TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
LAPORAN KASUS INDIVIDUASCARIASIS
OlehSumantara Raharja WaasH1A 008 021DALAM RANGKA MENGIKUTI
KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAMPUSKESMAS KEDIRI2015
KATA PENGANTARPuji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas berkat, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus ini. Laporan kasus yang berjudul
Ascariasis ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik
Madya di Bagian Ilmu Kesehatan Masyrakat.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Ika Primayanti dan semua pihak yang
telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis.Penulis menyadari
bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
kami harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan
pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam
menjalankan praktek sehari-hari. Terima kasih.
Mataram, 7 Juni 2015
Penulis
DAFTAR ISIContents
1TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
iiKATA PENGANTAR
iiiDAFTAR ISI
1BAB I
3BAB II
32.1 Gambaran Penyakit ASCARIASIS di Puskesmas KEDIRI
32.2KONSEP PENYAKIT ASCARIASIS
3A.Defenisi Ascariasis
3B.Morfologi
4C.Epidemiologi
5D.Sumber Penularan (Reservoir)
5E.Lingkaran Hidup
7F.Patogenesis
8G.Gejala Klinis
9H.Diagnosis
10I.Penatalaksanaan
10J.Prognosis
11K.Pencegahan
122.3Pengendalian Penyakit Cacingan
12A.Tujuan Umum
12B.Tujuan Khusus
12C.Sasaran
122.4Kebijakan dan Strategi Pemerintah Mengendalikan
Cacingan
12A.Kebijakan
13B.Strategi
131.Program Jangka Pendek
132.Program Jangka Panjang
16BAB III
163.1Identitas Pasien
16A.Nama : R
16B.Umur : 2 tahun 4 bulan
16C.Jenis Kelamin : Laki-laki
16D.Alamat : Kediri
16E.Kunjungan ke PKM : 5 Juni 2015
16F.Identitas keluarga : Anak kandung kedua
163.2Anamnesis
16A.Keluhan Utama:
16B.Riwayat Penyakit Sekarang :
16C.Riwayat Penyakit Dahulu :
17D.Riwayat Penyakit Keluarga :
17E.Riwayat Pengobatan
17F.Riwayat Persalinan dan Kehamilan
21G.Pemeriksaan Fisik
211.Vital sign
212.Status Gizi
233.Status Generalis
25H.Resume
26I.ASESSMENT
26J.Diagnosis banding
26K.Planning diagnosis
26L.Planning terapi
261.Pendekatan terapeutik untuk masalah yang diderita pasien
272.Tujuan Terapi
27M.Prognosis
28BAB IV
284.1Aspek Klinis
294.2Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat
30A.Faktor Lingkungan
301.Pasien terpapar cacing pada tanah halaman dan sekitar
rumah
302.Minuman dan makanan yang kurang bersih
31B.Perilaku
311.Kurangnya memperhatikan kebersihan kuku dan kaki
312.Kurang efektifnya mencuci tangan
31C.Pelayanan Kesehatan
311.Kurangnya informasi mengenai pencegahan penyakit
322.Penyuluhan PHBS
323.Tidak ada program khusus untuk kecacingan
33BAB V
33A.KESIMPULAN
33B.SARAN
34DAFTAR PUSTAKA
BAB IPENDAHULUAN
Di dunia, ada lebih dari 2 milyar penduduk terinfeksi cacing.
Terdapat 800 juta1 milyar penduduk terinfeksi Ascaris, 700900 juta
terinfeksi cacing tambang, 500 juta terinfeksi trichuris Biasanya
prevalensi kecacingan yang terdapat di negara-negara yang sedang
berkembang. (CDC, 2013). Di Indonesia kecacingan merupakan masalah
kesehatan masyarakat terbanyak setelah malnutrisi yaitu dengan
prevalensi 60% 90 % tergantung pada lokasi dan sanitasi lingkungan
(Ginting, 2009).Di Nusa Teggara Barat pernah dilakukan sebuah
penelitian mengenai prevalensi kecacingan terhadap pengrajin
gerabah di Desa Banyumulek. Penelitian ini menunjukkan bahwa 100
persen pengrajin gerabah yang menjadi sampel penelitian positif
menderita kecacingan. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 400
pengrajin gerabah. Jenis cacing yang ditemukan antara lain cacing
gelang (Ascaris lumbriscoides) sebanyak 52 persen, cacing cambuk
dan cacing kremi sebanyak 48 persen. Penelitian tersebut
mengungkapkan penyebab infeksi cacing tersebut karena setiap hari
pengrajin gerabah bersentuhan dengan tanah dan pola hidup yang jauh
dari standar sehat (Sujatmiko, 2005).Di Kecamatan Kediri, pada
tahun 2011, 2012 dan 2013 kunjungan pasien kepuskesmasyang
mengalami kecacingan masih tinggi. Pada tahun 2011 sebanyak 104
kasus, tahun 2012 sebanyak 132 kasus, tahun 2013 sebanyak 126
kasus. dan tahun 2014 sebanyak 121 pada pasien seluruh usia.
Sedangkan kunjungan pasien yang mengalami kecacingan pada tahun
2015 (Januari Mei) sebanyak 44 kasus (Tim Penyusun,
2011;2012;2013;2014;2015). Grafik 1. Data Kunjungan Kecacingan
(rawat jalan) di Puskesmas Kediri Tahun 2011 2014
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Penyakit ASCARIASIS di Puskesmas KEDIRI
2.2 KONSEP PENYAKIT ASCARIASISA. Defenisi Ascariasis Askariasis
adalah infeksi yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides, yang
merupakan nematode usus terbesar. Angka kejadiannya di dunia lebih
banyak dari infeksi cacing lainnya, diperkirakan lebih dari 1
milyar orang di dunia pernah terinfeksi dengan cacing ini. Infeksi
paling sering pada anak prasekolah atau umur sekolah awal.
Askariasis berada paling banyak pada negara bermusim panas.
Meskipun demikian, didapati sekitar 4 juta individu, terutama anak,
di Amerika Utara (Behrman, 2000). B. Morfologi Cacing dewasa
berbentuk giling (silindris) memanjang, berwarna krem / merah muda
keputihan dan panjangnya dapat mencapai 40cm. Ukuran cacing betina
20-35cm, diameter 3-6mm dan cacing jantan 15-31cm dan diameter
2,4mm. Mulut terdapat tiga tonjolan bibir berbentuk segitiga (satu
tonjolan di bagian dorsal dan dua lainnya di ventrolateral) dan
bagian tengahnya terdapat rongga mulut (buccal cavity). Cacing
jantan mempunyai ujung posterior melengkung ke ventral seperti
kait, mempunyai 2 buah copulatory spicule panjangnya 2mm yang
muncul dari orifisium kloaka dan di sekitar anus terdapat sejumlah
papillae. Cacing betina pula mempunyai ujung posterior tidak
melengkung ke arah ventral tetapi luas. Cacing ini juga mempunyai
vulva yang sangat kecil terletak di ventral antara pertemuan bagian
anterior dan tengah tubuh dan mempunyai tubulus genitalis
berpasangan terdiri dari uterus, saluran telur (oviduct) dan
ovarium (Behrman, 2000). Telur Ascaris ditemukan dalam dua bentuk,
yang dibuahi (fertilized) dan tidak dibuahi (unfertilized). Telur
yang dibuahi berbentuk bulat lonjong, ukuran panjang 45-75 mikron
dan lebarnya 35-50 mikron. Telur ini berdinding tebal terdiri dari
tiga lapis; lapisan dalam dari bahan lipoid (tidak ada pada telur
unfertile), lapisan tengah dari bahan glikogen, lapisan paling luar
dari bahan albumin (tidak rata, bergerigi, berwarna coklat keemasan
berasal dari warna pigmen empedu). Telur yang dibuahi ini mempunyai
bagian dalam tidak bersegmen berisi kumpulan granula lesitin yang
kasar. Kadang-kadang telur yang dibuahi, lapisan albuminnya
terkelupas dikenal sebagai decorticated eggs. Telur yang tidak
dibuahi mempunyai ukuran panjang 88 94 mikron dan lebarnya 44
mikron. Telur unfertile dikeluarkan oleh cacing betina yang belum
mengalami fertilisasi atau pada periode awal pelepasan telur oleh
cacing betina fertile (Gandahusada, 1998).
Telur A. lumbricoides
A. lumbricoidesC. EpidemiologiA.lumbricoides dijumpai di seluruh
dunia dan diperkirakan 1,3 milyar orang pernah terkena infeksi ini.
Tidak jarang dijumpai infeksi dengan cacing jenis lain, terutama
Trichuris trchiura. Askariasis ditularkan melalui tanah, tergantung
pada penyebaran telur ke dalam keadaan lingkungan yang cocok untuk
pematangannya. Defekasi di tempat sembarangan dan menggunakan pupuk
manusia merupakan praktik tidak higienis yang menyebabkan
endemisitas askariasis. Manusia mendapat infeksi dengan cara
tertelan telur cacing A.lumbricoides yang mengandung larva.
Prevalensi tertinggi askariasis di daerah tropik pada usia 3-8
tahun (Behrman, 2000). Diperkirakan 1300 juta orang terinfeksi
askariasis. Paling banyak ditemukan pada daerah tropis, tanah
lembap, dan terlindung dari sinar matahari,ini merupakan kondisi
yang baik untuk trasmisi askariasis secara terus menurus. Tanah
liat merupakan tempat yang paling baik untuk perkembangan telur
askaris dan tetap infektif dalam genangan air (Behrman, 2000).
D. Sumber Penularan (Reservoir) Transmisi atau penularan
terutama masuk melalui air atau makanan (sayuran mentah dan buah
terutama) yang mengandung telur Ascaris lumbricoides. Anak-anaknya
yang suka bermain tanah yang terkontaminasi dapat tertular parasit
askaris melalui tangan. Koinfeksi dengan penyakit parasit lain
sering terjadi dikarenakan faktor predisposisi penularan yang sama
(Behrman, 2000). E. Lingkaran HidupCacing betina panjangnya
kira-kira 5 cm, sedangkan jantan kira-kira 4 cm. Bagian anterior
langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang
seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing
betina bentuknya membulat tumpul dan pada cacing jantan melingkar
dan terdapat 1 spikulum. Cacing dewasa ini hidup di kolon asendens
dan sekum dengan bagian anteriornya yang seperti cambuk masuk ke
dalam mukosa usus. Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan
telur setiap hari antara 3000-10.000 butir (Soedarmo, 2010).Telur
berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan
dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur
bagian luar berwarna kekuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur
yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut
menjadi matang dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan yang sesuai,
yaitu pada daerah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang
ialah telur yang berisi larv dan merupakan bentuk infektif. Cara
infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan telur matang.
Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus.
Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk
ke daerah kolon, terutama sekum. Jadi cacing ini tidak mempunyai
siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai
cacing dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30-90 hari
(Soedarmo, 2010).
F. PatogenesisCacing dewasa hidup di dalam lumen usus kecil.
Cacing Ascaris lumbricoides yang sangat aktif berkembang biak,
mampu menghasilkan sehingga 240.000 telur per hari yang akan
dijumpai di dalam feses orang yang terinfeksi. Telur Acaris
lumbricoides yang sangat tahan terhadap lingkungan, menjadi
infektif setelah beberapa minggu di dalam tanah dan masih dalam
keadaan infektif untuk beberapa tahun. Setelah telur dalam bentuk
infektif termakan oleh penderita, larva akan menetas di dalam usus
dan menginvasi mukosa usus lalu, larva akan masuk ke sirkulasi dan
bermigrasi ke paru-paru, kemudian masuk ke alveoli dan naik ke
bronkus dan menjadi matur. Akibat tertelan, larva matur tadi akan
kembali semula ke usus kecil dan membesar menjadi cacing dewasa.
Terdapat 2 hingga 3 bulan selepas seseorang itu tertelan telur
dalam bentuk infektif sehingga terhasilnya telur-telur Ascaris yang
baru. Jangka hayat cacing dewasa adalah sekitar 1 hingga 2 tahun
(Soedarmo, 2010).G. Gejala KlinisKurang lebih 85% kasus askariasis
tidak menunjukan gejala klinis (asimtomatik), namun beberapa
individu dengan keluhan rasa terganggu di abdomen bagian atas
dengan intensitas bervariasi.
Migrasi pulmonal
Pada awal migrasi larva melalui paru-paru pada umumnya tidad
menimbulkan gejala klinis, namun pada onfeksi berat dapat
menyebabkan pneumonitis. Larva askaris dapat menimbulakan reaksi
hipersensitif pulmonum, reaksi inflamasi dan pada individu yang
sensitif dapat menyebabakan gejala seperti asma misalnya batuk,
demam, dan sesak nafas. Reaksi jaringan karena migrasi larva yakni
inflamasi eosinofilik, granuloma pada jaringan dan
hipersensitifitas local menyebabakan peningkatan sekresi mucus,
inflamasi bronkiolar dan eksudat serosa. Pada kondisi berat karena
larva yang mati, menimbulkan vaskulitis dengan reaksi granuloma
perivaskuler. Inflamasi eosinofilik dekenal dengan lofflers sindrom
Gejala alergi lainnya seperti urtikaria kemerahan di kulit (skin
rash), nyeri pada mata dan insomnia karena reaksi alergi
terhadap:
- Ekskresi dan sekresi metabolik cacing dewasa - Cacing dewasa
yang mati Infeksi intestinal
- Cacing dewasa menimbulkan gejala klinis ringan , kecuali pada
infeksi berat. Gejala klinis yang sering timbul, gangguan
abdominal, nausea, anoreksia dan diare.
- Komplikasi serius akibat migrasi cacing dewasa ke pencernaan
lebih atas akan menyebabkan muntah (cacing keluar lewat mulut atau
hidung) atau keluar lewat rectum. Migrasi larva dapat terjadi
sebagai akibat rangsangan panas (38,9 0C).
- Sejumlah cacing dapat membentuk bolus (massa) yang dapat
menyebabkan obstruksi intestinal secara parsial atau komplet dan
menimbulkan rasa sakit pada abdomen, muntah dan kadang-kadang massa
dapat di raba.
- Migrasi cacing ke kandung empedu, menyebabkan kolik biliare
dan kolangitis. Migrasi pada saluran pankreas menyebabkan
pankreatitis. Apendisitis dapat disebabkan askaris yang bermigrasi
ke dalam saluran apendiks.
- Pada anak di bawah umur 5 tahun menyebabakan gangguan nutrisi
berat karena cacing dewasa dan dapat di ukur secara langsung dari
peningkatan nitrogen pada tinja. Gangguan absorpsi karbohidrat
dapat kembali normal setelah cacing dieleminasi.
- Askaris dapat menyebabkan protein energy malnutrition. Pada
anak-anak yang diinfeksi 13-14 cacing dewasa dapat kehilangan 4
gram protein dari diet yang mengandung 35-50 gram protein/hari.
- Efek terhadap ekonomi telah banyak diketahui orang, yaitu,
menguras banyak uang, karena kemampuan A. lumbrikoides memakan
karbohidrat yang cukup besar (Soedarmo, 2010). H. Diagnosis
Diagnosis askariasis dilakukan dengan menemukan telur pada tinja
pasien atau ditemukan cacing dewasa pada anus, hidung, atau mulut.
Telur dapat di temukan ditinja pada sedian basah apus tinja (
direct wet smear ) atau sedian basah dari sedimen pada metode
konsentrasi. Jumlah eosinofil di dalam darah bisa jadi meningkat.
Tanda-tanda adanya perpindahan parasit bisa terlihat pada foto
rontgen dada. Telur dapat di periksa dengan cara langsung atau
dengan cara konsentrasi, larva dalam tinja dapat ditemukan pada
pemeriksaan langsung atau dengan cara sedian tinja basah atau pada
pembiakan (Soedarmo, 2010).I. Penatalaksanaan Untuk pengobatan
askariasis dapat digunakan obat-obat sepreti :
Pirantel pamoat: dosis 10 mg/kg BB (maksimum 1 g) dapat
diberikan dosis tunggal. Efek samping : gangguan gastrointestinal,
sakit kepala, pusing, kemerahan pada kulit dan demam.
Mebendazol : dosis 100 mg dua kali per hari selama lebih dari 3
hari. Efek samping : diare rasa sakit pada abdomen, kadang kadang
leucopenia. Mebendazol tidak di anjurkan pada wanita hamil karena
dapat membahayakan janin.
Piperasin sitrat : dosis 75 mg/kg BB (maksimum 3,5 g/hari),
pemeberian selama dua hari. Efek samping : kadang kadang
menyebabkan urtikaria, gangguan gastrointestinal dan pusing.
Albendazol : dosis tunggal 400 mg,dengan angka kesembuhan 100%
pada infeksi cacing Ascariasis (Soedarmo, 2010).
J. Prognosis Pada umumnya, askariasis memiliki prognosis yang
baik. Kesembuhan askariasis mencapai 70 hingga 99% (Soedarmo,
2010).K. PencegahanPencegahan askaris dapat terjadi secara oral,
maka untuk pencegahannya hindari tangan dalam keadaan kotor, karena
dapat menimbulkan adanya konstaminasi dari telur-telur askaris.
Oleh karena itu, biasakan mencuci tangan sebelum makan. Selain hal
tersebut, hindaru juga mengkonsumsi sayuran mentah dan jangan
membiarkan makanan terbuka begitu saja, sehingga debu-debu yang
berterbangan dapat mengontaminasi makan tersebut ataupun dihinggapi
serangga dimana membawa telur-telur tersebut. Untuk menekan volume
dan lokasi dari aliran telur-telur melalui jalan ke penduduk, maka
pencegahannya dengan mengadakan penyaluran pembuangan feses yang
teratur dan sesuai dengan syarat pembuangan kotoran yang memenuhi
aturan kesehatan dan tidak boleh mengotori air permukaan untuk
mencegah agar tanah tidak terkontaminasi telur-telur askaris
(Soedarmo, 2010). Mengingat tingginya prevalensi terjadinya
askariasis pada anak, maka perlu diadakan pendidikan di
sekolah-sekolah mengenai caicing askaris ini. Dianjurkan pula untuk
membiasakan mencuci tangan sebelum makan, mencuci makanan dan
memasaknya dengan baik, memakai alas kaki terutama diluar rumah.
Untuk melengkapi hal tersebut perlu ditambah dengan penyediaan
sarana air minum dan jamban keluarga, sehingga sebagaimana telah
terjadi program nasional, rehabilitasi sarana perumahan juga
merupakan salah satu perbaikan keadaan social-ekonomi yang menjurus
kepada perbaikan kebersihan dan sanitasi.
Cara- cara perbaikan tersebut adalah :
Buang air pada jamban dan menggunakan air untuk
membersihkannya.
Memakan makanan yang sudah di cuci dan dipanaskan serta
menggunakan sendok garpu dalam waktu makan dapat mencegah infeksi
oleh telur cacing.
Anak-anak dianjurkan tidak bermain di tanah yang lembab dan
kotor, serta selalu memotong kuku secara teratur.
Halaman rumah selalu dibersihkan (Soedarmo, 2010).
2.3 Pengendalian Penyakit Cacingan
A. Tujuan Umum
Pengendalian penyakit Cacingan bertujuan untuk menurunkan
prevalensi dan intensitas Penyakit Cacingan sehingga dapat
menunjang peningkatan mutu sumber daya manusia, guna mewujudkan
manusia Indonesia yang sehat. Dasar utama untuk pengendalian
cacingan adalah memutuskan mata rantai lingkaran hidup cacing
(KEPMENKES, 2006).B. Tujuan Khusus
1. Turunnya Prevalensi Cacingan menjadi < 10% pada tahun
2010
2. Meningkatkan kemitraan dalam penanggulangan Penyakit Cacingan
di masyarakat dengan melibatkan LP/LS/LSM/Swasta/masyarakat secara
aktif
3. Meningkatnya cakupan Program Pengendalian Penyakit Cacingan
pada anak SD menjadi 75% pada tahun 2010 (KEPMENKES, 2006).
C. Sasaran
Populasi sasaran pengendalian Penyakit Cacingan adalah
masyarakat dengan resiko tinggi terhadap infeksi cacing yaitu
masyarakat yang sering berhubungan dengan tanah antara lain yaitu
(KEPMENKES, 2006):1. Anak usia sekolah dasar (7-15 tahun )
2. Petani, nelayan, pekerja perkebunan dan pekerja
pertambangan
3. Anak balita (1-5 tahun) dan pra sekolah
4. Masyarakat resiko tinggi lain (ibu hamil, tenaga kerja
perusahaan)
Sedangkan sasaran lokasi antara lain meliputi daerah pertanian,
perkebunan, pertambangan, daerah pantai dan pariwisata.
2.4 Kebijakan dan Strategi Pemerintah Mengendalikan Cacingan
A. Kebijakan
Kebijakan pembangunan nasional sebagaimana diatur dalam
Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2005, Bab 28 tentang
Peningkatan Aksesibilitas Pelayanan Kesehatan yang Berkualitas,
ditetapkan antara program pencegahan dan pemberantasan penyakit
(Sujiatmiko, 2005).
Penyakit Cacingan merupakan salah satu penyakit menular yang
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, terutama
dikalangan anak usia sekolah dasar. Hal ini dapat merugikan proses
belajar-mengajar, oleh karena itu Kebijakan Program Pengendalian
Penyakit Cacingan diarahkan untuk (KEPMENKES, 2006):
1. Meningkatkan upaya pengendalian dengan menggali sumber daya
secara kemitraan, lintas program dan sector
2. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam pengelolaan
program yang lebih professional
3. Mengembangkan dan menyelenggarakan metode tepat guna
4. Meningkatkan upaya pencegahan yang efektif bersama program
dan sector terkait
5. Melaksanakan bimbingan, pemantauan dan evakuasi
B. Strategi
Strategi Pengendalian Penyakit Cacingan yang dilakukan adalah
memutus mata rantai penularan baik dalam tubuh maupun luar tubuh
manusia.
Dalam memutus rantai penularan ini ada dua program yang
dilakukan yaitu:
1. Program Jangka Pendek
Tujuan program ini untuk memutus rantai penularan di luar tubuh
manusia, dengan demikian dapat menurunkan prevalensi dan intensitas
infeksi Cacingan dengan cara pengobatan (oleh sector
kesehatan).
2. Program Jangka Panjang
Tujuan program ini untuk memutus rantai penularan di luar tubuh
manusia, yaitu dengan melaksanakan upaya pencegahan yang
efektif.
Untuk mencapai hal-hal tersebut di atas yaitu program jangka
pendek dan jangka panjang ada beberapa kegiatan yang harus
dilakukan yaitu:
a. Penentuan prioritas lokasi sasaran maupun penduduk
sasaran
b. Penegakkan diagnosis dengan melakukan pemeriksaan tinja
secara langsung dengan menggunakan metode Kato-katz
c. Penanggulangan
Menurut rekomendasi WHO bahwa dalam penanggulangan penyakit
cacingan ada tiga hal yang harus dilakukan yaitu:
1. Pengobatan
Pengobatan dilakukan dengan dua cara pendekatan yaitu Blanket
Treatment dan Selective Treatment dengan menggunakan obatyang aman
dan berspektrum luas, efektif, tersedia dan terjangkau harganya
serta dapat membunuh cacing dewasa, larva dan telur.Pada awal
pelaksanaan kegiatan pengobatan harus didahului dengan survey untuk
mendapat data dasar. Bila pemeriksaan tinjadilakukan secara
sampling dan hasil pemeriksaan tinja menunjukkan prevalensi 30%
atau lebih, dilakukan pengobatan massal, sebaliknya bila < 30%
maka dilakukan pemeriksaan tinjasecara menyeluruh (total
screening). Apabila hasil pemeriksaan total screening menunjukkan
prevalensi > 30% dilakukan pengobatan massal dan prevalensi <
30% dilakukan pengobatan selektif yaitu yang positif saja.
2. Preventif
Tindakan preventif yaitu dengan melakukan pengendalian faktor
resiko yang meliputi kebersihan lingkungan, keberhasilan pribadi,
penyediaan air bersih yang cukup, semenisasi lantai rumah,
pembuatan dan penggunaan jamban yang memadai, menjagakebersihan
makanan, pendidikan kesehatan di sekolahbaik untukguru maupun
murid.
3. Promotif
Pendidikan kesehatan dapat diberikan melalui penyuluhan kepada
masyarakat pada umumnya atau kepada anak-anak sekolah yaitu melalui
program UKS sedangkan untuk masyarakat dapatdilakukan penyuluhan
secara langsung ataumelalui media massabaik cetak maupun media
elektronik.
4. Kemitraan
Pengendalian Penyakit Cacingan bukan semata-mata merupakan
tugas. Departemen Kesehatan melainkan menjadi tanggung jawab
bersama baik pemerintah, masyarakat ataupun sektor lain sebagai
mitra. Dalampelaksanaan program UKS telah diupayakan Surat
Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri yaitu Departemen Kesehatan,
Departemen Agama, Departemen Dalam Negeri dan Departemen Pendidikan
Nasional. Untuk itu peningkatan kerjasama dan koordinasi lintas
program dan lintas sector sangat penting dalam pengendalian
penyakit cacingan.
Kemitraan dapat digolongkan dalam tiga kelompok:
1) Kemitraan antar instansi pemerintah baik lintas program
(dalam satu departemen) dan lintas sector (lebih dari satu
departemen)
2) Kemitraan di luar instansi pemerintah adalah swasta seperti
LSM, Industri, Perkebunan, Pertambangan dan Perusahaan yang
pekerjanya banyak terinfeksi cacing
3) Kemitraan masyarakat mandiri (peran serta aktif masyarakat
sesuai dengan keadaan social budaya setempat) Hal ini adalah
program jangka panjang (merubah perilaku) yang dapat dimulai dari
murid sekolah dasar
d. Peningkatan sumber daya manusia
Peningkatan Sumber Daya Manusia dapat dilakukan baik melalui
pendidikan formal maupun tidak formal misalnya melalui pelatihan.
Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan bagi petugas kesehatan
sangat diperlukan baik pengetahuan mengenai penyakitnya maupun
ketrampilan dalam bidang laboratorium, hal ini sangat menunjang
pelaksanaan program pengendalian penyakit cacingan.BAB IIILAPORAN
KASUS
3.1 Identitas Pasien
A. Nama
: RB. Umur
: 2 tahun 4 bulanC. Jenis Kelamin
: Laki-lakiD. Alamat
: KediriE. Kunjungan ke PKM: 5 Juni 2015
F. Identitas keluarga: Anak kandung kedua
3.2 Anamnesis
A. Keluhan Utama:LemasB. Riwayat Penyakit Sekarang:Ibu pasien
mengatakan pasien terlihat sering lemas tanpa sebab yang jelas
sejak 2 minggu yang lalu. Ibu pasien juga mengatakan pasien kurang
nafsu makan, dan perutnya membuncit. Selain itu ibu pasien merasa
berat badan pasien berkurang (tambah kurus). BAB (+) frekuensi 2x
sehari, darah (-), lendir (-), dan warna kuning. Ibu pasien
menyangkal keluar cacing dari anusnya saat buang air besar. Mual,
muntah, dan nyeri perut disangkal, demam (-),dan lemas (+). Keluhan
batuk (-), sesak nafas (-), muntah/batuk cacing (-),Ibu pasien juga
sering melihat pasien menggaruk-garuk pantatnya. BAK pasien normal,
berwarna kuning, frekuensi 3-4 kali/hari. C. Riwayat Penyakit
Dahulu :Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami hal serupa.
D. Riwayat Penyakit Keluarga :Keluarga pasien tidak pernah
mengalami hal serupa. Genogram Keluarga Pasien:
Pasien tinggal di rumah di Dusun Ombe Bebae, Kediri. Anggota
keluarga pasien dalam satu rumag dapat dilihat pada skema di atas.
E. Riwayat Pengobatan
Bila pasien sakit biasanya ibu membawa pasien berobat ke
puskesmas. Adapun saat keluhan saat, pasien tidak diberi obat
apapun di rumah dan pasien langsung dibawa ke puskesmas.
F. Riwayat Persalinan dan Kehamilan
Pasien adalah anak pertama dan satu-satunya. Usia ibu saat hamil
adalah 26 tahun dan ayah berusia 28 tahun. Pasien lahir spontan di
puskesmas, cukup bulan, langsung menangis, berat lahir 2800 gram,
panjang badan 48 cm, lingkar kepala 31 cm. Riwayat kejang, biru,
atau kuning setelah lahir disangkal.Selama mengandung pasien, ibu
mengaku tidak pernah sakit berat selama masa kehamilannya dan rutin
memeriksakan kehamilannya di puskesmas sebanyak > 5 kali. Nafsu
makan ibu selama hamil biasa. Ibu pasien rutin mengkonsumsi vitamin
yang diberikan oleh puskesmas selama kehamilan. Ibu pasien mengaku
selama hamil jarang mengkonsumsi daging tapi mengkonsumsi susu, ibu
pasien biasa mengkonsumsi sayur, telur, tahu, dan tempe. Riwayat
minum obat-obatan maupun jamu-jamuan selama hamil disangkal.
Riwayat ImunisasiIbu mengatakan bahwa pasien telah memperoleh
imunisasi bcg, hepatitis B, Polio, dan campak.Riwayat NutrisiPasien
mendapat ASI langsung setelah lahir hingga 6 bulan dan tidak pernah
diberi susu formula. Saat berusia 6 bulan, pasien juga diberikan
bubur instan yang biasa dijual di warung. Saat berumur 10 bulan
pasien baru mulai diberi nasi dengan lauk berupa tahu, tempe,
sayur, daging dan ikan.Riwayat Tumbuh dan Kembang
Pasien saat ini sudah berjalan dengan baik, bahkan melompat.
Pasien juga bisa memainkan benda-benda kecil seperti membuka
lembaran buku, memegang gelas sendiriRiwayat Sosial, Ekonomi dan
Lingkungan :
Pasien tinggal dengan 2 anggota keluarga di rumahnya yang
terdiri dari ibu dan ayah pasien. Nenek pasien juga tinggal bersama
pasien jika ayah pasien sedang bekerja di luar kota. Pasien
merupakan anak pertama dan satu-satunya
Biaya kehidupan keluarga dan untuk pengambilan keputusan
diserahkan kepada ayah pasien selaku kepala rumah tangga.
Penghasilan keluarga sekitar dari Rp. 3000.000 per bulan. Ayah
pasien bekerja sebagai kontraktor yang diberi gaji Rp. 3.000.000
per bulan
Rumah yang dihuni saat ini terdiri dari 1 kamar tidur, 1 dan 1
kamar mandi di dalam rumah. Jarak rumah pasien dengan rumah
tetangga hanya dibatasi tembok langsung. Sampah dibuang di halaman
yang dikumpulkan kemudian di bakar. Tembok rumah menyatu dengan
tembok tetangga. Ventilasi kurang baik, walaupun memiliki jendela,
namun memiliki lubang ventilasi yang minim. Sehingga saat jendela
ditutup, maka sirkulasi udara akan jelek. Langit-langit Langit
berupa atap yang terbuat dari genteng.Untuk MCK, keluarga pasien
menggunakan kamar mandi di rumahnya yang sumber airnya dari sumur
gali milik keluarga pasien. Air dari sumur gali juga digunakan
untuk minum dan memasak. Untuk minum, pasien membeli air gallon dan
kadang-kadang jika air habis pasien dan keluarga pasien langsung
meminum air dari sumur dengan dimasak terlebih dahulu.Denah Rumah
An.R
G. Pemeriksaan Fisik
1. Vital sign
Keadaaan umum : Sedang
Kesadaran
: compos mentis
Frek. Nadi
: 120 x/menit
Frek. Nafas
: 28 x/menit
Suhu
: 37,1 0C
2. Status Gizi
Usia
: 2 tahun 4 bulan
Berat badan
: 9,8 kg
Panjang badan
: 81 cm
BB/U :
PB/U :
BB/PB :
3. Status Generalisa. Kepala :
Ekspresi wajah : normal. Bentuk dan ukuran : normal. Rambut :
normal. Edema (-); malar rash (-); nyeri tekan kepala. (-)a. Mata :
Simetris; alis normal; exopthalmus (-/-); ptosis (-/-); nystagmus
(-/-); strabismus (-/-); edema palpebra (-/-); konjungtiva : anemis
(-/-), hiperemia (-/-); sclera : ikterus (-/-), hiperemia (-/-),
pterigium (-/-); pupil : isokor, bulat, refleks cahaya (+/+);
kornea : normal; lensa : normal, katarak (-/-).
b. Telinga :
Bentuk : normal; lubang telinga : normal, sekret (-/-); nyeri
tekan (-/-)
Pendengaran : normal pada kedua telinga.
c. Hidung :
Simetris, deviasi septum (-); napas cuping hidung (-);
perdarahan (-), sekret (-).
Penciuman normal.
d. Mulut :
Simetris; bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-); gusi :
hiperemia (-), perdarahan (-); lidah : glositis (-), atropi papil
lidah (-); gigi : karang gigi (-), caries (+); mukosa : normal.
Faring dan laring : tidak dapat dievaluasi.e. Leher : Kaku kuduk
(-); scrofuloderma (-); pembesaran KGB (-)
Trakea : tidak ada deviasi; JVP : tidak meningkat
Otot bantu nafas SCM aktif (+), hipertrofi (+)
Pembesaran tiroid (-)
f. Thorax :
1. Pulmo :
i. Inspeksi :
Bentuk asimetris, dada kanan lebih kecil, barel chest (-)
Pergerakan dinding dada simetris Permukaan dinding dada:
hiperpigmentasi (-), spidernevi (-), vena kolateral (-)
Penggunaan otot bantu nafas (-)
Fossa supraklavikula dan infraklavikula dbn, Fossa jugularis
simetris, deviasi trakea (-), Sela iga simetris
Tipe pernapasan torakoabdominal
ii. Palpasi
Pergerakan dinding dada simetris
Fremitus raba simetris tde Deviasi trakea (-)
Nyeri tekan (-)
iii. Perkusi :
Sonor tde
Batas paru hepar tde Nyeri ketok tdeiv. Auskultasi :
vesikuler (+ /+), ronchi (-/-), wheezing (-/-).
2. Cor :
i. Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak ii. Palpasi : Iktus
kordis teraba iii. Perkusi : batas kanan jantung : tde batas kiri
jantung : tdeiv. Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur (-),
gallop (-)g. Abdomen :1. Inspeksi : Bentuk: distensi (-)
Umbilicus: masuk merata
Permukaan kulit : sikatrik (-), pucat (-), sianosis (-), vena
kolateral (-), caput meducae (-), petekie (-), purpura (-),
ekimosis (-)
2. Auskultasi : BU (+) meningkat, metallic sound (-), bising
aorta (-)3. Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), hepar/lien/renal
: tidak teraba 4. Perkusi : timpani, shifting dullness (-)h.
Extremitas :Hangat (+); edema (-); feformitas (-); tremor (-);
clubbing finger (-); sianosis (-); petechie (-); dissuse atrofi
(-)
i. Genitourinaria : tidak dievaluasi
H. ResumePasien anak laki-laki usia 2 tahun 4 bulan datang ke
Puskesmas bersama ibunya yang mengatakan pasien terlihat sering
lemas tanpa sebab yang jelas sejak 2 minggu yang lalu. Ibu pasien
juga mengatakan pasien kurang nafsu makan, dan perutnya membuncit.
Selain itu ibu pasien merasa berat badan pasien berkurang (tambah
kurus). Ibu pasien juga sering melihat pasien menggaruk-garuk
pantatnya. Sedangkan dari pemeriksaan fisik pada pasien,
pemeriksaan abdomen didapatkan kelainan berupa perut pasien
membesar, bising usus yang meningkat dan nyeri tekan pada abdomen.
Hal ini mengindikasikan memang terdapat gangguan pada saluran
pencernaan pasien akibat cacing dan diare akut yang dialami
pasien.
Untuk itu perlu mengetahui apakah benar terinfeksi cacing dan
untuk menentukan jenis cacing melalui pemeriksaan penunjang berupa
feses lengkap.
I. ASESSMENTAscariasisJ. Diagnosis bandingAscariasis
Enterobius vermicularisOksuriasis
K. Planning diagnosisDarah lengkap
Feses lengkapL. Planning terapi
1. Pendekatan terapeutik untuk masalah yang diderita pasien
Pirantel pamoat
Vitamin B komplex2. Tujuan Terapia. Mengeradikasi cacing dewasa
dan telur cacing di dalam usus b. Edukasi : Makanan yang dianjurkan
pada pasien ini adalah makanan yang tinggi kalori dan tinggi
protein serta berserat. Menjaga kebersihan makanan, mengurangi
kebiasaan makan dan minum di luar rumah yang kebersihannya
diragukan dan membiasakan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan
dan menjaga kebersihan kuku.
c. Edukasi kepada keluarga atau orang yang kontak dengan pasien:
diberikan penjelasan mengenai rute tranmisi, gejala-gejala, dan
cuci tangan yang efektif, terutama sekali setelah BAB dan BAK, dan
sebelum menyiapkan makanan atau makan, agar memasak air terlebih
dahulu sebelum diminum, dan tidak menggunakan air untuk mencuci
tangan secara bersama-sama dalam satu wadah,.
M. PrognosisDubia ad bonamBAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Aspek Klinis
Pasien anak laki-laki usia 2 tahun 4 bulan datang ke Puskesmas
bersama ibunya yang mengatakan pasien terlihat sering lemas tanpa
sebab yang jelas sejak 2 minggu yang lalu. Ibu pasien juga
mengatakan pasien kurang nafsu makan, dan perutnya membuncit.
Selain itu ibu pasien merasa berat badan pasien berkurang (tambah
kurus). Ibu pasien juga sering melihat pasien menggaruk-garuk
pantatnya. Sedangkan dari pemeriksaan fisik pada pasien,
pemeriksaan abdomen didapatkan kelainan berupa perut pasien
membesar, bising usus yang meningkat dan nyeri tekan pada abdomen.
Hal ini mengindikasikan memang terdapat gangguan pada saluran
pencernaan pasien akibat cacing dan diare akut yang dialami
pasien.
Untuk itu perlu mengetahui apakah benar terinfeksi cacing dan
untuk menentukan jenis cacing melalui pemeriksaan penunjang berupa
feses lengkap.
Sehingga diagnosis pada pasien adalah kecacingan (Ascariasis).
Dimana pengobatan yang diberikan adalah Pirantel Pamoat 125 mg
sebanyak 3/4 tablet.
Makanan yang dianjurkan pada pasien ini adalah makanan
mengandung kalori dan tinggi protein. Diet tersebut cukup penting
dalam proses penyembuhan penyakit ini karena makanan yang kurang
bergizi akan menurunkan keadaan umum dan gizi pasien sehingga
proses penyembuhan akan semakin lama.4.2 Aspek Ilmu Kesehatan
Masyarakat
Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya
ketidakseimbangan faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup sehat yang
diperkenalkan oleh H. L. Blum mencakup 4 faktor yaitu faktor
genetik (keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau
masyarakat, faktor lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan
faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya).
Ascariasis juga menjadi masalah di mayarakat disebabkan oleh karena
faktor-faktor berikut :
A. Faktor Lingkungan 1. Pasien terpapar cacing pada tanah
halaman dan sekitar rumahDari anamnesis yang dilakukan diketahui
bahwa pasien sering bermain bersama teman sebaya di halaman rumah
dan sekitar rumah tanpa menggunakan sandal. Yang menjadi sumber
utama infeksi cacing Ascariasis adalah tanah yang lembab, karena
tanah yang lembab merupakan tempat infektif dan tempat yang baik
untuk cacing karena dapat bertahan hidup. Selain itu, pasien sering
bermain tanah sehingga telur cacing dapat masuk melalui sela-sela
kulit dan kuku yang tidak dipotong. Ini menyebabkan pasien mudah
terkena infeksi cacing (Ascariasis).
2. Minuman dan makanan yang kurang bersihMinuman yang tidak
dimasak dan makanan yang tidak bersih dapat menjadi sumber infeksi
dari cacing Ascariasis. Telur cacing dapat hidup pada air yang
tercemar dan makan yang tercemar oleh cacing Ascariasis. Panularan
cacing ini dapat melalui air yang tidak dimasak sebelum diminum dan
pengolahan makanan yang tidak dicuci sebelum dimasak dan tidak
dimasak hingga matang, seperti sayr-sayuran yang dimasak setengah
matang. Dimana dari keterangan ibu pasien, keluarga pasien memang
meminum air kemasan gallon, akan tetapi jika habis dan belum sempat
membeli, keluarga pasien meinum air sumur. Selain itu keluarga
pasien juga sering memakan makanan yang setengah matang serta
jarang dicuci.
B. Perilaku
1. Kurangnya memperhatikan kebersihan kuku dan kakiIbu pasien
masih kurang memperhatikan kebersihan kuku dan kaki, terbukti
pasien memiliki kuku yang cukup panjang dan kotor serta jarang
menggunakan sandal Hal ini dapat menjadi penyebaran penyakit yang
bersifat silent, karena tidak diketahuinya terdapat bakteri-bakteri
yang tersimpan di kuku dan kaki tersebut.
2. Kurang efektifnya mencuci tanganKeefektifan mencuci tangan
pada saat sebelum makan, sesudah makan, sebelum mempersiapkan
makanan, sesudah BAK dan BAB pada masih kurang, ini di tekankan
pada ibu pasien. Cuci tangan tetap dilakukan, namun pasien tidak
menggunakan sabun. Hal ini dapat memudahkan penyebaran penyakit
Budaya cuci tangan yang benar adalah kegiatan terpenting. Setiap
tangan kontak dengan feses, urin, dubur dan tanaha harus dicuci
dengan sabun dan kalau perlu disikat, hal ini diperlukan untuk
memutuskan rute transmisi penyakit.
Penyebaran infeksi cacing pada keluarga pasien juga semakin
meningkat karena adanya kebiasaan keluarga pasien yang mencuci
tangan menggunakan satu wadah secara bersama sebelum makan setelah
beraktivitas. Sehingga, cacing yang mungkin saja terdapat pada
tangan salah satu anggota keluarga, dapat juga menginfeksi anggota
keluarga lainnya.C. Pelayanan Kesehatan
1. Kurangnya informasi mengenai pencegahan penyakitPerlu
penyuluhan oleh petugas kesehatan untuk memberi pengetahuan tentang
berbagai hal tentang Ascariasis seperti penyebab, rute transmisi
dan pencegahan penyakit. Cara-cara tersebut perlu disosialisasikan
kepada masyarakat agar mereka dapat mencegah timbulnya Ascariasis
di lingkungan tempat tinggal mereka. Informasi mengenai Ascariasis
terutama pencegahan penyakit tersebut dapat mencegah penyebaran
penyakit menular di masyarakat. Namun hal ini juga harus
diperhitungkan dari segi waktu, dana dan tenaga.2. Penyuluhan
PHBSPenyuluhan tentang PHBS juga sangat diperlukan agar masyarakat
lebih peduli lagi tentang kebersihan individu dan lingkungan,
sehingga dapat mengurangi infeksi cacing baik di lingkungan
keluarga maupun masyarakat.
3. Tidak ada program khusus untuk kecacingan
Saat ini belum ada surveilance kasus kecacingan maupun tindakan
pencegahan berupa program pembagian tablet obat cacing di
masyarakat di Puskesmas Kediri. Sedangkan pasien yang datang ke
Puskesmas merupakan pasein yang sudah memiliki gejala kecacingan
yang disadari berupa keluarnya cacing, perut kembung dan badan
kurus, namun banyak gejala lain yang tidak disadari pasien seperti
anemia kronis, penurunan daya konsentrasi, dll. Yang tidak
diperiksakan ke Puskesmas, sehingga tidak terdeteksi oleh tenaga
kesehatan.BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
B. KESIMPULAN
1. Angka kejadian kecacingan di Kediri terbukti masih tinggi dan
terjadi peningkatan kasus setiap tahunnya. 2. Terdapat beberapa
faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya penyakit serta
penyebaran penyakit pada pasien, berdasarkan konsep kesehatan
masyarakat yaitu dari lingkungan, perilaku, sarta pelayanan
kesehatan.
C. SARAN
1. Perlunya peningkatan edukasi terhadap masyarakat mengenai
Ascariasis baik dari segi gejala, rute transmisi serta cara
pencegahannya. 2. Peningkatan edukasi terhadap pasien dan
masyarakat mengenai PHBS dapat membudayakan cuci tangan dengan air
mengalir dan sabun serta menjaga kebersihan lingkungan.
3. Pengadaan program untuk pencegahan kecacingan untuk pemberian
obat cacing pada masyarakat sebanyak 2 kali selama satu tahun, yang
disesuaikan dengan anggaran Puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA
x
1.Behrman , Kliegman , Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. In.
Jakarta: EGC; 2000. p. 1220-1230.
2.CDC. Communicable Disease Management Protocol Ascariasis.
[Online]. [cited 2015 June 5. Available from: HYPERLINK
"http://www.gov.mb.ca/health/publichealth/cdc/protocol/ascariasis.pdf"
http://www.gov.mb.ca/health/publichealth/cdc/protocol/ascariasis.pdf
.
3.Ginting SA. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Dengan
Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Suka Kecamatan
Tiga Panah, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara. [Online].;
2009 [cited 2015 June 5. Available from: HYPERLINK "http://www.USU
digital library" Error! Hyperlink reference not valid. .
4.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
424/MENKES/SK/VI/2006 tentang Pedoman Pengendalian Cacingan.
2006..
5.Tim Penyusun. Profil Puskesmas Kediri. 2015..
6.Tim Penyusun. Profil Puskesmas Kediri. 2014..
7.Tim Penyusun. Profil Puskesmas Kediri. 2013..
8.Tim Penyusun. Profil Puskesmas Kediri. 2012..
9.Tim Penyusun. Profil Puskesmas Kediri. 2011..
10.Soedarmo , Garna S, Hadinegoro S. Buku Ajar Infeksi dan
Pediatri Tropis. 2nd ed. Jakarta: FKUI; 2010.
11.Sujatmiko. 100% Perajin Gerabah di Lombok Cacingan.
[Online].; 2005 [cited 2015 June 5. Available from: HYPERLINK
"www.Tempointeraktif.com" www.Tempointeraktif.com .
xx
Anak
Ayah
Ibu
Kakek
Kakek
nenek
nenek
Keterangan:
: Laki-Laki
: Perempuan
: Laki-laki telah meninggal
: perempuan telah meninggal
pintu
pintu
Dapur
sumur
pintu
Kamar tidur
Dapur
PERILAKU
LINGKUNGAN
Pasien terpapar cacing pada tanah sawah
Kurangnya memperhatikan kebersihan kuku dan kaki
ASCARIASIS
Minuman yang kotor dan makanan yang kurang bersih
Kebiasaan meminum air PAM yang belum dimasak
Kurang efektifnya kebiasaan mencuci tangan dan sering
menggunakan air dalam satu wadah untuk cuci tangan
Tidak ada penyuluhan PHBS
Kurangnya informasi mengenai rute tranmisi, gejala-gejala, dan
pencegahan ascariasis
Tidak ada program Kecacingan
PELAYANAN
KESEHATAN
1