-
Lembar Tugas Mandiri
Manajemen Cardiac Arrest Nindia Latwo Septipa (1306376282)
Pendahuluan
Penyakit jantung masih merupakan penyabab utama dari kematian di
banyak negara, sebut
saja Amerika Serikat, dengan estimasi 3000.000 sampai 500.000
kematian tiap tahunnya.
Sedangkan di Indonesia sendiri data dari Riskesdas tahun 2014
menyatakan bahwa penyakit
jantung khususnya penyakit jantung koroner menempati angka
prevalensi 1,5% di
Indonesia1,4
. Meninggal mendadak didahului kejadian henti jantung terlebih
dahulu, dimana
penanganan henti jantung ini mayoritas terjadi di luar rumah
sakit, sehingga hal ini semakin
memperkecil angka keberhasilan dari penanganan. Penanganan dari
henti jantung ini adalah
dengan memberikan bantuan hidup dasar (BHD) kepada pasien. BHD
menjadi penting karena
pasien yang mengalami henti jantung, bila tidak diberikan
penanganan berupa BHS maka
setiap menitnya kemampuan survival pasien akan menurun 7-10%4.
Bagi seorang dokter
umum apalagi, keterampilan melakukan BHS sudah termasuk
kompetensi IVA, sehingga
sangat penting bagi kita tahu dan terampil dalam melakukan BHS
yang kemudian akan coba
saya bahas dalam tulisan ini.
Isi
Dalam tulisan ini, manajeman henti jantung sendiri akan
difokuskan pada guideline yang
berasal dari American Heart Association Guidelines for
Cardiopulmonary Resucitation and
Emergency Cardiovascular Care tahun 2010.
Bantuan hidup dasar merupakan tindakan dasar untuk menyelamatkan
hidup pasien yang
mengalami henti jantung, atau lebih lengkapnya adalah suatu
tindakan yang mempertahankan
suatu patensi jalan napas dan pemberian napas bantuan untuk
mempertahankan sirkulasi
tanpa menggunakan alat bantu kecuali alat pelindung diri.
Sebelumnya henti jantung ini
disebabkan oleh gangguan irama jantung yakni : fibrilasi
ventrikel ( VF) , takikardia ventrikel
tanpa nadi ( VT), aktivitas elektrikal tanpa nad (PEA) dan
asistol4. VF dan VT tanpa nadi ,
keduanya menyebabkan tidak adanya aliran darah ke pembuluh
darah, sedangkan PEA adalah
irama elektik darijantung yang heterogen dimana tidak ada
aktivitas mekanikal dari ventrikel
atau aktivitas mekanikal ini tidak cukup untuk menghasilkan nadi
yang bisa dideteksi4.
Asistol merupakan tidak adanya aktivitas elektrik dari ventrikel
yang terdeteksi. Pada
keadaan henti jantung, jantung berhenti memompa darah ke seluruh
tubuh, sehingga perfusi
menurun drastis dan orang tersebut bisa langsung pingsan,
sehingga peran dari BHD ini
adalah untuk mengembalikan sirkulasi sampai ke sirkulasi spontan
orang tersebt
(ROSC/return of spontaneus circulation) 4
.
BHD berisi rantai keselamatan ( chain of survival ) yang menjadi
pedoman untuk melakukan
BHD ini, meliputi :
1. Pengenalan dini terhadap tanda henti jantung mendadak dan
meminta pertolongan
-
2. Resusitasi jantung paru sedini mungkin dengan penekanan pada
kompresi jantung
yang berkualitas
3. Defibrilasi segera sesuai indikasi
4. Bantuan hidup lanjut (BHL) yang efektif
5. Perawatan pasca henti jantung yang terintegrasi
Gambar 1. Chain of Survival
AHA. Chain of Survival [Internet]. 2015 [cited 5 April 2015].
Available from:
http://www.heart.org/HEARTORG/CPRAndECC/WhatisCPR/AboutEmergencyCardiovascularCareECC/Chain-of-
Survival_UCM_307516_Article.jsphttp://www.heart.org/HEARTORG/CPRAndECC/WhatisCPR/AboutEmergencyCardiovascularCareECC/Chain-of-
Survival_UCM_307516_Article.jsp -
Permasalahan dilapangan adalah pada kasus henti jantung, banyak
orang awam bahkan
petugas penyelamat juga banyak yang tidak bisa mengenali apakah
pasien tersebut
mengalami henti jantung. padahal keterlambatan mengenali ini
sudah menghabiska waktu
dan semakin menurunkan tingkat keselamatan pasien. Intinya baik
orang awam apalagi
petugas penyelamat harus bisa dengan cepat mengenali orang yang
mengalami henti jantung
dan butuh BHD segera, dan langsung mengaktifkan sistem tanggap
darurat2. Sistem tanggap
darurat ini bisa dilakukan untuk dengan menghubungi 118 dan
kemudian sebutkan :
a. Nama penolong b. Lokasi tempat kejadian c. Informasi mengenai
korban ( identitas baik nama, usia, jenis kelamin ; status baik
sadar atau tidak sadar
d. Perkiraan napas korban e. Tanyakan bantuan kira kira akan
sampai
Bila penolong adalah petugas kesehatan, maka lanjutkan dengan
memberikan kompresi dada
sebagai pengganti CPR pada pasien2. Namun bila penolong adalah
orang awam, maka saat
menghubungi bantuan, tanyakan hal apa yang dapat dilakukan pada
korban2.
Indikasi diperlukannya BHD adalah pada seseorang yang mengalami
:
1. Hilang kesadaran ( dapat dicek dengan AVPU A : Alert ( goyang
goyangkan
badan); V : Voice ( memanggil korban); P: Pain ( menggerus
sternum ); U :
unresponsive2
2. Tidak ada respons2
3. Tidak bernapas, atau adanya napas yang tidak normal seperti
gasping2
Biasanya bila melihat seseorang kolaps untuk menentukan
seseorang terseut membutuhkan
BHD atau tidak, akan dilakukan juga pengecekan nadi, namun hal
ini memakan waktu,
-
padahal waktu yang diperbolehkan untuk pengecekan nadi sendiri
adalah 10 sekon, dan
selanjutnya harus bergegas melakukan kompresi dada2. Oleh karena
itu, pengecekan nadi bisa
tidak dilakukan bila penyelamat menemukan seseorang tersebut
telah mengalami tiga indikasi
di atas. Namun jangan sampai dilupakan, bahwa keselamatan
penolong juga yang utama,
sehingga sebelum kita menolong seseorang yang mengalami indikasi
di atas, kita harus
mengamankan lokasi dan amankan diri bisa menggunakan alat
pelindung diri2.
CPR
CPR sendiri terdiri dari Compression, Airway dan Breathing (CAB)
. Bila menilik pada
guideline AHA pada tahun 2005, dapat dilihat perbedaan yang
mencolok dalam tahap yang
dilakukan dalam BHD ini, dimana pada tahun 2005, AHA lebih
mengutamakan untuk
mengamankan jalan napas dan pernapasan ( Airway , Breathing)
dari seseorang dulu, baru
kompresi dada ( Compression) 2
. Namun sekarang kompresi dada merupakan hal yang utama
dilakukan, dengan alasan bahwa menjaga perfusi darah ke jaringan
lebih penting, dan juga
pasien dengan henti jantung penyebab utamanya biasanya VT atau
VF sehingga
membutuhkan kompresi dada terlebih dahulu.
Gambar 2. CPR.
AHA. Chain of Survival [Internet]. 2015 [cited 5 April 2015].
Available from:
http://www.heart.org/HEARTORG/CPRAndECC/WhatisCPR/AboutEmergencyCardiovascularCareECC/Chain-of-
Survival_UCM_307516_Article.jsphttp://www.heart.org/HEARTORG/CPRAndECC/WhatisCPR/AboutEmergencyCardiovas
cularCareECC/Chain-of-Survival_UCM_307516_Article.jsp -
Kompresi dada
Kompresi dada harus dilakukan sesegera mungkin, dan haruslah
dilakukan dengan benar
serta harus PUSH HARD dan PUSH FAST. Kompresi dada pada korban
yang dewasa
dilakukan sebanyak 30 kali kemudian diikuti nafas buatan 2 kali,
30: 2 ini disebut satu siklus
dan ini terus dilakukan sampai korban mendapatkan defibrilasi
dalam 2 menit, penyelamat
harus bisa melakukan lima siklus dan kemudian setiap dua menit
dilakukan pengecekan ritme
pasien2. Namun bila korban adalah anak anak usia 1- 8 tahun maka
kompresi dilakukan
dengan dua tangan atau satu tangan dengan mempertimbangkan besar
tubuh si anak . pada
-
bayi usia 1-12 bulan, kompresi dada dilakukan dengan dua jari di
tengah dada dan ditekan
sedalam 4 cm2.
Kompresi dada ini memegang peranan penting dan harus berhasil
karena bila tidak, maka
perfusi ke otak dan jaringan tubuh tidak ada, sehingga tingkat
keselamatan pasien malah akan
semakin menurun2.
Keberhasilan BHD, bergantung pada kompresi dada yang
berkualitas, denga2 syarat :
a. Minimal 100 kali kompresi harus dilakukan per menitnya2
b. 5cm adalah kedalaman kompresi 2
c. Membiarkan dinding dada untuk recoil sempurna di antara
kompresi2
d. Meminimalkan interupsi kompresi2
Bantuan napas
Pemberian bantaun napas dapat dilakukan dengan napas buatan dan
ini memenuhi bagian
Airway dan Breathing. Namun seperti yang dikatakan sebelumnya,
dalam BHD kompresi
adalah yang utama, dan jika penolong hanya satu orang dan tidak
mampu melakukan napas
buatan, penolong boleh hanya melakukan kompresi dada.
Napas buatan yang diberikan akan lebih baik diberikan tidak
berlebihan. Manuver yang
digunakan dalam memberikan bantuan napas adalah dengan head tilt
chin lift ( bila tidak ada
curiga cedera servikal), dan jaw thrust ( bila curiga ada cedera
servikal).
Gambar 3 (kiri) . Head tilt chin lift. ; gambar 4( kanan ). Jaw
thrust Head tilt chin lift [Internet]. 2015 [cited 5 April 2015].
Available from:
http://www.firstaidreference.com/what-does-a-head-tilt-chin-lift-do/43/
Penyelamat bisa memberikan napas buatan memalui mulut ke mulut
atau bag mask atau dari
mulut ke hidung pada bayi , yang tujuannya adalah untuk
memberikan oksigenasi dan
ventilasi, dengan cara :
1. Memberikan satu tiupan napas dalam satu detik2
2. Pemberian napas buatan ini harus sampai dinding dada
terangkat ke atas sedikit. 2
-
Berikut algoritma yang biasa diterapkan pada BHD
Gambar 5. Algoritma sederhana BHD Algorithm of BLS [Internet].
2015 [cited 5 April 2015]. Available from: 1. AHA. Chain of
Survival [Internet]. 2015 [cited 5 April 2015]. Available from:
http://www.heart.org/HEARTORG/CPRAndECC/WhatisCPR/AboutEmergencyCardiovascularCareECC/Chain-of-
Survival_UCM_307516_Article.jsphttp://www.heart.org/HEARTORG/CPRAndECC/WhatisCPR/AboutEmergencyCardiovascularCareECC/Chain-of-
Survival_UCM_307516_Article.jsp
CPR akan terus dilakukan sampai penyelamat atau petugas
kesehatan memiliki defibrilator.
Saat defibrilator telah ada, maka kita akan masuk ke tahap
Bantuan Hidup Lanjut bagi pasien.
Bantuan Hidup Lanjut (BHL)
Bantuan hidup lanjut (BHL) dilakukan setelah bantuan hidup dasar
dilakukan, yang
tujuannya adalah untuk mendapatkan curah jantung yang adekuat
kembali.
Tatalaksana bantuan hidup lanjut ini sendiri adalah sesuai
dengan algoritma dibawah ini
(bagian yang diberi kotak merah adalah rangkain BHL):
-
Gambar 6. Algoritma BHL untuk petugas kesehatan ACLS Cardiac
Arrest Algorithm [Internet]. 2015 [cited 5 April 2015]. Available
from:
http://circ.ahajournals.org/content/122/18_suppl_3/S729.extract
Dari algoritma BHL diatas, dapat dilihat bahwa saat memasang
defibrilator pada seseorang,
maka kita sekalian bisa memeriksa irama jantung pasien, dimana
terdapat dua :
1. Shockable : yang termasuk shoakable adalah fibrilasi
ventrikel (VF) dan takikardia ventrikel
tanpa denyut nadi (pulseless VT)3
2. Non Shockable: dalam hal ini adalah asistol dan pulseless
electrical activity (PEA) 3.
Sebelumnya perlu diketahui bahwa penggunaan defibrilator harus
dilakukan dengan hati hati,
sebelumn menggunakan harus pastikan dulu area sekitar dan
penolong bebas, dan juga
defibrilator ini penggunaannya bergantung pada jenis alat yang
tersedia, yakni :
a. Defibrilator monofasik : berikan 360 J untuk sekali
kejutan3
b. Defibrilator bifasik : berikan 120 200 J sekali kejutan. Pada
kejutan selanjutnya daya harus
lebih besar3
-
Pada seseorang yang termasuk shockable:
Diberi 1 kali kejutan menggunakan defibrilator lalu kita berikan
CPR selama 2 menit
cek irama jantung bila masih seperti irama awal lanjutkan
berikan kejut berikan
CPR 2 menit, kemudian seseorang tersebut bisa diberi epinefrin
sebanyak 1 mg setiap 3-5
menit ) lewat jalur IV/IO kemudian cek irama jantung bila masih
seperti irama awal
berikan CPR selama 2 mnit ( dan bisa diberikan amiodaron secara
IV atau IO, sebanyak 300
mg untuk dosis pertama dan 150 mg untuk dosis kedua. Selanjutnya
ini adalah siklus yang
terus dilakukan sampai irama jantung sampai pasien kembali ke
pernapasan spontannya
(ROSC/Return of Spontaneus Circulation) Kita tahu seseorang
tersebut masuk ke ROSC
apabila denyut nadi orang dan tekanan darah orang tersebut
kembali dan peningkatan
Tekanan Parsial End Tidal CO2 (PETCO2) secara cepat biaanya
diatas 40 mmHg lalu
masuk ke tahap post cardiac arrest care3
Namun apabila tidak kembali ke ROSC, maka hal yang dilakukan
adalah hal yang sama
seperti tindakan pada irama jantung yang non shockable.
Pada seseorang yang termasuk non shockable:
CPR selama 2 menit , kemudian pertimbangkan untuk memberi
epinefrin /adrenalin IV /IO
dengan dosis 1mg setiap 3-5 menit dan juga jangan lupa untuk
alat bantu napas lanjutan (
dengan intubasi endotrakeal, ) cek irama jantung kembali bila
irama jantung menjadi
shockable, maka kembali ke algoritma 5 atau 7 , namun bila tidak
lakukan CPR 2 selama 2
menit bila kembali menjadi ROSC lalu masuk ke tahap post cardiac
arrest care3.
Note : alat bantu napas yang bisa diberikan berupa intubasi atau
alat bantu supraglotik, dan
ketiak sudah terpasang maka bisa diberikan ventilasi ( bantuan
napas ) sebanyak 8-10 kali per
menit dengan tetap melakukan CPR3.
Saat tercapai nya ROSC, maka hal hal yang harus dilakukan adalah
, pemeriksaan EKG 12
sadapan, pastikan oksigenasi dan ventilasi yang adekuat, jaga
tempratur tubuh dan terapi
perfusi / reperfusi.
Pada saat melakukan BHL, penolong harus mempertimbangkan
penyebab apa yang
menyebabkan henti jantung pada seseorang tersebut, agar dapat
diberikan terapi definitif atau
obat yang sesuai. Penyebab tersering dari henti jantung ini
disingkat dengan 5T dan 5H3.
- Toksin
- Tamponade
- Tension pneumothorax
- Trombosis paru
- Trombosis pembuluh koroner jantung
- Hipoksia
- Hipovolemia
- Hidrogen ion ( asidosis )
- Hipo/hiperkalemia
-
- Hipotermia
Setelah penanganan pasien membutuhkan perawatan intensif dengan
tujuan untuk mencegah
henti jantung berulang.
FARMAKOTERAPI PADA BHL
Selain epinefrin dan amiodaron yang biasanya dipakai pada pasien
henti jantung, ada obat
obat lain yang efeknya yang dapat digunakan4. Namun perlu
diperhatikan bahwa sejauh ini,
obat yang digunakan dalam kasus seperti ini adalah obat golongan
vasopresor dan
antiaritmia. Berikut adalah obat lain yang digunakan selama
BHL.
Vasopresor
a. Epinefrin 4
Digunakan dengan dosis pada dewasa 1g IV /IO atau 2-5 mg IV
dengan endotrakeal
tube, diberikan setiap 3- menit. Penggunaan epinefrin ini adalah
untuk meningkatkan
perfusi ke miokardium dan ke otak dengan meningkatkan resistensi
perifer dari
pembuluh darah.
b. Vasopresin4
Digunakan dengan dosis 4o unit secara IV. Penggunaan vasopresin
ini dapat
menggantikan dosis pertama dan kedua epinefrin,diberikan 10
menit dari pemberian
epinefrin. Penggunaan vasopresin ini adalah untuk meningkatkan
resistensi perifer
dari pembuluh darah yang tujuannya adalah untuk meningkatkan
curah jantung.
c. Norepinefrin 4
Merupakan agen adrenergik yang memberi efek pada reseptor
adrenergik di
pembuluh darah dan adrenergik di jantung yang kemudian akan
memberi dampak
pada vasokontriksi perifer dan peningkatan denyut jantung dan
kontraktilitas. Obat ini
biasanya digunakan pasa seseorang yang mengalami shock berat dan
sangat
direkomendasikan ketika tekanan sistolik kurang dari 70 mmHg (
hipotensi )
d. Dobutamin
Digunakan untuk pasien yang mengalami hipotensi yang memberi
efek inotropik
sehingga meningkatkan kontraktilitas dari jantung.
Antiaritmia
a. Adenosine 4
Digunakan dengan dosis 6 mg IV, yang merupakan first line drug
untuk paroxymal
supraventricular tachicardia ( SPVT) .
b. Amiodaron4
Digunakan dengan dosis 300 mg ( hanya untuk VF dan VT tanpa
denyut nadi ), dapat
diberikan 2 dosis sebanyak 150 mg. Obat ini termasuk spektrum
luas karena dapat
memberikan efek sebagai potasium chanel blocker, sodium chanel
blocker, blocker,
dan calcium chanel blocker , sehingga berguna dalam menghadapi
kasus
supraventrikular dan ventrikular takikardi.
-
Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat di tabel di bawah ini:
Tabel 1. Farmakoterapi dalam BHL Doherty G. Current diagnosis
& treatment. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill;
2010.
Drug Name Adult Dose Pediatri
c Dose
Indications Frequency Effects
Epinephrine 1 mg IV
OR
2-5 mg IV
via ETT
0.01
mg/kg
IV or
10
OR
0.1
mg/kg
via
ETT
Any pulseless
rhythms
Every 3-5
min
Increases
perfusion to
myocardium
and to brain by
increasing
peripheral
vascular
resistance
Vasopressin 40 units IV Not
indicat
ed
VF, pulseless
VT
Single dose,
may be
followed at
10 min by
epinephrin
e
Increases
peripheral
vascular
resistance
Amiodarone For VF or
pulseless
VT: 300
mg IV
push
For VF
or
pulsele
ss VT:
5
mg/kg
IV
push
VF, pulseless
VT, VT with
a pulse, SVT
May use
second
dose of
150 mg for
recurrent
VF/VT. In
children
may be
repeated in
5 mg/kg
doses to a
total of 15
mg/kg
Predominately
class III
antiarrhythmic,
but has sodium,
potassium
channel, and and receptor blockade
Lidocaine 1.0-1.5
mg/kg IV
push
Same VF, pulseless
VT, VT with
a pulse
Second and
subsequent
doses of
0.75 mg/kg
every 5
min to a
total dose
of 3 mg/kg
Class IB
antiarrhythmic;
suppresses
ventricular
automatically
and electrical
conduction
Magnesium 1-2 g IV
slow push
25-50
mg/kg
IV
slow
push
Torsade de
pointes,
known
hypomagnese
mia
Single dose Can cause
cutaneous
flush, apnea,
and
hyporeflexia, if
given too
-
quickly
Procainamide 17 mg/kg
IV slow
bolus at
maximum
rate of 50
mg/min
15
mg/kg
IV
load; 3-
6
mg/kg
over 5
min,
not to
exceed
100
mg/dos
e
VT with a
pulse
Continue
infusion (4
mg/min)
until QRS
widening
>50%,
dysrhythmi
a
terminated,
onset of
hypotensio
n; or 17
mg/kg
infused
Decreases
myocardial
excitability and
conduction
velocity
Atropine Perfusing
patients:
0.5 mg IV
push q 5
min, to
maximum
of 3 mg
Pulseless
patients:
1.0 mg IV
push q 5
min, to
maximum
of 3 mg
0.02
mg/kg:
minim
um
dose of
0.1 mg
Bradycardia,
asystole
May be
repeated
once up to
maximum
dose of 3
mg
Parasympatholyt
ic, eliminates
vagal tone
Adenosine 6 mg rapid
IV push
through
proximal
peripheral
line;
central
line dose
is one-
half
0.1
mg/kg
rapid
IV
push;
maxim
um
dose, 6
mg
SVT If needed,
second
dose of 12
mg
(pediatric,
double
initial dose
up to 12
mg); third
dose of 12-
18 mg
Endogenous
nucleoside
causing brief
asystole
allowing
dominant
pacemaker to
resume
function
Diltiazem 0.25 mg/kg
to a
maximum
dose of 20
mg IV
push over
2 min
Same SVT Second dose
of 0.35
mg/kg,
maximum
dose of 25
mg, at 15
min; after
conversion,
start
diltiazem
Calcium channel
blocker
-
drip at 5-
15 mg/h
Esmolol 500 ug/kg
bolus over
1 min
100-500
ug/kg
bolus
over 1
min
SVT May give
another
bolus if
desired
effect is
not
achieved;
start drip
50
ug/kg/min
-Blocker (short acting)
Atenolol 5 mg IV
over 5
min
Not
indicat
ed
SVT,
myocardial
infarction
Repeat in 10
min, then
give 50-mg
oral load
-Blocker (1 selective)
Metoprolol 5 mg IV
push
Not
indicat
ed
SVT,
myocardial
infarction
Repeat twice
at 5-min
intervals,
then give
50-mg oral
load
-Blocker (1 selective)
Dopamine 2-20
ug/kg/min
Same Hypotension Low doses
are
predomina
ntly ; higher
doses
become
predomina
ntly
Inotropic
agent/vasopress
or (combined
- and -agonists)
Dobutamine 2-20
ug/kg/min
Same Hypotension Titrate to
effect
Inotropic agent
(-agonist) Norepinephri
ne
Start at 8-
12
ug/min,
then
titrate to
2-4
ug/min
for
maintenan
ce;
maximum
dose of 30
ug/min if
hypotensi
on
unrespons
ive to
0.05-2
ug/kg/
min
Hypotension Titrate to
effect
Vasopressor
(predominately
an -agonist)
-
lower
doses
Phenylephrin
e
100-500 ug
bolus IV
0.1-0.5
ug/kg/
min
Hypotension Every 5 min
until
desired
effect, then
continuous
infusion of
40-180
ug/min
Vasopressor
(pure -agonist)
ETT, endotracheat tube; IO, intraosseoulsy; IV, intravenously;
SVT, supraventricular
tachycardia; VF, ventricular fibrillation; VT, ventricular
tachycardia. *Agents are listed from most effective (and most
commonly used) to least.
Penutup dan Hubungan dengan Pemicu
Pada pemicu, hasil EKG pasien saat resusitasi termasuk dalam
ventrikel takikardi, sehingga
algoritmannya termasuk dalam bagian Shockable. Pada bagian
shockable, farmakoterapi
yang dapat digunakan adalah epinefrin dan amiodaron
Daftar Pustaka
1. Riskesdas 2014 [Internet]. 1st ed. Jakarta: DEPKES RI; 2015
[cited 5 April 2015].
Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/.../Hasil%20Riskesdas%202013.pdf
2. Berg RA, Hemphill R, Abella BS, Aufderheide TP, Cave DM,
Hazinki MF, dkk. Part
5 : Adult basic life support:2010 American Heart Association and
Emergency
Cardiovascular Care.Circulation.2010;122(suppl 3):S685-705
3. Neumar RW, Otto CW , Link MS, Kronick SL, Shuster M, Callaway
CW,dkk. Part 8:
adult advanced cadiovascular life support:2010 American Heart
Association and
Emergency Cardiovascular Care.Circulation.2010;122(suppl
3):S729-67
4. Doherty G. Current diagnosis & treatment. New York: Lange
Medical
Books/McGraw-Hill; 2010.