeria-Atmadja, 1991; Sutanto, 1993; Paripurno dan

Sutarto, 1996). Pola ritmik initerjadi karena adanya perubahan sudut penunjaman.

Sutanto (1993) mengelompokkan batuan vulkanik Jawa berdasarkan waktu terbentuknya,

yaitu batuan-batuan vulkanik yang terbentuk oleh (1) Eosen-Oligosen awal, (2) vulkanisme

Eosen-Miosen Akhir, (3) vulkanisme Eosen Akhir – Miosen Awal, (4) vulkanisme Miosen

Tengah – Pliosen, serta (5) vulkanisme Kwarter. Batuan-batuan volkanik Tersier di atas dikenal

sebagai batuan vulkanik kelompok Andesit Tua (van Bemmerlen, 1933), yang saat ini lebih

dikenal dengan nama Formasi Jampang, Formasi Cikotok dan Formasi Cimapag untuk wilayah

Jawa Barat; Formasi Gabo, Formasi Totogan, untuk wilayah Kebumen dan sekitarnya; Formasi

Kebo, Formasi Butak, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran, Formasi Semilir, untuk kawasan

Gunungsewu dan sekitarnya; serta Formasi Kaligesing, Formasi Dukuh, Formasi Giripurwo

untuk wilayah Kulonprogo dan sekitarnya; serta di Jawa Timur dikenal dengan nama Formasi

Besole, Formasi Mandalika dan Fomasi Arjosari.

Proses hidrotermal di Jawa yang terdapat mulai dari Pongkor Jawa Barat sampai Sukamade

Jawa Timur. Sebagian besar cebakan merupakan tipe low sulphidation epithermal mineralization.

Tipe lain berupa volcanogenic massive sulphide mineralization, misalnya terdapat di Cibuniasih;

sedang tipe veins assosiated with porphyry system misalnya terdapat di Ciomas, dan sediment

hosted mineralization hanya terdapat di beberapa tempat, misalnya di Cikotok.

Secara umum cadangan yang terdapat di Jawa bagian barat lebih besar dibanding yang

terdapat di Jawa bagian timur. Cadangan terbesar di Jawa bagian barat terdapat di Pongkor

dengan kadar rata-rata 17,4 (Sumanagara dan Sinambela, 1991) dan jumlah cadangan lebih dari

98 ton Au dan 1.026 Ag (Milesi dkk, 1999). Vulkanisme yang terkait dengan mineralisasi

umumnya menunjukkan umur yang relatif muda, Miosen Tengah – Pliosen. Pentarikhan pada

beberapa urat di Pongkor menunjukkan umur 2,7 juta tahun, di Cirotan menujukkan umur 1,7

Page 18: Lempeng Tektonik Indonesia

juta tahun, serta di Ciawitali menujukkan umur 1,5 juta tahun. Di Cirotan urat-urat tersebut

memotong ignimbrit riodasit berumur 9,5 juta tahun yang diintrusi oleh mikrodiorit berumur 4,5

juta tahun (Milesi dkk., 1994). Di Pongkor urat-urat tersebut berada pada lingkungan vulkanik

kaldera purba yang terdiri dari batuan tufa breksi, piroklastika dan lava bersusunan andesit-basalt

yang diintrusi oleh andesit, dasit dan basalt (Sumanagara dan Sinambela, 1991).

Gempa dan bencana lain suatu saat dan kapan saja akan terjadi pada kita. Namun daibalik

dari semua itu ada sisi baik dari sebuah bencana yang terjadi selama ini dengan kelimpahan

selain sumber daya alam adalah berupa bahan tambang yang telah dapat kita nimati. Rasa syukur

kita senantiasa menjauhkan kita dari bencana dan marabahaya yang sewaktu – waktu datang

pada kita.

SulawesiMEMAHAMI KONDISI KEGEMPAAN P. SULAWESIBagi beberapa ilmuan, khususnya ahli geologi dan ahli kebumian, Pulau Sulawesi tidak hanya menarik sebagai objek penelitian karena mempunyai himpunan bebatuan dari segala jenis dan tingkatan umur yang kompleks, mempunyai beberapa sumberdaya alam yang melimpah, tetapi Sulawesi juga mempunyai kondisi kegempaan yang sangat fenomenal.Gempa tektonik yang terjadi di Selat Makassar pada tanggal 26 November 2006 lalu sedikit banyak membuat masyarakat dibeberapa lokasi yang merasakan getaran gempa tersebut panik. Setidaknya ada ada beberapa daerah yang terletak di pesisir barat Pantai Sulawesi Selatan merasakan getaran gempa yang berhiposentrum di Selat Makassar ini, antara lain Pare-pare, Pinrang, Barru dan  Makassar. Dengan magnitude sebesar 5.2, gempa yang ditakibatkan pergerakan lateral dari patahan Saddang ini secara teoritis tidak menimbulkan Tsunami, namun mempunyai kemampuan untuk menggetarkan dan bahkan merusak bangunan – bangunan, seperti rumah dan bangunan yang tidak mempunyai struktur yang kuat.Kejadian gempa tersebut sebenarnya bukan merupakan hal yang aneh, namun kejadian yang biasa terjadi di lapisan kerak bumi atau yang disebut dengan litosfer, apalagi jika kita mengetahui bagaimana kondisi tatanan tektonik P. Sulawesi.Pulau Sulawesi merupakan salah satu pulau yang telah mengalami suatu proses tektonik yang sangat kompleks dalam waktu geologi. Bentuk pulau ini yang menyerupai huruf K setidaknya memberikan gambaran bahwa pulau ini mempunyai karakteristik berbeda khususnya kondisi geologi.Kondisi kegempaan suatu daerah sangat berhubungan dengan kondisi tektonik daerah tersebut, dengan kata lain semakin rumit dan kompleks proses tektonik yang terjadi pada suatu daerah, maka semakin tinggi kondisi kegempaannya/seismisitasnya. Hal tersebut secara empirik telah banyak dibuktikan oleh banyak ahli didunia yang menggunakan pendekatan teori tektonik lempeng.  Dengan teori ini dijelaskan bahwa arus konveksi yang berada di astenosfer (lapisan bagian bawah bumi) bergerak dan ikut menggerakkan lapisan litosfer (lapisan bumi yang berbentuk lempeng) yang menyusun permukaan bumi. Pergerakan tersebut ada yang bersifat saling menjauh (divergen), saling mendekat (konvergen) dan saling bersinggungan satu sama lain (transform). Masing-masing tipe pergerakan kemudian membentuk suatu morfologi yang berbeda. Semua jenis pergerakan diatas mempunyai kemungkinan untuk menghasilkan getaran

Page 19: Lempeng Tektonik Indonesia

yang apabila sampai dipermukaan bumi dan dirasakan manusia disebut dengan gempa. Gempa yang terjadi akibat proses ini disebut dengan gempa tektonik.Kondisi pulau Sulawesi yang dibentuk oleh interaksi setidaknya tiga lempeng bumi ; yaitu lempeng Pasifik dengan pergerakan relatif ke barat, lempeng Indo- Australia yang bergerak  relatif ke utara dan lempeng Eurasia yang relatif stabil, tentu sangat potensial untuk terjadi gempa akibat interaksi ketiga lempeng diatas tadi. Sehingga gempa yang terjadi dibeberapa tempat yang ada di Sulawesi Selatan bukan merupakan hal yang luar biasa, tetapi merupakan sebuah keniscayaan.

Tectonic Setting and Geological Map of Sulawesi Island TEKTONIK PULAU SULAWESI

Tektonik pulau sulawesi terbentuk akibat dari peristiwa konvergen dan transform. Untuk kawasan konvergen di sulawesi ini, lempeng Eurasia, lempeng Pasific dan lempeng Indo-Australia saling bergerak dan mendekati. Pergerakan ketiga lempeng ini bersifat tumbukan. Tumbukan antar lempeng Eurasia, lempeng Pasific dan lempeng Indo-Australia ini tertekuk dan menyusup kebawah lempeng benua hingga masuk ke Astenosfer merupakan (zona melange), dimana di tempat ini merupakan kedudukan titik-titik focus Gempa tektonik. Pada saat terjadi zona mélange di pulau sulawesi, palung lantai samudra dan sedimen terakumulasi di dalamnya. Akibatnya sedimen tersebut terperangkap diantara lempeng, menjadi hancur, mengalami pergeseran dan teranjakan. Setelah mengalami pergeseran dan teranjakan, maka terbentuklah cekungan sedimen di pulau jawaSetelah mengalami pergeseran dan teranjakan, akibat dari tumbukan antar ketiga lempeng ini, Pulau Sulawesi mengalami morfologi yaitu terjadinya Pre-Cretaceous accretionary Complex berupa busur vulkanik Neogene yang terjadi di daerah barat Sulawesi. Kemudian juga terbentuk Ophiolite complex pada bagian timur dan sisa lengan timur selatan sulawesi. Setelah itu, terbentuk batuan metamorf yang mana batuan metamorf ini terkandung pada material-material yang terdapat pada kedua benua dan lautan, yang kemudian mengalami pendorongan dari barat menuju bagian atas barat Sulawesi, kemudian terangkat keatas sehingga terbentuklah rangkaian pegunungan.

Page 20: Lempeng Tektonik Indonesia

Di bagian pegunungan di pulau Sulawesi, aktivitas magmatik tersier khususnya di bagian barat sulawesi ini terjadi pada waktu geologi Cretecouis sampai zaman Kristalisasi Eosen dan juga terjadi pada masa waktu Oligocene hingga Obduksi Miocene. Khus pada zaman Miocene dijelaskan dimana Pada zaman Miocene akhir hingga pliocene terjadi prores ekstruksi dan intruksi magma batuan yang terjadi dalam selang waktu yang pendek dari Miocene tengah hingga Pliocene yang menyebabkan terjadinya peleburan lapisan Lithosphere (3-18 Ma) sedangkan Miocene akhir, busur Magmatik Sulawesi barat pada umumnya terasosian dengan tubrukan antar benua-benua, pada benua kecil terbagi dari lempeng Australian-New Guinea yang disubduksikan bagian bawah barat-Sundaland utama. Untuk pegunungan Neogene dibentuk oleh tubrukan antara dua benua (Buton-Tukang besi dan Baggai-Sula). Selain terdapat pegunungan di pulau Sulawesi ini juga terdapat benua kecil (microcontinent) yang terpisah dari New Guinea pusat, terbawah kearah barat sepanjang pergerakan sistem patahan Sorong-Yapen pada lempeng laut Philipine, yang kemudian berlanjut mengalami tubrukan pada margin timur dari ophiolite Complex.Sedangkan untuk kawasan Transform di pulau sulawesi ini, ketiga lempeng bergerak lateral berlawanan arah, yang mana tepi lempeng bergesekan sehingga mengakibatkan adanya patahan yang terjadi akibat tubrukan antara SSE-NNW bagian palu koro yang mengalami sesar Horizontal/ mendatar yang bergerak kearah kiri menuju bagian utara dari Sulawesi timur. Patahan ini merupakan pergerakan patahan yang terjadi akibat terasosiasi dengan rezim transtensional. Pergerakan transtensional ini juga mengalami cekungan-cekungan sehingga terbentuklah danau-danau kecil di Propinsi Sulawesi.

Pemekaran lantai samudraipotesa pemekaran lantai samudera (Sea Floor Spreading) dikemukakan pertama kalinya oleh Harry Hess (1960) dalam tulisannya yang berjudul “Essay in geopoetry describing evidence for sea-floor spreading”. Dalam tulisannya diuraikan mengenai bukti-bukti adanya pemekaran lantai samudera yang terjadi di pematang tengah samudera (mid oceanic ridges), Guyots, serta umur kerak samudera yang lebih muda dari 180 juta tahun.

Hipotesa pemekaran lantai samudera pada dasarnya adalah suatu hipotesa yang menganggap bahwa bagian kulit bumi yang ada di dasar samudwra Atlantik tepatnya di Pematang Tengah Samudera mengalami pemekaran yang diakibatkan oleh gaya tarikan (tensional force) yang digerakkan oleh arus konveksi yang berada di bagian mantel bumi (astenosfir). Karena terjadinya rifting (pemekaran) di sepanjang sumbu Pematang Tengah Samudrra, maka magma yang berasal dari astenosfir kemudian naik dan membeku. Pergerakan lantai samudera (litosfir) ke arah kiri dan kanan di sepanjang sumbu pemekaran dari Pematang Tengah Samudera lebih disebabkan oleh arus konveksi yang berasal dari lapisan mantel bumi (astenosfir). Arus konveksi ini berfungsi sebagai penggerak dan litosfir sebagai ban berjalan (conveyor belt).

Page 21: Lempeng Tektonik Indonesia

Gambar arus konveksi yang menggerakkan lantai samudera (litosfir), pembentukan material baru di Pematang Tengah Samudera (Midoceanic ridge) dan penyusupan lantai samudera kedalam interior bumi (astenosfir) pada zona subduksi.

Hipotesa pemekaran lantai samudera didukung juga oleh bukti-bukti dari data-data hasil pengukuran kemagnetan purba (paleomagnetism) dan penentuan umur batuan (rock-dating). Kemagnetan purba adalah studi tentang polaritas arah magnet bumi yang terekam oleh mineral yang ada dalam batuan saat batuan tersebut membeku. Sebagaimana diketahui bahwa mineral-mineral yang menyusun batuan, seperti mineral magnetit akan merekam arah magnet-bumi saat mineral tersebut terbentuk, yaitu pada temperatur lebih kurang 580 derajat Celcius (temperatur Currie).

Hasil studi kemagnetan purba yang dilakukan terhadap sampel batuan yang diambil di bagian Pematang Tengah Samudera hingga ke bagian tepi benua menunjukkan terjadinya polaritas arah magnet bumi yang berubah rubah (normal dan reverse) dalam selang waktu setiap 400.000 tahun sekali. Polaritas arah magnet bumi yang terekam pada batuan punggung tengah samudera dapat dipakai untuk merekontruksi posisi dan proses pemisahan antara benua Amerika dan Afrika yang semula berhimpit dan data ini didukung oleh hasil penentuan umur batuan yang menunjukkan umur yang semakin muda ke arah pematang tengah samudera. Hal lain yang perlu diketahui dari hipotesa pemekaran lantai samudera adalah bahwa ternyata volume bumi tetap dan tidak semakin besar dengan bertambah luasnya lantai samudera dan hal ini berarti bahwa harus ada di bagian lain dari kulit bumi di mana kerak samudra mengalami penyusupan kembali ke dalam perut bumi.

Page 22: Lempeng Tektonik Indonesia

 Gambar rekaman arah magnet purba pada batuan lava, terlihat adanya pembalikan arah polaritas arah magnet bumi yang berubah setiap 400.000 tahun sekali.