Top Banner
HEMATOLOGI II Oleh : Nama : Cikha Farahdiba Iman Nim : B1J011157 Rombongan : III Kelompok : 6 Asisten : Santi Herowati LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I
21

laporan_H2

Dec 28, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: laporan_H2

HEMATOLOGI II

Oleh :

Nama : Cikha Farahdiba ImanNim : B1J011157Rombongan : IIIKelompok : 6Asisten : Santi Herowati

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2012

Page 2: laporan_H2

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup

(kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan

oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan

kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap

virus atau bakteri. fungsi utama darah ialah mengangkut oksigen dari

paru-paru atau insang ke jaringan tubuh. Darah mengandung hemoglobin

yang berfungsi sebagai pengikat oksigen. Sebagian hewan tak bertulang

belakang atau invertebrata yang berukuran kecil, oksigen langsung

meresap ke dalam plasma darah karena protein pembawa oksigennya

terlarut secara bebas.

Darah memiliki komposisi yang terdiri atas sekitar 55% cairan

darah (plasma) dan 45% sel-sel darah. Elemen pembentuk darah

meliputi tiga macam sel darah, yaitu sel darah merah (eritrosit), sel

darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Ketiga sel-sel

darah tersebut tergolong dalam unsur padat yang disebut korpuskuler.

Plasma darah adalah cairan bening kekuningan yang unsur pokoknya

sama dengan sitoplasma. Plasma terdiri dari 92% air dan mengandung

campuran kmpleks zat organik dan anorganik.

Darah berwarna merah karena adanya sel-sel darah merah. Sel

darah merah berbentuk bulat gepeng yang kedua permukaannya

cekung. Sel darah merah tidak memiliki inti sel dan mengandung

hemoglobin. Sel darah putih sesungguhnya tidaklah berwarna putih,

tetapi jernih. Disebut sel darah putih untuk membedakannya dari sel

darah merah yang berwarna merah. Sel darah putih bentuknya tidak

teratur atau tidak tetap. Tidak seperti sel darah merah yang selalu

berada di dalam pembuluh darah, sel darah putih dapat keluar dari

pembuluh darah. Kemampuan untuk bergerak bebas diperlukan sel

darah putih agar dapat menjalankan fungsinya untuk menjaga tubuh.

Sel darah putih memiliki inti sel tetapi tidak berwarna atau tidak

Page 3: laporan_H2

memiliki pigmen. Keping darah berbentuk bulat atau lonjong. Ukuran

keping darah lebih kecil daripada sel darah merah. Jumlahnya kurang

lebih 300.000 pada tiap 1 mm3 darah. Keping darah hidupnya singkat,

hanya 8 hari. Keping darah berfungsi pada proses pembekuan darah.

Saat terjadi luka, darah keluar melalui luka tersebut. Keping darah

menyentuh permukaan luka, lalu pecah dan trombokinase.

1.2 Tujuan

Tujuan praktikum Hematologi II ini adalah untuk memahami

respon sel darah merah terhadap berbagai macam media yang

mempunyai konsentrasi osmotis berbeda, dapat mengetahui

konsentrasi internal sel darah merah, memahami bentuk dan struktur

sel, membandingkan bentuk dan struktur sel darah katak dan manusia,

serta dapat memahami proses pembekuan darah dan menentukan

lamanya waktu pembekuan darah pada manusia.

Page 4: laporan_H2

II. MATERI DAN METODE

2.1 Materi

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah larutan NaCl

0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,9%, 1,0 %, darah katak (Vejervarya cancrivora) dan

darah manusia (Homo sapiens), kloroform, alkohol 70%, dan

antikoagulan.

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah lancet,

pembuluh kaca kapiler, objek gelas dan kaca penutup, mikroskop dan

syring.

2.2 Metode

Metode yang digunakan dalam praktikum pengamatan

konsentrasi, struktur sel dan waktu beku darah adalah sebagai berikut :

1. Konsentrasi Darah

a. Seekor katak dibius di dalam botol berisi kloroform atau eter dengan

cara membolak-balikkan botol. Selama pembiusan keadaan katak

diperhatikan agar tidak mati sebelum dilakukan diseksi. Bila katak

sudah tidak menunjukkan reaksi berarti pembiusan sudah cukup.

Jangan biarkan terlalu lama karena katak akan segera mati.

b. Katak dikeluarkan dari botol dan dilakukan diseksi di bagian ventral,

agar jantungnya dapat diisolasi.

c. Dibuat insisi dengan gunting pada bagian ventral sisi kiri atau kanan,

selanjutnya melintang di bagian posterior jantung. Kulit dan otot

ventral diangkat agar tampak jantung. Selanjutnya, insisi diteruskan

hingga rongga dada terbuka.

d. Setelah jantung katak diisolasi, kemudian syringe yang telah dibilas

larutan koagulan ditusukksn ke bagian ventrikel.

e. Darah dihisap sebanyak yang diperlukan (sekitar 1 ml) dengan jalan

menarik pompa syringe secara perlahan. Bila tarikan syringe terasa

Page 5: laporan_H2

berat, berarti ujung syringe tidak berada di tengah ruang ventrikel

atau karena tusukan tadi terlalu dalam.

f. Dalam posisi baik maka denyut jantung akan terasa membantu

tarikan syring. Syring dicabut dan segera diputar-putar agar darah

tercampur seluruhnya dengan senyawa anti beku.

g. Darah katak diteteskan pada gelas objek, kemudian ditambahkan

beberapa tetes larutan NaCl 0,2%, keduanya dicampurkan dengan

pengaduk gelas atau tusuk gigi, selanjutnya campuran cairan

tersebut segera ditutup dengan kaca penutup. Bila tidak segera

ditutup akan terjadi penguapan hingga mengubah konsentrasi

larutan NaCl.

h. Diamati campuran tersebut di bawah mikroskop.

i. Dilakukan langkah kerja diatas untuk tetesan darah berikutnya,

dengan menggunakan NaCl 0,4%, 0,6%, 0,9% dan 1,0%. Setiap

campuran darah pada konsentrasi tertentu harus segera diamati di

bawah mikroskop.

j. Ditentukan konsentrasi NaCl yang mana sel darah merah tidak

mengalami perubahan bentuk.

2. Stuktur Sel Darah Merah

a. Sediaan katak diperoleh dengan cara yang sama pada percobaan

sebelumnya, diisap lansung dari jantung.

b. Percobaan ini dibandingkan antara struktur sel darah merah katak

dan manusia. Pada gelas objek yang bersih dan kering, diteteskan

darah katak, kemudian ditambahkan beberapa tetes larutan NaCl

0,6%.

c. Setelah keduanya dicampur kemudian ditutup dengan gelas penutup

dan diamati di bawah mikroskop.

d. Untuk sediaan darah manusia diperoleh dengan jalan menusuk

ujung jari dengan lancet yang steril, dan darah yang keluar dapat

lansung digunakan untuk percobaan. Langkah percobaan

pengerjaan seperti pada percobaan sebelumnya.

Page 6: laporan_H2

e. Dilakukan prosedur di atas terhadap darah anda sendiri dengan

menggunakan NaCl 0,9%.

f. Perbedaan antara kedua sel darah yang diamati diperhatikan dan

dibuat gambar dari masing-masing sel tadi.

g. Jari bekas tusukan tadi dibersihkan dengan kapas beralkohol, kapas

dapat terus ditekan agar luka dapat segera menutup dengan

terbentuknya bekuan darah.

3. Waktu Beku Darah

a. Jari dibersihkan dengan alkohol 70%, setelah alkohol mongering jari

ditusuk dengan lancet steril atau lancet sekali pakai.

b. Pipa kapiler ditempelkan ke tetesan darah yang keluar dari jari.

c. Dengan interval waktu 1 menit pembuluh kaca kapiler dipotong

sedikit-demi sedikit sampai terlihat fibrin yang terbentuk ditandai

dengan potongan kapiler yang tetap menempel atau menggantung

setelah dipatahkan.

d. Waktu diperlukan darah untuk membeku dicatat, yaitu waktu sejak

jari dilukai hingga kapiler yang dipatahkan tetap menggantung.

Page 7: laporan_H2

Gambar pengamatan struktur sel darah

Sel Darah Manusia Sel Darah Katak

Sel Darah Katak, NaCl 0,2% Sel Darah Katak, NaCl 0,4%

Sel Darah Katak, NaCl 0,9%

Page 8: laporan_H2

3.1 Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum didapatkan bahwa darah katak

dengan konsentrasi larutan 0,2% memiliki diameter sel darah sebesar 13

μm, konsentrasi 0,4% sebesar 12,5 μm, kosentrasi 0,9% sebesar 20 μm

diameter sel darahnya. Menurut Wiguna (2009) eritrosit pada katak

(Vejervarya cancrivora) memiliki bentuk oval dan memiliki ukuran yang

lebih besar daripada eritrosit manusia. Eritrosit dewasa berbentuk lonjong

atau bulat panjang, pipih dan memiliki inti. Eritrosit yang dimiliki katak

termasuk eritrosit yang terbesar dibandingkan hewan vetebrata lainnya.

Dengan adanya inti pada eritrosit katak maka dapat memperkecil ruang

bagi hemoglobin karena oksigen yag dibutuhkan oleh katak tidak hanya

diikat oleh sel darah merah di paru-paru, melankan dari oksigen yang

berdifusi melewati kulit mereka, maka hasil dari kelompok 6 dan 5 sesuai

dengan pustaka karena hasil yang ditunjukkan ukuran sel darah katak

lebih besar daripada ukuran sel darah manusia.

Hasil pada pengamatan waktu beku darah dari kelompok 1,2,3,4,5

dan 6 didapakan hasil yaitu 1,53 menit, 3 menit, 5,34 menit, 3,16 menit,

3,28 menit dan 3 menit. Menurut Pharmaspica (2011) waktu pembekuan

darah adalah waktu yang diperlukan dari saat darah keluar sampai

terbentuk benang fibrin pada proses pembekuan darah. Penderita

hemofilia, darah sukar membeku. Jika penderita mengalami luka ringan,

dapat mengakibatkan pendarahan yang serius. Masa pendarahan normal

1-3 menit, dari uraian tersebut hasil dari kelompok 1,2 dan 6 sesuai

dengan pustaka sedangkan pada kelompok 3, 4, dan 5 tidak sesuai

dengan pustaka karena adanya gangguan pada faktor koagulasi terutama

yang membentuk tromboplastin, maka akan memperpanjang waktu yang

dibutuhkan darah untuk membeku (Soebowo, 2002).

Osmoregulasi merupakan proses mengatur konsentrasi cairan dan

menyeimbangkan pemasukan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel

atau organisme hidup. Proses osmoregulasi diperlukan karena adanya

perbedaan konsentrasi cairan tubuh dengan lingkungan di sekitarnya.

Sebuah sel ketika menerima terlalu banyak air maka ia akan meletus

Page 9: laporan_H2

(lisis), begitupun sebaliknya, jika terlalu sedikit air maka sel akan

mengerut dan mati. Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana

untuk membuat zat-zat yang diperlukan oleh sel atau organisme hidup

(Soewolo, 1999).

Proses inti osmoregulasi, terjadi suatu peristiwa osmosis, dimana

perpindahan cairan yang encer ke cairan yang pekat sehingga akan

tercipta suatu kondisi konsentrasi yang sama dan disebut dengan

isotonis. Isotonis adalah dua macam larutan yang mempunyai tekanan

osmotik sama (isoosmotik) pada kondisi osmoregulasi, isotonis adalah

tekanan osmotik dua macam cairan misal tekanan osmotik antara cairan

tubuh dan air laut (lingkungan hidup hewan), pada keadaan normal

(osmosis), cairan akan mengalir dari cairan yang encer menuju cairan

yang pekat. Supaya tidak mengalir dari cairan yang encer ke cairan yang

pekat, maka diberikan tekanan dengan besaran tertentu, dan tekanan ini

disebut dengan tekanan osmotik larutan (besarnya tekanan yang

diperlukan untuk mencegah aliran cairan encer ke bagian pekat). Tekanan

osmotik sama dengan konsentrasi osmotik, sehingga apabila tekanan

osmotik tinggi, maka larutan konsentrasi osmotik juga akan tinggi.

Sehingga akan diperoleh larutan yang hiperosmotik (larutan yang

mempunyai konsentrasi osmotik lebih tinggi daripada larutan yang lain)

dan larutan yang hipoosmotik (larutan yang memiliki konsentrasi osmotik

lebih rendah daripada larutan lainnya) (Yuwono, 2001).

Tonisitas merupakan tanggapan suatu sel apabila sel tersebut

ditempatkan dalam larutan yang berbeda, jika sel darah merah

ditempatkan dalam aquades, air dari luar masuk ke dalam sel darah,

maka aquades bersifat hipotonis, sedangkan ketikan sel darah merah

Page 10: laporan_H2

ditempatkan dalam larutan garam, sel darah segera kehilangan air

(osmosis) sehingga mengkerut, maka larutan bersifat hipertonis serta

ketika sel darah merah ditempatkan dalam larutan, sel darah tidak

mengalami perubahan, maka larutan bersifat isotonis. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa penentuan sifat suatu larutan ditentukan oleh

tanggapan yang dihasilkan oleh sel (Kimball, 2008)

Sebagai respons terhadap kerusakan pembuluh darah, maka

rangkaian reaksi kimiawi yang kompleks terjadi dalam darah dan

melibatkan banyak faktor pembekuan darah. Hasil akhirnya adalah

terbentuknya suatu kompleks substansi teraktivasi yang secara kolektif

disebut aktivator prothrombin (Pharmaspica, 2011). Tromboplastin

terbentuk karena terjadi kerusakan pada trombosit, selama ada garam

kalsium dalam darah akan mengubah protothrombin menjadi thrombin

sehingga terjadi penggumpalan darah (Pearce, 2002). Aglutinasi atau

penggumpalan sel-sel darah merah dapat dipengaruhi berbagai zat, dan

dapat terjadi di dalam peredaran darah pada berbagai keadaan patologik.

Aglutinin yang terdapat di dalam plasma beberapa individu dapat

menyebabkan aglutinasi eritrosit orang lain. Aglutinin menjadi dasar dari

empat bagian darah. Menurut Leeson (1990) penggumpalan darah

diperlukan 4 faktor :

1). Garam kalsium yang dalam keadaan normal ada dalam darah.

2). Sel yang terluka yang membebaskan trombokinase.

3). Thrombin yang terbentuk dari prothrombin bila ada trombokinase.

4). Fibrin yang terbentuk dari fibrinogen disamping thrombin.

Hati mensintesis sebagian besar faktor pembekuan, sehingga

berperan penting dalam pembekuan darah. Penyakit hati yang

mengganggu sintesis ini dapat menimbulkan kesulitan pembekuan.

Vitamin K sangat penting dalam sintesis prothrombin dan faktor

pembekuan lainnya dalam hati. Absorpsi vitamin ini dari usus bergantung

pada garam empedu yang diproduksi hati. Jika duktus empedu tersumbat

(misalnya, oleh batu empedu), maka kemampuan untuk membentuk

bekuan akan berkurang (Wiguna, 2009).

Page 11: laporan_H2

Menurut Chandramin (1997), mekanisme pembekuan darah

merupakan proses autokatalis dan “self-limited” dimana pembentukan

thrombin yang memegang peranan yang cukup mengatasi efek anti

thrombin yang beredar dan serin protease inhibitor yang lain, fibrinogen

segera diubah menjadi fibrin dalam bentuk gel. Trombosit yang

menyentuh permukaan yang kasar akan pecah dan mengeluarkan enzim

Trombokinase (Tromboplastin). Prosesnya adalah sebagai berikut;

Trombosit pecah Þ Tromboplastin ion Ca Prothrombin Þ Thrombin –

Vitamin K - Fibrinogen Þ Fibrin (Leeson, 1990).

Mekanisme ekstrinsik pembekuan darah dimulai dari faktor

eksternal pembuluh darah itu sendiri. Tromboplastin (membran

lipoprotein) yang dilepas oleh sel-sel jaringan yang rusak mengaktivasi

prothrombin (protein plasma) dengan bantuan ion kalsium untuk

membentuk thrombin. Thrombin mengubah fibrinogen yang dapat larut,

menjadi fibrin yang tidak dapat larut. Benang-benang fibrin membentuk

bekuan, atau jarring-jaring fibrin, yang menangkap sel darah merah

trombosit serta menutup aliran darah yang melalui pembuluh yang rusak

(Wiguna, 2009).

Mekanisme instrinsik untuk pembekuan darah berlangsung dalam

cara yang lebih sederhana. Setiap faktor protein berada dalam kondisi

tidak aktif jika salah satu diaktivasi, maka aktivitas enzimatiknya akan

mengaktivasi faktor selanjutnya dalam rangkaian, dengan demikian akan

terjadi suatu rangkaian reaksi (cascade of reaction) untuk membentuk

bekuan, setelah terbentuk, bekuan akan beretraksi (menyusut) akibat

kerja protein kontraktil dalam trombosit. Jaring-jaring fibrin dikontraksi

untuk menarik permulakaan yang terpotong agar saling mendekat dan

untuk menyediakan kerangka kerja untuk perbaikan jaringan. Bersamaan

dengan retraksi bekuan, suatu cairan yang disebut serum keluar dari

bekuan. Serum adalah plasma darah tanpa fibrinogen dan tanpa faktor

lain yang terlibat dalam mekanisme pembekuan (Wiguna, 2009).

Walaupun tekanan parsial oksigen merupakan faktor yang penting

dalam menentukan kadar saturasi hemoglobin, terdapat beberapa faktor

Page 12: laporan_H2

lain yang juga mempengaruhi afinitas hemoglobin terhadap oksigen.

Faktor-faktor ini akan memberikan dampak terhadap kurva disosiasi

hemoglobin-oksigen secara keseluruhan dengan menyebabkan kurvanya

bergeser ke arah kiri (afinitas meningkat) atau ke arah kanan (afinitas

berkurang). Faktor-faktor tersebut adalah keasaman (pH), tekanan parsial

karbon dioksida dan zat 2,3-diphosphoglycerat (2,3-DPG) (Tortora dan

Derickson, 2006).

Faktor - faktor yang mempengaruhi fragilitas eritrosit adalah adanya

hemolisa. Ada 2 macam hemolisa, yaitu hemolisa osmotik dan hemolisa

kimiawi. Hemolisa osmotik terjadi karena adanya perubahan yang besar

antara tekanan osmosa cairan di dalam sel darah merah dengan cairan di

sekeliling sel darah merah. Dalam hal ini tekanan osmosa sel darh merah

jauh lebih besar daripada tekanan osmosa di luar sel. Tekanan osmosa di

dalam sel darah merah sama dengan tekanan osmosa larutan NaCl 0.9%.

Bila sel darah merah dimasukkan ke dalam larutan 0.8% belum terlihat

adanya hemolisa, tetapi sel darah merah yang dimasukkan ke dalam

larutan NaCl 0.4% hanya sebagian saja yang megalami hemolisa,

sedangkan sebagian sel darah merah yang lainnya masih utuh.

Perbedaan ini disebabkan karena umur sel darah merah, SDM yang

sudah tua, membran selnya mudah pecah sedangkan SDM muda

membran selnya masih kuat. Bila SDM dimasukkan ke dalam larutan NaCl

0.3% semua SDM akan mengalami hemolisa. Hal ini disebut hemolisa

sempurna. Larutan yang mempunyai tekanan osmosa lebih kecil daripada

tekanan osmosa ini SDM disebut larutan hipotonis, sedangkan larutan

yang mempunyai tekanan osmosa lebih besar dari tekanan osmosa isi

SDM disebut larutan hipertonis. Suatu larutan yang mempunyai tekanan

osmosa yang sama besar dengan tekanan osmosa isi SDM disebut

larutan isotonis. Sedangkan pada jenis hemolisa kimiawi, SDM dirusak

oleh macam-macam substansi kimia. Dinding SDM terutama terdiri dari

lipid dan protein, membentuk suatu lapisan lipoprotein. Jadi, setiap

substansi kimia yang dapat melarutkan lemak (pelarut lemak) dapat

merusak atau melarutkan membran SDM. Kita mengenal bermacam-

Page 13: laporan_H2

macam pelarut lemak, yaitu kloroform, aseton, alkohol benzen, dan eter.

Substansi lain yang dapat merusak membran SDM diantaranya adalah

bisa ular, bisa kalajengking, garam empedu, saponin, nitrobenzen,

pirogalol, asam karbon, resin, dan senyawa arsen. (Asscalbiass, 2011)

Sel penyusun suatu organisme pasti berada dalam suatu cairan yang

mengandung berbagai zat yang diperlukan oleh sel. Cairan tersebut

berupa cairan ekstraseluler yang dapat dibedakan menjadi cairan

interstitial dan/atau plasma darah. Sel pada umumnya berada dalam

cairan interstitial, sedangkan eritrosit berada dalam plasma darah.

Membran sel eritrosit seperti hanya membran sel lainnya tersusun atas

lipid bilyer, dan bersifat semipermeabel. Pada kondisi cairan hipertonis,

maka air akan berpindah dari dalam eritrosit ke luar sehingga eritrosit

akan mengalami penyusutan (krenasi). Sebaliknya pada kondisi larutan

hipotonis, maka air akan masuk ke dalam sitoplasma eritrosit sehingga

eritrosit akan menggembung yang kemudian pecah (lisis). Kecepatan

hemolisis dan krenasi eritrosit diperngaruhi oleh konsentrasi larutan

(Syamsuri 2000).

Hambatan dalam praktikum kali ini adalah ketika menyedot darah

pada jantung katak. Mungkin karena terlalu kecil ukuran kataknya

sehingga praktikan mengalami kesusahan untuk pengambilan darah.

Sehingga diperlukan katak yang sesuai agar bisa diambil darahnya tanpa

kesusahan.

Page 14: laporan_H2

III. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan dan pembahasan sebelumnya dapat

disimpulkan bahwa :

1. Eritrosit pada katak (Vejervarya cancrivora) memiliki bentuk oval dan

memiliki ukuran yang lebih besar daripada eritrosit manusia. erotrosit

pada ikan dan vetebrata lainnya memiliki sel darah merah berinti dan

berwarna merah kekuningan dengan bentuk dan ukuran bervariasi

antara satu spesies dengan lainnya.

2. Waktu pembekuan darah adalah waktu yang diperlukan dari saat darah

keluar sampai terbentuk benang fibrin pada proses pembekuan darah.

Hasil pada pengamatan waktu beku darah dari kelompok 1,2,3,4,5 dan

6 didapakan hasil yaitu 1 menit, 3 menit, 2 menit, 1 menit, 1 menit dan

6 menit.

3. Mekanisme pembekuan darah adalah sebagai berikut; Trombosit pecah

> Tromboplastin ion Ca Prothrombin > Thrombin + Vitamin K +

Fibrinogen > Fibrin

Page 15: laporan_H2

DAFTAR REFERENSI

Anstee, D. J. 2010. The Functional Importance of Blood Group Active Molecules in Human Red Blood Cells. Vox Sanguinis. Vol (100):140-149.

Asscalbiass. 2010. Buku Petunjuk Praktikum Biokimia Kedokteran Blok Basic Science of Human Body(BSHB). Purwokerto

Chandramin. 1997. Sistem Pembekuan dan Fibronitik. Jurnal Kardiologi Indonesia. Vol. XXII:109-120.

Kimball, J.W. 1988. Biologi. Erlangga, Jakarta.

Leeson, T. 1990. Buku Ajar Histologi. EGC, Jakarta.

Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT.Gramedia, Jakarta.

Pharmaspica, 2011. Mekanisme Pembekuan Darah. http: //pharmaspica. blogspot.com/2010/11/mekanisme-pembekuan-darah.html. Diakses tanggal 11 November 2012.

Syamsuri, Istamar, dkk. 2000. Biologi 1B untuk SMU. Erlangga : Jakarta.

Subowo. 2002. Histologi Umum. Bumi Aksara, Jakarta.

Soewolo, M. Pd., dkk. 1999. Fisiologi Manusia. FMIPA UNM, Malang.

Tortora,G.J dan Bryan Derrickson. 2006. Principles of Anatomy and Physiology. 11th edition. USA: Wiley.

Yuwono, E. 2001. Fisiologi Hewan I. Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto.

Wiguna, I Komang. 2009. Aplikasi Ilmu Fisiologi Sistem Darah Dan CairanTubuh Dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Udayana, Denpasar.