LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. B Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 55 tahun Pekerjaan : POLRI Alamat : Malimbong MRS : 11/01/2016 MR : 740809 B. ANAMNESIS Keluhan utama : Nyeri dada Anamnesis terpimpin : Dialami sejak ±9 jam sebelum masuk rumah sakit. Dialami secara tiba-tiba saat sedang beristirahat. Nyeri dada terasa seperti tertekan dan tembus ke belakang. Durasi nyeri ±30 menit. Disertai keringat dingin, mual dan muntah tidak ada. Riwayat nyeri dada sebelumnya tidak ada. Sesak napas saat berbaring tidak ada, batuk tidak ada, demam tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada. Riwayat penyakit terdahulu : Riwayat hipertensi disangkal Riwayat DM ada Riwayat penyakit jantung sebelumnya disangkal Riwayat merokok 1 bungkus/hari C. PEMERIKSAAN FISIS Status generalis Keadaan umum: Sakit sedang / Gizi baik /Compos mentis (GCS 15 E4M6V5) BB: 69 kg, Tb: 173 cm, IMT: 23,05 kg/m 2 Tanda vital Tekanan darah : 110/70 MmHg
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 55 tahun
Pekerjaan : POLRI
Alamat : Malimbong
MRS : 11/01/2016
MR : 740809
B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri dada
Anamnesis terpimpin : Dialami sejak ±9 jam sebelum masuk rumah sakit.
Dialami secara tiba-tiba saat sedang beristirahat. Nyeri dada terasa seperti
tertekan dan tembus ke belakang. Durasi nyeri ±30 menit. Disertai keringat
dingin, mual dan muntah tidak ada. Riwayat nyeri dada sebelumnya tidak ada.
Sesak napas saat berbaring tidak ada, batuk tidak ada, demam tidak ada, nyeri
ulu hati tidak ada.
Riwayat penyakit terdahulu :
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM ada
Riwayat penyakit jantung sebelumnya disangkal
Riwayat merokok 1 bungkus/hari
C. PEMERIKSAAN FISIS
Status generalis
Keadaan umum: Sakit sedang / Gizi baik /Compos mentis (GCS 15 E4M6V5)
BB: 69 kg, Tb: 173 cm, IMT: 23,05 kg/m2
Tanda vital
Tekanan darah : 110/70 MmHg
Nadi : 86 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,6 0C
Pemeriksaan Kepala dan Leher
Mata : Anemis (-), ikterus (-)
Bibir : Sianosis (-)
Leher : JVP R+2 cm H2O
Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus simetris
kesan normal
Perkusi :
Paru kiri : Sonor
Paru kanan : Sonor
Batas paru-hepar : ICS IV dekstra
Batas paru belakang kanan : CV Th. VIII dekstra
Batas paru belakang kiri : CV Th. IX sinistra
Auskultasi : Bunyi pernapasan: vesikuler
Bunyi tambahan: ronki -/-, wheezing -/-
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Apeks jantung tidak tampak
Palpasi : Apeks jantung tidak teraba, thrill (-)
Perkusi :
Batas jantung atas : ICS II Linea parasternalis sinistra
Batas jantung kanan : ICS IV Linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri : ICS V Linea aksilaris anterior sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung: S I/II reguler, murmur (-).
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak
teraba
Perkusi : Timpani (+) Ascites (-)
PemeriksaanEkstremitas
Extremitas hangat
Edema pretibial -/-
Edema dorsum pedis -/-
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG (11-01-2016)
Interpretasi :
Ritme : sinus rhythm
Heart rate : 75 bpm
Axis : normo axis
Gelombang P : 0,08s
PR Interval : 0,24 s
QRS kompleks :
ST Segmen : ST elevasi di II,III, aVF, v7, v8; ST depresi di V2-
V6
Gelombang T : T inverted di
Kesimpulan : ST elevasi myocardial infarction inferoposterior + AV
blok derajat 1
Laboratorium (
TEST RESULT NORMAL
VALUE TEST RESULT
NORMAL
VALUE
WBC 15,1 x 103
4.0 – 10.0 x
103
Ureum 39 10-50
RBC 4,09 x 106 4.0 – 6.0 x 10
6 Kreatinin 0,89 0,5-1,2
HGB 13,1 14 – 18 Troponin I >10,0 <0,01
HCT 38 37 – 48 CK 1720 <190
PLT 205 x 103
150 – 400 x
103
CKMB 69,5 <25
PT 11 10 – 14 Natrium 137 136 – 145
APTT 26,3 22,0 - 30,0 Kalium 3,6 3,5 - 5,1
INR 1,06 1,00 Klorida 107 97 – 111
GDP 262 <110 Asam Urat 4,3 3,4-7,0
HbA1c 9,5 4-6 Kolesterol
total 234 200
GD2PP 289 <200 Kolesterol
HDL 54 >55
SGOT 178 <38 Kolesterol
LDL 158 <130
SGPT 75 <41 Trigliserida 110 200
Ureum 39 10-50
Kreatinin 0,89 0,5-1,2
Troponin
I >10,0 <0,01
Foto thoraks
Hasil Pemeriksaan :
Kesan : Cardiomegaly dengan tanda-tanda bendungan paru
E. DIAGNOSIS
ST Elevasi Inferoposterior Myocardial Infarction Onset <12 jam
F. TERAPI
Diet jantung I
Oksigen 3 lpm via nasal
Infus NaCl 0,9% 500cc / 24jam/ intravena
Streptokinase 1.500.000 unit dalam Dextrose 5% 100cc habis dalam 60
menit
Aspilet 80mg/24jam/oral
Clopidogrel 75 mg/24jam/oral
Simvastatin 40mg/24jam/oral
Enoxaparin 60mg/12jam/subcutan
Laxadyn syrup 10cc/24jam/oral
Alprazolam 0,5 mg/24jam/oral
DISKUSI
INFARK MIOKARD AKUT
1. DEFINISI
Infark miokard akut (IMA) adalah kerusakan jaringan miokard
akibat iskemia hebat yang terjadi secara tiba-tiba.1 IMA merupakan
bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA). SKA merupakan
keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak nyaman
di dada atau gejala lain sebagai akibat kurangnya oksigen ke otot
jantung (miokardium). SKA terdiri dari angina pectoris tak stabil,
IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.2-4
Konsensus
internasional saat ini menyatakan bahwa istilah IMA dapat digunakan
bila terdapat bukti adanya nekrosis miokard pada kondisi klinis yang
konsisten dengan iskemia miokard. Definisi universal IMA menurut
European Society of Cardiology dapat dilihat pada table di bawah ini.
Tabel Definisi Universal IMA 5
1. Deteksi adanya kenaikan dan/atau penurunan nilai biomarker
kardiak (terutama troponin) dengan minimal satu nilai di atas
persentil 99 dari batas atas nilai referensi ditambah minimal salah
satu dari criteria di bawah ini:
- Gejala-gejala iskemia
- Perubahan segmen ST-T yang baru/diperkirakan baru atau
LBBB baru
- Perubahan gelombang Q patologis pada EKG
- Bukti pada pemeriksaan pencitraan bahwa terdapat hilangnya
area miokard viable yang baru, atau abnormalitas regional
pada dinding miokard yang baru
- Identifikasi thrombus intrakoroner menggunakan pemeriksaan
angiografi atau otopsi
2. Kematian kardiak dengan gejala yang mengarah kepada iskemia
miokard dan terdapat perubahan EKG yang diduga baru atau
LBBB baru, namun kematian terjadi sebelum terdapat nilai
biomarker jantung dalam darah atau sebelum nilai biomarker
jantung mengalami peningkatan.
3. Thrombosis pada stent yang berhubungan dengan infark miokard
yang terdeteksi menggunakan angiografi koroner atau otopsi pada
kondisi iskemia miokard disertai peningkatan dan/atau penurunan
nilai biomarker jantung dengan minimal satu nilai diatas persentil
99 dari batas atas nilai referensi.
2. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko IMA dibedakan atas faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi seperti umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga
penyakit keluarga, dan faktor yang dapat dimodifikasi seperti DM,
hipertensi, hiperkolesterolemia atau dislipidemia, merokok dan
kegemukan, hiperurisemia, aktivitas fisik yang kurang, stress, dan
gaya hidup.3, 4
Kejadian IMA makin sering didapatkan bertambahnya
umur. IMA umumnya sering ditemukan pada umur 40-70 tahun.
Telah dibuktikan bahwa merokok berhubungan dengan rusaknya endotel. 5,6
Efek rokok adalah menambah beban miokard karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi oksigen akibat inhalasi karbonmonoksida atau dengan kata lain dapat menyebabkan takikardi, vasokonstriksi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh darah, dan merubah 5-10% Hb menjadi karboksi-Hb
sehingga meningkatkan risiko terkena sindrom koroner akut.5
Peran rokok dalam
patogenesis PJK merupakan hal yang kompleks, diantaranya : a. Timbulnya aterosklerosis. b. Peningkatan trombogenesis dan vasokonstriksi (termasuk spasme arteri koroner) c. Peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. d. Provokasi aritmia jantung. e. Peningkatan kebutuhan oksigen miokard. f. Penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. g. Risiko terjadinya PJK akibat merokok turun menjadi 50 % setelah satu tahun berhenti merokok dan menjadi normal setelah 4 tahun berhenti. Rokok juga merupakan faktor risiko utama dalam terjadinya : penyakit saluran nafas, saluran pencernaan, cirrhosis hepatis, kanker kandung kencing (47,48) dan
penurunan kesegaran jasmani
Hipertensi dapat berpengaruh terhadap jantung melalui
meningkatkan beban jantung sehingga menyebabkan hipertrofi ventrikel
kiri dan mempercepat timbulnya aterosklerosis karena tekanan darah
yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap
dinding pembuluh darah arteri koronaria sehingga memudahkan
terjadinya aterosklerosis koroner.
Kolesterol, lemak, dan substansi lainnya dapat menyebabkan
penebalan dinding pembuluh darah arteri, sehingga lumen dari
pembuluh darah tersebut menyempit dan proses ini disebut
aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini akan menyebabkan
aliran darah menjadi lambat bahkan dapat tersumbat sehingga aliran
darah pada pembuluh darah koroner yang fungsinya memberi oksigen
ke jantung menjadi berkurang. Kurangnya oksigen akan menyebabkan
otot jantung menjadi lemah, nyeri dada, serangan jantung bahkan
kematian mendadak.3
Terdapat saling keterkaitan antara obesitas dengan risiko peningkatan PJK, hipertensi, angina, stroke, diabetes dan merupakan beban penting pada kesehatan jantung dan pembuluh darah.(52). Data dari Framingham menunjukkan bahwa apabila setiap individu mempunyai berat badan optimal, akan terjadi penurunan insiden PJK sebanyak 25 % dan stroke/cerebro vascular accident (CVA) sebanyak 3,5 %.(53)
Penurunan berat badan diharapkan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki sensitivitas insulin, pembakaran glukosa dan menurunkan dislipidemia. Hal tersebut ditempuh dengan cara mengurangi asupan kalori dan menambah aktifitas fisik.(54) Disamping pemberian daftar komposisi makanan , pasien juga diharapkan
untuk berkonsultasi dengan pakar gizi secara teratur.(55
Penderita diabetes menderita PJK yang lebih berat, lebih progresif, lebih kompleks, dan lebih difus dibandingkan kelompok control dengan usia yang sesuai. Diabetes mellitus berhubungan dengan perubahan fisik-pathologi pada system kardiovaskuler. Diantaranya dapat berupa disfungsi endothelial dan gangguan pembuluh darah yang pada akhirnya meningkatkan risiko terjadinya coronary artery diseases (CAD). Kondisi ini dapat mengakibatkan terjadinya mikroangiopati,
fibrosis
otot jantung, dan ketidaknormalan metabolisme otot jantung.
Faktor familial dan genetika mempunyai peranan bermakna dalam patogenesis PJK, hal tersebut dipakai juga sebagai pertimbangan penting dalam diagnosis, penatalaksanaan dan juga pencegahan PJK.(58) Penyakit jantung koroner kadang-kadang bisa merupakan manifestasi kelainan gen tunggal spesifik yang
berhubungan dengan mekanisme terjadinya aterosklerotik.
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sebagai akibatnya terjadi hipertropi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Kebutuhan oksigen oleh miokardium akan meningkat akibat hipertrofi ventrikel, hal ini mengakibat peningkatan beban kerja jantung yang pada akhirnya menyebabkan angina dan infark miokardium. (36)
Disamping itu juga secara sederhana dikatakan peningkatan tekanan darah mempercepat aterosklerosis dan arteriosclerosis, sehingga rupture dan oklusi vaskuler
terjadi 20 tahun lebih cepat daripada orang normotensi.
Laki-laki memiliki risiko lebih besar terkena serangan jantung dan kejadiannya lebih awal dari pada wanita.(66) Morbiditas penyakit PJK pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan dengan wanita dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada laki-laki darpada perempuan. (31) Estrogen endogen bersifat protektif pada perempuan, namun setelah menopouse insiden PJK meningkat dengan pesat, tetapi tidak sebesar insiden PJK pada laki-laki (66). Perokok pada wanita mengalami menopouse lebih dini daripada bukan perokok. Gejala PJK pada perempuan dapat atipikal, hal ini bersama bias gender, kesulitan dalam interpretasi pemeriksaan standart (misalnya : tes latihan treadmill) menyebabkan perempuan lebih jarang diperiksa
dibandingkan laki-laki. Selain itu manfaat prosedur revaskularisasi lebih menguntungkan pada laki-laki dan berhubungan dengan tingkat komplikasi perioperatif yang lebih tinggi pada perempuan. Faktor risiko kardiovaskuler mayor serupa pada kedua jenis kelamin, tetapi pria biasanya menderita PJK 10 sampai 15 tahun lebih awal daripadawanita. Hingga berusia 60 tahun, di Amerika Serikat, hanya 1 dari 17 wanita yang sudah mengalami kelainan koroner, sedangkan pria 1 dari 5. Sesudah usia 60 tahun, PJK menjadi
penyebab utama kematian wanita, sama dengan pria
Pada kelompok masyarakat kulit putih maupun kulit berwarna, laki-laki mendominasi kematian akibat PJK, tetapi lebih nyata pada kulit putih dan lebih sering
ditemukan pada usia muda dari pada usia lebih tua. Onset PJK pada wanita kulit
putih umumnya 10 tahun lebih lambat disbanding pria, dan pada wanita kulit berwarna lebih lambat sekitar 7 (tujuh) tahun. (67)
Insidensi kematian dini akibat PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi dibandingkan dengan populasi lokal dan juga angka yang rendah pada ras
Afro-Karibia. (
Stres, baik fisik maupun mental merupakan faktor risiko untuk PJK. Pada masa sekarang, lingkungan kerja telah menjadi penyebab utama stress dan terdapat hubungan yang saling berkaitan antara stress dan abnormalitas metabolisme lipid.(31)
Disamping itu juga stres merangsang sistem kardiovaskuler dengan dilepasnya catecholamine yang meningkatkan kecepatan denyut jantung dan menimbulkan
vaso
konstriksi.
Pada latihan fisik akan terjadi dua perubahan pada sistem kardiovaskuler, yaitu peningkatan curah jantung dan redistribusi aliran darah dari organ yang kurang aktif ke organ yang aktif. (74) Aktivitas aerobik secara teratur menurunkan risiko PJK, meskipun hanya 11 % laki-laki dan 4 % perempuan memenuhi target pemerintah untuk berolah raga.(31) Disimpulkan juga bahwa olah raga secara teratur akan menurunkan tekanan darah sistolik, menurunkan kadar katekolamin di sirkulasi, menurunkan kadar kolesterol dan lemak darah, meningkatkan kadar HDL lipoprotein, memperbaiki sirkulasi koroner dan meningkatkan percaya diri. (75)
Diperkirakan sepertiga laki-laki dan dua per tiga perempuan tidak dapat mempertahankan irama langkah yang normal pada kemiringan gradual (3 mph pada gradient 5 %). Olah raga yang teratur berkaitan dengan penurunan insiden PJK sebesar 20 – 40 %. (31) Dengan berolah raga secara teratur sangat bermanfaat untuk menurunkan faktor risiko seperti kenaikan HDL-kolesterol dan sensitivitas insulin serta
menurunkan berat badan dan kadar LDL-kolesterol.(
3. PATOFISIOLOGI.
IMA terjadi oleh karena ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen di miokard akibat atherosclerosis atau plak.1 Infark
miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada
plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Pada sebagian besar
kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisura, rupture
atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture
yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Selanjutnya, pada lokasi
rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin)
memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor local yang poten). Selain
itu, aktivasi trombosit memicu perubahan konfirmasi reseptor
glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor
mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein
adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan
fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat
mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan
silang platelet dan agregasi. Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan
tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi,
mengakibatkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang
kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner
yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh thrombus yang
terdiri atas agregat trombosit dan fibrin.2 Trombus ini menyumbat
lumen pembuluh darah koroner, baik secara total maupun parsial; atau
menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh darah koroner yang
lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang
menyebabkan vasokontriksi sehingga memperberat gangguan aliran
darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan
iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selam kurang-
lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark
miokard). Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total
pembuluh darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertai
vasokontriksi yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan
nekrosis jaringan otot jantung (miokard).1, 6
Bila terbentuk thrombus
yang bersifat oklusif akan terjadi STEMI, sedangkan bila thrombus
yang terbentuk tidak bersifat oklusif akan terjadi NSTEMI atau UAP.6
4. GEJALA
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA.
Sifat nyeri dada angina sebagai berikut :
- Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial
- Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda
berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir
- Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang
bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke
lengan kanan
- Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat
- Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan
sesudah makan
- Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat
dingin, cemas dan lemas 2, 6
Nyeri dada pada STEMI biasanya berlangsung >20 menit, tidak
berespon terhadap nitroglycerin, dan biasanya menjalar ke leher,
rahang bawah atau lengan kiri. Nyeri yang dirasakan bisa tidak terlalu
berat.5 Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa
nyeri dada sering dijumpai pada pasien diabetes mellitus dan usia
lanjut.2 Beberapa pasien kadang mengalami gejala yang tidak khas
seperti mual dan muntah, sesak, lemas, palpitasi atau sinkop.5
5. DIAGNOSIS
Tiga kriteria untuk menegakkan diagnosis IMA adalah adanya nyeri
dada khas infark, perubahan gambar EKG, dan kenaikan biomarker
jantung seperti enzim creatine kinase (CK), creatine kinase myocardial
band (CKMB), mioglobin dan troponin.1
A. ANAMNESIS
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan
anamnesis secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung
atau luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari
jantung, perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau
bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard
sebelumnya serta faktor-faktor risiko antara lain hipertensi,
diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, stress serta riwayat sakit
jantung koroner dalam keluarga.2
B. PEMERIKSAAN FISIS
Pada pemeriksaan fisis, biasanya tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan fisik
dilakukan untuk mengidentifikasi
faktor pencetus iskemia, komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan
menyingkirkan diagnosis banding.Bila telah terjadi komplikasi seperti gagal
jantung, maka dapat ditemukan irama gallop (S3) atau ronki basah. Bila terjadi
aritmia dan hipotensi, maka penderita mungkin tampak pucat dan berkeringat
dingin. Kadang-kadang pasien IMA datang dengan keluhan nyeri ulu hati, dada
rasa terbakar, atau rasa tidak nyaman di dada yang sulit digambarkan penderita.1
Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi
katup mitral akut, hipotensi, diaphoresis, ronkhi basah halus atau edema
paru meningkatkan kecurigaan terhadap SKA. Pericardial friction rub karena
perikarditis, kekuatan nadi tidak seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat
diseksi aorta, pneumotoraks, nyeri pleuritik disertai suara napas yang tidak
seimbang perlu dipertimbangkan dalam memikirkan diagnosis
banding SKA.
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- EKG
Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada
semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai
STEMI, dalam waktu 10 menit sejak kedatangan di IGD sebagai
landasan dalam menentukan keputusan terapi reperfusi. Jika
pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi
pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI,
EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12
sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi
potensi perkembangan elevasi segmen ST. EKG sisi kanan
(sadapan V3R dan V4R), serta v7-v9 sebaiknya direkam pada
semua pasien dengan perubahan EKG yang mengarah kepada
iskemia dinding inferior, untuk mendeteksi kemungkinan infark
ventrikel kanan atau iskemia dinding posterior. Sementara itu,
sadapan V7-V9 juga harus direkam pada semua pasien angina yang
mempunyai EKG awal nondiagnostik.2, 7
Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan
pada 2 sadapan yang berhubungan. Kriteria elevasi segmen ST ≥
0,25 mV untuk pria <40 tahun, ≥0,2 mV pada pria >40 tahun dan ≥
0,15 mV pada wanita pada sadapan V2-V3 dan/atau ≥ 0,1 mV pada
sadapan yang lain (jika tidak ada LVH atau LBBB).6, 8
Bagi pria
dan wanita, nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V3R dan
V4R adalah ≥0,05 mV, kecuali pria usia <30 tahun nilai ambang
≥0,1 mV dianggap lebih tepat. Nilai ambang di sadapan V7-V9
adalah ≥0,5 mV).5, 7
Sebaliknya, depresi segmen ST di lead V1-V3
menunjukkan adanya iskemik miokard.5 Di lain pihak, pasien
dengan gejala iskemik dan peningkatan biomarker namun tanpa
adanya elevasi segmen ST digolongkan sebagai penderita
NSTEMI. Adanya depresi segmen ST atau inversi gelombang T
dapat menunjukkan suatu NSTEMI atau UAP. Klasifikasi tersebut
berguna secara klinis, karena pasien dengan STEMI biasanya akan
langsung dirujuk ke laboratorium kateterisasi atau diberikan terapi
fibrinolitik untuk tujuan revaskularisasi segera sedangkan
perujukan pasien dengan NSTEMI ke laboratorium kateterisasi
biasanya tidak terlalu mendesak dan tergantung dari skor
stratifikasi risiko yang berhubungan.6
Tabel Lokasi infark berdasarkan sadapan EKG7
Sadapan dengan Deviasi Segmen ST Lokasi iskemia atau infark
V1-V4 Anterior
V5-V6 Lateral
II,III,aVF Inferior
V7-V9 Posterior
V3R, V4R Ventrikel kanan
- Pemeriksaan Marker Jantung
Biomarker jantung merupakan salah satu komponen yang
penting pada evaluasi awal pasien-pasien yang diduga menderita
IMA. Biomarker jantung merupakan makromolekul intraseluler
yang dikeluarkan menuju sirkulasi akibat jejas pada miokardial,
sehingga dapat terdeteksi di darah tepi. Marker tersebut akan
dikeluarkan dengan cepat menuju darah setelah episode IMA,
sehingga konsentrasi biomarker pada plasma biasanya
berhubungan dengan luasnya area infark. Biomarker jantung yang
sering digunakan untuk evaluasi pasien-pasien dengan kecurigaan
IMA adalah CK-MB dan Troponin (I dan T). CK-MB merupakan
salah satu dari tiga isoenzim Creatine Kinase (CK). CK terdiri dari
dua subunit, yaitu B yang paling banyak terdapat pada jaringan
otak dan M yang paling banyak terdapat di jaringan otot.
Kombinasi dari kedua subunit tersebut akan menghasilkan tiga
isoenzim CK, yaitu CK-BB, CK-MB, dan CK-MM.6
Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T
merupakan marka nekrosis miosit jantung dan menjadi marka
untuk diagnosis infark miokard. Troponin I/T sebagai marka
nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan spesifisitas lebih
tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka jantung hanya
menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai
untuk menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab
koroner/nonkoroner). Troponin I/T juga dapat meningkat oleh
sebab kelainan kardiak nonkoroner seperti takiaritmia, trauma
kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri,
miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat
meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal
napas, penyakit neurologik akut, emboli paru, hipertensi pulmoner,
kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan
troponin I memberikan informasi yang seimbang terhadap
terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal.
Pada keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih
tinggi dari troponin T. Kadar CK-MB yang meningkat dapat
dijumpai pada seseorang dengan kerusakan otot skeletal
(menyebabkan spesifisitas lebih rendah).7
Peningkatan nilai enzim diatas dua kali nilai batas atas
normal menunjukkan adanya nekrosis jantung:
1) CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4
hari. Pada kondisi IMA, kadar CK-MB biasanya meningkat 10-20
kali lipat dari nilai normal.
2) cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat
setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari
sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. Pada kasus IMA, troponin
biasanya meningkat 20-50 kali nilai normal.2, 6
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu mioglobin,
Mortalitas STEMI dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya :
usia, kelas Killip, kecepatan mendapatkan pengobatan, jenis terapi
yang diterima, riwayat infark miokard sebelumnya, diabetes mellitus,
kegagalan ginjal, fraksi ejeksi, dsb.5
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis paska IMA11 :
1) Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana, S3
gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik
Tabel 1. Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut
Kelas Definisi Mortalitas (%)
I Tak ada tanda gagal
jantung 6
II +S3 dan atau ronki basah 17
III Edema Paru 30-40
IV Syok kardiogenik 60-80
2) Klasifikasi Forrester berdasarkan monitoring hemodinamik indeks
jantung dan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)
Tabel 2. Klasifikasi Forrester pada Infark Miokard Akut
Kelas Indeks Kardiak
(L/min/m2)
PCWP (mmHg) Mortalitas (%)
I >2,2 <18 3
II >2,2 >18 9
III <2,2 <18 23
IV <2,2 >18 51
1. Kabo P. Bagaimana menggunakan obat-obat kardiovaskular secara rasional. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5 ed. Jakarta: Interna Publishing; 2010.
3. Setiawan I, Wardhani V, Sargowo D. Akurasi Fibrinogen dan Hs-CRP sebagai Biomarker pada Sindroma Koroner Akut. Jurnal Kedokteran Brawijaya 2011;26(4):233-239.
4. Torry SRV, Panda AL, Ongkowijaya J. Gambaran Faktor Risiko Penderita Sindrom Koroner Akut. In. Manado: Fakultas Kedokteran Unsrat; 2014.
5. Steg G, James SK, Atar D. ESC Guidelines for the management of acute myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation. European Heart Journal 2012;2012(33):2569-2619.
6. Yasmin AADA. Nilai Mitral Annular Plane Systolic Excursion (MAPSE) dan Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE) yang Rendah Sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular Mayor Pada Pasien Infark Miokard Akut (IMA). Denpasar: Universitas Udayana; 2015.
7. Indonesia PDSK. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. 3 ed; 2015. 8. O’Gara PT, Kushner FG, Ascheim DD. 2013 ACCF/AHA Guideline for the
Management of ST-Elevation Myocardial Infarction. American Heart Association Journals 2013:364-425.
9. Fauci, Braunwald. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17 ed. New South Wales: McGraw Hill; 2010.