LAY OUT GEREJA KOLONIAL BELANDA DI JAKARTA Studi Kasus Gereja Immanuel dan Gereja Paulus Oleh: Barbara Dosen Pembimbing: Han Awal Program Studi Arsitektur Interior Fakultas Teknik Universitas Indonesia ABSTRAK Bangsa Eropa, khususnya Belanda dengan durasi tinggal yang lebih lama, merupakan bangsa yang membawa agama Kristen ke Indonesia, khususnya Jakarta. Pendirian gereja-gereja di Jakarta pun berawal dari pembangunan gereja yang mereka laksanakan. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui pembentukan dan penggunaan pola susunan ruang pada gereja kolonial. Metode penelitian diawali dengan penelitian sejarah tentang gereja di Jakarta, dilanjutkan dengan penelitian terhadap dua gereja kolonial yaitu Gereja Immanuel dan Gereja Paulus dan diakhiri dengan penyimpulan yang menjawab tujuan penulisan tersebut. Kedua gereja ini dapat menjawab kebutuhan umat Kristen Protestan dengan inti ibadahnya yang berupa persekutuan jemaat dan khotbah. Kata kunci: gereja, sejarah, Hindia Belanda, Kristen Protestan, persekutuan jemaat, khotbah ABSTRACT The European, especially The Dutch with longer duration of dwell, are nation who bring Christianity to Indonesia, especially Jakarta. The development of churches in Jakarta is also started by their development of churches. This script is purposed to find the formation and the use of the Dutch colonial churches’ lay outs. The research method begun with the research of history of churches in Jakarta, continued by the research of two Dutch colonial churches specifically Gereja Immanuel and Gereja Paulus and ended with a conclusion which answered the purpose of this script. These two churches can provide needs of the Protestants with the gathering and the preach as the core of the worship. Key words: church, history, Dutch East Indies, Protestant Christians, fellowship of people, preach Lay out..., Barbara, FT UI, 2013.
20
Embed
LAY OUT GEREJA KOLONIAL BELANDA DI JAKARTA Studi Kasus ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAY OUT GEREJA KOLONIAL BELANDA DI JAKARTA Studi Kasus Gereja Immanuel dan Gereja Paulus
Oleh: Barbara Dosen Pembimbing: Han Awal
Program Studi Arsitektur Interior
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
ABSTRAK
Bangsa Eropa, khususnya Belanda dengan durasi tinggal yang lebih lama, merupakan bangsa yang membawa agama Kristen ke Indonesia, khususnya Jakarta. Pendirian gereja-gereja di Jakarta pun berawal dari pembangunan gereja yang mereka laksanakan. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui pembentukan dan penggunaan pola susunan ruang pada gereja kolonial. Metode penelitian diawali dengan penelitian sejarah tentang gereja di Jakarta, dilanjutkan dengan penelitian terhadap dua gereja kolonial yaitu Gereja Immanuel dan Gereja Paulus dan diakhiri dengan penyimpulan yang menjawab tujuan penulisan tersebut. Kedua gereja ini dapat menjawab kebutuhan umat Kristen Protestan dengan inti ibadahnya yang berupa persekutuan jemaat dan khotbah.
Kata kunci: gereja, sejarah, Hindia Belanda, Kristen Protestan, persekutuan jemaat, khotbah
ABSTRACT
The European, especially The Dutch with longer duration of dwell, are nation who bring Christianity to Indonesia, especially Jakarta. The development of churches in Jakarta is also started by their development of churches. This script is purposed to find the formation and the use of the Dutch colonial churches’ lay outs. The research method begun with the research of history of churches in Jakarta, continued by the research of two Dutch colonial churches specifically Gereja Immanuel and Gereja Paulus and ended with a conclusion which answered the purpose of this script. These two churches can provide needs of the Protestants with the gathering and the preach as the core of the worship.
Key words: church, history, Dutch East Indies, Protestant Christians, fellowship of people, preach
Lay out..., Barbara, FT UI, 2013.
I. LATAR BELAKANG
Kedatangan Belanda ke Indonesia pada abad ke-17 tidak hanya membawa semangat
dalam pengumpulan harta dan kejayaan. Namun sebagai negara kerajaan yang adalah
penganut Kristen Protestan yang taat, pewartaan agama juga menjadi tujuan Belanda. Kristen
Protestan adalah agama besar yang dianut oleh Belanda. Kristen Protestan sendiri baru
berumur sekitar seratus tahun ketika Belanda membawanya ke Indonesia, umur yang relatif
muda untuk sebuah agama. Dengan semangat muda tersebut dan semangat konter-reformasi,
yang terjadi pada akhir abad ke-16, Belanda dengan giat menyiarkan agama Kristen
Protestan.
Pembangunan gereja pada masa kolonial merupakan suatu bentuk dari motif tersebut.
Durasi kependudukan bangsa Eropa di Indonesia, khususnya Jakarta, dan jumlah pemeluk
agama Kristen yang bertambah banyak akibat persebaran agama yang dilakukan oleh bangsa
Eropa menunjukkan keperluan mereka untuk menyediakan sarana yang menunjang
kehidupan mereka, tidak terkecuali bangunan untuk beribadah. Beberapa gereja dibangun di
lokasi-lokasi tertentu untuk menunjang kebutuhan tersebut.
Gereja merupakan tempat ibadah umat Kristiani. Oleh sebab itu, segala aspek
keterbangunan dari gereja tersebutpun harus mendukung keberdirian iman dari umat Nasrani.
Gereja sebagai rumah iman turut membentuk pemikiran jemaat tentang isi Alkitab sehingga
pola susunan ruang dan alur gerak dari gerejapun tidak lepas dari tanggung jawab tersebut.
Sebagai gereja yang dibangun oleh pembawa agama Kristen Protestan, gereja kolonial
memiliki peranan sebagai contoh dan tolak ukur untuk jemaat dan pembangunan gereja yang
berdiri pada zaman setelahnya. Pola susunan ruang yang menjadi saksi bisu tata ibadah dan
keperluannya pun menjadi penting karena membawa jejak perjalanan gereja kolonial
tersebut.
Pola susunan ruang ini selain dirancang sesuai dengan kebutuhan ibadah pada zaman
kolonial juga membawa kebiasaan ibadah dan rancang bangunan dari Belanda. Dari aliran
yang diikuti di Belanda, yang belum tentu sama, beberapa gereja kemudian dipakai oleh
gereja dengan aliran tertentu yang belum tentu memiliki tata ibadah yang sama.
Lay out..., Barbara, FT UI, 2013.
Berdasarkan hal tersebut, dibuatlah lingkup penelitian untuk penulisan ini yaitu lay
out gereja kolonial Belanda yang dipakai oleh Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat
(GPIB) di Jakarta Pusat. Unsur-unsur arsitektural yang lainnya akan dibahasa secara umum
saja. Sejarah masuknya agama Kristen Protestan ke Jakarta, sejarah gereja di Jakarta,
persebaran umat Kristen di Jakarta, bangunan lain yang seangkatan dan pedoman-pedoman
arsitektur akan disinggung untuk melengkapi lingkup pembahasan tesebut.
Tujuan penulisan jurnal ini adalah untuk mengetahui pembentukan dan penggunaan
pola sususan ruang pada gereja kolonial. Dengan begitu, dapat diketahui hal-hal apa saja
yang perlu dan tidak perlu ada di ruang ibadah. Berdasarkan hasil penulisan ini akan
diketahui efektif atau tidaknya pola susunan ruang pada gereja kolonial.
II. SEJARAH DAN PANDUAN PEMBANGUNAN GEREJA DI JAKARTA
2. 1. MASUKNYA AGAMA KRISTEN DAN GEREJA DI JAKARTA Kapal-kapal dagang Belanda sudah masuk ke Jakarta pada tahun 1596. Belanda, seperti
bangsa-bangsa Eropa yang datang sebelumnya, datang untuk membeli bahan makanan
dan rempah-rempah. Juga seperti bangsa-bangsa lain yang datang ke Jakarta dan melihat
segala yang disodorkan, Belanda pun berminat untuk menetap atau memiliki tempat
khusus di kota ini. Belanda mendapatkan izin untuk membangun gudang dan beberapa
rumah di seberang bank sebelah Timur pada tahun 1610 untuk membangun gudang dan
beberapa rumah dengan bahan kayu. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah setempat
mungkin hanya memberi izin bangun bangunan tidak permanen saja. Hanya tiga tahun
setelah izin dikeluarkan, Belanda mengganti material bangunan, bahkan juga membuat
bangunan dua lantai yang kemudian, tepatnya di tahun 1618, berubah menjadi benteng.
(Heuken, 1982: 19) Penggantian material ini menjadi salah satu tanda bangsa Belanda
ingin tinggal lebih lama atau secara permanen di Jakarta. Namun motif Belanda lebih
besar dari itu, bangsa tersebut ingin menguasai Jakarta. Pasukan Belanda kemudian
menyerang kota Jayakarta. Belanda yang berhasil menduduki kota ini mengganti nama
kota tersebut menjadi Batavia pada tahun 1619. (Heuken, 1982: 12)
Lay out..., Barbara, FT UI, 2013.
Bangsa Belanda, seperti bangsa-bangsa lain yang tinggal di Jakarta, membawa identitas
dari tempat asalnya. Agama menjadi salah satu identitas yang mereka bawa. Dalam
menjalani hidup di tempat baru, di Jakarta, para pendatang ini tetap menjalankan aktifitas
keagamaannya. Aktifitas keagamaan itu diserap oleh pribumi sehingga tidak jarang
pribumi berpindah agama ke agama yang dipeluk oleh para pendatang.
Gereja pertama yang dibangun di
Jakarta terletak di dalam dinding
Kasteel Batavia dengan denah
berbentuk segi delapan. Gereja yang
kemudian dibangun adalah Gereja
Salib, yang kemudian dirobohkan
lalu di atas bidang yang sama
dibangun Gereja Kubah yang pada
zaman Daendels, dengan alasan
kesehatan, gereja tersebutpun
dirobohkan.
Gereja Salib
(Sumber: Gereja-gereja Bersejarah di Jakarta)
Dengan alasan kesehatan pula, pembangunan kota diarahkan ke Selatan yang membuat
daerah Selatan kota membangun peradaban baru, lengkap dengan sarana-sarana yang
menunjang kehidupan sehari-hari mereka, tidak terkecuali tempat ibadah. Tahun 1839
diresmikanlah Gereja Immanuel yang berlokasi di lingkar Lapangan Banteng. Sekitar
seratus tahun kemudian, dibangunlah Gereja Paulus di daerah Menteng.
2. 2. DEFINISI LAY OUT GEREJA
Lay out adalah pola susunan grafis yang kerap dikaitkan dalam pengerjaan visual dalam
berbagai bidang. Dalam arsitektur, frase lay out kerap disebutkan untuk menunjuk pola
susunan ruang yang juga sering disebut denah. Kata gereja, berasal dari bahasa Portugis
igreja, yang berarti suatu perkumpulan. Kata igreja juga dikaitkan dengan kata ekklesia
dari Bahasa Yunani, bahasa yang dipakai dalam penulisan mayoritas Kitab Perjanjian
Lay out..., Barbara, FT UI, 2013.
Baru. Kata ekklesia sendiri berarti jemaat. Namun dalam penggunaan sehari-harinya kata
gereja dipakai untuk menyebutkan nama tempat ibadah umat Kristen, baik Katholik
maupun Protestan. Dari dua definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa lay out gereja
dapat diartikan sebagai pola susunan ruang pada tempat ibadah umat Kristen.
2. 3. FIRMAN DAN PERKUMPULAN SEBAGAI DASAR JEMAAT PROTESTAN
Perkumpulan jemaat adalah pusat dari kegiatan bergereja. Sehingga dapat dikatakan
gereja tersebut, dalam iman Kristen, adalah umat itu sendiri. Sejak zaman Yesus, khotbah
dilakukan tidak pada bangunan-bangunan tertentu melainkan di rumah-rumah atau di area
terbuka. Pada Alkitab juga tertulis khotbah-khotbah yang dilakukan Yesus sendiri
dilakukan di bukit, di rumah kerabat dan lainnya.
Beberapa saat setelah kenaikan Yesus, seperti pesannya kepada para rasulnya untuk
pergi, menjadikan semua bangsa muridnya dan membaptis mereka, para rasul tersebutpun
menjalankan tugas itu. Mereka mulai mewartakan firman dan menjaring umat. Dengan
pelaksanaan tugas ini, para rasul berhasil memperoleh umat-umat di banyak empat.
Paulus, yang hidup pada zaman setelahnya, telah mendapati adanya umat-umat. Paulus
kemudian tetap mengajarkan firman tuhan kepada umat-umat ini dan menjaring umat di
tempat-tempat lain. Semasa hidupnya Paulus banyak menghabiskan waktunya di dalam
penjara. Dalam keadaan seperti ini ia harus tetap mewartakan firman kepada jemaat-
jemaat yang dilayaninya. Pewartaan firman ini tetap dilakukannya dari dalam penjara
melalui surat-surat. Beberapa surat Paulus disisipkan dalam Alkitab, di antaranya surat
Paulus untuk jemat di Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, Tesalonika dan Roma.
Pada zaman Para Rasul, struktur kepemimpinann yang muncul hampir selalu berubah.
Menjelang akhir abad ke-I, pola yang standar muncul di mana pun gereja dibangun. Di
setiap kota satu orang uskup mengambil kepemimpinan secara keseluruhan atas
komunitas Kristen. (Collins, 2006: 39) Dalam tugasnya ia dibantu oleh para penatua
yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan imam. Sejak masa ini kepemimpinan secara
hirarki dikenal dalam gereja. Kepemimpinan ini dianut dengan taat oleh umat Katolik.
Lay out..., Barbara, FT UI, 2013.
Pada awal abad ke-16 dalam gereja terjadi praktek tak bermoral yaitu memperdagangkan
jabatan dan indulgensi demi mendapatkan kehidupan abadi di Surga. Selain itu gereja
pun menjadi komersil dengan pemungutan jumlah uang tertentu untuk pengakuan dosa
sehingga yang bisa melakukannya hanya orang-orang yang mampu saja. Umat kemudian
berpikir bahwa yang diampuni hanya orang-orang mampu itu saja sehingga mereka saja
yang punya hak untuk masuk surga. Praktek ini menuai protes dari masyarakat kelas
bawah yang terdiri dari kaum tani. Pada abad ini sejumlah orang Kristen berinisiatif
untuk mereformasi gereja. Pemikiran ini memiliki tokoh Desiderius Erasmus (Collins,
2006: 130).
Reformasi gereja meletus pada 31 Oktober 1517 oleh Martin Luther, seorang professor
dan imam paroki, yang menolak dengan keras praktek jual-beli indulgensi. Luther
mengumumkan Sembilan Pulih Lima Tesis di pintu gereja instana di Wittenberg.
Reformasi ini pun mengembalikan gereja pada dasarnya. Yaitu yang terjadi pada masa
Para Rasul dan Paulus dengan inti ibadah perkumpulan jemaat dan khotbah yang
diberikan. Pada gereja-gereja Protestan yang dibangun kemudian, bentuk-bentuk
imajiner, seperti gambar-gambar dan patung, dihilangkan sehingga bentuk-bentuk
tersebut tidak menjadi berhala bagi umat.
2. 4. PENGGUNAAN BUKU III DAN IV DARI TEN BOOKS ON ARCHITECTURE SEBAGAI ACUAN PEMBANGUNAN GEREJA
Mempertimbangkan gaya Gereja Immanuel yang berada pada masa Neoklasik yang merujuk pada
era Klasik yang berasal dari Romawi dan Yunani, buku-buku ini dipakai karena dianggap
fundamental terhadap gaya Klasik. (Han Awal, 2012)
Peletakan bangunan publik tentu memiliki pertimbangan tertentu sehingga bangunan
publik akan dibangun di tempat-tempat yang dianggap tepat. Menurut Vitruvius,
peletakan bangunan publik tidak lepas dari dimana ‘kota’ yang dimaksud berada.
Lay out..., Barbara, FT UI, 2013.
Jakarta juga memiliki beberapa gereja yang terletak di lingkar utama kota. Gereja
Immanuel, Gereja Immanuel, dan Katedral misalnya. Ketiganya terletak di pinggir
bundaran yang merupakan tanda kota Jakarta.
Letak Gereja Immanuel di Lingkar Medan Merdeka Jakarta Pusat tahun 1897
(sumber: http://bataviadigital.pnri.go.id)
Letak Gereja Paulus Menteng di Lingkar Utama Menteng
(sumber: Architectuur & Stedebouw in Indonesie)
Arah hadap ibadah pun dipertimbangkan oleh Vitruvius dimana tempat ibadah sebaiknya
menghadap Barat sehingga orang akan masuk dari sana dan akan menghadap dewanya
dan mengantarkan persembahan kepada dewa yang berada di Timur, di tempat matahari
terbit.1
1 Vitruvius pada Buku IV Bab V
Lay out..., Barbara, FT UI, 2013.
Altar sebaiknya menghadap ke Timur dan harus berada lebih rendah dari patung-patung
yang berada di dalam ruang ibadah sehingga umat yang berdoa harus menghadap ke atas
ke arah Tuhan.
Gereja Immanuel mengarah ke Barat, mungkin masih mengadaptasi sistem yang
diterapkan buku ini dan kebiasaan yang ada. Namun lain halnya dengan Gereja Paulus,
yang menghadap Timur dan tidak lagi mengikuti aturan ini.
Lay out..., Barbara, FT UI, 2013.
v
2. 5. KIBLAT IBADAH PADA GEREJA
Pada masa Perjanjian Lama, terdapat kebiasaan untuk beribadah menghadap ke Bait Allah,
sebuah bangunan yang dibangun pada masa pemerintahan Raja Salomo, yang mewarisi kerajaan
dari Raja Daud, yang dipakai untuk beribadah dan untuk mempersembahkan kurban. Bangunan
ini dibangun untuk menggantikan Kemah Suci yang dipakai sejak masa pembebasan bangsa
Israel dari Mesir yang dapat dipindahkan. Kebiasaan ini mungkin didapatkan untuk merasakan
ibadah di Bait Allah dan berhadapan langsung dengan-Nya.
Daniel yang adalah salah satu dari nabi besar pada masa Perjanjian Lama pun melakukan hal
yang sama seperti yang tertulis pada Daniel 6:11, “Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah
itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka
ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa
dilakukannya.”
Kebiasaan ini konon dilakukan pula pada gereja-gereja Katholik tua, yang mungkin juga
membawa kebiasaan ini dari para pendahulunya. Gereja-gereja Katholik di Eropa konon memiliki
bangunan yang menghadap ke Tenggara, tempat dimana kota Yerusalem berada.
III. PEMBAHASAN
Gereja Immanuel terletak di Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat. Gereja ini
merupakan gereja yang diresmikan pada tahun 1839 dan dirancang oleh JH Horst. Gereja
ini dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Sampai tahun 1948 gereja ini
dikenal dengan sebutan Willemskerk. Gereja ini dahulu merupakan pusat Indische Kerk,
cikal bakal Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB), dan sekarang dipakai
sebagai tempat ibadat utama GPIB.
Gereja ini berdiri di atas panggung batu setinggi tiga meter. Bagian mukanya menghadap
taman besar Koningsplein. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan pembangunan
yang terjadi seturutnya, Gereja kini menghadap Stasiun Gambir. Gereja ini mengarah ke
Barat.
Lay out..., Barbara, FT UI, 2013.
vi
Karena kemiripannya dengan Villa Capra “La Rotonda” karya Palladio dan Pantheon,
kedua bangunan ini akan sering disebut sebagai pembanding.
Villa Capra “La Rotonda” Pantheon (sumber: http://www.rome-tours.org) (sumber: http://www.villas-in-italy.net )
3. 1. GEREJA IMMANUEL
Denah Gereja Immanuel berbentuk bulat. Bentuk bulat ini terlihat seperti kebiasaan yang
dibawa dari Gereja Kubah. Denah yang sama bentuk ini mungkin juga dikarenakan Gereja
Immanuel dibangun juga dengan maksud menggantikan Gereja Kubah yang sebelumnya
menjadi pusat umat Kristen di Jakarta.
Bentuk bulat ini juga dapat ditemukan di Pantheon yang juga berfungsi sebagai tempat
peribadatan. Pantheon dibangun pada abad kedua sehingga untuk menghasilkan sebuah
bidang luas tanpa pilar dalam ruangan diperlukan bidang kubah sebagai batas atas karena
bidang ini memiliki titik pusat beban yang tersebar secara merata di semua sisi lingkaran.
Lay out bangunan yang lebih mirip ditunjukkan oleh Villa Capra “La Rotonda” yang juga
memiliki empat “tangan” dari titik pusat lingkaran bidang alas. Keempat sisi ini
mempunyai panjang yang sama besar dan tidak terhubung satu dengan yang lainnya.
Bangunan inipun memiliki perbedaan tinggi dengan bidang alasnya sehingga bangunan
memiliki tangga di setiap akses masuknya. Bangunan ini juga memiliki kubah yang di
tengah bangunan. Kubah ini ditopang oleh susunan tembok yang dibuat menyerupai
lingkaran yang terdapat di bagian tengah bangunan.