RIZKA NUR IKFINA
SGD 16 MODUL 12 LBM 1
1. Apa hubungan sulit mengunyah makanan dan sakit waktu menelan
dengan keluhan pasien?
Susah menelan
Berkurangnya saliva menyebabkan mengeringnya selaput lendir,
mukosa mulut menjadi kering, mudah mengalami iritasi dan infeksi.
Keadaan ini disebabkan oleh karena tidak adanya daya lubrikasi
infeksi dan proteksi dari saliva (Amerongan, 1991; Kidd dan Bechal,
1992). Proses pengunyahan dan penelanan, apalagi makanan yang
membutuhkan pengunyahan yang banyak dan makanan kering dan kental
akan sulit dilakukan. Rasa pengecapan dan proses bicara juga akan
terganggu (Kidd dan Bechal,1992; Amerongan,1991; Son is dkk,
1995).
2. Mengapa bisa terjadi halitosis?Klasifikasi Bau
mulutKlasifikasi Halitosis
Berdasarkanfaktoretiologinya, halitosis dibedakan atasa
halitosis sejati,(genuine) pseudohalitosis dan halitophobia.
Halitosis sejati dibedakan lagi atas fisiologis danpatologis .
Halitosis fisiologis merupakan bersifat sementara dan tidak
membutuhkan perawatan, sebaliknya halitosispatologis merupakan
halitosis bersifat permanen dan tidak dapat diatasi hanya dengan
pemeliharaan oral hygiene saja ,tetapimembutuhkan suatu penanganan
dan perawatan sesuai dengan sumber penyebab halitosis.
1. Genuine Halitosis(halitosis sejati)
Halitosis FisiologisHalitosis fisiologis merupakan halitosis
yang bersifat sementara dan tidak membutuhkan perawatan. Pada
halitosis tipe ini tidak ditemukan adanya kondisipatologis yang
menyebabkan halitosis. Contohnya adalahmorning breath,yaitu bau
nafas pada waktu bangun pagi. Keadaan ini disebabkan tidak aktifnya
otot pipi dan lidah serta berkurangnya aliransalivaselama tidur.
Bau nafas ini dapat diatasi dengan merangsang aliransalivadan
menyingkirkan sisa makanan di dalam mulut dengan mengunyah,
menyikat gigi atau berkumur.
HalitosisPatologisHali tosispatologis merupakan halitosis yang
bersifat permanen dan tidak dapat diatasi hanya dengan pemeliharaan
oral higiene saja,tetapimembutuhkan suatu penanganan dan perawatan
sesuai dengan sumber penyebab halitosis. Adanya pertumbuhan bakteri
yang dikaitkan dengan kondisi oralhigieneyang buruk merupakan
penyebab halitosispatologis intraoral yang paling sering
dijumpai.Tongue coating,karies dan penyakit periodontal merupakan
penyebab utama halitosis berkaitan dengan kondisi tersebut.Infeksi
kronis pada rongga nasal dan sinus paranasal, infeksi
tonsil(tonsilhlith),gangguan pencernaan, tukak lambung juga dapat
menghasilkan gas berbau. Selain itu, penyakit sistemik seperti
diabetes ketoasidosir, gagal ginjal, dan gangguan hati juga dapat
menimbulkan bau nafas yang khas. Penderita diabetes ketoasidosis
mengeluartan nafas berbau aseton. Udara pernafasan pada penderita
kerusakan ginjal berbau amonia dan disertai dengan
keluhandysgeusi,sedangkan pada penderita gangguan hati dan kantung
empedu seperti sirosis hepatis akan tercium bau nafas yang khas,
dikenal dengan istilahfoetorhepaticus.
2.Pseudo Halitosis(Halitosis Semu)Pada kondisi ini, pasien
merasakan dirinya memilki bau nafas yang buruk, namun hal ini tidak
dirasakan oleh orang lain disekitarnya ataupun tidak dapat
terdeteksi dengan tes ilmiah. Oleh karena tidak ada masalah
pernapasan yang nyata, maka perawatan yang perlu diberikan pada
pasien berupa konseling untuk memperbaiki kesalahan konsep yang ada
(menggunakan dukungan literature, pendidikan dan penjelasan hasil
pemeriksaan) dan mengingatkan perawatanoral hygieneyang
sederhana.
3.HalitophobiaPada kondisi ini, walaupun telah berhasil
mengikuti perawatangenuine halitosismaupun telah mendapat konseling
pada kasuspseudo halitosis, pasien masih kuatir dan terganggu oleh
adanya halitosis. Padahal setelah dilakukan pemeriksaan yang teliti
baik kesehatan gigi dan mulut maupun kesehatan umumnya ternyata
baik dan tidak ditemukan suatu kelainan yang berhubungan dengan
halitosis, begitu pula dengan tes ilmiah yang ada tidak menunjukkan
hasil bahwa orang tersebut menderita halitosis. Pasien juga dapat
menutup diri dari pergaulan sosial, sangat sensitif terhadap
komentar dan tingkah laku orang lain. Maka dari itu, diperlukan
pendekatan psikologis untuk mengatasi masalah kejiwaan yang melatar
belakangi keluhan ini yang biasanya dapat dilakukan oleh seorang
ahli seperti psikiater ataupun psikolog.
Penyebab HalitosisBau mulut (Halitosis) dapat disebabkan oleh
duafaktoryaitufaktorfisiologis danpatologis.
1.Faktorfisiologis terdiri dari :
a.Kurangnya aliran ludah selama tidur
Air liur sangat penting untuk menjaga kesegaran
nafas.Pengeluaran air liur akan berkurang ketika tidur, hal ini
menyebabkan mulut kering dan menimbulkan bau mulut.
b.Makanan
Bau mulut dapat terjadi karena pengaruh makanan. Beberapa jenis
makanan yang dapat menyebabkan bau mulut (Halitosis), diantaranya
adalah makanan yang mengandung sulfur seperti bawang putih, kubis,
brokoli serta makanan yang berbau khas seperti petai, jengkol, dan
durian .
c.Minuman atau alkohol
Alkohol dapat mengurangi produksi air ludah sehingga mengiritasi
jaringan mulut yang akhirnya semakin memperparah bau mulut.
d.Kebiasaan merokok
Merokok dapat memperburuk status kebersihan gigi dan mulut
sehingga bisa memicu terjadinya radang gusi dan dapat berakibat
terjadinya bau mulut (Soemantri, 2008).
e.Menstruasi
Wanita dalammasahaid (menstruasi) dapat mengalami bau mulut
(halitosis) disebabkan karena sekresi air ludah dalam mulut
berkurang sebagai akibat kekacauan endokrin yang pada kenyataannya
menguntungkan pertumbuhan kuman anaerob, sehinggahalitosissudah
pasti akan terjadi
2.Faktorpatologis terdiri dari :
a.Oral hygiene buruk
Kebersihan mulut yang tidak baik dapat menyebabkan
terjadinyahalitosis, misalnya karena sisa-sisa makanan yang
menempel dan sulit dibersihkan terutama pada gigi berbehel.
b.Plak
Plak adalah suatu deposit lunak yang terdiri atas kumpulan
bakteri yang berkembangbiak diatas suatu matrik yang terbentuk dan
melekat erat pada permukaan gigi apabila seseorang mengabaikan
kebersihan gigi dan mulutnya.
c.Karies
Karies gigi adalah suatu penyakit yang merupakan interaksi dari
4faktor
yaitu:Host(penjamu),Agent(penyebab),Enviorenment(lingkungan)
danTime(waktu) yang menghasilkan kerusakan pada jaringan keras gigi
yang tidak bisa pulih kembali yaitu email, dentin dan sementum.
Gigi yang terserang karies (rusak atau berlubang) dapat menjadi
salah satu sumber bau mulut. Lubang pada gigi tersebut dapat
menjadi penyimpanan makanan yang menjaditempatkuman memperoleh
media untukprosesmakanan serta menjaditempatkuman memperoleh media
untukprosespembusukan dan berkembangbiak. Bau dari gigi berlubang
secara langsung dapat dirasakan sendiri oleh individu yang
bersangkutan.
Lima strategi umum yang merupakan kunci dalam mencegah
terjadinya karies gigi :
Menjaga kebersihan mulut:Kebersihan mulut yang baik mencakup
gosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur malam serta
membersihkan plak dengan benang gigi (flossing) setiap hari.
Makanan:Semua karbohidrat dapat menyebabkan kerusakan
gigi,tetapiyang paling jahat adalah gula. Gula sederhana termasuk
gula meja (sukrosa), gula didalam madu (levulosa dan dekstrosa),
buah-buahan (fruktosa) dan susu (laktosa) memiliki efek yang sama
terhadap gigi.
Fluor:Fluor menyebabkan gigi terutama email tahan terhadap asam
yang menyebabkan terbentuknya karies. Efektif mengkonsumsi fluor
pada saat gigi sedang tumbuh dan mengeras yaitu sampai usia 11
tahun.
Penambalan:Penambalan dapat digunakan untuk melindungi lekukan
pada gigi belakang yang sulit dijangkau.
Terapi antibakteri:Orang-orang yang cenderung menderita karies
gigi perlu diberikan terapi antibakteri. Daerah yang rusak dibuang
dan semua lubang di tambal serta lekukan ditambal maka diberikan
obat kumur yang kuat (chlorhexidine) selama beberapa minggu untuk
membunuh bakteri didalam plak yang tersisa.
d.Bakteri
Bakteri adalah penyebab utamaHalitosis. Bakteri ini hidup dan
berkembangbiak di dalam mulut dengan memakan sisa protein makanan
yang melekat di celah gigi dan gusi.
Bakteri dalam ludah bukan karena kuman tersebut ikut diproduksi
bersama ludah dalam kelenjar ludah,tetapioleh karena mulut selalu
berhubungan dengan udara terbuka maka memudahkan masuknya berbagai
kuman dari udara luar tersebut. Kuman di dalam mulut yang terbanyak
adalah berada didalam plak. Kuman plak terdapat 100 kali lebih
banyak dibanding yang ada dalam ludah.
e.Gingivitis
Gingivitis adalah awal penyakit gusi akibat kuman yang berada
dalam plak ditandai dengan gusi merah, bengkak dan berdarah.
Gingivitis adalah peradangan pada gingiva yang menunjukkan adanya
tanda-tanda penyakit/kelainan pada gingiva. Gingivitis disebabkan
oleh plak dan di percepat dengan adanyafaktor-faktoriritasi lokal
dan sistemik
4) Rongga hidung dan sinus, baik oleh benda asing yang
tertinggal di dalam maupun dari infeksi yang menghasilkan nanah.
Jika infeksi dalam sinus, pernanahan dalam sinus bisa
berkepanjangan, bau yang dihasilkan sebenarnya dari rongga hidung
tapi bisa terkesan dari mulut. Dibutuhkan antibiotika jangka
panjang, atau irigasi sinus sampai bersih.
f.Tonsil (amandel)
Ada 2 tipe bau asal tonsil: @ infeksi tonsil, bau busuk;
dikelola dengan antibiotika dan kumur kerongkongan dengan air
garam. @ endapan di dalam celah (cekungan kecil) pada permukaan
tonsil, serupa pengapuran; baunya tajam. Dikelola dengan kumur
kerongkongan dengan air sirih disusul dengan air garam, dengan
harapan dapat menyebabkan pengerutan mukosa tonsil dan mendesak
endapan itu keluar, yang akan dibasuh air garam. Jika tak berhasil
terpaksa harus dilakukan evakuasi (endapan dicungkil keluar dengan
sonde). Sering bau dari endapan tonsil ini menjengkelkan karena
berkali-kali timbul, sulit dikelola tuntas, dan baunya yang tajam
dan khas itu bisa sampai menimbulkan rasa rendah diri. Dalam
kondisi begini perlu pertimbangan pengambilan tonsil, terutama jika
ada pembengkakan.
g.Esofagus (kerongkongan) dan lambung (maag)
Seharusnya antara esophagus dan maag ada klep yang mencegah asam
lambung naik, tapi beberapa kasus ada kebocoran misalnya pada kasus
hernia, atau fungsi klep terganggu misalnya pada kasus stres yang
berkepanjangan atau adanya kelainan esophagus misalnya adanya
kantong yang menahan sebagian makanan sebelum masuk lambung. Bau
nafas menjadi nyata pada orang yang berpuasa atau beberapa jam
tidak makan/minum karena asam lambung yang tidak teralirkan ke
dalam usus. Pada kasus begini bau hilang ketika makan dan minum
walau dalam porsi kecil saja. Bau petai dan bawang disebabkan
karena sebagian hasil metabolismenya disekresi lewat air liur
sehingga hanya bisa hilang dengan makan mentimun, yang sama-sama
disekresi air liur sehingga bisa membantu menetralkan. Hanya saja
mentimun harus segera dimakan (bersamaan) dengan petai dan
bawangnya.
Kedelai dan produk kedelai (tahu, tempe) hasil metabolismenya
juga bisa menimbulkan bau jika orang tidak mempunyai ensim pemecah
kedelai, seperti halnya susu dan keju pada mereka yang tidak cukup
ensim pemecah susu.
h.Bau karena penyakit umum
gangguan hati
infeksi jalan nafas/paru, terutama pada kasus bronki-ektasis
gangguan ginjal
diabetes
kanker
gangguan penyakit lain berbagai jenis penyakit.
Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan bau mulut antara lain: a)
gingivitis ulseratif nekrotisasi akut, b) mukositis ulseratif
nekrotisasi akut, c) penyumbatan usus, d) infeksi tenggorokan,
e)sinusitis.
Stres
Faktor stres dapat memicu terjadinya stomatitis sebab stres
dapat mengganggu proses kerja dari tubuh sehingga mengganggu proses
metabolism tubuh dan menyebabkan tubuh rentan terhadap serangan
penyakit, tidak hanya kejadian stomatitis bahkan gangguan-gangguan
lainnya dapat dapat dipicu oleh stres.11
Biasanya pasien mengalami ulser pada saat stres dan beberapa
fakta menunjukkan hal tersebut. Namun, stres sulit untuk diukur dan
beberapa penelitian belum dapat menemukan hubungan antara sters
dengan munculnya ulser. Faktor psikologis (seperti emosi dan stres)
juga merupakan faktor penyebab terjadinya stomatitis.12
3. Apa hubungan keluhan pasien dengan demam? Sebagai respon
terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-sel
Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen
endogen IL-1(interleukin 1), TNF (Tumor Necrosis Factor ), IL-6
(interleukin 6), dan INF (interferon) yang bekerja pada pusat
termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat.
Hipotalamus mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan
bukan di suhu normal. Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan
titik patokan menjadi 38,9 C, hipotalamus merasa bahwa suhu normal
prademam sebesar 37 C terlalu dingin, dan organ ini memicu
mekanisme-mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh
(Ganong, 2002).
Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan
suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang
diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang. Ransangan endogen
seperti eksotoksin dan endotoksin menginduksi leukosit untuk
mengeluarkan pirogen endogen, dan yang poten diantaranya adalah
IL-1 dan TNF, selain IL-6 dan IFN. Pirogen endogen ini akan bekerja
pada sistem saraf pusat tingkat OVLT (Organum Vasculosum Laminae
Terminalis) yang dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nukleus
preoptik, hipotalamus anterior, dan septum palusolum. Sebagai
respon terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis
prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam
arakidonat jalur COX-2 (cyclooxygenase 2), dan menimbulkan
peningkatan suhu tubuh terutama demam (Nelwan dalam Sudoyo,
2006).
Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non
prostaglandin melalui sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi
oleh produk lokal MIP-1 (machrophage inflammatory protein-1) ini
tidak dapat dihambat oleh antipiretik (Nelwan dalam Sudoyo,
2006)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21445/4/Chapter%20II.pdf4.
Bagaimana nomenclature gigi dan mengapa gigi itu yang terkena? Cara
Zsigmondy Gigi susu
V IV III II I I II III IV V
V IV III II I I II III IV V
Gigi tetap
8 7 6 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
Contoh penulisan :
V : gigi susu m2kanan atas
6: gigi tetap M1kiri bawah
Cara FID ( Federation Internationale Dentaire )Dengan
menggunakan sstem 2 angka :
Gigi Tetap :
1-
2-
3-
4-
18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28
48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38
Gigi Susu
5-
6-
8-
7-
55 54 53 52 51 61 62 63 64 65
85 84 83 82 81 71 72 73 74 75
Jadi :
46
: gigi tetap molar 1 kiri bawah
47
: gigi tetap molar 1 kiri bawah
48 : gigi tetap molar 1 kiri bawah
Clark, D. H, 1992, Practical Forensic Odontology,
Butterworth-Heinemann Ltd, Melksham, Great Britain.Pada keadaan
normal di dalam rongga mulut terdapat bermacam-macam kuman yang
merupakan bagian daripada flora kuman dan tidak menimbulkan
gangguan apapun (apatogen), tapi jika daya tahan tubuh/mulut
terganggu/menurun, maka flora mulut yang apatogen tadi dapat
berubah menjadi patogen dan menimbulkan gangguan/menyebabkan
berbagai penyakit/infeksi.
Daya tahan tubuh tadi menurun karena gangguan mekanik (trauma,
cedera), gangguan kimiawi, termik, defisiensi vitamin, kekurangan
darah (anemi), dsb.
Misalnya karena trauma mulut maka akan terjadi lecet/luka pada
mukosa mulut maka bakteri apatogen tadi dapat menjadi patogen dan
menimbulkan radang pada luka/lecet tadi sehingga timbul ulser.
buku patologi : FKUI
5. Pada peningkatan vital sign apa hubungannya dengan keluhan
pasien? Inflamasi( ada proses imunologi dibawa aliran darah maka HR
nya harus kencang
Nafas: HR nya naik maka nafas di percepat karena butuh O2
banyak
6. Mengapa keluhan kambuh walau sudah di beri obat albotil
dkk?KHASIAT
ALBOTHYL mempunyai efek selektif hanya bekerja terhadap jaringan
rusak atau patologis, yaitu koagulasi dan kemudian dikeluarkan atau
dilepaskan. Sedangkan epitel skuamosa yang sehat tidak dipengaruhi
oleh ALBOTHYL. Pada kontak langsung, ALBOTHYL dapat mematikan flora
patogen dalam vagina (bakteri, jamur, trikomonas), tetapi
sebaliknya mempertahankan flora normal dan memulihkan keasaman
fisiologis dari vagina. ALBOTHYL segera pula menghilangkan
keluhan-keluhan subyektif penderita seperti pruntus (gatal-gatal),
keputihan dan sebagainya. Bahkan ALBOTHYL mempunyai khasiat
astringen (menciutkan) dan hemostatik yang kuat. Sedangkan
re-epitelisasi dipercepat karena timbulnya reaksi hiperemi sekitar
daerah pengobatan dan karena perangsangan granulasi dan jaringan
normal. ALBOTHYL benar-benar tidak toksik ataupun menyebabkan
sensitisasi dan resistensi.
INDIKASI
GinekologiVaginitis, keputihan vagina dan serviks (leher rahim)
karena berbagai etiologi, ektropia dan erosi dari porsio dan
serviks,servisitis. Sebagai hemostatik setelah biopsi dan
pengangkatan polip di serviks, erosi uretra eksterna dan papiloma
uretra,kondiloma akuminata. Luka akibat pemakaian instrumen
ginekologi, untuk mempercepat proses penyembuhan
setelahelektro-koagulasi.
Bedah
Menghentikan perdarahan lokal dan kapiler, mempercepat pelepasan
dan pembersihan jaringan nekrotik akibat Juka bakardan luka-luka
biasa.
Dermatologi
Untuk pembersihan dan stimulasi regenerasi
jaringanluka/peradangan yang kronik, lesi dekubitus, ulkus
kruris,kondiloma akuminata dan sebagainya.
Otorinolaringologi
Granulasi berlebihan (proliferasi) dan polip akibat
pembedahanradikal. Nekrosis, proliferasi dan ekzema dari kanalis
auditorius.Hemostasis pada tonsilektomi dan epistaksis
(mimisan).
Stomatologi dan Odontologi
Hemostasis pada bedah endodontik, reseksi apeks,
kistektomi,kuretase granuloma, pasca ekstraksi gigi. Gingivitis,
dry socketstomatitis aftosa, herpes labialis, ragades,
kumur-kumur.
7. Bagaimana mekanisme terjadinya ulserasi?
Ulser
Tubuh sebenarnya memiliki pertahanan tubuh alamiah terhadap
serangan bakteri. Pertahanan ini disebut dengan sistem
laktoperoksidase (LP-system). Sistem ini terdapat pada saliva atau
ludah. LP system dapat berfungsi sebagai bakteriostatis terhadap
bakteri mulut dan bakteriosid terhadap bakteri patogen jika
tersedia ketiga komponennya. Yaitu enzim laktoperoksidase,
dosianat, dan hydrogen peroksida (H2O2). Bakteri di dalam mulut
dapat berkembang biak tak terkendali karena sistem laktoperoksidase
yang merupakan pertahanan alami dalam saliva umumnya rusak.
Rangsangan perusak yang masuk sesuai dengan potensinya akan
ditanggapi oleh tubuh baik secara lokal atau sistemik. Tanggapan
ini dapat berlangsung wajar, artinya tanggapan-tanggapan tersebut
secara normal dapat dieleminasi melalui aksi fagositosis.
Sebenarnya reaksi tubuh terhadap rangsangan yang merusak itu
bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan peradangan tersebut.
Tetapi kadang-kadang reaksi jaringan amat berlebih, melebihi porsi
stimulusnya sendiri sehingga reaksi pertahanan yang tadinya
dimaksudkan untuk melindungi struktur dan fungsi jaringan justeru
berakhir dengan kerusakan jaringan sendiri. Yang menyebabkan luka
atau ulkus pada jaringan itu.
Sumber : BurketsOral Medicine. Diagnosis and Treatment.
10thEdition. Glick, Greenberg8. Apa yang menyebabkan ulser tersebut
tampak hiperemis disertai pendarahan spontan, terdapat
pseudomembran?
Hiperemis kemerahan
Perdarahan spontan ( mukosa tipis, terus tergesek2 ( perdrahan
spontan
9. Anatomi rongga mulut? Anatomi Rongga Mulut
Mulut meluas dari bibir ke sampai isthmus faucium, yaitu
perbatasan mulut dengan pharyng. Dibagi menjadi vestibulum oris
yaitu bagian di antara bibir dan pipi terluar dengan gusi dan gigi
di dalam, cavitas oris propia yaitu bagian di antara arcus
alveolares, gusi, dan geligi
Vestibulum oris adalah rongga mirip celah yang berhubungan
dengan dunia luar melalui rima oris. Vestibulum berhubungan dengan
cavitas oris di belakang gigi molar ke tiga pada ke dua sisi ,di
atasnya dan di bawahnya vestibulum dibatasi lipatan balik membran
mukosa bibir dan pipi pada gusi. Pipi membentuk dinding lateral
vestibulum.
Anterior: labium superior & inferior(tertutup), rima oris
(terbuka)
Lateral: lapisan mukosa yang menutupi M.buccinator
Posterior: dentist dan ginggiva
Superior dan inferior :lipatan mukosa yang menghubungkan antara
labium dengan ginggiva.
Cavitas oris propia memiliki atap yang di bentuk oleh palatum
durum di depan palatum molle di belakang. Dasar mulut sebagaian
besar di bentuk oleh dua pertiga anterior lidah dan lipatan balik
membran mukosa lidah pada gusi di atas mandibula. Pada garis tengah
lipat membran mukosa yang disebut frenulum linguae menghubungkan
permukaan bawah lidah pada dasar mulut. Di kiri kanan frenulum
terdapat papila kecil pada puncaknya di temukan muara duktus
glandula submandibularis. Dari papila rabung membran mukosa yang
membulat meluas ke belakang dan lateral rabung di timbulkan oleh
glandula sublingualis di bawahnya dan disebut plika
sublingualis
Anterolateral: dens & ginggiva
Posterior: istmus faucium
Superior:palatum durrum ( 2/3 anterior (keras), palatum mole
(1/3 poaterior)
inferior : lingua ( 2/3 anterior lidah) , 1/3 posterior di
oropharinx
(Anatomi klinik R. Snell)
I. Palatum (Langit-langit)
Membentuk atap mulut dan lantai kavum nasi
Mengandung palatum durum (2/3 anterior) dan palatum mole (1/3
posterior)
A. Palatum Durum
Membentuk bagian tulang rawan antara kavum nasi dan kavum
oris.
Terdiri atas prosesus palatinus osis maksillaris dan pars
horisontalis osis palatini.
Mengandung foramen insisivum pada bidang median ke arah
anterior, dan foramin palatina mayor dan minor ke arah
posterior.
B. Palatum Mole
Merupakan plika fibromuskular yang merentang dari tepi posterior
palatum durum.
Bergerak ke arah posterior berlawanan dengan didnding faring
untuk menutup isthimus orofaringeal (fausial) pada waktu menelan
selama berbicara.
C. Otot-Otot
OtotOrigoInsersioNervusFungsi
Tensor veli palatiniFossa skafoidea; spina sfenoidalis;kartilago
tuba auditivaKait tendo yang mengelilingi hamulus pterigoidea untuk
insersio pada aponeurosis palatum moleRami mandibullaris N.
TrigeminusMengangkat palatum mole
Levator veli palatiniPars petrosa osis temporalis; kartilago
tuba auditivaAponeurosis palatum moleN. Vagus via pleksus
faringeusMengangkat palatum mole
PalatoglossusAponeurosis palatum moleSisi dorsolateal lidahN.
Vagus via pleksus faringeusMengangkat lidah
PalatofaringeusAponeurosis palatum moleKartilago tiroid dan sisi
faringN. Vagus via pleksus faringeusMengangkat faring; menutup
nasofaring
Muskulus uvulaeSpina nasalis posterior; aponeurosis
palatinaMembrana mukosa uvulaN. Vagus via pleksus
faringeusMengangkat uvula
II. Lidah (Lingua)
Dilekatkan oleh otot-otot os hioid, mandibula, prosesus
stiloideus dan faring.
Dibagi oleh sulkus terminalis yang berbentuk V menjadi dua
bagian: 2/3 anterior dan 1/3 posterior yang berbeda perkembangannya
secara struktural dan persarafannya.
Memiliki foramen sekum lingua pada apeks dari V yang menandakan
tempat asal duktus tiroglossus pada waktu embrio.
A. Papilae Lingualis
Kecil, penonjolan berbentuk puting susu pada 2/3 anterior dorsum
lingua.
Termasuk papilae valata, fungiformis dan filiformis.
B. Tonsila Lingualis
Merupakan kumpulan massa nodular folikel limfoid pada 1/3
posterior dorsum lingua.
C. Inervasi
Otot-otot ekstrinsik dan intrinsiknya dipersrafi oleh nervus
hipoglossus, kecuali muskulus palatoglossus yang dipersarafi nervus
vagus.
2/3 anterior dipersarafi nervus lingualis untuk sensasi umum dan
oleh korda timpani oleh sensasi khusus (pengecap).
1/3 posteriornya dan papila valata dipersarafi nervus
glossofaringeus untuk sensasi umum dan khusus.
Akarnya dekat epiglotis dipersarafi nervus laringeus internus
dari nervus vagus untuk sensasi umum dan khusus.
D. Arteri Lingualis
- Berasal dari arteri karotis eksterna pada level ujung kornu
mayor osis hioid pada trigonum karotikum
E. Otot-otot
Stiloglossus ( Retraksi dan elevasi lidah
Hioglossus ( Depresi dan retraksi lidah
Genioglossus ( Protrusi dan depresi lidah
Palatoglossus ( Elevasi lidah
III. Geligi-geligi dan Gusi (Gingiva)
A. Struktur Gigi-Geligi
1. Enamel(Substansi yang paling keras yang membungkus
mahkota.
2. Dentin(Substansi keras yang dipelihara melalui tubuli
dentalis yang halus dari barisan odontoblas ruang pulpa
sentralis.
3. Pulpa(Mengisi ruang sentralis yang dilanjutkan dengan kanalis
radiks dan mengandung sejumlah pembuluh darah, saraf, dan limfatik
yang memasuki foramen pulpa melalui suatu foramen apikalis pada
apeks radiks.
B. Bagian-bagian Gigi-Geligi
1. Mahkota (Crown)
2. Leher (Kolum)
3. Akar (Radiks)
C. Jenis Gigi-Geligi
1. Insisivus
2. Kaninus
3. Premolar
4. Molar
D. Persarafan Gigi
1. Gigi maksilaris(Rami anterior, medius dan posterior nervus
maksilaris.
2. Gigi mandibularis(Ramus alveolaris inferior nervus
mandibularis.
E. Persarafan Gingiva
1. Permukaan Luar
a. Gingiva maksilaris(nervi alveolaris superior posterior,
medius dan anterior nervus infraorbitalis.
b. Gingivs mandibularis(nervus bukalis dan mentalis.
2. Permukaan Dalam
a. Gingiva maksilaris(nervus palatinus mayor dan
nasoplatinus.
b. Gingiva mandibularis(nervus lingualis.
IV. Glandula Salivatorius
a. Glandula submandibularis
b. Glandula sublingualis
V. Nervus Otonom
(Seri Ringkasan Gross Anatomi, Kyun Won Chung, Binarupa Aksara,
Jakarta:1993)
10. Pemeriksaan menentukan diagnosis?
Diagnosis SAR didasarkan pada anamnesa dan gambaran klinis dari
ulser. Biasanya pada anamnesa, pasien akan merasakan sakit dan
terbakar pada mulutnya, lokasi ulser berpindah-pindah dan sering
berulang. Harus ditanyakan sejak dari umur berapa terjadi, lama
(durasi), serta frekuensi ulser. Setiap hubungan dengan faktor
18
predisposisi juga harus dicatat.16 Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan ulser pada bagian mukosa mulut dengan bentuk yang oval
dengan lesi 1 cm yang jumlahnya sekitar 2-6. Pemeriksaan tambahan
diperlukan seperti pemeriksaan sitologi, biopsi, dan kultur bila
ulser tidak kunjung sembuh.8,11,17
Diagnosis stomatitis aftosa rekuren
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat lesi, pemeriksaan
klinis, bila perlu pemeriksaan darah untuk mencari kemungkinan
adanya gambaran abnormal pada MCV (mean corpuscular volume).
Diagnosis stomatitis aftosa rekuren ditentukan berdasarkan riwayat
rekurensi lesi dan sifat lesi yang dapat sembuh sendiri. Kedua hal
tersebut perlu ditanyakan dalam anamnesis (Sook Bin Woo dan
Greenberg, 2008; Neville dkk,2008).
Beberapa hal yang dapat ditanyakan saat melakukan anamnesis
antara lain:
Riwayat lesi
Riwayat terjadinya lesi merupakan hal yang sangat penting. Oleh
karena itu perlu diperhatikan:
Adanya rekurensi
Jenis stomatitis aftosa: apakah minor, mayor ataupun
herpetiformis
Usia pada saat onset: anak-anak atau remaja
Adanya riwayat penyakit serupa dalam keluarga
Lesi hanya ditemuka di mukosa yang tidak berkeratin
Ada tanda dan gejala penyakit Behcet (lesi ditemukan di ocular,
genital, kulit, persendian)
Pemeriksaan
Perhatikan gambaran klinisnya:
Erosi berbatas tegas dengan tepi teratur, disertai kelim merah
di sekitarnya
Bila ditemukan jaringan parut atau palatum molle ikut terlibat,
maka kondisi tersebut menunjukkan adanya sebuah stomatitis aftosa
tipe mayor
Penyakit lain yang mempunyai bambaran khas dapat disingkirkan,
seperti: lichen planus ataupun prnyakit vesikulobulosa lainnya.
Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan ini digunakan untuk menyingkirkan adanya kemungkinan
penyakit yang melatarbelakangi timbulnya lesi, terutama pada pasien
yang onsetnya pada lansia. Untuk itu perlu diperiksa antara
lain:
Status anemia, Fe, asam folat, vitamin B-12
Adanya riwayat diare, konstipasi atau feces bercampur darah yang
menunjukkan adanya kelainan pada saluran pencernaan, misalnya
coeliac disease atau malabsorpsi
Pemeriksaan darah rutin dapat memberikan informasi lainnya dan
biasanya temuan yang paling penting adalah MCV yang abnormal. Jika
ada makrositik atau mikrositik, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut
untuk mencari terapi yang tepat terhadap penyebabnya.
Pemeriksaan fisik
B1-B6
B1: Nafas (halitosis)
B2: PERDARAHAN SPONTAN
B3: nyeri (persyarafan)
B4: terjadi apabila ada dehidrasi
B5: ada saliva atau tidak
B6: Kelemahan
Pemeriksaan penunjang
Swab pseudomembran ( pengecatan (gram, jamur (KOH)), kultur.
11. DD?
Stomatitis aftosa rekuren secara klinis terbagi ke dalam tiga
jenis, yaitu stomatitis aftosa minor, mayor dan herpetiformis:
Stomatitis aftosa minor
Jenis stomatitis aftosa ini merupakan bentuk lesi yang paling
sering ditemukan.
Lesi ditemukan pada mukosa yang tidak berkeratin
Lesi berbentuk erosi, bulat, berdiameter 5 7 mm, disertai kelim
merah di sekitar lesi, warna lesi putih-kekuningan, berjumlah satu
atau lebih.
Gb 1. Stomatitis aftosa minor
(Cawson dan Odell, 2008)
Stomatitis aftosa mayor
Jenis stomatitis aftosa ini lebih jarang ditemukan.
Lesi berdiameter di atas 1 cm
Kadang lesi menyerupai lesi ganas.
Ulkus dapat bertahan hingga beberapa bulan.
Lesi ditemukan pada mukosa yang terlibat dalam pengunyahan,
seperti dorsum lidah atau gingiva.
Terbentuk jaringan parut setelah terjadi penyembuhan.
Gb 2. Stomatitis aftosa mayor
(Lamey dan Lewis, 1991)
Stomatitis aftosa herpetiformis
Jenis stomatitis aftosa ini jarang ditemukan.
Lesi ditemukan pada mukosa yang tidak berkeratin.
Lesi berdiameter 1 2 mm.
Jumlah lesi 10 100 buah.
Beberapa lesi ada yang bergabung menjadi satu lesi dengan tepi
tidak beraturan.
Di sekitar lesi multiple tersebut ditemukan daerah eritematosa
yang luas.
Gb 3. Stomatitis aftosa herpetiformis
(Cawson dan Odell, 2008)
12. Etiologi sariawan?
Meskipun etiologi stomatitis aftosa rekuren tidak diketahui,
namun ada beberapa faktor predisposisi
yang berkaitan dengan munculnya lesi dan dapat mempermudah
terjadinya lesi. Berbagai faktor
predisposisi tersebut antara lain: faktor genetik, trauma,
hormonal, stres, gangguan imunologi, defisisiensi hematologi, bukan
perokok (Cawson dan Odell, 2008).
Faktor genetik
Telah ada bukti yang menunjukkan bahwa faktor genetik merupakan
faktor predisposisi. Dari riwayat keluarga dapat diketahui adanya
pengaruh faktor genetik ini, dan kelihatannya penyakit ini lebih
sering ditemukan pada anak kembar bila dibandingkan dengan yang
tidak kembar.
Trauma
Beberapa pasien mengira bahwa lesi terjadi akibat trauma, sebab
gejala awalnya didahului oleh sikat gigi yang menyodok mukosa
mulut. Letak lesinya tergantung pada daerah yang terlibat dalam
trauma tersebut. Namun demikian, lesi biasanya ditemukan di daerah
yang terlindung, jarang ditemukan pada mukosa yang berperan pada
pengunyahan.
Faktor hormonal
Pada beberapa wanita, stomatitis aftosa dihubungkan dengan fase
luteal dalam siklus haid. Namun terapi hormonal yang diberikan
ternyata tidak cukup efektif.
Stres
Beberapa pasien menghubungkan eksaserbasi ulserasi dengan saat
mereka mengalami stres. Ada berbagai macam penelitian yang
melaporkan adanya hubungan tersebut. Stres sendiri sulit untuk
diukur, dan ada juga penelitian yang tidak menemukan adanya
hubungan tersebut.
Gangguan imunologi
Oleh karena etiologi stomatitis aftosa rekuren tidak diketahui,
ada kecenderungan untuk menganggapnya sebagai kelainan autoimun.
Telah banyak bentuk gangguan imunologi yang dilaporkan, tetapi
hasil yang ditemukan berlawanan dengan teori yang diajukan. Hingga
kini belum ditemukan teori imunopatogenesis yang tepat yang
mendukung gambaran klinisnya. Adanya kemungkinan bahwa faktor
alergi terkait dengan timbulnya stomatitis aftosa juga belum dapat
dipastikan. Pada sebagian besar pasien yang ada tidak ditemukan
perubahan bermakna pada kadar immunoglobulin terkait. Beberapa
penelitian lain tidak berhasil menemukan kompleks imun yang
beredar.
Stomatitis aftosa rekuren sendiri juga tidak memiliki gambaran
yang menunjukkan adanya keterkaitan dengan penyakit autoimun.
Stomatitis aftosa rekuren tidak memberikan respon pada pengobatan
imunosupresif dan bertambah parah jika ada ganguan fungsi imun
sebagaimana ditemukan pada infeksi HIV (Cawson dan Odell, 2008;
Regezi dkk, 2008).
Defisiensi hematologi
Telah dilaporkan bahwa defisiensi yang terjadi pada vitamin B12,
asam folat dan Fe dapat ditemukan pada penderita stomatitis aftosa
rekuren hingga mencapai jumlah 20%nya. Defisiensi seperti ini
sering ditemukan pada penderita stomatitis aftosa rekuren yang
lesinya baru muncul di usia pertengahan ataupun bertambah parah
sesudahnya (Sook Bin Woo dan Greenberg, 2008).
Kondisi seperti ini bersifat laten pada sebagian besar pasien
yang ditemukan, hemoglobinnya masih dalam batas normal dan gejala
utamanya adalah mikrositosis ataupun makrositosis pada sel darah
merah. Bagi penderita yang memang diketahui mengalami defisiensi
vitamin B12 dan asam folat, pemberian vitamin yang bersangkutan
untuk menanggulangi defisiensi dapat meredakan lesi stomatitis
aftosa rekuren yang timbul.
Bukan perokok
Telah lama diketahui bahwa stomatitis aftosa rekuren terjadi
terutama pada orang yang bukan perokok. Stomatitis aftosa rekuren
dapat muncul kembali bila kebiasaan merokok dihentikan.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa etiologi stomatitis aftoa
rekuren tetap tidak jelas. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa
stomatitis aftosa rekuren adalah bentuk penyakit autoimun. Tidak
jelas juga apakah gangguan imunologi yang ditemukan merupakan
penyebab atau akibat. Pada sebagian kecil pasien ditemukan hubungan
yang jelas antara stomatitis aftosa rekuren dengan defisiensi
hematologi. Defisiensi hematologi tersebut dapat terjadi sebagai
akibat dari penyakit yang terjadi di usus halus ataupun penyebab
malapsorpsi lainnya (Regezi dkk, 2008).
Gambaran klinis stomatitis aftosa rekuren
Gambaran khas stomatitis aftosa rekuren terdiri dari (Cawson dan
Odell, 2008):
Onsetnya sering ditemukan pada anak-anak, tetapi mencapai
puncaknya pada masa remaja atau dewasa muda.
Lesi muncul pada saat yang bervariasi, tetapi secara relatif
dapat ditentukan pada interval tertentu.
Sebagaian besar penderitanya terlihat sehat.
Pada sebagian kecil kasus ditemukan gangguan hematologi.
Sebagian besar pasien yang ditemukan bukan perokok.
Biasanya lesi bersifat self-limiting.
Stomatitis aftosa rekuren lebih banyak ditemukan pada penderita
perempuan dibandingkan laki-laki. Frekuensi lesi mencapai puncaknya
saat dewasa muda/usia di atasnya, kemudian menurun perlahan.
Stomatitis aftosa rekuren jarang ditemukan pada lansia, terutama
yang sudah tidak bergigi. Namun
demikian, para lansia juga masih bisa mengalaminya jika pada
mereka ditemukan gangguan hematologi. Sebagian besar penderita yang
ditemukan memiliki pekerjaan sebagai petugas administrasi,
semi-profesional dan bukan perokok. Kadang, stomatitis aftosa dapat
muncul kembali jika kebiasaan merokok dihentikan.
Riwayat lesi pada umumnya berupa rasa nyeri yang muncul dalam
interval 3 4 minggu. Kadang ada yang berlangsung terus-menerus,
tetapi ada juga yang muncul kembali setelah beberapa bulan.
Stomatitis aftosa minor yang soliter dapat bertahan hingga 7 10
hari, kemudian sembuh tanpa membentuk jaringan parut. Stomatitis
aftosa umumnya terjadi pada mukosa yang tidak berkeratin seperti
mukosa bukal, sulkus, bagian lateral lidah. Sedangkan stomatitis
aftosa tipe mayor terjadi pada bagian mukosa yang terlibat dalam
pengunyahan. Rasa nyeri yang terjadi pada stomatitis aftosa mayor
dapat mengganggu fungsi makan (Neville dkk, 1999).
13. Penatalaksanaan sariawan?
14. Penyakit apa selain sariawan yang ada gambaran
pseudaomembran pada ulser?
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24010/4/Chapter%20II.pdf15.
Etiologi halitosis?
Penyebab
Halitosis Bau mulut biasanya disebabkan oleh masalah dari rongga
mulut itu sendiri. Namun tidak menutup kemungkinan bau mulut
berasal dari luar mulut, seperti hidung, faring, paru-paru dan
lambung. Normalnya, bau dari rongga mulut tidak tetap, tetapi
berubah dari waktu ke waktu sepanjang hari dan dipengaruhi oleh
factor : usia, jenis kelamin, keadaan perut lapar dan menstruasi.
Bau mulut akan terjadi pada seseorang yang sehat bila rongga mulut
tidak
melakukan aktivitas selama kira-kira 1-2 jam. Misalnya pada
keadaan puasa, bangun tidur, orang yang menggunakan gigi palsu yang
jarang atau tidak pernah dibersihkan.
Jika bau nafas yang sebelumnya normal berubah menjadi halitosis,
maka penyebabnya adalah: - Makanan (misalnya bawang mentah, bawang
putih, kol, jengkol, pete)
-Vitamin (terutama dalam dosis tinggi)
- Kebersihan gigi yang jelek
- Gigi karies
- Merokok
- Alkohol
- Sindroma Sjgren
- Benda asing di hidung (biasanya terjadi pada anak-anak)
- Obat-obatan (paraldehid, triamteren obat bius yang dihirup,
suntikan insulin).
Penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan bau mulut:
Gingivitis ulseratif nekrotisasi akut, Mukositis ulseratif
nekrotisasi akut, Gangguan ginjal,Gangguan hati, Penyumbatan usus,
Penyakit Periodontal, Bronkiektasis, Diabetes mellitus, Kanker
kerongkongan, Karsinoma lambung, fistula
gastrojejunokolik,Ensefalopati hepatikum , Ketoasidosis diabetikum,
Abses paru, Ozena, Faringitis, Divertikulum Zenker.
I.P Gi-Lut drg. Ade ismail A. K
Faktor lain dari bau mulut
Ektra oral
Penyakit sistemik pernafasan atau sinusitis kronik
Proses ulsero-gangrenous trachea, brochus dan paru2 Bahan berbau
: makanan , minum obat
Intra oral
Impaksi makan pada :
Gigi berjejal, protesa
Caries, interdental papil hilang
Pseudo pocket ( erupsi gigi, gingiva enlargment )
True pocket/ periodontal pocket
post operasi, nekrosisi jaringan
I.P Gi-Lut drg. Ade ismail A. K
16. Cara untuk mengetahui adanya bau mulut pada pasien?
17. Penatalaksanaan halitosis?
Penanganan Bau MulutPenggunaan penyegar nafas, permen karet dan
obat kumur, biasanya bersifat asimptomatis dan sangat terbatas
kerjanya hanya sementara saja, pada saat efek dari penyegar nafas
hilang bau mulut akan kembali tercium.
Pencegahan dan Perawatan Halitosis
Penanganan halitosis tergantung pada faktor penyebabnya, yang
penting dokter gigi dapat membedakan penyebab bau mulut sebagai
kelainan di dalam atau di luar mulut. Umumnya halitosis bisa
dikurangi atau dihilangkan sama sekali dengan menjaga kebersihan
mulut seperti menyikat gigi, menggunakan benang gigi, membersihkan
lidah, menggunakan obat kumur (lebih dianjurkan dengan air garam)
dan diet sehat, namun kadang-kadang diperlukan penangganan oleh
tenaga profesional untuk melakukan rujukan. Untuk dapat mengatasi
halitosis secara efektif, diperlukan pemeriksaan secara menyeluruh
dan diagnosa yang tepat.
Tindakan pencegahan dan perawatan pada halitosis antara
lain,
Menyikat GigiSebaiknya gigi disikat dua kali sehari. Gigi
disikat dengan bulu sikat yang lembut dan kepala sikat yang kecil.
Hindarkan pemakaian bulu sikat yang kasar karena bulu sikat yang
kasar dapat menyebabkan resesi gingiva.Penyikatan gigi sebaiknya
menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor untuk mencegah karies
gigi sekaligus.
Menggunakan Benang Gigi ( Dental Floss )Benang gigi (dental
floss) digunakan untuk membersihkan celah gigi yang sempit yang
tidak dapat dicapai dengan sikat gigi. Hal ini dilakukan dengan
cara memotong benang kira-kira sepanjang 40 cm, kemudian diputarkan
di kedua jari tengah kanan dan kiri. Benang dimasukkan ke celah
diantara gigi dan ditahan dengan ibu jari agar kuat dan tidak lepas
ketika dilakukan gerakan seperti menggergaji. Tindakan ini
sebaiknya dilakukan satu kali sehari, namun bila memungkinkan
dilakukan dua kali sehari. Setelah tahap ini diperbolehkan kumur
sampai bersih atau dibilas dengan air.
Membersihkan LidahPermukaan lidah dibersihkan dengan cara
menyikat lidah dua kali sehari menggunakan sikat gigi atau alat
khusus pembersih lidah (tongue scrapper). Permukaan lidah disikat
dengan lembut dan perlahan agar lidah tidak luka. Sambil lidah
dijulurkan ke depan, tempatkantongue scrappersejauh mungkin ke
belakang lidah, selama masih tahan, sambil ditarik ke depan dan ke
bawah dengan tekanan ringan. Gunakan kain/kertas tissue bersih atau
air mengalir untuk membersihkantongue scrapper. Ulangi prosedur ini
2-4 kali sampai seluruh permukaan dibersihkan.
Penggunaan Obat KumurObat kumur digunakan paling sedikit sekali
sehari. Waktu yang paling tepat menggunakan obat kumur adalah
sebelum tidur karena obat kumur memberikan efek antibakteri selama
tidur saat aktivitas bakteri penyebab bau mulut meningkat. Obat
kumur yang mengandung alkohol dapat mengakibatkan mulut kering dan
apabila digunakan dalam waktu lama dapat menyebabkan mukosa mulut
terkelupas. Oleh karena itu, sebaiknya menggunakan obat kumur
non-alkohol seperti yang mengandung sodium sakarin. Penggunaan
tidak perlu terlalu berlebihan, kurang lebih 10-15 ml sudah cukup
untuk membasahi seluruh permukaan mulut. Kumur sekurang-kurangnya
1-2 menit. Jangan kumur langsung dari botol, karena apabila
tersentuh ludah, bahan akan terkontaminasi, sehingga bahan aktif
selebihnya di dalam botol dapat menjadi rusak, akibatnya tidak
berguna lagi untuk pemakaian selanjutnya. Atau kumur larutan garam
fisiologis, atau yang mengandung minyak esensial untuk membantu
melindungi selaput lendir mulut sehingga tidak mudah kering. Jika
dikehendaki antiseptik pakai yang mengandung zinc dan
chlorhexidine.
Sumber :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27287/4/Chapter%20II.pdfLIPage
18