HEMATOLOGI II Oleh : Nama : Cikha Farahdiba Iman Nim : B1J011157 Rombongan : III Kelompok : 6 Asisten : Santi Herowati LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I
HEMATOLOGI II
Oleh :
Nama : Cikha Farahdiba ImanNim : B1J011157Rombongan : IIIKelompok : 6Asisten : Santi Herowati
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO
2012
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup
(kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan
oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan
kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap
virus atau bakteri. fungsi utama darah ialah mengangkut oksigen dari
paru-paru atau insang ke jaringan tubuh. Darah mengandung hemoglobin
yang berfungsi sebagai pengikat oksigen. Sebagian hewan tak bertulang
belakang atau invertebrata yang berukuran kecil, oksigen langsung
meresap ke dalam plasma darah karena protein pembawa oksigennya
terlarut secara bebas.
Darah memiliki komposisi yang terdiri atas sekitar 55% cairan
darah (plasma) dan 45% sel-sel darah. Elemen pembentuk darah
meliputi tiga macam sel darah, yaitu sel darah merah (eritrosit), sel
darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Ketiga sel-sel
darah tersebut tergolong dalam unsur padat yang disebut korpuskuler.
Plasma darah adalah cairan bening kekuningan yang unsur pokoknya
sama dengan sitoplasma. Plasma terdiri dari 92% air dan mengandung
campuran kmpleks zat organik dan anorganik.
Darah berwarna merah karena adanya sel-sel darah merah. Sel
darah merah berbentuk bulat gepeng yang kedua permukaannya
cekung. Sel darah merah tidak memiliki inti sel dan mengandung
hemoglobin. Sel darah putih sesungguhnya tidaklah berwarna putih,
tetapi jernih. Disebut sel darah putih untuk membedakannya dari sel
darah merah yang berwarna merah. Sel darah putih bentuknya tidak
teratur atau tidak tetap. Tidak seperti sel darah merah yang selalu
berada di dalam pembuluh darah, sel darah putih dapat keluar dari
pembuluh darah. Kemampuan untuk bergerak bebas diperlukan sel
darah putih agar dapat menjalankan fungsinya untuk menjaga tubuh.
Sel darah putih memiliki inti sel tetapi tidak berwarna atau tidak
memiliki pigmen. Keping darah berbentuk bulat atau lonjong. Ukuran
keping darah lebih kecil daripada sel darah merah. Jumlahnya kurang
lebih 300.000 pada tiap 1 mm3 darah. Keping darah hidupnya singkat,
hanya 8 hari. Keping darah berfungsi pada proses pembekuan darah.
Saat terjadi luka, darah keluar melalui luka tersebut. Keping darah
menyentuh permukaan luka, lalu pecah dan trombokinase.
1.2 Tujuan
Tujuan praktikum Hematologi II ini adalah untuk memahami
respon sel darah merah terhadap berbagai macam media yang
mempunyai konsentrasi osmotis berbeda, dapat mengetahui
konsentrasi internal sel darah merah, memahami bentuk dan struktur
sel, membandingkan bentuk dan struktur sel darah katak dan manusia,
serta dapat memahami proses pembekuan darah dan menentukan
lamanya waktu pembekuan darah pada manusia.
II. MATERI DAN METODE
2.1 Materi
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah larutan NaCl
0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,9%, 1,0 %, darah katak (Vejervarya cancrivora) dan
darah manusia (Homo sapiens), kloroform, alkohol 70%, dan
antikoagulan.
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah lancet,
pembuluh kaca kapiler, objek gelas dan kaca penutup, mikroskop dan
syring.
2.2 Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum pengamatan
konsentrasi, struktur sel dan waktu beku darah adalah sebagai berikut :
1. Konsentrasi Darah
a. Seekor katak dibius di dalam botol berisi kloroform atau eter dengan
cara membolak-balikkan botol. Selama pembiusan keadaan katak
diperhatikan agar tidak mati sebelum dilakukan diseksi. Bila katak
sudah tidak menunjukkan reaksi berarti pembiusan sudah cukup.
Jangan biarkan terlalu lama karena katak akan segera mati.
b. Katak dikeluarkan dari botol dan dilakukan diseksi di bagian ventral,
agar jantungnya dapat diisolasi.
c. Dibuat insisi dengan gunting pada bagian ventral sisi kiri atau kanan,
selanjutnya melintang di bagian posterior jantung. Kulit dan otot
ventral diangkat agar tampak jantung. Selanjutnya, insisi diteruskan
hingga rongga dada terbuka.
d. Setelah jantung katak diisolasi, kemudian syringe yang telah dibilas
larutan koagulan ditusukksn ke bagian ventrikel.
e. Darah dihisap sebanyak yang diperlukan (sekitar 1 ml) dengan jalan
menarik pompa syringe secara perlahan. Bila tarikan syringe terasa
berat, berarti ujung syringe tidak berada di tengah ruang ventrikel
atau karena tusukan tadi terlalu dalam.
f. Dalam posisi baik maka denyut jantung akan terasa membantu
tarikan syring. Syring dicabut dan segera diputar-putar agar darah
tercampur seluruhnya dengan senyawa anti beku.
g. Darah katak diteteskan pada gelas objek, kemudian ditambahkan
beberapa tetes larutan NaCl 0,2%, keduanya dicampurkan dengan
pengaduk gelas atau tusuk gigi, selanjutnya campuran cairan
tersebut segera ditutup dengan kaca penutup. Bila tidak segera
ditutup akan terjadi penguapan hingga mengubah konsentrasi
larutan NaCl.
h. Diamati campuran tersebut di bawah mikroskop.
i. Dilakukan langkah kerja diatas untuk tetesan darah berikutnya,
dengan menggunakan NaCl 0,4%, 0,6%, 0,9% dan 1,0%. Setiap
campuran darah pada konsentrasi tertentu harus segera diamati di
bawah mikroskop.
j. Ditentukan konsentrasi NaCl yang mana sel darah merah tidak
mengalami perubahan bentuk.
2. Stuktur Sel Darah Merah
a. Sediaan katak diperoleh dengan cara yang sama pada percobaan
sebelumnya, diisap lansung dari jantung.
b. Percobaan ini dibandingkan antara struktur sel darah merah katak
dan manusia. Pada gelas objek yang bersih dan kering, diteteskan
darah katak, kemudian ditambahkan beberapa tetes larutan NaCl
0,6%.
c. Setelah keduanya dicampur kemudian ditutup dengan gelas penutup
dan diamati di bawah mikroskop.
d. Untuk sediaan darah manusia diperoleh dengan jalan menusuk
ujung jari dengan lancet yang steril, dan darah yang keluar dapat
lansung digunakan untuk percobaan. Langkah percobaan
pengerjaan seperti pada percobaan sebelumnya.
e. Dilakukan prosedur di atas terhadap darah anda sendiri dengan
menggunakan NaCl 0,9%.
f. Perbedaan antara kedua sel darah yang diamati diperhatikan dan
dibuat gambar dari masing-masing sel tadi.
g. Jari bekas tusukan tadi dibersihkan dengan kapas beralkohol, kapas
dapat terus ditekan agar luka dapat segera menutup dengan
terbentuknya bekuan darah.
3. Waktu Beku Darah
a. Jari dibersihkan dengan alkohol 70%, setelah alkohol mongering jari
ditusuk dengan lancet steril atau lancet sekali pakai.
b. Pipa kapiler ditempelkan ke tetesan darah yang keluar dari jari.
c. Dengan interval waktu 1 menit pembuluh kaca kapiler dipotong
sedikit-demi sedikit sampai terlihat fibrin yang terbentuk ditandai
dengan potongan kapiler yang tetap menempel atau menggantung
setelah dipatahkan.
d. Waktu diperlukan darah untuk membeku dicatat, yaitu waktu sejak
jari dilukai hingga kapiler yang dipatahkan tetap menggantung.
Gambar pengamatan struktur sel darah
Sel Darah Manusia Sel Darah Katak
Sel Darah Katak, NaCl 0,2% Sel Darah Katak, NaCl 0,4%
Sel Darah Katak, NaCl 0,9%
3.1 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan bahwa darah katak
dengan konsentrasi larutan 0,2% memiliki diameter sel darah sebesar 13
μm, konsentrasi 0,4% sebesar 12,5 μm, kosentrasi 0,9% sebesar 20 μm
diameter sel darahnya. Menurut Wiguna (2009) eritrosit pada katak
(Vejervarya cancrivora) memiliki bentuk oval dan memiliki ukuran yang
lebih besar daripada eritrosit manusia. Eritrosit dewasa berbentuk lonjong
atau bulat panjang, pipih dan memiliki inti. Eritrosit yang dimiliki katak
termasuk eritrosit yang terbesar dibandingkan hewan vetebrata lainnya.
Dengan adanya inti pada eritrosit katak maka dapat memperkecil ruang
bagi hemoglobin karena oksigen yag dibutuhkan oleh katak tidak hanya
diikat oleh sel darah merah di paru-paru, melankan dari oksigen yang
berdifusi melewati kulit mereka, maka hasil dari kelompok 6 dan 5 sesuai
dengan pustaka karena hasil yang ditunjukkan ukuran sel darah katak
lebih besar daripada ukuran sel darah manusia.
Hasil pada pengamatan waktu beku darah dari kelompok 1,2,3,4,5
dan 6 didapakan hasil yaitu 1,53 menit, 3 menit, 5,34 menit, 3,16 menit,
3,28 menit dan 3 menit. Menurut Pharmaspica (2011) waktu pembekuan
darah adalah waktu yang diperlukan dari saat darah keluar sampai
terbentuk benang fibrin pada proses pembekuan darah. Penderita
hemofilia, darah sukar membeku. Jika penderita mengalami luka ringan,
dapat mengakibatkan pendarahan yang serius. Masa pendarahan normal
1-3 menit, dari uraian tersebut hasil dari kelompok 1,2 dan 6 sesuai
dengan pustaka sedangkan pada kelompok 3, 4, dan 5 tidak sesuai
dengan pustaka karena adanya gangguan pada faktor koagulasi terutama
yang membentuk tromboplastin, maka akan memperpanjang waktu yang
dibutuhkan darah untuk membeku (Soebowo, 2002).
Osmoregulasi merupakan proses mengatur konsentrasi cairan dan
menyeimbangkan pemasukan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel
atau organisme hidup. Proses osmoregulasi diperlukan karena adanya
perbedaan konsentrasi cairan tubuh dengan lingkungan di sekitarnya.
Sebuah sel ketika menerima terlalu banyak air maka ia akan meletus
(lisis), begitupun sebaliknya, jika terlalu sedikit air maka sel akan
mengerut dan mati. Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana
untuk membuat zat-zat yang diperlukan oleh sel atau organisme hidup
(Soewolo, 1999).
Proses inti osmoregulasi, terjadi suatu peristiwa osmosis, dimana
perpindahan cairan yang encer ke cairan yang pekat sehingga akan
tercipta suatu kondisi konsentrasi yang sama dan disebut dengan
isotonis. Isotonis adalah dua macam larutan yang mempunyai tekanan
osmotik sama (isoosmotik) pada kondisi osmoregulasi, isotonis adalah
tekanan osmotik dua macam cairan misal tekanan osmotik antara cairan
tubuh dan air laut (lingkungan hidup hewan), pada keadaan normal
(osmosis), cairan akan mengalir dari cairan yang encer menuju cairan
yang pekat. Supaya tidak mengalir dari cairan yang encer ke cairan yang
pekat, maka diberikan tekanan dengan besaran tertentu, dan tekanan ini
disebut dengan tekanan osmotik larutan (besarnya tekanan yang
diperlukan untuk mencegah aliran cairan encer ke bagian pekat). Tekanan
osmotik sama dengan konsentrasi osmotik, sehingga apabila tekanan
osmotik tinggi, maka larutan konsentrasi osmotik juga akan tinggi.
Sehingga akan diperoleh larutan yang hiperosmotik (larutan yang
mempunyai konsentrasi osmotik lebih tinggi daripada larutan yang lain)
dan larutan yang hipoosmotik (larutan yang memiliki konsentrasi osmotik
lebih rendah daripada larutan lainnya) (Yuwono, 2001).
Tonisitas merupakan tanggapan suatu sel apabila sel tersebut
ditempatkan dalam larutan yang berbeda, jika sel darah merah
ditempatkan dalam aquades, air dari luar masuk ke dalam sel darah,
maka aquades bersifat hipotonis, sedangkan ketikan sel darah merah
ditempatkan dalam larutan garam, sel darah segera kehilangan air
(osmosis) sehingga mengkerut, maka larutan bersifat hipertonis serta
ketika sel darah merah ditempatkan dalam larutan, sel darah tidak
mengalami perubahan, maka larutan bersifat isotonis. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa penentuan sifat suatu larutan ditentukan oleh
tanggapan yang dihasilkan oleh sel (Kimball, 2008)
Sebagai respons terhadap kerusakan pembuluh darah, maka
rangkaian reaksi kimiawi yang kompleks terjadi dalam darah dan
melibatkan banyak faktor pembekuan darah. Hasil akhirnya adalah
terbentuknya suatu kompleks substansi teraktivasi yang secara kolektif
disebut aktivator prothrombin (Pharmaspica, 2011). Tromboplastin
terbentuk karena terjadi kerusakan pada trombosit, selama ada garam
kalsium dalam darah akan mengubah protothrombin menjadi thrombin
sehingga terjadi penggumpalan darah (Pearce, 2002). Aglutinasi atau
penggumpalan sel-sel darah merah dapat dipengaruhi berbagai zat, dan
dapat terjadi di dalam peredaran darah pada berbagai keadaan patologik.
Aglutinin yang terdapat di dalam plasma beberapa individu dapat
menyebabkan aglutinasi eritrosit orang lain. Aglutinin menjadi dasar dari
empat bagian darah. Menurut Leeson (1990) penggumpalan darah
diperlukan 4 faktor :
1). Garam kalsium yang dalam keadaan normal ada dalam darah.
2). Sel yang terluka yang membebaskan trombokinase.
3). Thrombin yang terbentuk dari prothrombin bila ada trombokinase.
4). Fibrin yang terbentuk dari fibrinogen disamping thrombin.
Hati mensintesis sebagian besar faktor pembekuan, sehingga
berperan penting dalam pembekuan darah. Penyakit hati yang
mengganggu sintesis ini dapat menimbulkan kesulitan pembekuan.
Vitamin K sangat penting dalam sintesis prothrombin dan faktor
pembekuan lainnya dalam hati. Absorpsi vitamin ini dari usus bergantung
pada garam empedu yang diproduksi hati. Jika duktus empedu tersumbat
(misalnya, oleh batu empedu), maka kemampuan untuk membentuk
bekuan akan berkurang (Wiguna, 2009).
Menurut Chandramin (1997), mekanisme pembekuan darah
merupakan proses autokatalis dan “self-limited” dimana pembentukan
thrombin yang memegang peranan yang cukup mengatasi efek anti
thrombin yang beredar dan serin protease inhibitor yang lain, fibrinogen
segera diubah menjadi fibrin dalam bentuk gel. Trombosit yang
menyentuh permukaan yang kasar akan pecah dan mengeluarkan enzim
Trombokinase (Tromboplastin). Prosesnya adalah sebagai berikut;
Trombosit pecah Þ Tromboplastin ion Ca Prothrombin Þ Thrombin –
Vitamin K - Fibrinogen Þ Fibrin (Leeson, 1990).
Mekanisme ekstrinsik pembekuan darah dimulai dari faktor
eksternal pembuluh darah itu sendiri. Tromboplastin (membran
lipoprotein) yang dilepas oleh sel-sel jaringan yang rusak mengaktivasi
prothrombin (protein plasma) dengan bantuan ion kalsium untuk
membentuk thrombin. Thrombin mengubah fibrinogen yang dapat larut,
menjadi fibrin yang tidak dapat larut. Benang-benang fibrin membentuk
bekuan, atau jarring-jaring fibrin, yang menangkap sel darah merah
trombosit serta menutup aliran darah yang melalui pembuluh yang rusak
(Wiguna, 2009).
Mekanisme instrinsik untuk pembekuan darah berlangsung dalam
cara yang lebih sederhana. Setiap faktor protein berada dalam kondisi
tidak aktif jika salah satu diaktivasi, maka aktivitas enzimatiknya akan
mengaktivasi faktor selanjutnya dalam rangkaian, dengan demikian akan
terjadi suatu rangkaian reaksi (cascade of reaction) untuk membentuk
bekuan, setelah terbentuk, bekuan akan beretraksi (menyusut) akibat
kerja protein kontraktil dalam trombosit. Jaring-jaring fibrin dikontraksi
untuk menarik permulakaan yang terpotong agar saling mendekat dan
untuk menyediakan kerangka kerja untuk perbaikan jaringan. Bersamaan
dengan retraksi bekuan, suatu cairan yang disebut serum keluar dari
bekuan. Serum adalah plasma darah tanpa fibrinogen dan tanpa faktor
lain yang terlibat dalam mekanisme pembekuan (Wiguna, 2009).
Walaupun tekanan parsial oksigen merupakan faktor yang penting
dalam menentukan kadar saturasi hemoglobin, terdapat beberapa faktor
lain yang juga mempengaruhi afinitas hemoglobin terhadap oksigen.
Faktor-faktor ini akan memberikan dampak terhadap kurva disosiasi
hemoglobin-oksigen secara keseluruhan dengan menyebabkan kurvanya
bergeser ke arah kiri (afinitas meningkat) atau ke arah kanan (afinitas
berkurang). Faktor-faktor tersebut adalah keasaman (pH), tekanan parsial
karbon dioksida dan zat 2,3-diphosphoglycerat (2,3-DPG) (Tortora dan
Derickson, 2006).
Faktor - faktor yang mempengaruhi fragilitas eritrosit adalah adanya
hemolisa. Ada 2 macam hemolisa, yaitu hemolisa osmotik dan hemolisa
kimiawi. Hemolisa osmotik terjadi karena adanya perubahan yang besar
antara tekanan osmosa cairan di dalam sel darah merah dengan cairan di
sekeliling sel darah merah. Dalam hal ini tekanan osmosa sel darh merah
jauh lebih besar daripada tekanan osmosa di luar sel. Tekanan osmosa di
dalam sel darah merah sama dengan tekanan osmosa larutan NaCl 0.9%.
Bila sel darah merah dimasukkan ke dalam larutan 0.8% belum terlihat
adanya hemolisa, tetapi sel darah merah yang dimasukkan ke dalam
larutan NaCl 0.4% hanya sebagian saja yang megalami hemolisa,
sedangkan sebagian sel darah merah yang lainnya masih utuh.
Perbedaan ini disebabkan karena umur sel darah merah, SDM yang
sudah tua, membran selnya mudah pecah sedangkan SDM muda
membran selnya masih kuat. Bila SDM dimasukkan ke dalam larutan NaCl
0.3% semua SDM akan mengalami hemolisa. Hal ini disebut hemolisa
sempurna. Larutan yang mempunyai tekanan osmosa lebih kecil daripada
tekanan osmosa ini SDM disebut larutan hipotonis, sedangkan larutan
yang mempunyai tekanan osmosa lebih besar dari tekanan osmosa isi
SDM disebut larutan hipertonis. Suatu larutan yang mempunyai tekanan
osmosa yang sama besar dengan tekanan osmosa isi SDM disebut
larutan isotonis. Sedangkan pada jenis hemolisa kimiawi, SDM dirusak
oleh macam-macam substansi kimia. Dinding SDM terutama terdiri dari
lipid dan protein, membentuk suatu lapisan lipoprotein. Jadi, setiap
substansi kimia yang dapat melarutkan lemak (pelarut lemak) dapat
merusak atau melarutkan membran SDM. Kita mengenal bermacam-
macam pelarut lemak, yaitu kloroform, aseton, alkohol benzen, dan eter.
Substansi lain yang dapat merusak membran SDM diantaranya adalah
bisa ular, bisa kalajengking, garam empedu, saponin, nitrobenzen,
pirogalol, asam karbon, resin, dan senyawa arsen. (Asscalbiass, 2011)
Sel penyusun suatu organisme pasti berada dalam suatu cairan yang
mengandung berbagai zat yang diperlukan oleh sel. Cairan tersebut
berupa cairan ekstraseluler yang dapat dibedakan menjadi cairan
interstitial dan/atau plasma darah. Sel pada umumnya berada dalam
cairan interstitial, sedangkan eritrosit berada dalam plasma darah.
Membran sel eritrosit seperti hanya membran sel lainnya tersusun atas
lipid bilyer, dan bersifat semipermeabel. Pada kondisi cairan hipertonis,
maka air akan berpindah dari dalam eritrosit ke luar sehingga eritrosit
akan mengalami penyusutan (krenasi). Sebaliknya pada kondisi larutan
hipotonis, maka air akan masuk ke dalam sitoplasma eritrosit sehingga
eritrosit akan menggembung yang kemudian pecah (lisis). Kecepatan
hemolisis dan krenasi eritrosit diperngaruhi oleh konsentrasi larutan
(Syamsuri 2000).
Hambatan dalam praktikum kali ini adalah ketika menyedot darah
pada jantung katak. Mungkin karena terlalu kecil ukuran kataknya
sehingga praktikan mengalami kesusahan untuk pengambilan darah.
Sehingga diperlukan katak yang sesuai agar bisa diambil darahnya tanpa
kesusahan.
III. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan dan pembahasan sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa :
1. Eritrosit pada katak (Vejervarya cancrivora) memiliki bentuk oval dan
memiliki ukuran yang lebih besar daripada eritrosit manusia. erotrosit
pada ikan dan vetebrata lainnya memiliki sel darah merah berinti dan
berwarna merah kekuningan dengan bentuk dan ukuran bervariasi
antara satu spesies dengan lainnya.
2. Waktu pembekuan darah adalah waktu yang diperlukan dari saat darah
keluar sampai terbentuk benang fibrin pada proses pembekuan darah.
Hasil pada pengamatan waktu beku darah dari kelompok 1,2,3,4,5 dan
6 didapakan hasil yaitu 1 menit, 3 menit, 2 menit, 1 menit, 1 menit dan
6 menit.
3. Mekanisme pembekuan darah adalah sebagai berikut; Trombosit pecah
> Tromboplastin ion Ca Prothrombin > Thrombin + Vitamin K +
Fibrinogen > Fibrin
DAFTAR REFERENSI
Anstee, D. J. 2010. The Functional Importance of Blood Group Active Molecules in Human Red Blood Cells. Vox Sanguinis. Vol (100):140-149.
Asscalbiass. 2010. Buku Petunjuk Praktikum Biokimia Kedokteran Blok Basic Science of Human Body(BSHB). Purwokerto
Chandramin. 1997. Sistem Pembekuan dan Fibronitik. Jurnal Kardiologi Indonesia. Vol. XXII:109-120.
Kimball, J.W. 1988. Biologi. Erlangga, Jakarta.
Leeson, T. 1990. Buku Ajar Histologi. EGC, Jakarta.
Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT.Gramedia, Jakarta.
Pharmaspica, 2011. Mekanisme Pembekuan Darah. http: //pharmaspica. blogspot.com/2010/11/mekanisme-pembekuan-darah.html. Diakses tanggal 11 November 2012.
Syamsuri, Istamar, dkk. 2000. Biologi 1B untuk SMU. Erlangga : Jakarta.
Subowo. 2002. Histologi Umum. Bumi Aksara, Jakarta.
Soewolo, M. Pd., dkk. 1999. Fisiologi Manusia. FMIPA UNM, Malang.
Tortora,G.J dan Bryan Derrickson. 2006. Principles of Anatomy and Physiology. 11th edition. USA: Wiley.
Yuwono, E. 2001. Fisiologi Hewan I. Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto.
Wiguna, I Komang. 2009. Aplikasi Ilmu Fisiologi Sistem Darah Dan CairanTubuh Dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Udayana, Denpasar.