1 BAB I PENDAHULUAN Perdarahan pasca persalinan merupakan sebab penting kematian ibu. Seperempat kematian ibu disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan. Apabila dalam 2 jam tidak ditangani adekuat bisa menyebabkan kematian. Walaupun kematian maternal telah menurun secara signifikan dengan adanya pemeriksaan, perawatan kehamilan dan persalinan di rumah sakit dan adanya fasilitas trasfusi darah, namun kematian ibu akibat perdarahan masih tetap merupakan faktor utama dalam kematian maternal. Perdarahan dalam bidang obstetri hampir selalu berakibat fatal bagi ibu maupun janin, terutama jika tindakan pertolongan terlambat dilakukan, atau jika komponennya tidak dapat segera digunakan. Oleh karena itu, tersedianya sarana dan perawatan sarana yang memungkinkan penggunaan darah dengan segera merupakan kebutuhan mutlak untuk pelayanan obstetri yang layak 1 . Perdarahan obstetri dapat terjadi setiap saat, baik selama kehamilan, persalinan, maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang terjadi dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu keadaan akut dan serius, karena dapat membahayakan ibu dan janin. Setiap wanita hamil, dan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
Perdarahan pasca persalinan merupakan sebab penting kematian ibu.
Seperempat kematian ibu disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan. Apabila
dalam 2 jam tidak ditangani adekuat bisa menyebabkan kematian. Walaupun
kematian maternal telah menurun secara signifikan dengan adanya pemeriksaan,
perawatan kehamilan dan persalinan di rumah sakit dan adanya fasilitas trasfusi
darah, namun kematian ibu akibat perdarahan masih tetap merupakan faktor
utama dalam kematian maternal. Perdarahan dalam bidang obstetri hampir selalu
berakibat fatal bagi ibu maupun janin, terutama jika tindakan pertolongan
terlambat dilakukan, atau jika komponennya tidak dapat segera digunakan. Oleh
karena itu, tersedianya sarana dan perawatan sarana yang memungkinkan
penggunaan darah dengan segera merupakan kebutuhan mutlak untuk pelayanan
obstetri yang layak1.
Perdarahan obstetri dapat terjadi setiap saat, baik selama kehamilan,
persalinan, maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang terjadi
dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu
keadaan akut dan serius, karena dapat membahayakan ibu dan janin. Setiap wanita
hamil, dan nifas yang mengalami perdarahan, harus segera dirawat dan ditentukan
penyebabnya untuk selanjutnya dapat diberi pertolongan dengan tepat.
Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya
paling sedikit 128.000 perempuan mengalami perdarahan sampai meninggal.
Lebih dari separuh jumlah seluruh kematian ibu terjadi dalam waktu 24 jam
setelah melahirkan, sebagian besar karena terlalu banyak mengeluarkan darah.
Walaupun seorang perempuan dapat bertahan hidup setelah mengalami
perdarahan pasca persalinan namun dapat mengakibatkan kekurangan darah yang
berat (anemia berat) dan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan.
Oleh sebab itu, diperlukan tindakan yang tepat dan cepat dalam mengatasi
perdarahan post partum1.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Perdarahan post partum adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc
atau lebih yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi sebelum,
selama, atau sesudah lahirnya plasenta2.
Definisi lain menyebutkan Perdarahan Pasca Persalinan adalah
perdarahan 500 cc atau lebih yang terjadi setelah plasenta lahir3.
Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian : 4
a. Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi
dalam 24 jam setelah anak lahir. Penyebab utamanya adalah atonia uteri,
retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada
2 jam pertama1,4.
b. Perdarahan post partum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi
antara 24 jam dan kurang dari 6 minggu postpartum1,4.
2.2. Epidemiologi
Angka kejadian perdarahan post partum 10-15% dimana 4-5% terjadi
setelah persalinan per vaginam dan 6-8% terjadi setelah persalinan dengan bedah
secar7. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang
berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil
dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang setelah persalinan.5
Peningkatan angka kematian di Negara berkembang . Di negara kurang
berkembang merupakan penyebab utama dari kematian maternal hal ini
disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai, kurangnya layanan
transfusi, kurangnya layanan operasi6.
3
2.3. Klasifikasi
Perdarahan pascapersalinan diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
1. Perdarahan pascapersalinan dini
Didefinisikan sebagai PPP ≤ 24 jam setelah kelahiran. Penyebab PPP
mencakup atonia uteri, potongan plasenta yang tertinggal, laserasi saluran
No. Langkah Keterangan1. Lakukan masase fundus uteri segera
setelah plasenta dilahirkanMasase merangsang kontraksi uterus. Sambil melakukan masase sekaligus dapat dilaku-kan penilaian kontraksi uterus
2. Bersihkan kavum uteri dari selaput ketuban dan gumpalan darah.
Selaput ketuban atau gumpalan darah dalam kavum uteri akan dapat menghalangi kontraksi uterus secara baik
3. Mulai lakukan kompresi bimanual interna. Jika uterus berkontraksi keluarkan tangan setelah 1-2 menit. Jika uterus tetap tidak berkontraksi teruskan kompresi bimanual interna hingga 5 menit
Sebagian besar atonia uteri akan teratasi dengan tindakan ini. Jika kompresi bimanual tidak berhasil setelah 5 menit, diperlukan tindakan lain
4. Minta keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna
Bila penolong hanya seorang diri, keluarga dapat meneruskan proses kompresi bimanual secara eksternal selama anda melakukan langkah-langkah selanjutnya.
5. Berikan Metil ergometrin 0,2 mg intramuskular/ intra vena
Metil ergometrin yang diberikan secara intramuskular akan mulai bekerja dalam 5-7 menit dan menyebabkan kontraksi uterusPemberian intravena bila sudah terpasang infus sebelumnya
6. Berikan infus cairan larutan Ringer laktat dan Oksitosin 20 IU/500 cc
Anda telah memberikan Oksitosin pada waktu penatalaksanaan aktif kala tiga dan Metil ergometrin intramuskuler. Oksitosin intravena akan bekerja segera untuk menyebabkan uterus berkontraksi.Ringer Laktat akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama atoni. Jika uterus wanita belum berkontraksi selama 6 langkah pertama, sangat mungkin bahwa ia mengalami perdarahan postpartum dan memerlukan penggantian darah yang hilang secara cepat.
7. Mulai lagi kompresi bimanual interna atau
Jika atoni tidak teratasi setelah 7 langkah pertama, mungkin ibu
12
Pasang tampon uterovagina mengalami masalah serius lainnya.Tampon uterovagina dapat dilakukan apabila penolong telah terlatih.Rujuk segera ke rumah sakit
8. Buat persiapan untuk merujuk segera Atoni bukan merupakan hal yang sederhana dan memerlukan perawatan gawat darurat di fasilitas dimana dapat dilaksanakan bedah dan pemberian tranfusi darah
9. Teruskan cairan intravena hingga ibu mencapai tempat rujukan
Berikan infus 500 cc cairan pertama dalam waktu 10 menit. Kemudian ibu memerlukan cairan tambahan, setidak-tidaknya 500 cc/jam pada jam pertama, dan 500 cc/4 jam pada jam-jam berikutnya. Jika anda tidak mempunyai cukup persediaan cairan intravena, berikan cairan 500 cc yang ketiga tersebut secara perlahan, hingga cukup untuk sampai di tempat rujukan. Berikan ibu minum untuk tambahan rehidrasi.
10. Lakukan laparotomi :Pertimbangkan antara tindakan mempertahankan uterus dengan ligasi arteri uterina/ hipogastrika atau histerektomi.
Pertimbangan antara lain paritas, kondisi ibu, jumlah perdarahan.
1. Kompresi Bimanual Internal
Letakan satu tangan anda pada dinding perut, dan usahakan untuk
menahan bagian belakang uterus sejauh mungkin. Letakkan tangan yang lain pada
korpus depan dari dalam vagina, kemudian tekan kedua tangan untuk
mengkompresi pembuluh darah di dinding uterus. Amati jumlah darah yang
keluar yang ditampung dalam pan. Jika perdarahan berkurang, teruskan kompresi,
pertahankan hingga uterus dapat berkontraksi atau hingga pasien sampai di tempat
rujukan. Jika tidak berhasil, cobalah mengajarkan pada keluarga untuk melakukan
kompresi bimanual eksternal sambil penolong melakukan tahapan selanjutnya
untuk penatalaksaan atonia uteri.10,11
13
Gambar 1 .Kompresi bimanual uteri internal
2. Kompresi Bimanual Eksternal
Letakkan satu tangan anda pada dinding perut, dan usahakan sedapat
mungkin meraba bagian belakang uterus. Letakan tangan yang lain dalam keadaan
terkepal pada bagian depan korpus uteri, kemudian rapatkan kedua tangan untuk
menekan pembuluh darah di dinding uterus dengan jalan menjepit uterus di antara
kedua tangan tersebut. 10,11,12
Gambar 2 .Kompresi bimanual eksternal
14
B. PERLUKAAN JALAN LAHIR
Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan
kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari
perlukaan jalan lahir. Perlukaan jalan terdiri dari:
a. Robekan Perineum
b. HematomaVulva
c. Robekan dinding vagina
d. Robekan serviks
e. Ruptura uteri
a. Robekan Perineum
Dibagi atas 4 tingkat
Tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai
kulit perineum
Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis,
tetapi tidak mengenai sfingter ani
Tingkat III : robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani
Tingkat IV : robekan sampai mukosa rectum
Kolporeksis adalah suatu keadaan di mana terjadi robekan di vagina bagian atas,
sehingga sebagian serviks uteri dan sebagian uterus terlepas dari vagina. Robekan
ini memanjang atau melingkar.
Robekan serviks dapat terjadi di satu tempat atau lebih. Pada kasus partus
presipitatus, persalinan sungsang, plasenta manual, terlebih lagi persalinan
operatif pervaginam harus dilakukan pemeriksaan dengan spekulum keadaan jalan
lahir termasuk serviks. 5,6,7
15
Pengelolaan
a. Episiotomi, robekan perineum, dan robekan vulva
Ketiga jenis perlukaan tersebut harus dijahit.
1. Robekan perineum tingkat I
Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai
catgut yang dijahitkan secara jelujur atau dengan cara jahitan angka delapan
(figure of eight). 10,11
2. Robekan perineum tingkat II
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat I atau
tingkat II, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka
pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan
sebelah kiri dan kanan masing-masing dijepit dengan klem terlebih dahulu,
kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka
robekan. 10,11
Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut, kemudian selaput lendir vagina
dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau delujur. Penjahitan mukosa
vagina dimulai dari puncak robekan. Sampai kulit perineum dijahit dengan
benang catgut secara jelujur. 10
3. Robekan perineum tingkat III
Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek
dijahit, kemudian fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan
catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang
terpisah akibat robekan dijepit dengan klem / pean lurus, kemudian dijahit dengan
2 – 3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu lagi. Selanjutnya robekan dijahit
lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II. 10
16
4. Robekan perineum tingkat IV
Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk
melakukan perbaikan cukup tinggi dan resiko terjadinya gangguan berupa gejala
sisa dapat menimbulkan keluhan sepanjang kehidupannya, maka dianjurkan
apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan rencana tindakan
perbaikan di rumah sakit kabupaten/kota. 10
b. Hematoma vulva
1. Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besar hematoma. Pada
hematoma yang kecil, tidak perlu tindakan operatif, cukup dilakukan
kompres.
2. Pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan anemia dan presyok,
perlu segera dilakukan pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan
sayatan di sepanjang bagian hematoma yang paling terenggang. Seluruh
bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari sumber
perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahit sumber
perdarahan tersebut. Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam perdarahan
difus dapat dipasang drain atau dimasukkan kasa steril sampai padat dan
meninggalkan ujung kasa tersebut diluar10.
c. Robekan dinding vagina
1. Robekan dinding vagina harus dijahit.
2. Kasus kolporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk ke rumah sakit10.
d. Robekan serviks
Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. Bibir depan dan
bibir belakang serviks dijepit dengan klem Fenster. Kemudian serviks ditarik
sedikit untuk menentukan letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan
dijahit dengan catgut kromik dimulai dari ujung robekan untuk menghentikan
perdarahan10.
17
C. RETENSIO PLASENTA
Retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam
setelah janin lahir.
Dapat terbagi atas:
Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh karena
kontraksi rahim kurang kuat untuk melepaskan plasenta disebut plasenta
adhesiva.
Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh karena
villi korialisnya menembus desidua sampai miometrium disebut plasenta
akreta.
Plasenta yang sudah lepas dari dinding rahim tetapi belum lahir karena
terhalang oleh lingkaran konstriksi di bagian bawah rahim disebut plasenta
inkarserata.
Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah
lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya
bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa
dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas
atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan plasenta
manual12
Penanganan :
Inspeksi plasenta segera setelah bayi lahir. jika ada plasenta yang hilang,
uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan khususnya jika kita
menghadapi perdarahan post partum lanjut.
Jika plasenta belum lahir, harus diusahakan mengeluarkannya. Dapat
dicoba dulu parasat Crede, tetapi saat ini tidak digunakan lagi karena
memungkinkan terjadinya inversio uteri. Tekanan yang keras akan menyebabkan
perlukaan pada otot uterus dan rasa nyeri keras dengan kemungkinan syok. Cara
lain untuk membantu pengeluaran plasenta adalah cara Brandt, yaitu salah satu
tangan, penolong memegang tali pusat dekat vulva. Tangan yang lain diletakkan
pada dinding perut diatas simfisis sehingga permukaan palmar jari-jari tangan
18
terletak dipermukaan depan rahim, kira-kira pada perbatasan segmen bawah dan
badan rahim. Dengan melakukan penekanan kearah atas belakang, maka badan
rahim terangkat. Apabila plasenta telah lepas maka tali pusat tidak tertarik keatas.
Kemudian tekanan diatas simfisis diarahkan kebawah belakang, ke arah vulva.
Pada saat ini dilakukan tarikan ringan pada tali pusat untuk membantu
megeluarkan plasenta. Tetapi kita tidak dapat mencegah plasenta tidak dapat
dilahirkan seluruhnya melainkan sebagian masih harus dikeluarkan dengan
tangan. Pengeluaran plasenta dengan tangan kini dianggap cara yang paling baik.
Tehnik ini kita kenal sebagai plasenta manual.1,2
Indikasi Plasenta manual
Perdarahan pada kala III persalinan kurang lebih 500 cc
Retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir
Setelah persalinan yang sulit seperti forceps, vakum, perforasi dilakukan
eksplorasi jalan lahir.
Tali pusat putus
Tehnik Plasenta Manual
Sebelum dikerjakan penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan
umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus Ringer Laktat. Operator
berdiri atau duduk dihadapan vulva, lakukan desinfeksi pada genitalia eksterna
begitu pula tangan dan lengan bawah si penolong (setelah menggunakan sarung
tangan). Kemudian labia dibeberkan dan tangan kanan masuk secara obstetris ke
dalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan dalam sekarang
menyusun tali pusat yang sedapat-dapatnya diregangkan oleh asisten.3
Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi ke pinggir
plasenta dan sedapat-dapatnya mencari pinggir yang sudah terlepas. Kemudian
dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan ialah antara bagian
plasenta yang sudah terlepas dengan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar
dengan dinding rahim.3
19
Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan
perlahan-lahan ditarik keluar.
Gambar 3. Pelepasan plasenta secara manual
D. SISA PLASENTA
Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat
menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat
(biasanya terjadi dalam 6 – 10 hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum
dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah
plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan postpartum lambat
gejalanya sama dengan subinvolusi rahim, yaitu perdarahan yang berulang atau
berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta
jarang menimbulkan syok.1,12
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila
penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir.
Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan
sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan dengan
eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu ultrasonografi.
Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi
rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal dalam rongga
rahim.1,12
Pengelolaan
1. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Dalam
kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan secara
20
manual. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena
dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
2. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
3. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.1,12
Prosedur Kuretase Pasca Persalinan 13
LANGKAH/KEGIATANPERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK1. Sapa pasien dan keluarganya, perkenalkan bahwa anda adalah petugas yang akan melakukan tindakan medik.2. Jelaskan tentang diagnosis dan penatalaksanaan3. Jelaskan bahwa setiap tindakan medik mengandung risiko, baik
yang telah diduga sebelumnya maupun tidak.
4. Pastikan bahwa pasien dan keluarganya telah mengerti dan jelas tentang penjelasan tersebut di atas.5. Beri kesempatan kepada pasien dan keluarganya untuk mendapatkan penjelasan ulang apabila ragu atau belum mengerti.
6. Setelah pasien dan keluarga mengerti dan memberikan persetujuan untuk dilakukan tindakan ini, mintakan persetujuan secara tertulis,
dengan mengisi dan menandatangani formulir yang telah disediakan.
7. Masukkan lembar Persetuan Tindakan Medik yang telah diisi dan ditandatangani ke dalam catatan medik pasien.8. Serahkan kembali catatan medik pasien setelah diperiksa kelengkapannya, catatan kondisi pasien dan pelaksanaan instruksi.PERSIAPAN SEBELUM TINDAKANA. PASIEN9. Cairan dan selang infus sudah terpasang. Perut bawah dan lipat paha sudah dibersihkan dengan air dan sabun.
10. Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi kardipulmoner.11. Siapkan kain alas bokong, sarung kaki, dan penutup perut bawah12. Medikamentosa a. analgetika (pethidin 1-2 mg/kg BB, ketamin HCl 0,5 mg/kg
BB, tramadol 1-2 mg/kg BB) b. sedative (diazepam 10 mg)
21
c. atropin sulfas 0,25 – 0,50 mg/m3
13. Larutan antiseptic (povidone iodine 10%)14. Oksigen dengan regulator15. Instrumen a. cunam tampon: 1 b. klem ovum (foersier/ fenstrar dampt) lurus dan lengkung: 2 c. sendok kuret: 1 set d. spikulum sim’s atau L dan kateter karet: 2 dan 1 e. tabung 5 ml dan jarum suntikB. PENOLONG (operator dan asisten)16. Baju kamar tindakan, pelapis plastic, masker dan kaca mata
pelindung: 3 set17. Sarung tangan DTT/steril: 4 pasang18. Alas kaki (sepatu/boot karet): 3 pasang19. Instrumen a. lampu sorot : 1 b. mangkok logam: 2 c. penampung darah dan jaringan: 1 PENCEGAHAN INFEKSI SEBELUM TINDAKAN20. Cuci tangan dan lengan dengan sabun hingga ke siku dibawah air
mengalir21. Keringkan tangan dengan handuk DTT22. Pakai baju dan alas kaki kamar tindakan, masker, kaca mata
pelindung23. Pakai sarung tangan DTT/ stereo 24 pasien dengan posisi litotomi,
pasangkan alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah, fiksasi dengan klem kain (ingat: sarung tangan tidak boleh menyentuh bagian yang tidak aman)
TINDAKAN25. Instruksikan asisten untuk memberikan sedative dan analgetika26. Dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri sisihkan labium mayus kiri
dan kanan ke lateral hingga tampak muara uretra. Masukkan kateter ke uretra dengan ibu jari dan telunjuk tangan kanan hingga 0,5 cm. pindahkan telunjuk kiri ke dinding denpan vagina (dasar uretra) dorong kateter (dengan tuntunan telunjuk kiri) hingga memasuki kandung kemih (keluar air kemih)
27. Setelah kandung kemih dikosongkan, lepaskan kateter, masukkan kedalam tempat yang tersedia. Buka introitas vagina dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri, masukkan telunjuk dan jari tengah tangan kanan kedalam lumen vagina, pindahakan tangan kiri ke
22
perut bawah (suprasimfisis) untuk memeriksa besar dan lengkung uterus, bukaan servik, jaringan yang terkumpul divagina atau terjepit di kanalis servik (pemeriksaaan dalam)
28. Celupkan tangan kanan yang masih memakai sarung tangan kedalam larutan klorin 0,5%, bersihkan darah atau jaringna yang melekay di sarung tangan, lepaskan sarung tangna secara terbalik.
29. Pakai sarung tangan DDT/steril yang baru30. Pegang speculum sims L dengan tangan kanan, masukkan bilahnya
secara vertical kedalam vagina, setelah itu putar kebawah sehingga posisi bilah menjadi transversal.
31. Pasang speculum sims L berikutnya dengan jalan memasukkan billahnya secara vertical kemudian putar dan tarik ke atas sehingga porsio tampak dengan jelas
32. Minta asisten untuk menahan speculum atas dan bawah dan pertahankan posisinya
33. Dengan cunam tampon, ambil kapas yang telah dibasahi dengan larutan antiseptic, kemudian bersihkan lumen vagina dan porsio. Buang kapas, kembalikan cunam ke tempat semula
34. Ambil klem ovum yang lurus, jepit bagian atas porsio (perbatasan antara kuadran atas kiri dan kanan atau pada jam 12)
35. Setelah porsio terpegang dengan baik, lepaskan speculum atas36. Pegang gagang cunam dengan tangan kiri, ambil sendok kuret
pascapersalinan dengan tangan kanan, pegangn di antara ibu jari dan telunjuk (gagang sendok berada pada telapak tangan) kemudian masukkan hingga menyentuh fundus
37. Minta asisten untuk memegang gagang klem ovum, letakkan telapak tangan pada bagian atas fundus uteri (sehingga penolong dapat merasakan tersentuhnya fundus oleh ujung sendok kuret)
- Memasukkan lengkung sendok kuret sesuai dengna lengkung kavum uteri kemudian lakukan pengerokan dinding uterus bagian depan searah jarum jam, secara sistematis. Keluarkan jaringan plasenta (dengan kuret) dari kavum uteri
- Masukkan ujung sendok sesuai dengan lengkung kavum uteri, setelah sampai fundus, kemudian putar 180 derajat, lalu bersihkan dinding belakang uterus. Keluarkan jaringan yang ada.
38. Kembalikan sendok kuret ke tempat semula, gagang kelm ovum dipegang kembali oleh operator.
39. Ambil kapas (dibasahi larutan antiseptic) dengan cunam tampon, bersihkan darah dan jaringa pada lumen vagina
40. Lepaskan jepitan klem ovum pada porsio
23
41. Lepaskan speculum bawah42. Lepaskan kain penutup perut bawah, alas bokong, dan sarung kaki
masukkan ke dalam wadah yang berisi larutan klorin 0,5%43. Bersihkan cemaran darah dan cairan tubuh dengan larutan antiseptilDEKONTAMINASI44. Sebelum melepas sarung tangan, kumpulkan dan masukkan
instrument kewadah yang berisi klorin 0,5%45. Kumpulkan bahan habis pakai yang terkena darah atau cairan
tubuh pasien , masukkan ketempat sampah yang tersedia46. Bubuhi benda-benda daklam kamar tindakan yang terkena cairan
tubuh atau darah pasien dengan cairan klorin 0,5%47. Bersihkan sarung tangan dari noda darah dan cairan tubuh pasien
kemudian lepaskan secara terbalik dan rendam dalam cairan klorin 0,5%
CUCI TANGAN PASCA TINDAKAN48. Cuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir49. Keringkan tangan dengan handuk/tissue yang bersihPERAWATAN PASCA TINDAKAN50. Periksa kembali tanda vital pasien, segara lakukan tindakan
instruksi apabila terjadi komplikasi/kelainan51. Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan didalam kolom yang
tersedia dalam status pasien. Bila keadaan umum pasien cukup baik, setelah cairan habis le[askan peralatan infus
52. Buat instruksi pegobatan lanjutan dan pemantauan kondisi pasien53. Beritahukan kepada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah
selesai tetapi pasien masih memerlukan perawatan54. Bersama petugas yang akan merawat pasien , jelaskan jenis
perawatan yang masih diperlukan, lama perawatan dan laporkan kapada petugas tersebut bila ada keluhan/gangguan pasca tindakan
55. Tegaskan pada petugas yang merawat untuk menjalankan instruksi perawatan dan pengobatan serta laporkan segera bila pada pemantauan lanjut ditemukan perubahan-perubahan seperti yang ditulis dalam catatan pascatindakan.
E . THROMBIN : KELAINAN PEMBEKUAN DARAH
Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan
ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa :
Penderita dalam posisi lithotomic dan narkose Dilakukan tindakan aseptic dan antiseptic pada vulva dan
sekitarnya Kandung kemih dikosongkan dengan kateter Dilakukan pemasangan sims atas dan bawah Portio ditampakkan secara avoe Dengan tenakulum dilakukan penjepitan portio pada pukul 11.00
Dilakukan sondase Dilakukan kuretase pada endometrium dan didapatkan jaringan dan
darah ±100c Setelah diyakini bersih tidak ada jaringan dan tidak ada
perdarahan, tanekulum dilepaskan Portio dibersihkan dengan kasa bethadine
Pukul 09.45 WIB tindakan selesai.
D/ Pra tindakan Sisa Plasenta
D/ Pasca tindakan : P3A0 pasca kuretase a.i sisa plasenta
35
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Pembahasan
Pasien wanita 20 tahun masuk rumah sakit pukul 17.10 WIB via IGD
RSUD Palembang Bari tanggal 7 Januari 2014 dengan diagnosis G3P2A0 Hamil
±28 minggu inpartu kala I fase laten JTM Preskep.
Pada tanggal 8 Januari 2014 os didiagnosis P3A1 post partus spontan + post
kuretase a/i sisa plasenta.
a. Dasar Diagnosis
Dasar diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Sisa plasenta adalah terdapatnya sisa atau sebagian plasenta di dalam
rahim. Pada pemeriksaan plasenta ternyata jaringan plasenta tidak lengkap, maka
harus dilakukan eksplorasi dari kavum uteri. Potongan-potongan plasenta yang
ketinggalan tanpa diketahui, biasanya menimbulkan perdarahan postpartum
lambat. Dari pemeriksaan didapatkan pada pasien Ny.N kontraksi uterus baik,
5. Alan H. Current Obstretric &Gynecologic Diagnosis & Tretment, Ninth edition : Alan H.D eCherney and Lauren Nathan , 2003 by The Mc Graw-Hill Companies,Inc.
6. Rahmi. Karakteristik Penderita Perdarahan Postpartum Yang Datang ke RSU Dr. Pringadi Medan Tahun 2004-2008. FKM Universitas Sumatera Utara. 2009 hal1-99
7. Norwitz & Schorge. Obstetri and Gynaecology at a Glnace (Edisi ke-2). Terjemahan Oleh: Safitri & Astikawati. Erlangga, Jakarta. Indonesia, hal. 78-79.
8. Prawihardjo,Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan (Edisi Keempat), Editor Saifuddin., Rachimhadhi.T., Wiknjoasastro.H. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Indonesia, hal 521-525.
9. Bagian Obstetri & ginekologi. 1981. Fak. Kedokteran Univ. Padjadjaran Bandung. Obstetri patologi, Penerbit Elstar Offset, Bandung.
10. The Society of Obstetricans & Gynaecologist of Canada 2002. Alarm Course Syllabus. Edisi ke-9.