BAB IPENDAHULUANKusta (Morbus Hansen) adalah penyakit infeksi
kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae yang
menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya, kecuali
susunan saraf pusat.. Kusta merupakan penyakit tertua, dimana
berasal dari kata India yaitu khusta, dikenal sejak 1400 tahun
sebelum Masehi. (1)Prevalensi penderita kusta di Indonesia sebesar
0,98 per 10.000 penduduk berdasarkan laporan dari WHO tahun 2005.
Prevalensi tersebut menunjukkan Indonesia telah berhasil melakukan
program eliminasi kusta yang ditetapkan oleh WHO yaitu 1 per 10.000
penduduk. Tetapi di beberapa provinsi di Indonesia masih belum
mencapai angka program eliminasi tersebut dan sangat berisiko
terhadap penyakit kusta. Indonesia memiliki 14 provinsi yang
menjadi daerah risiko penyakit kusta dengan kasus lebih dari 10.000
kasus yaitu Jawa Timur, Irian Jaya bagian barat, Papua, Jawa
Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi
Utara, Maluku, Maluku Utara, NTT, NTB, Aceh, dan DKI
Jakarta.(2)Penemuan penderita baru di Jawa Timur masih sangat
tinggi. Provinsi Jawa Timur menempati urutan ketujuh di Indonesia
dengan 35% jumlah penderita kusta nasional berada di Jawa Timur(3).
Pada tahun 2006 ditemukan penderita baru sebanyak 5.360 orang,
dengan rincian jumlah Pausi Basiler (PB) sebanyak 732 orang dan
Multi Basiler (MB) sebanyak 4.628 orang, dan yang telah selesai
menjalani pengobatan (RFT/Release From Treatment) tahunan sebanyak
5.236 orang, dengan Case Detection Rate (CDR) per 100.000 sebesar
1,45%, sedangkan prevalensi rate sebesar 1,7% (Dinkes Propinsi
Jatim, 2006). Penemuan penderita baru rata-rata per tahun mencapai
6.000-7.000 penderita. Jumlah penderita usia anak sebanyak 13% yang
berarti masih bisa terjadi penularan serta jumlah penderita cacat
permanen 11%. Penderita terbanyak berasal dari 16 Kabupaten/Kota
yang berada di pulau Madura dan daerah pesisir pantai seperti
Kabupaten Sampang, Sumenep, Probolinggo, Lamongan, Tuban, Lumajang,
Bangkalan, Situbondo, Pamekasan, Jember dan Pasuruan.(2)Faktor
utama sebagai penyebab penyakit kusta yaitu Mycobacterium leprae
perlu diidentifikasi terkait dengan pola penyakit dan kuantitas
paparannya sehingga menimbulkan permasalahan pada suatu populasi.
Mycobacterium leprae merupakan bakteri tahan asam, memasuki tubuh
manusia melalui luka pada permukaan kulit. Bakteri ini juga dapat
masuk ke tubuh manusia melalui droplet yang dihembuskan dari
saluran pernafasan. Kusta tidak hanya ditularkan dari manusia ke
manusia, tetapi juga dapat ditularkan melalui binatang ke manusia.
Binatang tersebut adalah tikus dan sejenis binatang pemakan
serangga liar yang disebut Amadillo.(2)Diagnosis kusta ditegakkan
bila terdapat satu dari tanda utama atau cardinal sign berupa
kelainan kulit yang hipopigmentasi atau eritematosa dengan anestesi
yang jelas, kelainan saraf tepi berupa penebalan saraf tepi dengan
anestesi dan hapusan kulit positif untuk bakteri tahan asam
(BTA).(4)Penyakit kusta dapat diklasifikasikan berdasarkan
manifestasi klinis (jumlah lesi, jumlah saraf yang terganggu),
hasil pemeriksaan bakteriologi, pemeriksaan histopatologi dan
pemeriksaan imunologi. Terdapat banyak jenis klasifikasi penyakit
kusta diantaranya adalah klasifikasi Madrid, pada klasifikasi ini
penyakit kusta dibagi atas Indeterminate (I), Tuberculoid (T),
Borderline-Dimorphous (B), Lepromatous (L). Klasifikasi
Ridley-Jopling, pada klasifikasi ini penyakit kusta adalah suatu
spektrum klinis mulai dari daya kekebalan tubuhnya rendah pada
suatu sisi sampai mereka yang memiliki kekebalan yang tinggi
terhadap M.leprae di sisi yang lainnya. Kelima tipe kusta menurut
Ridley-Jopling adalah tipe Lepromatous (LL), tipe Borderline
Lepromatous (BL), tipe Mid-Borderline (BB), tipe Borderline
Tuberculoid (BT), dan tipe Tuberculoid (T). Klasifikasi menurut
WHO, dalam klasifikasi ini seluruh penderita kusta hanya dibagi
menjadi 2 tipe yaitu tipe Pausibasiler (PB) dan tipe Multibasiler
(MB).(1)Diagnosis banding untuk kusta antara lain dermatofitosis,
pitiriasis versikolor, pitiriasis rosea, pitiriasis alba,
dermatitis seboroik, psoriasis, neurofibromatosis, granuloma
anulare, scleroderma, tuberkulosis kutis dan leukemia kutis.(4)Kami
mengangkat kasus tentang Morbus Hansen Tipe MB dengan reaksi kusta
tipe 1 karena masih banyak kesalahan dalam mendiagnosa penyakit ini
karena penyakit ini dapat menyerupai banyak penyakit kulit lainnya.
Sehingga kita dapat membedakan kusta dengan penyakit lain dan dapat
membedakan tentang reaksi kusta yang dapat terjadi. Laporan kasus
ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah wawasan tentang kusta
bagi para pembaca.BAB IILAPORAN KASUS
2.1Status Penyakit Kulit Dan Kelamin1.Identitas:Nama: Ny. RNo.
R.M.: 180897Umur: 33 tahunJenis kelamin: perempuan Pekerjaan: Ibu
Rumah TanggaBangsa/suku: Indonesia/MaduraAgama: IslamAlamat: jl.
Mangga, sumber wetan.Tanggal pemeriksaan: 20 Oktober
20142.Anamnesis: Keluhan Utama : Bercak merah pada kedua telapak
tangan disertai rasa cekot-cekot Riwayat penyakit sekarang :Bercak
merah pada kedua telapak tangan disertai rasa cekot-cekot sejak 2
minggu yang lalu. Awal muncul bercak kemerahan di tangan kanan lalu
menyebar ke tangan kiri, lutut kanan dan kiri, punggung, telapak
kaki, telapak tangan kanan dan kiri, dan kelopak mata kiri. Bercak
kemerahan ini awal muncul 7 bulan yang lalu ketika pasien hamil
usia kehamilan 4 bulan disertai rasa kesemutan pada kedua tangan
dan sesudah melahirkan keluhan tersebut hilang. Dua minggu yang
lalu telapak tangan dan kaki bengkak dan nyeri. Pasien juga merasa
lemah saat menggunakan kedua tangan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari dan kedua tangan terasa sangat nyeri ketika di tekuk.
Pasien mengatakan di tempat tinggal pasien tidak ada yang memiliki
penyakit seperti ini dan pasien juga menyangkal pernah kontak
dengan orang yang memiliki sakit seperti ini atau penderita
penyakit kusta. Riwayat penyakit dahulu :Sebelumnya pasien belum
pernah sakit seperti ini. Riwayat pengobatan : Pasien pernah
periksa ke puskesmas tapi tidak mendapat pengobatan karena sedang
hamil Setelah melahirkan pasien periksa ke bidan tentang bercak
merahnya dan hanya mendapatkan pil. Pasien periksa ke dr. Sp.KK
yang akhirnya disuruh untuk berhenti menyusui anaknya dan disuruh
periksa ke RSUD untuk mendapatkan pengobatan.3.Pemeriksaan
Klinis:a. Lokasi: Tangan kanan (gambar 1) Distribusi:
TerlokalisirRuam: Makula eritematosa, batas jelas, tepi irreguler,
ukuran 5 cm, dengan tepi tampak lebih aktif dengan adanya
papul-papul bentuk bulat ukuran 5
Distribusi dan warnaUnilateral atau bilateral asimetrisBilateral
simetris
AnastesiJelasBiasanya kurang jelas
Penebalan Saraf Tepi disertai gangguan fungsiHanya satu
sarafLebih dari satu saraf
Permukaan bercakKering, kasarHalus, mengkilap
Batas BercakTegasKurang tegas
DeformitasProses terjadi lebih cepatTerjadi pada tahap
lanjut
Pemberian terapi secara medikamentosa dan nonmedikamentosa.
Terapi medikamentosa dengan pemberian Blister MDT- MH tipe MB :
Rifampisin : 600 mg minum didepan petugas; Klofazimin / lampren :
300 mg pertama minum didepan petugas, dilanjutkan 50 mg / hari ;
DDS (dapson) : 100 mg pertama minum didepan petugas, dilanjutkan
100 mg / hari. Nonmedikamentosa berupa edukasi pasien dimana kita
menyuruh pasien untu minum obat teratur selama 1 tahun, menjelaskan
tentang kemungkinannya terjadi reaksi kusta, kalau nyeri jadi
tambah parah, timbul nodul merah yang nyeri, dan bercak jadi terasa
panas dan nyeri langsung kontrol, istirahat yang cukup, jangan
kecapekan, dan makan teratur, hindari stress fisik dan emosional,
gunakan alas kaki yang empuk dan pelindung pada tangan dan kaki,
cek tangan dan kaki tiap hari takut ada luka yang baru, karena mati
rasa untuk mencegah luka jadi lebih parah, berhenti menyusui dulu,
dan jelaskan efek samping obat yang mungkin terjadi, seperti
perubahan warna pada air kencing, air mata, keringat, dan feses
yang menjadi merah akibat rifampisin. Warna kulit dan mukosa akan
menjadi hitam dan terasa kering akibat pengobatan dari clofazimine
/ lampren. .(1-9) Apabila terjadi efek samping yang serius pada
ketiga obat MDT tersebut dapat diberikan terapi alternatif, yaitu :
(9) Rifampisin 600 mg/ bulan, ofloksasin 400 mg/ bulan, minosiklin
100mg/bulan selama 24 bulan. Klofazimin 50 mg/ hari, ofloksasin 400
mg/ hari, dan minosiklin 100 mg/ hari selama 6 bulan dan
dilanjutkan klofazimin 50 mg/ hari, ofloksasin 400 mg/ hari atau
klofazimin 50 mg/ hari, minosiklin 100 mg/ hari selama 18 bulan
Rifampisin 600 mg/ bulan, klofazimin 50 mg/hari, minosiklin 100
mg/bulan selama 12 bulan. Rifampisin 600 mg/bulan, klofazimin 50
mg/hari, prothionamid 250 mg/ hari selama 12 bulan
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, A. dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
Kelima. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.2.
Susanto, Tatut. 2010. Pengalaman Klien Dewasa Menjalani Perawatan
Kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Jenggawah Kabupaten Jember Jawa
Timur. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.3. Dinas
Kesehatan Kabupaten Sumenep. 2006. Laporan Kusta Tahun 2006. Dinkes
Jatim : SurabayaBudimulja U. Morbus Hansen. Dalam : Djuanda, A.
dkk, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta
: Fakultas Kedokteran Indonesia. 2007.4. Kosasih. A. Kusta. Dalam :
Kosasih, A. dkk, editor. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian Ilmu
penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi III. Surabaya :Fakultas
Kedokteran Indonesia. 2005.5. Mansjoer, A, dkk. Penyakit Kusta.
Dalam Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Edisi Kedua. Jakarta:
Media Ausculapius.2000.6. Burns Tony et all. Textbook of
Dermatology: Leprosy. Edisi1. UK. : Blackwell Publishing Ltd. 2010;
chapter 32.7. Murtiastutik Dwi, dkk. 2011. Atlas Penyakit Kulit
& Kelamin. Edisi ke 2. Surabaya. Airlangga University Press.8.
Verma, S dan Hefferman, MP. Superficial Fungal Infection: Leprosy.
Dalam: Wolff, K. dkk, penyunting. Fitzpatricks Dermathology in
General Medicie. Edisi ketujuh. New York: The McGraw-Hill
Companies, Inc;2008.9. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Nasional
Program Pengendalian Penyakit Kusta. Kementrian Kesehatan RI
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Nasional.
Jakarta. 2012.10. Fitzpatricks. 2009. Color Atlas and Synopsis of
Clinical Dermatology, sixth edition. United States : The Mc Graw
Hill Companies.
19