Top Banner
MANAJEMEN FISIOTERAPI PADA GANGGUAN AKTIVITAS FUNGSIONAL GERAK TUBUH AKIBAT HEMIPARESE e.c NON HAEMORRHAGIC STROKE PADA PASIEN GERIATRI DI RUMAH SAKIT PENDIDIKAN UNHAS MAKASSAR LAPORAN KASUS Mustika C131 11 255 PROGRAM STUDI S1 PROFESI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN
47

Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

Jul 13, 2016

Download

Documents

Ikha Shafiyyah
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

MANAJEMEN FISIOTERAPI PADA GANGGUAN AKTIVITAS

FUNGSIONAL GERAK TUBUH AKIBAT HEMIPARESE e.c

NON HAEMORRHAGIC STROKE PADA PASIEN GERIATRI

DI RUMAH SAKIT PENDIDIKAN UNHAS

MAKASSAR

LAPORAN KASUS

Mustika

C131 11 255

PROGRAM STUDI S1 PROFESI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2015

Page 2: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG MASALAH

Menjadi tua adalah suatu proses natural dan kadang-kadang tidak tampak

mencolok. Penuaan akan terjadi pada semua sistem tubuh manusia dan tidak

semua sistem akan mengalami kemunduran pada waktu yang sama. Penuaan

diikuti dengan penurunan kemampuan berbagai organ, fungsi, dan sistem tubuh

yang sifatnya alamiah/fisiologis. Penurunan tersebut disebabkan berkurangnya

jumlah dan kemampuan sel tubuh. Pada umumnya tanda proses menua mulai

tampak sejak usia 45 tahun dan akan menimbulkan masalah pada usia sekitar 60

tahun.1

Peningkatan jumlah manula mempengaruhi aspek kehidupan mereka

seperti terjadinya perubahan fisik, biologis, psikologis, dan sosial sebagai akibat

proses penuaan atau munculnya penyakit degeneratif akibat proses penuaan

tersebut. Secara signifikan orang tua mengalami kasus mortalitas dan morbiditas

lebih besar daripada orang muda. Kerentanan orang tua terhadap penyakit

disebabkan oleh menurunnya fungsi sistem imun tubuh.2

Dengan kondisi yang demikian, golongan lansia memiliki banyak masalah

kesehatan yang dihadapi. Kane, Ouslander, dan Abrass pada tahun 2004 dalam

buku Essentials of Clinical Geriatrics menyebutkan terdapat 14 masalah

kesehatan pada lansia umumnya, yaitu immobility (kurang bergerak), instability

(berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh), incontinence (buang air

kecil dan atau buang air besar), intellectual impairment (gangguan

intelektual/dementia), infection (infeksi), impairment of vision and hearing

(gangguan pancaindera), impaction (sulit buang air besar), isolation (depresi),

inanition (kurang gizi), impecunity (tidak punya uang), iatrogenesis (menderita

penyakit akibat obat-obatan), insomnia (gangguan tidur), immune deficiency

(daya tahan tubuh yang menurun), impotence (impotensi).3

Pasien lanjut usia atau lansia tidak selamanya merupakan pasien geriatri,

tetapi pasien geriatri merupakan lansia. Karakteristik penderita geriatri adalah

multipatologi, daya cadangan faali menurun, tampilan gejala klinis dan tanda

Page 3: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

berbeda/menyimpang, gangguan status fungsional, dan perubahan/gangguan

status gizi.

Menurut hasil survei kesehatan nasional di Indonesia penyakit vaskuler

seperti penyakit jantung dan strokee menduduki peringkat pertama sebagai

penyebab kematian. Strokee didefenisikan sebagai defisit neurologi disebabkan

oleh gangguan vaskuler dan berlangsung lebih dari 24 jam (4)

Strokee merupakan salah satu komplikasi makrovaskular dari penderita diabetes

mellitus (4)

Pada penderita diabetes melitus terjadi gangguan pada pembuluh darah

berupa mikroangiopati maupun makroangiopati yang diperberat dengan faktor

dislipidemia. Resiko relatif untuk strokee secara linier berhubungan dengan kadar

asam urat pada penderita diabetes (4)

Pada sindroma metabolik peningkatan kadar asam urat bertanggung jawab dalam

terjadinya disfungsi endotel (Weir et al, 2003) (4)

Hubungan positif antara asam urat plasma dengan kejadian hipertensi pada orang-

orang obesitas dikelompok populasi china (Weili Zhong, et al, 2009) (4)

Pelayanan kesehatan yang memadai sangat diperlukan karena lansia sangat

rentan terhadap penyakit dan cedera. Peran fisioterapi dalam hal ini sangat

diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang timbul pada perkembangan lansia

terutama dari segi kepasitas fisik dan kemampuan fungsional pasien dalam upaya

memenuhi kebutuhan lansia akan aktivitas tubuh. Peran fisioterapi pada lansia

meliputi aspek peningkatan (promotive), pencegahan (preventive), pengobatan

(curative), pemulihan (rehabilitative) dan yang terpenting adalah pemeliharaan

(maintenance).1

Page 4: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

BAB II

KAJIAN TEORI

A. TINJAUAN TENTANG GERIATRI

1. LANSIA

Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur pada manusia yang

telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang

dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut aging process. Ilmu

yang mempelajari fenomena penuaan meliputi proses menua dan degenerasi

sel termasuk masalah-masalah yang ditemui dan harapan lansia disebut

gerontologi.5 Pengertian lain mengatakan bahwa gerontologi adalah ilmu yang

mempelajari proses menua dan semua aspek biologi, sosiologi, dan sejarah yang

terkait dengan penuaan, termasuk penelitian ilmiah, proses menua, pengetahuan

klinis pada manusia dewasa, perspektif bidang humaniora, dan penerapan ilmu ini

untuk pelayanan para usia lanjut tersebut. Sedangkan geriatri adalah cabang ilmu

kedokteran yang menitikberatkan pada pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan

pelayanan kesehatan pada usia lanjut.6,7 Pasien geriatri adalah pasien usia lanjut

berusia > 60 tahun dengan multipatologi.6

WHO mengelompokkan lansia menjadi empat kelompok yang meliputi

middle age (usia pertengahan) yaitu kelompok usia 45-59 tahun; elderly, antara

60-74 tahun; old, antara 75-90 tahun; very old, lebih dari 90 tahun.5

Klasifikasi lansia berdasarkan kronologis usia, yaitu young old (60-75

tahun), middle old (75-84 tahun), old-old (>85 tahun). Menurut Dra. Jos Masdani

(Psikolog UI) lansia merupakan kelanjutan dari usia dewasa yang dibagi menjadi

empat bagian, yaitu5 :

1. Fase iuventus, antara 25 -40 tahun

2. Fase verilitas, antara 40 -50 tahun

3. Fase prasenium, antara 55 – 65 tahun

4. Fase senium, lebih dari 65 tahun

Penderita geriatri pada hakikatnya adalah warga usia lanjut juga, namun

karena karakteristiknya maka perlu dibedakan dari mereka yang sekedar berusia

lanjut namun sehat. Karakteristik penderita geriatri yang pertama adalah

Page 5: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

multipatologi, yaitu pada satu penderita terdapat lebih dari satu penyakit yang

umumnya penyakit bersifat kronik degeneratif. Kedua adalah menurunnya daya

cadangan faali yang menyebabkan penderita geriatri amat mudah jatuh dalam

kondisi gagal pulih (failure to thrive). Karakteristik kedua terjadi akibat

penurunan fungsi berbagai organ atau sistem organ yang walaupun normal untuk

usianya namun menandakan menipisnya daya cadangan faali tadi. Ketiga, yaitu

berubahnya gejala dan tanda penyakit dari yang klasik, misalnya pada pneumonia

tidak akan dijumpai gejala khas seperti batuk, demam, dan sesak melainkan jatuh

atau terdapat perubahan kesadaran. Keempat adalah terganggunya status

fungsional penderita geriatri. Status fungsional adalah kemampuan seseorang

untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Keadaan status fungsional

menggambarkan kemampuan umum seseorang dalam memerankan fungsinya

sebagai manusia yang mandiri, sekaligus menggambarkan kondisi kesehatannya

secara umum. Kelima adalah kerapnya terdapat gangguan nutrisi, berupa gizi

kurang atau gizi buruk.5

2. PROSES PENUAAN

Penuaan adalah proses yang dinamis dan kompleks yang dihasilkan oleh

perubahan-perubahan sel, fisiologis, dan psikologis. Lanjut usia adalah proses

yang tidak dapat dihindarkan yang berumur 60 tahun ke atas (UU Nomor 13

tentang kesejahteraan lanjut usia).8

Pada awal kehidupan manusia, perubahan dari satu tahap ke tahap yang

lain bersifat evolusional yang berarti bahwa seseorang selalu menuju tahapan

yang lebih sempurna, baik kematangan emosional maupun kesempurnaan

fungsional organ-organ tubuh. Pada tahapan kehidupan lansia justru terjadi

kemunduran sesuai dengan hukum alam, perubahan ini umum dikenal dengan

istilah “menua” (proses penuaan).8 Menua adalah suatu proses menghilangnya

kemampuan jaringan untuk memperbaiki dan mengganti diri serta

mempertahankan struktur dan fungsi normal.9 Seiring perjalanan usia, proses

penuaan pun terus berlangsung dan tubuh akan mengalami perubahan-perubahan

yang menyebabkan involusi dan degradasi jaringan dengan fungsi organ tubuh

mengalami kemunduran baik fisik maupun mental.8

Page 6: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

Jadi, pada dasarnya pada proses penuaan akan terjadi perubahan-perubahan

anatomis pada organ-organ tubuh. Dalam kenyataannya sulit untuk membedakan

apakah suatu abnormalitas disebabkan oleh proses menua atau proses penyakit.

Pembedaan ini sangat penting untuk memberikan pelayanan kesehatan yang tepat

pada usia lanjut, karena harus dihindari pemberian obat pada abnormalitas yang

diakibatkan proses menua yang normal. Dengan makin lanjutnya usia, maka

penurunan anatomik dan fungsi organ semakin besar. Peneliti Andres dan Tobin

mengintroduksi hukum 1% yang menyatakan bahwa fungsi organ menurun

sebanyak 1 % setiap tahunnya setelah usia 30 tahun.10

Secara umum, teori penuaan dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu

teori genetik dan teori nongenetik.1 Teori genetika merupakan teori yang

menjelaskan bahwa penuaan merupakan suatu proses yang alami di mana hal ini telah

diwariskan secara turun-temurun (genetik) dan tanpa disadari untuk mengubah sel

dan struktur jaringan.10 Teori genetik memfokuskan mekanisme penuaan yang

terjadi pada nukleus sel.1

Teori genetika terdiri dari teori DNA, teori ketepatan dan kesalahan,

mutasi somatik, dan teori glikogen. Pada manusia, berlaku program genetik jam

biologi di mana program maksimal yang diturunkan adalah selama 110 tahun. Sel

manusia normal akan membelah 50 kali dalam beberapa tahun. Sel secara genetik

diprogram untuk berhenti membelah setelah mencapai 50 divisi sel, pada saat itu

sel akan mulai kehilangan fungsinya.10

Teori genetika dengan kata lain mengartikan bahwa proses menua

merupakan hal yang tidak dapat dihindari dan akan semakin terlihat bila usia

semakin bertambah. Teori ini juga bergantung dari dampak lingkungan pada

tubuh yang dapat mempengaruhi susunan molecular.10

Teori nongenetik memfokuskan lokasi di luar nukleus sel, seperti organ,

jaringan, dan sistem. Teori yang berdasarkan nongenetik salah satunya adalah

teori radikal bebas.1

Semua spesies kimia yang mengandung elektron tanpa pasangan disebut

radikal bebas. Teori radikal bebas menerangkan pengaruh suatu elektron bebas

yang tidak berpasangan, bersifat sangat rektif dan tidak stabil. Radikal bebas akan

bergabung dengan apa saja yang ada di sekitarnya yang menyebabkan kerusakan

Page 7: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

sel. Proses inilah yang dapat menyebabkan perubahan-perubahan fisiologis

maupun biologis dalam proses penuaan serta tidak jarang menimbulkan resiko

munculnya berbagai macam penyakit (Hardianto Wibowo, 2002:246).8

Radikal bebas merupakan contoh produk sampah metabolisme yang dapat

menyebabkan kerusakan apabila terjadi akumulasi. Normalnya radikal bebas akan

dihancurkan oleh enzim pelindung, namun beberapa berhasil lolos dan

berakumulasi di dalam organ tubuh. Radikal bebas yang terdapat di lingkungan

seperti kendaraan bermotor, radiasi, sinar ultraviolet, mengakibatkan perubahan

pigmen dan kolagen pada proses penuaan. Ketika radikal bebas menyerang

molekul, akan terjadi kerusakan membran sel. Penuaan diperkirakan karena

kerusakan sel akumulatif yang pada akhirnya mengganggu fungsi.10

3. PERUBAHAN AKIBAT TERJADINYA PROSES PENUAAN

a. Sistem Muskuloskeletal

Massa tulang kontinu sampai mencapai puncak pada usia 30-35 tahun

setelah itu akan menurun karena berkurangnya aktivitas osteoblas, sedangkan

aktivitas osteoklas tetap normal. Secara teratur tulang mengalami turn over yang

dilaksanakan melalui dua proses yaitu modeling dan remodeling, pada keadaan

normal jumlah tulang yang dibentuk remodeling sebanding dengan tulang yang

dirusak, ini disebut positively coupled. Jadi, massa tulang yang hilang nol. Bila

tulang yang dirusak lebih banyak terjadi kehilangan massa tulang ini disebut

negatively  coupled yang terjadi pada usia lanjut.9

Selain itu, otot mengalami atrofi sebagai akibat dari berkurangnya

aktivitas, gangguan metabolik, atau denervasi saraf.10 Dampak perubahan

morfologis otot adalah penurunan kekuatan, penurunan fleksibilitas, peningkatan

waktu reaksi, dan penurunan kemampuan fungsional otot. Untuk mencegah

perubahan lebih lanjut, dapat diberikan latihan untuk mempertahankan mobilitas.1

Pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen, dan fasia

mengalami penurunan elastisitas. Sendi kehilangan fleksibilitasnya sehingga

terjadi penurunan luas gerak sendi. Beberapa kelainan akibat perubahan pada

sendi yang banyak terjadi pada lansia antara lain osteoartritis, artritis reumatoid,

gout, dan pseudogout.1

Page 8: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

b. Sistem Saraf

Berat otak menurun 10 – 20 %. Berat dan volume otak berkurang rata-rata

5-10% selama umur 20-90 tahun. Pada penuaan otak kehilangan 100.000

neuron/tahun. Terjadi penebalan atrofi cerebral (berat otak menurun 10%) antar

usia 30-70 tahun.10

Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi

sensorik dan respons motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor

proprioseptif.1

c. Sistem Kardiovaskular dan Respirasi

Jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik struktural

maupun fungisional. Penurunan yang terjadi berangsur-angsur sering terjadi

ditandai dengan penurunan tingkat aktivitas, yang mengakibatkan penurunan

kebutuhan darah yang teroksigenasi. Massa jantung bertambah, ventrikel kiri

mengalami hipertropi, dan kemampuan peregangan jantung berkurang karena

perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan lipofusin.10

Pada penuaan terjadi jaringan ikat paru. Kapasitas total paru tetap, tetapi

volume cadangan paru bertambah. Volume tidal bertambah untuk mengompensasi

kenaikan ruang rugi paru. Udara yang mengalir ke paru kurang. Perubahan pada

otot, kartilago, sendi toraks mengakibatkan gerakan pernafasan terganggu dan

peregangan toraks berkurang.1

d. Sistem Indera

Pada lansia yang mengalami penurunan persepsi sensori akan terdapat

keengganan untuk bersosialisasi karena kemunduran dari fungsi-fungsi sensoris

yang dimiliki. Indera yang dimiliki seperti penglihatan, pendengaran, pengecapan,

penciuman dan perabaan merupakan kesatuan integrasi dari persepsi sensori.10

Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal dalam

proses penuaan termasuk penurunan kemampuan dalam melakukan akomodasi,

konstriksi pupil, akibat penuan, dan perubahan warna serta kekeruhan lansa mata,

yaitu katarak.10

Perubahan yang terjadi pada pengecapan akibat proses menua yaitu

penurunan jumlah dan kerusakan papila atau kuncup-kuncup perasa lidah.

Page 9: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

Implikasi dari hal ini adalah sensitivitas terhadap rasa (manis, asam, asin, dan

pahit) berkurang.10

e. Sistem Integumen

Pada lansia,kulit mengalami atrofi, kendur, tidak elastis, kering, dan

keriput1. Sedikit kolagen yang terbentuk pada proses penuaan, dan terdapat

penurunan jaringan elastik, mengakibatkan penampilan yang lebih keriput.

Tekstur kulit lebih kering karena kelenjar eksokrin lebih sedikit dan penurunan

aktivitas kelenjar eksokri dan kelenar sebasea. Degenerasi menyeluruh jaringan

penyambung, disertai penurunan cairan tubuh total, menimbulkan penurunan

turgor kulit.10

Terjadi penurunan jumlah melanosit. Implikasi dari hal ini adalah

perlindungan terhadap sinar ultraviolet berkurang dan terjadinya pigmentasi yang

tidak merata pada kulit.10

ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK

1. Anatomi Fisiologi Otak

Pada dasarnya otak terbagi menjadi dua bagian yaitu hemispherium

dextra dan hemispherium sinistra. Hemispherium sinistra berfungsi

mengontrol anggota gerak dan sensitifitas sebelah kanan, mengontrol

bicara sekitar 99% pada orang yang dominan dengan tangan kanan dan

60% pada orang yang dominan dengan tangan kiri. Sedangkan

hemispherium dextra berfungsi mengontrol anggota gerak dan sensitifitas

sebelah kiri, mengontrol bicara sekitar 40% pada orang yang dominan

dengan tangan kiri dan 1% pada orang yang dominan dengan tangan

kanan.

Pada dasarnya otak terdiri dari tiga bagian besar dengan fungsi

tertentu yaitu :

a. Otak Besar

Otak besar yaitu bagian utama otak yang berkaitan dengan fungsi

intelektual yang lebih tinggi, yaitu fungsi bicara, integritas informasi

sensori (rasa) dan control gerakan yang halus. Pada otak besar ditemukan

beberapa lobus yaitu lobus frontalis, lobus parietalis,lobus temporalis, dan

lobus oksipitalis. Beberapa lobus tersebut :

Page 10: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

i. Lobus frontalis

Adalah bagian dari serebrum yang terletak didepan sulkus sentralis.

Merupakan area motorik yang bertanggung jawab untuk gerakan –

gerakan volunteer.

ii. Lobus Parietalis

Lobus ini terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakangi oleh

koraco oksipitalis. Mempunyai peranan utama pada kegiatan

memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi

tingkatnya.

iii. Lobus Temporalis

Lobus ini di bawah lateral dari fisura serebralis dan didepan lobus

oksipitalis. Merupakan area sensorik reseptif untuk impuls

pendengaran.

iv. Oksipitalis

Lobus ini yang mengisi bagian belakang dari serebrum. Berfungsi

menerima informasi penglihatan primer dan menyadari sensasi warna.

b. Otak Kecil

Terletak dibawah otak besar berfungsi untuk koordinasi

gerakan dan keseimbangan.

c. Batang Otak

Berhubungan dengan tulang belakang, mengendalikan

berbagai fungsi tubuh termasuk koordinasi gerakan mata, menjaga

keseimbangan, serta mengatur pernafasan dan tekanan darah. Batang otak

ini terdiri dari otak tengah, pons, dan medulla oblongata.

Dalam menjalankan fungsinya sebagi pusat kontrol, otak

memerlukan suplai darah yang terus-menerus dengan jumlah sangat

banyak sekitar 10 kali lipat dari kebutuhan otot, kurang lebih seperempat

dari darah yang dibutuhkan oleh seluruh tubuh. Otak memperoleh darah

dari dua pembuluh darah besar : karotis atau sirkulasi anterior dan vertebra

atau sirkulasi posterior. Masing-masing system terlepas dari arkus aorta

sebagai pasangan pembuluh : karotis komunis kanan dan kiri dan vertebra

kanan dan kiri. Masing-masing karotis membentuk arteri karotis interna

Page 11: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

dan eksterna. Arteri vertebra berawal dari arteri subklavia. Vertebra

bergabung membentuk kedua arteri basiler,dan selanjutnya memecah

untuk membentuk kedua arteri serebral posterior yang mensuplai

permukaan otak inferior dan mediana juga bagian lateral lobus oksipital.

Sedangkan berat otak hanya sekitar 1,4% atau 2% dari berat tubuh.

Sedangkan kebutuhan otak akan darah disuplai oleh 2 pasang arteri yaitu

sekitar 75% oleh arteri karotis dan 25 % oleh arteri vertebralis.

Gambar 2.1 Arteri pada otak 5

Apabila suplai darah otak terganggu (baik yang disebabkan oleh

pecahnya pembuluh darah maupun karena tersumbatnya pembuluh darah)

sekitar 7 – 10 detik maka sel-sel otak akan mati, itu disebabkan oleh

adanya salah satu pembuluh darah yang pecah atau tersumbat. Kerusakan

yang yang terjadi sifatnya permanen (tidak dapat diperbaiki). Jenis cacat

yang disebabkan oleh strokee tergantung pada luas dan lokasi kerusakan di

otak.

2. Patofisiologi Umum Strokee

Page 12: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

Patofisiologi atau proses perjalanan penyakit stroke, dilandasi oleh

sifat otak yang sangat sensitif terhadap kehilangan suplai darah, dimana

otak tidak dapat melakukan metabolisme anaerob dalam keadaan kurang

oksigen dan nutrisi. Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di

mana saja didalam arteri-arteri yang membentuk siklus Willisi: arteri

karotis interna dan system vertebrobasiler atau semua cabang-cabangnya.

Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama

15 sampai 20 menit akan terjadi infark atau kematian jaringan.Kondisi

hipoksia otak memicu terjadinya iskemia otak. Iskemia pada jaringan

bagian distal termasuk otak yang mendapatkan suplai darah dari arteri

terkait disebabkan oleh adanya oklusi pembuluh darah otak. Dampak dari

oklusi ini juga terjadi menyebabkan edema disekitar jaringan. Iskemia

inilah yang dapat mengganggu metabolisme jaringan otak, karena

minimnya suplai oksigen dan nutrisi.

Oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah

otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa

mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut.

Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses

yang terjadi didalam pembuluh darah yang memperdarahi otak.

Patologinya dapat berupa;

1) Penyakit pada pembuluh darah, seperti : aterosklerosis,

thrombosis, robeknya dinding pembuluh darah dan peradangan

pada pembuluh darah

2) Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah,

misalnya pada keadaan syok dan hiperviskositas darah

3) Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi

yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium

4) Ruptur vaskuler didalam jaringan otak atau ruang

subarakhnoid.

a. Klasifikasi Stroke

Page 13: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

Di klinik, secara umum ada dua jenis stroke yakni haemorrhagic

stroke dan nonhaemorrhagic stroke.. Haemorrhagic stroke adalah stroke

yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Stroke karena

perdarahan terjadi bila arteri yang menuju ke otak pecah, darah tumpah

ke otak atau rongga antara permukaan luar otak dan tengkorak.

Haemorrhagic strokee lebih besar kemungkinannya untuk jadi fatal, tidak

hanya dapat mengganggu aliran darah ke otak, akan tetapi dapat pula

menekan otak dan dapat menyebabkan jaringan otak membengkak.

Nonhaemorrhagic stroke adalah stroke yang disebabkan oleh

tersumbatnya pembuluh darah di otak. Sekitar 80%-85% stroke adalah

stroke nonhemorrhagic atau iskemik, yang terjadi akibat obstruksi atau

bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Pada

thrombus vaskuler distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin dapat

terbentuk didalam suatu organ seperti jantung, kemudian dibawa melalui

sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus. Terdapat beragam penyebab

stroke trombotik dan embolik primer, termasuk atherosclerosis, arteritis,

keadaan hiperkoagulasi, dan penyakit jantung struktural.

Page 14: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

Gambar 2.2. Klasifikasi Stroke 5

Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Berdasarkan kelainan patologis

a). Haemorrhagic Strokee

1) Perdarahan intra serebral

2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)

b).Nonhaemorrhagic Strokee (stroke iskemik, infark otak,

penyumbatan)

1) Stroke akibat trombosis serebri

2) Emboli serebri

3) Hipoperfusi sistemik

2. Berdasarkan waktu terjadinya

a) Transient Ischemic Attack (TIA)

TIA adalah kelainan neurologic fokal yang timbulnya mendadak dan

kemudian menghilang lagi dengan cepat dalam waktu kurang dari

Page 15: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

24 jam yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah di daerah

tertentu di otak.

b) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

Gejala neurologic yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih

lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari 1 minggu.

c) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke

Gejala neurologic makin lama makin berat.

d) Completed stroke

Gejala klinis sudah menetap.

3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler

a) Sistem karotis

b) Sistem vertebrobasiler.6

4. Berdasarkan etiologinya, stroke dibagai menjadi dua kelompok.7

a) Stroke iskemia-infark (80-85%) terdiri dari oklusi embolik dan

oklusi trombotik

b) Perdarahan intrakranium (15-20%) terdiri dari perdarahan

intraserebrum (parenkim), perdarahan subarakhnoid, perdarahan

subdural, dan perdarahan epidural

b. Faktor risiko8

Ada beberapa faktor risiko pencetus stroke. Dari beberapa faktor

ini ada yang tidak dapat dimodifikasi, ada yang dapat dimodifikasi, dan

adapula yang merupakan faktor risiko utama.

a. Faktor risiko utama : hipertensi, atherosclerosis, diabetes melitus,

penyakit jantung dan merokok

b. Faktor yang dapat dimodifikasi : kebiasaan merokok, alkohol, diet,

berat badan yang berlebih (obesitas), aktivitas dan olahraga, perilaku

dan gaya hidup

c. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi : riwayat keluarga/genetik, umur,

ras.

c. Tanda dan Gejala

1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)

2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah (Bell’s Palsy)

Page 16: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

3. Tonus otot lemah atau kaku

4. Menurun atau hilangnya rasa

5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”

6. Gangguan bahasa (disarthria: kesulitan dalam membentuk kata;

aphasia atau disphasia: bicara defeksif/kehilangan bicara)

7. Gangguan persepsi

8. Gangguan status mental

Page 17: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

TINJAUAN UMUM TENTANG HEMIPARESE (HEMIPARESIS)

1. Pengertian

Kata “Hemi” berarti sebelah sisi tubuh dan “Paresis” berarti

kelemahan. Sekitar 80% orang yang mengalami stroke memiliki kesulitan

bergerak pada satu sisi tubuhnya, atau menderita kelemahan pada satu sisi

tubuh mereka. Kondisi ini disebut hemiparesis, yang paling sering

disebabkan oleh stroke dan akibat trauma pada otak. Selain itu,

hemiparesis juga dapat disebabkan oleh tumor otak, multiple sclerosis ,

penyakit lain dari otak atau sistem saraf.

Hemiparese berarti kelemahan pada satu sisi tubuh. Contohnya,

pasien dapat mengeluhkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang mengarah

pada lesi hemisfer serebri kontralateral. Dalam mendiagnosis, harus

dilakukan pertanyaan lebih lanjut dan mendetail mengenai waktu

terjadinya gejala sehingga dapat mengklarifikasikan perjalanan patologis

dari lesi ini.

Hemiparesis disebabkan oleh kerusakan otak. Kerusakan otak

dapat terjadi akibat stroke, kecelakaan/trauma, ataupun tumor. Khususnya

kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) umumnya melanda sebelah

tubuh sehingga dinamakan hemiparesis, hemiplegia atau hemiparalisis.

Istilah paralisis atau plegia merujuk pada kehilangan total kontraktilitas

otot.

Penyebab tersering hemiparesis pada orang dewasa yaitu infark

serebral atau perdarahan. Serangan secara mendadak, transient ischemic

attack sebelumnya, dan progresi menjadi derajat maksimum dalam 24 jam

pada orang dengan hipertensi atau usia lanjut merupakan indikasi telah

terjadi stroke. Jika tidak terdapat gejala-gejala serebral, dapat diduga

terjadi myelitis transversus dari korda spinalis servikal, tetapi kondisi ini

progresifitasnya lambat (beberapa hari) dan lebih sering menyerang

keempat tungkai. Begitu pula dengan multiple sclerosis yang biasanya

bermanifestasi menjadi tanda kortikospinal bilateral daripada hemiplegia

murni.7

Page 18: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

Jika hemiparesis yang berasal dari serebral progresifitasnya dalam

hari atau minggu, dapat dicurigai lesi massa serebral, baik pada pasien

anak-anak atau dewasa. Selain tumor otak, kemungkinan lain termasuk

malformasi arteriovenosus, abses otak, atau infeksi lainnya. Kelainan otak

metabolik biasanya mengakibatkan tanda bilateral dengan gangguan

mental, tetapi merupakan penyebab hemiparesis yang jarang.Secara

umum, hemiparesis biasanya merujuk pada lesi serebral daripada lesi di

leher, dan penyebabnya dapat ditemukan dengan melihat gejala klinis dan

dengan Computerized Tomography-Scan (CT-Scan) atau Magnetic

Resonance Imaging (MRI).

2. Gambaran umum penderita hemiparesis

Orang dengan hemiparesis mungkin mengalami kesulitan bergerak

dengan tangan dan kaki mereka, sulit berjalan, dan juga mungkin akan

mengalami hilangnya keseimbangan. Akibatnya, melakukan kegiatan

sederhana setiap hari bisa sulit. termasuk, meraih benda, berpakaian,

makan dan penggunaan kamar mandi. Hilangnya kemampuan pada

penderita stroke tergantung pada area otak yang telah rusak.10

Hemiparesis sisi kanan melibatkan cedera pada sisi kiri otak, yang

mengontrol bahasa dan berbicara. Orang yang menderita jenis hemiparesis

ini juga mungkin memiliki masalah berbicara dan atau memahami apa

yang orang lain katakan. Penderita juga mungkin mengalami kesulitan

menentukan arah kiri dan kanan. Hemiparesis sisi kiri melibatkan cedera

pada sisi kanan otak, yang mengontrol proses bagaimana kita belajar,

berkomunikasi secara non-verbal, dan perilaku-perilaku tertentu.

Kerusakan pada daerah ini juga dapat menyebabkan penderita berbicara

secara berlebihan, memiliki masalah pada memorinya dan perhatian yang

tidak baik. 4

3. Jenis hemiparesis

a. Pure Motor Hemiparesis

Page 19: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

Ini adalah jenis yang paling umum. Penderita dengan pure motor

hemiparesis akan mengalami kelemahan pada wajah, lengan dan kaki.

Pada beberapa kasus dapat mempengaruhi bagian tubuh yang lainnya.

b. Ataxic Hemiparesis Syndrome

Merupakan kondisi yang paling sering kedua, didapatkan kelemahan

pada satu sisi tubuh. Kaki biasanya lebih terpengaruh dibandingkan

lengan. Gejalanya sering terjadi selama beberapa jam atau beberapa

hari.

4. Manajemen fisioterapi

Manajemen fisioterapi dapat terbagi menjadi 3 tahap yaitu pada tahap

a. Zona Akut (berlangsung selama 6-10 hari

b. Zona Recovery (berlangsung 6-8 pekan)

c. Zona nekrotik (berlangsung selama >8 pekan)

Pada fase degenerative dan nekrotik tujuan fisioterapi adalah:

Untuk mendapatkan kembali kekuatan otot. Memperoleh kekuatan otot

bergantung pada aktivitas maksimal dari penggunaan otot di setiap

gerakan-gerakan utama dan juga gerakan tambahan pada beberapa grup

otot antagonis dan fiksator.

Untuk melatih kembali gerakan fungsional secara penuh. Sebagian

besar dari kasus seperti ini diharapkan memungkinkan untuk mendapatkan

kembali gerak fungsional penuh tetapi jika tidak, physio harus

mengembalikan fungsi optimum dan besarnya pengembalian fungsi penuh

ini bergantung pada komplikasi-komplikasi yang menghambat pemulihan

sepenuhnya.

PERANAN FISIOTERAPI PADA PASIEN HEMIPARESIS

Peran fisioterapi adalah sebagai berikut 9

Page 20: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

1. Melakukan assessment fisioterapi

Dalam penegakan diagnosis fisioterapi untuk problem terkait

fisioterapi pada pasien dengan kasus efusi pericardium, seorang

fisioterapis dapat melakukan proses assessment atau pemeriksaan. Salah

satunya dengan menggunakan model CHARTS (Chief of complain,

History taking, Assymetryc, Restricted, Tissue impairment and

psychosomatic, Spesific test)

2. Diagnosa fisioteterapi

Setelah melakukan pemeriksaan, maka fisioterapis dapat

menegakkan diagnosa fisioterapi. Diagnosis fisioterapi berbeda dengan

diagnosis dokter meskipun telah ada diagnosa dokter, fisioterapi harus

tetap menegakkan diagnosanya sendiri yang terkait dengan masalah gerak

dan fungsi gerak pasien. Dengan ditegakkan diagnosa fisioterapi, maka

akan mengarahkan fisioterapis dalam melakukan langkah-langkah

selanjutnya dengan tepat dan efektif.

3. Program fisioterapi

Untuk memudahkan fisioterapis dalam melakukan intervensi

secara efektif dan efisien, serta memudahkan evaluasi, dokumentasi, dan

modifikasi terhadap perkembangan pasien nantinya, maka perlu disusun

suatu program fisioterapi yang berisi rencana tindakan fisioterapi terhadap

setiap problem pasien serta dosis tindakan tersebut. Dengan adanya

program fisioterapi yang disusun secara tertulis, maka tindakan fisioterapi

akan lebih terarah dan terjadwal serta memudahkan pasien untuk ditangani

oleh fisioterapis lain.

4. Intervensi fisioterapi

Intervensi fisioterapi adalah penerapan program fisioterapi yang

telah disusun dan direncanakan. Intervensi fisioterapi harus dilakukan

dengan baik dan benar agar tercapai hasil terapi yang diinginkan sehingga

pasien mengalami kemajuan dari waktu ke waktu.

5. Evaluasi fisioterapi

Page 21: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

Setelah melakukan tindakan intervensi fisioterapi kepada pasien,

maka untuk melihat hasil intervensi terhadap perkembangan kondisi

pasien, maka perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi tersebut dapat dilakukan

setiap selesai melakukan intervensi dan atau dilakukan setelah beberapa

kali tindakan intervensi, biasanya setiap tiga kali dan atau setelah enam

kali setelah tindakan fisioterapi.

Hasil evaluasi juga bisa mengantarkan pasien untuk melakukan

pemeriksaan kembali pada pasien terkait dengan adanya perubahan

patofisiologi kondisi pasien atau adanya problem baru yang muncul

dimana pada pemeriksaan pertama belum ada.

6. Modifikasi fisioterapi

Pemberian intervensi fisioterapi kepada pasien merupakan

keputusan seorang fisioterapis dalam memilih tindakan terapi yang sesuai

dengan problem fisioterapi. Fisioterapis boleh mengubah tindakan terapi

yang telah dipilihnya dengan mempertimbangkan perubahan kondisi

pasien, perubahan patofisiologi penyakit yang diderita pasien, dan

kemajuan teknologi fisioterapi. Maka dibutuhkan modifikasi dari

fisioterapis terhadap jenis terapi, dosis atau metode terapi yang dilakukan.

Modifikasi tersebut membutuhkan kejelian fisioterapis dalam

mengamati dan mengevaluasi kondisi pasien, serta inovasi dan kreativitas

dalam menentukan tindakan intervensi yang harus dilakukan.

7. Dokumentasi fisioterapi

Dokumentasi dilakukan sejak pasien pertama kali datang untuk

menjalani fisioterapi hingga pasien menyelesaikan program fisioterapi

yang dijalaninya.Data-data tersebut dapat dijadikan sebagai dasar dalam

melakukan suatu penelitian fisioterapi mengenai kondisi tertentu yang

banyak ditemukan dilahan praktek.

8. Pengembangan kemitraan fisioterapi

Intervensi yang pertama kali dilakukan di rumah sakit bagi pasien

baru adalah pengambilan data medis klinik, yang mana hal tersebut

menjadi kewenangan dokter. Ketika dokter mengintervensi berdasarkan

kompetensi kedokterannya, misalnya adanya efusi pericardium, maka

Page 22: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

analisis selanjutnya adalah apakah ada gangguan gerak dan fungsi gerak

berkaitan dengan gejala klinik dari perubahan patofisiologi tersebut. Jika

ternyata ada, maka diharapkan dokter akan merujuk ke bagian fisioterapi

untuk dilakukan tindakan fisioterapi secara mandiri berupa proses dan

pengukuran fisioterapi. Ketika dievaluasi dan telah diidentifikasi

perubahan patofisiologi dari sisi gerak dan fungsi gerak maka secara

kemitraan dan kolaborasi hasil terapinya dilaporkan ke dokter kembali.

BAB III

Page 23: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

LAPORAN KASUS

PEMERIKSAAN FISIOTERAPI

Nama pasien : Tn. A.L

Usia : 75 tahun

Alamat : Polman Sulawesi Barat

Agama : islam

Status : Pensiunan

Kondisi umum pasien:

1. TD : 140/80 mmHg

2. DN : 88 x/menit

3. Pernafasan : 20x/menit

4. Suhu : 36°C

CHIEF OF COMPLAINT :

Lemah separuh badan sebelah kanan

HISTORY :

Terjadi sejak 6 bulan yang lalu. Awalanya pasien beraktivitas seperti biasa. Pada

saat masuk shlat magrib tiba-tiba pasien jatuh pingsan dan saat pasien sadarkan

diri pasien tidak mampu menggerakkan separuh badan sebelah kanan. Riwayat

Hipertensi (+), riwayat Jantung (-), riwayat Asam Urat (+).

ASIMETRI

1. Inspeksi statis :

a. Pasien Nampak cemas.

b. Posisi duduk : normal

c. Pasien berdiri : kurva dari tulang vertebra terlihat kyfosis.

d. Pasien baring : cenderung tidur terlentang dengan alignment tubuh yang

tidak lurus/miring.

Page 24: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

2. Inspeksi Dinamis :

a. Pasien dating derngan memakai kursi roda.

b. Saat berjalan terlihat pincang dan dan menggunakan alat bantu berupa

tongkat.

c. Pola nafas normal.

d. Pasien dapat transfer dan ambulasi dengan bantuan.

3. Tes Orientasi :

a. Pasien diminta untuk mengangkat ekstremitas superior

IP : Pasien sulit menggerakkan ekstremitas superior dekstra

b. Pasien diminta untuk mengangkat ekstremitas inferior

IP : Pasien mampu, namun perlahan menggerakkan ekstremitas inferior

dekstra

c. Pasien diminta untuk miring ke kiri dan ke kanan.

IP : Pasien masih kesulitan melakukannya.

d. Pasien diminta untuk duduk dari posisi tidur terlentang.

IP : pasien tidak dapat melakukannya.

4. Palpasi

a. Nyeri tekan (-)

b. Spasme (-)

c. Oedem (+) pada fingers dan toes dextra

e. Suhu : hangat pada bagian udemnya

5. PFGD ( aktif, pasif dan TIMT )

Sendi Gerakan Aktif Pasif TIMTDx Sin Dx Sin Dx Sin

Shoulder

FleksiEkstensiAbduksiAdduksi

EndorotasiEksorotasi

Elbow FleksiEkstensi

Page 25: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

Wrist

FleksiEkstensiDeviasi Ulnar

Deviasi Radial

Hip

FleksiEkstensiAbduksiAdduksi

EndorotasiEksorotasi

Knee FleksiEkstensi

Ankle

Dorso FleksiPlantar FleksiInversiEversi

RESTRICTIF:

1. ROM :

2. ADL

Pasien mengalami gangguan ADL (walking, eating, toileting, self care,

dressing and sex.).

3. Pekerjaan dan rekreasi

Semenjak sakit, pasien tidak dapat lagi melakukan aktivitasnya sehari-hari.

TISSUE IMPAIRMENT :

Jaringan yang mengalami kerusakan/gangguan adalah:

1. Neurogen : UMN

2. Muskulotendinogen: weakness otot ekstremitas superior dan inferior

dekstra.

3. Osteoarthrogen: -

4. Psokoge : Cemas

PEMERIKSAAN SPESIFIK

Page 26: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

1. VAS (Pada shoulder)

Nyeri diam : 3

Nyeri gerak : 7

Nyeri tekan : 5

2. Tes sensorik

a. Tes rasa nyeri (tajam, tumpul)

b. Tes rasa raba (halus, kasar)

c. Tes beda titik (1 titik atau 2 titik)

d. Tes rasa posisi (lurus, bengkok)

IP : Normal

3. Tes Refleks

Refleks biceps (C5-6), triceps (C6-8), KPR (L2-4), dan APR (S1-2)

Tingkat Jawaban Refleks

Tingkatan Interpretasi

- Tidak ada reflex sama sekali

± Kurang jawaban, jawaban lemah

+ Jawaban normal

++ Jawaban berlebihan, reflex meningkat

Hasil : Ext.superior dan inferior dextra ++

Jawaban berlebihan, reflex meningkat

IP : Hiperefleks

4. Pemeriksaan sensomotorik

a. Non Equilibrium

Hasil :

IP :

b. Equilibrium

Hasil :

IP :

5. Tes Stabilitas (bridging)

Page 27: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

Hasil : pasien mampu melakukan dengan baik

IP : Normal

6. Pemeriksaan GDS (Geriatric Depression Scale)

Hasil : 7

IP : kemungkinan besar depresi

7. Pemeriksaan Indeks Barthel (Barthel D, 1965)

Hasil : 5

IP : ketergantungan berat

8. MMSE

Hasil : 5

IP : Definite gangguan kognitif

9. Tes Kekuatan Otot (manual muscle testing)

Nilai Kekuatan OtotNilai Interpretasi

0 Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi1 Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak ada pergerakan2 Didapatkan gerakan, tetapi tidak melawan gaya gravitasi3 Dapat mengadakan gerakan melawan gravitasi4 Dapat melawan gravitasi dengan sedikit tahanan5 Tidak ada kelumpuhan (normal)

Hasil :

a. Ekstremitas superios sinistra : 5

b. Ekstremitas superior dextra : 2

c. Ekstremitas inferior sinistra : 5

d. Ekstremitas inferior dextra : 4

DIAGNOSIS:

Gangguan aktivitas fungsional gerak tubuh ekstermitas dekstra akibat hemiparese

ec NHS (non haemoragic stroke) 6 bulan yan

PROBLEMATIK FT

Page 28: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

a. Problematik Primer : kelemahan separuh tubuh sebelah kanan

b. Problematik Sekunder

1) Penurunan rasa percaya diri

2) Nyeri pada bahu kanan

3) Kelemahan otot lengan dan tungkai sebelah kiri

4) Gangguan keseimbangan

5) Gangguan kognitif

6) Resiko limitasi ROM dan kontraktur otot

c. Problematik Kompleks

Gangguan ADL berjalan.

Page 29: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah mendapatkan problematik fisioterapi, maka pasien diberikan

intervensi yang sesuai dengan kondisi yang dialami oleh pasien.

TUJUAN PENANGANAN FT

Penanganan FT yang diberkan terkait dengan kondisi pasien bertujuan untuk:

1. Tujuan Jangka Panjang

Meningkatkan kualitas hidup dengan mengoptimalkan kapasitas fisik dan

kemampuan fungsional pasien.

2. Tujuan Jangka Pendek

a. Meningkatan rasa percaya diri.

b. Mengurangi nyeri

c. Meningkatkan kekuatan otot

d. Mencegah limitasi ROM dan kontraktur

e. Meningkatkan keseimbangan

f. Meningkatkan ADL

PROGRAM FT

Berikut adalah program FT yang dapat diberikan:

No Problematik FT Modalitas Dosis1. Penurunan RPD, cemas Komunikasi

terapeutik FTF : Tiap x terapi I : penderita tetap fokus T : motivasiT : 3 menit

2. Mengurangi nyeri Elektro therapyInterferensi

F : Tiap x terapiI : 30-40 mA T : Contra planarT : 8 menit

2. Meningkatkan kekuatan otot

Exercise therapy F : Tiap x terapiI : 3rep x 8hit T : StrengtheningT : 5 menit

Page 30: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

3. Mencegah limitasi ROM dan Kontraktur

Exercise therapy F : Tiap x terapiI : 3rep x 8hit T : PROMexT : 8 menit

4. Gangguan Keseimbangan Exercise(fascilitation)

F : 1x / hariI : 3-5x hit.T :Bridging, aproximasi,

standingT :5-10 menit

5. Gangguan ADL Exercise(fascilitation)

F : Tiap x terapiI : 3rep x 8hit T : PNFT : 10 menit

EVALUASI

Setelah di lakukan intervensi Fisioterapi tidak didapatkan peningkatan yang

signifikan, hanya pasien merasakan nyeri pada bahunya berkurang.

- Nyeri (Post)

Nyeri diam : 4

Nyeri gerak : 7

Nyeri tekan : 5

- Nyeri (Pre)

Nyeri diam : 3

Nyeri gerak : 7

Nyeri tekan : 3

DOKUMENTASI

Selama proses pemeriksaan dan penanganan fisioterapi, dilakukan dokumentasi

sebagai bahan evaluasi. Dokumentasi yang dilakukan adalah pencatatan hasil

pemeriksaan dan evaluasi (terdapat pada hasil pemeriksaan CHARTS).

MODIFIKASI

Mengikuti perubahan patofisiologi dan hasil evaluasi : indeks Barthel, frekuensi pernapasan dan laboratorium, sehingga dosis latihan dapat ditingkatkan jika kondisi pasien makin membaik. Modifikasi program FT yang dapat diberikan yaitu ADL exercise

Page 31: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

seperti latihan berdiri dan berjalan terkait dengan aktivitas keseharian pasien serta AFPR Outbond.

KEMITRAAN

Fioterapis dapat mengembangkan kolaborasi/kemitraan dengan profesi lain dalam

memberikan penanganan terhadap kondisi pasien. Hal ini dilakukan berdasarkan

kebutuhan pasien. Dalam penanganan pasien ini, FT bermitra dengan dokter (ahli

jantung, interna, patologi klinik, radiologi, dll) dan perawat yang menangani

pasien.

EDUKASI/HOME PROGRAM

1) Menjelaskan kepada pasien mengenai pola hidup sehat, seperti konsumsi

makanan yang bergizi (rendah kalori) dan menghindari stress.

2). Memberikan edukasi kepada pasien tentang cara bangun dari posisi tidur

(teknik perlindungan sendi).

3) Memberikan contoh untuk melakukan latihan secara mandiri (aktif exercise)

untuk menghindari terjadinya kekakuan otot

4) Latihan keseimbangan berdiri dan latihan berjalan

Page 32: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix

DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiastuti, Sri Surini. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

2. Fatmah. 2006. Respons Imunitas yang Rendah pada Tubuh Manusia Usia

Lanjut. Makara, Kesehatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2006: 47-53.

3. Firdaus, Muhammad Miftahul. Komorbiditas Pasien Geriatri dengan

Osteoarthritis Genu di Rumah Sakit dr. Saiful Anwar. Program Studi

Kedokteran Umum Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.

2001 : 12-1

4. Lumbantobing. Neurogeriatri. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta. 2001

5. Martini, Rose Dinda. Pengenalan Geriatri, Proses Menua dan Tanda

Kematian [ppt] (online),

(http://fkunand2010.files.wordpress.com/2011/07/pengenalan-geriatri-

proses-menua-dan-tanda-kematian.ppt, diakses 12 Oktober 2014)

6. Dewi, Sinta Prastiani. 2010. Geriatri-Gerotologi. (Online),

(http://sintasinta. blogspot.com/2010/07/geriatri-gerontologi.html, diakses

12 Oktober 2014)

7. Widiyanto. Bugar dan Sehat di Usia Lanjut. (Online),

(http://staff.uny.ac.id/sys tem/files/penelitian/Widiyanto,%20M.Kes./

PENUAAN%20MEDIKORA.pdf, diakses 12 Oktober 2014.

8. Tamtomo, Didik Gunawan. 2009. Perubahan Anatomik Organ Tubuh

Pada Penuaan. UPT Perpustakaan Universitas Sebelah Maret.

9. P., Prastiwi Suhartin. 2010. Teori Penuaan, Perubahan pada Sistem Tubuh

dan Implikasinya pada Lansia [Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik

I] . Semarang: Universitas Diponegoro.

10. Gunawan, Hipertensi, Jakarta: PT Gramedia, 2001; 10.

11. Ross C. Brownson, Et Al. High Blood Pressure in Chronic Disease

Epidemiology and Control. Second Edition, American Public Health

Assosiation: 262-264.

Page 33: Lapsus Geriatri Rsp Fixfix