BAB 1 PENDAHULUAN Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku, yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin, yang terbagi dalam 3 genus yaitu : microsporum, trichophyton, dan epidermophyton. 1 Ada beberapa klasifikasi yang dibuat untuk membagi dermatofitosis, namun pembagian yang lebih praktis dan dianut oleh para spesialis kulit adalah yang berdasarkan lokasi, yaitu 1 : 1. Tinea Kapitis : dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala 2. Tinea Barbae : dermatofitosis pada dagu dan jenggot 3. Tinea Kruris : dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan kadang- kadang sampai perut bagian bawah 4. Tinea pedis et manum : dermatofitosis pada kaki dan tangan 5. Tinea unguium : dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki 6. Tinea korporis : dermatofitosis pada bagian lain selain bentuk diatas 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya
stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku, yang disebabkan oleh golongan
jamur dermatofita. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin, yang terbagi
dalam 3 genus yaitu : microsporum, trichophyton, dan epidermophyton.1
Ada beberapa klasifikasi yang dibuat untuk membagi dermatofitosis, namun
pembagian yang lebih praktis dan dianut oleh para spesialis kulit adalah yang
berdasarkan lokasi, yaitu1 :
1. Tinea Kapitis : dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala
2. Tinea Barbae : dermatofitosis pada dagu dan jenggot
3. Tinea Kruris : dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus,
bokong, dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah
4. Tinea pedis et manum : dermatofitosis pada kaki dan tangan
5. Tinea unguium : dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki
6. Tinea korporis : dermatofitosis pada bagian lain selain bentuk diatas
Adapun selain bentuk diatas, ada beberapa tinea yang masih dikenal, yaitu tinea
imbrikata, tinea favosa, tinea fasialis, tinea sirsinata. Bentuk istilah tersebut dapat
dianggap sebagai sinonim tinea korporis.1
Tinea korporis adalah infeksi dermatofita superficial yang menyerang kulit halus
(glabrous skin), misalnya kulit kecuali pada kulit kepala, lipatan paha, telapak tangan dan
telapak kaki.2,3 Trichophyton rubrum adalah jenis dermatofita tersering yang
menyebabkan tinea korporis. Penyakit ini umumnya ditemukan pada daerah tropis
bersuhu hangat dan lembab. Bisa mengenai semua umur, tapi prevalensi cenderung tinggi
pada remaja muda.2
Pada umumnya pasien mengeluhkan gatal dan timbul bercak kemerahan. Namun
pada beberapa kasus pasien bisa dengan tanpa keluhan. Gambaran klinis berupa eritema
berbatas tegas dengan konfigurasi anular atau polisiklik, serta bagian tepi yang lebih
aktif.3 Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik melalui
inspeksi, dan ditunjang dengan pemeriksaan penunjang seperti KOH dan lampu wood.
1
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan lampu woods yang bila disinari akan
menampakkan flouresensi berwarna kuning keemasan pada lesi yang bersisik tersebut.
Pemeriksaan secara mikroskopis dengan KOH 10-20% memperlihatkan hifa yang
pendek-pendek dan spora yang bergerombol seperti buah anggur. Pengobatan dapat
dilakukan secara topikal dan sistemik.1,2,3
Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi berulang, yang dapat terjadi bila
pasien tidak menggunakan obat dengan baik dan tidak menjaga higienitas, selain itu
dapat pula terjadi dermatitis kontak sekunder. Prognosis umumnya baik, dan pasien harus
dibekali dengan pendidikan untuk mencegah terjadinya infeksi berulang.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tinea korporis adalah infeksi dermatofita superficial yang menyerang kulit halus
(glabrous skin), misalnya kulit kecuali pada kulit kepala, lipatan paha, telapak tangan dan
telapak kaki.2,3
2.2 Sinonim
Tinea sirsinata, tinea glabrosa, Scherenede Flechte, kurap, ringworm of the body.
2.3 Etiologi dan Epidemiologi
Tinea korporis dapat disebabkan oleh berbagai macam dermatofita. Secara internasional
penyebab tersering adalah T rubrum.2 Selain itu golongan lain yang dapat menyebabkan
tinea korporis adalah : T tonsurans, tricophyton mentagrophytes, 3,5 trichophyton
interdigitale, trichophyton verrucosum, 6 Microsporum canis dan Microsporum gypseum.
Dermatofita bisa ditularkan melalui manusia, hewan peliharaan, dan kontak dengan
tanah, dimana infeksi melalui kontak manusia adalah rute tersering.2
Tinea korporis sering ditemukan pada daerah tropis dan daerah yang beriklim
lembab. Frekuensi pada pria dan wanita sama besarnya dan dapat mengenai semua umur,
namun lebih tinggi pada remaja muda. Dan karena hewan peliharaan merupakan salah
satu sumber infeksi, anak-anak juga sering menderita tinea korporis.2
2.4 Patofisiologi
Dermatofita umumnya menyukai menghuni pada lapisan kulit yang mengandung keratin,
rambut, dan kuku dimana merupakan lingkungan yang lembab yang kondusif untuk
jamur berproliferasi. Jamur melepaskan enzim keratinase untuk menembus stratum
korneum, dan umumnya tidak menembus lebih dalam karena mekanisme pertahanan
tubuh nonspesifik yang melibatkan faktor inhibisi serum, komplemen, dan PMN
lekosit.1,2
3
Masa inkubasinya adalah sekitar 1-3 minggu, dimana dermatofita menginvasi
daerah sekitarnya dengan pola sentrifugal (menjauhi pusat). Sebagai respon dari infeksi,
pada tepi yang aktif meningkatkan proliferasi sel epidermis yang menghasilkan skwama.
Ini menciptakan pertahanan partial dengan cara menghilangkan kulit yang terinfeksi dan
membiarkan kulit yang sehat dari tengah menuju lesi. Eliminasi dermatofita dilakukan
melalui cell-mediated immunity.
Trichophyton rubrum adalah jenis dermatofita yang tersering menyebabkan tinea
korporis. Dermatofita ini resisten terhadap eradikasi karena dinding selnya mengandung
barier penghambat, yang menghambat cell-mediated immunity, menghambat proliferasi
keratin dan meningkatkan resistensi organism pada pertahanan kulit alamiah.1,2
2.5 Gambaran Klinis
Awalnya tampak lesi eritema, yang dapat dengan cepat membesar dan meluas, dengan
batas tegas dan konfigurasi anular karena resolusi sentral. Sebagai akibat proses
peradangan dapat timbul skwama, krusta, papula, vesikel atau bahkan bula. Pada kasus
yang jarang dapat timbul makula purpura, yang disebut tinea corporis purpura. Pada
pasien yang terinfeksi HIV atau pasien dengan imunocompromised biasanya timbul abses
atau infeksi kulit yang luas.1,2,3Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak
terpisah satu dengan lain. Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan
pinggir polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Bentuk dengan tanda
radang yang lebih nyata, lebih sering dilihat pada anak-anak daripada orang dewasa
karena umumnya mereka mendapatkan infeksi baru pertama kali.1
Penderita yang terinfeksi memiliki variasi gejala klinis, dan ada juga penderita
dengan tanpa keluhan. Penderita umumnya mengeluh gatal, dan terkadang bisa mengeluh
merasakan seperti terbakar. Adapun selain keluhan, hal-hal penting yang perlu digali
adalah mengenai riwayat kontak dengan penderita ataupun dengan hewan peliharaan,
karena tinea korporis dapat juga ditularkan melalui hewan peliharaan. Selain itu perlu
juga digali tentang pekerjaan atau kegiatan yang mungkin merupakan faktor risiko
penularan tinea korporis.
Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh trichophyton concentricum
disebut tinea imbrikata. Penyakit ini terdapat di berbagai daerah tertentu di Indonesia,
4
misalnya Kalimantan, Sulawesi, Irian barat, juga di pulau Jawa.1 Tinea imbrikata mulai
dengan bentuk papul berwarna coklat, yang perlahan-lahan menjadi besar.Stratum
korneum bagian tengah ini terlepas dari dasarnya dan melebar. Proses ini, setelah
beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran-lingkaran
skuama yang konsentris. Bila dengan jari tangan kita meraba dari bagian tengah ke arah
luar, akan terasa jelas skuama yang menghadap ke dalam. Lingkaran-lingkaran skuama
konsentris bila menjadi besar dapat bertemu dengan lingkaran-lingkaran di sebelahnya
sehingga membentuk pinggir yang polisiklik. Pada permulaan infeksi penderita dapat
merasa sangat gatal, akan tetapi kelainan yang menahun tidak menimbulkan keluhan pada
penderita.
Granuloma majocchi, merupakan bentuk lain dari tinea korporis yang lebih berat,
yang menyerang rambut, folikel rambut dan sekitar dermis, serta melibatkan reaksi
granulomatosa. Penyakit ini umumnya terjadi pada wanita yang mencukur bulu kaki.
Tinea korporis gladiatorum adalah infeksi dermatofita yang ditularkan melalui kontak
langsung dari kulit ke kulit, yang terjadi pada pegulat. Tinea incognito merupakan
penyakit dengan gejala tidak khas karena dipengaruhi pengobatan kortikosteroid.
Gambaran klinis tinea korporis
5
Gambaran klinis dan predileksi tinea korporis
2.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan langsung dengan KOH 10-20%.
Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian kulit yang
mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan, lalu dikerok dengan skalpel steril dan
jatuhannya ditampung dalam lempeng-lempeng steril pula atau ditempel pada selotip.
Sebagian dari bahan tersebut diperiksa langsung dengan KOH 10% yang diberi tinta
Parker biru hitam atau biru laktofenol, dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas
penutup dan diperiksa di bawah mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur, maka
kelihatan garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-jarak tertentu
dipisahkan oleh sekat-sekat yang dikenal dengan hifa.
6
b. Pemeriksaan dengan sinar wood
Dapat memberikan perubahan warna pada seluruh daerah lesi sehingga batas lesi
lebih mudah dilihat. Daerah yang terkena infeksi akan memperlihatkan fluoresensi
warna kuning keemasan sampai orange. Pemeriksaan ini memungkinkan untuk
melihat dengan lebih jelas perubaha pigmentasi yang menyertai kelainan ini.
c. Pemeriksaan Biakan.
Pemeriksaan dengan biakan jamur tidak terlalu bernilai secara diagnostik karena
memerlukan waktu yang lama. Pemeriksaan ini mengunakan media biakan agar malt
atau saboraud’s agar. Koloni yang tumbuh berbentuk soliter, sedikit meninggi, bulat
mengkilap dan lama kelamaan akan kering dan dibawah mikroskop terlihat yeast cell
bentuk oval dengan hifa pendek.
2.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Diagnosis pada penyakit ini mudah ditegakkan karena sangat khas, yaitu :
1. Klinis : terdapat makula eritema batas tegas, tepi meninggi dan aktif, dan terdapat
penyembuhan di bagian tengah
2. Pemeriksaan dengan lampu woods
3. Diagnosis diperkuat dengan pemeriksaan kerokan kulit dari daerah lesi dengan
larutan KOH 10-20%. Dibawah mikroskop terlihat hifa – hifa pendek dengan spora
panjang seperti bambu.
Diagnosis banding dari tinea korporis adalah :
1. Dermatitis seboroik : Kelainan kulit menyerupai tinea korporis, namum berbeda
predileksi, misalnya di kulit kepala (scalp), dan daerah lipatan-lipatan kulit,
misalnya di belakang telinga, daerah nasolabial, dan sebagainya.
2. Pitiriasis rosea : distribusi kelainan kulit simetris dan terbatas pada tubuh dan
bagian proksimal anggota badan. Yang membedakan dengan tinea korporis adalah
herald patch.
7
3. Psoriasis : berbeda predileksinya, yaitu daerah ekstensor,misalnya lutut, siku dan
punggung. Kulit kepala berambut juga sering terkena penyakit ini.
4. Dermatitis Numular : berbeda predileksinya, misalnya daerah ekstensor dan
dengan karakteristik lesinya menyerupai koin, eritema dan berbatas tegas. Bila
terdapat vesikel, lambat laun akan pecah, terjadi eksudasi dan mengering
membentuk krusta kekuningan. Penyembuhan dimulai dari tengah, sehingga
menyerupai derrmatomikosis.
2.8 Penatalaksanaan
Pada tinea korporis dengan lesi terbatas, cukup diberikan obat topical. Lama pengobatan
bervariasi antara 1 sampai dengan 4 minggu tergantung jenis obat. Obat oral atau
kombinasi obat oral dan topikal diperlukan untuk lesi yang luas. Pada keadaan inflamasi
menonjol dan rasa gatal berat, kombinasi antimikotik dengan kortikosteroid jangka
pendek akan mempercepat perbaikan klinis dan mengurangi keluhan pasien4.
1. Pengobatan Topikal
Pengobatan topikal merupakan pilihan utama. Efektivitas obat topikal dipengaruhi
oleh mekanisme kerja obat tersebut. Pilihan obat diantaranya adalah2,3,4 :
Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoate (6-12%) dalam
bentuk salep (salep whitfield)
8
Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep
(salep 2-4)
Derivat azol : mikonazol 2%, klotrimasol 1%, dan yang terbaru
sertaconazole nitrate
Derivat alilamin : Naftifine, terbinafine
Kortikosteroid potensi rendah sampai sedang, namun penggunaannya
tidak boleh dalam jangka waktu yang panjang
2. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik diberikan pada kasus tinea korporis dengan infeksi kulit
yang luas, pasien imunocopromise, pasien resisten dengan pengobatan topical,
dan komorbid dengan tinea kapitis atau tinea unguium. Pilihan obat diantaranya
adalah2,3,4 :
Griseofulvin 0,5-1 gr untuk dewasa, sedangkan untuk anak-anak 0,25-0,5
gr atau 10-25 mg/KgBB sehari dalam dosis tunggal atau terbagi. Sediaan
mikrosize 500 mg. Lama pemberian sampai gejala klinis membaik, dan
umumnya 3-4 minggu
Derivat azol : ketokonazol 200 mg per hari selama 3-4 minggu, namun
merupakan kontraindikasi pada pasien dengan kelainan hati. Itrakonazol
100 mg per hari selama 2 minggu atau 200 mg per hari selama 1 minggu.
Derivat Alilamin : terbinafin 250 mg per hari selam 2 minggu
2.9 Prognosis dan Komplikasi
Untuk tinea korporis dengan lesi yang terlokalisir, prognosisnya umumnya baik, dengan
angka kesembuhan mencapai 70-100% setelah pengobatan dengan golongan azol atau
alinamin topikal. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi berulang, apabila
pengobatan tidak berhasil menghilangkan organism secara menyeluruh, seperti misalnya
pada pasien yang menghentikan penggunaan pengobatan topical terlalu cepat ataupun
pada jamur tersebut resisten terhadap pengobatan anti jamur yang diberikan.
9
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Refen Rondonuwu
RM : 01.27.66.38
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 8 tahun
Pendidikan : SD
Suku/Bangsa : Manado
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Belum Menikah
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl Raya Sesetan gg Manggasari no 16 Denpasar
Tanggal pemeriksaan : 1 Mei 2009
3.2 Anamnesa
Keluhan Utama :
Timbul bercak berwarna merah pada lengan kanan dan wajah
Perjalanan Penyakit :
Pasien datang dengan keluhan timbul bercak berwarna merah pada lengan kanan sejak 1
minggu lalu, awalnya kecil kemudian membesar, pada hanya pada satu sisi lengan dan
disertai rasa gatal terutama saat berkeringat, namun gatal tersebut tidak sampai
menganggu aktivitas pasien.
Demam sebelumnya disangkal pasien. Kulit bersisik disangkal pasien.
Riwayat Pengobatan :
10
Pasien mengatakan bahwa pernah mengobati dengan menggunakan minyak tawon,
namun tidak ada perubahan
Riwayat Alergi
Pasie mengatakan tidak ada riwayat alergi terhadap makanan, obat, maupun bahan-bahan
alergen lainnya.
Riwayat penyakit terdahulu :
Riwayat menderita penyakit kronis disangkal oleh pasien.
Riwayat penyakit dalam keluarga :
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit serupa dan tidak ada riwayat
alergi pada keluarga
Riwayat Sosial :
Pasien adalah pelajar SD, yang kesehariannya senang bermain di lapangan. Pakaian dan
peralatan mandi dikatakan hanya dipergunakan oleh pasien sendiri
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Present :
Dalam batas normal
Status General :
Dalam batas normal
Status Dermatologis :
Lokasi : regio brachii dekstra
Efloresensi : regio brachii : plak eritema, bentuk bulat dengan diamter 3 cm, berbatas
tegas dengan tepi aktif ditutupi skuama berwarna putih
3.4 Diagnosis Banding
1. Tinea Korporis
2. Pitiarisis rosea
11
3. Dermatitis Numularis
3.5 Diagnosis kerja
Tinea Korporis
3.6 Usulan pemeriksaan
- Pemeriksaan lampu wood (-)
- Pemeriksaan KOH 10% (+) hifa pendek dan spora panjang
3.7 Penatalaksanaan
- Pengobatan medikamentosa
Topikal : Ketoconazol 2% cream
- KIE
1. Memberi penjelasan pada orang tua pasien tentang penyakit pasien, dari jenis
penyakit, penyebab sampai prognosisnya.
2. Menggunakan obat yang telah diberikan
3. Menghindari kelembaban yang berlebihan, misalnya dengan selalu mengelap
keringat dengan menggunakan handuk yang bersih
4. Kebersihan pakaian yang digunakan harus selalu dijaga
5. Tidak bertukar handuk dengan anggota keluarga yang lain
3.8 Prognosis
Dubius ad bonam
12
Foto pasien
BAB 4
PEMBAHASAN
Diagnosis tinea korporis didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluh timbul bercak
berwarna merah pada lengan kanan sejak 1 minggu lalu, awalnya kecil kemudian
membesar, pada hanya pada satu sisi lengan dan disertai rasa gatal terutama saat
berkeringat. Dilihat dari onset, keluhan pasien bersifat akut. Disertai rasa gatal terutama
saat berkeringat bisa mengarahkan dugaan infeksi yang disebabkan jamur. Dalam hal ini
kita bisa mendiagnosis banding dengan tinea korporis, karena predileksinya di
ekstremitas, dan dengan effloresensi plak dengan bentuk bulat disertai tepi yang aktif dan
terdapat penyembuhan di tengah. Dari temuan ini kita bisa memikirkan diagnosis ke arah
tinea korporis. Selain itu kita juga bisa memikirkan dugaan ke arah pitiriasis rosea,
dimana predileksinya sama dengan tinea korporis, namun gambaran klinisnya sedikit
berbeda, dimana pada pitiriasis rosea didapatkan gambaran herald patch dan umumnya
diawali dengan gejala prodormal.
Selain dengan pitiriasis rosea, kita bisa mendiagnosis banding pasien ini dengan
dermatitis numularis, dimana pada dermatitis numularis predileksinya pada area
ekstensor, dengan effloresensinya plak dengan bentukan seperti koin. Jadi dari anamnesis
serta gambaran klinis pada pasien mengarahkan dugaan ke arah tinea korporis. Kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang, dimana pada pasien dilakukan pemeriksaan
13
lampu wood dan KOH, hasilnya adalah terlihat hifa – hifa pendek dengan spora panjang.
Ini semakin menguatkan diagnosis tinea korporis. Sehingga dari seluruh pemeriksaan
yang dilakukan pada pasien ini ditegakkan diagnosis tinea korporis.
Penatalaksanaan pasien ini adalah dengan pemberian obat topikal, karena lesinya
yang kecil dan tidak luas. Sehingga pengobatan sistemik belum diperlukan. Pilihan yang
diberikan adalah ketoconazol cream 2%. Dimana ketoconazol merupakan derivat azol
yang bersifat fungistatik yang dipergunakan untuk pengobatan dermatofitosis. Selain itu
juga diberikan KIE kepada pasien, yaitu :
1. Memberi penjelasan pada orang tua pasien tentang penyakit pasien, dari jenis
penyakit, penyebab sampai prognosisnya.
2. Menggunakan obat yang telah diberikan
3. Menghindari kelembaban yang berlebihan, misalnya dengan selalu mengelap
keringat dengan menggunakan handuk yang bersih
4. Kebersihan pakaian yang digunakan harus selalu dijaga
5. Tidak bertukar handuk dengan anggota keluarga yang lain
Prognosis pada pasien adalah baik.
14
BAB 5
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari kasus ini adalah :
1. Pasien didiagnosa dengan tinea korporis karena dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik, serta pemeriksaan penunjang yang dilakukan mendukung kearah diagnosa
tersebut.
2. Penyebab terjadinya tinea korporis yang tersering adalah Trichophyton rubrum.
Faktor predisposisi, terutama lingkungan dengan kelembaban yang tinggi dan
cuaca panas sangat berperan memudahkan timbulnya penyakit ini.
3. Penanganan yang diberikan pada pasien ini adalah terapi medikamentosa dan
pemberian KIE. Terapi medikamentosa yang diberikan yaitu obat topikal berupa
ketoconazol 2% cream.
4. Pemberian KIE sangat penting dalam kasus ini, hal ini disebabkan karena
penyakit ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk sembuh dan angka
kekambuhannya cukup tinggi dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
predisposisi dan kesabaran serta ketaatan pasien untuk berobat
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A, et al. Mikosis. In: Djuanda A (ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 3th ed. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia; 2007.p. 92-99.
2. Lott, MER. Tinea Corporis eMedicine 1994-2009. [last update Juny 5, 2008]. Available at http://emedicine.medscape.com/article/1091473 . (Accessed: 2 May, 2009).
3. Anonim. Dermatofitosis. In: Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Denpasar. Denpasar:SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah; 2007. p.16-18.
4. Mansjoer A, et al. Tinea Korporis. In: Mansjoer A (ed). Kapita Selekta Kedokteran. 3th ed. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000.p 98-99.