Top Banner
SKENARIO III Seorang Ibu datang ke klinik RSGM ingin merawatkan gigi belakang bawah kanan yang lubang kira – kira 1,5 tahun yang lalu. Gigi terasa sakit tiba – tiba kira – kira 5 bulan yang lalu. Pada saat sakit diberi minum asam mefenamat sehingga sakitnya reda. Hasil pemeriksaan dokter menunjukkan adanya karies profunda perforasi pada gigi 45. Tes perkusi dan tekanan tidak terasa sakit, tes jarum miller masuk 19 mm tidak terasa sakit. Tampak gambaran ronsen foto seperti di bawah. Dokter mendiagnosa dan melakukan perawatan saluran akar terlebih dahulu sebelum membuatkan restorasi tetap. STEP I ( Identifikasi Kata Sulit ) STEP II ( Permasalahan ) 1. Bagaimana prosedur diagnosis pada kasus di skenario? 2. Apa saja hal – hal yang perlu dipertimbangkan dalam menegakkan diagnosis? 3. Apa diagnose kasus pada skenario? Bagaimana rencana perawatannya? STEP III ( Analisis Masalah ) 1. Untuk menentukan diagnose pada kasus diatas, diperlukan beberapa pemeriksaan yang harus dilakukan, meliputi :
35

laporan tutorial konservasi

Nov 25, 2015

Download

Documents

kelompok 3 blok oral diagnosa
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

SKENARIO IIISeorang Ibu datang ke klinik RSGM ingin merawatkan gigi belakang bawah kanan yang lubang kira kira 1,5 tahun yang lalu. Gigi terasa sakit tiba tiba kira kira 5 bulan yang lalu. Pada saat sakit diberi minum asam mefenamat sehingga sakitnya reda. Hasil pemeriksaan dokter menunjukkan adanya karies profunda perforasi pada gigi 45. Tes perkusi dan tekanan tidak terasa sakit, tes jarum miller masuk 19 mm tidak terasa sakit. Tampak gambaran ronsen foto seperti di bawah. Dokter mendiagnosa dan melakukan perawatan saluran akar terlebih dahulu sebelum membuatkan restorasi tetap.STEP I ( Identifikasi Kata Sulit )STEP II ( Permasalahan )1. Bagaimana prosedur diagnosis pada kasus di skenario?2. Apa saja hal hal yang perlu dipertimbangkan dalam menegakkan diagnosis?3. Apa diagnose kasus pada skenario? Bagaimana rencana perawatannya?STEP III ( Analisis Masalah )1. Untuk menentukan diagnose pada kasus diatas, diperlukan beberapa pemeriksaan yang harus dilakukan, meliputi :a. Pemeriksaan subjektifDilakukan anamnesa terhadap pasien, yaitu dengan menanyakan identitas lengkap pasien, riwayat penyakit dan medis pasien, keluhan utama pasien, alasan pasien datang ke dokter gigi dan gejala yang dirasakan pasien. Apabila pasien merasakan sakit maka harus ditanyakan lokasi, kapan, durasi dari rasa sakit tersebut. selain itu juga ditanyakan adanya suatu alergi atau tidak.

b. Pemeriksaan objektifDilakukan untuk meyakinkan diagnosis sementara, meliputi : Pemeriksaan Ekstraoral Pemeriksaan ini dilakukan pada bagian kepala dan leher, yaitu dilihat asimetri wajah dan ada tidaknya pembengkaakan atau pengerasan dari kelenjar submandibularis dan kelenjar submentalis. Pemeriksaan Intraoral Pemeriksaan ini meliputi tes perkusi dengan mengetuk permukaan insisal atau oklusal gigi menggunakan pegangan kaca mulut, tes palpasi dengan menekan ringan pada mukosa sejajar dengan apeks gigi, tes tekanan dan tes vitalitas gigi. Tes vitalitas gigi ini terdiri dari tes thermal panas dan thermal dingin, tes jarum miller, tes kavitas dan tes pulpa elektrikal.

c. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menegakkan suatu diagnose dengan benar, meliputi pemeriksaan radiografi dan pemeriksaan endometri.

2. Hal hal yang perlu dipertimbangkan untuk menegakkan suatu diagnose, meliputi :a. Gejala atau riwayat munculnya penyakit.Yaitu pasien merasakan sakit tiba tiba kira kira 5 bulan yang lalu dan bisa diduga pasien sudah mengalami pulpitis irreversible.b. Pengobatan atau perawatan yang pernah dilakukan sebelumnya.Pasien tidak pernah melakukan perawatan gigi sebelumnya, namun ia minum asam mefenamat untuk meredakan sakitnya, sehingga bisa diduga rasa sakit yang timbul durasinya cukup lama.c. Hasil pemeriksaan objektif yang telah dilakukan.Didapatkan gigi 45 mengalami karies profunda perforasi, tes perkusi dan tekanan tidak terasa sakit, tes jarum miller masuk 19 mm tidak terasa sakit sehingga bisa diduga gigi sudah mengalami nekrosis pulpa totalis.d. Hasil pemeriksaan penunjang.Dilihat dari foto rontgennya terdapat adanya resorbsi tulang alveolar, resorbsi mesial 1/3 koronal dan distal 1/3 tengah, tidak terdapat kelainan periapikal dan keadaan saluran akar tidak ada pembuntuan.

3. Diagnosanya adalah nekrosis pulpa totalis.Dengan melihat keadaan gigi secara klinis ataupun radiologi, dapat dilakukan rencana perawatan berupa Endointrakanal, hal ini disebabkan karena gigi sudah dalam keadaan non vital. Selain itu, juga harus dilakukan restorasi tetap berupa onlay untuk memperbaiki fungsi gigi yang sudah dilakukan perawatan saluran akar. Namun dalam menentukan restorasi tetap ini harus diperhatikan besar kedalaman karies, lingkungan sekitar gigi, ada tidaknya gigi antagonisnya, adanya restorasi disekitar gigi, bahan restorasi yang digunakan dan sisa jaringan gigi yang sudah dilakukan perawatan saluran akar.

STEP IV ( Mapping ) Sakit spontan 5 bulan yang lalu Gigi lubang 1,5 tahun yang lalu Tidak ada pengobatan sebelumnya

Pemeriksaan Subjektif

Gigi 45 Karies Profunda Perforasi Tes perkusi tidak sakit Tes tekanan tidak sakit Tes jarum miller masuk 19 mm tidak sakit

Pemeriksaan Objektif Miller mencapai apeks Ligament periodontal melebar Keadaan saluran akar baik Anatomi gigi bagus Tidak ada abses Resorbsi tulang alveolarMesial 1/3 koronaDistal 1/3 tengahPemeriksaan Penunjang

Nekrosis Pulpa Totalis

Prognosis

Rencana Perawatan

EndointrakanalRestorasi tetap

STEP V ( Learning Objective )1. Mampu menjelaskan dan menganalisa langkah langkah dari prosedur diagnose secara sistematis. 2. Mampu menentukan diagnose dan pertimbangan dari diagnose.3. Menentukan rencana perawatan dan dasar pertimbangan perawatan.

LO 1 (Menjelaskan dan Menganalisis Langkah-langkah dari Prosedur Diagnosa.Dalam menegakkan diagnose pada pasien dilakukan melalui beberapa pemeriksaan yaitu pemeriksaan subjektif, objektif, dan penunjang.A. Pemeriksaan subjektif.Akan didapatkan informasi data pribadi meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, dan pekerjaan.1. Keluhan utama.Berupa gejala atau masalah yang diutarakan pasien dengan bahasanya tersendiri,yang berkaitan dengan kondisi yang menyebabkannya cepata-cepata datang mencari perawatan. Mengungkap riwayat medis berupa rasa sakit sesuai dengan bahasa penderita , meliputi: Tujuan pasien datang Lokasi gigi yang dikeluhkan Kapan pertama kali timbul rasa sakit Bentuk rasa sakit Berapa lama rasa sakit terasa Penyebab rasa sakit (spontan berupa adanya rangsangan) Daerah yang terlibat (terlokalisir menjalar) Usaha pasien untuk meredakan rasa sakit (obat kumur air dingin)2. Riwayat medis.Ditanyakan apakah pasien menderita penyakit sistemik atau tidak. Adapun jika pasien perempuan, dapat juga ditanyakan tentang apakah sedang hamil atau tidak.3. Riwayat dental.Merupakan ringkasan dari penyakit dental yang pernah dan sedang diderita. Informasi dalam riwayat dental mengungkapakan pula penyakit-penyakit gigi yang pernah dialami oleh pasien pada masa lalu serta petunjuk mengenai masalah psikologis yang mungkin ada dan menjelaskan sejumlah temuan klinis yang tidak jelas. Tanyakan pula pada pasien perawatan sebelumnya di bidang kedokteran gigi, jenis perawatannya dan tindakan apa saja yang pernah dilakukan operator terdahulu kepadanya.4. Alergi.Alergi ini berhubungan apakah pasien alergi dengan obat tertentu atau bahan kedokteran gigi tertentu. Ini penting untuk pemilihan bahan kedokteran gigi maupun obat-obatan yang mungkin diberikan untuk penderita.

B. Pemeriksaan Objektif.1. Ekstraoral.Penampilan umum, tonus kulit, asimetris wajah, pembengkakan, perubahan warna, kemerahan, jaringan parut ekstra oral atau saluran sinus, pembengkakan kelenjar submandibula dan submental.2. Intraoral.Meliputi pemeriksaan jaringan lunak dan gigi geligi. Bibir, mukosa oral, pipi, lidah, palatum, dan otot-otot serta semua keabnormalan diperiksa. Periksa pula mukosa alveolar dan gingival cekatnya untuk memeriksa apakah ada perubahan warna, terinflamasi mengalami ulserasi, atau mempunyai saluran sinus. Suatu stoma saluran sinus biasanya menandakan adanya pulpa nekrosis atau periodontitis apikalis supuratif atau kadang-kadang abses periodontium. Gigi geligi diperiksa untuk mengetahui adanya perubahan warna, fraktur, abrasi, erosi, karies, restorasi yang luas, atau abnormalitas lain. Tentukan apakah itu karies superficialis, karies media, atau karies profunda. Pemeriksaan intraoral bisa dilakukan melalui beberapa tes seperti :a. Tes perkusi.Perkusi dapat menentukan ada tidaknya penyakit periradikuler. Respons positif yang jelas menandakan adanya inflamasi periodontium. Karena perubahan inflamasi dalam ligament periodontium tidak selalu berasal dari pulpa dan dapat diinduksi oleh penyakit periodontium, hasilnya harus dikonfirmasikan dengan tes yang lain. Cara melakukan perkusi dengan mengetukan ujung kaca mulut yang dipegang paralel atau tegak lurus terhadap mahkota pada permukaan insisal atau oklusal mahkota.b. Tes tekanan.Pemeriksaan tekanan dilakukan untuk mengetahui adanya keradangan pada jaringan periapikal dan periodontal. Dilakukan dengan cara pada insisal/oklusal ditekan menggunakan tangkai hand instrument dimulai dari gigi tetangga.Pada pemeriksaan didapatkan pasien merasa sakit saat melakukan pemeriksaan tekanan. c. Tes palpasi.Seperti halnya perkusi, palpasi menentukan seberapa jauh proses inflamasi meluas kearah periapeks. Respon positif menandakan adanya inflamasi periradikuler. Palpasi dilakukan dengan menekan mukosa di atas apeks dengan cukup kuat. Pemeriksaan hendaknya memakai juga gigi pembanding.d. Tes vitalitas. Tes dingin.Dilakukan menggunakan chlor etil yang dibasahkan pada cotton palate. Respon nyeri tajam dan sebentar akan timbul baik pada pulpa normal, pulpitis reversible maupun irreversible. Akan tetapi jika responnya cukup intens dan berkepanjangan, pulpa biasanya telah mengalami peradangan irreversible. Sebaliknya jika pulpa nekrosis tidak akan memberikan respon. Tes vitalitester.Menggunakan electric pulp tester. Pengetesan pulpa secara elektrik diaplikasikan pada permukaan fasial untuk menentukan ada tidaknya saraf sensoris dan vital tidaknya pulpa. Tes ini masih belum sempurna dan mungkin menghasilkan respons positif dan negative palsu.

Tes kavitas.Tes ini dilakukan pada gigi nekrosis, bila tes lainnya juga tidak memberikan respon maka lakukan tes kavitas (preparasi pada dentin) tanpa anastesi dan gunakan bur tajam. Pada gigi vital, tes kavitas pada permukaan email atau restorasi akan menyebabkan sensasi rasa sakit. Bila gigi tidak juga sakit dilanjutkan sampai terjadi perforasi atap pulpa, dilanjutkan dengan tes jarum miller. Tes jarum miller.Dilakukan bila kavitas sudah pervorasi pulpa, merupakan kelanjutan dari tes kavitas. Bila gigi sudah karies profunda perforasi tes vitalitas yang dilakukan adalah tes jarum miller. Dengan cara memasukkan miller kedalam kavitas, bila sakit hentikan, bila tidak sakit lanjutkan sampai panjang rata- rata gigi yang diperiksa, lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang foto rontgen. Tes Eksperimental.Pemeriksaan obyektif merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit setelah adanya pemeriksaan subyektif. Pemeriksaan obyektif pada ekstraoral dan intraoral akan menunjukkan keadaan sesungguhnya dari pasien, disamping pemeriksaan subyektif yang terkadang memberikan hasil yang relatif dan bias. Salah satu pemeriksaan obyektif adalah tes diagnostik. Tes diagnostik meliputi tes sensitivitas atau vitalitas, tes mekanik, pencitraan radiografi, serta tes eksperimental.Tes eksperimental merupakan salah satu jenis tes vitalitas. Munculnya tes eksperimental ini adalah dikarenakan adanya kesalahan diagnosa vitalitas gigi. Secara normal, pada pulpa dengan sel-sel yang masih vital dan perfusi darah yang masih baik, namun terjadi gangguan atau kerusakan saraf, akan menunjukkan hasil negatif ketika dilakukan tes vitalitas gigi. Sehingga akan menimbulkan diagnosa yang salah, gigi masih vital namun terdiagnosa nekrosis atau non-vital. Oleh karena itu dibutuhkan suatu tes yang memiliki kevalidan tinggi, yaitu tes eksperimental. Dasar dari tes ekspermental adalah menggunakan status kehidupan perfusi darah di dalam pulpa sebagai tolak ukur vitalitas dari gigi.Ada enam teknik dalam tes eksperimental, yaitu tes suhu permukaan mahkota gigi, tes xenon-133 isotop, photoplethymography, laser doppler flowmetry, pulse oximetry, dan dual wavelength spectrophotometry.1. Tes Suhu Permukaan Gigi.Prinsip dari teknik ini adalah gigi vital memiliki suhu yang lebih hangat dan lebih cepat hangat setelah pendinginan daripada gigi non-vital. Hal ini telah dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Fanibunda (1986). Teknik ini dapat dilakukan dengan mengamati perubahan warna dari kristal liquid cholisteric sebagai petunjuk perubahan suhu seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Howel dkk. (1970). Serta melalui penggunaan kamera termografi inframerah.2. Tes Xenon-133 Radioisotope.Teknik ini dilakukan dengan pemberian materi radioaktif melalui radiation probe dengan xenon-133 radioisotope. Namun ada beberapa kekurangan dari teknik ini, antara lain mahal, adanya zat radioaktif sehingga harus dibatasi penggunaannya, dan membutuhkan lisensi khusus.3. Photoplethymography.Empat teknik terakhir ini memiliki prinsip kerja yang hampir sama, yaitu dengan menggunakan sinar yang diaplikasikan pada gigi. Sinar tersebut kemudian akan diabsorpsi oleh darah di dalam pembuluh darah pulpa dan didefleksikan kembali dengan menghasilkan suatu gelombang yang akan menjadi petunjuk vitalitas dari gigi. Namun, belum ada laporan penggunaan klinis dari photoplethymography ini sendiri. Di bawah ini merupakan sketsa dari prinsip kerja photoplethymography pada suatu penelitian.

4. Laser Doppler Flowmetry.Sinar yang digunakan dalam teknik ini adalah helium atau neon. Sinar yang dipancarkan pada gigi akan ditangkapkan oleh eritrosit yang beredar dalam pembuluh darah. Sinar itu kemudian akan dipancarkan kembali oleh eritrosit dan akan ditangkap oleh fotodetektor pada alat dan akan menghasilkan nilai dari fluktuasi eritrosit sebagai tolak ukur vitalitas gigi. Dibawah ini adalah gambar dari laser doppler flowmetry.

5. Pulse Oximetry.Teknik ini telah banyak digunakan untuk menilai integritas dari perfusi darah di dalam pulpa. Prinsip dari teknik ini adalah mengukur derajat oksigenasi pulpa dengan menggunakan probe yang dimodifikasi. Selain sebagai petunjuk vitalitas, teknik ini juga bisa menunjukkan proses patologis pada pulpa. Dibawah ini adalah gambar seorang pasien yang sedang diperiksa vitalitas gigi anteriornya dengan menggunakan pulse oximetry.

6. Dual Wavelength Spectrophotometry.Hal yang membedakan teknik ini dengan tiga teknik sebelumnya adalah obyek penilaian sebagai tolak ukur vitalitas pulpa. Teknik ini mengukur vitalitas pulpa melalui derajat saturasi oksigen pada perfusi darah dalam pulpa. Selain sebagai pengukur vitalitas, teknik ini juga bisa mengukur status inflamasi pulpa. Keunggulan lain adalah non-infasif, obyektif, kecil, dan mudah dibawa (portable).

Gambar 1. Pasien yang sedang diperiksa dengan menggunakan dual wavelength spectrophotometry.

Gambar 2. Dual wavelength spectrophotometry

e. Tes Anestetik.Tes anestetik ini, merupakan tes yang terbatas bagi pasien yang sedang merasa sakit pada waktu di tes, bila tes yang biasanya digunakan gagal untuk memungkinkan seseorang mengidentifikasi gigi. Tujuannya yaitu untuk menganestesi gigi tunggal berturut-turut sampai rasa sakitnya hilang dan terbatas pada gigi tertentu. Adapun cara dari tes anestetik ini adalah menggunakan injeksi infiltrasi atau intraligamen, dilakukan injeksi pada gigi yang paling belakang pada daerah yang dicurigai sebagai penyebab dari rasa sakit. Tetapi, jika rasa sakit tetap ada setelah dilakukannya anestesi penuh, maka dilakukan anestesi pada gigi di sebelah mesialnya, dan melanjutkan melakukan demikian sampai rasa sakitnya hilang. Bila sumber rasa sakit tidak bisa ditentukan, baik pada gigi rahang atas ataupun gigi pada rahang bawah, harus diberikan injeksi alveolar inferior (blok mandibular). Hilangnya rasa sakit tentu saja akan menunjukkan keterlibatan gigi mandibular (mandibular) dan lokalisasi gigi yang khusus dilakukan dengan injeksi intraligamen, bila anestesi sudah habis efeknya. Tes ini merupakan suatu usaha terakhir dan memiliki suatu keuntungan dibandingkan dengan tes kavitas karena tes kavitas dapat terjadi kerusakan iatrogenik.

C. Pemeriksaan Penunjang.Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan radiografi. Tujuan dilakukannya foto sinar-X ini adalah memberikan gambaran radiografik dari tiga dimensi menjadi dua dimensi, untuk menunjang dan menegakkan diagnose. LO 2. Menentukan diagnose dan pertimbangan dari diagnoseDiagnosa pada skenario adalah nekrosis pulpa totalis. Pertimbangan-pertimbangan mengenai penentuan diagnosis tersebut adalah dapat dilihat dari pemeriksaan subyektif, pemeriksaan obyektif dan pemeriksaan penunjang.Pada skenario didapatkan pemeriksaan subyektif yaitu gigi belakang bawah kanan berlubang kira-kira 1,5 tahun yang lalu dan gigi tersebut pernah sakit secara tiba-tiba 5 bulan yang lalu. Rasa sakit atau nyeri digambarkan dengan beberapa intensitas, bisa spontan maupun nyeri yang terus-menerus. Nyeri spontan mengindikasikan adanya penyakit pulpa atau periradikuler, sehingga nyeri jenis spontan adalah tanda pulpitis irreversible. Jika pada penderita terjadi nyeri terus-menerus bahkan meningkat intensitasnya, dan saat diberikan tes termal baik berupa panas (mulai ditinggalkan) dan tes dingin menghasilkan rangsang berupa rasa nyeri yang terus berlanjut meskipun sumber rangsangannya telah dihilangkan, maka hal ini menandakan terjadinya pulpitis irreversible pada gigi itu. Nyeri yang terus menerus pada saat ditekan mengindikasikan adanya penyakit periradikuler. Namun, tes sensitivitas ini memiliki kelemahan, yaitu bahwa nilai ambang rasa sakit tiap orang yeng berbeda. Maka agar lebih akurat dalam mendiagnosa dilakukan tes lain dan melihat rongga mulutnya (pemeriksaan objektif).Selanjutnya dilanjutkan pemeriksaan objektif, hasil pemeriksaan intra oral ditemukan gigi 45 mengalami karies profunda perforasi dan tes perkusi serta tekanan tidak sakit. Karena keadaan gigi sudah mengalami perforasi maka tes vitalitas gigi yang dilakukan adalah tes jarum miller saja. Tes jarum miller menunjukan masuk 19 mm dan pasien tidak mengalami sakit. Pemeriksaan penunjang yaitu radiografi pada skenario menunjukan bahwa jarum miller tersebut masuk hingga mencapai apeks dan pasien tidak merasa sakit. Maka gigi itu sudah mati atau terjadi nekrosis pulpa totalis. Sehingga melalui pemeriksaan-pemeriksaan ini dapat disimpulkan bahwa dignosis pada skenario adalah nekrosis pulpa totalis. Tidah hanya itu, pada pasien juga terjadi resorbsi tulang alveolar pada daerah mesial gigi 45 sebanyak 1/3 koronal, dan pada daerah distal mencapai 1/3 tengah. Namun belum terbentuk abses pada daerah periapikal, sehingga gigi masih dapat dipertahankan dengan perawatan endo dengan terlebih dahulu dilakukan pembersihan kalkulus untuk mengurangi bakteremi saat dilakukan perawatan dan untuk mengembalikan kekuatan jaringan periodontalnya.LO.3 Rencana Perawatan dan Pertimbangan Rencana Perawatan Konservasi gigiKontraindikasi Lokal Perawatan Endodontik1. Bila dijumpai kerusakan luas jaringan periapikal yang melibatkan lebih dari sepertiga panjang akar1. Bila saluran akar gigi tanpa pulpa dengan daerah radiolusen terhalang oleh akar berkurva/bengkok, akar berliku-liku, dentin sekunder, batu pulpa yang tidak dapat diambil atau dihindari, kanal yang mengapur atau sebagian mengapur, gigi malformasi, atau suatu instrumen yang patah. Pada kasus-kasus tersebut, bila tidak mungkin melakukan instrumentasi pada saluran akar atau mengisinya paling tidak 3 sampai 4 mm ke arah apikal, prognosisnya adalah jelek1. Bila terdapat perkembangan apeks akar yang tidak lengkap dengan matinya pulpa. Saluran akar sukar atau tidak mungkin diisi secara memuaskan, tidak saja karena divergensi saluran pada waktu mendekati apeks, tetapi juga karena rembesan basah yang terus menerus1. Bila terdapat perforasi permukaan akar secara kebetulan atau patologik. Perforasi yang terjadi secara kebetulan adalah yang diakibatkan oleh bur yang salah mencapai kamar pulpa atau rimer baik yang digunakan manual maupun oleh mesin. Perforasi permukaan akar dapat disebabkan karena resorpsi internal (kamar pulpa atau saluran akar gigi) atau eksternal (sementum)1. Bila terdapat terlalu banyak eksudat periapikal yang tidak dapat dikontrol sebelum pengisian saluran akar, atau jika tidak diperoleh biakan negatifPertimbangan Sistemik Pada pasien dengan penyakit sistemik yang parah, seperti diabetes aktif, sifilis, tuberkulosis, anemia berat, gigi tanpa pulpa, dan terinfeksi disertai dengan rarefaksi (kerusakan di sekitar apeks) tidak mudah bereaksi terhadap perawatan, perbaikan jaringan periapikal dapat tertunda, atau tidak terjadi karena kekuatan untuk perbaikan kurang. Pada pasien leukimia atau nekrosis radiasi, ekstraksi dikontraindikasiakn dan lebih baik dirawat endo selama gigi masih bisa dipertahankan.Bila pasien mempunyai riwayat demam rematik dengan kerusakan jantung valvular, dokter umumnya menginginkan dilakukan perawatan endodontik daripada ekstraksi. Penyakit kardiovaskuler-renal, hipertensi, dan arteriosklerosis, pasien bedah jantung, kerusakan katup jantung yang diganti dengan plastik, maka diberikan premedikasi antibiotika. Premedikasi antibiotika sebelum tindakan perawatan endo menurut American Heart Association adalah sebagai berikut1. 2 g penicilin V satu jam sebelum operasi, dan 1 g setelah operasi1. 1 g erythromycin 1 jam sebelum operasi, dan 500 gram 6 jam setelah operasi.

3.1. Syarat Ideal Restorasi setelah Perawatan EndodontikBeberapa syarat yang harus dipenuhi oleh restorasi setelah perawatan endodontik:1. Menutupi koronal secara menyeluruh.Restorasi pada gigi yang telah dirawat endodontik harus dapat menutupi koronal secara menyeluruh agar dapat mencegah terjadinya infeksi berulang.2. Melindungi struktur gigi yang tersisa.Gigi yang telah dirawat endodontik seringkali kehilangan jaringan keras dalam jumlah besar, sehingga gigi menjadi rentan terhadap fraktur. Restorasi harus dapat melindungi struktur gigi yang tersisa, agar gigi terhindar dari risiko fraktur.3. Memiliki retensi agar restorasi tidak lepas.Bentuk retensi adalah suatu bentuk preparasi kavitas sedemikian rupa sehingga restorasi tidak terlepas dari gigi. Pemilihan restorasi dilakukan dengan mempertimbangkan bentuk retensi dari gigi.4. Memiliki resistensi agar mampu menahan daya kunyah.Bentuk resistensi adalah suatu bentuk kavitas sedemikian rupa sehingga gigi bersama restorasi dapat menahan beban kunyah. Semakin lebar istmus kavitas oklusoproksimal, resistensi gigi terhadap fraktur semakin rendah. Bentuk resistensi sangat penting, karena bentuk resistensi yang kurang menyebabkan restorasi atau gigi pecah. Masing masing restorasi memiliki bentuk resistensi untuk mencegah pecahnya restorasi. Resistensi gigi terhadap fraktur menurun dengan semakin lebarnya istmus dari kavitas oklusoproksimal.5. Mampu mengembalikan fungsi gigiGigi mempunyai berbagai fungsi yang sangat penting, yaitu sebagai pengunyahan, estetik, bicara, dan menjaga gigi antagonis dan gigi sebelahnya.

3.2. Indikasi dan kontraindikasi restorasi indirek pasca endodontik1. InlayInlay adalah suatu restorasi yang terbuat dari bahan emas/logam/porselin bakar/resin akrilik yang pembuatannya di luar mulut dan kemudian dimasukkan ke dalam kavitas gigi yang telah dipreparasi. Inlay adalah tumpatan rigid yang ditumpatkan di kavitas diantara tonjol gigi/ cusp. Indikasi : Kerusakan gigi atau karies meliputi permukaan oklusal dan proksimal gigi posterior dan hanya mengenai sebagian cups saja Baik untuk kavitas yang kecil/ karies proksimal lebar Kavitas dengan bentuk preparasi > 1,5 jarak central fossa ke puncak cusp Mengembalikan estetik pada restorasi gigi posterior yang mengalami kerusakan akibat adanya karies sekunderKontra Indikasi: Kebersihan rongga mulut yang jelek Pada pasien dengan insident karies yang tinggi pada pasien muda dibawah 10 tahun Pada kavitas yang besar di daerah proksimal bagian depan

2. OnlayOnlay adalahrestorasi pada gigi yang morfologi oklusalnya mengalami perubahan karena restorasi sebelum restorasi sebelumnya, karies, atau penggunaan fisik. Restorasi ini meliputi seluruh yang meliputi seluruh daerah oklusal yang meliputi cusp-cusp gigiIndikasi :

Abrasi gigi posterior yag luas Kerusakan gigi posterior yang besar tapi email dan dentin bagian bukal dan lingual masih sehat Telah dirawat endodontik Memperbaiki fungsi oklusi Kemungkinan terjadinya frakur cups karena kurang jaringan sehat pendukungnya Lebar ishmus telah melebihi sepertiga jarak antar cupsKontra Indikasi : Dinding bukal dan lingual sudah rusak Mahkota klinis pendek

3. Mahkota PasakMahkota Pasak adalah restorasi mahkota gigi pasca perawatan saluran akar dengan retensi intra radikuler berupa pasak (dowel) dan inti (core) tuang yang sesuai individual (custom) . Gigi pasca perawatan saluran akar memerlukan retensi berupa pasak (dowel) masuk ke dalam saluran akar dan inti (core) untuk mendukung restorasinya.Indikasi Restorasi Mahkota Jaket Dengan Inti Pasak Tuang Gigi pasca PSA dengan mahkota yang sudah rusak dan tidak dapat direstorasi secara konvensional Merupakan single restorasi untuk memperbaiki inklinasi gigi Sebagai abutment gigi tiruan cekatKontra Indikasi Restorasi Mahkota Jaket Dengan Inti Pasak Tuang Posisi gigi dengan gigitan tertutup dan edge to edge Penderita dengan bad habbit Kesehatan umum tidak baik Gigi berakar pendek dan tipis

4. CeramicIndikasi: Pada gigi anterior yang sudah hancur, patah, diskolorisasi, ataupun malposisi. Pada keadaan oklusi yang tidak baik, ceramic sebenarnya dapat digunakan untuk memperbaiki gigi posterior tetapi tidak dapat untuk jangka waktu yang lama, melihat dari sifat-sifat bahan itu sendiri. Veneer keramik diindikasikan untuk memperbaiki kosmetik dari gigi anterior yang mengalami perubahan warna atau hipoplastik . Perubahan warna yang dimaksud adalah perubahan warna yang sedang tidak terlalu parah. Perubahan warna ini bisa diakibatkan karena tetracycline, fluoride, dan umur. Selain itu dapat digunakan untuk restorasi yang disebabkan trauma, fraktur (keretakan), serta pertumbuhan gigi yang kurang sempurna. Anatomi dari gigi yang kurang sempurna atau malposisi dapat juga diperbaiki dengan veneer. Prosedur ini tidak hanya memberi estetik yang baik, tetapi juga dapat diandalkan fungsi kekuatannya. Selain itu diindikasikan untuk kasus khusus seperti diastema, hilangnya keratan gigi taring (caninus) pada posisi lateral. Menurut Haga dan Nakazawa, 2002, veneers keramik juga diindikasikan untuk karies apabila tidak terlalu luas tetapi dangkal, dan perubahan warna gigi akibat penambalan.

Kontraindikasi: Kontraindikasi pemakaian veneer adalah penderita dengan relasi oklusi edge to edgeexcessive stress selama pemakaian veneer keramik. Perawatan ini juga tidak dianjurkan untuk pasien dengan oklusi berat, kesehatan mulut (oral hygiene) yang buruk, kekurangan mineral dan fluoride pada gigi. Komplikasi pada veneer keramik dapat terjadi karena ketidakhati hatian saat preparasi, kerusakan pulpa, iritasi jaringan periodontal yang parah dan penampilan gigi yang tidak natural . Selain itu bruxism dan tidak cukup tersedianya email gigi yang sehat juga termasuk dalam kontraindikasi, hal ini karena bahan bahan bonding dentin saat ini meskipun telah berkembang namun kekuatan perlekatan dengan dentin terlalu lemah, sehingga veneer keramik bergantung pada perlekatan dengan email. Oleh karena itu terbukanya dentin sebaiknya dijaga sesedikit mungkin

KESIMPULANDari skenario tersebut dapat di tarik kesimpulan bahwa prosedur diagnose secara sistematis yaitu pemeriksaan subjektif,objektif dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan subjektif meliputi keluhan utama, riwayat medis,riwayat dental dan alergi , sedangkan pemeriksaan objektif meliputi pemeriksaan ekstra oral dan intra oral. Pemeriksaan penunjang dilakukan apabila timbul ketidak pastian pada pemeriksaan klinis, dan di butuhkan data penunjang lain untuk menegakkan diagnose. Dari kasus ini pemeriksaan penunjang yang di gunakan adalah pemeriksaan rontgen foto. Dimana hasilnya telah menunjukkan diagnose pasti nekrosis pulpa totalis. Jarum miller masuk sedalam 19 mm di apical gigi. Rencana perawatan yang dapat di gunakan adalah endo intrakanal, dimana perawatan ini digunakan untuk gigi yang sudah non vital. Sedangkan untuk restorasi tetap yang di pilih dapat berupa inlay, onlay, mahkota pasak dan keramik.DAFTAR PUSTAKAOrstavik, Dag, Thomas R. Pitt Ford. 1998. Essential Endodontology. Oxford: Blackwell Science.I Grossman, Louis. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta : EGCMannocci F, Bertelli E, Sheriff M, Watson TF, Ford TR. Three-year of survival of endodontically treated teeth with either full cast coverage or with direct composite restoration. J Prosthet Dent 2002; 88:297-301.

22 | Page