LAPORAN KASUS ABSES HEPARIDENTITAS PASIENNama:Tn. YUmur:33
tahunJenis Kelamin:Laki-lakiNomor RM:669060Tanggal MRS:22 Juni
2014
ANAMNESIS KU:nyeri perut kanan atasAT:dialami sejak 1 bulan yang
lalu. Nyeri dirasakan seperti ditusuk tusuk secara terus-menerus,
memberat seiring perubahan posisi dan berkurang jika sedikit
membungkuk. Mual (+), muntah (-), demam (-), riwayat demam (+)
sejak 2 bulan yang lalu, tidak terus menerus. menggigil (-), sakit
kepala (-), pusing (-), batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-).BAB:
biasa, kuning kecoklatan. Riw. BAB hitam (-). Riw. Diare (+)BAK:
lancar, warna kuning.
RPS:Riwayat kuning sebelumnya (-).Riw. DM (-), Riw. HT
(-)Riwayat minum minuman beralkohol (+), sejak 20 tahun yang lalu,
berhenti 3 bulan yang lalu.Riwayat merokok (+).
PEMERIKSAAN FISISSP:SS/GC/CM
16
T:110/80 mmHgN:80 x/menit, regulerP:20x/menitS:370C
TB:165 cmBB:55 kgLLA:27 cmIMT:19,48 kg/m2 (normal)
Kepala:anemis (-), ikterus (-) sianosis (-)Leher:MT (-), NT (-)
DVS R-2 cmH2O Thorax:I:normothorax, simetris kanan=kiriP:MT (-), NT
(-), vocal fremitus kanan=kiriP:sonor kanan = kiri A : BP
vesikuler, Rh -/- Wh-/-Jantung:I:IC tidak tampakP:IC tidak
terabaP:pekak, batas jantung kesan normalA:BJ I/II murni, regular,
bising (-)Abdomen:I:datar, ikut gerak napasA:peristaltik (+) kesan
normalP:Nyeri tekan (+) di hipokondrium kanan. Hepar teraba 2 jari
bawah Arcus Costa, permukaan rata, konsistensi lunak, tepi reguler,
Lien tidak teraba Massa Tumor (-), P:timpani (+)Extremitas:edema
-/-
PEMERIKSAAN PENUNJANGLaboratorium: WBC : 16,1 x 10^3Hb : 13,7PLT
: 417 x 10^3Ureum: 15 Kreatinin: 0,7Bilirubin Total: 0,58 Bilirubin
direk: 0,26GOT: 26 GPT : 37HbsAg : - Anti HCV: -USG Abdomen : Abses
hepar pada lobus dextra
DIAGNOSIS SEMENTARAAbses Hepar
PENATALAKSANAAN AWAL Diet hepar IVFD Asering 20 tetes/menit
Metronidazole 0,5 gr/8 jam/drips Sistenol 500 mg 3x1 Novalgin 1
amp/12 jam/iv
RENCANA PEMERIKSAAN,1. AFP1. Alkali fosfatase
CATATAN PERJALANAN PENYAKITTANGGALPERJALANAN PENYAKITINSTRUKSI
DOKTER
22 Juni 2014T : 110/80mmHgN : 80 x/menitP : 20 x/menitS :
36,80C
Perawatan hari ke-1S: nyeri perut kanan atas (+)dialami sejak 1
bulan yang lalu. Nyeri dirasakan seperti ditusuk tusuk secara
terus-menerus, memberat seiring perubahan posisi dan berkurang jika
sedikit membungkuk. Mual (+), muntah (-), demam (-), riwayat demam
(+) sejak 2 bulan yang lalu, tidak terus menerus. menggigil (-),
sakit kepala (-), pusing (-), batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-).
BAB: biasa, kuning kecoklatan. Riw. BAB hitam (-). Riw. Diare (+)
BAK: lancar, warna kuning
O: SS/GC/CM anemis (-) ikterus (-) sianosis (-)Paru : BP:
vesikuler, BT : Rh -/-, Wh -/-,Cor : BJ I/II murni, regularAbdomen
: peristaltik (+) kesan normalHepar teraba 2 jari Bawah Arcus
Costa, permukaan rata, konsistensi lunak, tepi reguler, nyeri tekan
(+)Lien tidak terabaMassa Tumor (-)Nyeri Tekan hipokondrium (+)
Ekstremitas: edema -/-,A: Abses Hepar susp. amoebiasis
dd/pyogenik
R/IVFD Asering 20 tetes/menitMetronidazole 0,5 gr/ 8jam/
drips
Periksa:1. AFP1. Alkali Fosfatase
23 Juni 2014
T : 110/80mmHgN : 80 x/menitP : 21x/menitS : 36,90C
Perawatan hari ke-2S: nyeri perut kanan atas (+) Nyeri ulu hati
(-), Mual (+), muntah (-) , demam (-), menggigil (-), sakit kepala
(-), pusing (-), batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-). BAB: biasa,
kuning kecoklatan. BAK: lancar, warna kuninf pekat.
O: SS/GC/CM anemis (-) ikterus (-) sianosis (-)Paru : BP:
vesikuler, BT : Rh -/-, Wh -/-,Cor : BJ I/II murni, regularAbdomen
: peristaltik (+) kesan normalHepar teraba 2 jari Bawah Arcus
Costa, permukaan rata, konsistensi lunak, tepi reguler, nyeri tekan
(+)Lien tidak terabaMassa Tumor (-)Nyeri Tekan hipokondrium (+)
Ekstremitas: edema -/-,A: Abses Hepar susp. amoebiasis R/IVFD
Asering 20 tetes/menitMetronidazole 0,5 gr/ 8jam/ drips
Periksa: CT-scan abdomen tanpa kontras
24 Juni 2014T : 110/80 mmHgN : 80 x/menitP : 20x/menitS :
36,90C
Perawatan hari ke-3S: nyeri perut kanan atas (+) berkurang,
Nyeri ulu hati ( -), Mual (+), muntah (-), demam (-), menggigil
(-), sakit kepala (-), pusing (-), batuk (-), sesak (-), nyeri dada
(-). BAB: biasa, kuning BAK: lancar, warna kuning.O: SS/GC/CM
anemis (-) ikterus (-) sianosis (-)Paru : BP: vesikuler, BT : Rh
-/-, Wh -/-,Cor : BJ I/II murni, regularAbdomen : peristaltik (+)
kesan normalHepar teraba 2 jari Bawah Arcus Costa, permukaan rata,
konsistensi lunak, tepi reguler, nyeri tekan (+)Lien tidak
terabaMassa Tumor (-)Nyeri Tekan hipokondrium (+) Ekstremitas:
edema -/-,A: Abses Hepar susp. amoebiasis dd/pyogenik
R/IVFD Asering 20 tetes/menitMetronidazole 0,5 gr/ 8jam/
drips
25 Juni 2014T : 100/80mmHgN : 80 x/menitP : 22 x/menitS :
36,80C
Perawatan hari ke-4S: nyeri perut kanan atas (+) berkurangNyeri
ulu hati (-), Mual (-), muntah (-) , demam (-), menggigil (-),
sakit kepala (-), pusing (-), batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-).
BAB: biasa, kuning BAK: lancar, warna kuning.O: SS/GC/CM anemis (-)
ikterus (-) sianosis (-)Paru : BP: vesikuler, BT : Rh -/-, Wh
-/-,Cor : BJ I/II murni, regularAbdomen : peristaltik (+) kesan
normalHepar teraba 2 jari Bawah Arcus Costa, permukaan rata,
konsistensi lunak, tepi reguler, nyeri tekan (+)Lien tidak
terabaMassa Tumor (-)Nyeri Tekan hipokondrium kanan (+)
Ekstremitas: edema -/-,A: Abses Hepar susp. amoebiasis
dd/pyogenik
R/IVFD Asering 20 tetes/menitMetronidazole 0,5 gr/ 8jam/
drips
26 Juni 2014T : 110/80mmHgN : 80 x/menitP : 21 x/menitS :
36,50C
Perawatan hari ke-5S: nyeri perut kanan atas (+) Mual (-),
muntah (-) , demam (-), menggigil (-), sakit kepala (-), pusing
(-), batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-). BAB: biasa, kuning. BAK:
lancar, warna kuningO: SS/GC/CM anemis (-) ikterus (-) sianosis
(-)DVS R-2 cm H2OParu : BP: vesikuler, BT : Rh -/-, Wh -/-,Cor : BJ
I/II murni, regularAbdomen : peristaltik (+) kesan normalHepar
teraba 2 jari Bawah Arcus Costa, permukaan rata, tidak
berbenjol-benjol, konsistensi lunak, tepi reguler, nyeri tekan
(+)Lien tidak terabaMassa Tumor (-)Nyeri Tekan hipokondrium kanan
(+)Ekstremitas: edema -/-,A: Abses Hepar susp. amoebiasis
dd/pyogenik
R/IVFD Asering 20 tetes/menitMetronidazole 0,5 gr/ 8jam/
drips
Pemeriksaan PenunjangLab22/6/201425/6/2014
WBC16,1 x 103
RBC4,41 x 106
HGB13,7
HCT40
PLT417 x 103
MCV91
MCH31
MCHC34
Neut-
Lymph15,7%
Mono9,9%
Eo-
Baso0,29%
LED I/II-
Creatinine0,7
Ureum15
PT14,1 control 12,4
INR1,17
APTT30,8 control 24,8
ALP188
SGOT26
SGPT37
Total protein
Albumin
Globulin
Cholesterol
Triglycerides
Bil. Total0,58
Bil. Direct0,26
GDS105
HBsAgNon Reaktif
Anti HCVNon Reaktif
gt
ElektrolitNaKCl
AFP1,72
Urine
rutinWarnapHBJProteinGlukosaBilirubinUrobilinogenKetonBloodSed.
lekositSed.eritrositSed.ep.selKuning6,01,020NegatifNegatifNegatifNormalnegatif
negatif0-10-11-3
USG Abdomen (22 Juni 2014)- Hepar : ukuran membesar, Tampak lesi
hipoechoid , batas`tegas, bentuk bulat, permukaan reguler dengan
ukuran 8,33 x 6,76 cm pada lobus dextra.- GB: dinding tidak
menebal, tidak tampak echo SOL.- Pankreas /; Ukuran dan echo
parenkim dalam batas normal. Tidak tampak mass/cyst.- Lien: Ukuran
dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak mass/cyst.-
Kedua ginjal : Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak
tampak dilatasi PCS, tidak tampak echo batu/mass/cyst.- VU: Dinding
dan mukosa regular. Tidak tampak echo batu/mass/cyst.Kesan: Abses
heparCT- Scan abdomen tanpa kontras (24 Juni 2014)Hepar : membesar
dengan densitas parenkim dalam batas normal. Tepi reguler. Tidak
tampak dilatasi vaskuler. Lesi hipodens bentuk bulat tepi reguler
pada lobus dextra.- GB: Kontraktil- Pankreas /; Ukuran dan densitas
parenkim dalam batas normal. Tidak tampak mass/cyst.- Lien: Ukuran
dan densitas parenkim dalam batas normal. Tidak tampak mass/cyst.-
Kedua ginjal : Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak
tampak dilatasi PCS, tidak tampak echo batu/mass/cyst.- VU: Dinding
dan mukosa regular. Tidak tampak echo batu/mass/cyst.Kesan: Abses
hepar
RESUMEPasien laki-laki, 33 tahun, masuk rumah sakit dengan
keluhan nyeri perut kanan atas, dialami sejak 1 bulan yang lalu.
Nyeri dirasakan seperti ditusuk tusuk secara terus-menerus,
memeberat seiring perubahan posisi dan berkurang jika sedikit
membungkuk. Mual (+). riwayat demam (+) sejak 2 bulan yang lalu,
tidak terus menerus. BAB: biasa, kuning kecoklatan. BAK: lancar,
warna kuning . Riwayat minum minuman beralkohol (+), sejak 20 tahun
yang lalu, berhenti 3 bulan yang lalu. Riwayat merokok (+).Pada
pemeriksaan fisis didapatkan pasien sakit sedang, gizi cukup, dan
kesadaran composmentis. Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80x/menit
dan regular, suhu 36,8 0C, pernapasan 20 x/menit. Tidak ditemukan
ikterus pada pasien ini. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan
peristaltik (+) kesan normal, nyeri tekan hipokondrium kanan (+)
hepar teraba 2 jari Bawah Arcus Costa, permukaan rata, konsistensi
lunak, tepi reguler, nyeri tekan (+).Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan leukositosis. Pada pemeriksaan radiologi, USG abdomen
menunjukkan adanya abses hepar.Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisis, dan pemeriksaan penunjang lainnya, maka pasien ini
didiagnosis Abses hepar
DISKUSI
Pasien masuk dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang sifat
nyerinya seperti ditusuk-tusuk,. Pasien juga mengalami mual dan
riwayat demam. Dari hasil pemeriksaan fisis diperoleh adanya
hepatomegali, yakni hepar teraba 2 jari bawah arcus costa, dengan
permukaan yang rata, konsistensi lunak, tepi regular, dan nyeri
tekan (+). Beberapa penyakit dengan manifestasi nyeri perut kanan
atas dan hepatomegali yaitu Hepatoma, Hepatitis, Abses Hepar. Pada
pasien ini, diagnosis lebih cenderung ke arah abses hepar karena
pada palpasi hepar diperoleh hepatomegali dengan permukaan yang
rata dan konsistensi yang lunak. Sedangkan pada hepatoma, hepar
cenderung konsistensinya keras, permukaan bisa rata ataupun tidak
rata, atau bahkan berbenjol-benjol, atau dengan tepi yang tumpul.
Untuk lebih memastikan diagnosis, dilakukan pemeriksaan penunjang
yaitu dengan pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya leukositosis (16,100)..
Pada pemeriksaan radiologi, Hasil USG abdomen menunjukkan adanya
abses hepar Hasil pemeriksaan penunjang ini mendukung diagnosis
abses hepar. Abses hepar merupakan rongga patologis berisi jaringan
nekrotik yang timbul dalam jaringan hati akibat infeksi amuba,
bakteri, parasit, atau jamur. Abses hepar terbagi dua secara umum,
yaitu abses hati amebik (AHA) yang dan abses hati piogenik (AHP).
Gold standar untuk diagnosis AHA adalah dengan menemukan bakteri
penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi. Namun, berdasarkan
hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, dan hasil pemeriksaan
penunjang, kita dapat mencurigai jenis abses hepar pada kasus ini
adalah AHA. Dari hasil anamnesis diperoleh adanya riwayat diare
sebulan sebelumnya. AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis
ekstraintestinal yang paling sering dijumpai. Ada beberapa kriteria
untuk mendiagnosis AHA, antara lain kriteria Sherlock (1969). Kasus
ini memenuhi kriteria Sherlock yaitu adanya hepatomegali yang nyeri
tekan, adanya lekositosis, peninggian diafragma kanan, dan
pemeriksaan USG yang mendukung (adanya rongga di dalam hepar),
serta adanya respon yang baik setelah terapi amoebisid. Pada
pemeriksaan fisis, didapatkan nyeri pada hipokondrium dextra. Hal
ini disebabkan oleh peregangan kapsula Glison pada hepar sebagai
akibat adanya abses. Berdasarkan hasil laboratorium yang ditemukan
pada pasien Leukositosis muncul sebagai akibat dari reaksi
inflamasi dari infeksi. Terapi yang diberikan berupa pemberian
infus Asering 20 tpm sebagai penyeimbang elektrolit. Antibiotik
yang diberikan yaitu Metronidazole yang merupakan drug of choice
dengan dosis 0,5 gr/ 8jam/ drips..
ABSES HEPAR
A. DefinisiAbses hati adalah rongga patologis berisi jaringan
nekrotik yang timbul dalam jaringan hati akibat infeksi amuba,
bakteri, parasit, atau jamur. Abses hati terbagi dua secara umum,
yaitu abses hati amebik (AHA) yang dan abses hati piogenik (AHP).
AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang
paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk
Indonesia. AHP merupakan kasus yang relatif jarang. 1,2,3
B. EpidemiologiDi negara-negara yang sudah berkembang, AHA
didapatkan secara endemik dan jauh lebih sering dibandingkan AHP.
AHP tersebar di seluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis
dengan kondisi sanitasi yang kurang. AHP lebih sering terjadi pada
pria dibandingkan perempuan, dengan rentang usia berkisar lebih
dari 40 tahun, dengan insidensi puncak pada dekade ke-6.1,4
C. Etiologi a. Abses Hati Amebik (AHA)Penyakit AHA masih menjadi
masalah kesehatan terutama di daerah dengan strain virulen
Entamoeba histolytica yang tinggi. Hanya sebagian individu yang
terinfeksi E.histolytica yang member gejala invasif, sehingga
diduga ada dua jenis E. histolytica yaitu strain pathogen dan non
pathogen. Bervariasinya virulensi strain ini berbeda berdasarkan
kemampuannya menimbulkan lesi di hepar.1E. histolytica diperoleh
dari ingesti kista yang berasal dari air, makanan, dan tangan yang
terkontaminasi secara fekal. E. histolytica di dalam feces dapat
ditemukan dalam dua bentuk vegetative atau tropozoit dan bentuk
kista yang bisa bertahan hidup di luar tubuh manusia. Kista dewasa
berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana kering dan asam.
Bentuk tropozoit akan mati dalam suasana kering dan asam. Meskipun
Kedua bentuk E. histolytica ditemukan pada lumen usus, tetapi hanya
bentuk tropozoit yang dapat menginvasi jaringan. Tropozoit ini
berdiameter 20-60 mikron dan terdiri dari vakuola dan nukleus.
Tropozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit,
mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang
mampu mengakibatkan destruksi jaringan.5Strain Entamoeba
histolytica tertentu dapat menginvasi dinding colon. Strain ini
berbentuk tropozoit besar, yang di bawah mikroskop tampak menelan
sel darah merah dan sel PMN. Pertahanan tubuh penderita juga
berperan dalam terjadinya amubiasis invasif.14 Tidak semua amuba
yang masuk ke hepar dapat menimbulkan abses. Untuk terjadinya
abses, diperlukan faktor pendukung atau penghalang
berkembangbiaknya amuba tersebut. Faktor tersebut antara lain
adalah pernah terkena infeksi amuba, kadar kolesterol yang
meninggi, pascatrauma hepar dan riwat sering mengkonsumsi
alkohol.3b. Abses hati piogenik (AHP).Infeksi terutama disebabkan
oleh kuman gram negatif dan penyebab yang terbanyak adalah E. coli.
Selain E.coli, penyebab lainnya adalah Microaerophilic
streptococci, Anaerobic streptococci, Klebsiella pneumonia,
bacteroides, fusobacterium, Staphylococcus aureus, Staphylococcus
milleri, Candida albicans, Aspergillus, Actinomyces, Salmonella
typhii, dan fungal. Untuk penetapannya perlu dilakukan biakan
darah, pus, empedu, dan swab secara anaerob maupun aerob.
1,6Sebagian besar dari AHP merupakan infeksi sekunder yang berasal
dari abdomen. Pada era pre-antibiotik, AHP terjadi akibat
komplikasi appendicitis. Bakteri patogen melalui arteri hepatika
atau melalui sirkulasi vena portal masuk ke dalam hati, sehingga
terjadi bakteremia sistemik ataupun menyebabkan komplikasi infeksi
intra abdominal. Pada saat ini, karena pemakaian antibiotik yang
adekuat sehingga AHP karena appendicitis sudah hampir tidak ada
lagi. Saat ini, terdapat peningkatan insidensi AHP akibat
komplikasi dari sistem biliaris, yaitu langsung dari kantung empedu
atau melalui saluran-saluran empedu seperti kolangitis dan
kolesistitis. Pileflebitis (thrombosis supuratif vena porta),
biasanya muncul dari adanya infeksi pada pelvis tetapi terkadang
juga berasal dari cavitas peritoneal lainnya, yang menjadi sumber
penyebab awal berkembangnya bakteri di hepar. Juga AHP disebabkan
akibat trauma tusuk atau tumpul, dan kriptogenik pada 15% kasus.
1,2,6,7
D. Patogenesisa. Abses Hati AmebikAda beberapa mekanisme yang
telah dikemukakan untuk menjela skan patogenesis AHA, antara lain:
faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin,
ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi parasit, imunodepresi
pejamu, berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas
cell-mediated. 5Secara genetik, E. histolytica dapat menyebabkan
invasi tetapi tergantung pada interaksi yang kompleks antara
parasit dengan lingkungan saluran cerna terutama pada flora
bakteri. Mekanisme terjadinya AHA5:1. Penempelan E. histolytica
pada mukus usus2. Pengerusakan sawar intestinal. Sejumlah faktor
virulensi dikaitkan dengan kemampuan E. histolytica menginvasi
epitel interglanduler. Salah satunya terdiri dari sistein
ekstraseluler proteinase yang mendegradasi kolagen, elastin, IgA,
IgG, dan anafilatoksin C3a dan C5a. Enzim lainnya dapat menggangggu
hubungan glikoprotein dengan sel epitel mukosa pada usus. 3. lisis
sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons
imun cell-mediated yang disebabkan enzim atau toksin parasit.
Amoeba dapat melisiskan neutrofil, monosit, limfosit, dan sel
epitel intestinal. 4. penyebaran amoeba ke hepar. Penyebaran amoeba
dari usus ke hepar sebagian besar melalui vena porta. Inokulasi
dari amoeba ke sistem portal menghasilkan infiltrate akut seluler
yang didominasi oleh neutrofil. Kemudian, neutrofil lisis dengan
adanya kontak terhadap amoeba, dan pengeluaran dari toksin
neutrofil menyebabkan terjadinya nekrosis hepatosit. Terjadi fokus
akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan
infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu dan granuloma
diganti dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi
kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.
Gambar. Siklus hidup E. hystolitica pada Amebiasis. 6AHA lebih
sering mengenai lobus kanan hepar superoanterior, dekat dengan
diafragma. Biasanya lesinya soliter, tetapi dapat pula multiple dan
terjadi pada kedua lobus. 4AHA dapat terjadi berbulan atau tahun
setelah terjadinya amebiasis intestinal dan sekitar 50% amebiasis
hati terjadi tanpa didahului riwayat disentri amebiasis. 1b. Abses
hati piogenikAbses hati piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang
berasal dari6 :1. Vena porta, yaitu infeksi pelvis atau
gastrointestinal, dapat menyebabkan fileplebitis porta atau emboli
septik2. Saluran empedu merupakan sumber infeksi yang tersering.
Kolangitis septik dapat menyebabkan penyumbatan saluran empedu
seperti juga batu empedu, kanker, striktura saluran empedu ataupun
anomali saluran empedu kongenital.3. infeksi langsung seperti luka
penetrasi, fokus septik berdekatan seperti abses perinefrik,
kecelakaan lalu lintas.4. Septisemia atau bakteremia akibat infeksi
di tempat lain.5. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas,
terutama pada orang lanjut usia.Lobus kanan hati lebih sering
terjadi AHP dibandingkan lobus kiri, hal ini berdasarkan anatomi
hati, yaitu lobus kanan menerima darah dari a.mesenterika superior
dan vena portal sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri
mesenterika inferior dan aliran limfatik. 1
E. Manifestasi Klinika. Abses Hati AmebikSebagian besar dari
pasien mengalami demam dan nyeri perut kuadran kanan atas, dengan
sifat nyeri yang tumpul seperti ditekan, atau pleuritik, dan dapat
menjalar ke bahu. Nyeri tekan pada daerah hati dan efusi pleura
kanan biasa terjadi. Jarang terjadi ikterus. Meskipun lokasi
infeksi awalnya pada kolon, kurang dari sepertiga pasein AHA
mengalami diare aktif sebelumnya. Pada pasien yang lebih tua dari
area endemik seringkali mengalami gejala subakut selama 6 bulan,
dengan penurunan berat badan dan hepatomegali.5Cara timbulnya abses
hati amebik biasanya tidak akut, menyusup yaitu terjadi dalam waktu
lebih dari 3 minggu. Demam ditemukan hampir pada seluruh kasus.
Terdapat rasa sakit di perut atas yang sifatnya seperti ditekan
atau ditusuk. Rasa sakit akan bertambah bila penderita berubah
posisi atau batuk. Penderita merasa lebih enak bila berbaring
sebelah kiri untuk mengurangi rasa sakit. Selain itu dapat pula
terjadi nyeri dada kanan bawah atau nyeri bahu bila abses terletak
dekat diafragma dan nyeri di epigastrium bila absesnya di lobus
kiri. 6Anoreksia, mual, muntah, perasaan lemah badan, dan penurunan
berat badan merupakan keluhan yang biasa didapatkan. Batuk-batuk
dan gejala iritasi diafragma juga bisa dijumpai walaupun tidak ada
ruptur abses melalui diafragma. Ikterus tidak biasa ada, dan jika
ada, ia bersifat ringan. Nyeri pada area hepar bisa dimulai sebagai
pegal, kemudian menjadi tajam menusuk. Alkohol membuat nyeri
memburuk dan juga perubahan sikap. Pembengkakan bisa terlihat dalam
epigastrium atau penonjolan sela iga. Nyeri tekan hati benar-benar
menetap. Limpa tidak membesar. 1,6b. Abses hati PyogenikManifestasi
sistemik AHP biasanya lebih berat daripada AHA. Dicurigai adanya
AHP apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan
perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan membungkuk ke depan
dengan kedua tangan diletakkan di atasya. Setelah era pemakaian
antibiotik yang adekuat, presentasi klinis AHP seringkali
tersembunyi, terutama pada pasien yang lebih tua, manifestasinya
adalah malaise, demam yang tidak terlalu tinggi dan nyeri tumpul
pada abdomen yang menghebat dengan adanya pergerakan. Apabila abses
hati piogenik letaknya dekat dengan diafragma, maka akan terjadi
iritasi diafragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan,
batuk maupun atelektasis. Gejala lainnya adalah rasa mual dan
muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan
yang unintentional kelemahan badan, buang air besar berwarna
seperti kapur dan buang air kecil berwarna lebih gelap.
1,6Pemeriksaan fisis yang didapatkan febris yang summer-summer
hingga demam tinggi, pada palpasi terdapat hepatomegali serta
perkusi terdapat nyeri tekan hepar, yang diperberat dengan adanya
pergerakan abdomen, splenomegali didapatkan apabila AHP telah
menjadi kronik, selain itu bisa didapatkan asites, ikterus, serta
tanda-tanda hipertensi portal. 1
F. Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan laboratoriumPada
pemeriksaan laboratorim didapatkan lekositosis dengan pergeseran ke
kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, peningkatan alkali
fosfatase, peningkatan enzim transaminase, dan serum bilirubin,
berkurangnya konsenterasi albumin serum dan waktu protrombin yang
memanjang menunjukkan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang
disebabkan AHP. Tes serologi yang digunakan antara lain indirect
Hemaglutination (IHA), counter immunoelectrophoresis (CIE), dan
ELISA. Yang banyak dilakukan adalah tes IHA. Titer 1:128 bermakna
untuk diagnosis amoebiasis invasif. Kultur darah yang
memperlihatkan bakterial penyebab menjadi gold standard untuk
menegakkan diagnosis secara mikrobiologik.1,2b. Pemeriksaan
RadiologiPada pemeriksaan foto toraks, dan foto polos abdomen
ditemukan diafragma kanan meninggi, efusi pleura, atelektasis
basiler, empiema atau abses paru. pada foto toraks PA, sudut
kardiofrenikus anterior tertutup, pada posisi lateral sudut
kostofrenikus anterior tertutup. Di bawah diafragma, terlihat
bayangan udara atau air fluid level. Abses lobus kiri akan mendesak
kurvatura minor. Secara angiografik, abses merupakan daerah
avaskular. 1,6Pemeriksaan penunjang yang lain yaitu abdominal
CT-scan atau MRI, USG abdomen dan biopsy hati, kesemuanya saling
menunjang sehingga memiliki diagnostik semakin tinggi. CT-scan
abdomen memiliki sensitivitas 95-100% dan dapat mendeteksi luasnya
lesi hingga kurang dari 1 cm. USG Abdomen memiliki sensitivitas
80-90%.1,6
Gambar . Gambaran CT-scan menunjukkan abses hepar amoebik pada
lobus kanan hepar. Abses tampak sebagai lesi hipodens berbentuk
bulat atau oval dengan tepi ireguler.5G. Diagnosisa. Abses Hepar
AmoebikUntuk diagnosis AHA dapat digunakan kriteria Sherlock
(1969), kriteria Ramachandran (1973) atau kriteria Lamont dan
Pooler.Kriteria Sherlock:1. Hepatomegali yang nyeri tekan2. Respon
baik terhadap obat amoebisid 3. Leukositosis4. Peninggian diafragma
kanan dan pergerakan yang kurang5. Aspirasi pus6. Pada USG
didapatkan rongga dalam hati 7. Tes hemaglutinasi positifKriteria
Ramachandran (bila didapatkan 3 atau lebih dari):1. Hepatomegali
yang nyeri2. Riwayat disentri3. Leukositosis4. Kelainan
radiologis5. Respon terhadap terapi amoebisidKriteria lamont dan
Pooler (bila didapatkan 3 atau lebih dari ): 1. Hepatomegali yang
nyeri2. Kelainan hematologis3. Kelainan radiologis4. Pus amoebik5.
Tes serologic positif6. Kelainan sidikan hati7. Respon yang baik
dengan terapi amoebisidb. Abses hepar pyogenikMenegakkan diagnosis
AHP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan laboratories serta
pemeriksaan penunjang. Diagnosis AHP kadang-kadang sulit ditegakkan
sebab gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik. Sedangkan
diagnosis dini memberikan arti penting dalam pengelolaan AHP karena
penyakit ini dapat disembuhkan. Sebaliknya diagnosis dan Pengobatan
yang terlambat akan meningkatkan angka kejadian morbiditas dan
mortalitas. Diagnosis dapat ditegakkan bukan hanya dengan CT-scan
saja, meskipun pada akhirnya dengan CT-scan mempunyai nilai
prediksi yang tinggi untuk diagnosis AHP, demikian juga dengan tes
serologis. Diagnosis berdasarkan penyebab adalah dengan menemukan
bakteri penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini
merupakan gold standard untuk diagnosis. 1
H. Diagnosis BandingBanyaknya variasi dari manifestasi gejala
dan klinis, diagnosis abses hepar amoebik dapat dibingungkan dengan
penyakit paru atau kandung empedu atau penyakit demam lainnya
dengan sedikit tanda yang terlokalisir, seperti malaria atau demam
typhoid. Sejak radiologi telah mampu mendiagnosis adanya abses
hepar, yang paling penting pada diagnosis banding apakah abses
heparnya amoebik atau pyogenik. Abses pyogenik biasanya tejadi pada
orang tua dan memiliki riwayat penyakit pencernaan yang mendasari
atau riwayat baru operasi. Tes serologi amoebik dapat membantu,
tetapi aspirasi pus dengan pewarnaan Gram dan kultur pus, mungkin
dibutuhkan untuk membedakan keduanya.7
I. Penatalaksanaan Tirah baring, diet tinggi kalori tinggi
protein. 7 Pada AHA: metronidazole 4 x 500-750 mg/hari selama 5-10
hari. Metronidazol merupakan pilihan utama pada AHA. Nitroimidazol
kerja lambat ( tinidazol dan ornidazol) efektif sebagai terapi
dodis tunggal pada negara berkembang. Dengan diagnosis dan terapi
lebih dini, angka mortalitas dari AHA yang belum berkomplikasi 5
cm) . (papdi) Indikasi aspirasi pada abses hepar yaitu (1) untuk
menyingkirkan adanya abses pyogenik, biasanya pada pasien dengan
lesi multiple, (2) tidak adanya respon terapi selama 3-5 hari, (3)
ancaman terjadi ruptur, (4)mencegah ruptur abses hepar lobus kiri
ke perikard. Tidak ada bukti bahwa dengan aspirasi, sekalipun abses
yang besar, >10 cm dapat mempercepat penyembuhan. Drainase
perkutaneus dapat berhasil meskipun abses hati baru saja ruptur.
Pembedahan harus dipersiapkan jika terjadi perforasi dan ruptur
abses ke perikard. 3,6
J. KomplikasiSaat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan
penyakit yang berat, seperti septikemia/bakterimia dengan
mortalitas 85%, ruptur abses hati disertai peritonitis generalisata
dengan mortalitas 6-7%, kelainan pleuropulmonal, gagal hati,
perdarahan ke dalam rongga abses, hemobilia, empiema, ruptur ke
dalam perikard atau retroperitoneum.1
K. PrognosisPrognosis penyakit ini ditentukan oleh virulensi
parasit, status imunitas dan keadaan nutrisi penderita, usia
penderita (lebih buruk pada usia tua), cara timbulnya penyakit,
tipe akut mempunyai prognosis lebih buruk, letak abses di lobus
kiri dan multiple memiliki prognosis lebih buruk. 1 Mortalitas AHP
yang diobati dengan antibiotika yang sesuai bakterial penyebab dan
dilakukan drainase adalah 10-16%. Prognosis yang buruk apabila
terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan. jika hasil kultur
darah yang memperlihatkan bakterial penyebab multiple, tidak
dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia,
efusi pleural, atau adanya penyakit lain. 1
DAFTAR PUSTAKA1. Sudoyo, W. Aru. dkk. 2007.Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV hal 460-461. Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FKUI.2. Sulaiman, Ali, dkk. 1997. Gastroenterologi
Hepatologi. Jakarta: Sagung Seto.3. Pappadakis, Maxin A. Dan
Stephen J. McPhee. 2007. Lange 2007 Current Consult Medicine.
United States of America: Mc Graw Hill Medical.4. Dugdale, David
C., Jatin M. Vyas, dan David Zieve. 2010. Pyogenic Liver Abscess.
www.nlm.nih.gov. Updated on: 9/15/2010.5. Nickloes, Todd A. 2009.
Pyogenic Hepatic Abscess. www.emedicine.medscape.com Updated on:
23/01/2009.6. Kasper, Dennis L. dan Dori F. Zalzenik.
Intraabdominal Infectious and Abscesses. In: Harrisons Principles
of Internal Medicine 16th edition. Chapter 112.7. Tierney, Lawrence
M., Stephen J. McPhee, dan Maxin A. Pappadakis. 2006. Lange 2006
Current Medical Diagnosis & Treatment. United States of
America: Mc Graw Hill Medical.