22 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah-Nyalah kami dapat melakukan diskusi tutorial dengan lancar dan menyusun laporan hasil diskusi tutorial ini dengan tepat waktunya. Kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada dr. Arfi Syamsun, Sp. KF, M.Si.Med sebagai tutor atas bimbingan beliau pada kami dalam melaksanakan diskusi ini. Kami juga mengucapkan terima kasih pada teman- teman yang ikut berpartisipasi dan membantu kami dalam proses tutorial ini. Kami juga ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan-kekurangan yang ada dalam laporan ini. Hal ini adalah semata-mata karena kurangnya pengetahuan kami. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun yang harus kami lakukan untuk dapat menyusun laporan yang lebih baik lagi di kemudian hari.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
22
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkah-Nyalah kami dapat melakukan diskusi tutorial dengan lancar dan
menyusun laporan hasil diskusi tutorial ini dengan tepat waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada dr. Arfi Syamsun,
Sp. KF, M.Si.Med sebagai tutor atas bimbingan beliau pada kami dalam
melaksanakan diskusi ini. Kami juga mengucapkan terima kasih pada teman-
teman yang ikut berpartisipasi dan membantu kami dalam proses tutorial ini.
Kami juga ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan-
kekurangan yang ada dalam laporan ini. Hal ini adalah semata-mata karena
kurangnya pengetahuan kami. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun yang harus kami lakukan untuk dapat
menyusun laporan yang lebih baik lagi di kemudian hari.
resiko, manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis)
2. Analisis Skenario
22
1.3. MIND MAP
Bayi, laki-laki 4 bulan
Diagnosis
IGD
Px Fisik :
KU : Lemah
Suhu 39oC
RR 64x/mnt
Retraksi interkostals
Ronki dan wheezing +/+
Px Penunjang
Sesak nafas 3 jam yang lalu dan semakin memburuk
Terdengar bunyi crackles dan rewel
Sedikit minum ASI
Batuk kering, pilek dan demam ringan 5 hari yg lalu
Penatalaksanaan
22
BAB II
PEMBAHASAN
1.4. BRONKIOLITIS
Bronkiolitis merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
bagian bawah yang ditandai dengan adanya inflamasi pada bronkiolus. Umumnya,
infeksi tersebut disebabkan oleh virus. Secara klinis ditandai dengan episode
pertama wheezing pada bayi yang di dahului dengan gejala infeksi saluran
napas.Epidemiologi
Bronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratori tersering pada bayi.
Paling sering terjadi pada usia 2-24 bulan, puncaknya pada usia 2-8 bulan.
95% kasus terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun dan 75% di
antaranya terjadi pada anak berusia di bawah 1 tahun. Orenstein
mengatakan bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi laki-laki
berusia 3-6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, dan hidup di lingkungan
padat penduduk. Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di Negara-
negara berkembang daripada di negara-negara baju. Hal ini mungkin
disebabkan oleh rendahnya status gizi dan ekonomi, kurangnya tunjangan
medis, serta kepadatan penduduk di Negara berkembang. Angka mortalitas
di Negara berkembang pada anak-anak yang dirawat adalah 1-3%.
1.4.1. Etiologi
Sekitar 95% dari kasus-kasus tersebut secara serologi terbukti
disebabkan oleh invasi RSV. Orenstein menyebutksn pula beberapa
penyebab lain seperti Adenovirus, virus Influenza, virus Parainfluenza,
Rhinovirus, dan mikoplasma, tetapi belum ada bukti kuat bahwa
bronkiolitis disebabkan oleh bakteri.
1.4.2. Patofisiologi
22
Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus menyebabkan respons
inflamasi akut, ditandai dengan osbstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi
mucus, timbunan debris seluler/sel-sel mati yang terkelupas, kemudian
diikuti dengan infiltrasi limfosit peribronkial dan edema summukosa.
Karena tahanan aliran udara berbanding terbalik dengan diameter
penampang saluran respiratori, maka sedikit saja penebalan mukosa akan
memeberikan hambatan aliran udara yang besar, terutama pada bayi yang
memiliki penampang saluran respiratori kecil. Resistensi pada bronkiolus
meningkat selama fase inspirasi dan ekspirasi, tetapi karena radius saluran
respiratori lebih kecil selama ekspirasi, maka akan menyebabkan air
trapping dan hiperinflasi. Atelektasis dapat terjadi pada saat terjadi
obstruksi total dan udara yang terjebak diabsorbsi.
Proses patologis ini akan menggangu pertukaran gas normal di paru.
Penurunan kerja ventilasi paru akan menyebabkan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi (ventilation-perfusion mismatching), yang berikutnya akan
menyebakan terjadinya hipoksemia dan kemudia terjadi hipoksia jaringan.
Semakin tinggi laju respiratori, maka semakin rendah tekanan oksigen
arteri. Kerja pernapasan (work of breathing) akan meningkat selama end-
expiratory lung volume meningkat dan compliance paru menurun.
Hiperkapnea biasanya baru terjadi bila respirasi mencapai 60 x/menit.
Pemulihan sel epitel paru tampak setelah 3-4 hari, tetapi silia akan
diganti setelah dua minggu. Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh
makrofag.
1.4.3. Manifesktasi Klinis
Geajala awal berupa gejala infeksi respiratori atas akibat virus, seperti
pilek ringan, batuk, dan demam. Satu hingga dua hari kemudian timbul
batuk yang disertai dengan sesak napas. Selanjutnya dapat ditemukan
wheezing , sinosis, merintih (grunting), napas berbunyi, muntah setelah
batuk, rewel, dan penurunan nafsu makan.
22
1.4.4. Diagnosis
1.4.4.1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada nak yang mengarah ke diagnosis
bronkiolitis adalah adanya takipnea, takikardi, dan peningkatan suhu di
atas 38,5°C. Selain itu, dapat juga ditemukan konjungtivitis ringan dan
faringitis.
Obstruski saluran respiratori bawah akibat respons inflamasi akun
akan menimbulkan gejala ekspirasi memanjang hingga wheezing.
Usaha-usaha pernapasan yang dilakukan anak untuk mengatasi
obstruksi akan menimbulkan napas cuping hidung dan retraksi
interkostal. Selain itu, dapat juga ditemukan ronki dari pemeriksaan
auskultasi paru. Sianosis dapat terjadi, dan bila gejala menghebat,
dapat terjadi apnea, terutama pada bayi berusia <6 minggu.
a. Pemeriksaan laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin kurang bermakna karena jumlah
leukosit biasanya normal, demekian pula dengan elektrolit. Analisis
gas darah (AGD) diperlukan untuk anak dengan sakit berta,
khususnya yang membutuhkan ventilator mekanik.
Pada foto rontgen toraks didaptkan gambaran hiperinflasi dan
infiltrate (patchy infiltrates), tetapi gambaran ini tidak spesifik dan
dapat ditemukan pada asma, pneumonia viral atau atipikal, dan
aspirasi. Dapat juga ditemukan gambaran atelektasis, terutama pada
saat konvalenens akibat secret pekat bercampur sel-sel mati yang
menyumbat, air trapping, diafragma datar, dan peningkatan diameter
antero-posterior. Untuk menemukan RSV dilakukan kultur virus,
rapid antigen detection tests (direct immunofluoresense assay dan
enzyme-linked immunosorbent assays, ELISA) atau polymerase
chain reaction (PCR), dan pengukuran titer antibody pada fase akut
dan konvelesens.
Beratnya penyakit ditentukan berdarkan skala klinis. Digunakan
berbagai skala klinis, misalnya Respiratory Distress Asseessment
22
Instrumen (RDAI) atau modifikasinya yang mengukur laju
pernapasan/respiratory rate (RRI), usaha napas, beratnya wheezing,
dan oksigenasi.
Skala klinis yang digunakan Abul-Ainine dan Luyt adalah:
1. Respiratory Rate (RR) ; dihitung manual, baik dengan palpasi
dan melihat gerakan dada, dilakukan selama 1 menit penuh, dua
kali penghitungan dan diambil rata-ratanya.
2. Heart Rate (HR) : diambil dari pulse oxymetry yang dibaca lima
kali selama pengamatan 1 menit, diambil rata-ratanya.
3. Saturasi O2 : diambil dari pulse oxymetry yang dibaca lima kali
selama pengamatan 1 menit dan diambil rata-ratanya.
4. Respiratory clinical status yang dinilai menggunakan RDAI
menurut Lowell dkk.
5. Status aktivitas bayi (empat tingkat: tidur, tenang, rewel, dan
menangis).
Sedangkan Shuh, yang diadaptasi oleh Dobson, menilai skor klinis
sebagai berikut :
1. Keadaan umum : diberi skor 0 (tidur) hingga 4 (sangat rewel).
2. Penggunaan otot bantu napas : skor 0 (tidak ada retraksi) hingga
3 (retraksi berat).
3. Wheeezing: skor 0 (tidak ada) hingga 3 (wheezing hebat
inspiratorik dan ekspiratorik).
1.4.5. PENATALAKSANAAN BRONKIOLITIS
22
1. Pemberian oksigen untuk mempertahankan saturasi 92-96%, lebih baik via humidifier :a. Kanul nasal dengan aliran 2 lpm.b. Menggunakan head box bila kebutuhan oksigen tinggi.Bila keadaan sudah pulih, pemberian oksigen harus disapih setiap 4 jam untuk mempertahankan saturasi.
2. Penunjang respirasi dengan CPAP (Continous Positive Airway Pressure) atau ventilasi yang diatur di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)
3. Nutrisi dan Hidrasia. Pemberian susu yang sedikit namun sering setiap 2-3 jam.b. Pemberian nutrisi lewat nasogastric atau orogastric bila
dibutuhkan. Diindikasikan untuk yang tidak dapat intake secara oral.
c. Cairan intravena diindikasikan jika anak muntah atau severe respiratory distress yang memburuk bila diberikan makanan.i. 0.45% salin (konsentrasi minimal) dan D5% dengan KCL
10mmol/500mlsii. 75% ‘maintenance’ requirements.iii. Cek urin dalam 24 jam dari tindakan awal, untuk melihat
kelebihan cairan hiponatraemic.4. Terapi Obat
Jangan meresepkan bronkodilator, antibiotik, dan steroid secara rutin.a. Bronkodilator – hanya memberikan efek jangka pendek. Bila tidak
ada perbaikan klinis dalam 20 menit, lebih baik hentikan pemberian bronkodilator.
b. Antibiotik – tidak diindikasikan secara rutin.c. Steroids (inhalan atau oral) – tidak ada bukti dalam manfaat steroid
dalam pencegahan wheezing.d. Ribavirin – tidak direkomendasikan untuk penggunaan secara
rutin.e. RSV immunoglobulin – direkomendasikan untuk penggunaan
secara rutin.5. Fisioterapi – tidak ada bukti yang menyatakan kegunaan dari
fisioterapi dada
Kriteria Dipulangkan : Stabil dan membaik
22
SpO2 >92% dalam udara dalam 8-12 jam termasuk saat tidur Pasokan nutrisi adekuat (> 2/3 makanan normal) Keluarga merasa mampu untuk merawat.
Edukasi dan Saran Saat Dipulangkan : Menahan diri untuk tidak merokok Gejala dapat terjadi dalam 10-14 hari Infeksi ulang dapat terjadi Peningkatan risiko wheezing setelah bronkiolitis
22
1.4.6. Prognosis
Beberapa studi kohort menghubungkan infeksi bronkiolitis akut barat
pada bayi akan berkembang menjadi asma. Suatu studi kohort menemukan
bahwa 23% bayi dengan riwayat bronkiolitis berkembang menjadi asma
pada usia 3 tahun. Jadi, karena bayi yang terkena bronkiolitis dihubungkan
dengan asma, maka keberhasilan pengobatan dengan kortikosteroid
mungkin dapat mengurangi prevalens asma pda anak dari kelompok
pengobatan.
22
1.5. PNEUMONIA
Pneumonia merupakan inflamasi pada parenkim paru dimana asinus terisi
dengan cairan radang, dengan atau tanpa infiltrasi sel radang ke interstitium.
Pneumonia disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, jamur, ataupun parasit.
Inflamasi yang disebabkan non-mikroorganisme disebut pneumonitis.
Pneumonia dapat juga diklasifikasikan berdasarkan waktu-tempat terjadinya
infeksi. Pneumonia komuniti didapatkan di lingkungan hidup normal penderita
dan biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri gram positif. Pneumonia nosokomial
didapatkan dalam periode 72 jam pasca masuk ke rumah sakit, yang biasanya
disebabkan oleh bakteri gram negative. Tetapi, pada masa sekarang infeksi gram
negative dapat juga menjadi causa dari pneumonia komuniti. Pneumonia dapat
juga terjadi karena aspirasi cairan saluran napas atas, dan pada penderita
imunokompromise.
1.5.1. Patogenesis
Pneumonia terjadi karena ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,
mikroorganisme dan lingkungan. Cara mikroorganisme masuk diantaranya
1. Inokulasi langsung
2. Hematogen
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi permukaan mukosa
Kolonisasi merupakan cara masuk yang paling sering terjadi, yang
biasanya terjadi kolonisasi di bakteri, yang kemudian teraspirasi. Secara
perinhalan pada infeksi virus, mikroorganisme atipik, infeksi mikobakteria,
atau jamur.
Kuman yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli
menyebabkan reaksi radang berupa edemadari seluruh alveoli disusul
infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis dari eritrosit sehingga terjadi
permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibody. Sel-sel PMN mendesak
22
bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit lain melalui
psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian di fagosit.
Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri, maka akan terdapat
4 zona pada daerah parasitic :
1. Zona luar : alveoli yang terisi dengan kuman dan cairan edema
2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari sel-sel PMN dan beberapa
eksudasi cairan sel darah merah
3. Zona konsolidasi yang luas : daerah dimana terjadi fagositosis yang
aktif dengan jumlah sel PMN yang banyak
4. Zona resolusi : daerah dimana terjadi resolusi dengan banyak bakteri
yang mati, leukosit, dan alveolar makrofag
Daerah perifer dimana terdapat edema dan perdarahan disebut “red
hepatization”, sedangkan daerah konsolidasi yang luas disebut “gray
hepatization”.
Pneumonia dapat terjadi pada satu lobus paru (pneumonia lobaris),
bronkopneumonia (pada satu lobuler, pada anak umumnya), dan pneumonia
interstitial.
1.5.2. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis dari pneumonia berupa demam, dapat mengigil,
dengan suhu yang dapat mencapai >40oC, batuk dengan dahak mukoid atau
purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas, dan nyeri dada. Pada
pemeriksaan fisis ditemukan ketertinggalan bagian paru yang sakit,
fremitus palpasi mengeras, perkusi redup, suara napas yang terdengan
bronkovesikuler sampai bronchial, yang disertai ronki basah halus yang
kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.
22
1.5.3. Diagnosis
Pemeriksaaan penunjang yang dilakukan :
1. Pemeriksaan radiologis
Pada foto toraks dapat ditemukan gambaran infiltrate sampai
konsolidasi dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik dan
interstisial serta gambatan kavitas. Foto toraks tidak dapat
memnentukan penyebab, tetapi petunjuk kearah diagnosis etiologi
2. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan jumlah
leukosit, biasanya lebih dari 10.000/μl dan terjadi pergeseran
leukosit ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan
diagnosis diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah, serologi dan
analisis gas darah.
Pengobatan pada pneumonia berupa terapi antibiotic tanpa menunggu
hasil kultur (terapi empiris karena dapat mengancam jiwa, kuman yang
diisolasi bukan penyebab pneumonia, dan pembiakan membutuhkan waktu.
1.5.4. Penatalaksanaan
Terapi yang dapat diberikan berupa antibiotika spectrum luas, dengan
golongan penisilin dan sulfa untuk lini pertama, golongan sefalosporin
generasi tiga, makrolid, dan fluorokuinolon untuk lini kedua.
1.1. BRONKITIS AKUT
Bronkitis akut adalah peradangan akut pada bronkus dan cabang-cabangnya,
yang mengakibatkan terjadinya edema dan pembentukan mukus. Walaupun
diagnosis bronkitis sering merupakan diagnosis yang sering dibuat, pada anak
keadaan ini agaknya bukan merupakan suatu penyakit tersendiri tetapi
22
merupakan akibat dari beberapa keadaan lain pada saluran napas atas dan bawah.
Etiologi
Bronkitis berhubungan dengan infeksi virus, bakteri sekunder, polusi
udara, alergi, aspirasi kronis, refluks gastroesophageal, dan infeksi jamur.
Virus merupakan penyebab tersering bronkitis (90%), sedangkan sisanya
(10%) oleh bakteri. Virus penyebab yang sering yaitu yaitu virus Influenza
A dan B, Parainfluenza, Respiratory Syncitial Virus (RSV), Rinovirus,
adenovirus dan corona virus. Bronkitis akut karena bakteri biasanya
dikaitkan dengan Mycoplasma pneumoniae, Mycobacterium tuberculosis,
Supardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD,editor. 2007. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher edisi 6. Balai
Penerbitan FKUI: Jakarta.
Guideline composed by Dr. N.D. Archer, August 2009. Guidelines for the management of bronchiolitis in children. http://www.bristolpaedresp.org.uk/Guidelines/Bronchiolitis%20guidelines%20rev.4.pdf
Author: Dr Raewyn Gavin.June 2010. BRONCHIOLITIS. Starship Children’s Health Clinical Guideline. http://www.adhb.govt.nz/ starship clinicalguidelines/_Documents/Bronchiolitis.pd f