LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG Nomor : 15 Tahun1981 Seri H Nomor 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG PEMBAGIAN WILAYAH PERUNTUKAN BUKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II BADUNG : Menimbang : 1. Bahwa Pembangunan Industri Pariwisata, adalah bagian dari pada Rencana Pembangunan Nasional secara keseluruhan. Dalam rangka usaha Pemerintah mengembangkan Industri Pariwisata tersebut di Daerah TK.I Bali umumnya dan di daerah Tk. II Badung khususnya, maka dipandang perlu membuat Peraturan Daerah Industri Pariwisata dalam hubungannya dengan Pembagian Wilayah Peruntukan Bukit. 2. Bahwa Rencana Induk Pariwisata Bali telah disetujui dan disahkan oleh DPRD Propinsi Bali dengan surat Keputusan tanggal 19 Desember 1973 Nomor : 21/KPT/DPRD/1973. 3. Bahwa Rencana Induk dan Usulan Zoning Regulation Wilayah Lingkungan Bukit telah disetujui dan disahkan oleh DPRD Kabupaten Daerah Tk. II Badung dengan Surat Keputusan tanggal 1 Juli 1977, Nomor : 5/DPRD/1977.
36
Embed
LEMBARAN DAERAH - jdih.badungkab.go.idjdih.badungkab.go.id/uploads/PERDA_1_1979.pdf · Bahwa Rencana Induk dan Usulan Zoning Regulation ... Kebijaksanaan Pemerintah Dalam Pembangunan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG
Nomor : 15 Tahun1981 Seri H Nomor 15
PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH
TINGKAT II BADUNG
NOMOR 1 TAHUN 1979
TENTANG
PEMBAGIAN WILAYAH PERUNTUKAN BUKIT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II BADUNG :
Menimbang : 1. Bahwa Pembangunan Industri Pariwisata, adalah
bagian dari pada Rencana Pembangunan Nasional
secara keseluruhan. Dalam rangka usaha Pemerintah
mengembangkan Industri Pariwisata tersebut di
Daerah TK.I Bali umumnya dan di daerah Tk. II
Badung khususnya, maka dipandang perlu membuat
Peraturan Daerah Industri Pariwisata dalam
hubungannya dengan Pembagian Wilayah Peruntukan
Bukit.
2. Bahwa Rencana Induk Pariwisata Bali telah disetujui
dan disahkan oleh DPRD Propinsi Bali dengan surat
Keputusan tanggal 19 Desember 1973 Nomor :
21/KPT/DPRD/1973.
3. Bahwa Rencana Induk dan Usulan Zoning Regulation
Wilayah Lingkungan Bukit telah disetujui dan
disahkan oleh DPRD Kabupaten Daerah Tk. II Badung
dengan Surat Keputusan tanggal 1 Juli 1977, Nomor :
5/DPRD/1977.
2
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-
pokok Pemerintahan di Daerah;
2. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang
Pembentukan Daerah - Daerah Tingkat II didalam
Wilayah Daerah-daerah Tk. I Bali, Nusa Tenggara
Barat dan Nusa Tenggara Timur;
3. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1969, tentang
Kebijaksanaan Pemerintah Dalam Pembangunan
Kepariwisataan di Indonesia.
4. Peraturan-Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor
2/PD/DPRD/1974, Nomor 3/PD/DPRD/1974 dan
Nomor 4/PD/DPRD/1974 masing-masing tentang Tata
Ruang untuk Pembangunan, Lingkungan Khusus dan
Bangun-Bangunan.
Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Daerah Tk. II Badung dalam sidang-sidang
Paripurna tanggal 9 April 1979.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tk. II Badung
tentang Pembagian Wilayah Peruntukan Bukit.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
(1) Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
a. Pemda : Pemerintah Kabupaten Daerah
Tk.II Badung.
3
b. Bupati : Bupati Kepala Daerah Tk. II
Badung.
c. D.P.R.D : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Daerah Tk. II Badung.
d. Perda : Peraturan Daerah Kabupaten
Daerah Tk. II Badung.
e. Gubernur : Gubernur Kepala Daerah Tk. I
Bali.
f. Penggunaan pelengkap :
Sesuatu penggunaan atau bangunan dalam
pekarangan yang sama dengan penggunaan atau
bangunan utama yang berhubungan dengan dan
merupakan pelengkap terhadap penggunaan atau
pelengkap dari bangunan utama.
g. Wilayah Bukit :
Adalah Wilayah yang meliputi 4 Desa Dinas : yaitu
Jimbaran, Pecatu, Ungasan dan Benoa yang
termasuk didalam Kecamatan Kuta, Kabupaten
Daerah Tingkat II Badung.
Peraturan Pembagian Wilayah Peruntuk Bukit ini
tidak berlaku untuk Wilayh Peruntukan Nusa Dua
karena untuk Wilayah tersebut diatur tersendiri.
Batas-batas Wilayah bukit yang dimaksud didalam
Peraturan Daerah ini dapat terlihat dalam Peta
Resmi Pembagian Wilayah Peruntukan Bukit.
h. Wilayah Nusa Dua :
Daerah yang meliputi luas kira-kira 310 (Tiga ratus
sepuluh) Ha yang terletak di bagian timur dari pada
Daerah semenanjung Bukuit yang membentang
dari batas pantai menuju ke Desa Benoa, dengan
batas utara di Pura Kuwuk, batas barat laut adalah
teluk Benoa, batas selatan Pura Geger dan
selanjutnya meluas kebarat daya dari pada Desa
Benoa dengan batas utama mengikuti jalan yang
ada sekarang menuju kebarat daya dari pada Desa
4
Benoa dan batas selatannya mengikuti jalan yang
ada sekarang menuju kearah barat dari Pura Geger
sampai pada batas barat dari pada Daerah yang
terletak kira-kira 1200 (seribu dua ratus) meter di
Barat Daya dari pada pusat Desa Benoa,
keseluruhan dari pada pembagian Wilayah
Peruntukan tersebut tidak meliputi areal Desa
Benoa, Batas-batas yang tepat dari pada Daerah
tersebut dapat dilihat pada Wilayah Peruntukan
yang resmi.
i. Unit Tempat Tinggal :
Satu kamar atau lebih yang digunakan oleh
seorang atau lebih, yang hidup bersama-sama
sebagai satu kesatuan rumah tangga yang
mempunyai fasilitas-fasilitas untuk masak, ruang
tamu, kamar mandi, dan W.C dan fasilitas-fasilitas
tempat tidur yang tergabung dengan bangunan itu.
1. Unit Tempat Tinggal Keluarga tunggal :
Suatu bangunan yang mempunyai satu unit
tempat tinggal.
2. Unit Tempat Tinggal Keluarga Jamak Flat, atau
rumah Kopel
Suatu bangunan yang mempunyai lebih dari
satu Unit Tempat Tinggal.
3. A s r a m a :
Suatu bangunan atau kumpulan bangunan-
bangunan yang biasanya dipakai untuk tempat
tinggal orang-orang yang tidak mempunyai
hubungan keluarga dan dikembangkan kedalam
suatu bentuk Lembaga, misalnya ; Sekolah.
5
j. Perbandingan luas lantai,
Perbandingan antara luas pekarangan seluruhnya
dengan luas lantai bangunan seluruhnya dengan
cara membagi luas lantai seluruhnya dengan luas
pekarangan seluruhnya.
Luas lantai bangunan ialah :
Jumlah luas datar semua tingkat suatu bangunan
yang diukur dari permukaan luar tembok luar,
atau diukur dari garis tengah tembok-tembok yang
memisahkan dua bangunan, atau dari pinggir
lantai yang paling luar termasuk balkon, jalan kaki
yang beratap dan tangga jalan kaki, tempat-tempat
berteduh tidak berdinding yang lebih dari
5 (lima) M2 dan bangunan-bangunan yang serupa,
tapi tak termasuk loteng dan ruangan dibawah
tanah dengan tinggi ruangan kurang 2 (dua) m,
tangga-tangga penyelamat bahaya kebakaran,
bangunan lift diatas atap, menara pendingin dan
luas areal yang diperuntukan A.C, ventilasi dan
alat-alat mesin lainnya dari bangunan itu.
k. Bangunan – Bangunan tempat makan :
Restoran, cafetaria, tempat-tempat minum dan
tempat-tempat lainnya, termasuk warung-warung
Bali yang tradisional, dimana makanan disediakan
dan dijual untuk ditempat itu. Rombong-Rombong
dan kios-kios mekanik tidak dianggap sebagai
tempat makan.
l. Tingga Bangunan :
Jarak tegak lurus yang diukur dari permukaan
tanah setelah bangunan-bangunan selesai sampai
kepuncak atap yang tertinggi, kecuali bangunan
dengan 4 (empat) tingkat yang harus diukur sampai
titik tengah jarak antara langit-langit tingkat paling
atas dan titik atap tertinggi, tidak termasuk
6
penangkal petir, antene, tiang-tiang bendera,
ruangan yang berisi perlengkapan-perlengkapan lift
dan bangunan-bangunan serupa itu yang ada pada
permukaan tegak lurus dari bangunan tersebut.
Untuk mengukur tinggi bangunan dengan jumlah
tingkatnya, hanya tingkat-tingkat yang ada diatas
permukaan tanah yang dihitung tingkat dibawah
permukaan tanah tidak termasuk.
m. Luas tanah tertutup bangunan :
Presentase luas tanah keseluruhan yang ditutup
oleh bangunan dan bangunan=bangunan lainnya,
termasuk jalan-jalan kaki beratap tempat-tempat
berteduh tidak berdinding yang luasnya lebih dari 5
(lima) m2, bnagunan tradisionil Bali seperti
bangunan untuk kul-kul dan yang serupa.
n. Fasilitas Umum :
Pengguna-pengguna yang melayani kebutuhan
umum yang tidak bersifat komersiil, baik yang
diusahakan oleh Pemerintah, atau oleh Badan
Swasta, maupun oleh perkumpulan Swasta;
pengertian dasar ini hanya terbatas pada
penggunaan-penggunaan yang diijinkan dalam
Pembagian Wilayah Peruntukan dari Peraturan
Daerah ini.
o. Batas Jalan :
Bila batas jalan yang sah tidak ada, maka batas
jalan dianggap tepi luar saluran pembuangan
sepanjang jalan tersebut, atau tepi luar jalan
setapak yang terdekat dari Jalan yang paling luar.
p. Garis Pantai :
Garis yang dibentuk oleh air laut di daratan pada
waktu pasang rata-rata jika garis air pasang ini
sukar ditentukan, Pemerintah Daerah harus
7
membuat keputusan mengenai garis pantai
tersebut sebagai pelengkap dari Perda ini.
q. Tanda-tanda :
Setiap alat yang dibuat untuk menarik perhatian
orang-orang yang tidak berada dalam pekarangan
dimana tanda itu dipasang. Tanda-tanda tersebut
termasuk reklame-reklame yang bersifat komersiil
atau pengumuman-pengumuman untuk umum,
tetapi tidak termasuk alat-alat yang dipakai oleh
masyarakat Bali didalam upacara-upacara adat
dan keagamaan, misalnya : Umbul-umbul dan
sejenisnya.
1. Tanda-tanda pada emper
Tanda yang tertulis atau ditempelkan pada
emper. Emper dari tanda atau dari bahan-bahan
lainnya adalah atap pelindung yang menjorok
keluar dari tembok luar sebuah bangunan.
2. Tanda yang bersinar langsung ;
Tanda yang bersinar yang mempunyai sumber
cahaya buatan, dan cahaya tersebut langsung
terlihat dari Jalan Umum, atau tempat tinggal
dan Hotel.
3. Tanda berkedip :
Tanda yang mempunyai penerangan hidup dan
mati atau yang nampak demikian.
4. Tanda yang dipasang di tanah :
Tanda yang dipasang pada suatu bangunan
yang didirikan diatas tanah dan yang
mempunyai satu permukaan atau lebih.
8
5. Tanda gantung :
Tanda yang digantung atau ditempelkan pada
emper, tenda atau penyangga-penyangga
horisontal lainnya.
6. Tinggi tanda :
Tinggi tanda harus diukur dari permukaan
tanah sampai kepuncak tertinggi dari tanda
tersebut, termasuk puncak atap dari tanda
tersebut.
7. Tanda yang disinari tidak langsung :
Tanda yang disinari dari bagian dalam atau
disinari oleh cahaya buatan yang ditutup
sedemikian rupa sehingga tidak ada berkas
sinar yang langsung dapat dilihat dari jalan
umum, atau Wilayah peruntukan Hotel maupun
tempat tinggal.
8. Tanda yang bergerak :
Suatu tanda yang dipasang diluar pekarangan
yang tidak ada hubungannya dengan
penggunaan, kegiatan, maupun pelayanan yang
diberikan, atau barang-barang yang dijual
dipekarangan itu.
9. Tanda diluar Pekarangan :
Suatu tanda yang dipasang diluar pekarangan
yang tidak ada hubungannya dengan
penggunaan, kegiatan, maupun pelayanan yang
diberikan, atau barang-barang yang dijual
dipekarangan itu.
10. Tanda didalam pekarangan :
Suatu tanda yang dipasang dipekarangan yang
berhubungan dengan penggunaan, kegiatan,
maupun pelayanan yang diberikan, atau
barang-barang yang dijual dipekarangan.
9
11. Tanda yang mudah dipindahkan :
Suatu tanda yang dipasang pada bangunan atau
yang tidak ditancapkan ditanah.
12. Tanda yang menjorok keluar :
Suatu tanda yang dipasang pada dan disangga
oleh tembok sebuah bangunan, dan menjorok
keluar dari tembok bangunan tersebut.
13. Luas tanda :
Luas suatu tanda meliputi seluruh luas
permukaan tanda itu, dimana terdapat tulisan
atau gambar, tetapi tidak termasuk
penyangganya.
Bila tanda itu mempunyai 2 (dua) permukaan,
hanya permukaan yang terbesar harus diukur :
bila lebih dari 2 (dua) permukaan, maka seluruh
luas tanah tersebut harus diukur.
14. Tanda dinding/tembok :
Suatu tanda yang dipasang pada tembok luar
suatu bangunan dan tak menjorok keluar lebih
dari 30 (tiga puluh) cm dari tembok bangunan
tersebut.
15. Tanda Angin :
Suatu tanda yang dipasang sedemikian rupa,
sehingga dapat bergerak oleh karena adanya
tenaga angin, termasuk juga alat-alat yang
berputar.
r. Tingkat :
Ruangan dalam sebuah bangunan antara suatu
lantai dan lantai diatasnya, meliputi luas lantai
bangunan sebagai yang telah dinyatakan dalam
Peraturan Daerah ini. Tingkat bangunan mencakup
lantai pertama dan lantai dibawah tanah.
10
(2) Pengertian-pengertian dasar yang sudah ada dalam
Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor :
2/PD/DPRD/1974 akan dipakai dalam Peraturan
Pembagian Wilayah Peruntukan Bukit.
BAB II
PENETAPAN WILAYAH PERUNTUKAN
Pasal 2
JENIS-JENIS WILAYAH PERUNTUKAN
(1) Wilayah Peruntukan yang terdapat didalam Peraturan
Daerah Propinsi Bali Nomor ; 3/PD/DPRD/1974 juga
dipakai pada Daerah Bukit ini seperti ;
a. Rumah besar (T-1)
b. Peribadatan (L-3)
c. Industri ringan (I-1)
d. Industri berat (J-2)
e. Jalan daratan (M-1)
f. Taman-Taman (H-1)
g. Daerah-Daerah Hijau (H-2)
(2) Sebagai tambahan dari jenis Wilayah-Wilayah tersebut
pada Ayat (1) Pasal ini, satu Wilayah Peruntukan yang
baru yaitu Wilayah Peruntukan Pedesaan (T-6)
dinyatakan dipakai untuk Daerah Bukit.
Pasal 3
PETA PEMBAGIAN WILAYAH PERUNTUKAN YANG RESMI
(1) Peruntukan Daerah ini berlaku bagi tanah-tanah yang
menjadi Wilayah Peruntukan sebagai yang terlihat
pada Peta Pembagian Wilayah Peruntukan Bukit, dan
dengan demikian Peta tersebut disahkan dan
11
dijadikan Bagian yang tak terpisahkan dari peraturan
ini. Peta resmi ini harus disahkan sesuai dengan
pengesahan sesuai dengan pengesahan Peraturan
Daerah.
(2) Peta Pembagian Wilayah Peruntukan yang resmi
tersebut disimpan di Kantor Bupati cq. Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Daerah Tingkat II
Badung dan terbuka untuk diketahui oleh Umum.
Untuk memudahkan penggunaanya maka peta
pembagian Wilayah Peruntukan tersebut dapat
diperbanyak, tetapi hanyalah peta aslinya yang dapat
dianggap sebagai dokumen sah yang mempunyai
kekuatan hukum mengenai status Wilayah
Peruntukan.
(3) Tidak diperkenankan mengadakan perubahan-
perubahan terhadap Peta Pembagian Wilayah
Peruntukan yang resmi ini, kecuali bila tidak
bertentangan dengan tata cara yang telah ditetapkan
dalam Pasal 24 Peraturan Daerah ini.
(4) Bila peta pembagian Wilayah Peruntukan ini
mengalamai kerusakan sebagai atau keseluruhannya,
atau hilang, maupun sukar untuk ditafsirkan, karena
perubahan-perubahan atau tambahan-tambahan yang
baru, Bupati harus menetapkan Peta Pembagian
Peruntukan yang baru sebagai pengganti yang lama.
Peta Pembagian Wilayah Peruntukan yang baru ini
disahkan pula seperti yang telah ditentukan dalam ayat
(1) Pasal ini.
12
BAB III
PENAFSIRAN MENGENAI BATAS-BATAS WILAYAH PERUNTUKAN
Pasal 4
Bila timbul keragu-raguan mengenai batas-batas Wilayah
Peruntukan sebagai yang terlihat pada Peta Pembagian
Wilayah Peruntukan, maka ketentuan berikut harus
digunakan :
a. Batas-batas yang diperkirakan mengikuti sumbu
atau batas jalan, hendaknya sumbu atau batas
jalan tersebut dinyatakan sebagai batas-batas yang
dimaksud.
b. Batas-batas yang diperkirakan mengikuti batas
pekarangan atau batas tanah milik pribadi,
hendaknya batas-batas tersebut dinyatakan sebagai
batas-batas yang dimaksud.
c. Batas-batas yang diperkirakan mengikuti batas-
batas pembagian Pemerintahan Administratif,
misalnya Wilayah Kabupaten, Wilayah Kecamatan,
Desa atau batas kota, hendaknya batas-batas
tersebut dinyatakan sebagai batas-batas tersebut
dinyatakan sebagai batas-batas yang dimaksud.
d. Batas-batas yang mengikuti garis pantai, hendaknya
batas-batas tersebut dinyatakan sebagai batas yang
dimaksud dan bila garis pantai itu berubah letaknya,
batas-batas tersebut harus dinyatakan berpindah
mengikuti garis pantai yang ada.
e. Batas-batas yang diperkirakan mengikuti sumbu-
sumbu parit, sungai saluran air, danau atau yang
sejenisnya, maka batas tersebut hendaknya
dinyatakan sebagai batas-batas yang dimaksud.
13
f. Batas-batas yang pengertiannya sejalan dengan,
atau merupakan perluasan pengertian dari hal-hal
yang disebutkan didalam huruf a sampai dengan
huruf c, hendaknya dinyatakan demikian pula.
g. Jarak-jarak yang tidak dinyatakan secara khusus
dalam Peta Resmi Wilayah Peruntukan ini,
penentuannya disesuaikan dengan Skala Peta yang
resmi.
h. Bila ada penyimpangan-penyimpangan dari apa yang
telah dinyatakan dalam Peta resmi Wilayah
peruntukan ini, atau bila ada yang belum tercakup
dalam ayat-ayat a sampai dengan ayat g pasal ini
maka Pemda dapat menafsirkan batas-batas Wilayah
Peruntukan tersebut.
BAB IV
PENGGUNAAN DAN PERSYARATAN UNTUK
WILAYAH PEDESAAN (T-6)
Pasal 5
Cara-cara penggunaan tanah dan persyatan-persyaratan
dalam Wilayah Peruntukan Pedesaan adalah sebagai
berikut :
1. Penggunaan :
Bermacam-macam penggunaan tanah di Desa
termasuk tempat tinggal, tempat-tempat perdagangan