Top Banner
i LAPORAN TAHUNAN PENELITIAN HIBAH BERSAING KAJIAN TENTANG EFEK SAMPING INJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI TERHADAP KESEHATAN DENGAN MEMAKAI TIKUS BETINA (Rattus rattus) DEWASA SEBAGAI HEWAN MODEL Tahun 1 dari rencana 2 tahun TIM PENELITI : 1. NI WAYAN SUDATRI, S.Si., M.Si. (Ketua) NIDN: 0031107102 2. IRIANI SEYAWATI, S.Si.,M.Si. (Anggota) NIDN : 0017097401 3. NI MADE SUARTINI, S.Si.,M.Si. (Angota) NIDN : 0028107101 Dibiayai Dari Dana BOPTN Universitas Udayana Tahun Anggaran 2013 dengan Surat Perjanjian Kontrak No. 103.61/UN14.2/PNL.01.03.00/2014 tanggal 3 Maret 2014 PROGRAM STUDI / JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS UDAYANA November TAHUN 2014
51

LAPORAN TAHUNAN PENELITIAN HIBAH BERSAING · i laporan tahunan penelitian hibah bersaing kajian tentang efek samping injeksi vitamin c dosis tinggi terhadap kesehatan dengan memakai

Oct 23, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • i

    LAPORAN TAHUNAN PENELITIAN

    HIBAH BERSAING

    KAJIAN TENTANG EFEK SAMPING INJEKSI VITAMIN C

    DOSIS TINGGI TERHADAP KESEHATAN DENGAN MEMAKAI

    TIKUS BETINA (Rattus rattus) DEWASA SEBAGAI

    HEWAN MODEL

    Tahun 1 dari rencana 2 tahun

    TIM PENELITI : 1. NI WAYAN SUDATRI, S.Si., M.Si. (Ketua)

    NIDN: 0031107102

    2. IRIANI SEYAWATI, S.Si.,M.Si. (Anggota)

    NIDN : 0017097401

    3. NI MADE SUARTINI, S.Si.,M.Si. (Angota)

    NIDN : 0028107101

    Dibiayai Dari Dana BOPTN Universitas Udayana Tahun Anggaran 2013 dengan

    Surat Perjanjian Kontrak No. 103.61/UN14.2/PNL.01.03.00/2014 tanggal

    3 Maret 2014

    PROGRAM STUDI / JURUSAN BIOLOGI

    FAKULTAS MIPA

    UNIVERSITAS UDAYANA

    November TAHUN 2014

  • ii

  • iii

    RINGKASAN

    Vitamin C adalah salah satu vitamin yang dibutuhkan untuk menjaga

    kesehatan tubuh. Fungsi vitamin C bagi tubuh antara lain; meningkatkan sistem

    imunitas (daya tahan) tubuh, mempercepat proses penyembuhan serta membuat kulit

    lebih segar dan cerah. Manfaat vitamin C untuk meningkatkan daya tahan tubuh

    memang sudah tidak diragukan lagi. Sedangkan manfaatnya untuk mengencangkan

    dan mencerahkan kulit terjadi karena vitamin C merangsang pembentukan kolagen,

    suatu protein ekstraseluler yang berperan dalam mengencangkan sel. Saat ini untuk

    mendapatkan kulit cerah dan bersih dengan cara injeksi vitamin C sudah banyak

    ditawarkan baik oleh dokter kulit maupun oleh praktisi-praktisi kecantikan. Harganya

    pun terjangkau mulai Rp 100.000 sampai Rp 200.000 perampul untuk sekali suntik.

    Untuk sekali injeksi vitamin C dosis yang diberikan sekitar 1000–4000 mg.

    Sedangkan dosis vitamin C yang disarankan untuk menjaga kesehatan sekitar 50-75

    mg/hari. Jadi dosis vitamin C yang diberikan melalui injeksi vitamin C sangat tinggi

    dibandingkan dengan dosis normal yang diperlukan. Dosis tinggi vitamin C yang

    diberikan akan membuat tubuh bekerja lebih berat untuk mengeluarkan kelebihan

    vitamin tersebut dari tubuh dan diduga pemberian dosis tinggi vitamin C dalam

    jangka panjang menyebabkan pembentukan batu ginjal. Disamping itu, beberapa efek

    negatif dari suntik vitamin C yang ditulis oleh media on line antara lain dapat

    menyebabkan aborsi, mens tidak teratur, menopause dini serta maag.

    Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui efek samping dari injeksi

    vitamin C dosis tinggi dalam jangka waktu yang lama terhadap kesehatan . Tujuan

    khusus dari penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui kadar kolagen kulit dan tulang

    tikus betina yang diinjeksi dengan vitamin C dosis tinggi. 2. Untuk mengetahui

    gambaran histologis hati tikus betina yang diinjeksi dengan vitamin C dosis tinggi.3.

    Untuk mengetahui kadar SGPT dan SGOT plasma darah sebagai indikator kerja hati

    tikus betina yang diinjeksi dengan vitamin C dosis tinggi. 4. Untuk mengetahui

    gambaran histologis ginjal tikus betina yang diinjeksi dengan vitamin C dosis tinggi.

    5. Untuk mengetahui kadar kreatinin plasma darah sebagai indikator fungsi ginjal

    tikus betina yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi. 6. Untuk mengetahui kemampuan

    reproduksi tikus betina yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi.

  • iv

    Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak

    Lengkap (RAL) dengan perlakuan lama penyuntikan vitamin C dosis tinggi yang

    berbeda. yaitu: P0 (kontrol), P1 (lama diinjeksi 30 hari), P2 (lama diinjeksi 50 hari),

    P3 (lama diinjeksi 70 hari) dan P4 (lama diinjeksi 90 hari). Parameter yang diamati

    untuk tahun I adalah gambaran histologis hati dan ginjal, kadar SGOT, SGPT,

    kreatinin plasma serta gambaran histologi tulang. Untuk tahun kedua dilihat

    kemampuan reproduksi serta frofil hormon estrogen dan progesteron tikus betina yang

    diinjeksi dengan vitamin C dosis tinggi dalam jangka waktu yang lama.

    Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah diperoleh data ilmiah

    tentang efek samping injeksi vitamin C dosis tinggi dalam jangka waktu lama

    terhadap kesehatan tubuh, dan kalau terbukti injeksi vitamin C dosis tinggi dalam

    jangka waktu panjang memberikan dampak yang buruk terhadap kesehatan, maka

    hasil penelitian ini bisa dipakai acuan bagi praktisi kecantikan dalam menentukan

    dosis vitamin C yang aman bagi konsumen. Selain itu, diharapkan dapat memberikan

    edukasi bagi masyarakat bila ingin melakukan injeksi vitamin C dosis tinggi.

    Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penyuntikan vitamin C dosis tinggi

    pada tikus betina umur 3-4 selama 90 hari terhadap hati menunjukkan adanya

    kerusakan hati yang ditunjukkan oleh gambaran histologi hati berupa peningkatan

    persentase degenerasi hidrofis, degenerasi lemak, inti piknotik, nekrosis, kongesti

    sinusoid dan infiltrasi sel radang. Namun uji SGPT menunjukkan tidak ada

    perbedaan yang bermakna, sedangkan hasil uji SGOT menunjukkan adanya

    penurunan konsentrasi pada tikus yang disuntik vitamin C dosis tinggi dalam waktu

    lama. Dan penyuntikan vitamin C dosis tinggi pada tikus betina umur 3-4 selama 90

    hari meningkatkan kadar kreatinin darah tikus sebagai indikator adanya gangguan

    pada fungsi ginjal. Hal ini diperkuat dengan gambaran histologi ginjal yang

    menunjukkan adanya beberapa peningkatan kelainan ginjal seperti edema glomelurus,

    penyempitan kapsula bowman, kongesti glomelurus, endapan protein di tubulus,

    degenerasi di tubulus, inti piknotik di tubulus, infiltrasi sel radang, serta kemorragi.

    Sedangkan penyuntikan vitamin C dosis tinggi pada tikus betina umur 3-4 selama 90

    hari tidak memberikan pengaruh yang bermakna terhadap gambaran histologi tulang

    tulang (osifikasi tulang).

  • v

    PRAKATA

    Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas

    rahmatnyalah laporan tahunan penelitian Hibah Bersaing tahun I yang berjudul ”

    Kajian Tentang Efek Samping Injeksi Vitamin C Dosis Tinggi Terhadap

    Kesehatan Dengan Memakai Tikus Betina (Rattus Rattus) Dewasa Sebagai

    Hewan Model” dapat diselesaikan pada waktunya. Penulis mengucapkan banyak

    terima kasih kepada:

    1. Laboratorium Fisiologi Hewan Jurusan Biologi Universitas Udayana atas

    bantuan sarana dan prasarana yang diberikan sehingga penulis bisa

    melakukan penelitian.

    2. Laboratorium Kesehatan daerah Propinsi Bali atas bantuan sarana dan

    prasarana yang diberikan sehingga penulis dapat melakukan pengujian

    sampel darah di tempat tersebut.

    3. Balai Besar Veteriner Denpasar (BBVet) atas bantuan sarana dan

    prasarana yang diberikan sehingga penulis dapat melakukan pembuatan

    preparat histologis di tempat tersebut.

    4. DIKTI melalui LPPM Unud atas bantuan dana yang diberikan sehingga

    penelitian ini bisa dilaksanakan.

    5. Serta semua teman-teman yang telah memberikan sumbangan pemikiran,

    saran dan kritik sehingga laporan tahunan/akhir penelitian ini menjadi

    lebih baik.

    Penulisan laporan penelitian ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saran

    dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar di dalam penelitian dan

    penulisan selanjutnya menjadi lebih baik.

    Akhir kata, saya berharap agar tulisan ini dapat memberikan manfaat dan

    dapat dijadikan sebagai bahan acuan/referensi bagi peneliti lainnya.

    Penulis

  • vi

    DAFTAR ISI

    HAL HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................ii

    RINGKASAN.............................................................................................................iii

    PRAKATA................................................................................................................. v

    DAFTAR ISI...............................................................................................................vi

    DAFTAR TABEL......................................................................................................vii

    DAFTAR GAMBAR.................................................................................................viii

    DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................ix

    BAB I. PENDAHULUAN............................................................................................1

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................3

    BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

    BAB IV. METODE PENELITIAN............................................................................9

    BAB V. HASIL YANG DICAPAI............................................................................15

    BAB VI. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA.................................................26

    BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................27

    DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................28

    LAMPIRAN................................................................................................................31

  • vii

    DAFTAR TABEL

    Hal

    Tabel 1. Pemberian perlakuan lama injeksi vitamin C dosis tinggi.............................17

    Tabel 2. Tabel indikator pencapaian……..……………………………………..……22

    Tabel 3. Uji ANOVA dan standar error kadar SGOT plasma tikus betina (Mus musculus L.) yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi dilanjutkan

    dengan uji Duncans..............................................................................23

    Tabel 4. Uji Kruskal Wallis dan rerata kadar SGPT plasma tikus betina

    (Mus musculus L.) yang diinjeksi vitamin C dosis Ting................................23

    Tabel 5. Uji Kruskal Wallis dan rerata kadar Kreatinin plasma tikus betina

    (Mus musculus L.) yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi.............................24

    Tabel 6. Uji Kruskal Wallis dan rerata degenerasi hidrospis sel hati tikus betina

    (Mus musculus L.) yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi..............................26

    Tabel 7. Uji ANOVA dan standar error rerata degenerasi lemak, Inti piknotik,

    sel hati tikus betina (Mus musculus L.) yang diinjeksi vitamin C

    dosis tinggi dilanjutkan dengan uji Duncans..............................................26

    Tabel 8. Uji ANOVA dan standar error rerata Kongesti sinusoid hati tikus

    betina (Mus musculus L.) yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi dilanjutkan

    dengan uji

    Duncans......................................................................................................27

    Tabel 9. Uji ANOVA dan standar error Edema Glomelurus, Penyempitan kapsula bowman, Kongesti glomelurus Histologi ginjal tikus betina (Mus

    musculus L) yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi dilanjutkan dengan uji Duncans......................................................................................................29

    Tabel 10. Uji ANOVA dan standar error degenerasi di tubulus, inti piknotik di

    tubulus, infiltrasi sel radang, dan hemorragi ginjal tikus betina (Mus

    musculus L.) yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi dilanjutkan

    dengan uji Duncans............30

    Tabel 11. Uji ANOVA dan standar error rerata ketebalan osifikasi tikus betina (Mus

    musculus L.) yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi dilanjutkan dengan uji

    Duncans.....................................................................................................31

  • viii

    DAFTAR GAMBAR

    Hal

    Gambar 1. Rumus Kimia Vitamin C.......................................................................... 3

    Gambar 2. Diagram alir penelitian selama 2 tahun..................................................... 20

    Gambar 3. Diagram alir Pelaksanaan Penelitian tahun pertama..................................21

    Gambar 4. Grafik kadar SGOT dan SGPT plasma tikus betina (Mus musculus L.)

    yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi.........................................................24

    Gambar 5. Grafik kadar kreatinin plasma tikus betina (Mus musculus L.) yang

    diinjeksi vitamin C dosis tinggi.................................................................25

    Gambar 6. Gambaran histologi hati tikus betina (Mus musculus L.) yang diinjeksi

    vitamin C dosis tinggi dengan pewarnaan HE......................................... 26

    Gambar 7. Grafik degenerasi hidrofis, degenerasi lemak, inti piknotik sel hati ikus

    betina (Mus musculus L.) yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi...............27

    Gambar 8. Grafik nekrosis, kongesti sinusoid dan infiltrasi sel radang hati tikus

    betina (Mus musculus L.) yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi......,.......28 Gambar 9. Histologi ginjal dengan pewarnaan HE ....................................................28

    Gambar 10. Histologi ginjal dengan pewarnaan HE..............................................,....29

    Gambar11. Histologi tulang femur yang dipotong memanjang dengan

    pewarnaan HE..........................................................................................30

  • ix

    DAFTAR LAMPIRAN

    Hal

    Instrumen Penelitian....................................................................................32

    Personalia Tim Peneliti................................................................................33

  • 1

    BAB I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Kesehatan adalah aset paling berharga bagi kita karena dengan tubuh yang

    sehat kita bisa melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk menjaga kesehatan berbagai

    upaya dilakukan, mulai dari olahraga, yoga, makan makanan bergizi, minum jamu,

    minum vitamin dan juga beberapa jenis suplemen penambah vitalitas tubuh.

    Salah satu vitamin yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan tubuh adalah

    vitamin C. Fungsi vitamin C bagi tubuh antara lain; meningkatkan sistem imunitas

    (daya tahan) tubuh, mempercepat proses penyembuhan serta membuat kulit lebih

    segar dan cerah (Aquirreand May, 2008). Bagi beberapa kaum perempuan manfaat

    vitamin C untuk membuat kulit cerah dan bersih menjadi daya tarik tersendiri. Secara

    alami vitamin C didapatkan dari makanan seperti sayuran dan buah-buahan;

    contohnya bayam, daun katuk, selada, jeruk, mangga, jambu biji, nanas dan lain

    sebagainya. Namun, banyak dari mereka yang kurang menyukai buah-buahan dan

    sayur-sayuran untuk memenuhi kebutuhan akan vitamin C, mereka memilih

    suplemen vitamin C yang dijual ditoko-toko obat. (Anonimus, 2013a).

    Manfaat vitamin C untuk meningkatkan daya tahan tuhuh memang sudah tidak

    diragukan lagi. Dengan antioksidan yang kuat, vitamin C mampu melawan radikal

    bebas yang masuk ke dalam tubuh baik yang datang dari luar tubuh maupun hasil

    metabolisme dari sel kita sendiri. Sedangkan manfaatnya untuk mengencangkan dan

    mencerahkan kulit terjadi karena vitamin C merangsang pembentukan kolagen, suatu

    protein ekstraseluler yang berperan dalam mengencangkan sel. Vitamin C

    menghambat kerja enzim tirokinase yang berperan dalam menghambat pembentukan

    pigmen kulit sehingga kulit menjadi lebih cerah dan kencang (Naidu, 2003).

    Saat ini untuk mendapatkan kulit cerah dan bersih dengan cara injeksi vitamin

    C sudah banyak ditawarkan baik oleh dokter kulit maupun oleh praktisi-praktisi

    kecantikan. Harganya pun terjangkau mulai Rp 100.000 sampai Rp 200.000 perampul

    untuk sekali suntik. Untuk sekali injeksi vitamin C dosis yang diberikan sekitar

    1000–4000 mg. Sedangkan dosis vitamin C yang disarankan untuk menjaga

    kesehatan sekitar 50- 75 mg/ hari (Anonimus, 2013b).

  • 2

    Vitamin C adalah vitamin yang larut dalam air, artinya kelebihan vitamin ini

    tidak bisa disimpan oleh tubuh seperti vitamin A,D,E dan K yang larut dalam lemak,

    sehingga bila kadar vitamin C berlebih maka akan dikeluarkan dari tubuh melalui

    ginjal. Oleh karena itu disarankan untuk mengkonsumsi vitamin C setiap hari sesuai

    kebutuhan (Dwi Rahayu, 2013). Jadi, dosis vitamin C yang diberikan melalui injeksi

    vitamin C sangat tinggi dibandingkan dengan dosis normal yang diperlukan sehingga

    akan membuat tubuh dan ginjal bekerja lebih berat untuk mengeluarkan kelebihan

    vitamin tersebut dari tubuh. Selain itu, diduga pemberian dosis tinggi vitamin C dalam

    jangka panjang menyebabkan pembentukan batu ginjal dan beberapa efek negatif

    dari injeksi vitamin C yang ditulis oleh media on line antara lain dapat menyebabkan

    aborsi, mens tidak teratur, menopause dini serta maag (Anonimus, 2013c).

    Oleh karena itu, untuk membuktikan dugaan tersebut perlu dilakukan

    penelitian mendalam mengenai efek samping injeksi vitamin C dosis tinggi terhadap

    tubuh dengan memakai tikus betina sebagai hewan model.

  • 3

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Vitamin C

    Selain memerlukan karbohidrat, lemak dan protein, tubuh juga memerlukan

    vitamin dan mineral. Meski diperlukan dalam jumlah yang sedikit, namun mineral

    dan vitamin mempunyai beberapa peran penting dalam metabolisme tubuh. Salah

    satu vitamin yang kita perlukan dalam tubuh adalah vitamin C. Vitamin yang larut

    dalam air ini, dalam nama kimianya juga dikenal dengan nama asam askorbat.

    Vitamin C ini termasuk dalam salah satu golongan antioksidan kuat yang dapat

    melawan berbagai radikal bebas ekstraseluler. Karakteristik dari vitamin ini adalah

    mudah teroksidasi oleh panas, cahaya maupun logam. Dengan kata lain vitamin ini

    mudah sekali rusak (Kim et al. 2002).

    Sejarah penemuan vitamin C dimulai ketika Albert Szent Gyorgyi pada tahun

    1928–1932 berhasil mengisolasi asam askorbat yang sekarang dikenal dengan nama

    vitamin C, dan menyebabkan dia dianugrahi penghargaan nobel dalam bidang

    fisiologi dan kedokteran tahun 1937 (Gyorgi AS. 1931.). Beberapa peran penting

    vitamin C dalam tubuh adalah menjaga dan meningkatkan sistem imunitas sehingga

    mampu melawan infeksi penyakit yang masuk ke dalam tubuh (Naidu KA. 2003.)

    .

    Gambar 1. Rumus Kimia Vitamin C

    Asam dehidroaskorbat (DHA) adalah bentuk asam askorbat (vitamin C) yang

    teroksidasi. Asam dehidroaskorbat dapat digunakan sebagai suplemen pangan vitamin

    C. Sebagai bahan kosmetik, asam dehidroaskorbat digunakan untuk memperbaiki

    penampilan kulit (Kits, 2012).

  • 4

    Makanan yang menjadi sumber vitamin C adalah sayuran dan aneka jenis buah

    segar diantaranya; tomat, kentang, asparagus, cabe, stroberi, jeruk, jambu biji,

    mangga, nanas, kol, susu, mentega, ikan dan hati (Berhnar, 1994).

    Kebutuhan setiap orang akan vitamin C bervariasi tergantung dari umur, status

    kesehatan dan kebiasaan setiap orang. Orang yang mempunyai kebiasaan merokok,

    minum alkohol, mengkonsumsi obat tertentu seperti obat anti kejang, obat tidur, obat

    kontrasepsi oral, berpengaruh terhadap kebutuhannya akan dosis vitamin C yang

    diperlukan. Selain itu, keadaan sakit, olah raga, demam akan meningkatkan kebutuhan

    vitamin C (Kim et.al. 2002).

    Vitamin C di dalam tubuh diperlukan untuk menjaga struktur kolagen, suatu

    protein ekstraseluler yang menghubungkan semua serabut tubuh yang terdapat pada

    sel kulit, tulang, tulang rawan dan jaringan lain di dalam tubuh. Struktur kolagen yang

    baik membuat kulit terlihat kencang, tulang kuat, pendarahan kecil dan luka menjadi

    ringan. Sebagai antioksidan, vitamin C mampu menangkal dan menetralisir semua

    radikal bebas di seluruh tubuh. Vitamin C juga mempercepat penyerapan zat besi dan

    mempertajam kesadaran. Melalui efek pencahar, vitamin C mampu mempercepat

    pembuangan feses atau kotoran dari tubuh.

    Kekurangan vitamin C atau yang dikenal dengan istilah hipoascorbemia akan

    menyebabkan beberapa gejala seperti; pilek, bibir pecah-pecah, sariawan, kulit kasar,

    gigi mudah goyang dan lepas karena gusi tidak sehat, otot lemah, radang sendi,

    pendarahan di bawah kulit sekitar mata dan gusi serta mudah mengalami depresi.

    Kekurangan vitamin C pada fase remaja juga mengakibatkan pertumbuhan tulang

    berhenti. Sel tulang epipise terus berploriferasi namun tidak ada kolagen baru yang

    terbentuk sehingga tulang akan menjadi mudah rapuh. Penyakit lain yang juga

    berhubungan dengan kekurangan vitamin C adalah kolesterol tinggi dan jantung

    (Daviset.al. 1991 )

    Vitamin C mudah diabsorbsi secara aktif dan mungkin pula secara difusi pada

    bagian atas usus halus lalu masuk ke peredaran darah melalui vena porta. Rata-rata

    arbsorbsi adalah 90% untuk konsumsi diantara 20-120 mg/hari. Konsumsi tinggi

    sampai 12 gram hanya diarbsorbsi sebanyak 16%. Vitamin C kemudian dibawa ke

    semua jaringan. Konsentrasi tertinggi adalah di dalam jaringan adrenal, pituitary, dan

  • 5

    retina. Vitamin C di ekskresikan terutama melalui urin,sebagian kecil di dalam tinja

    dan sebagian kecil di ekskresikan melaului kulit (Jackson et.al, 2002).

    Kelebihan vitamin C yang dikonsumsi melalui makanan tidak menimbulkan

    gejala yang berarti, namun mengkonsumsi vitamin C dalam bentuk suplemen dosis

    tinggi akan menyebabkan gejala hiperoksaluria dan meningkatkan resiko terkena batu

    ginjal. Kelebihan konsumsi vitamin C juga mengakibatkan gangguan percernaan,

    kram perut, mual, gas lambung berlebih, dan diare (Anonim, 2013d). Parisa dan

    Siamak (2010) melaporkan bahwa konsumsi vitamin C (asam askorbat) dalam jangka

    waktu yang panjang menyebabkan tikus perlakuan mengalami hiperglikemia

    (diabetes) dan juga peningkatan kehilangan bobot badan.

    2.2. Hati

    Hati adalah salah satu organ kelenjar, yang terletak di dalam rongga perut

    sebelah kanan. Hati mempunyai beberapa fungsi diantaranya; sebagai organ

    detoksifikasi karena hati membantu ginjal karena hati memecah beberapa senyawa

    racun menjadi urea, amonia dan asam urat. Berbagai jenis fungsi hati dijalankan oleh

    sel hati yang disebut dengan sel hepatosit. Lobus hati terbentuk dari sel parenkimal

    dan sel non-parenkimal.Sel parenkimal pada hati disebut hepatosit, menempati sekitar

    80% volume hati dan melakukan berbagai fungsi utama hati. 40% sel hati terdapat

    pada lobus sinusoidal (Kmiec, 2001).

    Lumen lobus terbentuk dari SEC dan ditempati oleh 3 jenis sel lain, seperti sel

    Kupffer, sel Ito, limfosit intrahepatik seperti sel pit. Sel non-parenkimal menempati

    sekitar 6,5% volume hati dan memproduksi berbagai substansi yang mengendalikan

    banyak fungsi hepatosit. Hati juga berperan dalam sistem kekebalan dengan

    banyaknya sel imunologis pada sistem retikuendotelial yang berfungsi sebagai tapis

    antigen yang terbawa ke hati melalui sistem portal hati. Perpindahan fase infeksi dari

    fase primer menjadi fase akut, ditandai oleh hati dengan menurunkan sekresi albumin

    dan menaikkan sekresi fibrinogen. Fasa akut yang berkepanjangan akan berakibat

    pada simtoma hipoalbuminemia dan hiperfibrinogenemia (Ballmer and Studer, 1994).

    Sebagai kelenjar hati menghasilkan empedu (cairan kehijauan yang terasa

    pahit) yang berasal dari sel darah merah yang telah rusak atau mati. Empedu

    mengandung garam empedu, bilirubin dan biliverdin. Sekresi empedu ini berguna

  • 6

    untuk pencernaan lemak. Selain empedu, hati juga menghasilkan sebagian besar asam

    amino, faktor koagulan (pembeku darah), albumin, angiotensinogen, IGF-1 dan

    banyak enzim lainnya Delarea et. al. 2010).

    Kemampuan hati untuk melakukan regenerasi merupakan suatu proses yang

    sangat penting agar hati dapat pulih dari kerusakan yang ditimbulkan dari proses

    detoksifikasi dan imunologis. Regenerasi tercapai dengan interaksi yang sangat

    kompleks antara sel yang terdapat dalam hati, antara lain hepatosit, sel Kupffer, sel

    endotelial sinusoidal, sel Ito dan sel punca; dengan organ ekstra-hepatik, seperti

    kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, pankreas, duodenum, hipotalamus (Galun and

    Axelrod, 2002).

    Hati merupakan organ yang menopang kelangsungan hidup hampir seluruh

    organ lain di dalam tubuh. Oleh karena lokasi yang sangat strategis dan fungsi multi-

    dimensional, hati menjadi sangat rentan terhadap datangnya berbagai penyakit. Hati

    akan merespon berbagai penyakit tersebut dengan meradang, yang disebut hepatitis.

    Seringkali hepatitis dimulai dengan reaksi radang patobiokimiawi yang disebut

    fibrosis hati.(Sebastiana, 2009). Untuk mengetahui adanya kerusakan hati dilakukan

    beberapa tes darah sederhana seperti uji kadar spartate aminotransferase (AST atau

    SGOT) dan alanine aminotransferase (ALT atau SGPT). Enzim-enzim ini

    biasanya terkandung dalam sel-sel hati. Jika hati terluka, sel-sel hati menumpahkan

    enzim-enzim kedalam darah, menaikan tingkat-tingkat enzim dalam darah dan

    menandai kerusakan hati.(Ashoka Babu et al., 2012).

    2.3. Ginjal

    Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang.

    Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea)

    dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Ginjal adalah

    sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal bagian atas.

    Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial.

    Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut

    medulla. Bagian paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal manusia

    dapat pula dilihat adanya piramida yang merupakan bukaan saluran pengumpul.

    Ginjal dibungkus oleh jaringan fibros tipis dan mengkilap yang disebut kapsula

  • 7

    fibrosa ginjal dan diluar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. Di sebelah atas

    ginjal terdapat kelenjar adrenal. Ginjal dan kelenjar adrenal dibungkus oleh fasia

    gerota. Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih

    dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi

    sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara

    menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan

    tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan

    dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil

    akhir yang kemudian diekskresikan disebut urine. Sebuah nefron terdiri dari sebuah

    komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan

    oleh saluran-saluran (tubulus). Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah

    yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus

    mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki

    pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding

    epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karena adanya

    tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk

    ke dalan tubulus ginjal.

    Seperti yang kita ketahui bahwa Ginjal termasuk organ penting yang memiliki

    fungsi , yaitu menyaring dan mengeluarkan racun maupun kelebihan mineral dari

    dalam tubuh melalui urin. Jika fungsi ginjal terganggu akibat peradangan atau karena

    penyakit batu ginjal maka dengan sendirinya tubuh akan mengalami keracunan.

    Dalam dunia kedokteran, kasus penyakit batu ginjal merupakan penyakit yang

    relatif tinggi jumlah penderitanya khususnya di Indonesia. Batu ginjal sering disebut

    nephrolithiasis atau renal calculi merupakan massa keras yang mengkristal seperti

    batu batu kecil yang dapat terbentuk pada bagian saluran kencing dimana saja

    termasuk pada kandung kemih, dalam ginjal yaitu di renal pelvis dan calix renalis.

    Terbentuknya kristalisasi itu karena kadar urine yang terlalu pekat karena kurangnya

    mengkonsusmsi air putih setiap hari sehingga zat-zat yang ada di dalam urine

    membentuk kristal batu. Hal-hal lain yang dapat menjadi penyebab batu ginjal adalah

    adanya infeksi, obstruksi, kelebihan sekresi hormon paratiroid, peningkatan kadar

    asam urat, terlalu banyak menkonsumsi vitamin D atau kalsium yang tidak larut

    dengan sempurna (Multaram, 2013).

  • 8

    Selain itu, indikasi adanya kerusakan atau penurunan fungsi ginjal bisa dilihat

    dari kadar kreatinin plasma yang meningkat. Hal ini sebagai akibat ketidakmampuan

    ginjal mengeluarkan kreatinin ke dalam urin dan dalam jumlah besar kreatinin masuk

    kembali ke dalam darah hingga kadarnya dalam plasma meningkat di atas batas

    normal (Soesanti dan Darmawan, 2009).

    2.4. Organ Reproduksi Betina

    Organ reproduksi betina terdiri atas organ reproduksi primer dan organ

    reproduksi sekunder. Organ reproduksi primer adalah ovarium sedangkan organ

    reproduksi sekunder adalah saluran reproduksi yang terdiri dari tuba fallopi (oviduct),

    uterus, serviks, vagina dan vulva. Fungsi organ sekunder ini adalah menerima dan

    menyalurkan sel-sel kelamin jantan dan betina, memberi makan dan melahirkan

    individu baru (Toelihere 1985) .

    Ovarium adalah alat reproduksi primer karena berfungsi sebagai penghasil sel

    telur (ovum) dan hormon. Ukurannya sangat bergantung pada umur dan status

    reproduksi betina sedangkan bentuknya bervariasi sesuai dengan spesies. Dua

    komponen pada ovarium yang sangat penting adalah follikel dan korpus luteum

    (Adelien, 2001).

    Hormon yang dihasilkan oleh ovarium adalah estrogen dari sel-sel folikel dan

    progesteron dari sel-sel korpus luteum. Hormon ini berperan penting dalam

    menyiapkan alat-alat reproduksi untuk kebuntingan dan memelihara kandungan

    sampai melahirkan anak. Proses produksi hormon ovarium dikendalikan oleh hormon

    gonadotrofin dari hipofise seperti : FSH, LH.LTH atau prolaktin yang merangsang

    pertumbuhan follikel, menyebabkan ovulasi dan pembentukan korpus luteum serta

    menyebabkan korpus luteum bersekresi (Djanuar 1985).

  • 9

    BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

    3.1 . Tujuan Penelitian

    3.1.1. Tujuan umum :

    Mengetahui efek samping dari injeksi vitamin C dosis tinggi dalam jangka

    waktu yang lama terhadap kesehatan .

    3.1.2 Tujuan khusus

    1. Untuk mengetahui gambaran histologis hati tikus betina yang diinjeksi dengan

    vitamin C dosis tinggi.

    2. Untuk mengetahui kadar SGPT dan SGOT plasma darah sebagai indikator kerja

    hati tikus betina yang diinjeksi dengan vitamin C dosis tinggi.

    3. Untuk mengetahui gambaran histologis ginjal tikus betina yang diinjeksi

    dengan vitamin C dosis tinggi.

    4. Untuk mengetahui kadar kreatinin plasma darah sebagai indikator fungsi ginjal

    tikus betina yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi.

    5. Untuk mengetahui kepadatan tulang dengan melihat histologi tulang yang

    diinjeksi dengan vitamin C dosis tinggi.

    6. Untuk mengetahui kemampuan reproduksi tikus betina yang diinjeksi vitamin C

    dosis tinggi.

    3.2. Manfaat Penelitian

    • Dengan melakukan penelitian ini diharapkan diperoleh data ilmiah tentang

    dampak injeksi vitamin C dosis tinggi dalam jangka waktu lama terhadap

    kesehatan tubuh.

    • Kalau terbukti injeksi vitamin C dosis tinggi dalam jangka waktu panjang

    memberikan dampak yang buruk terhadap kesehatan, maka hasil penelitian ini

    bisa dipakai acuan bagi praktisi kecantikan dalam menentukan dosis vitamin

    C yang aman bagi konsumen.

    • Selain itu, diharapkan dapat memberikan edukasi bagi masyarakat bila ingin

    melakukan injeksi vitamin C dosis tinggi.

  • 10

    BAB IV. METODE PENELITIAN

    Tahun I (2014)

    3.1 Bahan Penelitian

    3.1.1 Rancangan penelitian

    Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak

    lengkap (RAL) dengan perlakuan lama injeksi vitamin C dosis tinggi yang berbeda,

    yaitu lama injeksi 30 hari (P1), lama injeksi 50 hari (P2), dan lama injeksi 70 hari (P3),

    lama injeksi 90 hari (P4) dan kontrol (P0) serta ulangan 10 kali sehingga hewan

    model yang dipakai sebanyak 50 ekor.

    Tabel 1. Pemberian perlakuan lama injeksi vitamin C dosis tinggi

    Perlakuan Pada tikus I II III IV V

    Kontrol 2 ekor 2 ekor 2 ekor 2 ekor 2 ekor

    Penyuntikan vitamin C selama 30 hari 2 ekor 2 ekor 2 ekor 2 ekor 2 ekor

    Penyuntikan vitamin C selama 50 hari 2 ekor 2 ekor 2 ekor 2 ekor 2 ekor

    Penyuntikan vitamin C selama 70 hari 2 ekor 2 ekor 2 ekor 2 ekor 2 ekor

    Penyuntikan vitamin C selama 90 hari 2 ekor 2 ekor 2 ekor 2 ekor 2 ekor

    3.1.2 Bahan penelitian

    Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah vitamin C dosis

    tinggi (4000 mg/sekali injeksi) untuk manusia. Hewan model yang digunakan adalah

    tikus betina dewasa usia 3-4 bulan dengan berat badan antara 150-200 gram. Dosis

    yang digunakan dikonversikan dari dosis yang digunakan pada manusia ke tikus.

    Faktor konversi dari tikus ke manusia adalah 0.14 Berat badan wanita dewasa yang

    diinjeksi diperkirakan kurang lebih 70 kg, sehingga dosis vitamin C yang diberikan

    pada tikus adalah 0.14 x 0.02 x 4000 = 11,2 mg/sekali suntik/ ekor.

    3.2 Prosedur Penelitian

    3.2.1 Perlakuan pada hewan uji

    Prosedur penelitian dapat dilihat pada bagan alur penelitian. Sebanyak 50 ekor

    tikus betina berumur 3–4 bulan diukur berat badan awalnya, diberi diet formula

    standar dan minum air secara ad libitum serta diaklimatisasi selama 4 minggu,

    kemudian hewan uji dibagi secara random menjadi 5 kelompok yaitu: P0 = kontrol,

  • 11

    kelompok hewan tidak mendapat injeksi vitamin C; P1 = kelompok hewan yang

    mendapat injeksi vitamin C selama 30 hari; P2 = kelompok hewan yang mendapat

    injeksi vitamin C selama 50 hari; P3 = kelompok hewan yang mendapat injeksi

    vitamin C selama 70 hari; P4 = kelompok hewan yang mendapat injeksi vitamin C

    selama 90 hari. Injeksi vitamin C dilakukan secara intramuskular dengan jarum suntik

    ukuran 1 ml. Injeksi dilakukan 2 hari sekali sesuai lama waktu perlakuan

    3.2.2. Koleksi Sampel

    Setelah perlakuan injeksi vitamin C selesai, tikus dibius dengan penyuntikan

    xylasin (20 mg/kg) dan ketamin (10 mg/kg) secara intramuskuler. Pada keadaan

    terbius, darah diambil dari jantung dengan jarum 1 ml kemudian darah dimasukkan

    dalam tabung yang sudah diisi heparin untuk mencegah pembekuan darah. Darah

    disentrifuge untuk mendapatkan plasma darah dengan kecepatan 1200 rpm selama 10

    menit. Plasma yang didapat dipipet dan ditaruh dalam tabung efendov dan

    dimasukkan ke dalam refrigenerator sampai siap untuk diuji. Sampel lain seperti kulit,

    tulang, hati dan ginjal yang akan dibuat sayatan histologis difiksasi terlebih dahulu

    dalam larutan fiksatif formalin 10%.

    3.2.3 Proses pembuatan blok parafin dan preparat histologi

    Potogan hati dan ginjal dimasukkan ke dalam tissue casse, kemudian dilakukan

    proses dehidrasi di dalam larutan etanol bertingkat 70%, 80%, 95%, dan alkohol

    absolut dua kali pemindahan, kemudian dilanjutkan dengan proses penjernihan

    (clearing) dengan larutan xilol tiga pemindahan, masing-masing tahap berlangsung

    selama 60 menit pada suhu kamar. Proses selanjutnya yaitu infiltrasi parafin dengan

    memasakkan jaringan pada parafin cair (suhu 60ºC) tiga kali pemindahan masing-

    masing selama 45 menit. selanjutnya jaringan dibenamkan di dalam cetakan berisi

    parafin cair, kemudian didinginkan dalam suhu kamar sehingga menjadi blok parafin.

    Blok parafin disayat setebal 5µm dengan menggunakan rotary microtome.

    kemudian sayatan diletakkan dipermukaan air hangat dengan suhu 45ºc dan

    ditempelkan pada gelas obyek yang telah dilapisi gelatin. Preparat dikeringkan

    dengan cara diletakkan secara vertikal, kemudian diletakkan pada slide warmer

    sampai menempel pada objeck glass.

  • 12

    3.2.4. Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE)

    Potongan jaringan dalam parafin yang akan diwarnai dengan hematoxilin-eosin

    diatur dalam rak untuk pewarnaan, kemudian diinkubasi pada suhu 60ºC selama 45

    menit, setelah itu diletakkan pada suhu ruangan sampai dingin. Selanjutnya dilakukan

    deparafinisasi melalui tahap-tahap pelarutan parafin dalam xilol sebanyak 3 kali,

    kemudian dilanjutkan dengan proses rehidrasi dalam alkohol bertingkat 100%, 95%,

    dan 80%, 70%m masing-masing tahap berlangsungselama 5 menit, kemudian

    dimasukkan dalam akuades selama 10 celup atau sampai alkohol larut.

    Proses selanjutnya adalah pewarnaan dalam hematoksilin dengan merendam

    slide dengan larutan hematoxilin selama 5 menit kemudian dicuci pada pada air

    mengalir selama 5 menit, dan dilanjutkan dengan pewarnaan menggunakan eosin

    selama 3 menit, Setelah diwarnai dalam eosin, slide dimasukkan dalam larutan

    alkohol bertingkat dari 70%, 80%, 90%, sampai 100% masing-masing selama 10

    celup., kemudian dilanjutkan dengan proses clearing menggunakan xilol sebanyak

    dua kali masing-masing selama 2 menit, setelah itu preparat ditutup dengan kaca

    penutup dengan media balsam kanada. Dan preparat siap untuk diamati.

    3.2.5. Penentuan Kadar SGOT- SGPT Plasma

    Penentuan kadar Serum glutamate oxalloacetate transaminase (SGOT) dan

    Serum glutamate pyruvate transaminase (SGPT) plasma dilakukan di Lab Kesehatan

    Daerah Bali Denpasar sesuai dengan standar prosedur dengan memakai kit standar

    (Ashoka Babu V.L et al. 2012).

    3.2.7. Penentuan Kadar Kreatin Plasma

    Penentuan kadar kreatinin plasma dilakukan di Lab Kesehatan Daerah Bali

    Denpasar sesuai dengan standar prosedur dengan memakai kit standar (Ashoka Babu

    V.L et al. 2012).

    3.2.8. Alur Penelitian

    Untuk lebih mempermudah dalam pelaksanaan penelitian maka dibuat alur

    penelitian yang ditunjukkan dengan bagan alu Lab Kesehatan Daerah Bali Denpasar

  • 13

    sesuai dengan standar prosedur dengan memakai kit standar (Ashoka Babu V.L et al.

    2012).r penelitian (gambar 2 dan 3).

    Sediaan histologi hati

    Sediaan histologi ginjal

    Penentuan kadar SGOT,

    SGPT dan Kreatin

    Kadar Kolagen kulit, tulang

    Pemeliharaan hewan, aklimatisasi, berat badan awal

    Persiapan kandang, vitamin C, zat-zat Kimia

    Injeksi vitamin C dosis tinggi sesuai lama perlakuan

    Pengamatan

    Analisis Data

    Berat badan akhir, pembedahan, plasma darah,

    organ hati, ginjal, kulit, tulang

    Kemampuan Reproduksi

    Siklus estrus

    Kadar Estrogen,Progesteron

    Perkembangan embrio

    Jumlah anak

    Tahun I Tahun II

    Pengamatan

    Analisis Data

    Gambar 2. Diagram alir penelitian selama 2 tahun

  • 14

    Tulang:

    Sediaan Histologi

    tulang

    Pemeliharaan hewan, aklimatisasi, berat badan awal

    Persiapan kandang, vitamin C, zat-zat Kimia

    Injeksi vitamin C dosis tinggi sesuai lama perlakuan

    Pengamatan

    Analisis Data

    Berat badan akhir, pembedahan, plasma darah,

    organ hati, ginjal, kulit, tulang

    Ginjal :

    Sediaan histologi ginjal

    Penentuan Kreatin

    Hati:

    Sediaan histologi hati

    Penentuan kadar:

    - SGOT

    - SGPT

    Kadar kolagen kulit, tulang ?

    Histologis hati?

    Kadar SGOT, SGPT plasma?

    Histologis ginjal ?

    Kadar kreatin plasma ?

    Gambar 3. Diagram alir Pelaksanaan Penelitian tahun pertama

    3.3 Analisis Data

    Data yang didapatkan dianalisis secara statistika dengan menggunakan

    software SPSS dan bila terdapat pengaruh nyata atau sangat nyata akan dilanjutkan

    dengan uji Duncan pada taraf α 0.05 dan α 0.01.Dan bila data tidak terdistribusi

    secara normal maka diuji dengan Test Kruskal Wallis.

    Tahun ke-2 (2014)

    Pada tahun ke 2 dilakukan uji profil kadar Estrogen, Progesteron, serta

    kemampuan reproduksi tikus betina. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

    kemampuan reproduksi tikus betina yang sudah diinjeksi vitamin C dosis tinggi

    dengan melihat panjang siklus estrusnya, melihat perkembangan embrio, ada atau

  • 15

    tidaknya embrio yang aborsi serta jumlah anak yang dihasilkan oleh tikus betina yang

    mendapatkan injeksi vitamin C dosis tinggi dalam jangka wangku yang lama.

    TARGET ATAU INDIKATOR KEBERHASILAN

    Dengan melakukan penelitian ini diharapkan bisa mendapatkan gambaran

    tentang efek samping injeksi vitamin C dosis tinggi dalam jangka waktu yang lama

    terhadap kesehatan tubuh. Target tahun pertama yaitu melihat gambaran histologi dari

    hati, ginjal, menentukan kadar SGOT, SGPT, kreatin serta histologi tulang tulang.

    Tahun kedua menentukan kemampuan reproduksi dari tikus betina tersebut melalui

    siklus estrus, profil estrogen, progesteron perkembangan embrioada atau tidaknya

    aborsi embrio, serta jumlah anak yang dihasilkan.

    Adapun garis besar penelitian selama 2 tahun tercantum pada Tabel 2.

    Tabel 2. Tabel indikator pencapaian

    Tahun Pertama Luaran Indikator capaian

    Histologi hati Kerusakan sel hati Histologi ginjal

    Histologi tulang

    Kerusakan sel ginjal,terbentuknya batu ginjal

    Penurunan kepadatan tulang Kadar SGOT, SGPT Peningkatan kadar SGOT, SGPT

    Kadar Kreatin Peningkatan kadar kreatin

    Tahun Kedua Luaran Indikator capaian

    Siklus estrus Perpanjangan Siklus estrus Perkembangan Embrio Aborsi, cacat embrio

    Jumlah Anak Penurunan jumlah anak Profil estrogen, progesterone Penurunan kadar estrogen, progesteron

  • 16

    BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1. Kadar SGOT, SGPT dan Kreatinin Plasma

    Tabel 3. Uji ANOVA dan standar error kadar SGOT plasma tikus betina (Mus

    musculus L.) yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi dilanjutkan dengan

    uji Duncans

    No Perlakuan Rata-rata

    Kadar SGOT(U/L)

    1 K (Kontrol) 158.4 ± 315 a

    2 P1 (30 hari) 108.0 ± 50.79 b

    3 P2 (50 hari) 98.0 ± 50.69 b c

    4 P3 (70 hari) 81.0 ± 99.11 b c

    5 P4 (90 hari) 77.4 ± 49.33 b

    Kadar SGOT dengan uji ANOVA terdapat perbedaan nyata (P=0.009) antar

    perlakuan dan kontrol

    Tabel 4. Uji Kruskal Wallis dan rerata kadar SGPT plasma tikus betina (Mus

    musculus L.) yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi

    No Perlakuan Ranking Mean Chi Square P(Signifikan) Rata-rata

    1 K (Kontrol) 15.10

    8.152 0.86 315.6

    2 P1 (30 hari) 18.40

    116.0

    3 P2 (50 hari) 15.30

    208.0

    4 P3 (70 hari) 8.70

    207.0

    5 P4 (90 hari) 7.50

    145.0

    Dari uji Kruskal Wallis kadar SGPT tidak berbeda nyata (P=0. 86)

  • 17

    Gambar 4. Grafik kadar SGOT dan SGPT plasma tikus betina (Mus musculus L.)

    yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi

    Tabel 5. Uji Kruskal Wallis dan rerata kadar Kreatinin plasma tikus betina (Mus

    musculus L.) yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi

    No Perlakuan Ranking Mean Chi Square P

    (Signifikan)

    Rata-rata

    (Mg/DL)

    1 K (Kontrol) 11.50

    17.050 0.02 0.60

    2 P1 (30 hari) 3.00

    0.30

    3 P2 (50 hari) 19.50

    0.68

    4 P3 (70 hari) 15.50

    0.64

    5 P4 (90 hari) 15.50

    0.64

    Dari uji Kruskal Wallis kadar kreatinin berbeda nyata (P=0. 002)

    315.6

    116

    208 207

    145.6158.4

    10898

    81 77.4

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    300

    350

    K P1 P2 P3 P4

    Kadar (U/L)

    Perlakuan

    SGOT

    SGPT

  • 18

    Gambar 5. Grafik kadar kreatinin plasma tikus betina (Mus musculus L.) yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi

    5.2. Histologi Hati

    Gambar 6. Gambaran histologi hati tikus betina (Mus musculus L.) yang diinjeksi

    vitamin C dosis tinggi dengan pewarnaan HE (pembesaran 400x insert 500X)

    0.6

    0.3

    0.68

    0.64 0.64

    0

    0.1

    0.2

    0.3

    0.4

    0.5

    0.6

    0.7

    0.8

    K P1 P2 P3 P4

    Kreatinin

    (Mg/Dl)

    Perlakuan

    Kreatinin

  • 19

    A.Normal B. Degenerasi hidrospis C. Inti piknotik D. Kongesti

    sinusoid

    E. Degenerasi lemak F. Nekrotik G. Infiltasi sel radang

    5.2.1. Kelainan histologis hati yang ditemukan pada penelitian ini adalah:

    degenerasi hidrofis, degenerasi lemak, inti piknotik, nekrosis, kongesti

    sinusoid dan infiltrasi sel radang

    Tabel 6. Uji Kruskal Wallis dan rerata degenerasi hidrospis sel hati tikus betina (Mus

    musculus L.) yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi

    No Perlakuan Ranking Mean Chi Square P

    (Signifikan)

    Rata-rata

    1 K (Kontrol) 7.30 9.304 0.054 6.0

    2 P1 (30 hari) 9.70 7.3

    3 P2 (50 hari) 12.90 9.0

    4 P3 (70 hari) 15.10 16.5

    5 P4 (90 hari) 20.00 18.3

    Dari uji Kruskal Wallis degenerasi hidropis tidak berbeda nyata (P=0. 054)

    Tabel 7. Uji ANOVA dan standar error rerata degenerasi lemak, Inti piknotik, sel hati

    tikus betina (Mus musculus L.) yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi

    dilanjutkan dengan uji Duncans

    No Perlakuan Degenerasi lemak Inti piknotik Nekrosis

    1 K (Kontrol) 7.0 ± 3.0 a 9.0 ± 1.87 a 7.0 ± 2.0 a

    2 P1 (30 hari) 61.0 ± 6.78 b 27.67 ± 2.81 b 26.3 ± 5.4 b

    3 P2 (50 hari) 59.0 ± 5.56 b 32.00 ± 5.14 b 2 5.0 ± 3.16 b

    4 P3 (70 hari) 58.0 ± 4.06 b 35.50 ± 5.33 b 24.0 ± 1.87 b

    5 P4 (90 hari) 59.3 ± 11.9 b 32.46 ± 8.75 b 31.3 ± 3.39 b

    Degenerasi lemak dengan uji ANOVA terdapat perbedaan nyata (P=0.000)

    antar perlakuan dan kontrol.Inti piknotik dengan uji ANOVA terdapat perbedaan

    nyata (P=0.016) antar perlakuan dan kontrol. Sedangkan nekrosis dengan uji

    ANOVA terdapat perbedaan nyata (P=0.01) antar perlakuan dan kontrol.

  • 20

    Gambar 7. Grafik degenerasi hidrofis, degenerasi lemak, inti piknotik sel hati tikus

    betina (Mus musculus L.) yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi

    Tabel 8. Uji ANOVA dan standar error rerata Kongesti sinusoid hati tikus betina

    (Mus musculus L.) yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi dilanjutkan dengan uji Duncans

    No Perlakuan Kongesti sinusoid Infiltrasi sel radang

    1 K (Kontrol) 4.2 ± 1.06 a 4.0 ± 1.00 a

    2 P1 (30 hari) 6.4 ± 0.88 a b 4.3 ± 2.64 a

    3 P2 (50 hari) 6.4 ± 0.93 a b 5.6 ± 0.90 a

    4 P3 (70 hari) 10.46 ± 3.2 b 5.7 ± 0.75 a

    5 P4 (90 hari) 4.6 ± 0.84 a 5.9 ± 0.46 a

    Kongesti sinusoid hati dengan uji ANOVA terdapat perbedaan nyata

    (P=0.019) antar perlakuan dan kontrol. Sedangkan infiltrasi sel radang pada hati

    dengan uji ANOVA tidak terdapat perbedaan nyata (P=0.55) antar perlakuan dan

    kontrol

    6.0 7.39.0

    16.518.3

    7.0

    61.059.0 58.0 59.3

    9.0

    27.7

    32.035.5

    32.5

    0.0

    10.0

    20.0

    30.0

    40.0

    50.0

    60.0

    70.0

    K P1 P2 P3 P4

    (%)

    Perlakuan

    D.Hidropis

    D.Lemak

    Inti Piknotik

  • 21

    Gambar 8. Grafik nekrosis, kongesti sinusoid dan infiltrasi sel radang hati tikus betina

    (Mus musculus L.) yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi

    5.3. Histologi Ginjal

    Gambar 9. Histologi ginjal dengan pewarnaan HE (pembesaran 100x insert 500X)

    A.Glomerulus normal B.Edema glomerulus C. Penyempitan glomerulus

    D. Hemorrage

    7.0

    26.3

    25.024.0

    31.3

    4.2

    6.4 6.4

    10.5

    4.64.0 4.3

    5.6 5.7 5.9

    0.0

    5.0

    10.0

    15.0

    20.0

    25.0

    30.0

    35.0

    K P1 P2 P3 P4

    (%)

    Perlakuan

    Nekrosi

  • 22

    Gambar 10. Histologi ginjal dengan pewarnaan HE (pembesaran 400x) insert 300x)

    A.Endapan protein di tubulus B. Inti piknotik C. Kongesti glomerulus D.Infiltasi sel radang E. Degenerasi lemak di tubulus

    5.3.1 Kelaian Histologi ginjal yang ditemukan dalam penelitian ini adalah :

    Edema Glomelurus, Penyempitan kapsula bowman, Kongesti glomelurus, Endapan

    protein di tubulus, Degenerasi di tubulus, Inti piknotik di tubulus, Infiltrasi sel radang,

    Hemorragi.

    Tabel 9. Uji ANOVA dan standar error Edema Glomelurus, Penyempitan kapsula

    bowman, Kongesti glomelurus Histologi ginjal tikus betina (Mus musculus

    L.) yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi dilanjutkan dengan uji Duncans

    No Perlakuan Edema glomelurus Penyempitan

    kapsula bowman

    Kongesti

    glomelurus (%)

    Endapan

    protein tubulus

    1 K (Kontrol) 13.0 ± 3.0 a 12.0 ± 2.54 a 18.94 ± 4.06 a 6.0 ± 1.0 a

    2 P1 (30 hari) 46.0 ± 6.52 b 59.48 ± 11.61 b 71.02 ± 12.65 b 14.8 ±2.74 b

    3 P2 (50 hari) 60.0 ± 18.7 b 60.00 ± 18.70 b 70.00 ± 20.00 b 19.0 ± 2.91 b

    4 P3 (70 hari) 60.0 ± 4.08 b 65.00 ± 11.30 b 72.66 ± 3.82 b 18.0 ±1.57 b

    5 P4 (90 hari) 64,3 ± 21.06 b 68.33 ± 6.43 b 70.00 ± 20.0 b 70.00 ± 20.0 b

  • 23

    Edema glomelurus dengan uji ANOVA terdapat perbedaan nyata (P=0.01)

    antar perlakuan dan kontrol. Penyempitan kapsula bowman dengan uji ANOVA

    terdapat perbedaan nyata (P=0.018) antar perlakuan dan kontrol. Sedangkan

    Kongesti glomerulus dan endapan proten di tubulus dengan uji ANOVA terdapat

    perbedaan nyata dengan nilan (P=0.058) dan nilai (P=0.031).

    Tabel 10. Uji ANOVA dan standar error degenerasi di tubulus, inti piknotik di

    tubulus, infiltrasi sel radang, dan hemorragi ginjal tikus betina (Mus

    musculus L.) yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi dilanjutkan dengan uji

    Duncans

    No Perlakuan Degenerasi

    tubulus

    Inti piknotik

    tubulus

    Infiltrasi sel

    radang(%)

    Hemorragi (%)

    1 K (Kontrol) 7.0 ± 1.22 a 9.0 ± 1.87 a 6.0 ± 1.0 a 6.0 ± 2.46 a

    2 P1 (30 hari) 4470 ± 3.88 b 41.98 ± 4.90 b 8.66 ± 0.97 a 16.0 ±3.67 a b

    3 P2 (50 hari) 47.0 ± 3.0 b 49.00 ± 4.0 b c 11.0 ± 4.19 a 14.0 ± 2.91 b

    4 P3 (70 hari) 56.0 ± 6.96 b c 57.00 ± 4.89 c 17.0 ±1.22 b 19.0 ±2.91 b

    5 P4 (90 hari) 66.0 ± 8.57 c 52.0 ± 6.44 b c 10.6 ± 2.0 a 20.0 ± 4.18 b

    Degenerasi tubulus dengan uji ANOVA terdapat perbedaan nyata (P=0.000)

    antar perlakuan dan kontrol. Inti piknotik di sel tubulus dengan uji ANOVA terdapat

    perbedaan nyata (P=0.000) antar perlakuan dan kontrol. Sedangkan Infiltrasi sel

    radang dengan uji ANOVA terdapat perbedaan nyata dengan nilai (P=0.002) dan

    hemorragi terdapat perbedaan dengan nilai (P=0.038).

    5.4. Histologi Tulang

    Gambar11. Histologi tulang femur yang dipotong memanjang dengan pewarnaan HE

    (pembesaran 50x) K: ketebalan osifikasi.3333333333333

    K

    K

  • 24

    Tabel 11. Uji ANOVA dan standar error rerata ketebalan osifikasi tikus betina (Mus

    musculus L.) yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi dilanjutkan dengan uji

    Duncans

    No Perlakuan Ketebalan Osifikasi

    1 K (Kontrol) 325.74

    2 P1 (30 hari) 273.54

    3 P2 (50 hari) 255.30

    9999 P3 (70 hari) 309.50

    5 P4 (90 hari) 235.80

    Ketebalan osifikasi dengan uji ANOVA tidak terdapat perbedaan nyata

    (P=0.316) antar perlakuan dan kontrol.

    5.5. Pembahasan

    SGOT(Serum glutamate oxalloacetate transaminase) atau disebut juga

    aspartate aminotransferase (AST) dan SGPT (Serum Glutamic Piruvic

    Transaminase) atau disebut juga alanine aminotransferase (ALT), merupakan enzim

    yang banyak terdapat di hati. Dalam uji SGOT dan SGPT, hati dapat dikatakan rusak

    bila jumlah enzim tersebut dalam plasma lebih besar dari kadar normalnya.

    Mekanismenya adalah zat-zat toksik atau zat-zat berlebih yang masuk ke dalam tubuh

    akan dimetabolisme oleh enzim sitokrom P450 dalam hati menjadi radikal bebas.

    Radikal bebas ini kemudian berikatan pada sel hepatosit pada organ hati sehingga

    membran hati berubah permeabilitasnya (meningkat). Berubahnya membran sel hati

    ini dapat menimbulkan dua macam konsekuensi. Pertama zat –zat dari dalam sel

    keluar dengan bebas sehingga hati mengalami pengkerutan dan terjadi nekrosis.

    Sebaliknya zat-zat yang berada diluar sel hati juga dapat masuk dan menyebabkan

    hati menjadi besar (degenerasi hidropis) dan terjadi apoptosis.

    Dalam penelitian ini kadar SGOT kontrol justru lebih tinggi (158.4 ± 315 ) di

    bandingkan dengan semua perlakuan. Hal ini kemungkinan disebabkan injeksi

    vitamin C dosis tinggi 11,2 mg/ ekor/ hari justru meningkatkan proses regenerasi

    hepatosit sehingga menjadi lebih baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang

  • 25

    dilakukan oleh Afiong and Maisie (2006) ; Jackson et.al, (2002); Vahel et al. (2011)

    bahwa asam askorbat yang diberikan pada hewan coba yang mengalami beberapa

    penyakit menjadi lebih baik kondisinya. Namun hasil penelitian ini tidak sesuai

    dengan hipotesis awal yang diajukan. Data SGOT dapat menyimpang karena ada

    kemungkinan tikus sedang mengalami gangguan juga pada organ selain hati seperti

    pada otot jantung, ginjal dan otot rangka, karena sebenarnya SGOT terdapat di hampir

    seluruh tubuh, berbeda dengan SGPT yang spesifik pada hati. Pada umumnya nilai tes

    SGPT lebih tinggi daripada SGOT pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan

    pada proses kronis didapat sebaliknya. Pada penelitian ini kadar SGPT plasma yang

    diuji dengan Uji Kruskal Wallis karena sebaran data tidak normal menunjukkan

    perbedaan yang tidak nyata ((P=0. 86).

    Dari hasil pengamatan histologi hati didapatkan bahwa sel hati (hepatosit)

    yang diinjeksi dengan vitamin c dosis tinggi mengalami kelainan-kelainan seperti

    degenerasi hidrofis, degenerasi lemak, inti piknotik, nekrosis, kongesti sinusoid dan

    infiltrasi sel radang yang lebih tinggi dibandingkan dengan sel hati kontrol. Bahkan

    dari pengamatan makroskopis sudah terlihat bahwa hati tikus yang diinjeksi vitamin

    c dosis tinggi menunjukkan adanya jaringan lemak yang berwarna kuning. Hal ini

    diperkuat dengan dilakukannya pembuatan preparat histologi, yang menunjukkan

    bahwa banyak sel hati yang mengalami degenerasi lemak pada hewan perlakuan. Di

    samping itu juga banyak terdapat kongesti sinusoid hati dan infiltrasi sel radang pada

    kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini karena sel-sel hati

    hewan kelompok perlakuan banyak yang mengalami kerusakan sehingga banyak sel-

    sel darah putih yang dikirim ke hati untuk membersihkan atau memakan sel-sel yang

    sudah rusak tersebut.

    Sedangkan kadar kreatinin plasma dalam penelitian ini yang diuji dengan Uji

    Krukal Wallis dan dilanjutkan dengan uji Mann Whitney menunjukkan perbedaan

    yang nyata (P=0. 002). Kadar kreatinin plasma kelompok perlakuan lebih tinggi

    dibandingkan dengan kelompok kontrol. Peningkatan kadar kreatinin ini

    mengindikasikan adanya penurunan fungsi pada ginjal yang diakibatkan oleh

    tingginya kadar vitamin C yang harus dibuang melalui ginjal. Hal ini berkaitan

    dengan sifat vitamin C yang larut dalam air sehingga lebih memperberat kerja ginjal

    dibandingkan dengan fungsi hati. Hal ini diperkuat dengan hasil pengamatan pada

  • 26

    preparat histologi ginjal. Histologi ginjal tikus betina yang diinjeksi vitamin C dosis

    tinggi dalam jangka waktu yang lama menunjukkan banyak terdapat kelainan-

    kelainan seperti: edema glomelurus, penyempitan kapsula bowman, kongesti

    glomelurus, endapan protein di tubulus, degenerasi di tubulus, inti piknotik di tubulus,

    infiltrasi sel radang, dan hemorragi.

    Hasil penelitian Voja et al. (2005) melaporkan bahwa konsumsi vitamin C

    (asam askorbat) dalam jangka waktu yang panjang menyebabkan tikus perlakuan

    mengalami hiperglikemia (diabetes) yang berkaitan dengan peningkatan tekanan

    darah dan edema glomerulus. Hal-hal lain yang berkaitan dengan peningkatan kadar

    kreatinin adalah : gagal ginjal akut dan kronis, nekrosis tubular akut,

    glomerulonefritis, nefropati diabetik, pielonefritis, eklampsia, pre-eklampsia,

    hipertensi esensial, dehidrasi, penurunan aliran darah ke ginjal (syok berkepanjangan,

    gagal jantung kongestif), rhabdomiolisis, lupus nefritis, kanker (usus, kandung kemih,

    testis, uterus, prostat), leukemia, penyakit Hodgkin, diet tinggi protein (mis. daging

    sapi kadar tinggi, unggas, dan ikan (Wulandari dan Suwitra, 2008).

  • 27

    BAB VI. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

    Pada tahun ke 2 dilakukan uji profil kadar Estrogen, Progesteron, serta

    kemampuan reproduksi tikus betina. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

    kemampuan reproduksi tikus betina yang sudah diinjeksi vitamin C dosis tinggi

    dengan melihat panjang siklus estrusnya, melihat perkembangan embrio serta jumlah

    anak yang dihasilkan oleh tikus betina yang mendapatkan injeksi vitamin C dosis

    tinggi dalam jangka wangku yang lama.

  • 28

    BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN

    7.1. Kesimpulan

    1. Kadar SGOT tikus betina (Rattus rattus L.)yang dinjeksi vitamin C dosis tinggi

    mengalami penurunan dibandingkan dengan kontrol. Kadar SGPT tikus betina

    yang dinjeksi vitamin C dosis tinggi mengalami perbedaan namun secara statistik

    perbedaan tersebut tidak nyata. Sedangkan kadar kreatinin plasma darah betina

    yang dinjeksi vitamin C dosis tinggi mengalami peningkatan dibandingkan dengan

    kontrol.

    2. Terjadi peningkatan kelainan histologi hati (degenerasi hidrofis, degenerasi lemak,

    inti piknotik, nekrosis, kongesti sinusoid dan infiltrasi sel radang) pada tikus

    betina yang yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi dalam waktu yang lama.

    3. Terjadi peningkatan kelainan histologi ginjal (Edema Glomelurus, Penyempitan

    kapsula bowman, Kongesti glomelurus, Endapan protein di tubulus, Degenerasi di

    tubulus, Inti piknotik di tubulus, Infiltrasi sel radang, Hemorragi) pada tikus betina

    yang yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi dalam waktu yang lama.

    4. Tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap ketebalan osifikasi (tulang) pada

    tikus betina yang yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi dalam waktu yang lama.

    7.2. Saran

    Untuk melihat pengaruh injeksi vitamin c dosis tinggi dalam waktu yang

    panjang terhadap kesehatan, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai

    efeknya terhadap sistem reproduksi dan sistem imunitas.

    Ucapan Terima kasih

    Penulis mengucapkan banyak terima kepada Lembaga Penelitian dan

    Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Udayana dan Dikti atas dana yang

    diberikan melalalui dana Desentralisasi Hibah Bersaing tahun anggaran 2014.

  • 29

    DAFTAR PUSTAKA

    Adelien T E. 2001. Pola Estradiol dan Progesteron Serum pada Tikus yang

    Disuperovolasi Dikaitkan dengan Kinerja Reproduksi selama Kebuntingan.

    Desrtasi Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

    Afiong A. Etim, Maisie H. Etukudo .2006. Ascorbic Acid Levels in Hepatitis and Non-Hepatitis Subjects in University of Calabar Teaching Hospital (UCTH),

    Calabar . Pakistan Journal of Nutritionl 5( 5): 490-491

    Anonimus. 2013 a. Manfaat Vitamin C Untuk Kesehatan Kulit. Available at :http://sportindo.com/special/vitaminc/ (diunduh tgl 1 Mei 2013).

    Anonimus. 2013 b.Vitamin C

    Available at : http://wikivitamin.com/category/vitamin-c-asam-askorbat/

    Anonimus. 2013c. Tes-tes Darah Hati. .

    Available at : http://www.totalkesehatananda.com/darahhati1.html

    Anonimus.2 013d. Efek VitaminC Berlebih .

    Available at :

    http://female.kompas.com/read/2012/02/27/11044371/Efek.Jika.Kelebihan.Vitami

    n.C

    Anonimus. 2013e. Apa itu Kolagen.

    Available at: http://www.classiccollagen.com/collagen_Page.html

    Aguirre, Rene and James M. May 2008. Inflammation in the Vascular

    Bed.Importance of Vitamin C. Pharmacol Ther. 119(1) : 96-103

    Ashoka ,Babu V.L;Ganeshan Arunachalam, Korlakunda Narasimha,Jayaveera,Varadharajan M. Shanaz Banu. 2012. Hepatoprotective

    activity of methalonic extract of Ecrobolium viride (FOR SSK ) alston roots against carbon tetrachloride induce hepatocity. IRJP , 3 (8)

    Ballber and Studer H. 1994. The effect of prednisolone and a protein-deficient diet on

    plasma albumin and fibrinogen in a turpentine-induced acute-phase reaction in

    rats. J. Lab .Clin Med. 123(1) :117-25

    Bednar C, Kies C. 1994. Nitrate and vitamin C from fruits and vegetables: Impact of

    intake variations on nitrate and nitrite excretions of humans. Plant Foods Hum

    Nutr Vol. 45:71-80

    Davies MB, Austin J, Partridge DA. 1991. Vitamin C: Its Chemistry and

    Biochemistry. The Royal Society of Chemistry: Cambridge. Hal : 97-100.

    Delaere, F. Magnan, C. Mathieuk, G. 2010. Hypothalamic integration of portal

    glucose signals and control of food intake and insulin sensitivity. Diabetes

    Metab.36(4): 257-62

  • 30

    Djanuar R. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan Pada Sapi. Gajah Mada

    University Press. Yogyakarta.

    Dwi Rahayu I. 2013. Klasifikasi, Fungsi dan Metabolisme Vitamin. Fakultas Pertanian-Peternakan. Universitas Muhamadyah Malang.

    Avialable at :

    http://imbang.staff.umm.ac.id/files/2010/02/Klasifikasi_dan_Metabilisme_vita

    min_imbang.pdf

    Galun, E. Axelrod, JH..2002. The role of cytokines in liver failure and regeneration:

    potential new molecular therapies. Biochim Biophys Acta. 1592 (3) :354-58

    Gyorgi AS. 1931. Vitamin C, Muscles, and WWII. Szeged: 1931-47

    James A. Jackson, Hugh D. Riordan,

    Nancy L. Bramhall,

    Sharon Neathery, MT.

    2002. Sixteen-Year History with High Dose Intravenous Vitamin C

    Treatment for Various Types of Cancer and Other Diseases. Journal of

    Orthomolecular Medicine . 17( 2) :119-117

    Katili, Abubakar Sidik. 2009. Struktur Dan Fungsi Protein Kolagen. Jurnal Pelangi Ilmu .2( 5)

    Kembuan, M ; Wangko, Sunny; Tanudjaja, George N. 2012. Peran Vitamin C dalam

    Mencegah Pigmentasi Kulit. Jurnal Biomedik Vol 4, No 3.

    Kim DO, Lee KW, Lee HJ, Lee CY. 2002. Vitamin C equivalent antioxidant capacity

    (VCEAC) of phenolic phytochemicals. J Agric Food Chem 50(13):3713–17.

    Kitt, D.Q. 2012. Topical Dehydroascorbic Acid (Oxidized Vitamin C) Permeates

    Stratum Corneum More Rapidly Than Ascorbic Acid. Thesis. Available at :

    http://www.researchgate.net/publication/225274699_Topical_Dehydroascorbi

    c_Acid_%28Oxidized_Vitamin_C%29_Permeates_Stratum_Corneum_More_

    Rapidly_Than_Ascorbic_Acid

    Kmiec Z. 2001. Cooperation of liver cells in health and disease. Anat Embriol Cell

    Biol. 161 (3):1- 151

    Kiyatno, Kiyatno . 2009. Antioksidan Vitamin dan Kerusakan Otot pada Aktivitas

    Fisik Studi Eksperimen pada Mahasiswa JPOK-FKIP UNS Surakarta. Media Medika Indonesia. Vol.43 (6) :page 277-281

    Multaram, Al. 2013. Batu Ginjal. Available at : http://www.metris-

    community.com/gejalabatuginjal-penyebab-penyakitbatuginjal/

    Naidu KA. 2003. Vitamin C in human health and disease is still mistery? An

    Overview. J Nur. Vol. 2(7)

  • 31

    Parisa Hasanein, Siamak Shahidi .2010.The effect of long term administration of

    ascorbic acid on the learning and memory deficits induced by diabetes in rat .

    Tehran University Medical Journal 68(1) : 12-18

    Puspita Rini, Dea. 2013. Hubungan peningkatan kadar asam urat serum

    (hiperurecemia) dengan kejadian batu ginjal di RS Dr. Kanujoso Jatiwibowo Balikpapan periode Januari – Desmber 2008. Avilable at :

    http://portalgaruda.org/?q=batu+ginjal&type=advanced&mod=all&ref=search&select=all&button=Search&pub=&from=1000&to=2013

    Sebastiani, Geada. 2009.Non-invasive assessment of liver fibrosis in chronic liver

    diseases: Implementation in clinical practice and decisional algorithms. J Gastroenterol. 15(18): 2190–2203.

    Sudatri, Ni Wayan. 2010. Kadar Kolagen Kulit dan Tulang yang Disuplementasi

    Somatotropin. Jurnal Biologi. XIV(1) : 10-14.

    Sudatri, Ni Wayan; Iriani Setyawati. 2013. Perkembangan Sel-Sel Folikel dan Korpus

    Luteum (Mus Musculus) yang Diberi Ekstrak Daun Lantoro. Laporan

    Penelitian Dosen Muda.

    Soesanti, N. H., Ruben D.. 2009. Pengaruh VCO terhadap hitung jenis leukosit,kadar

    glukosa dan kreatinin darah Mus musculus Balb/c hiperglikemi dan

    tersensitisasi ovalbumin. Bioteknologi 6 (1): 1-10

    Toelihere M. 1985. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Angkasa Bandung. Hal 21-50.

    Wulandari, Diah Catur, Suwitra, Ketut. 2008. Pengaruh Vitamin C terhadap C-reaktive protein petanda implamasi pada gagal ginjal kronik dengan

    hemodialisis regular Journal of internal medicine . 9( 3)

    Vahel J. A. A., Ihsan T. Tayeb, Johnny S. 2011.Yokhana Effects of supplemental ascorbic acid on humeral immune response in broilers reared under heat-stress

    condition.Roavs. Vol 1(7), 459-462.

    Voja P, Zoran P. 2004. The Effect Of Ascorbic Acid On Membran Transfort Of

    Glukose. Acta Medica Medianae. Vol. 43(3): 29-31.

    Voja .P, Snezana C.c, Goran R., Nenad S . 2005. Antioxidant and Pro-oxidant Effect

    of Ascorbic Acid. Acta. Medica Medianae. Vol. 44(1): 65-68.

    Voja P., Snezana C., Vladmila B., Nenad S., Goran R. 2005. Ascorbi c Acid

    Modulates Spontaneous Thymocyte Apoptosis. Acta Medica Medianae . Vol.

    4

  • 32

    LAMPIRAN 1. INSTRUMEN PENELITIAN

  • 33

    LAMPIRAN 2. Personalia Tim Peneliti

    No

    Nama dan NIDN

    Instansi Asal Bidang Ilmu Alokasi Waktu Uraian Tugas

    Jam/mg bulan

    1 Ni Wayan Sudatri,

    SSi.,MSi./0031107102

    Universitas

    Udayana

    Biologi/Fisiologi,

    Patologi hewan

    17 8 Ketua Tim

    Peneliti

    2 Iriani Setyawati, SSi.,

    MSi./0017097401

    Universitas

    Udayana

    Biologi/Struktur,

    Teratologi Hewan

    12 8 Anggota

    Tim Peneliti

    3 Ni Made Suartini, S.Si.,

    Msi./ 0028107101

    Universitas

    Udayana

    Biologi/ Zoologi 12 8 Anggota

    Tim Peneliti

    4 A.A. Istri Mas Padmiswari/

    1008305009

    Universitas

    Udayana

    Biologi 10 8 Pelaksana/

    Mahasiswa

  • 34

    KADAR SGPT, SGOT DAN KREATININ PLASMA DARAH

    TIKUS BETINA YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI

    Ni Wayan Sudatri1), Iriani Setyawati2), Ni MadeSuartini3)

    123Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran-Badung,Bali

    E-mail : [email protected]

    Abstract

    Vitamin C is one of the vitamins that are needed to maintain a healthy body.

    The function of vitamin C for the body, among others; enhance the immune system

    (resistance) of the body, speed up the healing process and make skin more fresh and

    bright. The purpose of this study was to determine the side effects of high-dose

    injections of vitamin C in the long term on health. The design used in this study was a completely randomized design (CRD) with longer treatment injection of high doses of

    vitamin C are different. namely: P0 (control), P1 (injected 30 days old), P2 (injected 50 days old), P3 (injected 70 days old) and P4 (injected 90 days old). The parameters

    measured were the levels of SGOT, SGPT and creatinine in plasma. The result showed that the levels of SGOT with ANOVA showed significant differences (P =

    0.009) between the treatment group and the control group, while the Kruskal Wallis test SGPT levels were not significantly different (P = 0. 86) while the Kruskall Wallis

    test on serum creatinine levels showed significant differences. (P = 0. 002). SGOT

    plasma levels lower than the control group while serum creatinine female rats were

    injected high doses of vitamin C in the long term is higher than the control group.

    Keywords: SGPT, SGOT, creatinine, vitamin c, female rats

    Abstrak

    Vitamin C adalah salah satu vitamin yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan tubuh. Fungsi vitamin C bagi tubuh antara lain; meningkatkan sistem

    imunitas (daya tahan) tubuh, mempercepat proses penyembuhan serta membuat kulit lebih segar dan cerah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efek samping dari

    injeksi vitamin C dosis tinggi dalam jangka waktu yang lama terhadap kesehatan.

    Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap

    (RAL) dengan perlakuan lama penyuntikan vitamin C dosis tinggi yang berbeda.

    yaitu: P0 (kontrol), P1 (lama diinjeksi 30 hari), P2 (lama diinjeksi 50 hari), P3 (lama

    diinjeksi 70 hari) dan P4 (lama diinjeksi 90 hari). Parameter yang diamati adalah

    kadar SGOT, SGPT dan kreatinin dalam plasma. Dari hasil penelitian didapatkan

    bahwa Kadar SGOT dengan uji ANOVA menunjukkan perbedaan nyata (P=0.009)

    antar kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, sedangkan dari uji Kruskal Wallis

    kadar SGPT tidak berbeda nyata (P=0. 86) sedangkan uji Kruskall Wallis pada kadar

    kadar kreatinin menunjukkan perbedaan yang nyata. (P=0. 002). Kadar plasma

    SGOT lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol sedangkan kadar

    kreatinin tikus betina yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi dalam jangka waktu

    lama lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol.

    Kata kunci: SGPT, SGOT, kreatinin, vitamin c, tikus betina

  • 35

    Pendahuluan

    Vitamin C atau disebut juga asam askorbat merupakan salah satu vitamin

    yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan tubuh. Fungsi vitamin C bagi tubuh antara

    lain; meningkatkan sistem imunitas (daya tahan) tubuh, mempercepat proses

    penyembuhan serta membuat kulit lebih segar dan cerah. Bagi beberapa kaum

    perempuan manfaat vitamin C untuk membuat kulit cerah dan bersih menjadi daya

    tarik tersendiri. Secara alami vitamin C didapatkan dari makanan seperti sayuran dan

    buah-buahan; contohnya bayam, daun katuk, selada, jeruk, mangga, jambu biji, nanas

    dan lain sebagainya. Namun, banyak dari mereka yang kurang menyukai buah-buahan

    dan sayur-sayuran untuk memenuhi kebutuhan akan vitamin C, mereka memilih

    suplemen vitamin C yang dijual ditoko-toko obat (Aquirreand May, 2008).

    Manfaat vitamin C untuk meningkatkan daya tahan tuhuh memang sudah tidak

    diragukan lagi. Dengan antioksidan yang kuat, vitamin C mampu melawan radikal

    bebas yang masuk ke dalam tubuh baik yang datang dari luar tubuh maupun hasil

    metabolisme dari sel kita sendiri. Sedangkan manfaatnya untuk mengencangkan dan

    mencerahkan kulit terjadi karena vitamin C merangsang pembentukan kolagen, suatu

    protein ekstraseluler yang berperan dalam mengencangkan sel. Vitamin C

    menghambat kerja enzim tirokinase yang berperan dalam menghambat pembentukan

    pigmen kulit sehingga kulit menjadi lebih cerah dan kencang (Kembuan et al., 2012;

    Naidu, 2003).

    Vitamin C mudah diabsorbsi secara aktif dan mungkin pula secara difusi pada

    bagian atas usus halus lalu masuk ke peredaran darah melalui vena porta. Rata-rata

    absorbsi adalah 90% untuk konsumsi diantara 20-120 mg/hari. Konsumsi tinggi

    sampai 12 gram hanya diarbsorbsi sebanyak 16%. Vitamin C kemudian dibawa ke

    semua jaringan. Konsentrasi tertinggi adalah di dalam jaringan adrenal, pituitary, dan

    retina. Vitamin C di ekskresikan terutama melalui urin,sebagian kecil di dalam tinja

    dan sebagian kecil di ekskresikan melaului kulit (Jackson et.al, 2002).

    Vitamin C adalah vitamin yang larut dalam air, artinya kelebihan vitamin ini

    tidak bisa disimpan oleh tubuh seperti vitamin A,D,E dan K yang larut dalam lemak,

    sehingga bila kadar vitamin C berlebih maka akan dikeluarkan dari tubuh melalui

    ginjal. Oleh karena itu disarankan untuk mengkonsumsi vitamin C setiap hari sesuai

    kebutuhan (Dwi Rahayu, 2013). Kalau kita mengkonsumsi suplemen vitamin C

  • 36

    dosis tinggi atau melakukan injeksi vitamin C dosis tinggi (4000 mg/sekali suntik)

    untuk membuat kulit cerah seperti yang banyak dilakukan saat ini, maka kelebihan

    vitamin ini akan dibuang dari tubuh. Diduga pemberian dosis tinggi vitamin C dalam

    jangka panjang menyebabkan pembentukan batu ginjal dan beberapa efek negatif

    dari injeksi vitamin C yang ditulis oleh media on line antara lain dapat menyebabkan

    aborsi, mens tidak teratur, menopause dini serta maag (Anonimus, 2013). Kelebihan

    vitamin C yang dikonsumsi melalui makanan tidak menimbulkan gejala yang berarti,

    namun mengkonsumsi vitamin C dalam bentuk suplemen dosis tinggi akan

    menyebabkan gejala hiperoksaluria dan meningkatkan resiko terkena batu ginjal.

    Kelebihan konsumsi vitamin C juga mengakibatkan gangguan percernaan, kram perut,

    mual, gas lambung berlebih, dan diare. Parisa dan Siamak (2010) dan (Voja et al.,

    2005) melaporkan bahwa konsumsi vitamin C (asam askorbat) dalam jangka waktu

    yang panjang menyebabkan tikus perlakuan mengalami hiperglikemia (diabetes) dan

    juga peningkatan kehilangan bobot badan.

    Hati merupakan organ yang menopang kelangsungan hidup hampir seluruh

    organ lain di dalam tubuh. Oleh karena lokasi yang sangat strategis dan fungsi multi-

    dimensional, hati menjadi sangat rentan terhadap datangnya berbagai penyakit. Hati

    akan merespon berbagai penyakit tersebut dengan meradang, yang disebut hepatitis.

    Seringkali hepatitis dimulai dengan reaksi radang patobiokimiawi yang disebut

    fibrosis hati.(Sebastiana, 2009). Untuk mengetahui adanya kerusakan hati dilakukan

    beberapa tes darah sederhana seperti uji kadar spartate aminotransferase (AST atau

    SGOT) dan alanine aminotransferase (ALT atau SGPT). Enzim-enzim ini biasanya

    terkandung dalam sel-sel hati. Jika hati terluka, sel-sel hati menumpahkan enzim-

    enzim kedalam darah, menaikan tingkat-tingkat enzim dalam darah dan menandai

    kerusakan hati .(Ashoka Babu et al., 2012).

    Selain hati, ginjal termasuk organ penting yang memiliki fungsi , yaitu

    menyaring dan mengeluarkan racun maupun kelebihan mineral dari dalam tubuh

    melalui urin. Jika fungsi ginjal terganggu akibat peradangan atau karena penyakit batu

    ginjal maka dengan sendirinya tubuh akan mengalami keracunan. Dalam dunia

    kedokteran, kasus penyakit batu ginjal merupakan penyakit yang relatif tinggi jumlah

    penderitanya khususnya di Indonesia. Batu ginjal sering disebut nephrolithiasis atau

    renal calculi merupakan massa keras yang mengkristal seperti batu batu kecil yang

  • 37

    dapat terbentuk pada bagian saluran kencing dimana saja termasuk pada kandung

    kemih, dalam ginjal yaitu di renal pelvis dan calix renalis. Terbentuknya kristalisasi

    itu karena kadar urin yang terlalu pekat karena kurangnya mengkonsusmsi air putih

    setiap hari sehingga zat-zat yang ada di dalam urine membentuk kristal batu. Hal-hal

    lain yang dapat menjadi penyebab batu ginjal adalah adanya infeksi, obstruksi,

    kelebihan sekresi hormon paratiroid, peningkatan kadar asam urat, terlalu banyak

    menkonsumsi vitamin D atau kalsium yang tidak larut dengan sempurna (Multaram,

    2013).

    Selain itu, indikasi adanya kerusakan atau penurunan fungsi ginjal bisa dilihat

    dari kadar kreatinin plasma yang meningkat. Hal ini sebagai akibat ketidakmampuan

    ginjal mengeluarkan kreatinin ke dalam urin dan dalam jumlah besar kreatinin masuk

    kembali ke dalam darah hingga kadarnya dalam plasma meningkat di atas batas

    normal (Soesanti dan Darmawan, 2009).

    Bahan dan metode

    Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak

    lengkap (RAL) dengan perlakuan lama injeksi vitamin C dosis tinggi yang berbeda,

    yaitu lama injeksi 30 hari (P1), lama injeksi 50 hari (P2), dan lama injeksi 70 hari

    (P3), lama injeksi 90 hari (P4) dan kontrol (P0) serta ulangan 10 kali sehingga

    hewan model yang dipakai sebanyak 50 ekor.

    Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah vitamin C dosis

    tinggi (4000 mg/sekali injeksi) untuk manusia. Hewan model yang digunakan adalah

    tikus betina dewasa usia 3-4 bulan dengan bobot badan antara 150-200 gram. Dosis

    yang digunakan dikonversikan dari dosis yang digunakan pada manusia ke tikus.

    Faktor konversi dari tikus ke manusia adalah 0.14 Berat badan wanita dewasa yang

    diinjeksi diperkirakan kurang lebih 70 kg, sehingga dosis vitamin C yang diberikan

    pada tikus adalah 0.14 x 0.02 x 4000 = 11,2 mg/sekali suntik/ ekor.Injeksi vitamin C

    dilakukan secara intramuskular dengan jarum suntik ukuran 1 ml. Injeksi dilakukan 2 hari

    sekali sesuai lama waktu perlakuan.Setelah perlakuan injeksi vitamin C selesai, tikus dibius

    dengan penyuntikan xylasin (20 mg/kg) dan ketamin (10 mg/kg) secara intramuskuler. Pada

    keadaan terbius, darah diambil dari jantung dengan jarum suntik 1 ml kemudian darah

    dimasukkan dalam tabung yang sudah diisi heparin untuk mencegah pembekuan darah. Darah

  • 38

    disentrifuge untuk mendapatkan plasma darah dengan kecepatan 1200 rpm selama 10 menit.

    Plasma yang didapat dipipet dan ditaruh dalam tabung efendov dan dimasukkan ke dalam

    refrigenerator sampai siap untuk diuji.

    Penentuan kadar Serum glutamate oxalloacetate transaminase (SGOT) dan Serum

    glutamate pyruvate transaminase (SGPT)dan kadar kreatinin plasma dilakukan di Lab

    Kesehatan Daerah Bali Denpasar sesuai dengan standar prosedur dengan memakai kit standar

    (Ashoka Babu et al. 2012).

    Data yang didapatkan dianalisis secara statistika dengan menggunakan software

    SPSS dan bila terdapat pengaruh nyata atau sangat nyata akan dilanjutkan dengan uji Duncan

    pada taraf α 0.05 dan α 0.01.Dan bila data tidak terdistribusi secara normal maka diuji dengan

    Test Kruskal Wallis dan dilanjutkan dengan uji Mann Whitney.

    Hasil

    Dari hasil penelitian ini kadar SGOT plasma tikus betina (Rattus rattus L.) yang

    diinjeksi vitamin C dosis tinggi disajikan pada tabel 1.

    Tabel 1. Uji ANOVA dan standar error kadar SGOT plasma tikus betina (Rattus rattus L.)

    yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi dilanjutkan dengan uji Duncans

    No Perlakuan Rata-rata Kadar

    SGOT(U/L)

    1 K (Kontrol) 158.4 ± 315 a

    2 P1 (30 hari) 108.0 ± 50.79 b

    3 P2 (50 hari) 98.0 ± 50.69 b c

    4 P3 (70 hari) 81.0 ± 99.11 b c

    5 P4 (90 hari) 77.4 ± 49.33 b

    (Sumber: Sudatri, 2014)

    Kadar SGOT plasma dengan uji ANOVA terdapat perbedaan nyata (P=0.009) antar

    perlakuan dan kontrol. Kadar SGOT kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol.

    Sedangkan dari uji Kruskal Wallis kadar SGPT plasma tidak berbeda nyata (P=0. 86).

    Tabel 2. Uji Kruskal Wallis dan rerata kadar SGPT plasma tikus betina (Rattus rattus L.) yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi

    No Perlakuan Ranking Mean Chi Square P Rata-rata

    (U/L)

    1 K (Kontrol) 15.10 8.152 0.86 315.6

    2 P1 (30 hari) 18.40 116.0

    3 P2 (50 hari) 15.30 208.0

    4 P3 (70 hari) 8.70 207.0

    5 P4 (90 hari) 7.50 145.0

  • 39

    Dari uji Kruskal Wallis kadar kreatinin berbeda nyata (P=0. 002) . Kadar kreatinin

    plasma tikus betina yang diinjeksi vitamin C lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol.

    Tabel 3. Uji Kruskal Wallis dan rerata kadar Kreatinin plasma tikus betina (Rattus rattus L.) yang diinjeksi vitamin C dosis tinggi yang dilanjutkan dengan uji Mann Whitney

    No Perlakuan Ranking Mean Chi Square P

    Rata-rata

    (Mg/DL)

    1 K (Kontrol) 11.50 17.050 0.02 0.60 a

    2 P1 (30 hari) 3.00 0.30 b

    3 P2 (50 hari) 19.50 0.68 b c

    4 P3 (70 hari) 15.50 0.64 a c

    5 P4 (90 hari) 15.50 0.64 a b

    Pembahasan

    SGOT(Serum glutamate oxalloacetate transaminase) atau disebut juga aspartate

    aminotransferase (AST) dan SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase) atau disebut

    juga alanine aminotransferase (ALT), merupakan enzim yang banyak terdapat di hati. Dalam

    uji SGOT dan SGPT, hati dapat dikatakan rusak bila jumlah enzim tersebut dalam plasma

    lebih besar dari kadar normalnya. Mekanismenya adalah zat-zat toksik atau zat-zat berlebih

    yang masuk ke dalam tubuh akan dimetabolisme oleh enzim sitokrom P450 dalam hati

    menjadi radikal bebas. Radikal bebas ini kemudian berikatan pada sel hepatosit pada organ

    hati sehingga membran hati berubah permeabilitasnya (meningkat). Berubahnya membran sel

    hati ini dapat menimbulkan dua macam konsekuensi. Pertama zat –zat dari dalam sel keluar

    dengan bebas sehingga hati mengalami pengkerutan dan terjadi nekrosis. Sebaliknya zat-zat

    yang berada diluar sel hati juga dapat masuk dan menyebabkan hati menjadi besar

    (degenerasi hidropis) dan terjadi apoptosis.

    Dalam penelitian ini kadar SGOT kontrol justru lebih tinggi (158.4 ± 315 ) di

    bandingkan dengan semua perlakuan. Hal ini kemungkinan disebabkan injeksi vitamin C

    dosis tinggi 11,2 mg/ ekor/ hari justru meningkatkan proses regenerasi hepatosit sehingga

    menjadi lebih baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Afiong and Maisie

    (2006) ; Jackson et.al, (2002); Vahel et al. (2011) bahwa asam askorbat yang diberikan

    pada hewan coba yang mengalami beberapa penyakit menjadi lebih baik kondisinya. Namun

    hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang diajukan. Data SGOT dapat

    menyimpang karena ada kemungkinan tikus sedang mengalami gangguan juga pada organ

    selain hati seperti pada otot jantung, ginjal dan otot rangka, karena sebenarnya SGOT terdapat

    di hampir seluruh tubuh, berbeda dengan SGPT yang spesifik pada hati. Pada umumnya nilai

  • 40

    tes SGPT lebih tinggi daripada SGOT pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada

    proses kronis didapat sebaliknya. Pada penelitian ini kadar SGPT plasma yang diuji dengan

    Uji Kruskal Wallis karena sebaran data tidak normal menunjukkan perbedaan yang tidak

    nyata ((P=0. 86).

    Sedangkan kadar kreatinin plasma dalam penelitian ini yang diuji dengan Uji Krukal

    Wallis dan dilanjutkan dengan uji Mann Whitney menunjukkan perbedaan yang nyata (P=0.

    002). Kadar kreatinin plasma kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan

    kelompok kontrol. Peningkatan kadar kreatinin ini mengindikasikan adanya penurunan fungsi

    pada ginjal yang diakibatkan oleh tingginya kadar vitamin C yang harus dibuang melalui

    ginjal. Hal ini berkaitan dengan sifat vitamin C yang larut dalam air sehingga lebih

    memperberat kerja ginjal dibandingkan dengan fungsi hati. Hasil penelitian Voja et al. (2005)

    melaporkan bahwa konsumsi vitamin C (asam askorbat) dalam jangka waktu yang panjang

    menyebabkan tikus perlakuan mengalami hiperglikemia (diabetes) yang berkaitan dengan

    peningkatan tekanan darah dan edema glomerulus. Hal-hal lain yang berkaitan dengan

    peningkatan kadar kreatinin adalah : gagal ginjal akut dan kronis, nekrosis tubular akut,

    glomerulonefritis, nefropati diabetik, pielonefritis, eklampsia, pre-eklampsia, hipertensi

    esensial, dehidrasi, penurunan aliran darah ke ginjal (syok berkepanjangan, gagal jantung

    kongestif), rhabdomiolisis, lupus nefritis, kanker (usus, kandung kemih, testis, uterus, prostat),

    leukemia, penyakit Hodgkin, diet tinggi protein (mis. daging sapi kadar tinggi, unggas, dan

    ikan (Wulandari dan Suwitra, 2008).

    Kesimpulan

    Kadar SGOT tikus betina (Rattus rattus L.)yang dinjeksi vitamin C dosis tinggi

    mengalami penurunan dibandingkan dengan kontrol. Kadar SGPT tikus betina yang dinjeksi

    vitamin C dosis tinggi mengalami perbedaan namun secara statistik perbedaan tersebut tidak

    nyata. Sedangkan kadar kreatinin plasma darah betina yang dinjeksi vitamin C dosis tinggi

    mengalami peningkatan dibandingkan dengan kontrol.

    Ucapan Terima kasih

    Penulis mengucapkan banyak terima kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian

    kepada Masyarakat Universitas Udayana dan Dikti atas dana yang diberikan melalalui dana

    Desentralisasi Hibah Bersaing tahun anggaran 2014.

  • 41

    Rekapitulasi Penggunaan Dana Penelitian .

    Judul : KAJIAN TENTANG EFEK SAMPING INJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI TERHADAP KESEHATAN DENGAN

    MEMAKAI TIKUS BETINA (Rattus rattus) DEWASA SEBAGAI HEWAN MODEL

    Skema Hibah : Penelitian Hibah Bersaing

    Peneliti / Pelaksana

    Nama Ketua : NI WAYAN SUDATRI S.Si., M.Si.

    Perguruan Tinggi :Universitas Udayana

    NIDN : 0031107102

    Nama Anggota (1) : IRIANI SETYAWATI S.Si. M.Si.

    Nama Anggota (2) : NI MADE SUARTINI S.Si.,M.Si.

    Tahun Pelaksanaan : Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun

    Dana Tahun Berjalan : Rp 58.500.000,00

    Dana Mulai Diterima Tanggal : 28 Mei 2014

    .

    1. HONOR OUTPUT KEGIATAN

    Item Honor Volume Satuan Honor/jam

    (Rp)

    Total (Rp)

    1.Ketua 570.00 Jam 11.000 8.160.000

    2.Anggota 570.00 Ja