Top Banner
22 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah-Nyalah kami dapat melakukan diskusi tutorial dengan lancar dan menyusun laporan hasil diskusi tutorial ini dengan tepat waktunya. Kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada dr. Arfi Syamsun, Sp. KF, M.Si.Med sebagai tutor atas bimbingan beliau pada kami dalam melaksanakan diskusi ini. Kami juga mengucapkan terima kasih pada teman- teman yang ikut berpartisipasi dan membantu kami dalam proses tutorial ini. Kami juga ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan-kekurangan yang ada dalam laporan ini. Hal ini adalah semata-mata karena kurangnya pengetahuan kami. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun yang harus kami lakukan untuk dapat menyusun laporan yang lebih baik lagi di kemudian hari.
36

laporan tutorial bronkhiolitis

Feb 08, 2016

Download

Documents

tanniairawan

bronkhiolitis
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: laporan tutorial bronkhiolitis

22

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas berkah-Nyalah kami dapat melakukan diskusi tutorial dengan lancar dan

menyusun laporan hasil diskusi tutorial ini dengan tepat waktunya.

Kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada dr. Arfi Syamsun,

Sp. KF, M.Si.Med sebagai tutor atas bimbingan beliau pada kami dalam

melaksanakan diskusi ini. Kami juga mengucapkan terima kasih pada teman-

teman yang ikut berpartisipasi dan membantu kami dalam proses tutorial ini.

Kami juga ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan-

kekurangan yang ada dalam laporan ini. Hal ini adalah semata-mata karena

kurangnya pengetahuan kami. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik

dan saran yang bersifat membangun yang harus kami lakukan untuk dapat

menyusun laporan yang lebih baik lagi di kemudian hari.

Mataram, 14 Juni 2013

Penyusun

Page 2: laporan tutorial bronkhiolitis

22

DAFTAR ISI

Kata Pengantar …………………………………………………………………. 1

Daftar Isi ……………………………………………………………………….. 2

BAB I : PENDAHULUAN………………………………………………….... 3

1.1. Skenario………………………………………………………………... 3

1.2. Learning Objective (LO)……………..…………………………. ……. 3

1.3. Mind Map……………………………………………………………… 4

BAB II : PEMBAHASAN ………….………………………………………….. 5

BAB III : PENUTUP ……………………………………………………………50

Kesimpulan…………………………………………………………………..50

Daftar Pustaka…………………………………………………………………... 51

Page 3: laporan tutorial bronkhiolitis

22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. SKENARIO 1

Poor Baby

A 4 month old male infant was brought to emergency room because of shortness

of breath. His mother informed that the shortness of breath appeared 3 hours ago

and were getting worse. The baby’s breathing sounded like crackles, he cried

and wailed all the time, and less breastfed. Five days ago, the baby got dry

cough, runny nose, and mild fever. There was no history of breath shortness

before. From the physical examination in the emergency room, the infant looked

weak, temperature 390C, respiratory rate 64x/minute, intercostal retraction +/+,

rhonchi +/+. wheezing +/+.

1.2. LEARNING OBJECTIVES

1. Diagnosis banding (definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, faktor

resiko, manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis)

2. Analisis Skenario

Page 4: laporan tutorial bronkhiolitis

22

1.3. MIND MAP

Bayi, laki-laki 4 bulan

Diagnosis

IGD

Px Fisik :

KU : Lemah

Suhu 39oC

RR 64x/mnt

Retraksi interkostals

Ronki dan wheezing +/+

Px Penunjang

Sesak nafas 3 jam yang lalu dan semakin memburuk

Terdengar bunyi crackles dan rewel

Sedikit minum ASI

Batuk kering, pilek dan demam ringan 5 hari yg lalu

Penatalaksanaan

Page 5: laporan tutorial bronkhiolitis

22

BAB II

PEMBAHASAN

1.4. BRONKIOLITIS

Bronkiolitis merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)

bagian bawah yang ditandai dengan adanya inflamasi pada bronkiolus. Umumnya,

infeksi tersebut disebabkan oleh virus. Secara klinis ditandai dengan episode

pertama wheezing pada bayi yang di dahului dengan gejala infeksi saluran

napas.Epidemiologi

Bronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratori tersering pada bayi.

Paling sering terjadi pada usia 2-24 bulan, puncaknya pada usia 2-8 bulan.

95% kasus terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun dan 75% di

antaranya terjadi pada anak berusia di bawah 1 tahun. Orenstein

mengatakan bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi laki-laki

berusia 3-6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, dan hidup di lingkungan

padat penduduk. Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di Negara-

negara berkembang daripada di negara-negara baju. Hal ini mungkin

disebabkan oleh rendahnya status gizi dan ekonomi, kurangnya tunjangan

medis, serta kepadatan penduduk di Negara berkembang. Angka mortalitas

di Negara berkembang pada anak-anak yang dirawat adalah 1-3%.

1.4.1. Etiologi

Sekitar 95% dari kasus-kasus tersebut secara serologi terbukti

disebabkan oleh invasi RSV. Orenstein menyebutksn pula beberapa

penyebab lain seperti Adenovirus, virus Influenza, virus Parainfluenza,

Rhinovirus, dan mikoplasma, tetapi belum ada bukti kuat bahwa

bronkiolitis disebabkan oleh bakteri.

1.4.2. Patofisiologi

Page 6: laporan tutorial bronkhiolitis

22

Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus menyebabkan respons

inflamasi akut, ditandai dengan osbstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi

mucus, timbunan debris seluler/sel-sel mati yang terkelupas, kemudian

diikuti dengan infiltrasi limfosit peribronkial dan edema summukosa.

Karena tahanan aliran udara berbanding terbalik dengan diameter

penampang saluran respiratori, maka sedikit saja penebalan mukosa akan

memeberikan hambatan aliran udara yang besar, terutama pada bayi yang

memiliki penampang saluran respiratori kecil. Resistensi pada bronkiolus

meningkat selama fase inspirasi dan ekspirasi, tetapi karena radius saluran

respiratori lebih kecil selama ekspirasi, maka akan menyebabkan air

trapping dan hiperinflasi. Atelektasis dapat terjadi pada saat terjadi

obstruksi total dan udara yang terjebak diabsorbsi.

Proses patologis ini akan menggangu pertukaran gas normal di paru.

Penurunan kerja ventilasi paru akan menyebabkan ketidakseimbangan

ventilasi-perfusi (ventilation-perfusion mismatching), yang berikutnya akan

menyebakan terjadinya hipoksemia dan kemudia terjadi hipoksia jaringan.

Semakin tinggi laju respiratori, maka semakin rendah tekanan oksigen

arteri. Kerja pernapasan (work of breathing) akan meningkat selama end-

expiratory lung volume meningkat dan compliance paru menurun.

Hiperkapnea biasanya baru terjadi bila respirasi mencapai 60 x/menit.

Pemulihan sel epitel paru tampak setelah 3-4 hari, tetapi silia akan

diganti setelah dua minggu. Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh

makrofag.

1.4.3. Manifesktasi Klinis

Geajala awal berupa gejala infeksi respiratori atas akibat virus, seperti

pilek ringan, batuk, dan demam. Satu hingga dua hari kemudian timbul

batuk yang disertai dengan sesak napas. Selanjutnya dapat ditemukan

wheezing , sinosis, merintih (grunting), napas berbunyi, muntah setelah

batuk, rewel, dan penurunan nafsu makan.

Page 7: laporan tutorial bronkhiolitis

22

1.4.4. Diagnosis

1.4.4.1. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada nak yang mengarah ke diagnosis

bronkiolitis adalah adanya takipnea, takikardi, dan peningkatan suhu di

atas 38,5°C. Selain itu, dapat juga ditemukan konjungtivitis ringan dan

faringitis.

Obstruski saluran respiratori bawah akibat respons inflamasi akun

akan menimbulkan gejala ekspirasi memanjang hingga wheezing.

Usaha-usaha pernapasan yang dilakukan anak untuk mengatasi

obstruksi akan menimbulkan napas cuping hidung dan retraksi

interkostal. Selain itu, dapat juga ditemukan ronki dari pemeriksaan

auskultasi paru. Sianosis dapat terjadi, dan bila gejala menghebat,

dapat terjadi apnea, terutama pada bayi berusia <6 minggu.

a. Pemeriksaan laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah rutin kurang bermakna karena jumlah

leukosit biasanya normal, demekian pula dengan elektrolit. Analisis

gas darah (AGD) diperlukan untuk anak dengan sakit berta,

khususnya yang membutuhkan ventilator mekanik.

Pada foto rontgen toraks didaptkan gambaran hiperinflasi dan

infiltrate (patchy infiltrates), tetapi gambaran ini tidak spesifik dan

dapat ditemukan pada asma, pneumonia viral atau atipikal, dan

aspirasi. Dapat juga ditemukan gambaran atelektasis, terutama pada

saat konvalenens akibat secret pekat bercampur sel-sel mati yang

menyumbat, air trapping, diafragma datar, dan peningkatan diameter

antero-posterior. Untuk menemukan RSV dilakukan kultur virus,

rapid antigen detection tests (direct immunofluoresense assay dan

enzyme-linked immunosorbent assays, ELISA) atau polymerase

chain reaction (PCR), dan pengukuran titer antibody pada fase akut

dan konvelesens.

Beratnya penyakit ditentukan berdarkan skala klinis. Digunakan

berbagai skala klinis, misalnya Respiratory Distress Asseessment

Page 8: laporan tutorial bronkhiolitis

22

Instrumen (RDAI) atau modifikasinya yang mengukur laju

pernapasan/respiratory rate (RRI), usaha napas, beratnya wheezing,

dan oksigenasi.

Skala klinis yang digunakan Abul-Ainine dan Luyt adalah:

1. Respiratory Rate (RR) ; dihitung manual, baik dengan palpasi

dan melihat gerakan dada, dilakukan selama 1 menit penuh, dua

kali penghitungan dan diambil rata-ratanya.

2. Heart Rate (HR) : diambil dari pulse oxymetry yang dibaca lima

kali selama pengamatan 1 menit, diambil rata-ratanya.

3. Saturasi O2 : diambil dari pulse oxymetry yang dibaca lima kali

selama pengamatan 1 menit dan diambil rata-ratanya.

4. Respiratory clinical status yang dinilai menggunakan RDAI

menurut Lowell dkk.

5. Status aktivitas bayi (empat tingkat: tidur, tenang, rewel, dan

menangis).

Sedangkan Shuh, yang diadaptasi oleh Dobson, menilai skor klinis

sebagai berikut :

1. Keadaan umum : diberi skor 0 (tidur) hingga 4 (sangat rewel).

2. Penggunaan otot bantu napas : skor 0 (tidak ada retraksi) hingga

3 (retraksi berat).

3. Wheeezing: skor 0 (tidak ada) hingga 3 (wheezing hebat

inspiratorik dan ekspiratorik).

1.4.5. PENATALAKSANAAN BRONKIOLITIS

Page 9: laporan tutorial bronkhiolitis

22

1. Pemberian oksigen untuk mempertahankan saturasi 92-96%, lebih baik via humidifier :a. Kanul nasal dengan aliran 2 lpm.b. Menggunakan head box bila kebutuhan oksigen tinggi.Bila keadaan sudah pulih, pemberian oksigen harus disapih setiap 4 jam untuk mempertahankan saturasi.

2. Penunjang respirasi dengan CPAP (Continous Positive Airway Pressure) atau ventilasi yang diatur di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)

3. Nutrisi dan Hidrasia. Pemberian susu yang sedikit namun sering setiap 2-3 jam.b. Pemberian nutrisi lewat nasogastric atau orogastric bila

dibutuhkan. Diindikasikan untuk yang tidak dapat intake secara oral.

c. Cairan intravena diindikasikan jika anak muntah atau severe respiratory distress yang memburuk bila diberikan makanan.i. 0.45% salin (konsentrasi minimal) dan D5% dengan KCL

10mmol/500mlsii. 75% ‘maintenance’ requirements.iii. Cek urin dalam 24 jam dari tindakan awal, untuk melihat

kelebihan cairan hiponatraemic.4. Terapi Obat

Jangan meresepkan bronkodilator, antibiotik, dan steroid secara rutin.a. Bronkodilator – hanya memberikan efek jangka pendek. Bila tidak

ada perbaikan klinis dalam 20 menit, lebih baik hentikan pemberian bronkodilator.

b. Antibiotik – tidak diindikasikan secara rutin.c. Steroids (inhalan atau oral) – tidak ada bukti dalam manfaat steroid

dalam pencegahan wheezing.d. Ribavirin – tidak direkomendasikan untuk penggunaan secara

rutin.e. RSV immunoglobulin – direkomendasikan untuk penggunaan

secara rutin.5. Fisioterapi – tidak ada bukti yang menyatakan kegunaan dari

fisioterapi dada

Kriteria Dipulangkan : Stabil dan membaik

Page 10: laporan tutorial bronkhiolitis

22

SpO2 >92% dalam udara dalam 8-12 jam termasuk saat tidur Pasokan nutrisi adekuat (> 2/3 makanan normal) Keluarga merasa mampu untuk merawat.

Edukasi dan Saran Saat Dipulangkan : Menahan diri untuk tidak merokok Gejala dapat terjadi dalam 10-14 hari Infeksi ulang dapat terjadi Peningkatan risiko wheezing setelah bronkiolitis

Page 11: laporan tutorial bronkhiolitis

22

1.4.6. Prognosis

Beberapa studi kohort menghubungkan infeksi bronkiolitis akut barat

pada bayi akan berkembang menjadi asma. Suatu studi kohort menemukan

bahwa 23% bayi dengan riwayat bronkiolitis berkembang menjadi asma

pada usia 3 tahun. Jadi, karena bayi yang terkena bronkiolitis dihubungkan

dengan asma, maka keberhasilan pengobatan dengan kortikosteroid

mungkin dapat mengurangi prevalens asma pda anak dari kelompok

pengobatan.

Page 12: laporan tutorial bronkhiolitis

22

1.5. PNEUMONIA

Pneumonia merupakan inflamasi pada parenkim paru dimana asinus terisi

dengan cairan radang, dengan atau tanpa infiltrasi sel radang ke interstitium.

Pneumonia disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, jamur, ataupun parasit.

Inflamasi yang disebabkan non-mikroorganisme disebut pneumonitis.

Pneumonia dapat juga diklasifikasikan berdasarkan waktu-tempat terjadinya

infeksi. Pneumonia komuniti didapatkan di lingkungan hidup normal penderita

dan biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri gram positif. Pneumonia nosokomial

didapatkan dalam periode 72 jam pasca masuk ke rumah sakit, yang biasanya

disebabkan oleh bakteri gram negative. Tetapi, pada masa sekarang infeksi gram

negative dapat juga menjadi causa dari pneumonia komuniti. Pneumonia dapat

juga terjadi karena aspirasi cairan saluran napas atas, dan pada penderita

imunokompromise.

1.5.1. Patogenesis

Pneumonia terjadi karena ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,

mikroorganisme dan lingkungan. Cara mikroorganisme masuk diantaranya

1. Inokulasi langsung

2. Hematogen

3. Inhalasi bahan aerosol

4. Kolonisasi permukaan mukosa

Kolonisasi merupakan cara masuk yang paling sering terjadi, yang

biasanya terjadi kolonisasi di bakteri, yang kemudian teraspirasi. Secara

perinhalan pada infeksi virus, mikroorganisme atipik, infeksi mikobakteria,

atau jamur.

Kuman yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli

menyebabkan reaksi radang berupa edemadari seluruh alveoli disusul

infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis dari eritrosit sehingga terjadi

permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibody. Sel-sel PMN mendesak

Page 13: laporan tutorial bronkhiolitis

22

bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit lain melalui

psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian di fagosit.

Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri, maka akan terdapat

4 zona pada daerah parasitic :

1. Zona luar : alveoli yang terisi dengan kuman dan cairan edema

2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari sel-sel PMN dan beberapa

eksudasi cairan sel darah merah

3. Zona konsolidasi yang luas : daerah dimana terjadi fagositosis yang

aktif dengan jumlah sel PMN yang banyak

4. Zona resolusi : daerah dimana terjadi resolusi dengan banyak bakteri

yang mati, leukosit, dan alveolar makrofag

Daerah perifer dimana terdapat edema dan perdarahan disebut “red

hepatization”, sedangkan daerah konsolidasi yang luas disebut “gray

hepatization”.

Pneumonia dapat terjadi pada satu lobus paru (pneumonia lobaris),

bronkopneumonia (pada satu lobuler, pada anak umumnya), dan pneumonia

interstitial.

1.5.2. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis dari pneumonia berupa demam, dapat mengigil,

dengan suhu yang dapat mencapai >40oC, batuk dengan dahak mukoid atau

purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas, dan nyeri dada. Pada

pemeriksaan fisis ditemukan ketertinggalan bagian paru yang sakit,

fremitus palpasi mengeras, perkusi redup, suara napas yang terdengan

bronkovesikuler sampai bronchial, yang disertai ronki basah halus yang

kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.

Page 14: laporan tutorial bronkhiolitis

22

1.5.3. Diagnosis

Pemeriksaaan penunjang yang dilakukan :

1. Pemeriksaan radiologis

Pada foto toraks dapat ditemukan gambaran infiltrate sampai

konsolidasi dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik dan

interstisial serta gambatan kavitas. Foto toraks tidak dapat

memnentukan penyebab, tetapi petunjuk kearah diagnosis etiologi

2. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan jumlah

leukosit, biasanya lebih dari 10.000/μl dan terjadi pergeseran

leukosit ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan

diagnosis diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah, serologi dan

analisis gas darah.

Pengobatan pada pneumonia berupa terapi antibiotic tanpa menunggu

hasil kultur (terapi empiris karena dapat mengancam jiwa, kuman yang

diisolasi bukan penyebab pneumonia, dan pembiakan membutuhkan waktu.

1.5.4. Penatalaksanaan

Terapi yang dapat diberikan berupa antibiotika spectrum luas, dengan

golongan penisilin dan sulfa untuk lini pertama, golongan sefalosporin

generasi tiga, makrolid, dan fluorokuinolon untuk lini kedua.

1.1. BRONKITIS AKUT

Bronkitis akut adalah peradangan akut pada bronkus dan cabang-cabangnya,

yang mengakibatkan terjadinya edema dan pembentukan mukus. Walaupun

diagnosis bronkitis sering merupakan diagnosis yang sering  dibuat,  pada anak

keadaan ini agaknya bukan merupakan  suatu penyakit tersendiri tetapi 

Page 15: laporan tutorial bronkhiolitis

22

merupakan akibat  dari beberapa keadaan lain pada saluran napas atas dan bawah.

Etiologi

Bronkitis berhubungan dengan infeksi virus, bakteri sekunder, polusi

udara, alergi, aspirasi kronis, refluks gastroesophageal, dan infeksi jamur.

Virus merupakan penyebab tersering bronkitis (90%), sedangkan sisanya

(10%) oleh bakteri. Virus penyebab yang sering yaitu  yaitu virus Influenza

A dan B, Parainfluenza, Respiratory Syncitial Virus (RSV), Rinovirus,

adenovirus dan corona virus. Bronkitis akut karena bakteri  biasanya

dikaitkan dengan Mycoplasma pneumoniae, Mycobacterium tuberculosis,

Bordatella pertusis, Corynebacterium diphteriae, Clamidia pneumonia, 

Streptococcus pneumonia, Moraxella catarrhalis, H. influenza, Penyebab

lain agen kimia ataupun pengaruh fisik.

1.5.5. Diagnosis

1.5.5.1. Anamnesis

Anamnesis dapat ditemui adanya demam, nyeri kepala, nyeri otot

selama 3-4 hari diikuti dengan batuk. Pada awalnya batuk bersifat

kering dan keras, kemudian berkembang menjadi batuk yang

produktif, dahak bisa jernih atau purulen. Batuk biasanya berlangsung

7-10 hari, tetapi dapat juga berlangsung samnpai 3 minggu. Pada anak

kecil susah untuk mengeluarkan dahak yang lengket dan kental dapat

merangsang muntah, pada anak yang lebih tua keluhan utama dapat

berupa batuk produktif,, nyeri dada pada keadaan yang lebih berat.

Pada umumnya gejala akan menghilang dalam 10-14 hari. Bila gejala

dan tanda klinis menetap sampai 2-3 minggu,perlu dicurigai adanya

proses kronis atau terjadi infeksi bakteri sekunder.

1.5.5.2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya tidak khas. Dapat

ditemukan adanya demam, gejala rinitis sebagai manifestasi pengiring,

atau faring hiperemis.Sejalan dengan perkembangan serta progresivitas

batuk, pada auskultasi dada dapat terdengar ronki, wheezing, ekspirium

Page 16: laporan tutorial bronkhiolitis

22

diperpanjang atau tanda obstruksi lainnya. Bila lendir banyak dan tidak

terlalu lengket akan terdengar ronki basah.

1.5.5.3. Pemeriksaan penunjang

Tidak ada pemeriksaan penunjang yang memberikan hasil

definitif untuk diagnosis bronkitis. Pemeriksaan kultur dahak

diperlukan bila etiologi bronkitis harus ditemukan untuk kepentingan

terapi. Hal ini biasanya diperlukan pada bronkitis kronis. Pada

bronkitis akut pemeriksaan ini tidak berarti banyak karena sebagian

besar penyebabnya adalah virus.

Pemeriksaan radiologis biasanya normal atau tampak corakan

bronkial meningkat.   Pada beberapa penderita menunjukkan adanya

penurunan ringan uji fungsi paru. Akan tetapi uji ini tidak perlu

dilakukan pada penderita yang sebelumnya sehat. Jika dicurigai adanya

asma sebagai penyakit yang mendasari, uji fungsi paru perlu

dipertimbangkan untuk dilakukan.

1.5.6. Terapi

Penderita tidak perlu dirawat inap kecuali ada indikasi seperti

dehidrasi atau penyempitan bronkus yang berat.

1.5.6.1. Medikamentosa

Antibiotik tidak direkomendasikan secara rutin pada bronkitis

akut, bahkan pemberian antibiotik dengan indikasi untuk pencegahan

superinfeksi saluran napas bawah tidak memberikan keuntungan.

Bronkodilator agonis b2  seperti salbutamol dapat memberikan

manfaat untuk mengatasi batuk, utamanya pada keadaan yang disertai

dengan  tanda-tanda bronkokontriksi. Pemberian salbutamol dengan

dosis 0,1 mg/kgBB/kali.akan mengurangi batuk dalam 7 hari, lebih

baik dibandingkan pemberian antibiotik,

Analgesik & antipiretik bila diperlukan dapat  diberikan. ,

Pemberian antitusif tidak direkomendasikan, mukolitik, dan

ekspektoran,walau belum cukup bukti klinis yang kuat, dapat

Page 17: laporan tutorial bronkhiolitis

22

dipertimbangkan diberikan bila batuknya efektif dan pada anak diatas

2 tahun.

1.5.6.2. Suportif

Terapi bronkitis akut sebagian besar bersifat suportif. Diperlukan

istirahat dan asupan makanan  yang cukup, kelembaban udara yang

cukup serta masukan cairan ditingkatkan.

1.5.6.3. Pemantauan

Anak-anak dengan bronkitis akut berulang harus dinilai secara

seksama untuk menemukan kemungkinan adanya anomali-anomali

pada saluran napas, benda asing, bronkiektasis, imunodefisiensi,

tuberkulosis, alergi, sinusitis, tonsilitis, adenoiditis, serta fibrosis

kistik.

1.1. ASMA

Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea

dan bronkus oleh berbagai macam sebab disertai timbulnya penyempitan luas

saluran nafas bagian bawah yang dapat berubah-ubah derajatnya.Pada masa

kanak-kanak, asma merupakan penyebab utama penyakit kronis. Sebanyak 10-

15% anak laki-laki dan 7-10% anak perempuan dapat menderita asama dimasa

kanak-kanank. Sebelum pubertas sekitar dua kali anak laki-laki yang terserang

lebih bnyak darpada anak perempuan.Asma dapat menyebabkan gangguan

psikoododial pada keluarga. Namun dengan pengobatan yang tepat, gejala dapat

dikecilkan kemungkinannya untuk timbul kembali dikemudian hari.Epidemiologi

• Prevalensi penderita asma meningkat dari tahun ke tahun.

• Diperkirakan ada 7,2% (6% diantaranya diderita oleh orang dewasa

dan 1,0% lainnya pada anak-anak).

• Hasil prevalensi tersebut bervariasi. Di Indonesia ada sekitar 3%

penderita asma pada anak 6-7 tahun dan 5,2% pada usia 13-14 tahun.

Berdasarkan survei dari laporan National for health Statistic (NHCS)

pada tahun 2003, serangan asma pada anak usia 0-17 tahun sebanyak 57 per

Page 18: laporan tutorial bronkhiolitis

22

1000 dari jumlah anak total sekitar 4,2 juta jiwa dan orang dewasa diatas 8

tahun diperkirakan sekitar 38 per 1000 dari 7,8 juta jiwa.

Asma dapat timbul pada segala umur. Sekitar 30% penderita bergejala

pada umur 1 tahun, sedang 80-90% anak asma mempunyai gejala pertama

sebelum umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang

hanya mendapat serangan ringan sampai sedang yang relatif mudah

ditangani. Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut-larut.

1.5.7. Etiologi

Sampai saat ini asma pada anak belum diketahui secara pasti

penyebabnya. Namun, menurut perkiraan penyebab salah satunya adalah

faktor keturunan. Diketahui ada sekitar 80 gen yang berhubungan dengan

asma. Salah satunya gen ADAM-33 (a disintegrin and metalloprotease),

gen yang ditemukan sekitar tahun 2002. selebihnya, penyebab pastinya

belum dapat dipastikan meskipun telah dilakukan banyak penelitian oleh

para ahli.

1.5.8. Patofisiologi

Asma pada anak terjadi karena adanya penyempitan pada jalan nafas

dan hiperkaktif dengan respon terhadap bahan iritasi dan stimulus lainnya.

Dengan adanya bahan iritasi otot bronkus menjadi spasme dan zat antibodi

tubuh muncul (immunoglobulin E atau IgE) dengan adanya alergi. IgE

dimunculkan pada reseptor sel mast dan akibat ikatan IgE dan antigen

menyebabkan pengeluaran histamin dan zat mediator lain. Mediator

tersebutlah yang memberikan gejala asma.

Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi spasme otot

bronkus, sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi

bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran nafas

menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat

terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi

peningkatna volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF) dan pada

Page 19: laporan tutorial bronkhiolitis

22

pasien akan bernafas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru

total (KPT).

Keadaan hiperinflasi bertujuan agar saluran nafas tetap terbuka dan

pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini

diperlukan otot bantu nafas. Gangguan yang berupa obstruksi saluran nafas

dapat dinilai secara obyektif dengan VEP1 (Volume Eksirasi Paksa detik

pertama) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi) sedangkan penurunan KVP

(Kapasitas Vital Paru) menggambarkan derajat hiperinflasi paru,

penyempitan saluran nafas dapat terjadi baik pada saluran nafas yang besar,

sedang maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di

saluran nafas besar, sedangkan pada saluran nafas yang kecil gejala batuk

dan sesak lebih dominan dibanding mengi.

Penyempitan saluran nafas ternyata tidak merata diseluruh bagian

paru. Ada daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehinggan darah

kapiler yang melalui daerah trersebut mengalami hipoksemia. Penurunan

PaO2 mungkin merupakan kelainan pada asma sub-klinis.

Untuk mengatasi kekurangan oksigen. Tubuh melakukan

hiperventilasi, agar kebutuhan oksigen terpenuhi. Tetapi akibatnya

pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehinggan PaCO2 menurun yang

kemudian menimbulkan alkalosis. Pada seranagn asma yang lebih berat

lagi banyak saluran nafas dan alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak

memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini menyebabkan

hipoksemia dan kerja otot-otot pernafasan bertambah berat serta terjadi

peningkatan produksi CO2. peningkatan produksi CO2 yang disertai

dengan penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2

(hiperkapnia) dan terjadi asidosis metabolik dan konstriksi pembuluh darah

paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu perdaran darah tanpa

melalui unti pertukaran gas yang baik, yang akibatnya memperburuk

hiperkapnia. Dengan penyempitan saluran nafas pada asma akan

menimbulkan hal-hal sebagai berikut:

1.) Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi.

Page 20: laporan tutorial bronkhiolitis

22

2.) Ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana distribusi ventilasi tidak

setara dengan sirkulasi darah paru.

3.) Gangguan difusi gas ditingkat alveoli. Ketiga faktor tersebut akan

mengakibatkan: hipoksemia, hiperkapnia, asidosis respiratorik pada

tahap yang lanjut.

1.5.9. Diagnosis

Mengi berulang dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik awal

untuk menegakkan diagnosis. Termasuk yang perku dipertimbangkan

kemungkinan asma adalah anak-anak yang hanya menunjukkan batuk

sebagai satu-satunya tanda, dan pada saaat diperiksa tanda mengi, sesak dan

kain-lain tidak timbul. Asma sulit didiagnosis pada anak dibawah 3 tahun.

Untuk anak yang sudah besar (>6 tahun) pemeriksaaan faal/fungsi paru

sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana dengan peak flow

meter , atau yang lebih lengkap dengan spirometer. Lainnya bisa melalui uji

provokasi bronkus dengan hiistamin, metakolin, latihan (exercise), udara

kering dan dingin, atau dengan NaCI hipertonis. Pemeriksaan ini berguna

untuk mendukung diagnosis asma anak melalui 3 cara:

•Variabilitas pada PFR (Peak Flow Rate) atau FEV1 (Forced

Expiratoory Volume in 1 second) kurang lebih 15%

Variabilitas harian adalah perbedaan nilai (peningkatan/penururnan)

hasil PFR dalam satu hari. Penilaian yang baik dapat dilakukan dengan

variabilitas mingguan yang pemeriksaaanya berlangsung kurang lebih 2

minggu.

•Reversibilitas pada PFR ata FEV1 kurang lebih 15%

Reversibilitas adalah perbedaan nilain (peningkatan) PFR atau FEV1

setelah pemberian inhalasi brronkodilator.

•Penurunan kurang lebih 20% pada FEV1 setelah provokas bronkus

kerna selain mendukung diagnosis, juga mengetahui kkeberhasilan tata

laksana asma. Pada anak dengan tanda gejala asma yang jelas, serta respon

Page 21: laporan tutorial bronkhiolitis

22

terhadapa pemberian obat asma baik sekali, maka tidak perlu pemeriksaan

diagnostik lebih lanjut.

1.5.10. Manifestasi Klinis

Secara umum gejala asma adalah sesak napas, batuk berdahak dan

suara nafas yang berbunyi, dimana saringnya gejala ini timbul di pagi hari

menjelang waktu subuh. Hal ini karena pengaruh keseimbangan hormon

kosrtisol yang kadarnya rendah ketika pagi dan berbagai faktor lainnya.

Penderita sama akan mengeluhkan sesak nafas karena udara waktu bernafas

tidak dapat mengalir dengan lancar pada saluran nafas yang sempit dan hal

ini juga yang menyebabkan timbulnya bunyi pada saat bernafas. Pada

penderita tertutupnya saluran oleh dahak yang diproduksi secara berlabihan

dan menimbulkan batuk sebagai respon untuk mngeluarkan dahak tersebut.

Salah sati ciri asma adalah hilangnya keluhan di luar serangan.

Artinya, pada saat serangan, penderita asma bisa kelihatan amat menderita

(batuk, sesak nafas, bahkan sampai seperti tercekik), tetapi di luar serangan

dia sehat-sehat saja. Inilah salah satu hal yang membedakan dengan

penyakit lain.

1.5.11. Tata Laksana

Nilai Derajat Serangan(sesuai tabel)

Tata Laksana awal:*nebulisasi β–agonis 1-3x, selang 20 menit*nebulisasi ketiga + antikolinergik*jika serangan berat, nebulisasi 1x

Page 22: laporan tutorial bronkhiolitis

22

- ANALISIS SKENARIO

Serangan Ringan(nebulisasi 1x, respons baik, gejala hilang)• Observasi 1-2 jam• Jika efek bertahan,

boleh pulang• Jika gejala timbul

lagi perlakukan sebagai serangan sedang

Serangan Sedang(nebulisasi 2-3x, respons parsial)• Berikan oksigen• Nilai kembali derajat

serangan, jika sesuai dengan serangan sedang, observasi di ruang rawat sehari.

• Pasang jarul parenteral

Serangan Berat(nebulisasi 3x, respons buruk)• Sejak awal beri O2

saat/ di luar nebulisasai• Pasang jalur

perenteral• Nilai ulang gejala

klinis, jika sesuai dengan serangan berat, rawat di ruang rawat inap

• Bekali dengan obat β-agonis (hirupan/oral)

• Jika sudah ada obat pengendali, teruskan

• Jika infeksi virus sebagai pencetus, dapat diberi steroid oral

• Dalam 24-48jam, kontrol rawat jalan untuk evaluasi

• Oksigen teruskan• Berikan steroid oral• Nebulisasi tiap dua

jam• Bila dalam 8-12 jam

perbaikan stabil, boleh pulangjika dsalam 12 jam klinis belum membaik, alih rawat ke ruang rawat inap (dirujuk)

• Oksigen diteruskan.• Steroid IV tiap 6-8 jam.

Nebulisasi tiap 1-2 jam• Aminofilin IV awal,

lanjutkan rumatan• Jika membaik interval jadi

4-6 jam• Jika dalam 24 jam

perbaikan klinis stabil, boleh pulang

• Jika dengan steroid dan aminofilin perenteral tidak membaik, timbul ancaman henti nafas, alih rawar ke ruang rawat intensif

CatatanJika menurut penilaian serangan berat, nebulissasi cukup 1 kali langsung dengan β agonis + antikolinergik.

Menginfeksi saluran nafas

Masuk ke tubuh manusia melalui saluran nafas

Merangsang system imun untuk melawan infeksi

Inflamasi

Mempengaruhi termoreseptor di hipotalamus

Edema

Pelepasan mediator inflamasi (histamine, prostaglandin, serotonin, tromboksan)

Nyeri tenggorokan

Respon nyeri pada SSP

Ganggun perfusi jaringan

HipoksemiaHipoksia

Inefektif pola pernapasan

RR ↑

Otak belakang (pons dan medulla oblongata) merespon ↑ pernapasan

Sesak

Ventilasi terganggu

Inefektif kebersihan jalan nafas

Penyemintan lumen saluran nafas

Mikroorganisme

Set point ↑

Suhu tubuh ↑

Hipertermia

Vasodilatasi pembuluh darah

Permeabilitas pembuluh darah ↑

Kehilangan cairan aktif

Metabolisme ↓

Nafsu makan ↓

Intake nutrisi ↓

Jaringan kekurangan nutrisi

Suplai nutrisi ke jaringan ↓

Kelemahan

Dehidrasi

Kehilangan volume cairan

Penumpukan cairan di paru

Ronki dan wheezing

Otot bantu pernapasan

Retraksi intercostal

Reflex batuk

Page 23: laporan tutorial bronkhiolitis

22

-

BAB III

PENUTUP

Page 24: laporan tutorial bronkhiolitis

22

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Page 25: laporan tutorial bronkhiolitis

22

Adams GL, Boies LR, Higler PA, editors. Boies Fundamentals of

Otolaryngology. 6th ed. Philadelphia, PA: WB Saunders Company.

Behrman RE, Jenson HB. 2004. Nelson Pediatrics. 17th Edition. WB Saunders:

New York.

Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. 2010. Buku Ajar Respirologi Anak.

Badan Penerbit IDAI: Jakarta.

Supardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD,editor. 2007. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher edisi 6. Balai

Penerbitan FKUI: Jakarta.

Guideline composed by Dr. N.D. Archer, August 2009. Guidelines for the management of bronchiolitis in children. http://www.bristolpaedresp.org.uk/Guidelines/Bronchiolitis%20guidelines%20rev.4.pdf

Author: Dr Raewyn Gavin.June 2010. BRONCHIOLITIS. Starship Children’s Health Clinical Guideline. http://www.adhb.govt.nz/ starship clinicalguidelines/_Documents/Bronchiolitis.pd f