LEMPENG TEKTONIK INDONESIA Bumi merupakan salah satu planet dari galaksi bimasakti. Manusia dan ciptaan Tuhan melangsungkan kehidupan di bumi. Kita hidup di bumi berada di bagian kerak bumi (lithospher) atau di permukaan bumi. Permukaan bumi terbentuk dari berbagai macam batuan yang kurang lebih 80% adalah diselimuti oleh batuan sedimen dengan volume kurang lebih 0,32% dari volume bumi. Setiap daratan di bumi ini di bentuk oleh batuan – batuan ang bermacam – macam. Dari sejumlah batuan yang memiliki ciri khas yang berbeda – beda terangkum dalam sebuah lempeng – lempeng yang tersebar di seluruh dunia. Lempeng – lempeng di permukaan bumi bersifat dinamis, karena adanya perbedaan perlapisan dan tenaga endogen yang mengakibatkan pergerakan lempeng. Dari pergerakan lempeng dapat menimbulkan sebuah siklus batuan yang tak dapat dipungkri adanya. Lempeng tektonik adalah bagian dari kerak bumi dan lapisan paling atas, yang disebut juga lithosphere. Atau menjelaskan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LEMPENG TEKTONIK INDONESIA
Bumi merupakan salah satu planet dari galaksi bimasakti. Manusia dan ciptaan Tuhan
melangsungkan kehidupan di bumi. Kita hidup di bumi berada di bagian kerak bumi (lithospher)
atau di permukaan bumi. Permukaan bumi terbentuk dari berbagai macam batuan yang kurang
lebih 80% adalah diselimuti oleh batuan sedimen dengan volume kurang lebih 0,32% dari
volume bumi. Setiap daratan di bumi ini di bentuk oleh batuan – batuan ang bermacam – macam.
Dari sejumlah batuan yang memiliki ciri khas yang berbeda – beda terangkum dalam sebuah
lempeng – lempeng yang tersebar di seluruh dunia. Lempeng – lempeng di permukaan bumi
bersifat dinamis, karena adanya perbedaan perlapisan dan tenaga endogen yang mengakibatkan
pergerakan lempeng. Dari pergerakan lempeng dapat menimbulkan sebuah siklus batuan yang
tak dapat dipungkri adanya.
Lempeng tektonik adalah bagian dari kerak bumi dan lapisan paling atas, yang disebut juga
lithosphere. Atau menjelaskan tentang gerakan bumi dengan skala besar dari lithoepher bumi.
Teori yang meliputi konsep-konsep lama (kontinental drift) dikembangkan selama satu setengah
abad sejak abad ke-20 oleh Alfred Wegner tentang lantai samudra (seafloor) pada tahun 1960-an.
Lempeng tektonik memiliki tebal sekitar 100 km (60 mill) yang terdiri dari dua jenis bahan
pokok yaitu kerak samudra (disebut juga sima yang terdiri dari silikon dan magnesium) dan
kerak benua (disebut juga sial yang terdiri dari silicon dan megnesium). Komposisi dari dua jenis
lapisan terluar atau kulit dari kerak samudra adalah batuan basalt (mafic) dan kerak benua terdiri
dari batuan granitic yang prinsip kepadatannya rendah. Permukaan bumi terdiri dari 15 lempeng
besar (mayor) dan 41 lempeng kecil (minor), 11 lempeng kuno dan 3 dalam orogens, dengan
Tengah – Pliosen, serta (5) vulkanisme Kwarter. Batuan-batuan volkanik Tersier di atas dikenal
sebagai batuan vulkanik kelompok Andesit Tua (van Bemmerlen, 1933), yang saat ini lebih
dikenal dengan nama Formasi Jampang, Formasi Cikotok dan Formasi Cimapag untuk wilayah
Jawa Barat; Formasi Gabo, Formasi Totogan, untuk wilayah Kebumen dan sekitarnya; Formasi
Kebo, Formasi Butak, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran, Formasi Semilir, untuk kawasan
Gunungsewu dan sekitarnya; serta Formasi Kaligesing, Formasi Dukuh, Formasi Giripurwo
untuk wilayah Kulonprogo dan sekitarnya; serta di Jawa Timur dikenal dengan nama Formasi
Besole, Formasi Mandalika dan Fomasi Arjosari.
Proses hidrotermal di Jawa yang terdapat mulai dari Pongkor Jawa Barat sampai Sukamade
Jawa Timur. Sebagian besar cebakan merupakan tipe low sulphidation epithermal mineralization.
Tipe lain berupa volcanogenic massive sulphide mineralization, misalnya terdapat di Cibuniasih;
sedang tipe veins assosiated with porphyry system misalnya terdapat di Ciomas, dan sediment
hosted mineralization hanya terdapat di beberapa tempat, misalnya di Cikotok.
Secara umum cadangan yang terdapat di Jawa bagian barat lebih besar dibanding yang
terdapat di Jawa bagian timur. Cadangan terbesar di Jawa bagian barat terdapat di Pongkor
dengan kadar rata-rata 17,4 (Sumanagara dan Sinambela, 1991) dan jumlah cadangan lebih dari
98 ton Au dan 1.026 Ag (Milesi dkk, 1999). Vulkanisme yang terkait dengan mineralisasi
umumnya menunjukkan umur yang relatif muda, Miosen Tengah – Pliosen. Pentarikhan pada
beberapa urat di Pongkor menunjukkan umur 2,7 juta tahun, di Cirotan menujukkan umur 1,7
juta tahun, serta di Ciawitali menujukkan umur 1,5 juta tahun. Di Cirotan urat-urat tersebut
memotong ignimbrit riodasit berumur 9,5 juta tahun yang diintrusi oleh mikrodiorit berumur 4,5
juta tahun (Milesi dkk., 1994). Di Pongkor urat-urat tersebut berada pada lingkungan vulkanik
kaldera purba yang terdiri dari batuan tufa breksi, piroklastika dan lava bersusunan andesit-basalt
yang diintrusi oleh andesit, dasit dan basalt (Sumanagara dan Sinambela, 1991).
Gempa dan bencana lain suatu saat dan kapan saja akan terjadi pada kita. Namun daibalik
dari semua itu ada sisi baik dari sebuah bencana yang terjadi selama ini dengan kelimpahan
selain sumber daya alam adalah berupa bahan tambang yang telah dapat kita nimati. Rasa syukur
kita senantiasa menjauhkan kita dari bencana dan marabahaya yang sewaktu – waktu datang
pada kita.
SulawesiMEMAHAMI KONDISI KEGEMPAAN P. SULAWESIBagi beberapa ilmuan, khususnya ahli geologi dan ahli kebumian, Pulau Sulawesi tidak hanya menarik sebagai objek penelitian karena mempunyai himpunan bebatuan dari segala jenis dan tingkatan umur yang kompleks, mempunyai beberapa sumberdaya alam yang melimpah, tetapi Sulawesi juga mempunyai kondisi kegempaan yang sangat fenomenal.Gempa tektonik yang terjadi di Selat Makassar pada tanggal 26 November 2006 lalu sedikit banyak membuat masyarakat dibeberapa lokasi yang merasakan getaran gempa tersebut panik. Setidaknya ada ada beberapa daerah yang terletak di pesisir barat Pantai Sulawesi Selatan merasakan getaran gempa yang berhiposentrum di Selat Makassar ini, antara lain Pare-pare, Pinrang, Barru dan Makassar. Dengan magnitude sebesar 5.2, gempa yang ditakibatkan pergerakan lateral dari patahan Saddang ini secara teoritis tidak menimbulkan Tsunami, namun mempunyai kemampuan untuk menggetarkan dan bahkan merusak bangunan – bangunan, seperti rumah dan bangunan yang tidak mempunyai struktur yang kuat.Kejadian gempa tersebut sebenarnya bukan merupakan hal yang aneh, namun kejadian yang biasa terjadi di lapisan kerak bumi atau yang disebut dengan litosfer, apalagi jika kita mengetahui bagaimana kondisi tatanan tektonik P. Sulawesi.Pulau Sulawesi merupakan salah satu pulau yang telah mengalami suatu proses tektonik yang sangat kompleks dalam waktu geologi. Bentuk pulau ini yang menyerupai huruf K setidaknya memberikan gambaran bahwa pulau ini mempunyai karakteristik berbeda khususnya kondisi geologi.Kondisi kegempaan suatu daerah sangat berhubungan dengan kondisi tektonik daerah tersebut, dengan kata lain semakin rumit dan kompleks proses tektonik yang terjadi pada suatu daerah, maka semakin tinggi kondisi kegempaannya/seismisitasnya. Hal tersebut secara empirik telah banyak dibuktikan oleh banyak ahli didunia yang menggunakan pendekatan teori tektonik lempeng. Dengan teori ini dijelaskan bahwa arus konveksi yang berada di astenosfer (lapisan bagian bawah bumi) bergerak dan ikut menggerakkan lapisan litosfer (lapisan bumi yang berbentuk lempeng) yang menyusun permukaan bumi. Pergerakan tersebut ada yang bersifat saling menjauh (divergen), saling mendekat (konvergen) dan saling bersinggungan satu sama lain (transform). Masing-masing tipe pergerakan kemudian membentuk suatu morfologi yang berbeda. Semua jenis pergerakan diatas mempunyai kemungkinan untuk menghasilkan getaran
yang apabila sampai dipermukaan bumi dan dirasakan manusia disebut dengan gempa. Gempa yang terjadi akibat proses ini disebut dengan gempa tektonik.Kondisi pulau Sulawesi yang dibentuk oleh interaksi setidaknya tiga lempeng bumi ; yaitu lempeng Pasifik dengan pergerakan relatif ke barat, lempeng Indo- Australia yang bergerak relatif ke utara dan lempeng Eurasia yang relatif stabil, tentu sangat potensial untuk terjadi gempa akibat interaksi ketiga lempeng diatas tadi. Sehingga gempa yang terjadi dibeberapa tempat yang ada di Sulawesi Selatan bukan merupakan hal yang luar biasa, tetapi merupakan sebuah keniscayaan.
Tectonic Setting and Geological Map of Sulawesi Island TEKTONIK PULAU SULAWESI
Tektonik pulau sulawesi terbentuk akibat dari peristiwa konvergen dan transform. Untuk kawasan konvergen di sulawesi ini, lempeng Eurasia, lempeng Pasific dan lempeng Indo-Australia saling bergerak dan mendekati. Pergerakan ketiga lempeng ini bersifat tumbukan. Tumbukan antar lempeng Eurasia, lempeng Pasific dan lempeng Indo-Australia ini tertekuk dan menyusup kebawah lempeng benua hingga masuk ke Astenosfer merupakan (zona melange), dimana di tempat ini merupakan kedudukan titik-titik focus Gempa tektonik. Pada saat terjadi zona mélange di pulau sulawesi, palung lantai samudra dan sedimen terakumulasi di dalamnya. Akibatnya sedimen tersebut terperangkap diantara lempeng, menjadi hancur, mengalami pergeseran dan teranjakan. Setelah mengalami pergeseran dan teranjakan, maka terbentuklah cekungan sedimen di pulau jawaSetelah mengalami pergeseran dan teranjakan, akibat dari tumbukan antar ketiga lempeng ini, Pulau Sulawesi mengalami morfologi yaitu terjadinya Pre-Cretaceous accretionary Complex berupa busur vulkanik Neogene yang terjadi di daerah barat Sulawesi. Kemudian juga terbentuk Ophiolite complex pada bagian timur dan sisa lengan timur selatan sulawesi. Setelah itu, terbentuk batuan metamorf yang mana batuan metamorf ini terkandung pada material-material yang terdapat pada kedua benua dan lautan, yang kemudian mengalami pendorongan dari barat menuju bagian atas barat Sulawesi, kemudian terangkat keatas sehingga terbentuklah rangkaian pegunungan.
Di bagian pegunungan di pulau Sulawesi, aktivitas magmatik tersier khususnya di bagian barat sulawesi ini terjadi pada waktu geologi Cretecouis sampai zaman Kristalisasi Eosen dan juga terjadi pada masa waktu Oligocene hingga Obduksi Miocene. Khus pada zaman Miocene dijelaskan dimana Pada zaman Miocene akhir hingga pliocene terjadi prores ekstruksi dan intruksi magma batuan yang terjadi dalam selang waktu yang pendek dari Miocene tengah hingga Pliocene yang menyebabkan terjadinya peleburan lapisan Lithosphere (3-18 Ma) sedangkan Miocene akhir, busur Magmatik Sulawesi barat pada umumnya terasosian dengan tubrukan antar benua-benua, pada benua kecil terbagi dari lempeng Australian-New Guinea yang disubduksikan bagian bawah barat-Sundaland utama. Untuk pegunungan Neogene dibentuk oleh tubrukan antara dua benua (Buton-Tukang besi dan Baggai-Sula). Selain terdapat pegunungan di pulau Sulawesi ini juga terdapat benua kecil (microcontinent) yang terpisah dari New Guinea pusat, terbawah kearah barat sepanjang pergerakan sistem patahan Sorong-Yapen pada lempeng laut Philipine, yang kemudian berlanjut mengalami tubrukan pada margin timur dari ophiolite Complex.Sedangkan untuk kawasan Transform di pulau sulawesi ini, ketiga lempeng bergerak lateral berlawanan arah, yang mana tepi lempeng bergesekan sehingga mengakibatkan adanya patahan yang terjadi akibat tubrukan antara SSE-NNW bagian palu koro yang mengalami sesar Horizontal/ mendatar yang bergerak kearah kiri menuju bagian utara dari Sulawesi timur. Patahan ini merupakan pergerakan patahan yang terjadi akibat terasosiasi dengan rezim transtensional. Pergerakan transtensional ini juga mengalami cekungan-cekungan sehingga terbentuklah danau-danau kecil di Propinsi Sulawesi.
Pemekaran lantai samudraipotesa pemekaran lantai samudera (Sea Floor Spreading) dikemukakan pertama kalinya oleh Harry Hess (1960) dalam tulisannya yang berjudul “Essay in geopoetry describing evidence for sea-floor spreading”. Dalam tulisannya diuraikan mengenai bukti-bukti adanya pemekaran lantai samudera yang terjadi di pematang tengah samudera (mid oceanic ridges), Guyots, serta umur kerak samudera yang lebih muda dari 180 juta tahun.
Hipotesa pemekaran lantai samudera pada dasarnya adalah suatu hipotesa yang menganggap bahwa bagian kulit bumi yang ada di dasar samudwra Atlantik tepatnya di Pematang Tengah Samudera mengalami pemekaran yang diakibatkan oleh gaya tarikan (tensional force) yang digerakkan oleh arus konveksi yang berada di bagian mantel bumi (astenosfir). Karena terjadinya rifting (pemekaran) di sepanjang sumbu Pematang Tengah Samudrra, maka magma yang berasal dari astenosfir kemudian naik dan membeku. Pergerakan lantai samudera (litosfir) ke arah kiri dan kanan di sepanjang sumbu pemekaran dari Pematang Tengah Samudera lebih disebabkan oleh arus konveksi yang berasal dari lapisan mantel bumi (astenosfir). Arus konveksi ini berfungsi sebagai penggerak dan litosfir sebagai ban berjalan (conveyor belt).
Gambar arus konveksi yang menggerakkan lantai samudera (litosfir), pembentukan material baru di Pematang Tengah Samudera (Midoceanic ridge) dan penyusupan lantai samudera kedalam interior bumi (astenosfir) pada zona subduksi.
Hipotesa pemekaran lantai samudera didukung juga oleh bukti-bukti dari data-data hasil pengukuran kemagnetan purba (paleomagnetism) dan penentuan umur batuan (rock-dating). Kemagnetan purba adalah studi tentang polaritas arah magnet bumi yang terekam oleh mineral yang ada dalam batuan saat batuan tersebut membeku. Sebagaimana diketahui bahwa mineral-mineral yang menyusun batuan, seperti mineral magnetit akan merekam arah magnet-bumi saat mineral tersebut terbentuk, yaitu pada temperatur lebih kurang 580 derajat Celcius (temperatur Currie).
Hasil studi kemagnetan purba yang dilakukan terhadap sampel batuan yang diambil di bagian Pematang Tengah Samudera hingga ke bagian tepi benua menunjukkan terjadinya polaritas arah magnet bumi yang berubah rubah (normal dan reverse) dalam selang waktu setiap 400.000 tahun sekali. Polaritas arah magnet bumi yang terekam pada batuan punggung tengah samudera dapat dipakai untuk merekontruksi posisi dan proses pemisahan antara benua Amerika dan Afrika yang semula berhimpit dan data ini didukung oleh hasil penentuan umur batuan yang menunjukkan umur yang semakin muda ke arah pematang tengah samudera. Hal lain yang perlu diketahui dari hipotesa pemekaran lantai samudera adalah bahwa ternyata volume bumi tetap dan tidak semakin besar dengan bertambah luasnya lantai samudera dan hal ini berarti bahwa harus ada di bagian lain dari kulit bumi di mana kerak samudra mengalami penyusupan kembali ke dalam perut bumi.
Gambar rekaman arah magnet purba pada batuan lava, terlihat adanya pembalikan arah polaritas arah magnet bumi yang berubah setiap 400.000 tahun sekali.