This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
KETUA: Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
WAKIL KETUA I: Menteri Kesehatan
WAKIL KETUA II: Menteri Dalam Negeri
ANGGOTA
Sekretaris KPA Nasional : Dr. Nafsiah Mboi SpA, MPH
Menteri Agama
Menteri Sosial
Menteri Komunikasi & Informatika
Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata
Menteri Pendidikan Nasional
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Menteri Perhubungan
Menteri Negara Pemuda dan Olahraga
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala
BAPPENAS
Menteri Negara Riset dan Teknologi
Sekretaris Kabinet
Panglima Tentara Nasional Indonesia
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
Ketua Badan Narkotika Nasional
Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
Ketua Palang Merah Indonesia
Ketua Kamar Dagang dan Industri
Ketua Organisasi ODHA Nasional
ii
SAMBUTAN
MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh, Salam Sejahtera bagi kita semua.
Dalam rangka menjalankan tugas-tugas sebagaimana tercantum dalam Peraturan
Presiden Republik Indonesia No. 75 Tahun 2006, pada tahun 2007 KPA Nasional
semakin memperkuat kelembagaan KPA untuk memimpin dan mengelola respons
nasional secara strategis.
Menyusul Peraturan Presiden ini, telah dikeluarkan kebijakan-kebijakan nasional
antara lain untuk pencegahan penularan HIV pada pengguna narkoba suntik serta
kebijakan pembentukan KPA Provinsi dan Kabupaten Kota. Arahan kebijakan yang
tertulis dalam Strategi Nasional Penanggulangan AIDS dan Rencana Aksi Nasional
2007 – 2010 diharapkan semakin meningkatkan kerjasama multipihak untuk
mencapai sasaran nasional. Langkah-langkah pengelolaan respons menjadi lebih
strategis pada tahun 2007 ini, sehingga diharapkan KPA Nasional mampu memenuhi
mandat dari Presiden, yaitu penanggulangan AIDS yang lebih intensif, menyeluruh,
terpadu, dan terkoordinasi.
Kesejahteraan Rakyat Indonesia adalah tanggung jawab para pemimpinnya.
Pemimpin yang mengelola dengan baik sumber daya yang tersedia, yang memiliki
visi ke depan yang jelas dan ditunjang dengan sikap yang positif diharapkan mampu
membawa Indonesia keluar dari permasalahan HIV dan AIDS yang kian
memprihatinkan.
Laporan ini kami sampaikan kepada Presiden Republik Indonesia sebagai
pertanggung-jawaban pelaksanaan tugas yang digariskan dalam Peraturan
Presiden No. 75 Tahun 2006.
Saya sangat menghargai kerja keras anggota-anggota KPA Nasional beserta
jajarannya, dukungan internasional yang semakin harmonis, serta langkah-langkah
nyata KPA Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam melaksanakan program
penanggulangan AIDS yang efektif. Telah semakin jelas upaya yang saling
mendukung untuk meningkatkan status kesehatan dan kesejahteraan rakyat kita dari
ancaman epidemi HIV.
Wasalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
Selaku Ketua KPA Nasional
Ir. Aburizal Bakrie
iii
PENGANTAR SEKRETARIS KPA NASIONAL
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh, Salam Sejahtera untuk kita semua.
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Laporan KPA Nasional Tahun 2007
dengan tema Penguatan Kelembagaan KPA untuk Memimpin Respons Strategis,
telah selesai kami susun.
Tahun 2007 ditandai dengan meningkatnya komunikasi yang intensif baik di tingkat
pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. Tampak bahwa proses pengambilan
keputusan semakin melibatkan multipihak. Anggota KPA Nasional melalui Kelompok
Kerja AIDS di institusinya juga semakin menunjukkan kinerjanya. Pembinaan internal
organisasi serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia telah menjadi fokus
kegiatan tahun ini. Kita semua mulai merasakan dampak dari semakin meningkatnya
profesionalitas kerja KPA Nasional, KPA Provinsi maupun KPA Kabupaten/Kota.
Penanggulangan AIDS adalah tanggung jawab kita bersama – dan hanya dengan
bekerja saling membantu kita mampu melaksanakan penanggulangan AIDS yang
lebih intensif, terpadu dan terarah. Berbagai tantangan besar telah kita hadapi
bersama di tahun 2007. Kebersamaan serta peran kepemimpinan merupakan faktor
penting untuk semakin kuatnya kelembagaan memimpin respons.
Peningkatan kinerja di tahun 2007 ini selayaknya memacu semangat kita untuk
memperkuat kepemimpinan, khususnya di daerah pada tahun 2008 mendatang.
Sebagai ujung tombak upaya penanggulangan AIDS, para pemimpin di semua
tingkatan dan jajaran di daerah menentukan keberhasilan upaya yang berkualitas,
yang mampu menjangkau cakupan luas serta yang benar-benar menjadikan
program milik daerah. Dari semua yang ingin dicapai, yang terpenting adalah
masyarakat luas dapat merasakan hasil terkendalinya epidemi HIV, meningkatnya
kualitas hidup ODHA serta tersedianya program mitigasi yang melibatkan seluruh
pihak.
Dana domestik telah menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya, namun masih jauh dari kebutuhan daerah. Daerah juga telah mampu
menunjukkan layanan komprehensif. Pelaksanaan program tahun 2007 akan
menjadi pelajaran berharga untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah memberikan informasi dan dokumentasi kegiatan
untuk laporan ini. Tak lupa kami sampaikan permohonan maaf bila terdapat
kesalahan dalam laporan ini, dan mengharapkan masukan untuk perbaikan.
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Sekretaris KPA Nasional
Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH
KOMISI
PENANGGULANGAN
AIDS
iv
DAFTAR ISI
Sambutan ....................................................................................................................................... ii
menteri koordinator bidang kesejahteraan rakyat ................................................................ ii
Pengantar Sekretaris KPA Nasional ........................................................................................... iii
Daftar Isi .......................................................................................................................................... iv
Ringkasan Eksekutif ....................................................................................................................... v
Perkembangan Situasi Epidemi .................................................................................................. 1
Respons Nasional ........................................................................................................................... 5
2. Dukungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk Scaling-Up Program
Pencegahan Penularan HIV melalui Hubungan Seks Berisiko dan Penggunaan
Narkoba Suntik pada Puskesmas ..................................................................................... 31
3. Mendekatkan Sistem Layanan Kesehatan ke Masyarakat ................................... 35
Lampiran 3: Laporan Pelaksanaan Kegiatan Sektor ....................................................... 38
v
RINGKASAN EKSEKUTIF
Pada tahun 2007, perkembangan situasi epidemi HIV menunjukkan peningkatan
yang sangat tajam. Jumlah kasus HIV dan AIDS meningkat terus, dan dilaporkan
pada akhir tahun 2007 terdapat 11.141 pasien AIDS dan 6.066 orang HIV positif.
Jumlah ini diperkirakan hanya dari 10% dari seluruh orang yang terinfeksi HIV di
Indonesia.
Walaupun secara nasional prevalensi HIV masih tergolong rendah, tetapi di
beberapa tempat telah terjadi penularan yang cukup tinggi. Survei Terpadu HIV dan
Perilaku (Depkes RI 2006 – 2007) menemukan rata-rata prevalensi HIV pada
penduduk Tanah Papua mencapai 2,4%. Sementara di provinsi-provinsi lain dengan
tingkat epidemi tertinggi di Indonesia, ditemukan prevalensi yang tinggi pada
penduduk paling berisiko. Mereka adalah Pengguna Narkoba Suntik (52%), Penjaja
Seks (9%), dan Laki-laki yang seks dengan laki-laki (5%). Peningkatan penularan HIV
yang sangat tajam ini dipicu oleh peningkatan penggunaan narkoba suntik di awal
tahun 2000 dan hubungan seksual berisiko. Jika tidak dilakukan intervensi yang
intensif, diperkirakan pada tahun 2020 total kumulatif infeksi baru HIV dapat
mencapai 1,7 juta orang.
KPA Nasional sebagai institusi yang ditunjuk Presiden untuk memimpin respons
nasional telah mendukung upaya penanggulangan yang sistematis dan terpadu
dengan kebijakan-kebijakan yang disahkan pada tahun 2007 antara lain:
• Strategi Nasional Penanggulangan AIDS 2007-2010 dan Rencana Aksi
Nasional 2007 – 2010,
• Kebijakan Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS melalui Pengurangan
Dampak Buruk Pengguna Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif Suntik, serta
• Pedoman Umum Pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS dan
Pemberdayaan Masyarakat dalam Rangka Penanggulangan HIV dan AIDS di
Daerah.
Pada tanggal 19 Juli 2007 telah dilaksanakan Sidang Kabinet Terbatas dipimpin oleh
Presiden RI, dihadiri anggota KPA Nasional yang terdiri dari Menteri dan Kepala
Badan. Pertemuan ini memperkuat komitmen Pemerintah untuk menanggulangi AIDS
secara intensif yang berjalan dalam sistem kepemerintahan yang telah ada. Dengan
demikian penanggulangan AIDS dilakukan secara berkelanjutan dan merupakan
milik dari pemerintah sendiri, baik di tingkat pusat maupun daerah.
KPA Nasional menjalankan tugas-tugas penanggulangan AIDS didukung oleh
Sekretariat KPA Nasional yang terdiri dari tenaga profesional penuh waktu. Tugas-
tugas ini pelaksanaannya dipimpin oleh Tim Pelaksana dari masing-masing sektor,
serta didukung oleh Kelompok Kerja ataupun Tim Fasilitator tingkat nasional lainnya.
Di provinsi, Tim Asistensi bertugas untuk memberi dukungan teknis kepada KPA
Kabupaten/Kota. Untuk merangkum kinerja secara sistematis, dikembangkan dan
terus ditingkatkan sistem pendukung seperti monitoring, evaluasi dan pelaporan,
keuangan dan harmonisasi kinerja mitra internasional dan nasional.
vi
Program yang komprehensif diterapkan untuk secara bermakna menekan laju
penularan HIV. Program Pencegahan bertujuan untuk meningkatkan perilaku aman
tertular HIV, baik pada penduduk usia muda, maupun penduduk paling berisiko.
Program dilaksanakan untuk meredam penularan melalui penggunaan narkoba,
pada Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan, melalui hubungan seksual
berisiko, serta pemberdayaan masyarakat melalui pencegahan positif. Program
perawatan, dukungan dan pengobatan dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan
konseling dan testing, pencegahan penularan dari ibu ke bayi, dan pemberian
terapi antiretroviral.
Program yang komprehensif juga ditandai dengan peningkatan peran sektor untuk
penanggulanan AIDS dimulai dari lingkungan terdekat. Dunia usaha, dunia kerja,
sektor-sektor pendukung kesehatan, sektor-sektor yang menyasar pemuda melalui
pendidikan, sektor yang menyentuh penduduk rentan tertular seperti tentara, telah
berupaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat melindungi diri dan orang lain
dari penularan HIV. Begitu pula Departemen Dalam Negeri dengan upaya sosialisasi
Kebijakan Pembentukan KPA Daerah serta upaya-upaya di daerah.
Sejumlah 6 provinsi dari 33 provinsi di Indonesia, telah memiliki Peraturan Daerah
yang mendukung upaya penanggulangan AIDS (Riau, Sumsel, Jatim, Bali, NTT, dan
Papua Barat). Begitu pula 28 Kabupate/Kota. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa
terdapat korelasi antara meningkatnya kapasitas Sekretariat KPA Kabupaten/Kota
dengan meningkatnya alokasi dana untuk penanggulangan AIDS.
Sekretariat KPA Nasional mencatat peningkatan alokasi dana penanggulangan AIDS
baik di tingkat nasional, provinsi maupun Kabupaten/Kota. Sementara untuk dana
mitra internasional pada tahun 2007 masih ada. USAID masih berjalan dan program
Aksi Stop AIDS akan berakhir pada pertengahan tahun 2009, sementara IHPCP -
AusAID yang berakhir pada Maret 2008 akan dilanjutkan dengan program baru.
Rancangan program lanjutan AusAID telah dibahas secara intensif pada tahun 2007.
Dana DFID (Department for International Development) yang masuk dalam the
Indonesian Partnership Fund (IPF) telah sampai pada tahun kedua dan akan
diperpanjang penggunaannya sampai dengan tahun 2009. Pada tahun 2007,
negara Indonesia sempat mengalami restriksi untuk penggunaan dana Global Fund
ATM, namun dana dengan peruntukan penanggulangan AIDS, Tuberculosis dan
Malaria ini akan segera dialirkan kembali pada bulan Mei 2008.
Informasi-informasi yang kami sampaikan pada Laporan ini, mengarahkan kita pada
rekomendasi antara lain:
• Mengingkatkan alur koordinasi dan komunikasi KPA Nasional – Provinsi –
Kabupaten/Kota
• Meningkatkan alokasi dana domestik melalui APBN dan APBD untuk
memenuhi kebutuhan penanggulangan AIDS yang mampu meredam laju
epidemi yang terus meningkat
• Terus meningkatkan efektivitas koordinasi Tim Pelaksana
• Meningkatkan peran Pokja dalam menyiapkan rencana strategi dan
pedoman-pedoman kerja
• Meningkatkan penelitian dan penyediaan informasi strategis untuk
penetapan kebijakan baik di tingkat pusat maupun daerah.
1
PERKEMBANGAN SITUASI EPIDEMI
Jumlah kasus AIDS sebagaimana dilaporkan Departemen Kesehatan RI menunjukkan
peningkatan yang sangat cepat sejak awal tahun 2000, dan tren ini masih terus
terjadi sampai dengan akhir tahun 2007. Tercatat sejumlah 2.947 orang pasien AIDS
baru, atau menjadi 11.141 orang secara kumulatif dan 6.066 kasus HIV pada tahun
2007.
Secara nasional, tingkat
prevalensi HIV di Indonesia
masih tergolong rendah (0,16%),
namun analisis tingkat epidemi
di wilayah Indonesia ternyata
sangat beragam. Di beberapa
tempat telah terjadi penularan
yang tinggi, yaitu di atas 5%
pada penduduk paling berisiko,
dan bahkan di Tanah Papua,
melalui Survei Terpadu HIV dan
Perilaku (STHP) tahun 2006-2007
(Depkes RI – BPS) menunjukkan bahwa penularan HIV sudah sampai ke rumah
tangga (2,4%). Sedangkan STHP pada Penduduk Paling Berisiko di 7 Provinsi tertinggi
penularan HIV di Indonesia tahun 2007 (Depkes RI – BPS) menemukan bahwa
persentase penduduk paling berisiko yang terinfeksi HIV adalah sebagai berikut:
• pada penjaja seks (PS) rata-rata adalah 9,4%, dengan rincian 20% pada laki-
laki dan 7% pada perempuan,
• laki-laki yang seks dengan laki-laki (LSL) adalah 5,2%, dan
• pengguna narkoba suntik (Penasun) mencapai 52,4%, yaitu pada laki-laki
penasun 52,2% dan perempuan penasun 56,1%.
Jumlah Kasus AIDS terus meningkat tajam sampai akhir tahun 2007
Klasifikasi Epidemi HIV (WHO-UNAIDS) • Tingkat RendahTingkat RendahTingkat RendahTingkat Rendah: bila prevalensi HIV dari semua
kelompok di masyarakat, tidak ada yang lebih dari 5%
• TeTeTeTerkonsentrasirkonsentrasirkonsentrasirkonsentrasi: ”di sini transmisi banyak terjadi pada kelompok-kelompok tertentu saja”: prevalensi pada wanita hamil di perkotaan di bawah 1%, tetapi prevalensi pada kelompok risiko tinggi lebih dari 5%
• TergeneralisasiTergeneralisasiTergeneralisasiTergeneralisasi: ”di sini transmisi banyak terjadi di luar kelompok-kelompok berisiko”: prevalensi pada wanita hamil secara konsisten lebih dari 1%
Jumlah Kasus AIDS di Indonesia Berdasarkan Tahun Pelaporan sampai dengan 31 Desember 2007 (Depkes RI)
2947
607
2682
11141
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
1987 2000 2004 2007
Pertambahan
Kumulati f
Grafik 1
2
Jumlah Pasangan Seks Setahun Yang Lalu di Tanah Papua (STHP 2006-2007, Depkes - BPS).
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Lelaki
Perempuan
0
1
2+
Jumlah Pasangan
Seks
22%
8%
Dari rata-rata prevalensi HIV di Tanah Papua setinggi 2,4%, dengan gambaran per
wilayah wilayah: prevalensi HIV di wilayah pesisir sulit mencapai 3,2%, dan di wilayah
pegunungan 2,9%. Sementara di wilayah pesisir mudah justru lebih rendah
dibandingkan rata-rata prevalensi HIV di Tanah Papua, yaitu 1,8%. Dari karakteristik
penduduknya, prevalensi HIV pada penduduk laki-laki yang tidak disirkumsisi jauh
lebih tinggi (5,6%) dibandingkan penduduk laki-laki yang disirkumsisi (1,0%).
Tingkat prevalensi HIV pada
penduduk yang memiliki
pasangan tetap adalah 2,4%
sedangkan pada penduduk yang
mempunyai pasangan tidak
tetap adalah 4,3%.
Tampak bahwa perilaku seksual
penduduk Tanah Papua berisiko.
Terdapat lebih dari 20%
penduduk laki-laki Tanah Papua
memiliki banyak pasangan.
Walaupun tidak sebanyak
penduduk laki-laki, penduduk
perempuan yang memiliki
banyak pasangan juga cukup
tinggi (8%). Hal ini menunjukkan
bahwa hubungan seks
merupakan pemicu penularan
HIV di Tanah Papua (Grafik 2).
Sepuluh persen (10%) penduduk Tanah Papua, baik laki-laki maupun perempuan
melaporkan gejala Infeksi Menular Seksual (IMS) setahun lalu. Dari jumlah itu tampak
bahwa seks imbalan adalah faktor risiko utama untuk IMS (Grafik 3). Tiga puluh tiga
persen untuk seks imbalan (uang maupun lainnya) pada sampel dari populasi umum
merupakan angka yang cukup tinggi.
Peningkatan penularan HIV yang sangat tajam ini dipicu oleh infeksi
melalui penggunaan napza suntik dan hubungan seks berisiko.
10% 10%
23% 22%
32% 33%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
Lelaki Perempuan
Seksual Aktif
Banyak PasanganSeks
Seks Imbalan
Persentase Penduduk Tanah Papua Seksual Aktif Melaporkan Gejala Infeksi Menular Seksual setahun lalu, menurut jenis pasangan seks dan jenis kelamin (STHP 2006, Depkes RI – BPS)
Grafik 2
Grafik 3
3
Penularan HIV di berbagai tempat di Indonesia banyak terjadi pada pengguna
narkoba suntik. Grafik 4 menunjukkan peningkatan prevalensi HIV yang sangat cepat
pada populasi pengguna napza suntik yang secara berkala dilakukan sero survailans
di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO), Jakarta dari tahun 1996 sampai
dengan 2005.
Data dari Survei Surveilans
Perilaku pada Penasun
(BPS & Depkes RI,2004)
menunjukkan bahwa
perilaku seks penasun
sangatlah berisiko.
Selama 1 tahun terakhir
84% penasun melakukan
hubungan seks dengan
pasangan tetap, dan
hanya 12 persen yang
selalu menggunakan
kondom; pada 53%
penasun yang seks dengan bukan pasangan tetap, hanya 15% selalu menggunakan
kondom; pada 40% penasun seks yang dengan Wanita Penjaja Seks (WPS) hanya
29% selalu menggunakan kondom.
Penjaja seks yang terinfeksi kemudian menularkan HIV pada pelanggannya.
Diperkirakan terdapat 3.100.000 orang pelanggan penjaja seks di Indonesia
berdasarkan estimasi tahun 2006 (Depkes), dan banyak di antara mereka adalah
suami atau pasangan tetap dari perempuan yang hanya berhubungan seks dengan
pasangan tetapnya. Dari perempuan penularan HIV dapat terjadi pada bayi yang
dikandungnya.
Situasi epidemi ganda AIDS dan Narkoba terjadi di banyak tempat di
Indonesia.
Persentasi Penasun berhubungan seks dan penggunaan kondom (Sumber: Depkes RI) Grafik 5
Prevalensi HIV pada Pengguna Narkoba Suntik di RSKO, Jakarta (Sumber: Depkes RI) Grafik 4
8 4
5 3
4 0
1 21 5
2 9
0
1 0
2 0
3 0
4 0
5 0
6 0
7 0
8 0
9 0
P a s a n g a n t e t a p P a s a n g a n t i d a k t e t a p W P S
Per
sen
B e r h u b u n g a n s e k s s a t u t a h u n t e r a k h i r
S e l a l u p a k a i k o n d o m
D a r i y a n g b e r h u b u n g a n s e k s
D a r i y a n g b e r h u b u n g a n s e k s
J u m l a h r a t a - r a t a p a s a n g a n 3 o r a n g
D a r i y a n g b e r h u b u n g a n s e k s
J u m l a h r a t a - r a t a W P S 3 o r a n g
4
Sementara itu prevalensi HIV di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan
(LP/RT) cukup bervariasi. Surveilans sentinel pada narapidana (2005-2006)
menunjukkan prevalensi HIV narapidana sebesar 17,8% di Jakarta, 13,1% di Jawa
Barat, 35,5% di Banten, 28% di Lampung dan 4,5% di Bali.
Berdasarkan analisis epidemi, akan terus terjadi penambahan infeksi baru.
Pemodelan yang dilakukan dengan menggunakan data epidemi tahun-tahun
terakhir ini menghasilkan perkiraan bahwa pada tahun 2020 saja akan terjadi 175 ribu
infeksi baru, sehingga total kumulatif infeksi HIV di tahun 2020 adalah 1,7 juta orang.
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2.000
1990 1995 2000 2005 2010 2015 2020
Rib
uJu
mla
h
Infeksi Baru HIV Kumulatif Kasus HIV ODHA yang hidup
Bila kita analisis penyebarannya di Indonesia, dibandingkan dengan jumlah proyeksi
penduduk dewasa, maka tampak variasi perkiraan prevalensi HIV di Indonesia.
Dengan kondisi situasi epidemi yang bervariasi ini, maka respons penanggulangan
HIV dan AIDS harus dibangun mengikuti kondisi wilayah.
Berdasarkan situasi epidemi saat ini, dapat diprediksi semakin tingginya
infeksi HIV di masa datang
Penularan HIV yang sangat cepat juga terjadi di Lembaga
Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan
Pemodelan Tren Epidemi HIV di Indonesia (Sumber: Depkes RI) Grafik 6
Distribusi Prevalensi HIV (%). Gambar 1
Jumlah Orang
dengan HIV dan
AIDS Dewasa
tahun 2006:
193.000 (Sumber:
Depkes RI )
5
RESPONS NASIONAL
RESPONS KEBIJAKAN
Kebijakan-kebijakan yang lahir pada tahun 2007 tidak terlepas dari langkah-langkah
yang sudah ditempuh di tahun-tahun sebelumnya. Satu momentum yang
merupakan loncatan besar dalam penanggulangan AIDS di Indonesia adalah
dicapainya Komitmen Sentani 19 Januari 2004 yang ditanda tangani oleh 6 provinsi
dengan tingkat epidemi tertinggi saat itu, serta 6 Menteri, 1 Kepala Badan dan Ketua
Komisi VII DPR RI. Melalui kesepakatan inilah provinsi dan sektor semakin
meningkatkan upaya penanggulangan AIDS dalam wilayah kerja masing-masing.
Pada awal tahun 2006, upaya percepatan dimulai dengan peningkatan kinerja
sekretariat di tingkat Kabupaten/Kota melalui Program Akselerasi di 100
Kabupaten/Kota. Terbitnya Peraturan Presiden No.75 tahun 2006 tentang Komisi
Penanggulangan AIDS Nasional, pada bulan Juli 2006 semakin memperkokoh
dukungan pemerintah untuk meningkatkan upaya pencegahan dan
penanggulangan AIDS yang lebih intensif, menyeluruh, terpadu dan terkoordinasi.
Selanjutnya Strategi Nasional dan Rencana Aksi Nasional 2007 -2010 dikembangkan
melibatkan pihak-pihak terkait dengan menggunakan pendekatan epidemiologi,
penyediaan layanan kesehatan dan sosial. Pada awal tahun 2007, Strategi Nasional
KOMITMEN SENTANI 19 JANUARI 2004
1. Mempromosikan penggunaan kondom pada setiap aktifitas seksual berisiko
dengan target pencapaian 50% pada tahun 2005.
2. Menerapkan pengurangan dampak buruk penggunaan napza suntik.
3. Mengupayakan pengobatan HIV/AIDS termasuk penggunaan ARV kepada
minimum 5.000 ODHA pada tahun 2004.
4. Mengupayakan pengurangan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA.
5. Membentuk dan memfungsikan KPAD Provinsi/Kabupaten/Kota.
6. Mengupayakan dukungan peraturan perundangan dan penganggaran
untuk pelaksanaan penanggulangan HIV/AIDS tersebut.
7. Mempercepat upaya nyata dalam penanggulangan HIV/AIDS dengan
memperhatikan semua aspek (seperti pendidikan pencegahan, KIE,
pendidikan agama dan dakwah) yang nyata yang diketahui berpengaruh
dalam keberhasilan upaya tersebut.
6
(Stranas) telah ditetapkan melalui Permenko Kesra No.7 tahun 2007, sementara
dokumen Rencana Aksi Nasional digunakan sebagai penjelasan Stranas yang
merupakan pedoman pelaksanaan program penanggulangan AIDS berfokus pada
penduduk paling berisiko guna menekan laju penularan HIV di Indonesia.
Di awal tahun 2007 telah diterbitkan dua kebijakan tingkat menteri. Peraturan
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat No 2 tahun 2007 tentang
Kebijakan Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS melalui Pengurangan Dampak
Buruk Pengguna Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif Suntik. Melalui kesepakatan
tingkat menteri, kebijakan ini disusun. Penyusunan kebijakan ini dipimpin oleh Menteri
Koordinator Kesejahteraan Rakyat selaku Ketua KPA Nasional dengan pelibatan
penuh Kepala BNN/POLRI, Menteri Kesehatan dan Menteri Hukum dan HAM sebagai
Anggota KPA Nasional.
Lahirnya Permendagri No. 20/2007 tentang Pedoman Umum Pembentukan Komisi
Penanggulangan AIDS dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Rangka
Penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah, pada bulan April 2007 merupakan salah
satu bentuk tingginya komitmen Menteri Dalam Negeri untuk mengatasi permasalah
HIV melalui kepemimpinan daerah. Dalam Permendagri ini, jelas dicantumkan
organisasi KPA tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota, tugas dan tanggung jawab, serta
sumber pendanaan penanggulangan AIDS di daerah.
Merespons kebutuhan pendanaan di daerah, KPA Nasional melalui Menteri Dalam
Negeri menetapkan kebijakan Permendagri No.16/2006 jo No.59/2007 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai dasar pengelolaan perencanaan dan
penganggaran. Pertemuan pembahasan pelaksanaan penganggaran ini telah
dimulai pada tahun 2007, sehingga pada tahun 2008 diharapkan sudah dapat
diterbitkan pedoman penganggaran penanggulangan AIDS berkoordinasi dengan
Bappenas, Departemen Keuangan, dan Departemen Kesehatan.
RESPONS PENGELOLAAN
KPA Nasional. Peraturan Presiden No.75/2006 menetapkan bahwa Pengelolaan
Penanggulangan AIDS Nasional dilakukan oleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA)
Nasional yang diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Wakil
Ketua I Menteri Kesehatan, dan Wakil Ketua II Menteri Dalam Negeri. Anggota KPA
Nasional adalah:
1. Sekretaris KPA Nasional
2. Menteri Agama
3. Menteri Sosial
4. Menteri Komunikasi & Informatika
5. Menteri Hukum dan Hak Azasi
Manusia
6. Menteri Kebudayaan dan
Pariwisata
7. Menteri Pendidikan Nasional
8. Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi
9. Menteri Perhubungan
10. Menteri Negara Pemuda dan
Olahraga
11. Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan
12. Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional / Kepala
BAPPENAS
13. Menteri Negara Riset dan
Teknologi
14. Sekretaris Kabinet
15. Panglima Tentara Nasional
Indonesia
7
16. Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia
17. Kepala Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi
18. Kepala Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional
19. Ketua Badan Narkotika Nasional
20. Ketua Pengurus Besar Ikatan
Dokter Indonesia
21. Ketua Ikatan Ahli Kesehatan
Masyarakat Indonesia
22. Ketua Palang Merah Indonesia
23. Ketua Kamar Dagang dan Industri
24. Ketua Organisasi ODHA Nasional
Pada tahun 2007, tepatnya tanggal 19 Juli, telah dilaksanakan Sidang Terbatas yang
dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia dan dihadiri oleh Wakil Presiden, seluruh
Anggota KPA Nasional, Menteri Keuangan, dan Ibu Ani SBY yang secara intensif
membahas perkembangan situasi epidemi dan respons nasional untuk
penanggulangan AIDS. Di sini Presiden memberi arahan pentingnya peningkatan
dalam penaggaran AIDS
Dengan melaksanakan tugas-tugas KPA Nasional sebagaimana dalam Peraturan
Presiden 76/2006, KPA Nasional telah menjalankan fungsinya sebagai satu-satunya
badan otoritas yang memimpin pelaksanaan penanggulangan AIDS di Indonesia,
menetapkan satu kerangka strategi nasional serta satu kerangka monitoring dan
evaluasi nasional. Disebutkan pula fungsi dan peran perangkat-perangkat kerja dari
Tim Pelaksana, Kelompok Kerja dan Panel Ahli, dan Sekretariat.
Tim Pelaksana. Pada tahun 2007, dilaksanakan 3 kali pertemuan Tim Pelaksana dan
telah dicapai beberapa kesepakatan mendasar antara lain:
1. Terpilihnya Wakil Ketua Tim Pelaksana I Dr. Emil Agustiono dari Kemenkokesra dan
Wakil Ketua II DR. Kemal N. Siregar dari Sekretariat KPA Nasional.
2. Anggota Tim Pelaksana KPA Nasional secara rutin setiap 3 bulan menyerahkan
laporan pelaksanaan kegiatan ke Sekretariat KPA Nasional.
3. Penyerahan laporan negara dua tahunan: Laporan UNGASS.
4. Hari AIDS Sedunia Tahun 2007 yang pelaksanaannya dipimpin oleh BKKBN.
5. Perencanaan penanggulangan AIDS yang terkoordinasi dipimpin oleh Bappenas.
Dengan berjalannya Tim Pelaksana, telah terjadi peningkatan kinerja, kebersamaan
dan komunikasi antara sektor-sektor anggota KPA Nasional. Secara bertahap peran
dan aktivitas kelompok kerja AIDS sektor juga semakin meningkat. Hasil pemantauan
yang dilakukan pada September 2007, mencatat bahwa Menko Kesra, Menneg PP,
Grafik 9 Perkiraan Infeksi Baru sampai dengan tahun 2020
14
KONDOM SEBAGAI ALAT PENCEGAHAN PENULARAN HIV PADA HUBUNGAN SEKS
BERISIKO
Bila digunakan dengan benar, kondom memiliki efektivitas yang tinggi dalam mencegah
kehamilan dan penularan infeksi meluar seksual termasuk HIV, karena kondom yang
dipasarkan telah melewati tiga tahap uji kebocoran.
Tiga Tahap Tes Kebocoran: (1) Elektronik (2) tekanan udara (3) pengisian air
Pembuatan Kondom
Kondom Perempuan yang transparan, terbuat
dari bahan karet lateks alami, sangat elastis,
berlubrikasi dan telah teruji aman digunakan.
Bahan spons ditekuk dan didorong sehingga
berada di dalam vagina dan rangka segitiga
berada di luar vagina. Berbeda dengan
kondom laki-laki, kondom perempuan dapat
digunakan maksimum 5 jam sebelum
berhubungan seksual. Saat ini kondom
perempuan dapat diperoleh di apotik dan
toko obat.
Strategi peningkatan
penggunaan kondom tidak
hanya dilakukan pada perilaku
seks berisiko. Pada peluncuran
kondom perempuan pada
tanggal 4 Februari 2007, Menteri
Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat selaku
Ketua KPA Nasional mengajak
masyarakat untuk mengenal
kondom perempuan sebagai
alternatif metode perlindungan
ganda – pencegahan
kehamilan dan pencegahan
penularan infeksi menular seksual
(IMS).
Dibandingkan kondom laki-laki,
proporsi penggunaan kondom
perempuan saat ini memang
masih jauh lebih kecil, namun
penting karena kondom
perempuan adalah alat yang
berada dalam kendali
perempuan untuk secara aktif
melindungi dirinya.
15
PROGRAM PERAWATAN, DUKUNGAN DAN PENGOBATAN
Hingga akhir 2007 ada 296 klinik VCT di Indonesia, ditambah menjadi 153 RS yang
memberi ARV gratis, dan 19 RS dengan program PMTCT (Program pencegahan
penularan HIV dari Ibu ke Bayi yang dikandung).
Sebanyak 30,8% (52,2% perempuan dan 25,1% laki-laki) penjaja seks, dan sebanyak
35,9% (35,7% perempuan dan 41,5% laki-laki) pengguna napza suntik menerima
layanan tes HIV dan mengetahui status HIV-nya pada 12 bulan terakhir.
ARV sudah dapat diperoleh di Indonesia sejak tahun 2004, dan hingga Desember
2007, ada 24.086 orang terdeteksi HIV dan 62,5% memenuhi syarat memperoleh
pengobatan ARV. Hingga akhir Desember 2007 sekitar 6.632 (58%) orang masih
menerima layanan ARV.
Persentase orang dewasa dan anak-anak yang menerima ART (dibandingkan
dengan estimasi jumlah ODHA pada usia tertentu): Orang dewasa dan anak-anak
(24,8%), Laki-laki (22,2%), Perempuan (43,8%), usia di bawah 15 tahun (25,3%), dan di
atas 15 tahun (24,8%). Perempuan hamil positif HIV yang menerima ART untuk
mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke bayi yang dikandungnya adalah 3,5%
(Data diperoleh dari Monitoring P2PL, Depkes RI).
Terdapat 20 jaringan rujukan untuk IMAI (Integrated Mangement Adult and
Adolescent Illness - perawatan ODHA berbasis Puskesmas).
PELAKSANAAN PERAN DAN TANGGUNG JAWAB KPA
KPA NASIONAL
Berdasarkan Survei Respons Nasional terhadap HIV dan AIDS tahun 2006-2007 –Status
Sektor Nasional, yang dilaksanakan oleh Sekretariat KPA Nasional pada 31
Departemen/Lembaga anggota KPA Nasional, baik yang ditunjuk berdasarkan
Keputusan Presiden No. 36 tahun 1994 maupun Peraturan Presiden No. 75 Tahun
MENGGERAKKAN MASYARAKAT DENGAN PELIBATAN MULTIPIHAK
Keterlibatan penuh masyarakat serta meningkatnya pemberdayaan masyarakat
merupakan syarat keberhasilan program penanggulangan AIDS yang berkelanjutan.
Dengan semakin terbukanya akses layanan kesehatan maka semakin banyak orang
mengetahui status HIV sehingga program pencegahan yang komprehensif dapat
dilaksanakan. Pencegahan Positif adalah salah satu bentuk upaya dimana dengan
mengetahui status HIVnya, ODHA dapat secara aktif mencegah penularan baru. HIV stop
di sini. Selain tersedianya layanan kesehatan, cara ini dapat berhasil jika tidak ada stigma
dan diskriminasi, serta adanya dukungan dari masyarakat itu sendiri. Kelompok Dukungan
Sebaya (KDS) adalah salah satu bentuk dukungan yang langsung dari dan untuk ODHA
ataupun OHIDHA. Sementara mereka yang mendorong terbentuknya KDS ini disebut
dengan Kelompok Penggagas. Hingga akhir tahun 2007 terdapat 19 Kelompok
Penggagas, dan minimal ada 115 KDS yang didukung, melayani lebih kurang 5000 ODHA
di 71 Kabupaten/Kota (informasi dari Yayasan Spiritia – anggota KPA Nasional)
16
Gambar 3: Deklarasi Indonesian Business Coalition on AIDS (IBCA) yang dirangkaikan dengan acara “Stop AIDS Start Running” yang dilepas oleh Bpk Wapres H.M. Jusuf Kalla di Jakarta
2006, diperoleh informasi, bahwa 18 dari 31 departemen/lembaga telah membentuk
pokja atau menunjuk unit organisasi, menyusun kebijakan dan rencana kerja serta
menyediakan anggaran untuk menangani HIV dan AIDS (lihat Lampiran 1):
1. Pokja telah dibentuk oleh Menko Kesra, Menneg PP, Menhan, Ditjen
5. Departemen/badan yang menurut Strategi Nasional 2003 mempunyai peran
dan tanggung jawab, namun tidak disebut lagi dalam Strategi Nasional 2007
adalah Deplu, Dephan, Depperindag, BPOM, dan Deptan.
UPAYA DUNIA USAHA MENANGGULANGI HIV/AIDS DI TEMPAT KERJA
Upaya dunia usaha dalam
penanggulangan AIDS semakin
terlihat dengan dikeluarkannya
Deklarasi Indonesian Business
Coalition on AIDS (IBCA) pada
acara “Stop AIDS Start Running”
pada tanggal 2 Desember 2007,
dalam rangka memperingati Hari
AIDS Sedunia. Pada kesempatan
ini, Bapak Wakil Presiden RI M. Jusuf Kalla
menyambut baik gagasan dunia usaha, yang
terdiri atas Sintesa Group, Gajah Tunggal, Sinar
Mas Group, Chevron Indo Asia, PT Freeport
Indonesia, British Petroleum dan PT Unilever
Indonesia Tbk untuk bergabung. Beliau
menegaskan bahwa HIV/AIDS adalah
permasalahan yang harus kita tanggulangi
bersama.
Pada acara tersebut Ibu Shinta Widjaja
Kamdani selaku ketua Indonesian Business
Coalition on AIDS (IBCA) dan juga pengurus
Gambar 2 Fun Run: Wapres H.M. Jusuf Kalla beserta Menkokesra Aburizal Bakrie mengikuti kegiatan Stop AIDS Start Running dalam rangka Hari AIDS Sedunia di Kawasan Bundaran HI, Jakarta, 2 Desember 2007
17
Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia memulai pembacaan deklarasi, yang
diikuti dengan penekanan tombol sirene oleh para pimpinan perusahaan Founding
Members IBCA dan pengguntingan balon udara oleh Ibu Nafsiah Mboi selaku
Sekretaris KPA Nasional dan Bapak Menkokesra Abu Rizal Bakrie. Selanjutnya Bapak
Wapres RI melepas peserta Fun Run yang diikuti oleh ribuan masyarakat dari Ibukota
serta dimeriahkan oleh penampilan artis-artis Ibukota dan kesenian Tanjidor keliling.
PENGEMBANGAN SISTEM MONEV DAN PELAPORAN VCT SERTA PENGUATAN
SURVEILANS BERBASIS JEJARING VCT DI INDONESIA
Merespons pentingnya Konseling dan Tes Sukarela (VCT) dalam penanggulangan
AIDS, yaitu sebagai pintu masuk upaya pencegahan dan pengobatan, maka
dukungan terhadap layanan berkualitas VCT harus ditingkatkan. Dari bulan Oktober
2006 sampai Desember 2007 Departemen Kesehatan RI telah melakukan ujicoba
pengembangan percontohan Surveilans berbasis VCT dengan melibatkan 8 lokasi
VCT di Jakarta dan Bali (PKBI Jakarta, Kios Atmajaya, RSKO, PPTI, dan RSCM di DKI
Jakarta serta RS Sanglah, Yayasan Kerti Praja dan RSUD Kabupaten Buleleng di Bali).
Hasil ujicoba telah dievaluasi pada bulan Juli 2007 dengan temuan antara lain
jumlah klien yang mendatangi klinik VCT selama tahun 2007 adalah 6.475 orang dan
94,7% di antaranya adalah klien baru. Klien cenderung mendatangi klinik satelit
(56,3%) dan terbanyak memiliki alasan karena mereka merasa memiliki risiko tinggi
tertular HIV (46,7%). Dari karakteristiknya, 56% adalah laki-laki dan sisanya
perempuan, 46% belum menikah, 39% menikah dan 15% pernah menikah. Sebanyak
4.129 orang (67,3%) memiliki pekerjaan, 20,6% penjaja seks, 15,4% penasun dan 11,1%
pelanggan penjaja seks.
Dari tingkat prevalensi HIV, pada klien perempuan mencapai 86,4% dan laki-laki 76%.
Sementara prevalensi berdasarkan kelompok risiko, 92% pada penjaja seks, 85%
Hasil di atas menkonfirmasi kebutuhan yang tinggi untuk penyediaan layanan VCT
yang lebih luas. Kajian ini kemudian sampai pada kesepakatan penggunaan formulir
yang sederhana, sistematis dan mudah diaplikasikan, serta perluasan
pengembangan jejaring ini ke 12 provinsi lainnya sebanyak 30 lokasi. Jadi hingga
akhir tahun 2007, ada 37 lokasi (RSCM tidak meneruskan pengumpulan data sejak
Juni 2007) di 14 Provinsi.
Berbagai kegiatan Dunia Usaha:
� KADIN Indonesia: Workshop Penyuluhan Intensif Penangkalan AIDS (PIPA) di Tempat
Kerja dengan pembicara dr. Sarsanto W. Sarwono, Sp.OG (dokter dan pengurus
Yayasan AIDS Indonesia) dan Samsul Rahman (ESQ Leadership Center).
� TOT kepada perusahaan anggota Kadin, Asosiasi dan APINDO untuk menjadi Penggerak
Pencegahan/ Penanggulangan HIV/AIDS di perusahaan.
18
MENGGERAKKAN GENERASI MUDA WASPADA HIV
Sebagaimana berbagai temuan
menunjukkan bahwa penduduk usia
muda sangat rentan tertular HIV. BKKBN,
Departemen Kesehatan, Departemen
Sosial dan Kementerian Pemuda dan
Olah Raga melaksanakan upaya-upaya
untuk menghindarkan pemuda dari
infeksi HIV.
BKKBN: Melalui Lomba Rap Generasi
Muda Dalam Rangka Peringatan Hari
AIDS Sedunia tahun 2007 generasi muda
belajar materi HIV dan AIDS. Kemudian melalui media seni memberikan informasi
kepada para remaja lain untuk melindungi diri sendiri dari bahaya Narkoba dan
HIV/AIDS.
Kegiatan ini sejalan dengan program BKKBN untuk meningkatkan pengetahuan
remaja (22% dari total penduduk Indonesia) tentang Kesehatan Reproduksi Remaja
(KRR), agar tidak mulai berperilaku risiko, seperti mencegah terjadinya Kehamilan
Tidak Diinginkan (KTD), tertular infeksi menular seksual IMS dan HIV/AIDS.
DEPDIKNAS: Hari AIDS Sedunia juga digunakan Departemen Pendidikan Nasional
untuk meluncurkan Buku
Modul Pendidikan
Pencegahan HIV dan AIDS
dengan pendekatan Life Skill
Education yang juga disertai
Pameran buku dan poster
serta lomba-lomba (poster,
penulisan esai, dan lomba
penyuluhan). Pada tanggal 7
Desember 2007 ini juga
digelar seni budaya
bernuansa HIV dan AIDS serta
penggalangan ikrar bagi
pelajar, mahasiswa dan
institusi untuk pencegahan
HIV dan AIDS.
Gambar 4 : Lomba Rap Hari AIDS Sedunia
Gambar 5: Peluncuran Buku Modul Pendidikan Pencegahan HIV dan AIDS dengan pendekatan Life Skill Education oleh Bapak Sekretaris Jeneral Departemen Pendidikan Nasional selaku Ketua Pokja AIDS
19
MENEGPORA: Dalam rangka
menunaikan tugas tanggung
jawab untuk menyelamatkan
generasi muda dari perilaku
penyalah-gunaan narkoba
melalui peningkatan pendidikan,
pembinaan dan pencegahan
sejak dini Kementerian Negara
Pemuda dan Olahraga
melaksanakan Lokakarya dan
Pembentukan kader pemuda
Bersih Narkoba, HIV dan AIDS
“PANTAS JUARA” di Pontianak,
Manado dan Cibinong.
PENYEDIAAN LAYANAN KOMPREHENSIF UNTUK TENTARA DAN MASYARAKAT
INDONESIA
Dalam rangka terus membina kualitas Tentara Nasional Indonesia, penyediaan
layanan komprehensif sangat penting. Perkembangan epidemi HIV ini direspons
Panglima TNI dengan mengupayakan secara sistematis pendidikan, penyediaan
tenaga dan fasilitas kesehatan serta sistem pemantauan di seluruh nusantara.
Penyediaan layanan kesehatan ini tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan
kualitas tentara saja, tetapi juga turut mendukung upaya pencegahan HIV dan AIDS
bagi seluruh masyarakat di sekitar, termasuk menjangkau ke lokasi-lokasi paling
berisiko.
Pelatihan untuk Pelatih Tenaga Kesehatan
Penanggulangan AIDS untuk konseling dan testing,
(VCT), perawatan (IMAI dan IMS) dukungan
(Manager Kasus), serta Laboratorium. Kegiatan ini
juga ditindak-lanjuti dengan mentoring klinik fasilitas
kesehatan TNI yang memiliki layanan Neuro AIDS,
Kelainan kulit, Kelainan Gilut, berbagai IO, serta
Koinfeksi Hepatitis C. Dukungan-dukungan seperti
distribusi rapid tes di Tanah Papua dilakukan
sehingga tenaga-tenaga terlatih dapat segera
melaksanakan fungsi melayani.
Sejalan dengan penyediaan layanan kesehatan
yang komprehensif, advokasi-advokasi yang intensif
kepada pejabat di daerah dilaksanakan pelatihan
Peer Leader serta pemberian informasi HIV. Hingga
akhir Desember 2007, tercatat sejumlah 4,627
personil TNI telah mengikuti sesi sosialisasi.
Pada trimester terakhir, melalui Kelompok Kerja AIDS
TNI, Modul Pelayanan untuk TNI yang terdiri dari VCT,
Gambar 6: Kegiatan Pemuda Bersih Narkoba, dan HIV/AIDS yang diterima oleh Bpk. Menpora Adhyaksa Dault
Gambar 7: Seorang dokter, sekaligus konselor di Rumah Sakit Wirasakti yang selain melayani kesehatan TNI juga memberikan layanan VCT di Lapas NTT.
20
IMAI, Laboratorium dan CST telah selesai.
Fasilitas kesehatan TNI tersedia dari tingkat pusat hingga tingkat pelosok dan telah
memiliki sistem pemantauan dasar, sehingga sistem pemantauan layanan HIV ini,
dikembangkan melalui sistem yang sudah ada. Pada tahun ini pula TNI telah
melaksanan Sero Surveilans terhadap 4,816 personilnya.
Sebagai bagian dari Rumah Sakit Rujukan, tenaga-tenaga terlatih terus mengikuti
perkembangan pengobatan, khususnya ARV. WHO maupun GFATM berkesempatan
untuk mempelajari sistem logistik, pencatatan dan pelaporan dilaksanakan.
MELALUI PERATURAN MENDAGRI NO.20/2007, DEPARTEMEN DALAM NEGERI
MERANGKUL 33 PROVINSI UNTUK PENANGGULANGAN AIDS
Terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri No.20 Tahun 2007 tentang Pedoman
Umum Pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS dan Pemberdayaan Masyarakat
dalam Penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah merupakan langkah yang sangat
strategis dalam upaya memperluas jangkauan penanggulangan AIDS di Indonesia.
Kegiatan sosialisasi peraturan baru ini dilakukan ke 33 Provinsi di Indonesia disertai
pengiriman dokumen beserta bantuan
untuk pelaksanaannya.
Upaya sosialisasi informasi HIV dilakukan
dengan Pelatihan Keterampilan
Penanganan Masalah HIV dan AIDS
bekerjasama dengan Balai PMD (Bandar
Lampung, Malang dan DI Yogyakarta). Di
tingkat pusat dilakukan sosialisasi
penanggulangan HIV dan AIDS bagi
anggota KORPRI, Pengurus Dharma Wanita
Persatuan di Lingkungan Ditjen PMD
Depdagri dan Pengurus Tim Penggerak PKK.
Sementara itu Iklan Layanan Masyarakat tentang Pemberdayaan Masyarakat dalam
Penanggulangan HIV dan AIDS ditayangkan melalui media elektronika.
MENCEGAH PENULARAN HIV DI DUNIA KERJA
Dunia Kerja merupakan pintu masuk yang strategis untuk melaksanakan program
pencegahaan HIV pada tenaga produktif Indonesia. Melalui program di Tempat
Kerja, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengajak para pekerja, khususnya
pekerja laki-laki yang berada di daerah jauh dari keluarga dan memiliki uang (3M:
Mobile Man with Money). Melalui Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
perusahaan, pelatihan HIV dan AIDS diberikan kepada petugas kesehatan,
sebagaimana menjadi kebijakan nasional yang didukung oleh Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 68 tahun 2004. Untuk mengawal pelaksanaan
yang efektif, maka pegawai pengawas ketenagakerjaan dilatih untuk menjadi
pelatih. Sejalan dengan pelaksanaan program, monitoring dan evaluasi dilakukan
dengan melibatkan perwakilan Depnakertrans, Disnakertrans, KPA Provinsi, APINDO,
dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Sementara untuk melihat tingkat partisipasi
Gambar 8: Pelatihan Keterampilan Penanganan Masalah HIV dan AIDS di Balai PMD Lampung
21
perusahaan dalam program pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS di tempat
kerja dilakukan survei.
Sementara untuk pencegahan HIV dan AIDS pada Tenaga Kerja Indonesia yang
akan berangkat ke luar negeri, diberikan sosialisasi HIV dan AIDS pada saat
pembekalan akhir pemberangkatan (PAP) calon TKI.
UPAYA PENINGKATAN KAPASITAS TENAGA KESEHATAN UNTUK
PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS
Sejak berdirinya Sekretariat HIV/AIDS
PB IDI tahun 2005, telah secara rutin
dilakukan diseminasi informasi
melalui media komunikasi BIDI
(Berita Ikatan Dokter Indonesia).
Pada tahun 2007 bekerjasama
dengan Perhimpunan Dokter Peduli
AIDS Indonesia (PDPAI) dan
Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia
(PPHI) didukung oleh Australasian
Society for HIV Medicine (ASHM)
diselenggarakan pelatihan HIV/AIDS
Koinfeksi Virus Hepatitis. Telah dibuat
Nota Kesepahaman PB IDI dan
ASHM ditandatangani oleh Ketua PB IDI yang juga merupakan Anggota KPA
Nasional untuk lebih meningkatkan kontribusi dalam penanggulangan AIDS di
Indonesia.
Pelatihan-pelatihan yang bersifat nonmedis juga diberikan, misalnya pelatihan
menghadapi media, pelatihan cara membuat publikasi ilmiah, dan pelatihan
komunikasi. Salah satu bentuk dukungan nyata adalah konferensi pers untuk
mendukung penggunaan kondom sebagai alat pencegahan penularan HIV dan
AIDS.
DUKUNGAN BERBASIS PANTI DAN BERBASIS MASYARAKAT UNTUK ANAK DENGAN
HIV DAN AIDS BESERTA KELUARGA
Departemen Sosial pada tahun 2007 ini
semakin meningkatkan koordinasi dengan
daerah untuk memberi dukungan
berbasis panti dan berbasis masyarakat
kepada Anak dengan HIV dan AIDS
(ADHA) dan keluarganya. Selain
memfasilitasi layanan konseling,
pengobatan dan perawatan,
Departemen Sosial juga
mengembangkan program bantuan
untuk perbaikan gizi dan pendidikan serta
paket wirausaha yang diberikan kepada
keluarga.
Gambar 9: Dr. dr. Fahmi Idris, Mkes, Ketua PB IDI selaku Anggota KPA Nasional pada Penandatanganan Nota Kesepahaman dengan Prof. Dr. Anne Micjh dari ASHM
Gambar 10: Lokakarya Care and Support berbasis Masyarakat bagi ODHA di NTT
22
KPA PROVINSI
Pada periode Juli-Oktober 2007 telah terjadi perkembangan yang luar biasa dalam
fungsi pelaporan KPA Provinsi. Menindaklanjuti kesepakatan KPA Nasional – KPA
Provinsi pada pertemuan koordinasi bulan April 2007 lalu, bahwa KPA Provinsi akan
semakin besar berperan dalam upaya penanggulangan AIDS di wilayah masing-
masing, maka pada bulan Juli 2007 telah dilatih Program Officer (PO) dan
Administration Officer (AO) dari 23 Provinsi untuk mendukung implementasi program
di Sekretariat KPA Provinsi. Dengan dukungan PO dan AO serta bimbingan teknis dari
Tim Asistensi yang berkedudukan di provinsi yang telah dipersiapkan sejak bulan
Januari – April 2007 lalu, kinerja Sekretariat KPA Provinsi diharapkan akan semakin
meningkat. Sebagai dampak dari meningkatnya kinerja Sekretariat KPA Provinsi
diharapkan akan semakin meningkatnya koordinasi kerja pusat – provinsi –
kabupaten/kota dan semakin berperannya fungsi kepemimpinan daerah dalam
penanggulangan AIDS.
Berdasarkan hasil kunjungan supervisi yang sistematis dan melibatkan anggota KPA
Nasional dari berbagai sektor, diperoleh gambaran perkembangan situasi KPA
Provinsi sebagai berikut (untuk informasi lebih terinci lihat Lampiran 3: Rekapitulasi
Pencapaian 23 KPA Provinsi).
1. Enam dari 23 provinsi telah memiliki Peraturan Daerah yang mendukung
upaya penanggulangan AIDS (Riau, Sumsel, Jatim, Bali, NTT, Papua Barat),
sementara 5 provinsi telah dalam proses penyusunan peraturan daerah
(Kepulauan Riau, DKI Jakarta, NTB, Kaltim, dan Papua).
2. Semua provinsi telah memiliki Surat Keputusan Gubernur tentang
kelembagaan Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi.
3. Dari 23 provinsi, 21 provinsi telah memiliki Rencana Strategis. Dua provinsi yang
belum dilengkapi dengan Renstra adalah Lampung dan Bangka Belitung.
4. Empat belas dari 23 provinsi memiliki Rencana Kerja (NAD, Sumut, Riau, Kepri,
DKI Jakarta, Jateng, Bali, NTB, NTT, Kaltim, Sulut, Maluku, Papua Barat dan
Papua).
KPA KABUPATEN/KOTA
Sebagaimana telah dimulai sejak awal tahun 2006, KPA Kabupaten/Kota diharapkan
menerapkan pendekatan yang komprehensif dengan pelayanan minimal yang
terdiri dari program intervensi perubahan perilaku, penggunaan kondom 100%,
pencegahan dan layanan infeksi menular seksual (IMS), konseling dan tes sukarela
(VCT), perawatan, dukungan dan pengobatan (CST), pengurangan dampak buruk
pengguna napza suntik (HR), pencegahan penularan dari ibu ke bayi (PMTCT), serta
komunikasi publik. Sejalan dengan penyediaan pelayanan minimal, penguatan KPA
juga menjadi indikator utama dari upaya di tingkat kabupaten/kota. Indikator
penguatan KPA serta perkembangannya hingga September 2007 adalah sebagai
berikut:
23
0
10
20
30
40
50
60
70
2004 2005 2006 2007
Mili
ar R
upia
h
010
2030
405060
7080
90100
Sebelum 2006 September 2007
Jum
lah
KP
A K
ab
/Ko
ta
SK KPA K/K APBD Perda Renja Renstra
Grafik 10 Tren Peningkatan Indikator Penguatan KPA
Grafik 11
1. Dari 55 Kabupaten/kota menjadi 95 K/K memiliki SK pembentukan KPA
2. Dari 23 Kabupaten/kota menjadi 64 K/K memiliki Renstra
3. Dari 5 Kabupaten/kota menjadi 69 K/K memiliki Renja
4. Dari 9 Kabupaten/kota menjadi 28 K/K memiliki Perda HIV
5. Sekitar 20% Kabupaten/kota melaksanakan 8 layanan program komprehensif
6. Dari 37 Kabupaten/kota menjadi 81 K/K mempunyai APBD
7. Sembilan puluh delapan Kabupaten/kota mengirim data
Hingga September 2007, tercatat dalam pemantauan KPA Nasional tren jumlah KPA
Kabupaten/Kota dengan indikator penguatan sebagaimana terlihat dalam grafik 10.
Untuk layanan komprehensif, tampak adanya peningkatan persentase kelengkapan
layanan komprehensif Kabupaten/Kota antara Januari dan September 2007, dimana
sekita 20% Kabupaten-kota meningkatkan jumlah layanan dari 5-6 layanan menjadi
7-8 layanan pada September 2007.
PENGGUNAAN DANA PENANGGULANGAN AIDS
Alokasi anggaran untuk HIV dan AIDS Bersumber dari APBN yang tercatat Sekretariat
KPA Nasional adalah 105 Miliar Rupiah tahun 2006 dan meningkat menjadi Rp.115
Miliar Rupiah tahun 2007 (data diperoleh dari 13 departemen: Depkes, Depnaker,
Kementerian Pemberdayaan
Perempuan, POLRI, TNI
Depdiknas, BKKBN, Depsos,
Depdagri, DepHukHAM,
Dephub, Dephan, dan
Depag)
Total APBD Provinsi juga terus
meningkat dari 8 Miliar Rupiah
tahun 2004 menjadi 57 Miliar
Rupiah Tahun 2007. APBD
Kabupaten/Kota juga terus
beranjak naik dari total
Tren Dana Penanggulangan AIDS di
Provinsi (Sekretariat KPA Nasional)
24
anggaran 3,7 Miliar Rupiah di tahun 2005, 14 Miliar Rupiah tahun 2006, menjadi 19
Miliar Rupiah tahun 2007. Walaupun demikian, jumlah ini masih belum dapat
memenuhi kebutuhan program penanggulangan AIDS di masing-masing daerah.
Dana dari mitra internasional yang tersedia hingga pemutahiran akhir tahun 2007
adalah sebagai berikut:
• USAID: USD 9,887,08 (1 Oktober 2007 – 30 September 2008). Dana dialirkan
melalui proyek Aksi Stop AIDS (ASA) yang dilaksanakan oleh LSM internasional:
Family Health International (FHI). Dana yang digunakan tahun 2007 adalah
USD 9,234,395, termasuk proyek Health Policy Initiative.
• AusAID: AUD 45 juta selama 5 tahun (Maret 2008 – Februari 2013) dengan
kemungkinan diperpanjang 3 tahun. Dana disalurkan melalui proyek HIV
Cooperation Program for Indonesia (HCPI)
• IPF (the Indonesian Partnership Fund): sejumlah USD 9,255,148 untuk tahun
2008. Sumber dana IPF hingga saat ini adalah DFID (Department for
International Development), Government of United Kingdom, yang
manajemennya dikontrakkan melalui UNDP (United Nations Development
Program). IPF dimulai pada bulan Mei 2005 dengan total dana USD 47 juta
selama 3 tahun. Pada awal proyek berlangsung, sejumlah USD 20 juta
diberikan kepada FHI, USD 10 juta kepada IHPCP, USD 1 juta kepada DKT, USD
7 juta diberikan ke lembaga-lembaga PBB, dan USD 4,7 juta kepada
Sekretariat KPA Nasional. Dana IPF digunakan Sekretariat KPA Nasional untuk
memperkuat KPA daerah dalam Program Akselerasi 100 Kabupaten/Kota.
Total dana yang diunakan tahun 2007 adalah USD 14,542,239.
• Global Fund – ATM Round 4 Phase 2: USD 27,376,441 untuk Indonesia
Comprehensive Care Project. Sementara dana GF yang digunakan pada
tahun 2007 adalah USD 3,656,642 melalui GF Round 1 Phase 2 dan GF Round 4
Phase 1.
• UE: Euro 3,722,825 (Desember 2005 – Januari 2011) dalam Proyek Integrated
Management for Prevention and Control & Treatment of HIV/AIDS (IMPACT),
yang dilaksanakan di Bandung, Jawa Barat.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dari uraian laporan, maka dapat disimpulkan dan direkomendasikan beberapa hal
berikut:
• Melihat hasil yang dicapai pada tahun 2007, dimana telah terjadi komunikasi
yang lebih intensif antara KPA Nasional dan Provinsi di Indonesia, khususnya di
23 Provinsi, maka pada tahun 2008 koordinasi dan alur komunikasi KPA
Nasional – KPA Provinsi – KPA Kabupaten di seluruh Indonesia dapat semakin
ditingkatkan agar kualitas pengelolaan respons penanggulangan AIDS
maupun peran kepemimpinan daerah tercapai. Tahun 2008 akan menjadi
tahun penting untuk penguatan KPA di 33 Provinsi dan di 150
Kabupaten/Kota serta peningkatan peran Daerah untuk pendanaan.
25
• Sebagaimana dikemukakan oleh Ketua KPA Nasional sebagai hasil dari
Sidang Kabinet Terbatas 19 Juli 2007, bahwa alokasi dana domestik harus
ditingkatkan sehingga pada tahun 2015 dana domestik menjadi lebih
dominan dibandingkan dana bantuan luar negeri.
• Tim Pelaksana sudah berfungsi sebagai forum pengambilan keputusan dan
penetapan kebijakan nasional. Melalui Tim Pelaksana upaya-upaya
penanggulangan AIDS secara bermakna telah ditingkatkan pada masing-
masing sektor. Untuk itu perlu ditingkatkan terus efektivitas koordinasi Tim
Pelaksana pada tahun mendatang.
• Dengan telah siapnya kebijakan-kebijakan dasar seperti Strategi Nasional
dan Rencana Aksi Nasional 2007-2010, maka dibutuhkan berbagai pedoman
dan panduan pelaksanaan upaya penanggulangan AIDS baik program,
pemantauan dan pelaporan, serta keuangan dan tata laksana
kesekretariatan. Dalam hal ini diharapkan peran kelompok kerja serta panel
ahli multi sektor menyiapkan rencana strategi dan pedoman-pedoman kerja
bagi sektor-sektor dalam melaksanakan penanggulangan AIDS yang efektif
dan efisien.
• Kebijakan yang dikembangkan KPA Nasional adalah untuk mendukung
sebesar-besarnya pelaksanaan penanggulangan AIDS yang efektif. Oleh
sebab itu penelitian-penelitian sangat penting sebagai dasar penetapan
kebijakan. Di masa yang akan datang, peran akademisi, peneliti dan pihak
masyarakat sipil lain yang terkait dalam menyediakan informasi strategis
diharapkan dapat semakin dominan, tidak hanya di tingkat nasional tetapi
juga subnasional.
• Koordinasi kerja pada semua tingkatan adalah kritis untuk menghadapi
epidemi yang terus meningkat dan dengan perkembangan teknologi yang
pesat. Untuk itu perlu terus didukung dengan meningkatkan alur komunikasi
dua arah termasuk proses umpan balik dan pemantauan/evaluasi
pelaksanaan program untuk proses kinerja yang lebih efektif.
26
LAMPIRAN-LAMPIRAN
LAMPIRAN 1: HASIL SURVEI RESPONS NASIONAL TERHADAP HIV DAN
AIDS TAHUN 2006 - 2007
No L e m b a g a Pokja/unit
yg ditunjuk
Rencana
kerja
Anggaran Kebijakan
1. Menko Kesra + + + +
2. Meneg PP + + + +
3. Depkominfo - - - -
4. Depbudpar - - - -
5. Depdagri + + + +
6. Deplu - - - -
7. Dephan + + + +
8. Depkeu - - - -
9. Dephukham + + + +
10. Depperdag - - - -
11. Dephub + + + +
12. Depdiknas + + + +
13. Depkes + + + +
14. Depag + + + +
15. Depnakertrans + + + +
16. Depsos + + + +
17. Bappenas - - - -
18. BPOM - - - -
19. BKKBN + + + +
20. BNN + + + +
21. Deptan - - - -
22. Menpora + + + +
23. TNI + + + +
24. POLRI + + + +
25. Setkab - - - -
26. Menristek - - - -
27. BPPT - - - -
28. IDI + + + +
29. IAKMI - - - -
30. PMI + + + +
31. KADIN - - - -
27
LAMPIRAN 2: DOKUMENTASI PRAKTEK TERBAIK 2007
1. MENINGKATKAN PENGGUNAAN KONDOM PADA SETIAP HUBUNGAN
SEKSUAL BERISIKO
PENDAHULUAN
Penularan HIV melalui hubungan seksual di Indonesia hingga September 2007
mencapai 46% dari semua kasus penularan HIV. Program penggunaan kondom 100%
adalah upaya pencegahan primer untuk merespon tingginya penularan melalui
hubungan seksual berisiko. Program ini bertujuan untuk mencapai penurunan infeksi
menular seksual (IMS), sekaligus untuk menggerakkan masyarakat agar mampu
mempertahankan tingkat kesehatan masyarakat itu sendiri melalui penatalaksanaan
IMS yang termasuk di dalamnya penyediaan kondom dan penapisan serta
pengobatan IMS.
Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang
dan Kota Batu), dikenal sebagai daerah pariwisata,
kota pendidikan dan agrobisnis serta kelautan,
kondisi seperti ini berpotensi untuk berkembangnya
perilaku seksual beresiko tinggi sehingga rentan
terjadinya IMS dan penularan HIV. Melihat keadaan
ini, Dinas Kesehatan Kabupaten Malang
bekerjasama dengan Family Health International
(FHI), di Indonesia dikenal dengan program Aksi
Stop AIDS (ASA), sejak tahun 2003 melalui Puskesmas
Sumberpucung, Dinas Kesehatan Kabupaten Malang
mengembangkan Klinik Kesehatan Reproduksi dengan
waria dan wanita penjaja seks (WPS) sebagai sasaran
program. Puskesmas ini memberi layanan penapisan
IMS mendukung program perubahan perilaku
“meningkatkan penggunaan kondom 100% pada
setiap hubungan seksual berisiko”. Pada saat itu klinik
mengajak waria dan WPS untuk secara rutin
memeriksakan diri. WPS lebih patuh untuk memeriksakan diri secara rutin daripada
waria. Rendahnya pendidikan, sosial ekonomi serta kesadaran untuk menjaga
kondisi kesehatan membuat status kesehatan mereka, terutama waria sangat
memprihatinkan. Pada awal program Puskesmas berjalan sendiri dengan bekal
setelah mendapat pelatihan untuk ketrampilan pemeriksaan fisik, laboratorium
sederhana, konseling pengobatan, KIE tentang IMS dan sebagainya (termasuk KIE
tentang kondom) serta adanya pendekatan informal dengan para mucikari dan
pengurus lokalisasi (sehingga jangkauan pelayanan cukup baik). Saat itu belum ada
program BCI (Behaviour Change Intervention), pemakaian kondom masih sangat
minim. Jadi keberhasilan program pemakaian kondom 100% tidak akan tercapai
tanpa adanya jejaring antara klinik, LSM (program BCI), Pokja serta masyarakat dan
lintas sector terkait. Berangkat dari status awal inilah strategi dikembangkan.
LANGKAH-LANGKAH
Pada tahun 2004 LSM Paramitra dengan program
BCI nya memulai program peningkatan
pengetahuan WPS, dimana diharapkan akan
terjadi perubahan perilaku. Sayangnya, perubahan
perilaku hanya terjadi pada sebagian orang saja.
Pendekatan pada tingkat individu, sebagaimana
yang banyak dilakukan oleh para pelaksana
28
program saat itu (melalui Peer Educator), memakan
proses yang cukup panjang serta membutuhkan
sumber daya yang besar, namun berdaya ungkit
kurang efektif . Oleh sebab itu diperlukan
pendekatan yang mampu memperluas capaian
penggunaan kondom. Mobilisasi sosial
dikembangkan untuk menggerakkan masyarakat
lokalisasi dengan membangun sistem yang
menempatkan para pemangku kepentingan
sebagai pemeran utama upaya penanggulangan
HIV dan AIDS di lingkungan tersebut.
Pengurus lokalisasi dan panti pijat, serta tokoh-tokoh masyarakat lainnya termasuk
dari unsur pemerintahan ( Kepala Desa, Kepala Dusun, Ketua RW/RT, Koramil/Babinsa
dan Polsek/Binmas ) dilibatkan untuk mendukung program ini. Awalnya, mereka
mendapatkan sosialisasi mengenai pentingnya upaya khusus untuk mencegah
penularan IMS dan HIV. Melalui pertemuan antara LSM Paramitra, unsur masyarakat
sekitar lokalisasi, pengurus lokalisasi, pemerintahan dibentuklah Kelompok Kerja
(pokja) dengan Kesepakatan Lokal, untuk terus menggulirkan program penggunaan
kondom secara konsisten dan benar, penapisan WPS secara rutin dan
penatalaksanaan IMS.
Puskesmas Sumberpucung sebagai pusat layanan publik memiliki misi untuk
memberikan layanan yang berkesinambungan dari pencegahan sampai dengan
perawatan. Artinya, Puskesmas memberi layanan tidak hanya kepada mereka yang
sakit, tetapi juga mereka yang tidak terinfeksi HIV, namun rentan tertular.
Advokasi ke tingkat kabupaten secara intensif
dilakukan bersama, oleh Dinas Kesehatan dan LSM
Paramitra serta FHI. Secara sistematis pihak-pihak di
tingkat Kabupaten didekati; KPA, BNK, Dinas Sosial,
DPRD, Dinas Pariwisata, Dinas Pendidikan, Dinas
Tenaga Kerja, Satpol PP, Penggerak PKK, MUI,
Bamindukcapil KB, dan Departemen Agama
adalah sasaran utamanya. Advokasi juga dilakukan
di tingkat kecamatan. Hingga kini advokasi masih
terus dilakukan dalam forum pertemuan koordinasi
lintas sektor, termasuk antar LSM, tingkat Kabupaten/Kota, maupun tingkat Provinsi.
HASIL-HASIL
Puskesmas Sumberpucung mendapatkan
dukungan regulasi untuk program penggunaan
kondom 100% di tingkat lokal. Memang dirasakan
bahwa dukungan dari tingkat yang lebih tinggi
seperti Peraturan Daerah (perda) tingkat provinsi
akan lebih meyakinkan. Namun dukungan dari
Dinas Kesehatan dan dinas-dinas di tingkat
kabupaten dan kecamatan serta tokoh-tokoh
masyarakat sangat membantu berjalannya program ini.
Selain memobilisasi masyarakat, aspek logisitik pengelolaan IMS juga dipraktekkan,
apalagi penyediaan kondom sebagai alat kontrasepsi dan pencegahan IMS
termasuk HIV telah menjadi program pemerintah RI.
Di lokasi transaksi seks, penyediaan kondom berjalan seiring disiplin penggunaan
kondom. Berbagai alasan bisa menjadi penghalang tercapainya penggunaan
kondom konsisten, namun masalah ini justu dilihat sebagai tantangan bagi
29
pelaksana program untuk meningkatkan sistem distribusi, pemantauan dan
penerimaan pengguna kondom.
Penyediaan kondom bagi sasaran program Puskesmas Sumberpucung pada
awalnya didukung oleh produsen kondom dalam program social marketing (DKT)
dan LSM internasional yang memberi dukungan teknis dan dukungan dana yakni FHI-
ASA. Secara bertahap kemudian masyarakat
dibiasakan untuk secara mandiri menyediakan
kebutuhan kondom.
Aspek pemantauan diintegrasikan dalam
penatalaksanaan IMS, dimana keberhasilan
program penggunaan kondom 100% dapat dilihat
dari penurunan angka kejadian IMS pada populasi
risiko tinggi.
Penatalaksanaan IMS dilaksanakan berdasarkan Pedoman yang diterbitkan
Departemen Kesehatan RI. Sebelum klinik melaksanakan programnya, tenaga
pelaksana klinik kesehatan reproduksi puskesmas Sumberpucung mulai dari dokter,
bidan, perawat, laboran, tenaga administrasi memperoleh pelatihan Manajemen
IMS dan Entering Data Processing dari FHI dan Depkes. Pengendalian IMS
menerapkan tindakan-tindakan pengurangan risiko dalam siklus perjalanan IMS
pada pajanan, perolehan infeksi, dan masa infeksi serta rehabilitasi.
Sejak tahun 2004 hingga saat ini, klien waria dan
pelanggan WPS serta laki-laki suka dengan laki-laki (LSL)
juga menjadi sasaran program. Mitra kerja Puskesmas
pun bertambah. KK Wamarapa ( menggantikan IWAMA
), LSM Paramitra dan IGAMA
menjadi mitra utama.
Bahkan kantor IGAMA
menjadi salah satu tempat
pemberian layanan. Dimulai pada bulan Maret tahun
2006, selain penapisan terhadap IMS, sudah diberikan
juga pelayanan VCT, pemeriksaan HIV, perawatan orang
dengan HIV dan AIDS (ODHA) melalui Integrated
Management of Adult and Adolescent Illness (IMAI),
manajemen kasus (MK), dan rujukan ke rumah sakit untuk
mendapatkan terapi antireroviral (ART).
Puskesmas Sumberpucung mencatat 1.199 layanan VCT dari Maret 2006 – Agustus
2007, dimana jumlah terbanyak diperoleh dari WPS baik langsung maupun tidak
langsung (961 orang), waria (187 orang), LSL (19 orang), dan masyarakat umum (30
orang). Dari total pemeriksaan diperoleh 40 orang reaktif, 29 orang di antaranya
telah didampingi MK, 19 orang memperoleh perawatan dan 4 orang mengikuti
terapi ARV.
BUKTI KEBERHASILAN
Tiga output (keluaran) yang
diharapkan mendukung
program yaitu: regulasi,
penyediaan kondom, dan
penatalaksanaan IMS telah
berjalan. Proses yang
dilakukan telah menunjukkan
integrasi program dalam
sistem layanan. Tingkat
30
prevalensi IMS menunjukkan hasil positif dari kerja keras tim, membuktikan bahwa
program di Puskesmas adalah salah satu dari praktek terbaik. Prevalensi sifilis pada
WPS, Waria, dan LSL Tahun 2004 sampai dengan Agustus 2007, menunjukkan
penurunan yang konsisten (lihat grafik di atas).
Dari empat lokalisasi praktek, Suko, Slorok, Kebobang, dan Boktape yang sejak tahun
2003 menerima layanan kesehatan dari Puskesmas Sumberpucung, keempat-
empatnya menunjukkan peningkatan penggunaan kondom yang konsisten. Hal ini
dikonfirmasi dengan turunnya angka kejadian IMS. Dari keempat grafik di bawah,
tampak adanya hubungan yang bermakna antara turunnya “angka kejadian IMS”
dan turunnya persentase WPS yang “tidak pernah” menggunakan kondom (korelasi
di Suko = 0,9; Slorok = 0,7; Kebobang = 0,8; dan Boktape 0,9). Sekalipun lebih lemah,
tetapi tetap terdapat hubungan antara penurunan “angka kejadian IMS” dan
meningkatnya “selalu” memakai kondom (korelasi di Suko = -0,6; Slorok = -0,05;
Kebobang = -0,9; dan Boktape = -0,5). Perbedaan tingkat hubungan tersebut besar
kemungkinan bahwa informasi yang diperoleh melalui pertanyaan “selalu”
mengandung bias dari pada pertanyaan “tidak pernah”. Bukti yang penting di sini
adalah semakin besar jumlah WPS yang menggunakan kondom, semakin kecil pula
angka kejadian IMS.
31
2. DUKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT UNTUK SCALING-UP
PROGRAM PENCEGAHAN PENULARAN HIV MELALUI HUBUNGAN SEKS
BERISIKO DAN PENGGUNAAN NARKOBA SUNTIK PADA PUSKESMAS
PENDAHULUAN
Epidemi ganda HIV melalui hubungan seksual dan Narkoba telah menyebabkan
tingginya lonjakan penularan HIV yang sangat besar di Indonesia, khususnya mulai
awal tahun 2000. Kondisi ini terjadi terutama di kota-kota besar di Indonesia, dan
salah satunya di Provinsi Jawa Barat.
Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari 26 Kabupaten/Kota dengan 41 juta jiwa
penduduk menghadapi penularan HIV melalui transmisi seksual dan narkoba suntik.
Berdasarkan estimasi populasi rawan tertular HIV, Jawa Barat memiliki karakteristik
penyebaran IDUs dan Pekerja Seks yang berbeda. Pengguna narkoba suntik
umumnya berusia muda, lebih banyak laki-laki dengan rata-rata tingkat sosial
menengah. Banyak di antara mereka memiliki pasangan seks tetap. Penularan
melalui hubungan seks berisiko banyak terjadi pada seks komersial di sepanjang
Pantai Utara dengan pelanggan pengemudi truk yang melintas di jalur transportasi
teramai di Pulau Jawa (Lihat gambar berikut).
Berdasarkan catatan dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, hingga akhir
September 2007, diperkirakan 80% penularan HIV di Jawa Barat terjadi melalui
penggunaan narkoba suntik, dimana lebih dari 70% berusia antara 15-39 tahun.
Infeksi ini dengan cepat terjadi pada istri/pasangan dan sudah tercatat 34 anak
tertular HIV dari Ibunya.
Berdasarkan estimasi populasi rawan tertular HIV yang dilakukan Departemen
Kesehatan RI tahun 2006, ditemukan bahwa di Jawa Barat terdapat 24,770 IDUs dan
19,290 prisoners, 25,400 Female Sex Worker and 350,710 Clients of Sex Worker, 170,280
MSM dan 3,660 Transgenders. Melalui hasil estimasi populasi rawan tertular HIV tahun
2004 dengan bantuan teknis dari Family Health International dan Departemen
Kesehatan RI, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat telah melihat ancaman
penularan HIV yang memerlukan penanganan yang segera. Pemetaan respons
dilakukan di awal tahun 2005 sehingga dengan adanya dukungan data dan bukti
yang kuat ditetapkan Rencana Aksi Tahun 2004-2005 untuk Penanggulangan AIDS
melalui Hubungan Seksual dan Rencana Aksi Tahun 2006 untuk Program
Pengurangan Dampak Buruk.
Penyebaran Pengguna Narkoba Suntik Penyebaran Wanita Penjaja Seks
32
LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN
1. Program Pencegahan Penularan Infeksi Menular Seksual
Proses pengembangan program untuk Pencegahan Infeksi Menular Seksual dibantu
oleh FHI dengan alur sebagaimana dalam bagan dibawah ini :
Puskesmas yang
terpilih adalah
Puskesmas Patok Besi
Kabupaten Subang
dimana program
pencegahan intensif
dan perawatan
dilaksanakan.
Sebagaimana
tergambar dalam
bagan pemilihan ini
dilakukan berdasar-
kan jumlah estimasi
populasi rawan serta
pemetaan terhadap titik-titik tinggi penularan HIV melalui seks serta asesmen
terhadap kesiapan Puskesmas. Selain tingginya prevalensi IMS, dan terdapat banyak
titik tempat pemberhentian pengemudi truk (mobile man) dan lokasi penjaja seks
“Rumah Makan Tanpa Nasi”. Estimasi populasi rawan tertular HIV tahun 2006
menunjukkan bahwa Kabupaten Subang terdapat sekitar 1.250 orang WPS dan
17.400 orang Pelanggan WPS sekitar. Pada awal persiapannya di tahun 2005,
disediakan fasilitas ruangan, pelatihan untuk tenaga kesehatan dan bahan-bahan
habis pakai untuk PKM, termasuk juga tenaga penjangkau dari LSM. Dalam
perjalanannya tenaga penjangkau tidak hanya dari LSM tetapi justru dikelola oleh
Puskesmas. Setelah berjalan selama 1 tahun, masih di Kabupaten Sumedang
dibuatkan satu puskesmas satelit di Kecamatan Binong dan sekitar enam bulan
berikutnya diperluas dengan menambah 9 PKM di Kabupaten Subang yang
memberi layanan IMS, VCT dan manajemen kasus. Juga mulai dikembangkannya
klinik IMS di Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Bekasi dan Kabupaten
Bogor, serta kabupaten Karawang (Jalur Pantura). Selanutnya dalam koordinasi
Dinkes provinsi dikembangakan layanan IMS/HIV dengan dana penuh dari APBD di
Kota Sukabumi, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sumedang.
2. Program Pengurangan Dampak Buruk untuk Pencegahan Penularan Infeksi HIV
Melalui Penggunaan Narkoba Suntik
Pelaksanaan program pengurangan dampak bururk
(PDB) ini mengacu pada Peraturan Menteri
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI selaku
Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Nasional
No.02/2007 tentang Kebijakan Nasional
Penanggulangan HIV dan AIDS Melalui PDB
Penggunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif
Suntik.
Tindak lanjut dari adopsi kebijakan nasional ke dalam
kebijakan provinsi, diambil langkah-langkah yang
lebih operasional seperti pertemuan rutin KPA Provinsi dan Kabupaten – Kota untuk
meningkatkan fungsi Puskesmas dalam program penanggulangan HIV-AIDS. Kerja
33
sama dengan berbagai lembaga lain termasuk lembaga donor terus diintensifkan
untuk membuat rencana kerja yang mengakomodasi program yang diperluas.
Kelompok Kerja (pokja) Harm Reduction/PDB segera
dibentuk untuk membantu KPA dalam mengembangkan
kebijakan, advokasi dan sosialisasi serta untuk
mengembangkan program, peningkatan kapasitas,
pendanaan, pemantauan dan evaluasi (Pasal 10 Per
Menko Kesra No. 2/2007). KPA Provinsi Jawa Barat
melakukan pendekatan terhadap pihak-pihak yang
menjadi anggota dalam strutktur Pokja HR seperti Dinkes,
Polda, RS hasan Sadikin, Kanwil HukHAM, LP Banceuy,
Balai POM dan lain-lain. Selain itu disiapkan pula pedoman
“hak diskresi” bagi polisi untuk merujuk korban/pasien ke
layanan kesehatan. Pokja HR ini telah berhasil
mengembangkan strategi PDB di 15 Kabupaten/Kota
melalui tim scaling-up dan menerbitkan Buku Pedoman
Pengurangan Dampak Buruk untuk Puskesmas.
Dalam penerapan program PDB
penggunaan narkoba suntik ini,
Provinsi Jawa Barat tetap
berpatokan pada penyediaan paket layanan lengkap
sebagaimana tercantum dalam Kebijakan Nasional: (1)
penjangkauan dan pendampingan, (2) komunikasi
informasi dan edukasi (KIE), (3) pendidikan sebaya, (4)
konseling perubahan perilaku, (5) konseling dan testing HIV
sukarela (VCT), (6) program sterilisasi, (7) layanan jarum dan
alat suntik steril (LJASS), (8) pemusnahan peralatan suntik
bekas, (9) layanan terapi pemulihan ketergantungan
narkoba, (10) program terapi rumatan metadon (PTRM),
(11) layanan perawatan, dukungan dan pengobatan (CST),
dan pelayanan kesehatan dasar.
Kebijakan untuk meningkatkan intensitas penanggulangan HIV dan AIDS segera
diterapkan di 17 Kab Prioritas yang terdiri dari Kota Bandung, Kab Bandung, Kota
Cimahi, Kab Cianjur, Kota Bogor, Kab Bogor, Kota Bekasi, Kab Bekasi, Kota Depok,
Kab Karawang, Kab Subang, Kab Indramayu, Kota Cirebon, Kab Cirebon, Kab
Sumedang, dan Kota Tasikmalaya. Hingga akhir 2007, baru dipersiapkan 42
Puskesmas yang memberi layanan PDB dari 15 Kabupaten/Kota untuk mencapai
target layanan pada 27.000 Penasun. Sembilan Puskesmas di Kota Bandung
mengembangkan layanan PDB sepenuhnya dengan dana pemerintah daerah. Dua
Kabupaten, Subang dan Indramayu, belum dirasakan perlu untuk segera
menyediakan layanan PDB karena pola penularan
HIV di dua wilayah ini lebih banyak melalui
hubungan seksual.
Di tingkat layanan kesehatan, dilakukan Pertemuan
Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas,
penjangkauan Penasun oleh LSM & organisasi lain,
serta layanan rujukan, pengobatan dasar dan
penyakit oportunistik. Untuk mendukung layanan kesehatan, juga disiapkan layanan
Program Rumatan Terapi Metadon (PRTM), yang diperkuat dengan pemantauan dari
Kab/Kota dan Propinsi.
34
BUKTI KEBERHASILAN
Belum ada angka prevalensi infeksi HIV untuk membuktikan pengaruh program PDB,
namun dibandingkan dengan jumlah estimasi penasun di Jawa Barat tahun 2006
(11.729), tampak peningkatan jangkauan peserta aktif/rutin program LJASS sejak
Oktober 2006 sampai dengan Juli 2007, baik yang dari puskesmas maupun dari LSM
(lihat grafik). Hal ini juga menunjukkan telah munculnya kebutuhan untuk mengakses
program PDB secara komprehensif.
• Pada akhir tahun 2007, ada 15 puskesmas yang melaksanakan program
pengurangan dampak buruk kepada sekitar 27.000 Penasun.
• Pada Juni 2007, program layanan jarum dan alat suntik steril telah menjangkau
2.079 orang penasun dan sebagian besar telah mengakses program ini secara
rutin.
• Akhir 2007 ada 4.000 orang yang melakukan VCT.
• Peningkatan cakupan pengguna program terapi rumatan methadone (PTRM)
dan atau ARV
TANTANGAN
Masih banyak tantangan pelaksanaan program Harm reduction di Jawa Barat
antara lain :
Pertama program ini masih harus menjangakau 10 daerah lagi, kemudian sebagian
masyarakat masih tetap belum yakin akan nilai dan efektifitas program
pengurangan dampak buruk ini, sebagai contoh, beberapa Lapas/Rutan, dinas
kesehatan dan polisi belum mendukung program ini. Tetapi program pengurangan
dampak buruk ini bagaimanapun sudah mendapat dukungan yang sangat luas dari
sebagian besar masyarakat Jawa Barat.
35
3. MENDEKATKAN SISTEM LAYANAN KESEHATAN KE MASYARAKAT
PENDAHULUAN
Kecurigaan bahwa penularan HIV telah memasuki rumah tangga di
Tanah Papua dibuktikan dengan hasil IBBS 2006, surveilans berbasis
populasi, yang menunjukkan prevalensi HIV pada responden usia
15-45 tahun mencapai 2,4%. Hingga akhir September 2007, Dinas
Kesehatan Provinsi Papua mencatat 3.434 orang dengan HIV/AIDS
(ODHA), dimana 1.602 (46%) diantaranya adalah perempuan, 275
(8%) remaja dan 65 (2%) anak usia 4 tahun ke bawah. Kondisi ini
menandakan bahwa layanan HIV sudah perlu ada dan mudah
diakses masyarakat luas, tidak hanya berlokasi di daerah
terkonsentrasi saja.
Sejak ditemukannya kasus HIV
pertama tahun 1992, secara
kumulatif 92% tertular melalui
transmisi heteroseksual. Dari
total 20 Kabupaten/Kota
provinsi Papua pasca
pemekaran dilaporkan infeksi
terbanyak terjadi di
Kabupaten Mimika dengan
1.382 (40%) orang, Kabupaten
Merauke, 934 (27%) orang,
Kabupaten Biak 342 (10%)
orang dan Kabupaten Nabire,
307 (9%) orang.
Mempersiapkan layanan
membutuhkan perencanaan
berdasarkan informasi yang tepat agar sesuai dengan kebutuhan. Total 3.434 orang
yang sudah teridentifikasi tersebut, hanyalah bagian atas dari fenomena gunung es
epidemi HIV. Diperkirakan masih ada 22.486 orang, diantaranya 10.707 perempuan,
anak dan remaja yang membutuhkan layanan tetapi belum atau tidak mengetahui
status HIVnya.
Dari berbagai sumber Elsa Siahaan
(Dinas Kesehatan Provinsi Papua)
menjelaskan tingginya penularan
HIV melalui hubungan
heteroseksual di Papua, antara lain
karena perilaku seks berganti-ganti
dengan banyak pasangan (hasil
BPS 2002/2003), rendahnya perilaku
pemakaian kondom pada seks
berisiko, masih kurangnya
pengetahuan dan informasi (STHP
2006), luasnya jaringan seksual baik
seks suka sama suka, maupun seks
“komersial”, tingginya pemakaian miras, tingginya mobilitas kelompok risiko tinggi,
tingginya IMS, adanya seks antri dan seks pertemanan, serta hubungan seks pertama
di usia muda. Informasi ini menunjukkan bahwa mendekatkan layanan kesehatan
terkait HIV dan AIDS kepada masyarakat dengan cara pemberdayaan Rumah Sakit
36
dan Puskesmas harus segera direalisasikan selain peningkatan kesadaran
masyarakat umum mengenai penularan dan pencegahan HIV.
KONSEP PELAYANAN KESEHATAN YANG MENDEKATI MASYARAKAT
Sistem kesehatan mencakup 6 komponen: (1) Upaya Layanan (delivery), (2) Sumber
daya manusia (human resources), (3) Pembiayaan (finance), (4) Manajemen
Kesehatan (management), (5) Pemberdayaan masyarakat (community
mobilization), (6) Pembekalan kesehatan (logistics re health service delivery).
Pemberdayaan unit layanan kesehatan melibatkan Rumah Sakit dan Puskesmas
sebagai satu jejaring mampu memberikan layanan VCT dan CST termasuk ARV
kepada masyarakat dalam wilayahnya. Puskesmas tidak hanya berperan sebagai
pemberi layanan kesehatan tetapi juga menjadi pusat informasi sekaligus memberi
layanan terkait lainnya seperti tes darah, layanan dan pengobatan IMS dan infeksi
oportunistik (IO) sederhana, serta memberi rujukan. Sementara Rumah Sakit
diharapkan mampu memberi layanan yang lebih kompleks dan menjadi mentor
serta memberi bantuan teknis untuk puskesmas sekaligus berfungsi sebagai pusat
rujukan. Dan untuk memperkuat sistem layanan ini akan disediakan logistik dasar
untuk meningkatkan ketersediaan layanan PMTCT dan layanan TB-HIV serta layanan
lain yang relevan.
Bila konsep ini dapat berjalan dengan baik, maka selain mampu memberikan
layanan yang lengkap kepada masyarakat, epidemi semakin dapat dikendalikan,
dan pada gilirannya akan mengurangi dampak buruk sosial dan ekonomi. Konsep ini
mengedepankan sistem kesehatan yang terintegrasi dengan pelayanan kesehatan
yang sudah ada, sehingga tidak memerlukan pengembangan sistem yang baru.
LANGKAH-LANGKAH
Penguatan sistem kesehatan dilakukan dengan peningkatan kapasitas sarana
kesehatan dan tenaga kesehatan baik di RS maupun PKM sesuai dengan kebijakan
dan SOP Nasional – Depkes RI. Diawali dengan pengembangan konsep pemberian
layanan kesehatan, selanjutnya dilakukan pembentukan jaringan kerjasama yang
melibatkan pihak-pihak yang mendukung, seperti KPA Provinsi dan Kabupaten/Kota,
departemen/dinas dan lembaga terkait, pengambil dan pembuat kebijakan di
tingkat lokal (Legislasi), tim teknis penyedia layanan kesehatan, dan mitra
internasional.
Konsep baru layanan HIV
yang terintegrasi ini relatif
masih baru di Indonesia
sehingga perlu dilakukan
pengembangan awal di 4
puskesmas kota Jayapura
di awal tahun 2006. Setelah
berjalan, maka dilakukan
perluasan ke 10
kabupaten/kota dan
seterusnya. Hingga
Desember 2007 telah
dilakukan pelatihan IMAI,
VCT, MK, laboran ke 16
kabupaten/kota dengan
total 55 puskesmas, 17
Rumah Sakit dan 5 klinik,
sebagaimana dalam peta
berikut ini.
37
Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dilakukan dengan pelatihan yang terdiri
dari pelatihan dasar HIV dan AIDS untuk seluruh staf puskesmas, pelatihan konselor
dan manajemen kasus, pelatihan laboran, pelatihan tim inti puskesmas dan rumah
sakit untuk teknis pelayanan/ pengobatan dengan IMAI (Integrated Management of
Adult and Adolescent Illness/ Manajemen Terpadu Penderita Dewasa dan Remaja
Sakit terkait HIV), dan kegiatan mentoring (mulai 1 bulan setelah layanan, baik
secara teknis maupun dalam pengelolaan).
Sepanjang tahun 2007 Dinas Kesehatan Provinsi telah secara sistematis
mengkoordinasi kegiatan terkait penguatan sistem kesehatan. Khusus untuk
penguatan tenaga kesehatan, total 231 laki-laki dan 358 perempuan telah mengikuti
kegiatan-kegiatan pendukung seperti orientasi, pertemuan konsultasi, pelatihan,
magang, pertemuan pemantapan mutu eksternal dan pengembangan standar SOP
Penatalaksanaan Pasien HIV dan AIDS.
Dalam hal logistik, RS & PKM sepakat untuk menerapkan mekanisme rantai supply
logistik (reagen HIV, Obat IO, ARV) yang berkesinambungan. Untuk itu terus dilakukan
koordinasi antara RS, puskesmas, LSM Pendamping ODHA, KPA, Dinas Sosial & Dinas
Kesehatan Provinsi Papua, serta Kota dan Kabupaten.
Pemantauan yang intensif dilakukan baik dengan cara mentoring (atau sering
disebut pengasuhan klinik, juga melalui koordinasi dalam kelompok kerja CST.
HASIL-HASIL DAN BUKTI KEBERHASILAN
Berikut ini adalah beberapa contoh hasil pencatatan 3 puskesmas dari 6 puskesmas
pilot.
NO DATA
Puskesmas A
(per 3 Juli
2007)
Puskesmas B
(per April
2007)
Puskesmas C
(per April
2007)
1. Jumlah kunjungan ke VCT 219 orang 166 orang 90 orang
2. Jumlah pasien yang
mengikuti konseling pra test
219 orang 136 orang 71 orang
3. Jumlah pasien yang
mengikuti konseling post test
194 orang 87 orang 68 orang
4. Jumlah yang reaktif (HIV +) 9 orang (4,1
%)
4 orang (3 %) 1 orang (1,4
%)
5. Jumlah yang indeterminate 3 orang 4 orang 4 orang
Dengan VCT yang mendekat pada masyarakat, maka pasien HIV positif dapat
diidentifikasikan. Oleh sebab itu puskesmas telah siap meberikan layanan berikut.
Dari 6 puskesmas kabupaten dan kota
Jayapura saja, sepanjang tahun 2007 telah
dilakukan VCT terhadap ± 890 ibu hamil,
dimana ±19 dari mereka reaktif. Layanan PMTCT
sudah mulai berjalan, anak dari ibu hamil positif
HIV ini telah menjalani PCR 2, dan hasilnya non
reaktif.
Dari 6 puskesmas di kota dan kabupaten
Jayapura ini, 2 puskesmas di kota melayani
populasi remaja melalui kegiatan pendidikan
38
dan penyuluhan kepada 6 SLTP. Sementara itu untuk anak jalanan telah dilakukan
upaya pemberian konseling kepada ± 400 orang.
Walaupun telah menampakkan keberhasilannya menjangkau masyarakat baik
umum, ibu hamil, remaja melalui sekolah maupun anak di jalanan, namun Provinsi
Papua masih sangat memerlukan perluasan cakupan. Saat ini baru mereka yang
tinggal di kota yang memperoleh layanan ini, sehingga di tahun 2008, puskesmas
yang telah dipersiapkan sepanjang tahun 2007 mulai dapat berperan dalam
memberikan layanan kesehatan yang mendekati masyarakat.
LAMPIRAN 3: LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN SEKTOR
1. Periode Januari –Juni 2007
2. Periode Juli – Desember 2007
Sumber Informasi Tugas 1: Kebijakan & Renstra Tugas 2: Langkah2 Strategis Tugas 3: Koord pelaksanaan kegiatan
Tugas 4: Penyebarluas informasi
Tugas 5: Kerjasama regional dan internasional
Tugas 6:Koord pengelolaan data dan informasi
Tugas 7: mengendalikan, memantau & evaluasi
Tugas 8: memberi arahan pada KPAP dan KPA K/K
(1) Memfasilitasi Pertemuan Nasional Ketiga di Hotel Shangri-La Surabaya (2) Pertemuan Konfirmasi Anggaran Sektor terhadap Program Penanggulanan AIIDS di Indonesia (3) Lokakarya Tim Asistensi POKJA AIDS Sektor (4) Pertemuan Tim Pelaksana I/2007 (5) Memimpin pilot program layanan komprehensif di 14 Kota
(1) Mengkoordinasi pencegahan melalui hubungan seksual: (a) Peluncuran Kondom Peremuan (b) MOT Kondom Perempuan untuk 6 Provinsi di Pulau Jawa (c) Pengembangan Modul Pelatihan untuk Pelatih Kondom Perempuan (d) TOT sebagai Metode Perlindungan Ganda Tingkat Kab/Kota di 6 Provinsi P.Jawa
(1) Peningkatan Kapasitas Jurnalis di 18 Kota untuk meningkatkan pengetahuan dasar (3) Iklan Layanan Masyarakat (4) Website (5) KPA News (6) Persiapan Pusat Informasi AIDS Nasional (Perpustakaan berlokasi di Kantor Set KPA Nasional dan berbasis Web)
(1) Pertemuan-pertemuan CCM (Dana GFATM) (2)Pertemuan-pertemuan Partnership Steering Group (Dana IPF) (3)Rancangan Program Bantuan Jangka Panjang dari Australia untuk Indonesia
(1) Koordinasi finalisasi estimasi Populasi rawan dan ODHA Tahun 2006 (2) Lokakarya estimasi Pop rawan dan ODHA di Provinsi Bali (3)Lokakarya Resource Need Model (RNM) (4)Pelatihan dan Praktek Asia Epidemic Model (AEM)
(1) Pengumpulan data rutin Sekertariat KPA Nasional (2)Penyerahan Laporan-laporan: (a)Laporan KPAN Tahun 2006 (b)Laporan Set KPAN Tahun 2006 (c)Laporan Umpan Balik 100 Kab/Kota (d)Laporan Tiga Bulanan KPA Nasional
(1) Pelatihan Tim Asistensi 1 Angkatan Lanjutan dan 5 Angkatan Baru (- Jawa, - Sumatera, - Kalimantan dan NTB, -Sulawesi, dan - Papua) (2)Fasilitasi koordinasi di tingkat Provinsi antara lain Sulsel, Bali, NTT, Papua)
(6) Persiapan Pelaksanaan Program "Small Grants" untuk memberi dukungan pihak-pihak strategis yang membutuhkan dana (7) Pertemuan Lintas Agama untuk Penanggulangan AIDS yang dihadiri oleh tokoh-tokoh agama
(2) Mengkoordinasi Pencegahan AIDSmelalui Pengurangan Dampak Buruk Pengguna NAPZA Suntik: (a)Temu Pakar II DPR RI (b) Pertemuan Perluasan Cakupan HR (c) Pembentukan Kepengurusan POKJA HR (d) Evaluasi Program HR di Yogyakarta (e) Asistensi POKJA HR di Jabar (f) Penyusunan draf Proposal HR GFATM Round 7 bersama P2PM Depkes RI (g) Kesepakatan draf MoU untuk PTRM antara Dirjen Pemasyarakatan DephukHAM RI dan Dirjen Yanmed Depkes RI (h) Aktivasi Rumah Sakit Pengampu Metadon
(7) Penyebarluasan Materi KIE ke KPA Provinsi dan KPA Kabupaten/Kota (8) KPA Nasional sebagai narasumber informasi AIDS
(4) Persiapan ICAAP IX di Bali tahun 2009 (5) Berbagai pertemuan tingkat nasional (6) Berbagai pertemuan audiensi dari internasional untuk kerjasama dengan Indonesia
(5) Lokakarya Ahli untuk estimasi dan proyeksi HIV dan AIDS di Bangkok (Spectrum) dan Peltihan Spectrum untuk Staf Set KPAN (6)POKJA Penelitian (7)POKJA MONEV (8)Diseminasi hasil STHP Tanah Papua Tahun 2006 di Jayapura dan di Jakarta (9) Pertemuan Rutin dan pengkajian hasil-hasil penelitian, jejaring peneliti (10) Finalisasi Dokumen Program HIV dalam Buku Peta Epidemi Indonesia
o PERMENKO KESRA Nomor 07/PER/MEN+B9KO/KESRA/III/2007 tentang Strategi Nasional Penanggulangan AIDS Indonesia Tahun 2007 - 2010o PERMENDAGRI Nomor 20/2007 tentang Pedoman Umum Pembentukan Komisi penanggulangan AIDS dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Rangka Penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah. (3)Memfasilitasi finalisasi Strategi Nasional Penanggulangan AIDS pada Anak dan Remaja Tahun 2007 - 2010
(3) Mengkoordinasi Pencegahan AIDS dengan Meningkatkan peran serta pelaku program untuk upaya yang terarah: (a) Kurikulum Pendidikan AIDS melibatkan Diknas dan Depag untuk SD dan Sekolah Menengah (b) POKJA Anak dan Remaja (c) POKJA Dunia Kerja (d) Persiapan kerjasama Set KORPRI dan Set KPA Nasional (e) Penguatan Jaringan RIsiko Tinggi (Pertemuan Penguatan Jaringan Risti Nasional Populasi Risti 27 Juni)
LAPORAN SEMESTER KEGIATAN ANGGOTA KPA NASIONAL DALAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS
Januari - Juni 2007
Sekertariat KPA Nasional
(1) Mengkoordinasi finalisasi Strategi Nasional 2007 -2010 dan Rencana Aksi Nasional 2007 - 2010 sebagai turunan dari Stranas 2007 - 2010 (2)Memfasilitasi diterbitkannya Peraturan-peraturan Menteri: 6 PERMENKO KESRA DAN 1 PERMENDAGRI: B13oPERMENKO KESRA Nomor 02/PER/MENKO/KESRA/I/2007 tentang Kebijakan B13Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS melalui Pengurangan Dampak Buruk Pengguna Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif Suntiko PERMENKO KESRA Nomor 03/PER/MENKO/KESRA/III/2007 tentang Susunan, Tugas dan Keanggotaan Komisi Penanggulangan AIDS Nasionalo PERMENKO KESRA Nomor 04/PER/MENKO/KESRA/III/2007 tentang Pedoman dan Tata Kerja Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kotao PERMENKO KESRA Nomor 05/PER/MENKO/KESRA/III/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat KPA Nasionalo PERMENKO KESRA Nomor 06/PER/MENKO/KESRA/III/2007 tentang Tim Pelaksana KPA Nasional
LAPORAN KEGIATAN JANUARI - JUNI 2007 1
Sumber Informasi Tugas 1: Kebijakan & Renstra Tugas 2: Langkah2 Strategis Tugas 3: Koord pelaksanaan kegiatan
Tugas 4: Penyebarluas informasi
Tugas 5: Kerjasama regional dan internasional
Tugas 6:Koord pengelolaan data dan informasi
Tugas 7: mengendalikan, memantau & evaluasi
Tugas 8: memberi arahan pada KPAP dan KPA K/K
Depnaker Pelatihan untuk Pelatih (TOT) bagi Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan
(1) Lokakarya Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS Di Tempat Kerja (Implementasi Kepmenaker No 68 Tahun 2004)(2) Seminar hasil kajian efektif program AIDS di tempat kerja oleh Pusat HIPERKES dan Keselamatan Kerja Depnakertrans
(1) Worker education, (2) KIE Program HIV/AIDS di tempat kerja(3) sosialisasi info dasar HIV dan Kepmenaker 68/2004 dengan Pusdiklat
Monitorng dan evaluasi
KPP Pembentukan POKJA AIDS Menneg PP,
Sosialisasi PP dalam pencegahan NAPZA dan penyebab HIV/AIDS (1) pada anggota POKJA (2) pada penentu kebijakan & LSOM di Propinsi NTT, Kalbar dan Jabar.
Capacity Building (400 orang) karyawan Menneg PP, anggota Korpri dan oraganisasi perempuan Keagamaan untuk peningkatan pengetahuan mengenai NAPZA dan AIDS
TNI Pelatihan untuk Pelatih Tenaga Kesehatan Penanggulangan AIDS di wilayah Tanah Papua.
(1) Pelatihan Peer leader pada Kopassus di Jakarta, Serang dan Surakarta; dan pada Kostrad Cilodong (2)Mengikuti Pertemuan Nasional HIV dan AIDS di Surabaya (3) Rapat Koordinasi Penanggulangan HIV dan AIDS di lingkungan Dephan dan TNI.(4) Sero Surveilans (14.315 personel TNI) di Kepri, Kalbar, dan Sumut
Dephan Pelatihan untuk Pelatih Peer Leader (22 orang dari Dephan dan TNI)
Pelatihan Peer Leader (400 personel Dephan dan TNI di Jakarta, Jatim, Jabar)
Sosialisasi HIV dan AIDS untuk meningkatkan KAP yang mendukung pencegahan HIV di kalangan prajurit TNI, PNS dan Keluarga (200 orang)
Depdiknas TOT pencegahan dan Penyalahgunaan Narkoba bagi guru SMA/SMK NTT
Sosialisasi Program UKS dan Strategi Pencegahan HIV/AIDS pada Eksekutif dan Legislatif
BKKBN Menyusun Strategi KIE tentang Pencegahan HIV dari Ibu ke Bayi
Lomba rap tentang bahaya Narkoba, HIV dan AIDS
Sosialisasi Kondom Perempuan kepada Para Kepala Bidang seluruh Indonesia
Mengikuti Pelatihan Penggunaan Kondom Perempuan sebagai perlindungan ganda
Melakukan Penelitian mengenai Pengetahuan tentang Pencegahan HIV dari Ibu ke Bayi di Kota Jayapura
LAPORAN KEGIATAN JANUARI - JUNI 2007 2
Sumber Informasi Tugas 1: Kebijakan & Renstra Tugas 2: Langkah2 Strategis Tugas 3: Koord pelaksanaan kegiatan
Tugas 4: Penyebarluas informasi
Tugas 5: Kerjasama regional dan internasional
Tugas 6:Koord pengelolaan data dan informasi
Tugas 7: mengendalikan, memantau & evaluasi
Tugas 8: memberi arahan pada KPAP dan KPA K/K
Depsos (1) Menyusun bahan sosialisasi dan lokakarya penanggulangan HIV dan AIDS di kalangan Anak (2) Pertemuan Tindak Lanjut Komitmen Sentani (33 Provinsi)
Sosialisai dan Lokakarya penanggulangan AIDS di kalangan anak (1) kepada Kepala Dinas Sosial, Kepal Dinas Kesehatan dan Ketua KPA Daerah 33 Propinsi (2) kepada instansi terkait, Orsos/LSM/Yayasan, Toga/Toma, Perguruan Tinggi, Karang Taruna, Guru BP, Pramuka, OSIS di 10 Propinsi
Depag (1) Pengajian Bulanan di masing-masing unit Depag, dengan tujuan mensosialisasikan pengetahuan HIV dan AIDS (2)Sosialisasi penanggulangan Narkoba dan HIV/AIDS dalam bentu variatif sosial khusus di link kary Depag beserta keluarga besar karyawan Depag.
Penayangan kegiatan sosialisasi melalui ceramah di televisi melalui media TVRI setiap hari Sabtu dan Minggu pukul 19.30 - 20.00 WIB dengan judul "Kita Harus Menang".
Depdagri Penyusunan PerMendagri ttg Pembentukan KPA dan Pemberdayaan Masyarakat dalam rangka Penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah
Penyusunan modul Pelatihan Masyarakat dalam Penanganan Masalah HIV dan AIDS
Sosialisasi Penanggulangan HIV dan AIDS bagi Anggota KORPRI, pengurus Dharma Wanita Persatuan, dan Pengurus PKK Pusat di Link Ditjen PMD
DephukHAM (1) Pertemuan Regional II Koordinasi dan Konsultasi Program Nasional Penanggulangan AIDS di Lapas/Rutan dengan tujuan menyamakan persepsi dalam upaya penanggulangan AIDS di Lapas/Rutan (2) Pembinaan petugas tentang Penanggulangan AIDS di LP/RT (3)TOT CST bagi doketr dan perawat LP/RT (4)TOT Konselor untuk Psikolog dan Drg. (5)TOT Mnjm Kasus (MK)
(1) Pelatihan Perubahan Perilaku BCC/RR Bagi petugas Lapas/Rutan yang menangani masalah Narkoba dan HIV/AIDS. (2) Pelatihan petugas medis untuk penanggulangan AIDS di Lapas/Rutan (3) Pelatihan adiksi bagi tenaga dokter dan paramedis untuk mampu memberikan konseling adiksi pada napi/tahanan narkotika
Dephub (1) Pengembangan bahan sosialisasi HIV dan AIDS untuk pegawai wanita di Litbang dan Dharma Wanita di lingkungan pusat Dephub (2)Lokakarya PerusahaanPeduli AIDS sektor transportasi, kerjasama dengan KKI
KIE(kampanye) penanggulangan AIDS pada pegawai di lingkungan Dephub dan Operator jasa transportasi.
LAPORAN KEGIATAN JANUARI - JUNI 2007 3
Sumber Informasi Tugas 1: Kebijakan & Renstra Tugas 2: Langkah2 Strategis Tugas 3: Koord pelaksanaan kegiatan
Tugas 4: Penyebarluas informasi
Tugas 5: Kerjasama regional dan internasional
Tugas 6:Koord pengelolaan data dan informasi
Tugas 7: mengendalikan, memantau & evaluasi
Tugas 8: memberi arahan pada KPAP dan KPA K/K
Menpora Lokakarya Pemuda Bersih Narkoba, HIV dan AIDS serta Penyuluhan 5000 Kader Pemuda
Penyuluhan untuk Pemuda
POLRI Menyusun 9 piranti lunak HIV dan dan Leaflet HIV
Penyuluhan HIV dan AIDS di Sekolah Polisi Negara (SPN) untuk Personel POLRI dan keluarga
,
PMI (1) Kerjasama dengan Depkes RI: Ujisaring darah donor. (2) Dengan Palang Merah (PM) Belanda: Program pemberdayaan kelompok KDS di Jabotabek, Program layanan Ambulans gratis untuk ODHA di Bali. (3) Dengan PM Australia: Pengembangan HIV workplace policy di lingkungan PMI. (4) Dengan PM Jepang: Program di Sumut yang meliputi: pencegahan siswa sekolah melalui PMR dan kelompok Risti; Dukungan pada ODHA dan Program anti stigma & diskriminasi(5) PMI Riau: Drop in Center untuk ODHA
BNN (1) Dukungan BNN untuk distribusikan buku Permenko No. 2 tahun 2007(2) Usulan penelitian efektivitas LJASS dan PTRM
KADIN Penetapan anggota Tim Pelaksana
Pelaksanaan Program PIPA
BPPT Belum ada Program Khusus ,Depkes Data belum tersedia
LAPORAN KEGIATAN JANUARI - JUNI 2007 4
INSTANSI
Tugas 1Kebijakan dan Renstra
Tugas 2Langkah-langkah strategis
Tugas 3Koordinasi Pelaksanaan Kegiatan
Tugas 4Penyebarluasan Informasi
Tugas 5Kerjasama Regional dan
Internasional
Tugas 6Koordinasi Pengelolaan
data dan informasi
Tugas 7Mengendalikan, Memantau
dan Evaluasi
Sekertariat KPA Nasional
(1) Pengguliran RAN ke* Tim Pelaksana* Mitra Internasional dan Masyarakat Sipil(2) Pelatihan Tim Fasilitator Pusat(3) Rencena penyediaan Pedoman Umum: Revisi permendagri 13/2006; PSM; CST; Dukungan POLRI untuk HR, PICT(4) Strategi Nasional Penanggulangan AIDS pada Anak dan Remaja Tahun 2007 - 2010: Diserahkan ke konsultan untuk penulisan akhir(5) Mengkaji Strategi Nasional Penanggulangan AIDS pada Perempuan
(1) Sidang Kabinet tanggal 19 Juli(2) Persiapan Pertemuan Nasional Harm Reduction(3) Mendukung Kongres Nasional ODHA dan OHIDHA kedua di Lido Jawa barat dan mengantar audiensi dan laporan hasil Kongres kepada Ketua KPA Nasional(4) Pertemuan Tim Pelaksana II/2007(5) Kunjungan Supervisi ke Lokasi Program Akselerasi untuk 14 Kota(6) Persiapan penyusunan Workplan di Sulawesi Selatan, Bali dan NTT sebagai masa transisi bantuan IHPCP - KPA Provinsi(7) Partnership for AIDS (Pertemuan Lembaga Donor untuk Indonesia bersama Ketua KPA Nasional(8) Forum Eksekutif Media Indonesia (9) Pertemuan audiensi dan advokasi
(1) Lokakarya Evaluasi Program Kondom 100% bersama BKKBN(2) Pertemuan Program Pengendalian NAPZA Suntik di Jawa Timur(3) Rencana Penambahan Tempat Layanan Metadon di Prov Jawa Barat(4) National Business Alliance (NBA): Mencari kesepakatan untuk dukungan sektor privat dalam penanggulangan AIDS(5) Sub Pokja Tempat Kerja dari Pokja Dunia Kerja: Rencana pertemuan Dirjen lima Departemen; Program KIE untuk jajaran KORPRI(6) Kelompok Kerja Komunikasi: Menyusun Strategi Komunikasi Nasional(7) Pertemuan akselerasi 3 Propinsi (Sul-Sel, Bali dan NTT)(8) Kesepakatan Sekretaris KPAN dan Puslitbang HAM DepHukHAM (penyusunan buku hak-hak ODHA)(9) Pelaksanaan Hari AIDS Sedunia 2007(10) Pelatihan PMTCT 3 Provinsi(11) Pelatiahan persiapan (set-Up) layanan jarum suntik
(1) Peluncuran PIAN dan pemanfaatan PIAN di kantor dan website(2) Menjadi narasumber pada * Kongres IAKMI* Seminar Nasional HIV dan AIDS Pelajar, Mahasiswa dan Masyarakat Papua se Jawa dan Bali(3) Konferensi Pers dan wawancara media dalam rangka Hari AIDS Sedunia
(1) Pertemuan-pertemuan CCM GF-ATM Indonesia(a) GF-ATM Regional Meeting for East Asia and the Pasific(b) Persiapan GFATM Round 8, komponen AIDS dengan melibatkan sektor pemerintah, mitra internasional dan masyarakat sipil(2) AusAID. Dalam rangka Subsidiary Arrangement IHPCP, dan rencana kunjungan duta besar HIV/AIDS Australia, Annmaree O'Keefe(3) ICAAP VIII dan Promosi ICAAP IX di Bali tahun 2009(4) Pertemuan Tingkat Menteri ketiga di Sysney(5) Workplan HIV/AIDS Round 4 Phase 2
(1) Female Drug User Workshop(2) Pertemuan Kelompok Kerja Penelitian(3) Pertemuan kelompok Kerja Monitoring dan Evaluasi(4) Pelatihan Penguatan Kapasitas Peneliti Kesehatan dan Kemiskinan, dalam rangka Prakonas IAKMI ke-12(5) Pengambilan Data Sektor untuk Evaluasi Akhir IHPCP(6) Tersedianya data implementasi respon sektor tingkat pusat, data dasar KPA Prov. dan data evaluasi program akselerasi 100 Kabupaten/Kota(7) Lokakarya Nasional Penelitian
(1) Monitoring Rutin Sekretariat KPA Nasional(a) Indikator Nasional(b) Laporan Enam Bulanan KPA Nasional ke Presiden RI; Laporan Akhir KPA nasional - GFATM & laporan tiga bulanan Sekretariat KPA Nasional(c)Pelatihan Monitoring Evaluasi untuk Project Implementing Manager(2) Pemantapan Rencana Monev dalam POKJA Monev(3) Persiapan pelaporan UNGASS: Data NCPI dan NASA, serta mengawal IBBS tahun 2007(4) Country Operational Plan (COP) dan Persiapan Lokakarya Most at Risk Population(5) Pertemuan Regional M&E Reference Group dan Lokakarya M&E se Asia Pasifik(6) Diseminasi hasil pelaksanaan setahun program akselerasi 100 Kab/Kota(7) Peluncuran buku peta estimasi rawan tertular HIV tahun 2006 dan Respon Pelayanan tahun 2007
Depnaker (1) Workshop Nasional penerapan Kepmenakertrans No. KEP. 68/MEN/2004 tentang pencegahan dan penangguangan HIV dan AIDS di tempat kerja
(1) Advokasi program pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di tempat kerja bagi Manajer perusahaan (30 manager)(2) Advokasi peserta rakor pokja HIV dan AIDS di tempat kerja, provinsi DKI Jakarta(3) Advokasi implementasi Kepmenakertrans 68/2004 pada peserta Bimtek Kesehatan Kerja untuk pengawas ketenagakerjaan seprovinsi Jawa Timur(4) Workshop nasional tentang penerapan pedoman bersama ILO dan WHO tentang pelayanan kesehatan kerja dan HIV/AIDS
(1) Sosialisasi program dan kebijakan HIV & AIDS dan narkoba di tempat kerja (Pekanbaru, Bandung(2) Penyuluhan K3 dan HIV/AIDS terhadap calon anggota P2K3 (24 orang (PT Carefour)(3) Sosialisasi informasi dasar HIV dan AIDS dan Kepmenakertrans No 68/2004 terhadap peserta diklat calon ahli K3 perusahaan (34 orang)(4) penyebarluasan KIE Program HIV/AIDS di tempat kerja (50 eksemplar)(5) Sosialisasi materi/informasi HIV dan AIDS melalui Pembekalan AKhir Pemberangkatan (PAP) kepada calon TKI luar negeri.(6) penyebarluasan bahan KIE program HIV/AIDS di tempat kerja (VCD, poster, kalender, stiker, brosur, leaflet, booklet dll)
(1) Rapat koordinasi Monev HI/AIDS di tempat kerja(2) Monitoring dan evaluasi program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja (GFATM)
LAPORAN KEGIATAN ANGGOTA KPA NASIONAL DALAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDSJuli - Desember 2007
LAPORAN KEGIATAN SEKTOR PERIODE JULI - DESEBER 2007 1
INSTANSI
Tugas 1Kebijakan dan Renstra
Tugas 2Langkah-langkah strategis
Tugas 3Koordinasi Pelaksanaan Kegiatan
Tugas 4Penyebarluasan Informasi
Tugas 5Kerjasama Regional dan
Internasional
Tugas 6Koordinasi Pengelolaan
data dan informasi
Tugas 7Mengendalikan, Memantau
dan Evaluasi
KPP
TNI (1) Mengembangkan Modul Pelayanan kesehatan TNI untuk TNI, melalui POKJA AIDS.(2) Penyusunan modul pelatihan VCT, IMAI, laboratorium dan CST
(1) Advokasi pejabat daerah (setingkat Danyon ke atas) di Jayapura dan Surabaya(2) Pelatihan pelayanan ODHA di Kediri (11 tenaga kesehatan)(3) Pelatihan Peer Leader (dikoordinasikan oleh Dephan RI)(4) Distribusi rapid tes seluruh fasilitas kesehatan TNI di Tanah Papua(5) Pelatihan IMAI Dokter Batalyon
(1) Sosialisasi HIV dan AIDS kepada 7739orang personil TNI di Sumsel, Lampung, Jateng, Kaltim, Sulut, Sulsel, Papua, Papua Barat, Jatim, Bali, NTT, Kalteng, Kalsel, dan Maluku
(1) Kunjungan WHO untuk logistik, reporting dan recording(2) Kunjungan GF ATM Genewa
Simposium sehari Up Date ARV
Sero Surveilans (Provinsi papua, Papua Barat, Bali dan Kontingen purna tugas Kongo dan Lebanon)
ODHA
Depdiknas (1) Menyempurnakan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan :a) No. 28/1994 tentang pembentukan pokja penanggulangan AIDS Depdikbudb) No. 303/u/1997 tentang pencegahan HIV/AIDS melalui pendidikanc) No. 9/U/1997 tentang pedoman pelaksanaan pendidikan pencegahan HIV/AIDSd) Meluncurkan strategi pencegahan HIV/AIDS melalui pendidikane) Mengembangkan bahan pengajaran yang memadai yang berkaitan dengan pengetahuan dan keahlian tentang HIV/AIDS da pencegahan penyalagunaan narkoba berdasarkan pendekatan pendidikan kecakapan hidup
1. Penyusunan dan pencetahan Modul Life Skills Education Untuk Pencegahan HIV dan AIDS bagi guru SMP2. Penyusunan dan Pencetakam Pedoman dan Modul Life Skills Education Untuk Pencegahan HIV dan AIDS bagi guru SMA. Naskah dicetak oleh WVI masing masing sebanyak 1.000 eksemplar.3. Menyediakan anggaran yang memadai dan kemudahan untuk memperoleh sumber daya4. pencegahan dan penanggula-ngan HIV/AIDS pada jenjang SD/SMP, SMA/SMK/ Sederajat melalui kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler dan menginteg-rasikannya kedalam mata pelajaran yang relevan dan pada tingkat PT dilakukan dgn pendekatan lain seperti orientasi studi dan pendidikan sebaya.5. Dinas pendidikan Provinsi dan Kab/Kota perlu meningkatkan perannya sebagai anggota KPA untuk mendukung program pendidikan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS
1. Penggalangan komitmen bagi pelajar dan Mahasiswa untuk melakukan Pencegahan HIV dan AIDS dalam rangka HAS 2007 pada tanggal 7 Des 2007 di Plaza Depdiknas jam 13.30 WIB.2. Lomba lomba Penulisan essai, Pembuatan Poster dan Penyuluhan dalam rangka pendidikan pencegahan HIV dan AIDS.3. Pertemuan tim pengembang LSE Depdiknas4. Sosialisasi dan advokasi Stranas AIDS Depdiknas kepada executif dan legislatif5. Mengembangkan sekolah model LSE di 6 Provinsi6. Mengembangkan berbagai media KIE untuk pencegahan HIV dan AIDS
1) Penerbitan media komunikasi kesehatan sekolah2) Menjadi narsumber pada pertemuan usaha kesehatan sekolah diberbagai daerah3) Melakukan dialog interaktif di TV dan Radio
1) Pembahasan instrumen Monev LSE HIV dan AIDS2) Pertemuan tim pengembang LSE untuk membahas monitoring dan evaluasi
1) Monitoring dan evaluasi dua kali dalam setahun2) Seminar hasil monev di Depdiknas
LAPORAN KEGIATAN SEKTOR PERIODE JULI - DESEBER 2007 2
INSTANSI
Tugas 1Kebijakan dan Renstra
Tugas 2Langkah-langkah strategis
Tugas 3Koordinasi Pelaksanaan Kegiatan
Tugas 4Penyebarluasan Informasi
Tugas 5Kerjasama Regional dan
Internasional
Tugas 6Koordinasi Pengelolaan
data dan informasi
Tugas 7Mengendalikan, Memantau
dan Evaluasi
BKKBN Pengembangan materi KIE pencegahan HIV dan AIDS bersama Depkes, pakar AIDS dan praktisi program AIDS
Lomba RAP generasi muda dalam rangka peringatan Hari AIDS sedunia
Penyuluhan dan KIE tentang pencegahan AIDS (Jabar, Sulbar, NTB, Sulteng, Sulsel, Bali, Kalsel, Maluku, Sultra, Jateng, Bali dan DIY)
Depsos 1) Penyusunan panduan untuk pemberian perlindungan sosial bagi ADHA dan pemberdayaan keluarganya2) Penyusunan bahan sosialisasi dan workshop penanggulangan HIV dan AIDS dikalangan anak
1) Temu konsultasi program penanggulangan HIV dan AIDS Depsos2) Memberikan bantuan usaha ekonomi produktifa. Pemberian jaminan hidup bagi ADHAb. Pemberdayaan keluarga ADHA3) Dana dekon penanggulangan HIV dan AIDS di 32 Provinsi4) Program Care and Support untuk orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan anak dengan HIV/AIDS (ADHA)
1) Pertemuan tindak lanjut penanggulangan HIV/AIDS bidang sosial
1) Sosialiasi dan workshop penanggulangan HIV/AIDS dikalangan anak2) Talk show dan Variety show :a. Talk show penanggulangan HIV/AIDS di media massa (TV)b. Pemasangan iklan penanggulangan HIV/AIDS di media cetak3) Penyuluhan dan pencegahan penyebaran HIV/AIDS di 19 Propinsi
1) Sosialisasi program perlindungan sosial ADHA dan pemberdayaan keluarganya2) Pendataan dan seleksi uji cob perlindungan sosial ADHA dan pemberdayaan ADHA3) Monitoring dan evaluasi uji coba perlindungan sosial ADHA dan pemberdayaan keluarganya
1) Pemantapan petugas pendamping untuk perlindungan sosial ADHA dan pemberdayaan keluarganya2) Laporan monitoring dan evaluasi uji coba perlindungan sosial ADHA dan pemberdayaan keluarganya
Depag
Depdagri Penyusunan dan penetapan permendagri No. 20 tahun 2007 tentang pmbentukan Komisi Penanggulangan AIDS di daerah
1) Pengiriman Permendagri No 20 tahun 2007 ke seluruh Provinsi dan Kab/Kota2) Sosialisasi Permendagri No. 20 tahun 2007 di 33 Provinsi dan bantuan stimulan untuk pelaksanaan sosialisasi tersebut
1) Pelatiahn keterampilan penenganan masalah HIV/AIDS di 3 Daerah (Bandar Lampung, Malang dan Jogyakarta)2) Sosialisasi penanggulangan HIV/AIDS bagi anggota KORPRI, Dharma Wanita Persatuan dan Tim Penggerak PKK Pusat
1) Pembuatan iklan layanan masyarakat tentang pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan HIV dan AIDS melalui media elektronika
LAPORAN KEGIATAN SEKTOR PERIODE JULI - DESEBER 2007 3
INSTANSI
Tugas 1Kebijakan dan Renstra
Tugas 2Langkah-langkah strategis
Tugas 3Koordinasi Pelaksanaan Kegiatan
Tugas 4Penyebarluasan Informasi
Tugas 5Kerjasama Regional dan
Internasional
Tugas 6Koordinasi Pengelolaan
data dan informasi
Tugas 7Mengendalikan, Memantau
dan Evaluasi
DephukHAM (1) Pertemuan awal pembentukan POKJA AIDS di lingkungan DephukHAM, sebagai tindak lanjut pertemuan Lokakarya Tim Asistensi Pokja Sektor di Purwakarta dengan mengundang perwakilan Balitbang HAM, Badan Pengembangan SDM, Ditjen HAM, Ditjen Peraturan Perundang-undangan, DItjen Pas dan Ditjen Imigrasi. Hasilnya adalah akan segera diterbitkan SK MenhukHAM untuk Pokja AIDS(2) Balitbang merevisi program tahun anggaran 2008 untuk mengakomodasi kegiatan (a) penyusunan Buku Pedoman bagi Petugas Kesehatan tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak ODHA, yang diawali dengan assessment di DKI, Kalbar dan Papua. (b) Seminar Perspektif HAM dalam upaya penanggulangan AIDS di DKI, Bali dan NTT.(3) Ditjen Imigrasi merencanakan program di tahun 2008
Pelaksanaan kegiatan di Ditjen Pas:(1) Peluncuran SOP (juknis) tentang konseling dan testing, perawatan dan pengobatan serta manajemen kasis Napi/tahanan ODHA, tanggal 2 Agustus 2007(2) Pelatihan pembinaan petugas (36 orang dari 36 UPT) tentang penanggulangan HIV dan AIDS di lingkungan Lapas/ Rutan(3) Pelatihan untuk Pelatih:(a) Tenaga Manajemen Kasus(b) Therapeutic Community untuk petugas (39 orang)(4) Temu konsultasi Kalapas Narkotika, Kabid Regiwatsustik dan Kasi Pembinaan (36 orang)(5) Pelatihan terapi dan rehabilitasi narkoba bagi petugas lapas dan rutan (30 orang staf pembinaan/yantah dan watkes)(6) pelatihan pengurangan dampak buruk narkoba di lapas/rutan (intervensi perubahan perilaku) di Kepri, peserta 23 orang(7) Pelatihan tenaga konselor (19 orang) dan manajer kasus (20 orang) dari 24 UPT.
Penyempurnaan instrumen Monev dihadiri oleh 10 orang nara sumber
Dephub
Menpora Pembentukan kader Pemuda Bersih Narkoba dan AIDS "Pantas Juara"
1) Lokakarya Pemuda Bersih narkoba, HIV dan AIDS dengan target Pelajar, Mahasiswa, OKP dan Artis di Hotel Maharaja, Kuningan dan Hotel Bumi Wiyata, Depok, bersama Kombes Polisi Dr. Viktor Pujiadi dari BNN.2) Lokakarya Pemuda Bersih Narkoba, HIV dan AIDS di Pontianak, Manado dan Cibinong
Melaksanakan penyuluhan-penyuluhan mengenai HIV dan AIDS pada pelajar SMK/SMU/MA/BEM dan OKP, salah satunya di SMU Madania, Bogor
POLRI Pelatiahn VCT untuk dokter dan perawat senior dilingkungan Kepolisian RI, Makassar
LAPORAN KEGIATAN SEKTOR PERIODE JULI - DESEBER 2007 4
INSTANSI
Tugas 1Kebijakan dan Renstra
Tugas 2Langkah-langkah strategis
Tugas 3Koordinasi Pelaksanaan Kegiatan
Tugas 4Penyebarluasan Informasi
Tugas 5Kerjasama Regional dan
Internasional
Tugas 6Koordinasi Pengelolaan
data dan informasi
Tugas 7Mengendalikan, Memantau
dan Evaluasi
PMI (1) Uji saring darah donor untuk memastikan darah bebas HIV(2) Penerapan kebijakan untuk penanggulangan AIDS di lingkungan PMI (pengurus, staf dan relawan PMI)
(1) Pendidikan Remaja Sebaya untuk pelatih inti (Samarinda, Balikpapan, Tarakan dan Nunukan)(2) Dukungan terhadap ODHA dan keluarga (Samarinda, Bali, Medan, P.Siantar, Deli Serdang, Langkat: distribusi suplemen, layanan ambulans dan rujukan untuk VCT.(3) Dukungan untuk populasi risiko tinggi di Medan(4) Hotline Counseling untuk masyarakat umum dan remaja di Jabodetabek dan Pontianak(5) Lokakarya penyusunan KIE untuk target: remaja, ibu, ODHA, dan masyarakat umum.
Diseminasi informasi melalui siaran radio, billboard, bulleting, fact sheet dan informasi pada majalah "Suara PMI"
BNN
KADIN 1) Pendeklarasian Indonesian Business Coalition on AIDS (IBCA)
1) Pelatihan untuk Pelatih Penyuluhan intensif Penangkalan AIDS (PIPA) di tempat kerja: 24 orang pelatih untuk Menjadi motivator pencegahan HIV/AIDS di masing-masing perusahaan.
1) Lokakarya Penyuluhan Intensif Penangkalan AIDS di tempat kerja kepada perusahaan anggota Kadin, Asosiasi dan APINDO Kabupaten Bekasi (32 orang).2) Fun Run " Stop AIDS Start Running 2007 " dalam rangka Hari AIDS Sedunia
Menristek 1) Sosialisasi tentang HIV dan AIDS dilingkungan kedeputian perkembangan Riset, ilmu pengetahuan dan teknologi2) Sosialisasi HIV/AIDS melalui siaran IPTEK VOICE Radio mini KNRT dan siaran di Q-TV
Survei penjajakan pemahaman HIV dan AIDS di lingkungan Kementerian Riset dan Teknologi (Keusioner dibagi kepada 250 orang PNS, CPNS dan tenaga honor)
PB IDI 1) Penguatan lembaga sekretariat HIV/AIDS PB IDI2) Pelatihan HIV/AIDS Koinfeksi Virus Hepatitis kerja sama PB IDI, PDPAI dan PPHI
1) Diseminasi informasi HIV/AIDS melalui media komunikas BIDI (Berita Ikatan Dokter Indonesia)2) Konferensi Pers sehubungan tentang penggunaan kondom dalam rangka Hari AIDS sedunia
Penandatangan Nota Kesepahaman PB IDI dengan ASHM pada International AIDS Conference di Sydney
LAPORAN KEGIATAN SEKTOR PERIODE JULI - DESEBER 2007 5