BAB IKLARIFIKASI ISTILAH
2.1. PingsanMenurut Dorland (2012) menyatakan bahwa pingsan
(syncope) adalah penangguhan kesadaran sementara yang disebabkan
oleh iskemia serebral generalisata. Adapun definisi pingsan
menurutEuropean Society of Cardiology (2009) adalah suatu gejala
dengan karakteristik klinik kehilangan kesadaran yang tiba-tiba dan
bersifat sementara, dan biasanya menyebabkan jatuh, yang terjadi
akibat hipoperfusi serebral, dimana onsetnya relatif cepat dan
terjadi pemulihan spontan. Sedangkan menurut Sukha & Zimetbaum
(2006) pingsan adalah suatu kondisi kehilangan kesadaran yang
mendadak, dan biasanya sementara, yang disebabkan oleh kurangnya
aliran darah dan oksigen ke otak. Gejala pertama yang dirasakan
oleh seseorang sebelum pingsan adalah rasa pusing, berkurangnya
penglihatan, tinitus, dan rasa panas. Selanjutnya, penglihatan akan
menjadi gelap dan akan jatuh atau terkulai.
2.2. DemamDemam adalah peningkatan suhu tubuh diatas normal, hal
ini dapat disebabkan oleh stres fisiologik, seperti pada ovulasi,
sekresi hormon tiroid berlebihan, atau olahraga berat, oleh lesi
sistem saraf pusat atauninfeksi mikroorganisme atau oleh sejumlah
proses non-infeksi misalnya radang atau pelepasan bahan tertentu
(Dorland, 2012). Adapun menurut Guyton & Hall (2014) demam yang
berarti suhu tubuh diatas batas normal, dapat disebabkan oleh
kelainan di dalam otak sendiri atau oleh bahan-bahan toksik yang
mempengaruhi pusat pengaturan suhu, yang meliputi penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, tumor otak, dan keadaan lingkungan yang
dapat berakhir dengan heatstroke. Sherwood (2014) menyatakan bahwa
demam merupakan peningkatan suhu tubuh akibat infeksi dan
peradangan. Sebagai respon terhadap masuknya mikroba, sel-sel
fagositik tertentu (makrofag) mengeluarkan suatu bahan kimia yang
dikenal sebagai pirogen endogen yang bekerja pada pusat
termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat,
sehingga hipotalamus sekarang mempertahankan suhu di tingkat yang
baru dan tidak mempertahankannya di suhu normal tubuh.
Demam/ Fever : peningkatan temperatur tubuh diatas normal (37C).
(Newman,2012).Suhu tubuh diatas normal biasa dapat disebabkan oleh
kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi
pusat pengaturan suhu (Guyton,2012).Demam adalah peninggian suhu
dari variasi suhu normal sehari hari yang berhubungan dengan
peningkatan titik patokan suhu di hypothalamus (Dinarello and
Gelfand,2005).2.3. KompresMenurut Dorland (2012) kompres adalah
bantalan atau gulungan kasa atau bahan lain yang dipakai dengan
cara ditekankan ke tempat tertentu, kadang-kadang dibubuhi obat,
dan bisa berupa kompres basah atau kering, panas atau dingin.
Sedangkan menurut Berman et al. (2009) kompres adalah metode
pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan cairan atau alat yang
dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian tubuh yang
memerlukan. Kompres panas dingin, selain menurunkan sensasi nyeri
juga dapat meningkatkan proses penyembuhan jaringan yang mengalami
kerusakan.
Muttaqin (2011) menyatakan bahwa kompres dingin merupakan suatu
terapi es yang dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat
sensitivitas nyeri dan subkutan lain pada tempat cidera dengan
menghambat proses inflamasi.
Kompres dingin adalah suatu metode dalam penggunaan suhu rendah
setempat yang dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis. Aplikasi
kompres dingin adalah mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan
mengurangi perdarahan serta edema. Diperkirakan bahwa terapi dingin
menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran
saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit
(Potter & Perry, 2005).
Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan
cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada
bagian tubuh yang memerlukan (Teknik Procedural Konsep dan Aplikasi
Kebutuhan Dasar Klien, Asmadi)2.4. Petugas medisMenurut Permenkes
No.262 (1979) yang dimaksud dengan tenaga medis/petugas medis
adalah lulusan Fakultas Kedokteran atau Kedokteran Gigi dan
Pascasarajna yang memberikan pelayanan medik dan penunjang medik.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32
(1996) yang dimaksud dengan tenaga medis adalah meliputi dokter dan
dokter gigi.
2.5. HeatstrokeHeatstroke adalah keadaan yang disebabkan oleh
pajanan panas yang terlalu besar, baik secara alami atau dibuat,
dan ditandai dengan kulit kering, vertigo, rasa haus, mual dan
kram-kram otot, suhu badan dapat meningkat secara membahayakan,
berlawanan dengan kehabisan panas yang suhu badannya subnormal
(Dorland, 2012). Menurut Guyton & Hall (2014) heatstroke dapat
terjadi apabila suhu tubuh meningkat melebihi suhu kritis dalam
rentang 105 sampai 108F (40,5-42,2C), dengan gejala meliputi
pusing, rasa tidak enak pada perut yang kadang disertai muntah,
kadang delirium, dan akhirnya hilang kesadaran bila suhu tubuh
tidak segera turun. Gejala-gejala tersebut sering didieksaserbasi
oleh derajat syok sirkulasi yang disertai dengan kehilangan banyak
cairan dan elektrolit dalam keringat.Heatstroke adalah penyakit
yang mengancam jiwa ditandai dengan suhu tubuh inti tinggi yang
naik diatas 40 dan disertai dengan panas, kulit kering, dan
kelainan sistem saraf pusat seperti delirium, kejang dan koma. (New
England Journal Of Medicine).
Heatstroke adalah kenaikan suhu inti tubuh diatas 400 C yang
disertai dengan panas, kulit kering, dan kelainan system syaraf
pusat seperti delirium, kejang dan koma (Heart Stroke ,The New
England Journal of Medicine).
BAB IIIDENTIFIKASI MASALAH
1. Apakah demam itu?2. Bagaimana mekanisme terjadinya demam? 3.
Apa saja jenis jenis demam? 4. Bagaimana cara untuk menurunkan
demam? 5. Organ apa yang berperan dalam pengaturan demam?6. Apa
sajakah faktor penyebab demam dan faktor yang mempengaruhi demam?
7. Bagaimana terapi penanganan demam? 8. Bagaimana pengaruh
peningkatan suhu badan terhadap kesehatan?9. Apakah perbedaan
demam, hiperpireksia, hipertermi dan hipotermi?10. Bagaimanakah
efektifitas kompres dingin juga kompres hangat?11. Apakah demam
Andi karena dehidrasi?12. Mengapa Andi pingsan?13. Sebutkan
jenis-jenis pingsan!14. Bagaimana mekanisme terjadinya pingsan?
BAB IIIANALISIS MASALAH
1.1. Definisi Demam Demam adalah suatu gejala penyakit tertentu
dengan peningkatan suhu tubuh, yang dapat disebabkan pelepasan
pirogen eksogen dari mikroorganisme, reaksi imun terhadap infeksi.
Sedangkan pada pirogen endogen disebabkan oleh pathogen difagosit
makrofag seperti sel kupffer pada hepar sehingga sitokinin
terlepas, pirogen endogen Interleukin 1 alfa, Interleukin 1 beta,
Interleukin 6, Interleukin 8, Interleukin 11, interferon alfa 2,
interferon gamma, kahektin, limfotoksin, MIP (Machrofag Inflamatory
Protein 1/MIP 1)1.2. Mekanisme Demama. Secara
FisiologisDehidrasi
Tubuh Kehilangan Cairan Elektrolit
Penurunan Cairan Ekstra Sel dan Intra Sel
DemamKehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi) menyebabkan
elektrolit yang ada dalam pembuluh darah berkurang. Elektrolit ini
dibutuhkan dalam metabolisme di otak untuk menjaga keseimbangan
termoregulasi di hipotalamus anterior. Sehingga kekurangan akan
menggangu termoregulasi hipotalamus anterior sehingga menimbulkan
demam.
b. Secara PatologisProses terjadinya demam dimulai dari
stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit, dan neutrofil)
oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau
reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat
kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-, dan
IFN). Daerah spesifik dari interleukin-1 (IL-1) adalah region
preoptik hipotalamus anterior yang mengandung sekelompok syaraf
termosensitif yang berlokasi di dinding rostal ventrikel III
disebut juga sebagai corpus callosum lamina terminalis (OVLT) yaitu
batas antar sirkulasi dan otak. Syaraf termosensitif ini
terpengaruh oleh daerah yang dialiri darah dan masukan dari
reseptor kulit dan otot. Syaraf yang sensitive terhadap hangat
terpengaruh dan meningkat dengan penghangatan. Sedangkan syaraf
yang sensitif terhadap dingin meningkat dengan pendinginan. IL-1
menghambat syaraf sensitive terhadap hangat dan merangsang cold
sensitive neurons. Kemudian IL-1 masuk kedalam ruang perivascular
OCLT melalui jendela kapiler dan memproduksi Prostaglandin E2
melalui metabolisme asam arachidonat. Secara difusi prostaglandin
yang terbentuk kemudian akan masuk kedalam region preoptik
hypothalamus dan meningkatkan patokan termostat di pusat
termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu
sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini
memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain
menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti
memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas
dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan
suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut. Terdapat beberapa
fase pada saat demam menurut Guyton & Hall (2012) yaitu :a.
Fase kedinginanApabila set-point di hipotalamus berubah secara tiba
tiba, berubah dari nilai normal menjadi lebih tinggi dari normal
(akibat penghancuran jaringan, Zat pirogen, atau dehidrasi)
biasanya dibutuhkan waktu selama beberapa jam agar suhu tubuh dapat
mencapai set-point suhu yang baru.Gambar 1 menunjukan efek
peningkatan set-point yang tiba- tiba hingga 103 F. Karena suhu
darah sekarang lebih rendah dari set-point pengatur suhu di
hipotalamus, akan terjadi reaksi umum yang menyebabkan kenaikan
suhu tubuh. Selama periode ini, orang akan menggigil dan merasa
sangat kedinginan walaupun suhu tubuhnya mungkin telah diatas
normal. Demikian juga, kulit menjadi dingin karena vasokonstriksi
dan orang tersebut gemetar. (Guyton&Hall,2012)b. Fase
DemamMerupakan fase keseimbangan antara produksi panas dan
kehilangan panas dititik patokan suhu yang sudah meningkat.
(Dalal&Zhukousy,2008)c. Fase kemerahan / krisis Bila faktor
yang menyebabkan suhu tinggi dihilangkan, set-point pada pengatur
suhu hipotalamus akan turun ke nilai yang lebih rendah-mungkin
bahkan kembali ke nilai normal seperti ini, suhu tubuh masih 103 F,
tetapi hipotalamus berupaya mengatur suhu sampai 98,6 C. Keadaan
ini analog dengan pemanasan yang berlebihan di area
preoptik-hipotalamus anterior, yang menyebabkan pengeluaran
keringat banyak dan kulit tiba tiba menjadi panas karena
vasodilatasi disemua tempat. Perubahan yang tiba tiba dari
peristiwa ini dalam penyakit demam dikenal sebagai sebagai krisis
atau lebih tepatnya kemerahan. Pada masa lampau sebelum diberikan
antimikroba, keadaan krisis selalu dinantikan, karena sekali hal
ini terjadi dokter dengan segera mengetahui bahwa suhu pasien akan
segera turun. (Guyton &Hall,2012)Gambar 1
1.3. Jenis Jenis Demama. Demam septik Pada demam ini, suhu badan
berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan
turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari.b. Demam
hektik Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang
tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat yang
normal pada pagi hari.c. Demam remiten Pada demam ini, suhu badan
dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu normal.d.
Demam intermiten Pada demam ini, suhu badan turun ke tingkat yang
normal selama beberapa jam dalam satu hari.e. Demam Kontinyu Pada
demam ini, terdapat variasi suhu sepanjang hari yang tidak berbeda
lebih dari satu derajat. f. Demam Siklik Pada demam ini, kenaikan
suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas
demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu
seperti semula. (Nelwan, 2009)
1.4. Cara Menurunkan Demama. Kompres HangatKompres air hangat
mempengaruhi suhu tubuh dengan cara memperlebar pembuluh darah
(vasodilatasi), member tambahan nutrisi dan oksigen untuk sel dan
membuang sampah-sampah tubuh, meningkatkan suplai darah ke
area-area tubuh, mempercepat penyembuhan dan dapat menyejukkan.
Selain itu, pemberian kompres hangat akan memberikan sinyal ke
hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang
peka terhadap panas di hipotalamus dirangsang, system efektor
mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat dan vasodilatasi
perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat
vasomotor pada medulla oblongata pada tangkai otak, di bawah
pengaruh hipotalamik bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi.
Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan pembuangan atau kehilangan
energy atau panas melalui kulit meningkat (berkeringat),
selanjutnya akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga mencapai
keadaan normal kembali.b. Kompres DinginKompres dingin merupakan
salah asatu cara hilangnya panas dari tubuh melalui proses
konduksi. Pemberian kompres dingin bertujuan agar suhu badan turun.
Pemberian kompres dingin akan menyebabkan panas berpindah mengikuti
penurunan gradien termal dari benda yang lebih panas ke yang lebih
dingin karena dipindahkan dari molekul ke molekul. Selama proses
ini, molekul yang semula lebih panas akan kehilangan sebagian
termalnya sewaktu molekul tersebut melambat dan menjadi lebih
dingin.
1.5. Organ yang Berperan dalam Pengaturan DemamMenurut Guyton
& Hall (2014) dan Sherwood (2014) suhu tubuh diatur hampir
seluruhnya oleh mekanisme persarafan umpan balik, dan semua
mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu yang terletak
pada hipotalamus. Oleh karena itu, organ yang berperan dalam
pengaturan demam adalah hipotalamus.
1.6. Faktor Penyebab Demam dan Faktor yang Mempengaruhi
DemamDemam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non
infeksi. Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri,
virus, jamur, ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya
menimbulkan demam pada anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis,
osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis,
bakterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis,
otitis media, infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Infeksi virus
yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain viral pneumonia,
influenza, demam berdarah dengue, demam chikungunya, dan
virus-virus umum seperti H1N1. Infeksi jamur yang pada umumnya
menimbulkan demam antara lain coccidioides imitis, criptococcosis,
dan lain-lain. Infeksi parasit yang pada umumnya menimbulkan demam
antara lain malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis.Demam akibat
faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain
faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu
tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis,
systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit
Hodgkin, Limfoma non- hodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian
obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin) Selain
itu anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai akibat efek
samping dari pemberian imunisasi selama 1-10 hari. Hal lain yang
juga berperan sebagai faktor non infeksi penyebab demam adalah
gangguan sistem saraf pusat seperti perdarahan otak, status
epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan lainnya.
1.7. Terapi Penanganan Demama. Terapi non-farmakologi Adapun
yang termasuk dalam terapi non-farmakologi dari penatalaksanaan
demam: a) Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah
dehidrasi dan beristirahat yang cukup. b) Tidak memberikan
penderita pakaian panas yang berlebihan pada saat menggigil. Kita
lepaskan pakaian dan selimut yang terlalu berlebihan. Memakai satu
lapis pakaian dan satu lapis selimut sudah dapat memberikan rasa
nyaman kepada penderita. c) Memberikan kompres hangat pada
penderita. Pemberian kompres hangat efektif terutama setelah
pemberian obat. Jangan berikan kompres dingin karena akan
menyebabkan keadaan menggigil dan meningkatkan kembali suhu inti b.
Terapi farmakologi Obat-obatan yang dipakai dalam mengatasi demam
(antipiretik) adalah parasetamol (asetaminofen) dan ibuprofen.
Parasetamol cepat bereaksi dalam menurunkan panas sedangkan
ibuprofen memiliki efek kerja yang lama. Pada anak-anak, dianjurkan
untuk pemberian parasetamol sebagai antipiretik.1.8. Pengaruh
Peningkatan Suhu Badan Terhadap KesehatanPengaruh peningkatan suhu
badan terhadap kesehatan menurut Guyton & Hall (2014) bahwa
hiperpireksia yang merupakan peningkatan suhu tubuh yang tinggi
yaitu lebih dari 41,1oC dapat meningkatkan metabolisme tubuh dan
kerja system kardiopulmoner serta dapat menyebabkan kerusakan
jaringan tubuh terutama di otak. Sekali sel neuron mengalami
kerusakan, sel tersebut tidak dapat digantikan. Demikian juga,
kerusakan pada hati, ginjal dan organ tubuh lainnya sering kali
cukup berat, sehingga kegagalan satu atau lebih dari organ-organ
tersebut akhirnya dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu,
peningkatan suhu badan yang ekstrim sangat mempengaruhi penurunan
tingkat kesehatan.
1.9. Perbedaan Demam, Hiperpireksia, Hipertermi dan
HipotermiMenurut Guyton & Hall (2014) pada demam biasa suhu
tubuh berada disekitar diatas norrmal saja, adapun keadaan demam
yang lebih berat yaitu hiperpireksia suhu tubuh lebih daripada
41,1oC atau 106oF. Sherwood (2014) menyatakan bahwa hipertermia
adalah peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal. Kata demam
biasanya dinyatakan untuk peningkatan suhu akibat pelepasan pirogen
endogen yang menyetel ulang titik patokan (set point) suhu
hipotalamus selama infeksi atau peradangan. Sedangkan hipertermia
merujuk kepada semua ketidakseimbangan antara penambahan panas dan
pengeluaran panas yang meningkatkan suhu tubuh. Hipertermia
memiliki berbagai sebab, sebagian normal dan tidak berbahaya, yang
lain patologik dan mematikan. Adapun penyebab tersering hipertermia
adalah olahraga yang berkepanjangan. Hipertermia juga dapat terjadi
akibat malfungsi pusat kontrol hipotalamus. Lesi otak tertentu,
misalnya mengurangi kemampuan termostat hipotalamus untuk mengatur
suhu normal. Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa
hipotermiaadalah suatukondisidimana mekanisme tubuh untuk
pengaturan suhu kesulitan mengatasi tekanansuhudingin. Hipotermia
juga dapat didefinisikan sebagai suhu bagian tubuh di bawah
35C.
1.10. Efektifitas Kompres Dingin dan Kompres HangatTelah lama
dikenal pemakaian metode fisik dalam menurunkan demam. Metode fisik
ini ditujukan untuk meningkatkan pengeluaran panas baik secara
konduksi, konveksi, maupun evaporasi. Metode yang umum dipakai
adalah kompres dingin. Akan tetapi, keuntungannya dalam terapi
demam belum sepenuhnya dipahami. Kompres dingin adalah terapi
pilihan untuk hipertermia yang ditandai oleh temperatur inti tubuh
melampaui set poin termoregulasi. Berbeda dengan demam, shivering,
vasokonstriksi kulit dan respon yang berhubungan dengan perilaku
meningkatkan temperatur inti untuk menjangkau peningkatan set poin
suhu yang diakibatkan oleh kerja pirogen di pusat termoregulasi.
Selama hipertermia, penurunan produksi panas, vasodilatasi,
berkeringat dan respon perilaku bekerja untuk menurunkan temperatur
tubuh. Jadi, pemakaian kompres dingin pada terapi hipertermia tidak
bertentangan dengan proses yang ditimbulkan oleh pemakaian terapi
yang lain. Kompres dingin menurunkan temperatur kulit lebih cepat
dari pada temperatur inti tubuh, sehingga merangsang vasokonstriksi
dan shivering. Shivering mengakibatkan gangguan metabolisme karena
meningkatkan konsumsi oksigen dan volume respirasi, meningkatkan
persentase karbon dioksida dalam udara ekspirasi dan meningkatkan
aktifitas sistem saraf simpatis. Oleh karena itu, kompres dingin
kurang efektif dalam tatalaksana demam karena selain kurang nyaman
juga merangsang produksi panas dan menghalangi pengeluaran panas
tubuh. Selain kompres dingin, dikenal pemakaian kompres hangat
dalam tatalaksana demam. Kompres hangat adalah melapisi permukaan
kulit dengan handuk yang telah dibasahi air hangat dengan
temperatur maksimal 43. Lokasi kulit tempat mengompres biasanya di
wajah, leher, dan tangan. Kompres hangat pada kulit dapat
menghambat shivering dan dampak metabolik yang ditimbulkannya.
Selain itu, kompres hangat juga menginduksi vasodilatasi perifer,
sehingga meningkatkan pengeluaran panas tubuh. Penelitian
menunjukkan bahwa pemberian terapi demam kombinasi antara
antipiretik dan kompres hangat lebih efektif dibandingkan
antipiretik saja, selain itu juga mengurangi rasa tidak nyaman
akibat gejala demam yang dirasakan. Pemakaian antipiretik dan
kompres hangat memiliki proses yang tidak berlawanan dalam
menurunkan temperatur tubuh. Oleh karena itu, pemakaian kombinasi
keduanya dianjurkan pada tatalaksana demam.
1.11. Demam Andi Karena Dehidrasi?Tubuh harus mendapat cukup air
untuk menjalankan fungsinya dengan tepat untuk menyaring
racun-racun keluarmelalui ginjal, dan untuk memelihara jumlah
mineral (elektrolit) secara normal. Dehidrasi terjadi ketika tubuh
kehilangan cairan lebih cepatdaripada ketika akan digantikan.
Seseorang harus meminum cairan dengan cukup untuk menggantikan
cairan yang keluar dari tubuhnya (Elsevier, 2007). Dehidrasi
dihasilkan dari kehilangan air dan elektrolit penting dalam tubuh
termasuk kalium, natrium, klorida dan banyak mineral lainnya.
Organ-organ esensial yang sangat berperan seperti otak, ginjal,
jantung dan sistem saraf tidak dapat berfungsi tanpa air atau
mineral yang cukup. Menurut Elete 1990 Penyebab dehidrasi
didasarkan pada 4 dasar, yaitu : a. Berkeringat : demam, latihan
(gerakan), pembuangan panas berlebihanb. Muntah : ulser, keracunan
makanan, flu c. Diare : flu, keracunan makanan, gastroenteritis d.
Pemasukan kalori yang tidak cukup, dapat terjadi karena tidak
mengkonsumsi mineral dan air yang cukup Ada beberapa hal untuk
menghindari gejala dehidrasi : a. Minum cairan yang cukup,
mengkonsumsi 8 gelas air sehari.b. Membatasi atau menghindari
minuman berkafein dan beralkohol karena kandungan keduanya
meningkatkan dehidrasi. c. Menghindari minuman berkarbonat yang
dapat membengkak dan memberi sensasi penuh pada tubuh karena
membatasi pemasukan cairan.d. Menggunakan penangkal cahaya
matahari, menjaga diri tetap dingin dan mencari
perlindungan/naungan dimanapun berada (Elete, 1990).Ya, ada
kemungkinan bahwa Andi demam karena dehidrasi. Karena berdasarkan
yang kamu baca pada buku referensi panas dalam tubuh dikeluarkan
dengan cara berkeringat. Sehingga apabila pembuangan panas
dilakukan secara besar-besaran dengan menggunakan keringat maka
tubuh akan kehilangan banyak kandungan air. Karena komposisi dari
keringat mayoritas oleh air.1.12. Penyebab DemamAndi pingsan karena
Ani pingsan karena andi mengalami gangguan terkait panas yaitu Heat
exhaustion. Heat exhaustion adalah keadaan kolaps, biasanya
bermanifestasi sebagai pingsan, akibat berkurangnya tekanan darah
karena mekanisme pengeluaran panas yang sangat berlebihan.
Berkeringat berlebihan mengurangi curah jantung dengan mengurangi
volume plasma, dan vasodilatasi kulit yang mencolok menyebabkan
turunnya resistensi perifer total. Karena tekanan darah ditentukan
oleh curah jantung kali resistensi perifer total maka terjadi
penurunan tekanan darah, penurunan jumlah darah yang disalurkan ke
otak, dan pingsan. Karena itu, heaf exhaustion lebih merupakan
konsekuensi dari aktivitas berlebihan mekanisme-mekanisme
pengeluaran panas dibandingkan gangguan pada mekanisme-mekanisme
tersebut. Karena mekanisme pengeluaran panas telah sangat aktif
maka pada heat exhaustion suhu tubuh hanya sedikit meningkat.
Dengan memaksa aktivitas berhenti ketika mekanisme pengeluaran
panas tidak lagi mampu menghadapi penambahan panas yang ditimbulkan
oleh olahraga atau lingkungan yang panas, heat exhaustion berfungsi
sebagai katup pengaman yang mencegah heatstroke yang memiliki
konsekuensi lebih serius.
1.13. Jenis Jenis PingsanJenis-jenis pingsan menurut European
Society of Cardiology (2009) menyatakan bahwa terdapat 3 jenis
sinkop yaitu : Sinkop reflek, yang terdiri dari :a. Sinkop
vasovagal (neurogenic syncope) Sinkop vasovagal adalah sinkop jenis
ini dapat dipicu perubahan emosional dan pada orang yang berdiri
dalam jangka waktu yang lama, terutama dalam suasana yang panas,
ramai serta tubuhnya mengalami dehidrasi. b. Sinkop situasional,
Sinkop situasional adalah sinkop yang dapat terjadi pada
kondisi-kondisi tertentu seperti berikut : a. Mikturisi atau
berkemih Terjadi selama berkemih, biasanya pasien bangun dari
tempat tidur di malam hari untuk berkemih. Selama urinasi,
mekanoreseptor pada dinding kandung kemih terstimulasi untuk
menghasilkan refleks bradikardia dan vasodilatasi. Apalagi jika
pasien berdiri, maka kondisi akan semakin berat akibat adanya
komponen ortostatik yang menyebabkan hipotensi sehingga pada
akhirnya kesadaran akan hilang.b. Batuk (tussive syncope)Saat batuk
hebat, terjadi peningkatan tekanan intratoraks yang memperkuat
respon hipotensif. Respon ini terjadi akibat gangguan aliran balik
vena dan berkurangnya curah jantung. Batuk yang sangat hebat dapat
menginduksi respon gag, menyebabkan refleks bradikardia dan
vasodilatasi.c. Deglutinasi/menelanTerjadi akibat stimulasi
mekanoreseptor esofagus selama menelan, terutama saat menelan bolus
padat berukuran besar. Biasanya terjadi pada pasien dengan riwayat
striktur esofagus atau spasme.d. DefekasiMedulla oblongata. Impuls
afferen ini mengaktivkan saraf simpatik efferen ke jantung dan
pembuluh darah. Hal ini menyebabkan sinus arrest atau
atrioventricular block, vasodilatasi. Pemijatan salah satu atau
kedua sinus karotikus, khususnya pada orang usia lanjut,
menyebabkan : (1) perlambatan jantung yang bersifat refleks (sinus
bradikardia, sinus arrest, atau bahkan blok atrioventrikel), yang
disebut respons tipe vagal; dan (2) penurunan tekanan arterial
tanpa perlambatan jantung yang disebut respons tipe depressor.
Kedua tipe respons sinus karotikus tersebut dapat terjadi
bersama-sama.
Syncope hipotensi ortostatikMerupakan penyebab umum syncope pada
usia lanjut. Hipotensi terjadi saat sistem kardiovaskular tidak
mampu mengompensasi perubahan aliran darah akibat perubahan postur
dari berbaring/duduk menjadi berdiri. Hal ini akan menyebabkan
penurunan tekanan darah dan hipoperfusi otak, pada akhirnya
menyebabkan hilangnya kesadaran. Banyak faktor yang dapat
menyebabkan syncope ortostatik, diantaranya efek penggunaan
diuretik, obat antihipertensi, dan sedatif berlebihan. Penyebab
lainnya adalah tirah baring terlalu lama, dehidrasi, anemia berat,
penyakit sumsum tulang belakang, neuropati otonom, dan penyakit
neurodegeneratif.
Sinkop kardiovaskularSinkop kardiavaskular adalah penurunan
curah jantung secara tiba-tiba, menyebabkan berkurangnya perfusi
otak dan hilangnya kesadaran. Gejala berupa palpitasi, nyeri dada,
posisi non ortostatik saat terjadi sinkop atau eksersional (terjadi
bisanya pada pasien dengan penyakit katup jantung). Pada sinkop
jenis ini dapat terjadi aritmia singkat yang jika tidak cepat
ditangani dapat menyebabkan kematian. Penyebab lainnya adalah
kardiomiopati berat, myxoma atrium kiri, tamponade jantung,
hipertensi pulmuner dan embolus paru. Terjadi pada kondisi gangguan
kolon dengan adanya episode dari defekasi yang nyeri. Sinkop
defekasi juga dapat terjadi bersamaan dengan obstruksi vena cava
inferior. Saat mengejan, terjadi peningkatan tekanan intraabdomen
yang menyebabkan obstruksi vena setinggi
diafragma.GlosofaringealNeuralgia glosofaringeal dapat menginduksi
respon sinkop refleks. Hal ini terjadi melalui rangsangan nyeri
yang tiba-tiba, berat dan tajam yang berjalan sepanjang nervus
glosofaring pada faring posterior, leher, atau telinga luar dan
menghasilkan refleks bradikardi, vasodilatasi, hipotensi dan
akhirnya syncope.Sinkop sinus karotis, yang dapat terjadi saat
bercukur atau memakai kerah yang ketat. Hal ini umum terjadi pada
pria dengan usia lebih dari 50 tahun. Aktivasi dari baroreseptor
sinus karotis meningkatan impuls yang dibawa ke badan.
1.14. Mekanisme Terjadinya PingsanMekanisme terjadinya pingsan
menurut Sukha & Zimetbaum (2006) lebih dari 80% terjadinya
pingsan/sinkop merupakan jenis sinkop vasovagal. Menurut Guyton dan
Hall (2014) mekanisme sinkop vasovagal diawali dengan timbulnya
reaksi vasodilasi. Pada keadaan ini, sistem vasodilator otot
teraktivasi, dan pada saat yang bersamaan pusat penghambat jantung
vagal menghantarkan sinyal kuat ke jantung untuk memperlambat
frekuensi denyut jantung (bradycardia) secara bermakna. Tekanan
arteri menurun dengan cepat, yang menurunkan aliran darah ke otak
dan menyebabkan orang tersebut kehilangan kesadaran. Pingsan
emosional diawali dengan gangguan berpikir pada korteks serebri,
kemudian jalur ini kemungkinan berlanjut ke pusat vasodilator di
hipotalamus anterior, lalu ke pusat vagal di medula, menuju jantung
melalui nervus vagus, dan juga melalui tulang belakang ke saraf
vasodilator simpatis otot. Gejala presinkop berupa nausea,
pandangan kabur, diaphoresis, kelemahan tergeneralisasi, dan merasa
akan hilang kesadarannya. Pasien kemudian kehilangan kesadaran dan
akhirnya jatuh.
BAB IVSISTEMATIS MASALAH
BAB VSASARAN PEMBELAJARAN
5.1. Mahasiswa dapat memahami cara mengetahui demam.5.2.
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami mekanisme pengaturan
demam.5.3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami mekanisme
terjadinya demam.5.4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami apa
saja etiologi demam.5.5. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami
mekanisme kompres dalam penanganan demam.
BAB VIBERBAGI INFORMASI
6.1. Cara mengetahui demama) Mengetahui demamMenurut Kaneshiro
& Zieve (2010) sedikitnya ada 3 lokasi pada tubuh yang dapat
diukur suhunya untuk mengetahui demam, dimana 3 lokasi ini tidak
terpengaruh suhu luar sehingga memberikan hasil yang lebih akurat,
yaitu di sela ketiak (axillary), mulut (oral), dan dubur/anus
(rectal). Tubuh dikatakan demam apabila suhu pengukuran sela ketiak
37,2C atau mulut 37,5 C atau dubur 38,0 C. OGrady et al. (2008) dan
Atiq (2009) menyatakan bahwa pengukuran suhu mulut aman dan dapat
dilakukan pada anak usia 5 tahun, pengukuran ini lebih akurat
dibandingkan suhu ketiak. Pengukuran suhu ketiak mudah dilakukan,
namun hanya menggambrkan suhu perifer tubuh yang sangat dipengaruhi
oleh vasokontruksi pembuluh darah dan keringat, sehingga kurang
akurat. Adapun pengukuran melalui dubur cukup akurat karena lebih
mendekati suhu tubuh yang sebenarnya dan paling sedikit terpengaruh
suhu lingkungan, namun pemeriksaannya tidak nyaman bagi anak. Demam
merupakan salah satu gejala khas yang menandakan adanya infeksi
mikroorganisme di dalam tubuh. Jika dipicu oleh virus, infeksi itu
akan sembuh dengan sendirinya dalam waktu beberapa hari sedangkan
jika dipicu oleh bakteri maka harus diberi antibiotik.Pemeriksaan
laboratorium penting dilakukan untuk menentukan penyebab infeksi
virus atau bakteri dan lainnya, pemeriksaan harus mencakup hitung
darah lengkap. Pertanda yang sering digunakan adalah hitung
leukosit, akan tetapi peningkatan polimorfonuklear lebih akurat
menentukan penyebab infeksi (Gelfand et al., 2014).Selain dari tes
darah, jenis demam juga bisa membedakan antara infeksi virus dengan
infeksi bakteri. Perbedaan jenis demam ini cukup cepat untuk
dipakai dalam pengambilan keputusan saat memberi obat pada pasien.
Demam pada anak 90-95 persen disebabkan oleh virus, hanya 5-10
persen disebabkan oleh bakteri. Demam dengan suhu tinggi (39C) dan
durasi yang lama ( 3 hari) lebih banyak disebabkan oleh infeksi
bakteri dibanding infeksi virus. Lokasi demam juga membedakan jenis
infeksinya. Demam yang terlokalisasi di satu organ biasanya
disebabkan oleh bakteri, sedangkan jika melibatkan banyak organ
(biasanya berhubungan dengan saluran napas) lebih sering dipicu
oleh virus sehingga tidak perlu diberi antibiotik. Perbedaan demam
karena virus dan bakteri juga bisa dilihat dari perilaku anak saat
demam. Jika anak masih bisa bermain dan berinteraksi dengan baik
maka bisa dicurigai infeksinya dipicu oleh virus sedangkan jika
anak tampak sakit berat, menangis lemah dan tidak tertarik pada
lingkungan sekitar maka bisa dicurigai pemicunya adalah bakteri.
Pemeriksaan fisik pada anak demam secara kasar dibagi atas status
generalis dan evaluasi secara detil yang memfokuskan pada sumber
infeksi. Pemeriksaan status generalis tidak dapat diabaikan karena
menentukan apakah pasien tergolong toksis atau tidak toksis.
Penampakan yang toksis mengindikasikan infeksi serius. McCarthy
membuat Yale Observation Scale untuk penilaian anak toksis. Skala
penilaian ini terdiri dari enam kriteria berupa : evaluasi cara
menangis, reaksi terhadap orang tua, variasi keadaan, respon
sosial, warna kulit dan status hidrasi. Masing-masing item diberi
nilai 1 (normal), 3 (moderat), 5 (berat) (McCarthy, 1997; Lau et
al., 2002).
Tabel 1. The Yale Observation ScalePengamatanNormal(1)Gangguan
Ringan (3)Gangguan Berat (5)
Kualitas tangisanKuat atau senangMerengek atau terisakLemah atau
melengking
Stimulasi orang tua
Tangisan segeraberhenti/tidak menangis
Tangisan hilang timbul
Terus menangis atautangisan bertambahkeras
Variasi keadaan
Bila bangun tetapterbangun atau bila tidurdan distimulasi
anaksegera bangun
Mata segera menutuplalu terbangun atauterbangun denganstimulasi
yang lama
Terus tertidur atauTidak terstimulasi
Warna kulitMerah muda
Ekstremitas pucat
Pucat
Hidrasi
Kulit, mata normal,membran mukosa basahMembran mukusakering
Turgor kulit buruk
Respons terhadapkontak sosial
Senyum atau alert(< 2 bln)
Segera tersenyumatau segera alert(< 2 bln)
Tidak tersenyum,tampak cemas, bodoh,kurang berekspresi
Sumber : Lau et al. ( 2002)
Hasil studi prospektif penggunaan skala tersebut diatas, pada
anak usia < 2 tahun sebanyak 312 anak yang mengalami demam, anak
yang mempunyai nilai lebih dari 16 ternyata menderita penyakit yang
serius. Pemeriksaan penunjang dilakukan pada anak yang mengalami
demam bila secara klinis faktor risiko tampak serta penyebab demam
tidak diketahui secara spesifik. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan yaitu: (1) Pemeriksaan awal, meliputi pemeriksaan darah
rutin, urin dan feses rutin, morfologi darah tepi, hitung jenis
leukosit; (2) Pemeriksaan atas indikasi, meliputi kultur darah,
urin atau feses, pengambilan cairan serebro spinal, toraks foto
(Peter et al., 1997).
b) Penatalaksanaan demamPada prinsipnya demam dapat
menguntungkan dan dapat pula merugikan. Pada tingkat tertentu demam
merupakan bagian dari pertahanan tubuh antara lain daya fagositosis
meningkat dan viabilitas kuman menurun, tetapi dapat juga merugikan
karena anak menjadi gelisah, nafsu makan dan minum berkurang, tidak
dapat tidur dan menimbulkan kejang demam Hasil penelitian ternyata
80% orangtua mempunyai fobia demam. Orang tua mengira bahwa bila
tidak diobati, demam anaknya akan semakin tinggi. Kepercayaan
tersebut tidak terbukti berdasarkan fakta. Karena konsep yang salah
ini banyak orang tua mengobati demam ringan yang sebetulnya tidak
perlu diobati.1 Demam < 39C pada anak yang sebelumnya sehat pada
umumnya tidak memerlukan pengobatan. Bila suhu naik > 39C, anak
cenderung tidak nyaman dan pemberian obat-obatan penurun panas
sering membuat anak merasa lebih baik. Pada dasarnya menurunkan
demam pada anak dapat dilakukan secara fisik dan melalui
obat-obatan maupun kombinasi keduanya (Dalal & Zhukovsky, 2006)
:1. Secara fisik yaitu : Anak demam ditempatkan dalam ruangan
bersuhu normal Pakaian anak diusahakan tidak tebal Memberikan
minuman yang banyak karena kebutuhan air meningkat Memberikan
kompres.2. Obat-obatanPemberian obat antipiretik merupakan pilihan
pertama dalam menurunkan demam dan sangat berguna khususnya pada
pasien berisiko, yaitu anak dengan kelainan kardiopulmonal kronis,
kelainan metabolik, penyakit neurologis dan pada anak yang berisiko
kejang demam. Obat-obat anti inflamasi, analgetik dan antipiretik
terdiri dari golongan yang bermacam-macam dan sering berbeda dalam
susunan kimianya tetapi mempunyai kesamaan dalam efek
pengobatannya. Tujuannya menurunkan set point hipotalamus melalui
pencegahan pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim
cyclooxygenase (Victor & Vinci & Lovejoy,1994).Asetaminofen
merupakan derivat para-aminofenol yang bekerja menekan pembentukan
prostaglandin yang disintesis dalam susunan saraf pusat. Dosis
terapeutik antara 10-15 mg/kgBB/kali tiap 4 jam maksimal 5 kali
sehari. Dosis maksimal 90 mg/kbBB/hari. Pada umumnya dosis ini
dapat ditoleransi dengan baik. Dosis besar jangka lama dapat
menyebabkan intoksikasi dan kerusakkan hepar. Pemberiannya dapat
secara per oral maupun rektal (Mortensen, 2002).Turunan asam
propionat seperti ibuprofen juga bekerja menekan
pembentukanprostaglandin. Obat ini bersifat antipiretik, analgetik
dan antiinflamasi. Efek samping yang timbul berupa mual, perut
kembung dan perdarahan, tetapi lebih jarang dibandingkan aspirin.
Efek samping hematologis yang berat meliputi agranulositosis dan
anemia aplastik. Efek terhadap ginjal berupa gagal ginjal akut
(terutama bila dikombinasikan dengan asetaminopen). Dosis
terapeutik yaitu 5-10 mg/kgBB/kali tiap 6 sampai 8 jam.Metamizole
(antalgin) bekerja menekan pembentukkan prostaglandin. Mempunyai
efek antipiretik, analgetik dan antiinflamasi. Efek samping
pemberiannya berupa agranulositosis, anemia aplastik dan perdarahan
saluran cerna. Dosis terapeutik 10 mg/kgBB/kali tiap 6-8 jam dan
tidak dianjurkan untuk anak kurang dari 6 bulan. Pemberiannya
secara per oral, intramuskular atau intravena.Asam mefenamat suatu
obat golongan fenamat. Khasiat analgetiknya lebih kuat dibandingkan
sebagai antipiretik. Efek sampingnya berupa dispepsia dan anemia
hemolitik. Dosis pemberiannya 20 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis.
Pemberiannya secara per oral dan tidak boleh diberikan anak usia
kurang dari 6 bulan.
6.2. Mekanisme pengaturan demamDemam merupakan respon normal
tubuh terhadap adanya infeksi, paparan panas yang berlebihan
(overhating), dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun
dikarenakan gangguan sistem imun (Purwanti & Ambarwati,
2008).Suhu tubuh diatur oleh sebuah mesin khusus pengatur suhu yang
terletak di otak tepatnya di bagian hipotalamus yaitu dibagian
preoptik anterior. Hipotalamus dapat dikatakan sebagai mesin
pengatur suhu (termostat tubuh) karena disana terdapat reseptor
yang sangat peka terhadap suhu yang lebih dikenal dengan nama
termoreseptor. Dengan adanya termorespetor ini, suhu tubuh dapat
senantiasa berada dalam batas normal yakni sesuai dengan suhu inti
tubuh.Menurut Sherwood (2014) sebagai respon terhadap masuknya
mikroba, sel-sel fagositik tertentu (makrofag) mengeluarkan suatu
bahan kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen yang bekerja pada
pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan
termostat, sehingga hipotalamus sekarang mempertahankan suhu di
tingkat yang baru dan tidak mempertahankannya di suhu normal tubuh.
Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi
102F (38,9C), maka hipotalamus mendeteksi bahwa suhu normal
prademam terlalu dingin sehingga bagian otak memicu mekanisme
respon dingin untuk meningkatkan suhu menjadi 102F. Secara
spesifik, hipotalamus memicu menggigil agara produksi panas segera
meningkat, dan mendorong vasokonstriksi kulit untuk mengurangi
pengeluaran panas. Kedua tindakan ini mendorong suhu naik, sehingga
terjadilah demam. Setelah suhu baru tercapai, maka suhu tubuh
diatur sebagai normal dalam respon terhadap panas dan dingin dalam
patokan yang lebih tinggi. Karena itu, terjadinya demam sebagai
respon terhadap infeksi adalah tujuan yang disengaja dan bukan
disebabkan oleh kerusakan mekanisme termoregulasi.
6.3. Mekanisme terjadinya demam Sebagian besar demam pada
manusia terjadi karena faktor-faktor infeksi, seperti bakteri,
parasit, ataupun virus. Namun, sebenarnya demam juga dapat terjadi
karena faktor-faktor non infeksi, seperti penyakit-penyakit
autoimun (arthritis, vaskulitis), dan pemakaian obat-obatan
(antibiotik), serta suhu lingkungan yang ekstrem. a) Mekanisme
demam karena infeksiDemam atau febris merupakan suatu keadaan
dimana terjadi peningkatan suhu tubuh, dimana suhu tersebut
melebihin dari suhu tubuh normal. Proses perubahan suhu yang
terjadi saaat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat
toksin yang masuk kedalam tubuh. Umumnya, keadaan sakit terjadi
karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh.Proses
peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan
dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan
fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya zat
toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh kita. Mikroorganisme yang
masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu yang
sebagai pirogen eksogen. Mikroorganisme tersebut dapat berupa
virus, bakteri, parasit, maupun jamur.Dengan masuknya
mikroorganisme tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan
mencegahnya dengan memerintahkan pertahanan tubuh antara lain
berupa leukosit, makrofag jaringan, dan limfosit pembunuh
bergranula besar untuk memakannya (fagositosis). Dengan adanya
proses fagosit ini, pertahanan tubuh akan mengeluarkan
senjata-senjata berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen
endogen (khususnya IL-1/interleukin-1) yang berfungsi sebagai anti
infeksi. Pirogen endogen yang keluar selanjutnya akan merangsang
sel-sel epitel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni
asam arakhidonat. Asam arakhidonat yang di keluarkan oleh
hipotalamus akan memacu pengeluaran prostaglandin E2 (PGE2).
Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari thermostat
hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan
titik patokan suhu tubuh (diatas suhu normal). Adanya peningkatan
titik patokan ini dikarenakan thermostat tubuh (hipotalamus) merasa
bahwa suhu tubuh sekarang di bawah batas normal. Akibatnya
terjadilah respon dingin/menggigil. Adanya proses menggigil
(pergerakan otot rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas
tubuh yang lebih . Adanya perubahan suhu tubuh di atas normal
karena memang setting hipotalamus yang mengalami gangguan oleh
mekanisme di atas inilah yang disebut dengan demam atau febris
(Guyton & Hall, 2014; Sherwood, 2014; Gelfand et al.,
2014).
b) Mekanisme demam karena non-infeksiMekanisme demam karena
non-infeksi terjadi tidak melalui jalur pengeluaran prostaglandin,
tetapi terjadi melalui sinyal aferen nervus yang dimediasi oleh
produk lokal macrophage inflamntory protein-1 (MIP-1), suatu
kemokin yang bekerja secara langsung terhadap hipotalamus anterior,
yang mempengaruhi hipotalamus untuk meningkatkan titik patokan suhu
tubuh (Atiq, 2009).
c) Mekanisme demam non-infeksi karena paparan suhu lingkungan
yang tinggi Paparan suhu lingkungan yang tinggi dapat menyebabkan
hipertermia yaitu peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal
tanpa kenaikan set point (titik patokan) hipotalamus (Dalal &
Zhukovsky, 2006; Gelfand et al., 2014). Paparan suhu lingkungan
yang tinggi dapat menyebabkan dehidrasi, dimana dehidrasi
menyebabkan suhu tubuh meningkat karena volume cairan tubuh yang
turun mengakibatkan tubuh tidak mampu mengendalikan suhu tubuh
tetap normal. Begitupun paparan suhu tinggi lingkungan terhadap
tubuh menimbulkan peralihan kalor/energi panas dari lingkungan ke
tubuh, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara penambahan panas
dan pengeluaran panas, yaitu penambahan panas melebihi pengeluaran
panas (Sherwood, 2014). Lebih lanjut Sherwood (2014) menjelaskan
bahwa penyebab tersering hipertermia adalah olahraga yang
berkepanjangan. Sebagai konsekuensi fisik penambahan panas yang
luar biasa yang dihasilkan oleh otot-otot, suhu tubuh pada tahap
awal olahraga akan meningkat karena penambahan panas melebihi
pengeluaran panas. Peningkatan suhu inti secara reflek memicu
mekanisme mekanisme pengeluaran panas (vasodilatasi kulit dan
berkeringat), yang menghilangkan perbedaan antara produksi dan
pengeluaran panas. Segera setelah mekanisme pengeluaran panas
diaktifkan sehingga menyamai produksi panas, maka suhu inti menjadi
stabil ditingkat yang lebih tinggi daripada titik patokan.
6.4. Etiologi demamPotter & Perry (2005), Sherwood (2014),
dan Guyton & Hall (2014) menyataakan bahwa demam dapat
disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi. Demam
akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur,
ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan
demam pada anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis,
osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis,
bakterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis,
otitis media, infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Infeksi virus
yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain viral pneumonia,
influenza, demam berdarah dengue, demam chikungunya, dan
virus-virus umum seperti H1N1. Infeksi jamur yang pada umumnya
menimbulkan demam antara lain coccidioides imitis, criptococcosis,
dan lain-lain. Infeksi parasit yang pada umumnya menimbulkan demam
antara lain malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis (Jenson &
Baltimore, 2007). Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan
oleh beberapa hal antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan
yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi), penyakit
autoimun (arthritis, systemic lupuserythematosus, vaskulitis),
keganasan (penyakit hodgkin, limfoma nonhodgkin, leukemia), dan
pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan
antihistamin). Selain itu anak-anak juga dapat mengalami demam
sebagai akibat efek samping dari pemberian imunisasi selama 1-10
hari. Hal lain yang juga berperan sebagai faktor non infeksi
penyebab demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti
perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau
gangguan lainnya (Graneto, 2010)
6.5. Mekanisme kompres dalam penanganan demam a) Kompres hangat
Redjeki (2002) menyatakan bahwa kompres hangat lebih efektif dalam
menurunkan suhu tubuh dibandingkan dengan kompres dingin dalam
penanganan demam. Oleh karena itu, menurut Hartanto (2003) kompres
dingin mulai ditinggalkan karena beresiko mengakibatkan konversi
suhu yang ekstrim atau malah bisa mengakibatkan peningkatan suhu
tubuh karena ketika kompres dingin ditempelkan di kulit tubuh akan
mengira suhu lingkungan dingin lalu hipotalamus malah meningkatkan
suhu tubuh yang sudah panas/demam untuk mengimbangi suhu dingin
tersebut.Kompres hangat menyebabkan suhu tubuh tubuh di luaran akan
menjadi hangat, sehingga tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu
di luaran cukup panas, akhirnya hipotalamus akan menurunkan set
point termostat supaya tidak meningkatkan suhu tubuh. Dengan suhu
di luaran hangat akan membuat pembuluh darah tepi di kulit melebar
dan mengalami vasodilatasi sehingga pori-pori kulit akan membuka
dan mempermudah pengeluaran panas. Dengan diturunkannya set point
termostat tersebut, tubuh menjadi berkeringat dan suhu tubuh akan
normal kembali (Hegner, 2003; Purwanti & Ambarwati,
2008).Hartanto (2003) menyatakan bahwa kompres dilakukan bukan
untuk keadaan darurat bila anak demam. Kompres dipakai untuk
membantu penurunan suhu tubuh disamping pemberian obat penurun
panas. Jika anak panas tinggi, yang pertama dilakukan bukan kompres
tapi memberikan obat penurun panas. Bila suhu tubuh anak tetap
tinggi, barulah dibantu dengan kompres. Jika cukup dengan obat,
tidak perlu dilakukan kompres lagi.Hasil penelitian Redjeki (2003)
dan Purwanti & Ambarwati (2008) menyarankan agar kompres hangat
dapat dijadikan prosedur tetap dilingkungan rumah sakit maupun
keluarga dalam penanganan demam yang disebabkan infeksi,
non-infeksi maupun hipertermia.
b) Kompres dinginKompres dingin merupakan salah satu cara
hilangnya panas dari tubuh melalui proses konduksi. Pemberian
kompres dingin bertujuan agar suhu badan turun. Pemberian kompres
dingin akan menyebabkan panas berpindah mengikuti penurunan gradien
termal dari benda yang lebih panas ke yang lebih dingin karena
dipindahkan dari molekul ke molekul. Selama proses ini, molekul
yang semula lebih panas akan kehilangan sebagian termalnya sewaktu
molekul tersebut melambat dan menjadi lebih dingin (Aguspairi,
2011). Adapun menurut Muttaqin (2011) kompres dingin merupakan
suatu terapi es/air dingin yang dapat menurunkan prostaglandin,
sehingga akan menurunkan set point termostat pada hipotalamus.
BAB VIIPENUTUP
7.1 KesimpulanDemam adalah peninggian suhu dari variasi suhu
normal sehari hari yang berhubungan dengan peningkatan titik
patokan suhu di hypothalamus. Demam disebabkan karena faktor
infeksi dan non infeksi. Faktor infeksi meliputi bakteri, virus,
jamur, dan parasit sedangkan faktor non infeksi salah satunya
adalah pengaruh suhu eksternal lingkungan yang tinggi. Fase
terjadinya demam meliputi fase kedinginan, fase demam dan fase
kemerahan. Salah satu gangguan fisiologis demam adalah hipertermi
yang meliputi heat cramps, heat exhaustion dan heat stroke. Heat
stroke disebabkan karena suhu lingkungan yang terlalu tinggi dan
terganggunya fungsi hipotalamus sebagai pusat regulasi yang dapat
menyebabkan kematian. Penatalaksaan demam meliputi terapi non
farmakologis yaitu melalui mekanisme kompres hangat dan mekanisme
kompres dingin pada heat stroke serta terapi farmakologis
menggunakan antipiretik.
7.2. SaranSebagai mahasiswa kedokteran sebaiknya kita harus
selalu aktif mencari pengetahuan secara mandiri serta kritis dalam
menggali pengetahuan baru yang berhubungan dengan ilmu kedokteran.
Setelah kegiatan tutorial ini kita diharapkan memahami mengenai
mekanisme terjadinya demam dan etiologinya serta berbagai macam
penyakit yang ditandai dengan keadaan demam. Selain itu, sebagai
calon doter kita juga harus selalu berusaha untuk selalu menjaga
kesehatan diri maupun lingkungan sekitar kita.
DAFTAR PUSTAKA
A.Brockop, Dorothy Young .1999. Dasar-Dasar Riset Keperatan,
Edisi 2, Jakarta, EGC, hal 124-126.Aguspairi .2011. Efektifitas
Metode Tepid Sponge dan Kompres Dingin dalam Menurunkan Suhu Tubuh
Anak Demam. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.11 No.3
Tahun 2011. Diakses pada tanggal 18 Desember 2014Arikunto, S .1998.
Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT Renika
Cipta.hal 96-117Berman, A., Snyder, S.J., Kozier, B., & Erb, G.
2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier & Erb. Edisi
5. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.Berne, R M .1993.
Physiology, Third Edition, St Louis: Mosby Year Book, p-
109.company. 1984; 120-3Dalal, S. & Zhukovsky, D.S. 2006.
Pathophysiology and management of fever. The Journal of Supportive
Oncology 4(2), 9-15. dalam gout. Dalam: Katzung BG. Farmakologi
dasar dan klinik. Jakarta:EGC. 1992; 474-Declan, T. Wash.1997.
Kapita Selekta Penyakit dan Terapi. Jakarta:EGCDepkes RI .1994.
Prosedur Keperawatan Dasar, Jakarta:PPNIDinarello, C.A., and
Gelfand, J.A., 2005. Fever and Hyperthermia. In: Kasper, D.L., et.
al., ed. Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th ed.
Singapore: The McGraw-Hill Company, 104-108.Dorland, W.A.N. 2012.
Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC..European Society Cardiology .2009. Guidelines for
the diagnosis and management of syncope. European Heart Journal 30,
2631-2671. focus. In: Kliegman, R.M., Marcdante, K.J., Jenson,
H.B., and Behrman, R.E., ed. Nelson Essentials of Pediatrics. 5th
ed. New York: Elsevier, 459-461.Ganong W.F .1999. Fisiologi
Kedokteran. Jakarta: EGC ,hal 130-131Gelfand, C.A., Dinarello,
C.A., & Wolff, S.M. 2014. Demam, Termasuk Demam Yang Tidak
Diketahui Penyebabnya. (p. 97-107). In: K.J. Isselbacher, E.
Braunwald, J.D. Wilson, J.B. Martin, A.S. Fauci and D.L. Kasper.
(ed). Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.Graneto, J.W. 2010. Pediatric Fever.
Chicago : Chicago College of Osteopathic Medicine of Midwestern
University.Graneto, J.W. 2010. Pediatric Fever. Chicago : Chicago
College of Osteopathic Medicine of Midwestern UniversityGraneto,
J.W., 2010. Pediatric Fever. Chicago College of Osteopathic
Medicine of Guyton A.C .1997. Fisiologi Kedokteran, Jakarta:EGC hal
774-775, 1141-1151Guyton, A.C. & Hall, J.E. 2014. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Singapore : Elsevier Pte.
Ltd.Guyton, A.C. & Hall, J.E. 2014. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 12. Singapore : Elsevier Pte. Ltd.Guyton, C.
Arthur; Hall, E. John., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi
11. Jakarta:EGCGuyton, Hall., 2012. Fisiologi Kedokteran. Jakarta:
EGC.Hartanto, S. 2003. Anak demam perlu kompres?. Harian Bali Post,
& September 2003.Hegner, B.R .2003. Asisten Keperawatan Suatu
Pendekatan Proses Keperawatan, Edisi 6, Jakarta,EGC.hal 231-236,
363Hegner, B.R .2003,. Asisten Keperawatan Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Edisi 6. Jakarta:EGCJenson, H.B., & Baltimore,
R.S., 2007. Infectious Disease: Fever without a focus (p. 459-461).
In: Kliegman, R.M., Marcdante, K.J., Jenson, H.B., and Behrman,
R.E., (ed). Nelson Essentials of Pediatrics. 5th ed. New York :
Elsevier. Jenson, H.B., & Baltimore, R.S., 2007. Infectious
Disease: Fever without a focus (p. 459-461). In: Kliegman, R.M.,
Marcdante, K.J., Jenson, H.B., and Behrman, R.E., (ed). Nelson
Essentials of Pediatrics. 5th ed. New York : Elsevier.Kaneshiro,
N.K., and Zieve, D. 2010. Fever. University of Washington.
Available
from:http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000980.htm.
[Updated 29 January 2010] Lau AS, Uba A, Lehman D. Infectious
Diseases. Dalam: Rudolph AM, Kamei RK, McCarthy PL. Fever in
infants and children. Dalam: Mackowiak, penyunting. Fever:
basicmechanism and management. Edisi ke-2. Philadelphia:
Lippincott-Raven Publihers. 1997;Midwestern University. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/801598-overview.
[Updated 20 May 2010].Muttaqin, A. 2011. Buku Ajar Keperawatan
Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba
Medika.Muttaqin, A. 2011. Buku Ajar Keperawatan Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.Nelwan, R.H., 2009.
Demam: Tipe dan Pendekatan. Dalam: Sudoyo, A.W., Nowak J.T 1999.
Essentials of Pathophysiology : Consepts and Applications for
Health Care Professionals, Second Edition, the McGraw-Hill
Companies.page 48-51Nursalam .2002. Manajemen Keperawatan :
Aplikasi Dalam Praktek Keperawatan Profesional. Jakarta : Salemba
Medica.hal 96Nursalam .2003. Konsep & Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan (Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen
Penelitian Keperawatan). Jakarta : Salemba Medica halOGrady, N.P.,
Barie, P.S., Bartlet,k, T., Caroll, K., Kalil, A.C., Linden, P.,
Maki, D.G., Nierman, D., Pasculle, W., & Masur, H. 2008.
Guidlines for evaluation of new fever in critically ill adult
patient. Crit. Care Med. 36(4), 1330-1349. Overby KJ, penyunting.
Rudolphs fundamental of pediatrics. Edisi ke-2. NewPatton.H.D
.1989. Textbook of Physiology. Philadelhia. Saunders Company. page
Paul A, Lusel. Analgesic, antipyretic and antiinflammatory agents
and drugs employed inPeraturan Pemerintah RI No. 32 (1996).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang
Tenaga Kesehatan.. Jakarta : Sekretariat Negara RI.Permenkes No.
262 (1979). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
262/Menkes/Per/VII/1979 Tentang Standarisasi Ketenagaan Rumah Sakit
Pemerintah. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Peters MJ, Dobson S,
Novelli V, Balfour J, Macnab A. Sepsis and fever. Dalam:
MacnabPhiladelphia:Churchill livingstone. 1999; 112-7.Potter, P.A.,
& Perry, G.A. 2009. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses dan Praktik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.Potter,
P.A., & Perry, G.A. 2009. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.Pudjiraharjo.W.R.dr.MPH .1993. Metodologi Pendidikan dan
Statistik Terapan. Surabaya. Airlangga Universitas Press.
halPurwanti, A., & Ambarwati, W.N. 2008. Pengaruh kompres
hangat terhadap perubahan suhu tubuh pada pasien anak hipertermia
di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Berita Ilmu
Keperawatan 1(2), 81-86.Putz, Pabst R 1995. Sobotta ( Atlas Anatomi
Manusia), Edisi 20, Jakarta : EGC, hal 63Rakhman, A.,
Humardewayanti, R., & Pramono, D. 2009. Faktor-faktor resiko
yang berpengaruh terhadap kejadian demam tifoid pada orang dewasa.
Berita Kedokteran Masyarakat 25(4), 167-172.Redjeki, T.H. 2002.
Perbandingan Pengaruh Kompres Haangat dan Kompres Dingin untuk
Menurunkan Suhu Anak Demam dengan Infeksi di RSU Tidar Magelang.
Skripsi Fakultas Kedokteran UGM. Jogyakarta : Universitas Gajah
Mada. Roose, A. 2008. Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan dengan
Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kecamatan Bukit
Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008. Skripsi Fakultas Kesehatan
Masyarakat USU. Medan : Universitas Sumatera Utara. Roper,N .1986.
Prinsip-prinsip Keperawatan. Yogyakarta. Yayasan Essentia Medica
dan Andi. halSherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia, Dari Sel ke
Sistem. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Shukla,
G.J., & Zimetbaum, P.J. 2006. Syncope. Circulation, 113,
715-717. Sudoyo et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta
: Balai Penerbit FKUITamsuri, A.2007.Tanda-Tanda Vital Suhu Tubuh.
Jakarta:EGCthe treatment of gout. Goodman and gilmans the
pharmacological basis of theurepeutics.Widyanti,W . 2004. Majalah
Keperawatan (Nursing Journal of Padjadjaran University), Bandung :
Program Studi Ilmu Keperawatan. hal 81Wolf .1984. Weitzel dan
Fuerst.Dasar-dasar Ilmu Keperawatan.Jakarta: Gunung Agung.hal
557-560www//http:BringingUp.baby.com.April jam 09.00www//http:email
box@ cbn.net.id Tanggal 20 April 2004 jam 20.25.35