BAB I PENDAHULUAN Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada penderita diabetes melitus. Retinopati ini tidak disebabkan oleh proses radang. Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa aneurisma, melebarnya vena, pedarahan dan eksudat lemak.Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan membrane basal endotel kapiler dan penurunan jumlah perisit. Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes.Resiko mengalami retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan dengan lamanya diabetes.Pada waktu diagnosis diabetes tipe I ditegakkan, retinopati diabetik hanya ditemukan pada <5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-50% dan sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita rerinopati diabetik. Pada diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25% sudah menderita retinopati diabetik non proliferatif.Setelah 20 tahun, prevalensi retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60% dalam berbagai 1
36
Embed
Lapsus Mata Diabetic Retinopati Sanglah Igm Lia Sughan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada
penderita diabetes melitus. Retinopati ini tidak disebabkan oleh proses radang.
Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa aneurisma, melebarnya vena,
pedarahan dan eksudat lemak.Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan
membrane basal endotel kapiler dan penurunan jumlah perisit.
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan
pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali
lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes.Resiko mengalami
retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan dengan lamanya diabetes.Pada
waktu diagnosis diabetes tipe I ditegakkan, retinopati diabetik hanya ditemukan pada
<5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-50% dan sesudah 20
tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita rerinopati diabetik. Pada diabetes tipe 2
ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25% sudah menderita retinopati diabetik non
proliferatif.Setelah 20 tahun, prevalensi retinopati diabetik meningkat menjadi lebih
dari 60% dalam berbagai derajat. Di Amerika Utara, 3,6% pasien diabetes tipe 1 dan
1,6% pasien diabetes tipe 2 mengalami kebutaan total. Di Inggris dan Wales, sekitar
1000 pasien diabetes tercatat mengalami kebutaan sebagian atau total setiap tahun.1,2,3
Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang lama.
Hanya pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular
atau hemorrhages vitreus maka pasien akan menderita kegagalan visual dan buta
mendadak. Gejala klinis retinopati diabetik proliferatif berupa kesulitan membaca,
penglihatan kabur disebabkan karena edema macula, penglihatan ganda, penglihatan
tiba-tiba menurun pada satu mata, melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah
terjadi perdarahan vitreus, melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip. Gejala objektif
pada retina yang dapat dilihat yaitu: Mikroaneurisma,dilatasi pembuluh darahHard
exudate danSoft exudate, Edema retina, dan pembentukan pembuluh darah baru.
1
Diagnosis retinopati diabetik didasarkan atas hasil pemeriksaan
funduskopi.Pemeriksaan dengan fundal fluorescein angiography (FFA) merupakan
metode diagnosis yang paling dipercaya.Namun dalam klinik, pemeriksaan dengan
oftalmoskopi masih dapat digunakan untuk skrining. Terdapat banyak klasifikasi
retinopati diabetik yang dibuat oleh para ahli. Pada umumnya klasifikasi didasarkan
atas beratnya perubahan mikrovaskular retina.
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan.
Hal ini dapat dicapai dengan pemeriksaan rutin pada ahli mata, kontrol glukosa darah
dan hipertensi, Fotokoagulasi, Injeksi Anti VEGF dan Vitrektomi.
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau
menunda retinopati.Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan tekanan
darah disesuaikan <140/85 mmHg). Untuk prognosis retinopati diabetes tanpa
pengobatan, Detachment retinal tractional dan edema macula dapat menyebabkan
kegagalan visual yang berat atau kebutaan. Bagaimanapun juga, retinopati diabetik
dapat terjadi walaupun diberi terapi optimum.
Karena prevalensi retinopati diabetes yang tinggi dan pentingnya mengetahui
prevensi, penegakan diagnosis serta penanganan pada penyakit ini, maka kami
membuat karya ini. Karya ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman baik tentang
definisi, patogenesis, penegakan diagnosis, penanganan serta prevensi retinopati
diabetes serta mengaplikasikannya secara langsung dengan pembahasan laporan
kasus.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Retinopati diabetika adalah proses degenerasi akibat hipoksia di retina karena
penyakit diabetes mellitus. Diagnosis retinopati diabetika ditegakkan secara klinis
jika dengan pemeriksaan angiografi flurosensi fundus sudah didapatkan
mikroaneurisma atau perdarahan pada retina di satu mata, baik dengan atau tanpa
eksudat lunak ataupun keras, abnormalitas mikrovaskular intra retina atau hal-hal lain
yang telah diketahui sebagai penyebab perubahan-perubahan tersebut
(Michaelson,1980).
2.2 Patofisiologi Retinopati DM
Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan
terjadi melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive
oxygen intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan
AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan
faktor vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1
(IGF-1), dan endotelin yang akan memperparah kerusakan. Kedua, hiperglikemia
kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan ekspresi aldose
reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi sorbitol
kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim
endotel. Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein
kinase C (PKC). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan
lain diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhesion
molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel
pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta
trombosis dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut menimbulkan
3
gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan
ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang pembentukan
pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran basalisnya, defisiensi
taut kedap antarsel endotelnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi
kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous 9-11.
2.3 Gejala dan Tanda Retinopati DM
Sebagian besar penderita retinopati DM, pada tahap awal tidak mengalami
gejala penurunan tajam penglihatan6. Apabila telah terjadi kerusakan sawar darah
retina, dapat ditemukan mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein, edema, serta
perdarahan intraretina.6,11,13 Selanjutnya, terjadi oklusi kapiler retina yang
mengakibatkan kegagalan perfusi di lapisan serabut saraf retina sehingga terjadi
hambatan transportasi aksonal. Hambatan transportasi tersebut menimbulkan
akumulasi debris akson yang tampak sebagai gambaran soft exudates pada
pemeriksaan oftalmoskopi.12
Pada pemeriksaan funduskopi akan ditemukan kelainan-kelainan seperti :
1. Mikroaneurisma.
Mikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena,
dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak di dekat pembuluh
darah terutama polus posterior. Kadang pembuluh darah ini demikian kecilnya
sehingga tidak terlihat. Mikroaneurisma merupakan kelainan diabetes mellitus
dini pada mata.
2. Perdarahan retina.
3. Eksudat.
4. Neovaskularisasi retina.
Neovaskularisasi retina biasanya terletak dipermukaan jaringan. Tampak
sebagai pembuluh darah yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan
4
ireguler. Awalnya terletak pada jaringan retina kemudian berkembang ke
daerah preretinal, ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-
daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhiaolid
(preretinal) maupun perdarahan badan kaca.
5. Jaringan proliferasi di retina atau badan kaca
Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati DM proliferatif dan non
proliferatif.6,11,13 Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh
darah baru dan ini merupakan tanda patognomonik retinopati DM proliferatif.6,11,13
.Kebutaan pada DM dapat terjadi akibat edema hebat pada makula, perdarahan masif
intravitreous, atau ablasio retina traksional.8,9,11
Gambar 1. Diabetik Neuropati
2.4 Diagnosis Retinopati DM
Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui
pemeriksaan funduskopi direk dengan fundus fotografi dapat dilakukan dokumentasi
kelainan retina.9 Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of
Ophthalmology (AAO) adalah fundus fotografi. Keunggulan pemeriksaan tersebut
adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih
5
sehingga mampu dilaksanakan di pelayanan kesehatan primer.Selanjutnya, retinopati
DM dikelompokkan sesuai dengan standar Early Treatment Diabetic Retinopathy
Study (ETDRS). Di pelayanan primer pemeriksaan fundus fotografi berperanan
sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula,
retinopati DM nonproliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatifmaka harus
dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.7,15
Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus,
tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, funduskopi dan stereoscopic fundus
fotografi dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat
dilanjutkan dengan optical coherence tomography (OCT) dan ocular ultrasonography
bila perlu.6,16 OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan
kelainan yang sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta
responsnya terhadap terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina
bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi.6
2.5 Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati DM
Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina,
makula dan pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum pemeriksaan
dilakukan, pasien diminta untuk melepaskan kaca mata atau lensa kontak, kemudian
mata yang akan diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan
kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan kurang nyaman setelah ditetesi obat
tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan kontraindikasi pemberian
midriatikum17. Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap.
Pasien duduk berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk
memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian
mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan
pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan
kanan. Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks
retina yang berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan
pada jarak 2-3 cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai
6
tampilan tepi dan warna diskus optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang
normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning,
sedangkan cup-disc ratio.
2.6 Tatalaksana Retinopati DM
Tata laksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan
penyakit. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun
sekali. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema
makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan. Retinopati
DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema makula signifikan
merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah perburukan. Setelah
dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan.
Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat berat dianjurkan untuk menjalani
panretinal laser photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko tinggi untuk
berkembang menjadi retinopati DM proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4
bulan pascatindakan. Panretinal laser Fotokoagulaso segera dilakukan pada penderita
retinopati DM proliferatif. Apabila terjadi retinopati DM proliferatif disertai edema
makula signifikan, maka kombinasi fokal dan panretinal laser Fotokoagulasi menjadi
terapi pilihan.16 Fotokoagulasi laser dilakukan dengan mengarahkan laser yang
terfokus dengan berkas panjang gelombang ke bagian tertentu dari retina. Absopsinya
pada bermacam lapisan retina berpigmen intraokular, menyebabkan peningkatan suhu
lokal yang pada gilirannya menyebabkan denaturasi protein jaringan dan nekrosis
koagulatif.19
Terapi pada mata tergantung dari lokasi dan keparahan retinopatinya. Mata
dengan edema makula diabetik yang belum bermakna klinis sebaiknya dipantau
secara ketat tanpa dilakukan terapi laser. Yang bermakna klinis memerlukan fokal
laser bila lesinya setempat dan grid laser bila lesinya difus. Laser Argon pada makula
hanya cukup untuk menghasilkan bakaran sinar karena parut laser dapat meluas dan
mempengaruhi penglihatan. Terapi di bawah ambang dan mikropulise laser
7
memberikan hasil yang sama efektif dengan parut yang lebih sedikit. Penyuntikan
triamcinolone atau anti-VEGF juga efektif.19
Fotokoagulasi pan-retina (PRP) diindikasikan untuk menangani retinopati
diabetik proliferatif yang risiko tinggi dan mata dengan retinopati diabetik non-
proliferatif yang berat dan retinopati diabetik proliferatif awal yang berisiko tinggi
terhadap progresi ataupun hasil pengobatan yang buruk. Dengan merangsang regresi
dilakukan untuk mengurangi pembentukan pembuluh darah baru serta laser panretinal
koagulasi berfungsi untuk mengurangi daerah iskemia.
20
BAB V
SIMPULAN
Retinopati diabetik adalah suatu penyakit mikroangiopati progresif kronik
yang ditandai dengan kerusakan pembuluh-pembuluh darah halus retina, akibat
kondisi hiperglikemia yang lama pada diabetes mellitus. Dalam penanganan penyakit
ini, hal yang utama adalah kontrol penyakit dan pencegahan terhadap perburukan dari
penyakit serta komplikasi lebih lanjut.
Pasien Laki-laki, 57 tahun, mengeluhkan mata kabur pada mata sebelah kanan
sejak kurang lebih satu setengah bulan yang lalu. Ia memiliki riwayat operasi katarak
2 bulan sebelum operasi dan mengaku penglihatan membaik setelah operasi. 2
minggu setelah operasi penglihatan pasien kembali memburuk. ia juga merasakan
mata merah, mata terasa perih saat membaca dan mata sering berair. Sesuai dengan
teori, pada retinopati diabetes.
Pada pemerikasaan fisik funduskopi yang dilakukan pada pasien, ditemukan
kelainan yang sesuai dengan teori yaitu gambaran papil N.II bulat, berbatas tidak
tegas, Cup Disc Rasio yang sulit dievaluasi, perbandingan arteri dan vena 2:3 dengan
pelebaran vena di kedua mata pasien. Pada retina ditemukan pembentukan vena baru
(NVE), dot blot dan eksudat (+) dengan makula yang sulit dievaluasi dan vitreous
yang keruh di kedua mata pasien.
Untuk pemeriksaan penunjang, sesuai dengan teori pasien diusulkan untuk
melakukan pemeriksaan foto fundus, Fundus Flourescin Angiography (FFA), Ocular
coherence tomography (OCT) dan USG.Serta untuk penanganan pasien, diterapi
dengan injeksi avastin (anti VEGF), Laser Panretinal fotokoagulasi dan mengontrol
diabetes.
21
Daftar Pustaka
1. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of diabetes: estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care. 2004;27:1047-53.
2. Noble J, Chaudhary V. Diabetic retinopathy. CMAJ. 2010; 182(15):1646.
4. Wong TY, Yau J, Rogers S, Kawasaki R, Lamoureux EL, Kowalski J. Global prevalence of diabetic retinopathy: Pooled data from population studies from the United States, Australia, Europe and Asia. Prosiding The Association for Research in Vision and Opthalmology Annual Meeting; 2011.
5. Soewondo P, Soegondo S, Suastika K, Pranoto A, Soeatmadji DW, Tjokroprawiro A. The DiabCare Asia 2008 study - Outcomes on control and complications of type 2 diabetic patients in Indonesia. Med J Indones. 2010;19(4):235-43.
6. Paulus YM, Gariano RF. Diabetic retinopathy: A growing concern in an aging population. Geriatrics. 2009;64(2):16-26.
7. American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes - 2010. Diabetes Care. 2010;33(Suppl1):S11-61.
8. Fong DS, Aiello L, King GL, Blankenship G, Cavallerano JD, Ferris FL. Retinopathy in diabetes. Diabetes Care. 2004;27 (Suppl1):S84-7.
10. Westerfeld CB, Miller JW. Neovascularization in diabetic retinopathy. In: Levin LA, Albert DM, editor. Ocular disease: mechanisms and management. USA: Saunders; 2010. p. 514-7.
11. Bloomgarden ZT. Screening for and managing diabetic retinopathy: Current approaches. Am J Health-Syst Pharm.2007;64 (Suppl12):S8-14.
12. Chui TYP, Thibos LN, Bradley A, Burns SA. The mechanism of vision loss associated with a cotton wool spot. Vision Res. 2009;49:2826-34.
22
13. Kern TS, Huang S. Vascular damage in diabetic retinopathy. In: Levin LA, Albert DM, editor. Ocular disease: mechanisms and management. USA: Saunders; 2010. p. 506-12.
14. Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) Research Group. Fundus photographic risk factors for progression of diabetic retinopathy: report number 12. Ophthalmology.1991; 98:823-33.
15. Williams GA, Scott IU, Haller JA, Maguire AM, Marcus D, McDonald HR. Single-field fundus photography for diabetic retinopathy screening: a report by American Academy of Ophthalmology. Ophthalmology. 2004;111:1055-62.
16. American Academy of Ophthalmology. Preferred Practice Patern for Diabetic Retinopathy; 2008.
17. Chu C, Salmon J. Examination of the fundus. The Journal of Clinical Examination. 2007;2:7-14.
18. Benjamin L, James B. Examination of the retina and optic disc. In: Benjamin L, James B, editor. Ophthalmology investigation examination techniques. China: Elsevier; 2007. p. 45-50.
19. Eva PR, John PW. 2009. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum. Edisi ke 17.
Jakarta: EGC
20. Alghadyan AA. Diabetic Retinopathy: An Update. Saudi Journal of