Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
RINGKASAN EKSEKUTIF
1. Dalam rangka mendukung pencapaian swasembada dan swasembada
berkelanjutan padi, jagung dan kedelai telah ditetapkan sasaran
produksi padi tahun 2013 sebesar 72,06 juta ton gabah kering giling
(GKG), jagung 19,83 juta ton pipilan kering, dan kedelai 1,5 juta ton biji
kering. Selain itu juga dikembangkan komoditas utama tanaman
pangan lainnya dalam rangka mendukung diversifikasi pangan dengan
target produksi tahun 2013 kacang tanah 1,20 juta ton biji kering,
kacang hijau 410 ribu ton biji kering, ubi kayu 26,30 juta ton umbi
basah dan ubi jalar 2,45 juta ton umbi basah.
2. PDB sektor pertanian tahun 2013 (triwulan III) mencapai Rp.361,38
triliun, sebagian besar berasal dari sumbangan sub sektor tanaman
bahan makanan (tabama) yang mencapai Rp.172,66 triliun (47,78%),
disusul oleh sub sektor perkebunan Rp.55,52 triliun, peternakan dan
hasil-hasilnya Rp.43,02 triliun, kehutanan Rp.14,83 triliun dan
perikanan Rp.75,36 triliun. Sementara PDB sektor pertanian pada
tahun 2013 (triwulan III) atas dasar harga konstan 2000 mencapai
Rp.93,14 triliun atau meningkat 6,15% terhadap triwulan II tahun 2013
yang mencapai Rp.87,74 triliun.
3. Jumlah penduduk Indonesia yang bekerja di sub sektor tanaman
pangan mencapai 15,91 juta orang. Jumlah tersebut mencapai 43,69%
terhadap total tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian (tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan).
4. Volume ekspor komoditas utama tanaman pangan pada tahun 2013
(Januari-Oktober) mencapai 201,94 ribu ton, sementara impor
mencapai 10,65 juta ton, atau terjadi defisit 10,44 juta ton. Jika
ditinjau dari sisi nilainya, terjadi defisit US$ 4,41 miliar dengan nilai
ekspor US$ 126,38 juta sementara impor US$ 4,54 miliar.
ii
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
5. Periode Januari-Desember tahun 2013, rata-rata angka Nilai Tukar
Petani Tanaman Pangan (NTPP) diatas 100, yang menunjukkan bahwa
petani tanaman pangan lebih sejahtera karena hasil yang didapatkan
petani lebih besar dari yang dibelanjakan.
6. Capaian produksi tanaman pangan tahun 2013 (ASEM BPS) komoditas
padi mengalami peningkatan dibandingkan produksi ATAP 2012,
mencapai 71,29 juta ton GKG (naik 3,24%). Sementara komoditas
lainnya mengalami penurunan produksi dibandingkan ATAP 2012 yaitu
jagung sebesar 4,54%; kedelai 7,47%; kacang tanah 1,52%; kacang
hijau sebesar 27,88%; ubi kayu 1,46%; dan ubi jalar 3,97%. Jika
dibandingkan dengan angka sasaran produksi tahun 2013, semua
komoditas masih berada di bawah target. 7. Tingkat penggunaan benih unggul bersertifikat tahun 2013, untuk padi
sebesar 46,63%, benih jagung sebesar 47,29% dan benih kedelai
sebesar 39,59% dari total luas pertanaman.
8. Luas pertanaman padi tahun 2013 yang terkena serangan OPT dan DPI
seluas 969.393 ha (puso: 96.754 ha) atau 6,69%, jagung 56.130 ha
(puso: 8.627 ha) atau 1,41%, kedelai 13.571 (puso: 1.801 ha) atau
2,25% dari total luas tanam.
9. Berdasarkan realisasi penyaluran bantuan sarana pascapanen tahun
2013 yang berasal dari dana APBN Ditjen Tanaman Pangan telah
berhasil menurunkan susut hasil padi 0,05%, jagung 0,10%, kedelai
0,151%, ubi kayu 0,009% dan ubi jalar 0,0226%.
10. Realisasi tanam SL-PTT padi mencapai 3.728.725 ha atau 85,02% dari
sasaran 4.385.625 ha, dengan rincian: padi inbrida seluas 3.119.941 ha
(80,95% dari 3.626.000 ha), padi hibrida 106.562 ha (83,25% dari
128.000 ha), padi pasang surut 74.128 ha (79,20% dari 93.600 ha), padi
lebak 21.505 ha (82,71% dari 26.000 ha), dan padi lahan kering
406.589 ha (79,41% dari 512.025 ha).
iii
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
11. Realisasi tanam SL-PTT jagung mencapai 196.213 ha atau 83,36% dari
sasaran 235.380 ha, yang terdiri dari jagung hibrida seluas 159.315 ha
(82,11% dari 194.030 ha) dan jagung komposit 36.898 ha (89,23% dari
41.350 ha).
12. Produktivitas SLPTT padi mencapai 59,31 ku/ha atau 107,43% jika
dibandingkan dengan sasaran sebesar 55,21 ku/ha dan 15,25% diatas
rata-rata produktivitas non SL-PTT. Sementara produktivitas SL-PTT
jagung mencapai 61,45 ku/ha atau 94,54% jika dibandingkan dengan
sasaran sebesar 65,00 ku/ha dan 28,05% diatas rata-rata produktivitas
non SL-PTT.
13. Realisasi SL-PTT kedelai mencapai 336.028 ha atau 81,61% dari sasaran
411.740 ha dengan produktivitas 15,68 ku/ha (98,00% dari sasaran
sebesar 16,00 ku/ha), namun 7,62% diatas produktivitas non SL yang
mencapai 14,57 ku/ha.
14. Realisasi pengembangan kedelai model mencapai 103.536 ha (94,12%
dari sasaran 110.000 ha). Perluasan Areal Tanam Baru (PATB) kedelai
dialokasikan seluas 118.250 ha, namun tidak dapat dilaksanakan
karena gagal lelang.
15. Realisasi pengembangan ubi kayu mencapai 2.019 ha (97,07% dari
sasaran 2.080 ha), sementara pengembangan ubi jalar terealisasi 1.200
ha (97,96% dari 1.225 ha), dan pengembangan pangan alternatif
terealisasi 100% dari 110 ha yang terdiri dari komoditas talas, talas
satoimo, garut dan gembili.
16. Realisasi luas areal sertifikasi penangkaran benih padi seluas 99.192
ha, jagung 16.761 ha, kedelai 27.741 ha, kacang tanah 602 ha dan
kacang hijau 108 ha masing-masing terdiri dari kelas Benih Dasar (BD),
Benih Pokok (BP), Benih Sebar (BR) dan hibrida. Hasil pengecekan
mutu benih tanaman pangan tahun 2013 untuk padi sebanyak 204.073
ton, jagung 38.829 ton, kedelai 10.357 ton, kacang tanah 413 ton dan
kacang hijau 41 ton.
iv
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
17. Jumlah benih yang tersalur di pasar bebas baik yang ada di produsen
maupun pengedar benih untuk benih padi sebanyak 163.244 ton,
jagung 31.976 ton, kedelai 9.562 ton, kacang tanah 390 ton, dan
kacang hijau 12 ton, masing-masing terdiri dari kelas BD, BP, Benih
Sebar BR dan hibrida.
18. Penyebaran varietas padi pada MT 2012/MT 2013 dan MT 2013
sebesar 83,45% atau 11.755.296 ha telah menggunakan varietas
unggul yang produksinya tinggi (VPT), 7,75% atau 1.091.191 ha
menggunakan varietas unggul yang produksinya sedang (VPS) dan
8,81% atau 1.240.704 ha menggunakan varietas yang produksinya
rendah (VPR). Penyebaran varietas jagung sebanyak 82,40% atau
2.356.429 ha VPT, 1,10% atau 31.511 ha VPS dan 16,50% atau 471.794
ha VPR. Penyebaran varietas kedelai sebanyak 81,04% atau 554.372,
ha menggunakan VPT, 14,33% atau 98.044 VPS dan 4,63% atau 31.671
ha VPR.
19. Realisasi perbanyakan benih sumber mencapai seluas 622 ha (87,73%
dari sasaran 709 ha) dengan rincian sebagai berikut: benih padi 240 ha
(80,64% dari 297 ha), jagung 112 ha (91,43% dari 123 ha), kedelai 193
ha (93,22% dari 207 ha), kacang tanah 47 ha (94,00% dari 50 ha),
kacang hijau 17 ha (100%), ubi kayu 7 ha (87,50% dari 8 ha), ubi jalar 6
ha (100%), dan sorgum 1 ha (50,00% dari 2 ha).
20. Realisasi pemberdayaan penangkar benih padi 10.286 ha (92,67% dari
sasaran 11.100 ha) dan kedelai 2.848 ha (81,37% dari sasaran 3.500
ha).
21. Realisasi penyaluran/penjualan benih bersubsidi tahun 2013 untuk
padi inbrida mencapai 46.987 ton atau 39,16% dari sasaran 120.000
ton, padi hibrida 1.810 ton atau 24,14% dari 7.500 ton, jagung
komposit 364 ton atau 18,24% dari 2.000 ton, jagung hibrida 599 ton
atau 7,98% dari 7.500 ton dan kedelai 2.426 ton atau 16,17% dari
15.000 ton.
v
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
22. Realisasi penggunaan CBN berdasarkan Surat Penugasan Direktur
Jenderal Tanaman Pangan tahun 2013 untuk komoditas padi inbrida
sebanyak 1.543 ton, padi hibrida 486 ton, jagung hibrida 454 ton dan
kedelai 903 ton, sementara jagung komposit tidak ada penggunaan.
23. Realisasi kegiatan SLPHT mencapai 2.421 unit (96,84% dari rencana
2.500 unit), yang terdiri dari SL-PHT padi sebanyak 1.957 unit atau
96,88% dari rencana 2.020 unit, SL-PHT jagung sebanyak 307 Unit atau
97,46% dari rencana 315 unit, dan SL-PHT kedelai sebanyak 157 unit
atau 95,15% dari rencana 165 unit. Realisasi SL-Iklim untuk padi dan
jagung sebanyak 188 unit (97,92% dari rencana 192 unit).
24. Realisasi pengujian mutu pestisida, pupuk dan produk tanaman pada
tahun 2013 pada Balai Pengujian Mutu Produk Tanaman (BPMPT)
sebanyak 1.703 sampel atau mencapai 100,18% dari target 1.700
sampel yang terdiri dari sampel pelanggan sebanyak 1.369 dan sampel
monitoring 327 sampel. Realisasi tersebut bila dibandingkan dengan
realisasi pengujian tahun 2012 sebanyak 1.645 sampel mengalami
peningkatan sebesar 3,53%.
25. Realisasi pelaksanaan bantuan sarana pascapanen mencapai 653
poktan/gapoktan (95,75% dari sasaran 682 poktan/gapoktan), yang
terdiri dari bantuan sarana pascapanen padi 460 poktan/gapoktan
(95,44% dari 482 poktan/gapoktan); sarana pascapanen jagung 87
poktan/gapoktan (94,57% dari 92 poktan/gapoktan); sarana
pascapanen kedelai 54 poktan/gapoktan (96,43% dari 56 poktan/
gapoktan); sarana pascapanen ubi kayu 100% dari 27 poktan/
gapoktan; dan sarana pascapanen ubi jalar 100% dari 25 poktan/
gapoktan.
26. Jumlah pegawai Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sampai
Desember 2013 sebanyak 792 orang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil
(PNS) unit kerja eselon II dipusat sebanyak 494 orang, 3 UPT sebanyak
180 orang dan PNS yang ditugaskan/diperbantukan di daerah/instansi
lain sebanyak 118 orang. Sampai dengan tahun 2013 PNS yang
ditugaskan di daerah tersebar di 14 provinsi dengan jumlah 115 orang,
sedangkan yang diperbantukan di instansi lain 3 orang.
vi
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
27. Realisasi penetapan Lembaga Mandiri Mengakar di Masyarakat (LM3)
yang memperoleh bantuan sosial dari Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan tahun 2013 sebanyak 280 LM3, namun satu LM3 yang
mengundurkan diri yaitu LM3 Gereja Betlehem dari Kabupaten
Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara. 28. Kegiatan bantuan bencana alam pada Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan tidak dilaksanakan, karena dalam pencairan dananya harus ada
pernyataan kejadian bencana dari instansi/lembaga berwenang/
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 29. Realisasi penyerapan anggaran Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
satker pusat dan daerah tahun 2013 mencapai Rp.2,337 triliun atau
80,95% dari pagu anggaran Rp.2,887 triliun yang tersebar pada
delapan kegiatan utama. Realisasi anggaran subsidi benih sejumlah
Rp.398,700 miliar atau 27,42% dari pagu Rp.1,454 triliun.
vii
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xii
I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
II. KINERJA TANAMAN PANGAN ............................................................... 3
A. Indikator Makro .................................................................................. 3
B. Produksi Tanaman Pangan .............................................................. 7
C. Tingkat Penggunaan Benih Unggul Bersertifikat ....................... 16
D. Penurunan Luas Serangan OPT dan DPI ...................................... 16 E. Penurunan Tingkat Susut Hasil ....................................................... 17
III. PROGRAM DAN KEGIATAN UTAMA .................................................... 19
IV. PELAKSANAAN KEGIATAN UTAMA ...................................................... 25
A. Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia ..................................... 25
B. Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi ...... 70
C. Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan ....... 92
D. Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan dari Gangguan OPT dan DPI .......................................................................................... 103
E. Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan ............................... 144
F. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya ........... 155
G. Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian ................... 190
H. Pengembangan Peramalan Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan .................................................................... 193
V. PERMASALAHAN DAN UPAYA TINDAK LANJUT ................................ 195
VI. PENUTUP ...................................................................................................... 199
LAMPIRAN ............................................................................................................ 201
viii
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 1. PDB sektor pertanian tahun 2013 (Atas Dasar Harga Berlaku) ......... 3
Tabel 2. PDB sektor pertanian tahun 2013 (Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000) ..................................................................................................... 4
Tabel 3. Tenaga Kerja Sektor Pertanian dan Sub Sektor Tanaman Pangan Tahun 2012 ....................................................................................................... 5
Tabel 4. Ekspor-Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Tanaman Pangan Tahun 2013 (Januari-Oktober) .................................................... 6
Tabel 5. Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) Januari-Desember 2013 ................................................................................ 6
Tabel 6. Perkembangan Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) Januari-Desember Tahun 2013 ................................................................... 7
Tabel 7. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Komoditas Utama Tanaman Pangan Tahun 2013 (ASEM) .................................................... 7
Tabel 8. Capaian Produksi, Luas Panen dan Provitas Padi Tahun 2013 ........... 8
Tabel 9. Neraca Produksi dan Kebutuhan Beras Tahun 2013 ............................ 8
Tabel 10. Trend Perkembangan Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Tahun2008-2013 ............................................................................... 10
Tabel 11. Capaian Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Jagung Tahun 2013 (ASEM) .................................................................................. 10
Tabel 12. Neraca Produksi dan Kebutuhan Jagung Tahun 2013 ...................... 11
Tabel 13. Trend Perkembangan Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Jagung Tahun 2008-2013 ......................................................................... 12
Tabel 14. Capaian Luas Panen, Provitas dan Produksi Kedelai Tahun 2013 .................................................................................................. 12
Tabel 15. Neraca Produksi dan Kebutuhan Kedelai 2013 ................................. 13
Tabel 16. Trend Perkembangan Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Kedelai Tahun 2008-2013 ........................................................................ 14
Tabel 17. Capaian Produksi Komoditas Utama Tanaman Pangan Lainnya Tahun 2013 ................................................................................................... 15
ix
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Tabel 18. Luas Panen dan Produktivitas Kacang Tanah, Kacang Hijau, Ubi Kayu, Ubi Jalar Tahun 2013............................................................... 15
Tabel 19. Perbandingan Luas Serangan OPT dan DPI Pada Tanaman Padi, Jagung dan Kedelai Tahun 2013 ............................................................ 16
Tabel 20. Penurunan Susut Hasil Panen Tanaman Pangan Tahun 2013 ....... 17
Tabel 21. Realisasi Pelaksanaan SL-PTT Padi dan Jagung Tahun 2013 .......... 26
Tabel 22. Capaian Produktivitas SL-PTT Padi dan Jagung Tahun 2013 .......... 27
Tabel 23. Capaian Produktivitas SL-PTT Kedelai Tahun 2013 ........................... 70
Tabel 24. Realisasi Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Tahun 2013 .................................................. 72
Tabel 25. Realisasi Luas Areal Sertifikasi Penangkaran Benih Tanaman Pangan Tahun 2013 .................................................... 93
Tabel 26. Realisasi Sertifikasi Produksi Penangkaran Benih Tanaman Pangan Tahun 2013 .................................................... 93
Tabel 27. Realisasi Sertifikasi Produksi Penangkaran Benih Tanaman Pangan Tahun 2013 .................................................... 93
Tabel 28. Realisasi Penyaluran Benih Pasar Bebas Tahun 2013 ...................... 94
Tabel 29. Rencana dan Realisasi Pengiriman Galur/Mutan Uji Adaptasi/ Multilokasi Tahun 2013 ............................................................................. 94
Tabel 30. Penyebaran Varietas Padi MT 2012/2013 dan MT 2013 ................ 95
Tabel 31. Penyebaran Varietas Jagung MT 2012/2013 dan MT 2013 ........... 96
Tabel 32. Penyebaran Varietas Kedelai MT 2012/2013 dan MT 2013 .......... 96
Tabel 33. Rekapitulasi Rencana dan Realisasi Tanam untuk Perbanyakan Benih Sumber pada Areal Produksi Benih Sumber di Balai Benih Tahun 2013 ....................................................................... 99
Tabel 34. Realisasi Pemberdayaan Penangkar Benih Padi Inbrida dan Kedelai Tahun 2013 ................................................................................. 100
Tabel 35. Realisasi Penyaluran/Penjualan Benih Bersubsidi Tahun 2013 . 102
Tabel 36. Stok dan Penggunaan CBN Tahun 2013 ............................................ 103
Tabel 37. Realisasi Pengujian Mutu Pestisida, Pupuk dan Produk Tanaman Tahun 2013 .............................................................. 113
x
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Tabel 38. Realisasi Bantuan Sarana Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2013 ............................................................................................... 146
Tabel 39. Jumlah Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan (Orang) ........ 156
Tabel 40. Jumlah Pegawai Berdasarkan Golongan (Orang) .......................... 156
Tabel 41. Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin (Orang) ................... 156
Tabel 42. Realisasi Anggaran APBN Sektoral Tahun 2013 Ditjen Tanaman Pangan Berdasarkan Kegiatan Utama ............... 161
Tabel 43. Realisasi Anggaran APBN Sektoral Tahun 2013 Ditjen Tanaman Pangan Berdasarkan Kelompok Satker Pusat dan Daerah ................................................................................................ 161
Tabel 44. Realisasi Anggaran APBN Sektoral Tahun 2013 Ditjen Tanaman Pangan Berdasarkan Jenis Belanja ...................... 162
Tabel 45. Rincian Realisasi Anggaran APBN Sektoral Tahun 2013 Ditjen Tanaman Pangan Per Provinsi .............................................................. 163
Tabel 46. Realisasi Anggaran APBN Subsidi Ditjen Tanaman Pangan Tahun 2013 ................................................................................................ 164
Tabel 47. Nilai BMN Dalam Pos Perkiraan Neraca ............................................ 165
Tabel 48. Data Kerugian Negara Lingkup Ditjen Tanaman Pangan (s.d Desember 2013) .............................................................................. 169
Tabel 49. Perkembangan Pelaksanaan Rencana Aksi Percepatan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2013 ................................................. 171
xi
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Realisasi Pelaksanaan SL-PTT Padi Tahun 2013 .............................. 203
2. Realisasi Pelaksanaan SL-PTT Jagung Tahun 2013 ........................... 204
3. Realisasi Pelaksanaan SL-PTT Kedelai Tahun 2013 .......................... 205
4. Realisasi Pelaksanaan Pengembangan Kedelai Model Tahun 2013 ................................................................................................. 206
5. Realisasi Pelaksanaan Pengembangan Ubi Kayu Tahun 2013 ..... 207
6. Realisasi Pelaksanaan Pengembangan Ubi Jalar Tahun 2013 ...... 208
7. Realisasi Pelaksanaan Pengembangan Pangan Alternatif Tahun 2013 ................................................................................................ 209
8. Realisasi Perbanyakan Benih Sumber Padi Tahun 2013 ................ 210 9. Realisasi Perbanyakan Benih Sumber Jagung Tahun 2013 ........... 211 10. Realisasi Perbanyakan Benih Sumber Kedelai Tahun 2013 .......... 212 11. Realisasi Perbanyakan Benih Sumber Kacang Tanah
Tahun 2013 ................................................................................................. 213 12. Realisasi Perbanyakan Benih Sumber Kacang Hijau
Tahun 2013 ................................................................................................. 214 13. Realisasi Perbanyakan Benih Sumber Ubi Kayu Tahun 2013 ....... 215 14. Realisasi Perbanyakan Benih Sumber Ubi Jalar Tahun 2013 ........ 216 15. Realisasi Perbanyakan Benih Sumber Sorgum Tahun 2013 ......... 217 16. Realisasi Pemberdayaan Penangkar Benih Padi Dan Kedelai
Tahun 2013 ................................................................................................. 218 17. Realisasi Penjualan Benih Bersubsidi Padi Inbrida
Tahun 2013 ................................................................................................. 219 18. Realisasi Penjualan Benih Bersubsidi Padi Hibrida
Tahun 2013 ................................................................................................. 220 19. Realisasi Penjualan Benih Bersubsidi Jagung Komposit
Tahun 2013 ................................................................................................ 221 20. Realisasi Penjualan Benih Bersubsidi Jagung Hibrida
Tahun 2013 ................................................................................................ 222
xii
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
21. Realisasi Penjualan Benih Bersubsidi Kedelai Tahun 2013 ........... 223 22. Realisasi Bantuan Sarana Pascapanen Padi Tahun 2013 ............... 224 23. Realisasi Bantuan Sarana Pascapanen Jagung Tahun 2013 .......... 225 24. Realisasi Bantuan Sarana Pascapanen Kedelai Tahun 2013 ......... 226 25. Realisasi Bantuan Sarana Pascapanen Ubi Kayu Tahun 2013 ...... 227 26. Realisasi Bantuan Sarana Pascapanen Ubi Jalar Tahun 2013....... 228 27. Realisasi Pelaksanaan SL-PHT dan SL-Iklim Tahun 2013 ................ 229
xiii
1 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
PENDAHULUAN
Tahun 2013 merupakan tahun keempat dan satu tahun berakhirnya
pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2010-2014. Sesuai dengan Rencana Strategis pembangunan tahun 2010-
2014 telah ditetapkan target empat sukses pembangunan pertanian yaitu
pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, peningkatan
diversifikasi pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing, peningkatan
kesejahteraan petani.
Dalam rangka mendukung pencapaian swasembada dan swasembada
berkelanjutan padi, jagung dan kedelai telah ditetapkan sasaran produksi
padi tahun 2013 sebesar 72,06 juta ton gabah kering giling (GKG), jagung
19,83 juta ton pipilan kering, dan kedelai 1,5 juta ton biji kering. Selain itu
juga dikembangkan komoditas utama tanaman pangan lainnya dalam
rangka mendukung diversifikasi pangan dengan target produksi tahun 2013
kacang tanah 1,20 juta ton biji kering, kacang hijau 410 ribu ton biji kering,
ubi kayu 26,30 juta ton umbi basah dan ubi jalar 2,45 juta ton umbi basah.
Dalam mendukung pencapaian sasaran produksi komoditas utama tanaman
pangan tersebut, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan melaksanakan satu
program APBN yaitu Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu
Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada
Berkelanjutan. Kegiatan yang dilaksanakan dalam program tersebut meliputi
delapan kegiatan utama yaitu: (1) Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia;
(2) Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi; (3) Pengelolaan
Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan; (4) Penguatan Perlindungan
Tanaman Pangan dari Gangguan OPT dan DPI; (5) Penanganan Pascapanen
Tanaman Pangan; (6) Dukungan Manajemen danDukungan Teknis Lainnya;
(7) Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem
Mutu Laboratorium Pengujian; dan (8) Pengembangan Peramalan Serangan
Organisme Pengganggu Tumbuhan.
I
2
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan program dan kegiatan, pada
tahun 2013 dilaksanakan beberapa penyempurnaan dari tahun sebelumnya,
antara lain : (1) polabantuan benih dari Bantuan Langsung Benih Unggul
(BLBU) menjadi subsidi; (2) Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman
Terpadu (SL-PTT) dengan pendekatan kawasan dan skala luas (kawasan
pertumbuhan, kawasan pengembangan dan kawasan pemantapan) yang
terintegrasi dari hulu sampai hilir; (3) revitalisasi kegiatan pengembangan
kedelai melalui Perluasan Areal Tanam Baru (PATB); (4) penguatan
perlindungan tanaman dari gangguan OPT dan DPI melalui gerakan “spot
stop” dan gerakan pengendalian dengan melibatkan aparat TNI; (5)
percepatan penurunan susut hasil (losses) panen dan pascapanen; (6)
rasionalisasi/pengurangan jumlah satker, serta (7) meningkatkan koordinasi
dengan instansi/lembaga terkait (Kementerian BUMN, Kementerian
Pekerjaan Umum, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan,
Perguruan Tinggi, TNI AD dan institusi lainnya).
Pada tahun 2013 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mengelola APBN
Sektoral (BA 018) sebesar Rp.2,887 triliun (hasil revisi APBNP penghematan
sebesar Rp.250,868 miliar dari Pagu DIPA awal Rp.3,138 triliun). Selain APBN
sektoral Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mengelola APBN subsidi
(BA999 07) berupa subsidi benih sebesar Rp.1,454 triliun.
Untuk memberikan gambaran pelaksanaan kegiatan, capaian kinerja, serta
permasalahan dan saran tindak lanjut pembangunan tanaman pangan tahun
2013 disusun Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun
2013. Diharapkan laporan ini dapat bermanfaat sebagai bahan evaluasi dan
pertimbangan dalampenentuan kebijakan dan langkah-langkah perbaikan
pada masa yang akan datang untuk meningkatkan kinerja pelaksanaan
pembangunan tanaman pangan yang lebih baik.
3 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
KINERJA TANAMAN PANGAN
A. Indikator Makro
1. Produk Domestik Bruto
Produk nasional bruto (PDB) sub sektor tanaman pangan tahun 2013
(triwulan III) menunjukkan peningkatan dibandingkan periode yang
sama pada tahun sebelumnya juga terjadi peningkatan.
Tabel 1. PDB sektor pertanian tahun 2013 (Atas Dasar Harga Berlaku)
(Triliun Rupiah)
Sumber: Badan Pusat Statistik angka dalam kurung berarti negatif
*) Angka sangat sementara; **) Angka sangat-sangat sementara, Angka dalam kurung berarti negatif
PDB sektor pertanian tahun 2013 (triwulan III) mencapai Rp.361,38
triliun, sebagian besar berasal dari sumbangan sub sektor tanaman
bahan makanan (tabama) yang mencapai Rp.172,66 triliun (47,78%),
disusul oleh sub sektor perkebunan Rp.55,52 triliun, peternakan dan
hasil-hasilnya Rp.43,02 triliun, kehutanan Rp.14,83 triliun dan
perikanan Rp.75,36 triliun.
II
2012 *)
Pertanian 327,93 331,16 361,38 9,13 10,20
1. Pertanian Sempit 246,51 245,90 271,19 10,28 10,01
a. Tanaman Bahan Makanan 156,12 159,92 172,66 7,96 10,59
b. Tanaman Perkebunan 53,27 46,62 55,52 19,09 4,22
c. Peternakan dan hasil-hasilnya 37,11 39,36 43,02 9,30 15,93
2. Kehutanan 14,30 14,49 14,83 2,34 3,71
3. Perikanan 67,13 70,76 75,36 6,50 12,26
No. Sektor/Sub Sektor
2013 **) Laju Pertumbuhan (%)
TW - II TW - III TW - III 2013 thd
TW - II 2013
TW - III 2013 thd
TW - III 2012TW - III
4
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Tabel 2. PDB sektor pertanian tahun 2013 (Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000)
(Triliun Rupiah)
Sumber: Badan Pusat Statistik, angka dalam kurung berarti negatif Keterangan: *) Angka sangat sementara; **) Angka sangat-sangat sementara, angka dalam
kurung berarti negatif
Sementara itu, PDB sektor pertanian pada tahun 2013 (triwulan III)
atas dasar harga konstan 2000 mencapai Rp.93,14 triliun atau
meningkat 6,15% terhadap triwulan II tahun 2013 yang mencapai
Rp.87,74 triliun. Peningkatan tersebut terjadi pada semua sub sektor,
antara lain sub sektor tanaman bahan makanan naik sebesar 4,30%.
Sedangkan bila dibandingkan periode yang sama pada tahun 2012,
PDB sektor pertanian pada triwulan III tahun 2013 tumbuh sebesar
3,02%. Peningkatan nilai PDB terjadi pada hampir semua sub sektor
pendukung, termasuk sub sektor tanaman bahan makanan sebesar
2,61%.
2. Penyerapan Tenaga Kerja
Sub sektor tanaman pangan merupakan lapangan usaha yang
menyerap bagian terbesar tenaga kerja dan sangat dominan dalam
mewarnai struktur ketenagakerjaan pada sektor pertanian maupun
nasional. Hampir seluruh penduduk di perdesaan bekerja di sub sektor
ini.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2012 tercatat total
jumlah penduduk Indonesia yang bekerja di sub sektor tanaman
pangan mencapai 15,91 juta orang. Jumlah tersebut mencapai 43,69%
terhadap total tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian (tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan).
2012 *)
Pertanian 90,41 87,74 93,14 6,15 3,02
1. Pertanian Sempit 70,99 67,94 72,96 7,39 2,78
a. Tanaman Bahan Makanan 42,99 42,29 44,11 4,30 2,61
b. Tanaman Perkebunan 17,41 14,91 17,78 19,25 2,13
c. Peternakan dan hasil-hasilnya 10,59 10,74 11,07 3,07 4,53
2. Kehutanan 4,54 4,48 4,54 1,34 -
3. Perikanan 14,88 15,32 15,64 2,09 5,11
No. Sektor/Sub Sektor
2013 **) Laju Pertumbuhan (%)
TW - III TW - II TW - III TW - III 2013 thd
TW - II 2013
TW - III 2013 thd
TW - III 2012
5 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Bila dibandingkan tahun sebelumnya, jumlah tenaga kerja sub sektor
tanaman pangan pada tahun 2012 terjadi penurunan sebesar 6,04%
dari 16,94 juta pada tahun 2011 turun menjadi 15,91 juta orang pada
tahun 2012. Sementara itu, total jumlah tenaga kerja sektor pertanian
pada tahun 2012 menunjukkan penurunan sebesar 0,31%
dibandingkan tahun 2011.
Tabel 3. Tenaga Kerja Sektor Pertanian dan Sub Sektor Tanaman Pangan Tahun 2012
3. Ekspor Impor Komoditas Utama Tanaman Pangan
Pada tahun 2013 (Januari-Oktober), volume ekspor komoditas utama
tanaman pangan mencapai 201,94 ribu ton, sementara impor
mencapai 10,65 juta ton, atau terjadi defisit 10,44 juta ton. Jika
ditinjau dari sisi nilainya, terjadi defisit US$ 4,41 miliar dengan nilai
ekspor US$ 126,38 juta sementara impor US$ 4,54 miliar.
Penyumbang terbesar ekspor tahun 2013 adalah gandum/meslin
sebanyak 75,48 ribu ton atau setara US$ 40,44 juta, ubi kayu 71,81 ribu
ton setara US$ 27,62 juta. Sementara itu impor terbesar juga berasal
dari gandum/meslin yang mencapai 5,90 juta ton setara US$ 2,25
miliar, jagung 2,40 juta ton setara US$ 728,53 juta, dan kedelai 1,41
juta ton setara US$ 886,43 juta.
Pertanian 36.541.972 36.429.250 (0,31) 100,00
Tanaman Pangan 16.937.195 15.914.410 (6,04) 43,69
Uraian
Perkembangan
2012 thd. 2011
(%)
2011
(orang)
2012
(orang)
Kontribusi Thd
Pertanian Tahun 2012
(%)
6
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Tabel 4. Ekspor-Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Tanaman Pangan Tahun 2013 (Januari-Oktober)
Sumber: Badan Pusat Statistik
4. Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP)
Capaian keberhasilan pembangunan selain dapat diukur melalui
tingkat pertumbuhan ekonomi juga dapat diukur melalui tingkat
kesejahteraan petani. Salah satu indikator untuk menilai tingkat
kesejahteraan petani adalah melalui Nilai Tukar Petani (NTP). Semakin
tinggi nilai NTP, secara relatif semakin kuat tingkat kesejahteraan dan
kemampuan/daya beli petani.
Dari data BPS tahun 2013, selama periode Januari-Desember tahun
2013, rata-rata angka Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP)
diatas 100. Hal ini menunjukkan bahwa petani tanaman pangan lebih
sejahtera karena hasil yang didapatkan petani lebih besar dari yang
dibelanjakan.
Tabel 5. Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) Januari-Desember 2013
Sumber: Badan Pusat Statistik Nilai NTP Desember 2012 s.d Oktober 2013 mengggunakan tahun dasar 2007=100 Nilai NTP Oktober s.d Desember 2013 penghitungan NTPP menggunakan tahun dasar 2012=100
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des
It 152,59 154,11 153,79 153,11 152,88 153,41 155,07 158,66 159,48 160,62 162,49 109,38 109,53
Ib 143,59 145,22 146,14 147,20 147,23 147,18 147,99 152,47 153,71 153,93 154,41 108,87 109,26
NTPP 106,27 106,12 105,24 104,01 103,84 104,23 104,78 104,06 103,75 104,35 105,24 100,47 100,24
UraianDes
2012
Tahun 2013
Ekspor Impor Neraca Ekspor Impor Neraca
(1) (2) (3) (4) (5)=(3)-(4) (6) (7) (8)=(6)-(7)
1 Beras 1.080 399.758 (398.678) 1.071 208.600 (207.529)
2 Jagung 19.085 2.401.489 (2.382.405) 14.957 728.533 (713.576)
3 Kedelai 9.762 1.411.184 (1.401.422) 13.132 886.426 (873.294)
4 Kacang Tanah 4.831 231.294 (226.463) 10.836 274.928 (264.092)
5 Kc Vigna/Kc Tunggak 11.886 89.549 (77.664) 11.424 84.205 (72.781)
6 Ubi Kayu 71.812 213.415 (141.603) 27.621 103.995 (76.374)
7 Ubi Jalar 8.006 21 7.985 6.898 32 6.866
8 Gandum/Meslin 75.482 5.900.057 (5.824.575) 40.442 2.252.450 (2.212.008)
201.944 10.646.767 (10.444.824) 126.381 4.539.169 (4.412.788) Jumlah
Volume (Ton) Nilai (000 US$)KomoditasNo.
7 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Nilai It, Ib, dan NTPP November 2013 berdasarkan tahun dasar
2012=100 adalah 109,38; 108,87; dan 100,47. Perubahan NTPP
Desember 2013 terhadap November 2013 (tahun dasar 2012=100)
adalah -0,23%, yang berarti terjadi penurunan NTPP sebesar 0,23%.
Hal ini karena kenaikan It sebesar 0,14% lebih kecil dibandingkan
kenaikan Ib sebesar 0,36%.
Tabel 6. Perkembangan Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) Januari-Desember Tahun 2013
Sumber: Badan Pusat Statistik Keterangan: Perubahan Desember 2013 thd November 2013 menggunakan tahun dasar
2012=100
B. Produksi Tanaman Pangan
Berdasarkan data Angka Sementara (ASEM) capaian produksi komoditas
utama tanaman pangan tahun 2013: padi 71,29 juta ton GKG; jagung
18,51 juta ton pipilan kering; kedelai 780 ribu ton biji kering, kacang tanah
702 ribu ton biji kering, kacang hijau 205 ribu ton biji kering, ubi kayu
23,82 juta ton umbi basah dan ubi jalar 2,38 juta ton umbi basah.
Tabel 7. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Komoditas Utama Tanaman Pangan Tahun 2013 (ASEM)
Sumber: Badan Pusat Statistik
It 1,00 -0,21 -0,44 -0,15 0,35 1,08 2,32 0,52 0,71 1,16 0,13 0,14
Ib 1,14 0,63 0,73 0,02 -0,03 0,55 3,03 0,81 0,14 0,31 0,17 0,36
NTPP -0,14 -0,83 -1,17 -0,16 0,38 0,53 -0,69 -0,30 0,58 0,85 -0,05 -0,23
Uraian
Perubahan (%)
Des'12-
Jan'13
Jan'13-
Feb'13
Feb'13-
Mar'13
Mar'13-
Apr'13
Apr'13-
Mei'13
Nov'13-
Des'13
Mei'13-
Juni'13
Jun'13-
Jul'13
Jul'13-
Agu'13
Agu'13-
Sep'13
Sep'13-
Okt'13
Okt'13-
Nov'13
No. KomoditasLuas Panen
(000 Ha)
Produktivitas
(Ku/Ha)
Produksi
(000 Ton)
1 Padi 13.837 51,52 71.291
2 Jagung 3.820 48,44 18.506
3 Kedelai 551 14,16 780
4 Kacang Tanah 519 13,53 702
5 Kacang Hijau 82 24,98 205
6 Ubi Kayu 1.061 224,49 23.824
7 Ubi Jalar 162 147,48 2.385
8
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
1. Swasembada Berkelanjutan Padi/Beras
Berdasarkan Angka Sementara BPS, produksi padi tahun 2013
mencapai 71,29 juta ton GKG. Bila dibandingkan dengan produksi
tahun 2012 sebesar 69,06 juta ton GKG, terjadi peningkatan 2,235 juta
ton GKG (3,24%). Bila dibandingkan terhadap target tahun 2013
(sebesar 72,06 juta ton GKG), mencapai 98,93% atau masih terdapat
kekurangan 773 ribu ton GKG. Sedangkan bila dibandingkan terhadap
target tahun 2014 mencapai 93,11% dari target 76,57 juta ton.
Tabel 8. Capaian Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Tahun 2013
*) Realisasi 2013 = Angka Sementara (ASEM)
Bila dibandingkan dengan kebutuhan beras untuk konsumsi dalam
negeri menunjukkan surplus 5,656 juta ton beras dengan indeks
swasembada 116,43%. Dengan demikian swasembada dan surplus
beras yang dicapai pada tahun 2013 dapat dipertahankan secara
berkelanjutan sejak tahun 2010 awal periode kabinet Indonesia
Bersatu II.
Tabel 9. Neraca Produksi dan Kebutuhan Beras Tahun 2013
Keterangan: - Beras tersedia = produksi padi GKG x 0,562 - Kebutuhan beras = jumlah penduduk 247,388 juta x konsumsi per kapita 139,15 kg/tahun
(%) Selisih (%) Selisih
1. Luas Panen (000 Ha) 13.446 13.858 13.837 102,91 391 99,85 (21)
2. Produktivitas (Ku/Ha) 51,36 52,00 51,52 100,31 0,16 99,08 (0,48)
3. Produksi (000 Ton) 69.056 72.064 71.291 103,24 2.235 98,93 (773)
No ATAP 2012 Target 2013
Capaian Realisasi 2013 Thd.ATAP
2012
Target
2013
Realisasi
2013 *)Uraian
No. Uraian Volume
1. Produksi Padi (000 Ton GKG) 71.291
2. Beras Tersedia Untuk Konsumsi (000 Ton) 40.080
3. Kebutuhan Beras Untuk Konsumsi Penduduk (000 Ton) 34.424
4. Indeks Swasembada (%) 116,43
5. Surplus/Defisit (000 Ton) 5.656
9 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Peningkatan produksi padi tahun 2013 (ASEM) terhadap 2012
terutama disebabkan oleh meningkatnya luas panen 391 ribu ha
(2,91%) dan produktivitas 0,16 ku/ha (0,31%). Faktor penyebab
meningkatnya luas panen padi tahun 2013 karena kondisi iklim yang
relatif basah sepanjang tahun, serta jaminan pemasaran dan harga jual
hasil padi yang relatif tinggi (selama tahun 2013 harga gabah kering
giling di tingkat petani berkisar antara Rp.4.232-Rp.4.806 rata-rata
Rp.4.574/kg (di atas HPP GKG di penggilingan Rp.4.150/kg). Sedangkan
faktor penyebab peningkatan produktivitas antara lain didorong
karena perluasan penerapan pengelolaan tanaman dan sumber daya
terpadu (PTT).
Namun jika dibandingkan dengan target produksi tahun 2013,
produksi padi belum mencapai target disebabkan karena belum
optimalnya peningkatan produktivitas dari target 52 ku/ha baru
mencapai 51,52 ku/ha, serta belum tercapainya target luas panen
13,858 juta ha terealisasi 13,837 juta ha (kurang 21.000 ha).
Belum optimalnya peningkatan produktivitas disebabkan oleh
terganggunya penyerbukan malai serta efisiensi serapan unsur hara
pupuk akibat tingginya curah hujan sepanjang tahun. Sedangkan
belum tercapainya target luas panen disebabkan pemanfaatan lahan
rawa lebak yang tidak optimal karena tingginya genangan air terutama
di Provinsi Kalimantan Selatan dan Riau, meningkatnya pertanaman
yang terkena OPT dan banjir dan puso mencapai 96.754 ha (meningkat
6.089 ha) dibanding tahun 2012 yang hanya seluas 90.665 ha, dan
terjadinya konversi lahan ke non pangan (kelapa sawit) yang terjadi di
Provinsi Sumatera dan Kalimantan.
Perkembangan produksi padi selama periode tahun 2008-2013
menunjukan tren pertumbuhan yang positif, meningkat dari 60,325
juta ton pada tahun 2008 menjadi 71,291 juta ton GKG tahun 2013
atau rata-rata tumbuh 3,43% atau sebesar 2,193 juta ton per tahun.
Pertumbuhan tersebut disebabkan oleh kenaikan produktivitas dari
48,94 ku/ha tahun 2008 menjadi 51,52 ku/ha tahun 2013, serta luas
panen 12,327 juta ha tahun 2008 menjadi 13,837 juta ha tahun 2013.
10
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Tabel 10. Trend Perkembangan Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Tahun2008-2013
*) Tahun 2013 = Angka Sementara (ASEM)
2. Swasembada Berkelanjutan Jagung
Produksi jagung tahun 2103 (ASEM) mencapai 18,51 juta ton pipilan
kering. Bila dibandingkan dengan produksi tahun 2012 sebesar 19,39
juta ton pipilan kering,mengalami penurunan 881 ribu ton pipilan
kering (4,54%). Bila dibandingkan terhadap target 2013 sebesar 19,83
juta ton pipilan kering mencapai 93,32% atau masih terdapat
kekurangan 1,33 juta ton pipilan kering. Sedangkan bila dibandingkan
terhadap target tahun 2014 mencapai 88,88% dari target 20,82 juta
ton pipilan kering.
Tabel 11. Capaian Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Jagung Tahun 2013 (ASEM)
*) Realisasi 2013 = Angka Sementara (ASEM)
Faktor penyebab penurunan dan belum tercapainya sasaran produksi
jagung tahun 2013 disebabkan luas tanam yang belum mencapai
target karena pengaruh iklim basah sepanjang tahun sehingga petani
cenderung memilih bertanam padi secara terus-menerus (yang
biasanya ditanami jagung pada musim kering dan lahan kering), terjadi
kompetisi dengan komoditas lain (ubi kayu) di beberapa provinsi
antara lain di Provinsi Lampung dan Sumatera Utara, serta
meningkatnya luas pertanaman yang mengalami puso (gagal panen).
% Selisih % Selisih
Luas Panen (000 Ha) 3.958 4.038 3.820 96,51 (138) 94,60 (218)
Produktivitas (Ku/Ha) 48,99 49,11 48,44 98,88 (0,55) 98,64 (0,67)
Produksi (000 Ton) 19.387 19.831 18.506 95,46 (881) 93,32 (1.325)
ATAP 2012 Target 2013Uraian
% Capaian Realisasi 2013 Thd.Realisasi
2013 *)
Target
2013
ATAP
2012
No Uraian 2008 2009 2010 2011 2012 2013*)
Rerata
tumbuh
(%)
1 Produksi (Ton) 60.325.925 64.398.890 66.469.394 65.756.904 69.056.126 71.291.494 3,43
2 Luas Panen (Ha) 12.327.425 12.883.576 13.253.450 13.203.643 13.445.524 13.837.213 2,35
3 Produktivitas (Ku/Ha) 48,94 49,99 50,15 49,80 51,36 51,52 1,04
11 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Sementara itu penurunan produktivitas dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain: penyerbukan yang tidak optimal karena curah hujan
yang tinggi, lemahnya modal petani sehingga tidak mampu
menyediakan sarana produksi secara optimal terutama penyediaan
benih hibrida yang harganya relatif mahal, sementara benih bersubsidi
tahun 2013 serapannya belum optimal karena masa transisi dari
sebelumnya berupa bantuan gratis, sehingga mengakibatkan
penurunan persentase tingkat penggunaan benih unggul bersertifikat,
penurunan penggunaan golongan varietas potensi produksi tinggi
(VPT), serta penggunaan pupuk belum berimbang dan spesifik lokasi
sesuai rekomendasi.
Walaupun produksi jagung tahun 2013 (ASEM) belum mencapai 100%
terhadap target, namun bila dibandingkan dengan kebutuhan terjadi
surplus 4,119 juta ton dengan indeks swasembada 128,63%. Dengan
demikian swasembada dan surplus jagung yang dicapai pada tahun
2013 dapat berkelanjutan sejak tahun 2010 awal periode Kabinet
Indonesia Bersatu II.
Tabel 12. Neraca Produksi dan Kebutuhan Jagung Tahun 2013
Perkembangan produksi jagung selama periode 2008-2013
menunjukkan tren pertumbuhan yang positif, dari 16,317 juta ton
pada tahun 2008 menjadi 18,506 juta ton pipilan kering tahun 2013
atau rata-rata tumbuh 2,72% per tahun. Pertumbuhan tersebut
disebabkan oleh kenaikan produktivitas dari 40,78 ku/ha tahun 2008
menjadi 48,44 ku/ha tahun 2013.
No. Uraian Volume
1. Produksi Jagung (000 Ton Pipilan Kering) 18.506
2. Kebutuhan Jagung (000 Ton) 14.387
3. Indeks Swasembada (%) 128,63
4. Surplus/Defisit (000 Ton) 4.119
12
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Tabel 13. Trend Perkembangan Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Jagung Tahun 2008-2013
*) Tahun 2013 = Angka Sementara (ASEM)
3. Swasembada Kedelai
Produksi kedelai tahun 2103 (ASEM) mencapai 780,16 ribu ton biji
kering. Bila dibandingkan dengan produksi tahun 2012 sebesar 843,15
ribu ton biji kering mengalami penurunan 63 ribu ton biji kering
(7,47%). Bila dibandingkan terhadap target 2013 sebesar 1,50 juta ton
biji kering mencapai 52,00% atau masih terdapat kekurangan 720 ribu
ton biji kering. Capaian dan kekurangan ini sama bila dibandingkan
terhadap target tahun 2014 yang sama dengan target tahun 2013
sebesar 1,50 juta ton biji kering.
Tabel 14. Capaian Luas Panen, Provitas dan Produksi Kedelai Tahun 2013
*) Realisasi 2013 =Angka Sementara (ASEM)
Sementara itu bila dibandingkan dengan total kebutuhan kedelai
nasional sebesar 2,12 juta ton, produksi kedelai tahun 2013 (ASEM)
masih defisit sebanyak 1,34 juta ton dengan indeks swasembada baru
mencapai 36,87%.
% Selisih % Selisih
1. Luas Panen (000 Ha) 568 970 551 97,01 (17) 56,80 (419)
2. Produktivitas (Ku/Ha) 14,85 15,46 14,16 95,35 (0,69) 91,59 (1,30)
3. Produksi (000 Ton) 843 1.500 780 92,53 (63) 52,00 (720)
ATAP 2012 Target 2013
% Capaian Realisasi 2013 Thd.
UraianNo.ATAP
2012
Target
2013
Realisasi
2013 *)
No Uraian 2008 2009 2010 2011 2012 2013*)
Rerata
tumbuh
(%)
1 Produksi (Ton) 16.317.252 17.629.748 18.327.636 17.643.250 19.387.022 18.506.287 2,72
2 Luas Panen (Ha) 4.001.724 4.160.659 4.131.676 3.864.692 3.957.595 3.820.161 (0,85)
3 Produktivitas (Ku/Ha) 40,78 42,37 44,36 45,65 48,99 48,44 3,54
13 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Tabel 15. Neraca Produksi dan Kebutuhan Kedelai 2013
Belum tercapainya produksi kedelai pada tahun 2013 (ASEM) secara
nasional, terutama disebabkan rendahnya luas tanam dan luas panen
yang hanya mencapai 551 ribu ha atau 56,78% dari target 970 ribu ha,
serta belum tercapainya produktivitas dari target 15,46 ku/ha hanya
tercapai 14,16 ku/ha.
Faktor penyebab rendahnya luas tanam/panen kedelai tahun 2013
antara lain: kondisi iklim yang relatif basah sepanjang tahun
mengakibatkan petani lebih memilih untuk terus bertanam padi
(biasanya setelah padi ditanam kedelai), persaingan dengan
komoditas lain yang lebih kompetitif, potensi resiko gagal panen tinggi
akibat curah hujan relatif tinggi sepanjang tahun, terbatasnya lahan
yang siap untuk peruasan areal tanam dari yang direncanakan (di lahan
Pirbun, Perhutani, Inhutani, daerah transmigrasi dan lahan lainnya),
harga kedelai impor lebih murah dibandingkan dengan harga kedelai
lokal akibat kebijakan tarif dan non tarif, jaminan pemasaran dan
harga jual hasil kedelai kurang menguntungkan (walaupun ada
kebijakan harga pembelian pemerintah kedelai Rp.7400/kg namun
baru berlaku pada akhir tahun/Oktober 2013).
Sedangkan faktor penyebab belum tercapainya target produktivitas
antara lain disebabkan kondisi iklim basah dan curah hujan yang relatif
tinggi sepanjang tahun mengakibatkan terganggunya penyerbukan
tidak optimal, penurunan tingkat penggunaan benih unggul
bersertifikat akibat kelangkaan ketersediaan benih di lapangan dan
sistem peyediaan benih belum berjalan optimal, dan penggunaan
pupuk belum diterapkan secara optimal sesuai dengan anjuran karena
No. Uraian Volume
1. Produksi Kedelai (000 Ton Biji Kering) 780
2. Kebutuhan Kedelai (000 Ton) 2.116
3. Indeks Swasembada (%) 36,87
4. Surplus/Defisit (000 Ton) (1.336)
14
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
keterbatasan modal petani, serta meningkatnya luas serangan OPT
dan DPI (banjir).
Meskipun capaian produksi kedelai tahun 2013 (ASEM) mengalami
penurunan dari tahun 2012 dan belum mencapai target, namun
perkembangan produksi kedelai selama periode tahun 2008-2013
menunjukan trend pertumbuhan yang positif, meningkat dari 775 ribu
ton biji kering pada tahun 2008 menjadi 780 ribu ton biji kering tahun
2013 atau rata-rata tumbuh sebesar 0,83% per tahun.
Pertumbuhan produksi tersebut didukung oleh peningkatan
produktivitas 1,62% per tahun dari 13,13 ku/ha pada tahun 2008
menjadi 14,16 ku/ha pada tahun 2013 (ASEM), dan bahkan pada tahun
2012 telah mencapai 14,85 ku/ha. Sedangkan luas panen mengalami
penurunan dari 591 ribu ha tahun 2008 menjadi 551 ribu ha tahun
2013 (ASEM) atau rata-rata turun 0,77% per tahun.
Tabel 16. Trend Perkembangan Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Kedelai Tahun 2008-2013
*) Tahun 2013 = Angka Sementara (ASEM)
4. Capaian Produksi Komoditas Utama Tanaman Pangan Lainnya (Kacang Tanah, Kacang Hijau, Ubi Kayu, Ubi Jalar) Tahun 2013
Produksi komoditas utama tanaman pangan lainnya(kacang tanah,
kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar)tahun 2013 (ASEM) mengalami
penurunan dibandingkan tahun 2012, dan bila dibandingkan terhadap
target seluruhnya belum mencapai target.
No Uraian 2008 2009 2010 2011 2012 2013*)
Rerata
tumbuh
(%)
1 Produksi (Ton) 775.710 974.512 907.031 851.286 843.153 780.163 0,83
2 Luas Panen (Ha) 590.956 722.791 660.823 622.254 567.624 550.797 (0,77)
3 Produktivitas (Ku/Ha) 13,13 13,48 13,73 13,68 14,85 14,16 1,62
15 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Tabel 17. Capaian Produksi Komoditas Utama Tanaman Pangan Lainnya Tahun 2013
Terjadinya penurunan dan belum tercapainya sasaran produksi kacang
tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar tahun 2013 disebabkan
terutama tidak tercapainya luas tanam/panen akibat persaingan/
kompetisi antar komoditas, terbatasnya akses petani terhadap sumber
permodalan usaha tani untuk memperluas pertanaman dan
penerapan teknologi sesuai anjuran, serta terbatasnya dukungan
fasilitasi kegiatan APBN.
Tabel 18. Luas Panen dan Produktivitas Kacang Tanah, Kacang Hijau, Ubi Kayu, Ubi Jalar Tahun 2013
ATAP Sasaran ASEM
2012 2013 2013 Sasaran 2013 ATAP 2012
1 Kacang Tanah 713 1.200 702 58,50 98,48
2 Kacang Hijau 284 410 205 50,00 72,12
3 Ubi Kayu 24.177 26.300 23.824 90,59 98,54
4 Ubi Jalar 2.483 2.450 2.385 97,34 96,03
Produksi (000 Ton) Capaian ASEM 2013
No. Komoditas Thd (%)
Sasaran
2013
ATAP
2012
1 Kacang Tanah 560 828 519 62,71 92,75
2 Kacang Hijau 245 334 182 54,54 74,31
3 Ubi Kayu 1.130 1.283 1.061 82,72 93,94
4 Ubi Jalar 178 197 162 82,09 90,69
1 Kacang Tanah 12,74 14,50 13,52 93,24 106,12
2 Kacang Hijau 11,60 12,28 11,24 91,53 96,90
3 Ubi Kayu 214,02 205,00 224,49 109,51 104,89
4 Ubi Jalar 139,29 124,38 147,48 118,57 105,88
ATAP
2012
Sasaran
2013
ASEM
2013
Luas Panen (000 Ha)
Produktivitas (Ku/Ha)
No. Komoditas
Capaian ASEM 2013
Thd (%)
16
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
C. Tingkat Penggunaan Benih Unggul Bersertifikat
Penggunaan benih varietas unggul bersertifikat merupakan salah satu
upaya untuk meningkatkan produksi tanaman pangan, dan meningkatkan
pendapatan petani. Penggunaan benih varietas unggul bersertifikat kelas
Benih Sebar (BR) yang digunakan oleh petani tahun 2013, untuk padi
sebesar 46,63%, benih jagung sebesar 47,29% dan benih kedelai sebesar
39,59% dari total luas pertanaman. Bila dilihat menurut tingkat potensi
hasil untuk padi, jagung dan kedelai menunjukkan telah dominan
menggunakan kelas benih Varietas Produksi Tinggi (VPT). Penggunaan
varietas yang dominan di tingkat petani untuk padi meliputi Ciherang,
Mekongga, dan Cigeulis; untuk jagung meliputi varietas Bisi 2, P21, dan
Bisma 16; dan kedelai meliputi varietas Wilis, Anjasmoro, dan Grobogan.
D. Penurunan Luas Serangan OPT dan DPI
Capaian upaya pengamanan produksi dari gangguan organisme
pengganggu tumbuhan (OPT) dan Dampak Perubahan Iklim (DPI) yang
dilaksanakan melalui kegiatan penguatan pengamatan, peramalan, dan
pengendalian OPT secara SPOT STOP telah cukup berhasil.
Luas pertanaman padi tahun 2013 yang terkena serangan OPT dan DPI
seluas 969.393 ha (puso: 96.754 ha) atau 6,69%, jagung 56.130 ha (puso:
8.627 ha) atau 1,41%, kedelai 13.571 (puso: 1.801 ha) atau 2,25% dari
total luas tanam. Luas terkena serangan tersebut bila dibandingkan tahun
2012 untuk padi meningkat 5,08% (46.916 ha), jagung menurun 5,73%
(3.412 ha), dan kedelai meningkat 34,03% (3.446 ha). Namun jika dilihat
secara rasio terkena terhadap luas tanam, luas tanaman padi yang
terkena serangan OPT dan DPI tahun 2013 mengalami penurunan untuk
komoditas padi dan jagung, sedangkan kedelai mengalami peningkatan.
Tabel 19. Perbandingan Luas Serangan OPT dan DPI Pada Tanaman Padi, Jagung dan Kedelai Tahun 2013
2012 2013 2012 2013 2012 2013
1 Luas Tanam (Ha) 13.602.690 14.494.648 3.994.370 3.973.374 612.327 603.271
2 Luas Terkena OPT dan DPI (Ha) 922.477 969.393 59.542 56.130 10.125 13.571
3 Luas Puso (Ha) 90.664 96.754 4.388 8.627 1.489 1.801
4 Rasio Terkena Thd Luas Tanam (%) 6,78 6,69 1,49 1,41 1,65 2,25
KedelaiNo. Uraian
Padi Jagung
17 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Masih tingginya luas terkena serangan OPT dan DPI pada tanaman padi
tahun 2013 disebabkan antara lain: kondisi iklim ekstrim (kemarau basah)
sehingga memberikan iklim yang kondusif untuk perkembangan OPT,
petani merubah pola tanam padi-padi-palawija menjadi padi-padi-padi.
Hal ini mengakibatkan tersedianya pakan untuk kelangsungan hidup OPT
secara terus menerus, penggunaan pestisida oleh petani yang kurang
bijaksana sehingga memusnahkan sebagian besar musuh alami di
lapangan sehingga mengganggu ekosistem OPT, jumlah petugas POPT-
PHP di lapangan yang masih belum cukup dan kurangnya kepedulian
petani pada lahan usaha taninya sendiri sehingga apabila terjadi spot
serangan OPT, tindakan pengendalian OPT yang dilakukannya seringkali
telambat.
E. Penurunan Tingkat Susut Hasil
Berdasarkan realisasi penyaluran bantuan sarana pascapanen tahun 2013
yang berasal dari dana APBN Ditjen Tanaman Pangan telah berhasil
menurunkan susut hasil padi 0,05%, jagung 0,10%, kedelai 0,151%, ubi
kayu 0,009% dan ubi jalar 0,0226%. Salah satu faktor pendorong
penurunan susut hasil hasil panen tersebut antara lain pemberian
bantuan sarana pascapanen padi sebanyak 460 paket, jagung 87 paket,
kedelai 54 paket, ubi kayu 27 paket, dan ubi jalar 25 paket.
Tabel 20. Penurunan Susut Hasil Panen Tanaman Pangan Tahun 2013
Namun demikian, capaian susut hasil ini belum mencapai target yang
ditetapkan tahun 2013 yaitu untuk padi 1,79%, jagung 0,25%, kedelai
0,75%, ubi kayu dan ubi jalar masing-masing 0,50%. Masih rendahnya
Target Penurunan Jumlah Bantuan Capaian Penurunan Pengamanan
No. Komoditi Susut Hasil Sarana Pascapanen Susut Hasil Hasil
(%) (Paket/Unit) (%) (Ton)
1 Padi 1,79 460 0,05 37.891
2 Jagung 0,25 87 0,10 18.443
3 Kedelai 0,75 54 0,151 1.219
4 Ubikayu 0,50 27 0,009 2.294
5 Ubijalar 0,50 25 0,0226 535
18
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
pencapaian penurunan susut hasil untuk komoditas padi, jagung, kedelai,
ubikayu, dan ubijalar disebabkan karena masih rendahnya dukungan
anggaran yang dialokasikan untuk komoditas padi, jagung, kedelai, ubi
kayu dan ubi jalar untuk fasilitasi sarana pascapanen.
19 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
PROGRAM DAN KEGIATAN UTAMA
Program yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan tahun
2013 yaitu Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Pangan
Untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan. Anggaran
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan tahun 2013 terdiri dari APBN Sektoral
dan APBN Subsidi. APBN Sektoral Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
tahun 2013 berjumlah Rp.3,138 triliun, namun sehubungan adanya
kebijakan penghematan anggaran seluruhnya Kementerian/Lembaga dalam
menghadapi kenaikan harga minyak dunia, maka APBN Sektoral Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan berkurang menjadi Rp. 2,887 triliun yang
ditempatkan di Satuan Kerja (Satker) Pusat, Satker UPT Pusat, Dana
Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan.
APBN Sektoral dialokasikan pada delapan kegiatan utama, yaitu sebagai
berikut:
1. Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia
a. SL-PTT padi seluas 4.385.625 ha yang terdiri dari kawasan
pertumbuhan 289.275 ha, kawasan pengembangan 504.450 ha, dan
kawasan pemantapan 3.591.900 ha, di 31 provinsi 389 kabupaten.
b. SL-PTT jagung seluas 235.380 ha yang terdiri darikawasan
pertumbuhan 48.350 ha, kawasan pengembangan 157.030 ha, dan
kawasan pemantapan 30.000 ha, di 30 provinsi 207 kabupaten.
c. Fasilitasi kemitraan pengembangan pangan alternatif sebanyak 9
paket di 9 provinsi.
d. Budidaya jagung hibrida bagi masyarakat berpenghasilan rendah
(MBR) di Provinsi Nusa Tenggara Timur seluas 10.500 ha di 7
kabupaten.
e. Ubinan SL-PTT padi sebanyak 14.979 unit di 31 provinsi 389 kabupaten
dan ubinan SL-PTT jagung 2.345 unit di 30 provinsi 207 kabupaten.
III
20
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
f. CPCL, koordinasi, pengawalan dan monev Posko P2BN untuk tingkat
pusat, 31 provinsi dan 396 kabupaten.
2. Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi
a. SL-PTT kedelai seluas 411.740 ha yang terdiri dari kawasan
pertumbuhan 12.500 ha, kawasan pengembangan 355.240 ha, dan
kawasan pemantapan 44.000 ha 29 provinsi 190 kabupaten.
b. Pengembangan kedelai model seluas 110.000 hadi 8 provinsi 22
kabupaten.
c. Pengembangan Kegiatan Perluasan Areal Tanam Baru (PATB) Kedelai
seluas 118.250 ha di 12 provinsi pada 47 kabupaten.
d. Pengembangan ubikayu seluas 2.080 ha di 18 provinsi pada 43
kabupaten.
e. Pengembangan ubijalar seluas 1.225 ha di 10 provinsi pada 26
kabupaten.
f. Pengembangan pangan alternatif seluas 110 ha di 9 provinsi pada 16
kabupaten.
g. Ubinan SL-PTT kedelai sebanyak 5.650 unit di 195 kabupaten dan
koordinasi kemitraan stakeholder aneka kacang dan umbi di 29
provinsi.
h. Pembinaan, pengawalan dan monev aneka kacang dan umbi untuk
tingkat pusat, 29 provinsi dan 159 kabupaten/kota.
3. Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan
a. Penilaian varietas, sebanyak 87 unit : pengawasan, sertifikasi benih
tanaman pangan seluas 81.650 ha, pemberian insentif pengawas
benih tanaman (PBT) 828 orang dan operasional BPSBTPH di 32
provinsi.
b. Perbanyakan benih di Balai Benih Induk (BBI) padi seluas 299 ha di 29
provinsi, jagung 123 ha di 24 provinsi, kedelai 207 ha di 28 provinsi,
kacang tanah 50 ha di 13 provinsi, kacang hijau 17 ha di 6 provinsi, ubi
kayu 8 ha di 4 provinsi, ubi jalar 6 ha di 3 provinsi dan sorgum 2 ha di
1 provinsi serta operasional BBI sebanyak 31 Balai.
21 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
c. Pemberdayaan penangkar benih padi sebanyak 222 unit atau 11.100
ha di 30 provinsi, dan benih kedelai 140 unit atau 3.500 ha di
23provinsi.
d. Revitalisasi/optimalisasi Unit Prosesing Benih (UPB) sebanyak 11 unit
di 11 provinsi.
e. Pembinaan, monev pemberdayaan penangkaran benih, CBN untuk
tingkat pusat, 32 provinsi dan 400 kabupaten.
4. Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan dari Gangguan OPT dan DPI
a. Pengamatan, Peramalan dan Pengendalian OPT (P3OPT) di 31 Balai,
operasional Brigade Proteksi Tanaman 82 unit, rehabilitasi/bangun
gedung BPT (gudang pestisida) 20 unit, bahan dan sarana
pengendalian OPT 30 paket, gerakan pengendalian OPT dan DPI 258
kali, surveilans OPT 32 paket.
b. Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) sebanyak
2.500 unit, Sekolah Lapangan Iklim (SL-Iklim) 192 unit.
c. Biaya operasional POPT-PHP sebanyak 2.598 orang, insentif dan BOP
honorer dan THL masing-masing sebanyak 73 orang dan 1.180 orang
di 33 provinsi, serta bantuan transportasi pengamat 25.774 orang.
d. Pemberdayaan Pos Pengembangan Agen Hayati (PPAH) sebanyak 415
kelompok, operasional Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit
(LPHP) 94 unit dan koordinasi penanggulangan OPT/DPI 14 paket.
e. Penguatan perlindungan tanaman pangan untuk Direktorat
Perlindungan Tanaman Pangan dan Balai Pengujian Mutu Produk
Tanaman (BPMPT) sebanyak 2 paket, serta pengadaan mobil brigade
dan Laboratorium PHP 66 unit.
5. Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan
a. Bantuan sarana pascapanen padi 482 kelompok di 237 kabupaten,
sarana pascapanen jagung 92 kelompok di 80 kabupaten, sarana
pascapanen kedelai 56 kelompok di 51 kabupaten, sarana pascapanen
ubi kayu 27 kelompok di 25 kabupaten, sarana pascapanen ubi jalar 25
kelompok di 21 kabupaten.
22
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
b. Database sarana pascapanen tanaman pangan dialokasikan di 32
provinsi.
c. Pembinaan, bimtek, apresiasi dan monev pascapanen untuk tingkat
pusat, 31 provinsi dan 256 kabupaten/kota.
6. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya
a. Pembayaran gaji pegawai Ditjen Tanaman Pangan sebanyak 792
orang, operasional dan pemeliharaan kantor untuk pusat dan
dukungan manajemen dan teknis lainnya.
b. Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM-3) sebanyak 280
kelompok dan bantuan penanganan bencana alam dan kekeringan.
c. Dukungan kawasan lainnya (MP3EI) di 3 provinsi dan Dukungan
Daerah Perbatasan dan Daerah Tertinggal di 7 kabupaten.
d. Bantuan bencana alam sebanyak satu paket.
e. Operasional Satker, perencanaan, keuangan, data statistik, umum,
monev, pelaporan untuk tingkat pusat, 33 provinsi dan 405
kabupaten/kota.
7. Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem
Mutu Laboratorium Pengujian (BBPPMBTPH)
a. Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem
Mutu Laboratorium Pengujian Benih sebanyak 10 metode, penerapan
sistem mutu laboratorium penguji benih pada 8 laboratorium,
pelaksanaan uji profisiensi 30 peserta, dan uji petik mutu benih
beredar 1.000 contoh.
8. Pengembangan Peramalan Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan
(BBPOPT)
a. Data dan informasi ramalan serangan OPT pangan sebanyak 70 data,
model peramalan OPT 12 model, penerapan dan pengembangan
peramalan OPT di 24 provinsi, pelatihan pengamatan, peramalan dan
pengendalian OPT bagi 93 peserta.
23 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
b. Produk agens pengendali hayati padat sebanyak 3.000 kg dan cair
3.000 test tube.
Sedangkan anggaran subsidi tahun 2013 sebesar Rp.1,454 triliun yang
dialoksikan untuk penyediaan benih bersubsidi sebanyak 152.000 ton,
meliputi benih padi inbrida 120.000 ton, benih padi hibrida 7.500 ha, benih
jagung komposit 2.000 ton, benih jagung hibrida 7.500 ton, dan benih
kedelai 15.000 ton.
24
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
25 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
PELAKSANAAN KEGIATAN UTAMA
A. Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia
Sasaran strategis kegiatan Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia adalah
mendorong peningkatan produktivitas melalui pelaksanaan Sekolah
Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) padi dan jagung, yang
masing-masing diharapkan dapat meningkatkan produktivitas sebesar
0,5-1 ku/ha dan 0,3 ku/ha. Pada tahun 2013, SL-PTT padi dan jagung
dilaksanakan dengan pendekatan kawasan yang terdiri dari kawasan
pertumbuhan, pengembangan dan pemantapan. Kriteria pembagian
masing-masing kawasan ini adalah wilayah yang memiliki produktivitas
yang lebih rendah dari produktivitas kabupaten, dan/atau produktivitas
provinsi, dan/atau produktivitas nasional. Alokasi kegiatan Pengelolaan
Produksi Tanaman Serealia terdiri dari SL-PTT padi seluas 4.385.625 ha,
dan SL-PTT jagung 235.380 ha, fasilitasi kemitraan pengembangan
pangan alternatif, ditambah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka
peningkatan produksi jagung di Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam
rangka Pemberdayaan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sesuai
Direktif Presiden seluas 10.500 ha.
1. Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi
Pada tahun 2013, alokasi kegiatan SL-PTT padi seluas 4.385.625 hadi
31 provinsi 389 kabupaten (padi inbrida 3.626.000 ha, padi hibrida
128.000 ha, padi pasang surut 93.600 ha, padi lebak 26.000 ha, dan
padi lahan kering 512.025 ha). Realisasi tanam SL-PTT padi mencapai
3.728.725 ha atau 85,02% dari sasaran 4.385.625 ha, dengan rincian:
padi inbrida seluas 3.119.941 ha (80,95%), padi hibrida 106.562 ha
(83,25%), padi pasang surut 74.128 ha (79,20%), padi lebak 21.505 ha
(82,71%), dan padi lahan kering 406.589 ha (79,41%) dari sasaran
masing-masing.
IV
26
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Penyebab tidak tercapainya target pelaksanaan SL-PTT 100% antara
lain karena adanya kebijakan revisi APBN Penghematan Anggaran,
masa transisi benih bersubsidi dari sebelumnya bantuan gratis,
varietas benih subsidi yang tersedia tidak seluruhnya sesuai keinginan
petani, keterlambatan jadwal waktu tanam, dan kehatian-hatian yang
sangat tinggi dari para pelaksana di lapangan serta menunggu
terbitnya DIPA revisi APBN-P penghematan yang baru terbit 1 Oktober
2013.
2. SL-PTT Jagung
Alokasi kegiatan SL-PTT jagung tahun 2013 seluas 235.380 ha di 30
provinsi, 207 kabupaten (jagung hibrida 194.030 ha dan jagung
komposit 41.350 ha). Sementara realisasinya mencapai 196.213 ha
atau 83,36% dari sasaran 235.380 ha, yang terdiri dari jagung hibrida
seluas 159.315 ha (82,11%) dan jagung komposit 36.898 ha (89,23%)
dari sasaran.
Tidak tercapainya target pelaksanaan SL-PTT 100% disebabkan antara
lain karena adanya kebijakan penghematan anggaran (APBN-P) yang
revisi DIPAnya baru terbit menjelang akhir tahun (1 Oktober 2013),
masa transisi benih bersubsidi dari sebelumnya bantuan gratis,
varietas benih subsidi yang tersedia sebagian tidak sesuai keinginan
petani, terbatasnya kemampuan petani untuk membeli benih (hibrida)
secara swadaya karena harganya mahal, keterlambatan jadwal waktu
tanam, dan kehatian-hatian yang sangat tinggi dari para pelaksana di
lapangan.
Tabel 21. Realisasi Pelaksanaan SL-PTT Padi dan Jagung Tahun 2013
Rencana
(Ha) (Ha) (%)
I SL-PTT Padi 4.385.625 3.728.725 85,02
1 Padi Inbrida 3.626.000 3.119.941 86,04
2 Padi Hibrida 128.000 106.562 83,25
3 Padi Pasang Surut 93.600 74.128 79,20
4 Padi Lebak 26.000 21.505 82,71
5 Padi Lahan Kering 512.025 406.589 79,41
II SL-PTT Jagung 235.380 196.213 83,36
1 Jagung Hibrida 194.030 159.315 82,11
2 Jagung Komposit 41.350 36.898 89,23
RealisasiNo. Uraian
27 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Produktivitas SLPTT padi mencapai 59,31 ku/ha atau 107,43% jika
dibandingkan dengan sasaran sebesar 55,21 ku/ha dan 15,25% diatas
rata-rata produktivitas non SL-PTT. Dari total realisasi tanam SL-PTT
padi seluas 3,728 juta ha dan produktivitas rata-rata 59,31 ku/ha,
dihasilkan produksi padi sebanyak 22,115 juta ton GKG atau
berkontribusi sebesar 31,02% terhadap total produksi padi nasional
(ASEM).
Sementara produktivitas SL-PTT jagung mencapai 61,45 ku/ha atau
94,54% jika dibandingkan dengan sasaran sebesar 65,00 ku/ha dan
28,05% diatas rata-rata produktivitas non SL-PTT. Belum tercapainya
produktivitas jagung di lokasi SL-PTT disebabkan antara lain: belum
semua komponen teknologi anjuran dipahami dan diterapkan secara
penuh oleh petani karena terbatasnya modal petani, fasilitasi paket
bantuan masih terbatas di lokasi Laboratorium Lapangan (LL=1ha per
unit), sedangkan di luar LL hanya dibantu benih saja, kurangnya
intensitas pengawalan dan pendampingan, kajian kebutuhan dan
peluang (KKP) belum dilaksanakan sepenuhnya pada setiap lokasi SL,
serta penetapan paket teknologi anjuran belum sepenuhnya
berdasarkan hasil analisis kondisi dan potensi lapangan (PRA).
Tabel 22. Capaian Produktivitas SL-PTT Padi dan Jagung Tahun 2013
3. Fasilitasi Kemitraan Pengembangan Pangan Alternatif
Pelaksanaan kegiatan serealia lain tahun 2013 dialokasikan kegiatan
fisik berupa bantuan pertemuan fasilitasi kemitraan yang dilaksanakan
di provinsi, namun kegiatan dem farm melalui dana APBN
pengembangan komoditas serealia lain sudah ditiadakan, sehingga
diharapkan daerah dapat mengembangkannya melalui dana APBD I
dan II serta pengusaha lokal.
Sasaran Realisasi Non SL-PTT Sasaran Non SL-PTT
1 Padi 55,21 59,31 51,46 107,43 115,25
2 Jagung 65,00 61,45 47,99 94,54 128,05
Produktivitas (Ku/ha)No. Komoditi
Capaian Provitas SL-PTT Thd (%)
28
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Program pengembangan serealia lain (sorgum, gandum, jewawut dan
hotong) tahun 2013 dilaksanakan dalam rangka mendukung
diversifikasi pangan, didalam upaya mengurangi tingkat konsumsi
beras 5% selama 5 tahun sehingga diharapkan dapat mengurangi
tekanan permintaan akan beras sebagai makanan pokok serta
memanfaatkan lahan-lahan yang belum diusahakan (lahan marginal)
dan lahan yang diusahakan tetapi tanaman lain tidak dapat tumbuh
dengan baik karena terbatasnya air.
Untuk mendukung keberhasilan pengembangan komoditas serealia
lain diperlukan dukungan seluruh instansi terkait baik pusat maupun
daerah mengingat komoditas ini masih belum berkembang secara
maksimal di lapangan.
Dalam upaya pengembangan komoditas serealia lain, pada tahun 2013
telah dilakukan upaya-upaya antara lain:
a. Upaya Ekstensifikasi dan sosialisasi pada daerah baru
Peluang pengembangan komoditas serealia lain diupayakan pada
daerah-daerah bukaan baru, lahan kering maupun lahan marginal
yang dilakukan oleh pemerintah, pengusaha swasta, maupun
petani lokal.
b. Pembinaan dan pengembangan daerah sentra
Pembinaan dan pengembangan daerah sentra dilakukan di lahan
milik petani, yang sudah terbiasa melakukan budidaya komoditas
serealia lain secara baik. Upaya pengembangan ini dilakukan
dengan meningkatkan perluasan areal tanam menuju usahatani
yang memenuhi skala ekonomi. Selain itu juga dilakukan sosialisasi
pola kemitraan bagi petani untuk mendukung pemasaran hasil
produksinya. Khusus untuk daerah sentra seperti Provinsi Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat adalah
merupakan salah satu daerah sumber penangkaran benih yang
perlu ditingkatkan.
29 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
c. Pengembangan pola kemitraan di daerah sentra produksi
Pengembangan pola kemitraan di sentra produksi merupakan
upaya pengembangan usahatani yang memenuhi skala ekonomi
sehingga memungkinkan tumbuh dan berkembangnya sistem dan
usaha agribisnis melalui pola kemitraan yang berkelanjutan.
Pengembangan pola kemitraan sentra produksi ini dilakukan
dengan pendekatan:
- Fasilitasi kemitraan di sentra produksi berskala ekonomis
berbasis kabupaten andalan seperti Provinsi Nusa Tenggara
Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Banten dan Maluku;
- Pemantapan peran pengusaha lokal melalui pertemuan fasilitasi
kemitraan di provinsi;
- Kegiatan yang dikembangkan dalam subsistem budidaya dalam
sentra produksi perlu dipadukan dengan subsistem lainnya
seperti penyediaan benih oleh Balitser, pengelolaan kelompok
tani di pedesaan, pemasaran oleh Bogasari dan lain–lain
sehingga tercipta keterpaduan dan keharmonisan
pengembangan agribisnis secara utuh di tingkat petani.
d. Penguatan kelembagaan
Strategi pengembangan komoditas serealia lain melalui penguatan
kelembagaan yang meliputi kegiatan fasilitasi pertemuan
kemitraan dengan:
- Kelompok tani/Gapoktan;
- Penangkar benih (BPSB), diupayakan dilakukan oleh pengusaha
swasta untuk mendukung salah satu usaha dalam
pengembangan komoditas serealia lain yaitu penyediaan benih
yang terbatas sehingga perlu adanya pemberdayaan penangkar
benih melalui dukungan dana APBD dan kemitraan usaha untuk
penyiapan kebutuhan benih;
30
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
- Peran Asosiasi pengguna tepung seperti PT. Bogasari, pengusaha
lokal dan pemerhati sorgum perlu ditingkatkan untuk
mendukung pengembangan serealia lain dan terwujudnya
diversifikasi pangan;
- Peningkatan pengembangan budidaya, pengolahan dan
pemasaran seperti PT Batan Teknologi (Persero) dan PT i Pasar;
- Pembiayaan usaha tani melalui KKPE serta kemitraan dengan
stakeholder dilakukan seoptimal mungkin untuk mendukung
keberhasilan pengembangan komoditas serealia lain.
4. Budidaya Jagung Hibrida Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
(MBR) di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Dalam rangka peningkatan produktivitas khususnya pada daerah-
daerah yang produktivitasnya masih rendah, maka pemerintah melalui
Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mengalokasikan dana
untuk meningkatkan produktivitas dan produksi jagung melalui
gerakan tanam serentak di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada 7
kabupaten dengan sasaran luas areal seluas 10.500
ha.Kegiatandilaksanakan di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan
(TTS), Timor Tengah Utara (TTU), Belu, Alor, Ngada dan Kabupaten
Flores Timur masing-masing 1.500 ha, dengan realisasi 100%.
Disamping kegiatan tersebut, beberapa kegiatan pendukung lainnya yang
dilaksanakan dalam pengembangan serealia antara lain:
1. Gerakan Tanam dan Panen Perdana
a. Gerakan Tanam Padi di Kabupaten Sumbawa-NTB
Dalam rangka meningkatkan produksi padi, telah dilaksanakan
Gerakan Tanam Padi di Pulau Sumbawa bertempat di Gapotan
Kokar Maras Desa Leseng Kecamatan Moyohulu Kabupaten
Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat, Selasa, 4 Juni 2013. Hadir
pada acara tersebut Wakil Bupati Sumbawa, Dirjen Tanaman
Pangan (diwakili Kasubdit Padi Irigasi dan Wawa), Danrem 162,
Dinas Pertanian Provinsi NTB, Dinas Pertanian Kabupaten
31 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Sumbawa, Bapeluh Kabupaten Sumbawa, BPTP NTB, PPL,
perwakilan Gapoktan dan Poktan di Kabupaten Sumbawa, dan para
petani setempat.
Acara diawali dengan tanam padi secara seremonial oleh Wakil
Bupati, Dirjen Tanaman Pangan (diwakili Kasubdit Padi IRA),
Danrem, dan Dinas Pertanian Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Dalam sambutan Kepala Dinas Pertanian Provinsi NTB diwakili Ir. H.
Budi Subagyo, MM, menekankan bahwa komoditas padi, jagung,
dan kedelai tetap menjadi tulang punggung ketahanan pangan di
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Tahun 2012 produksi padi NTB
sebesar 2.114.231 ton, jagung 642.674 ton atau masing-masing
terealisasi 100,4% untuk tanaman padi dan pada komoditas jagung
135,24%. Tahun 2012 Sumbawa merupakan kabupaten yang paling
besar kontribusinya terhadap produksi jagung di NTB. Upaya
peningkatan produksi tanaman pangan terus dilakukan untuk
mempertahankan swasembada pangan di NTB, salah satunya
adalah memasyarakatkan teknologi usahatani seperti kegiatan SL-
PTT, dengan hasil sebagai berikut:
- Prediksi BPS produksi padi dan jagung NTB tahun 2013 menurun,
salah satu langkah untuk mencegah penurunan produksi pangan
khususnya padi dan jagung perlu percepatan tanam secara
serentak, dan membangun kerjasama dengan TNI dan Polri
seperti yang sedang dilaksanakan saat ini;
- Wakil Bupati Sumabawa Drs. Arassy Mulkan dalam sambutannya
menekankan bahwa petani harus bisa menikmati harga yang
sesuai, dan biar tidak terjadi gejolak harga, maka BULOG harus
sigap dan memahami situasi diwilayah kerjanya. Produksi padi
Kabupaten Sumbawa sebesar 460.000 ton. Sumbangan komoditi
padi Kabupaten Sumbawa kepada NTB sebesar 40 % atau sekitar
186 ribu ton GKG. Sumbangan Sumbawa ke NTB bisa di
tingkatkan menjadi 50% bila ada percepatan tanam,
pemanfaatan air dan penggunaan teknologi, seperti semai di
32
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
luar lahan. Kita harus buat zona, berapa yang bisa ditanami padi,
dan jagung. Penyediaan pupuk yang terbatas sangat
mengganggu peningkatan produksi. Subsidi pupuk sangat perlu
di tambah kuotanya, karena lebih strategis di banding dengan
dengan subsidi benih, karena benih bisa di sediakan oleh petani
sendiri;
- Dalam sambutannya Direktur Jenderal Tanaman Pangan yang
diwakili oleh Kasubdit Padi Irigasi dan Rawa Ir. Warsitohadi
menyampaikan bahwa, beras merupakan komoditas sangat
strategis. Negara-negara maju sudah berinvestasi di luar
negaranya untuk ketahanan pangan. Saat ini empatcara dalam
meningkatkan produksi padi di Indonesia; yaitu peningkatan
produktifitas, perluasan areal tanam, pengurangan konsumsi
beras, dan perbaikan manajemen. Gerakan percepatan tanam
serentak yang sedang kita lakukan saat ini adalah salah satu
model perbaikan menajemen usahatani. Dengan pemahaman di
bidang pertanian yang sangat di kuasai oleh Wakil Bupati
Sumbawa, kedepan Sumbawa akan lebih berperan dalam
pengamanan pangan di NTB;
- Acara diakhiri dengan temu wicara yang di pandu oleh Kepala
BPTP NTB Dr. Dwi Praptomo S, MS. Beberapa permasalahan yang
di angkat dalam sesi diskusi adalah penyediaan pupuk, perbaikan
insfrastruktur usahatani, peningkatan kapasitas penyuluh,
perbaikan teknologi budidaya tanaman pangan.
b. Gerakan Tanam Padi di Kota Mataram
Gerakan tanam padi di Kota Mataram pada tanggal 28 Desember
2013 dihadiri oleh Walikota Mataram H. Ahyar Abduh bersama lima
orang lain diantaranya Komandan Kodim 1606 Djarot Suharso, S.IP
dan Direktur Budidaya Serealia Ir.H. Fathan A. Rasyid, M.Ag turun
langsung ke sawah untuk melakukan penanaman padi secara
bersama menandai dimulainya Gerakan Tanam Padi Serempak dan
Percepatan Tanam di Kota Mataram. Penanaman benih padi hibrida
33 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
berkualitas unggul ini dilaksanakan di lahan milik Kelompok Tani
Tegal Jaya Kelurahan Selagalas Kecamatan Sandubaya Kota
Mataram.
Usai penanaman padi bersama, Walikota beserta Dandim 1606
Lombok Barat melaksanakan penandatanganan Kesepakatan
Bersama antara Pemerintah Kota Mataram dengan Kodim 1606
Lombok Barat. Menyepakati kerjasama antara kedua belah pihak
dalam rangka mensinergikan potensi, tugas, fungsi, dan
kewenangan untuk saling membantu dan mendukung dalam
mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional, serta mendukung
tercapainya target Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN)
menuju surplus beras 10 juta ton dan pencapaian swasembada
kedelai tahun 2014.
Kerjasama kedua belah pihak ini menurut Direktur Budidaya
Serealia yang turut hadir menyaksikan penandatanganannya,
merupakan kelanjutan dari kerjasama yang juga telah disepakati
oleh Menteri Pertanian Dr. Ir. Suswono, MMA dan Panglima TNI
Agus Suhartono pada tanggal 13 April 2012 lalu. Kemitraan antar
dua lembaga ini penting mengingat tantangan yang ada, dimana
persaingan dengan negara lain dan keinginan dunia luar untuk
menjadikan Indonesia sebagai pasar internasional menjadi
tantangan terbesar yang harus dihadapi secara bersama-sama,
dengan hasil sebagai berikut:
- Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan satu dari 10 provinsi
penghasil beras tertinggi di Indonesia. Sebanyak 3,05% stok
beras nasional merupakan kontribusi dari provinsi Nusa
Tenggara Barat, termasuk diantaranya dari Kota Mataram.
Tanpa komitmen penuh dari pihak-pihak terkait, produksi beras
di Kota Mataram terancam akan terus menurun mengingat laju
alih fungsi lahan pertanian di Kota Mataram yang mencapai 30
ha/tahun. Kota Mataram diharapkan dapat terus
mempertahankan lahan pertanian yang ada dan menjadikannya
34
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
lahan pertanian berkelanjutan. "Bagaimana membuat Kota
Mataram menjadi kota yang unik untuk ecotourism, kota tapi
tetap memiliki sawah seperti di negara Taiwan.
- Upaya menjaga ketahanan pangan di Kota Mataram. Berbagai
strategi dan rencana aksi telah diterapkan dalam upaya
peningkatan capaian ketahanan pangan di Kota Mataram. Dan
dengan dijadikannya Kota Mataram sebagai daerah tempat
dimulainya Gerakan Tanam Padi Serempak dan Percepatan
Tanam di Nusa Tenggara Barat, Walikota menganggapnya
sebagai sebuah kepercayaan yang harus ditindak lanjuti dengan
komitmen tinggi.
- Dukungan pada kegiatan pertanian di Kota Mataram dengan
menjanjikan alokasi dana bagi pengadaan bantuan alat-alat
pertanian serta pembinaan bagi seluruh kelompok tani yang ada
di Kota Mataram. Rencana mengaitkan program pengolahan
sampah organik di Kota Mataram untuk membantu memenuhi
penyediaan pupuk bagi para petani.
c. Acara Panen Raya Padi Bersama Presiden RI dan Ibu Hj. Ani
Yudhoyono dan Dialog dengan Petani di Kabupaten Karawang
Panen Raya Padi musim tanam 2013 dilaksanakan pada tanggal 16
April 2013 di Desa Gempol Wetan, Karawang dilakukan oleh
Presiden RI beserta Ibu Ani Bambang Yudhoyono, bersama
beberapa Menteri diantaranya Mensesneg Sudi Silalahi, Seskab
Dipo Alam, Menteri Pertanian Suswono, Menteri Perikanan dan
Kelautan Sharif Cicip Sutarjo, Menteri Koperasi dan UKM Syarief
Hasan, Menteri BUMN Dahlan Iskan. Lokasi panen di Dusun Jeruk
Simer, Desa Rawa Gempol Wetan, Kecamatan Cilamaya, Kabupaten
Karawang, Jawa Barat, pada areal seluas 400 ha. Varietas yang
ditanam adalah Mekongga dan rata rata ubinan sebesar 91,1 ku/ha.
Setelah melaksanakan panen, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
dan rombongan menyempatkan diri berdialog dengan para
35 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
petani. Dalam temu wicara dengan beberapa kelompok tani,
terungkap beberapa permasalahan yang masih menjadi kendala
dalam pengembangan budidaya pertanian, antara lain: masalah
sertifikasi lahan yang belum dimiliki oleh padi petani, masih belum
meratanya pemberian program LDPM (Lembaga Distribusi Pangan
Mandiri), masih banyak petani yang memerlukan bantuan alat
panen (power threser dan alat pengolah pupuk organik serta saat
ini kabupaten Karawang belum mempunyai pasar beras yang
representative (terminal agribisnis).
Semua pertanyaan tersebut dijawab dan akan ditindaklanjuti,
misalnya untuk setifikat lahan, segera menghubungi Kantor BPN
dengan program Prona (program nasional agraria), sedangkan yang
lainnya akan diberikan dalam program tahun 2013, melalui
pengadaan alat pasca panen. Sedangkan untuk terminal agribisnis
yang akan digunakan sebagai pasar beras, perlu penjajakan yang
lebih dalam agar mendapat azas manfaat, dengan hasil sebagai
berikut:
- Kabupaten Karawang, yang memiliki luas wilayah 1.753,27 km,
mempunyai potensi pengembangan areal untuk pertanian,
karena dilalui oleh sungai Citarum dan sungai Cilamaya serta
terdapat 3 saluran irigasi yang besar yaitu saluran induk tarum
utara, saluran induk tarum tengah dan saluran induk tarum barat
yang dimanfaatkan untuk pengairan sawah, tambak dan
pembangkit tenaga listrik.
- Kabupaten Karawang merupakan daerah lumbung padi di Jawa
Barat dan salah satu wilayah yang dapat memberikan konstribusi
kebutuhan beras nasional, dimana setiap tahunnya mampu
memproduksi beras sebanyak 784.000 ton beras.
- Dengan potensi sawah seluas 97.529 ha, perencanaan
pembangunan pertanian ke depan harus dilandasi optimasi
sumberdaya yang dicirikan dengan keterpaduan kegiatan, lokasi,
pembiayaan maupun fokus komoditas. Namun disadari sampai
36
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
saat ini belum tersedia model dan metode yang bersifat
komprehensif bagi daerah dalam menyusun rancang bangun
perwilayahan dan pengembangan kawasan produksi komoditas
strategis dan komoditas unggulan nasional. Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 41/permentan/OT.140/9/2009 tentang
Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian masih bersifat
umum bagi semua komoditas pertanian dan dimaksudkan
sebagai dasar dalam penetapanrekomendasi kawasan pertanian
pada RTRW daerah.
- Pendekatan pengembangan kawasan dirancang untuk
meningkatkan efektivitas kegiatan, efisiensi anggaran dan
mendorong keberlanjutan kawasan komoditas unggulan. Sentra
pertanian diartikan sebagai bagian dari kawasan yang memiliki
ciri tertentu didalamnya terdapat kegiatan produksi suatu jenis
produk pertanian unggulan. Adapun kawasan pertanian adalah
gabungan dari sentra- sentra pertanian yang terkait secara
fungsional baik dalam faktor sumber daya alam, sosial
budaya,maupun infrastruktur, sehingga memenuhi batasan
luasan minimal skala efektivitas manejemen pembangunan
wilayah.
- Kawasan pertanian yang akan dikembangkan adalah kawasan
yang berada di lokasi kabupaten/kota dan ditetapkan oleh
Bupati/walikota yang dicirikan dengan: a) memiliki kontribusi
produksi yang signifikan atau berpotensi tinggi terhadap
produksi kabupaten/kota; b) difasilitasi oleh APBD
Kabupaten/Kota dan didukung oleh APBN sebagai pendamping
serta dapat didukung oleh APBD Provinsi; c) mengembangkan
komoditas unggulan kabupaten/kota, komoditas unggulan
provinsi dan atau komoditas 40 unggulan nasional.
- Secara garis besar implementasi pengembangan kawasan dapat
dibagi dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan,
dengan membentuk tim untuk setiap tingkatan
37 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
(pusat/provinsi/kabupaten/kota), dan mempunyai tugas dan
kewenangan antara lain: a) melakukan sosialisasi ke aparat
teknis dan pemangku kepentingkan di tingkatan masing-masing,
b).melakukan koordinasi pada kegiatan peningkatan kapasitas
aparat teknis dan penyuluh pertanian; c) menyusun rencana aksi
disetiap tingkatan denganmengacu kepada master plan yang
telah disusun di masing-masing tingkatan; d) melakukan
koordinasi di setiap tingkatan dan e) melakukan pemantauan
dan pelaporan pengembangan kawasan yang menjadi wilayah
kerja nilai tambah,
- Maksud dan tujuan pengembangan kawasan pertanian adalah
mendukung tercapainya Empat Target Sukses Kementerian
pertanian antara lain: a) pencapaian swasembada dan
swasembada berkelanjutan; b) peningkatan diversifikasi pangan;
c) peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, serta d)
peningkatan kesejahteraan petani.Pada tahun 2012, produksi
padi mencapai 1.446.406 ton gkp merupakan hasil panen dari
lahan sawah seluas 193.997 ha, produktivitas 74,56 ku/ha dan
lahan kering (padi gogo) seluas 1.660 ha dengan produktivitas
39,01 ku/ha.
d. Panen Jagung
Panen perdana jagung pipilan kering program SL-PTT Jagung
Hibrida Kabupaten Serang Tahun Anggaran 2013 yang dilaksanakan
pada tanggal 31 Agustus 2013 di Kabupaten Serang di Desa
Padasuka Kecamatan Petir Kabupaten Serang, dengan hasil sebagai
berikut:
- Lokasi Panen Perdana Jagung Pipilan Kering oleh Ibu Wakil
Bupati Kabupaten Serang berada di Kelompok Tani Harapan
Sejahtera 5 Kampung Bojong Nangka Desa Padasuka Kecamatan
Petir Kabupaten Serang, Banten. Panen jagung ini merupakan
program dari kegiatan SL-PTT Jagung Hibrida Kabupaten Serang
Tahun Anggaran 2013.
38
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
- Acara tersebut dihadiri oleh undangan antara lain: mewakili
Direktur Budidaya Serealia (Subdit Padi Irigasi dan Subdit
Jagung); Lingkup Provinsi Banten (Kadis Pertanian dan
Peternakan dan Lingkup Dinas Pertanian Provinsi; Kepala BPTP
Provinsi); Lingkup Kabupaten Serang (Kepala BPPKP; Kepala
BPPD; Camat Petir; Danramil Kec. Petir; Kapolsek Kec. Petir;
Kebid lingkup Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan
Peternakan; Kepala UPTD Pertanian Kecamatan se Kabupaten
Serang; KTNA Kabupaten dan KTNA Kecamatan Petir; Kepala
Desa se Kecamatan Petir serta Ketua Kelompoktani pelaksana
SL-PTT se Kecamatan Petir). Pengusaha swasta yang diundang
dalam panen ini (PT Charoen Pokphand; PT Malindo; PT
Wonokoyo; Jaya Kusuma) namun tidak ada yang menghadiri
undangan.
- Acara temu wicara dengan kelompoktani kecamatan Petir dan
Kabupaten Serang, pertanyaan dari petani antara lain: (1)
masalah air, dimana irigasi Tanjung Genap airnya sudah
berkurang; dan (2) kurangnya kepemilikan traktor dan alat
pemipil jagung yang dimiliki petani serta pemasaran hasil.
- Solusi yang disampaikan Wakil Bupati Serang yaitu:
Pemerintah daerah bersama dengan Dinas PU akan turun
bersama kelapangan dan yang mungkin dalam waktu cepat
akan diatasi dengan pompa air.
Untuk kebutuhan traktor, dan alat pengering serta kebutuhan
efektinya akan dianggarkan di Provinsi, Kabupaten dan oleh
Dewan.
Adapun untuk pasar sangat terbuka, hanya perlu koordinasi
dan MOU pasar dan petani, untuk itu Dewan dan Dinas akan
mengundang pihak pabrik pakan.
- Lebih lanjut Ketua Dewan DPRD Kabupaten Serang
menambahkan: DPRD Kabupaten Serang akan memanggil pihak
39 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
pabrik pakan, DPRD Kabupaten Serang akan mendukung untuk
pembangunan prasarana dan sarana Kabupaten Serang.
2. Pertemuan-Pertemuan
a. Pertemuan Optimalisasi Peningkatan Produksi Padi Rawa Sebagai
Penyangga Produksi Beras Nasional
Pertemuan Optimalisasi Peningkatan Produksi Padi di Lahan Rawa
Sebagai Penyangga Produksi Beras Nasional dilaksanakan pada
tanggal 26-28 Maret 2013 di Banjarbaru Kalimantan Selatan,
peserta pertemuan 9 Provinsi sentra Pengembangan Padi Rawa dan
34 Kabupaten terpilih, narasumber dari pertemuan ini antara lain:
Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balitrawa Kalsel), Balai
Penelitian Padi Sukamandi, Pusat Penyuluhan Pertanian, Direktorat
Budidaya Serealia, Direktorat Perlindungan Tanaman, dan
Direktorat Perbenihan. Setelah memperhatikan arahan Direktur
Jenderal Tanaman Pangan, paparan narasumber, hasil diskusi, serta
workshop, dengan hasil antara lain sebagai berikut:
1) Lahan rawa mempunyai potensi besar untuk dikembangkan
sebagai lumbung pangan masa depan. Luas lahan rawa yang ada
di Indonesia adalah 33,4 juta hektar, sedangkan yang sesuai
untuk pertanian seluas 9,5 juta hektar.Sampai dengan saat ini
luas lahan yang sudah direklamasi adalah 5,4 juta hektar (4,1 juta
hektar lahan pasang surut dan 1,3 juta hektar lahan lebak), data
yang didapatkan sampai dengan saat ini di 9 provinsi sentra
pertanaman padi rawa mencapai 1,5 juta hektar (837 ribu ha
lahan pasang surut dan 669 ribu hektar lahan lebak). Pendekatan
yang bisa dilakukan adalah peningkatan produktivitas lahan dan
tanaman, peningkatan IP pada lahan yang sudah diusahakan
(existing), ekstensifikasi lahan yang sudah direklamasi, dan
ekstensifikasi lahan lebak pada kondisi El-Nino.
2) Arah Kebijakan peningkatan produksi padi ke depan adalah
menjadikan lahan rawa (pasang surut dan lebak) sebagai salah
satu sumber utama pertumbuhan peningkatan produksi padi
40
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
melalui pendekatan teknologi tepat guna serta spesifik lokasi.
Untuk itu, diperlukan dukungan tersedianya sarana produksi di
lokasi lahan rawa (benih, pupuk, ameliorant, pestisida, dll).
3) Masih terbuka peluang pengembangan lahan rawa sebagai
daerah penyangga produksi beras nasional, dimana teknologi
hasil penelitian dan pengembangan pertanian cukup tersedia,
baik dari teknologi penyiapan lahan, benih maupun tata cara
pengamanan terhadap hama dan penyakit.
4) Permasalahan yang sering muncul dalam budidaya padi di lahan
rawa adalah (a) Lahan masam dengan kandungan racun pirit
akibat pengeringan yang berlebihan; (b) Tata kelola air yang
kurang memadai sehingga menghambat introduksi teknologi; (c)
Keterbatasan tenaga kerja dan modal usaha; (c) Hama dan
penyakit karena kurang terpeliharanya lingkungan; (d)
Keterbatasan kelembagaan pendukung penyaluran input
produksi; (e) Modal/kredit, pemasaran dan sosial; (f) Kualitas
produk rendah sehingga harga produk di tingkat petani rendah
terutama pada saat panen raya; (g) Akses sulit sehingga biaya
transportasi menjadi mahal.
5) Guna mempercepat pengembangan pertanian di lahan rawa,
maka perlu dilakukan berbagai upaya seperti pengembangan
infrastruktur seperti jalan, jaringan/tata air makro maupun
mikro, penguatan kelembagaan seperti penyuluhan, sarana
produksi. Pemasaran serta pengawalan teknologi spesifik
lokasi.Perlu disadari bersama bahwasanya lahan rawa di setiap
daerah mempunyai karakteristik yang berbeda, sehingga
teknologi yang ada harus disesuaikan dengan spesifik lokasi dari
wilayah masing-masing.
6) Arah kebijakan direktorat budidaya serealia dalam mendukung
optimalisasi peningkatan produktivitas padi lahan rawa adalah
menjadikan lahan rawa (pasang surut & lebak) sebagai sentra
pengembangan dan kantong penyangga produksi padi, melalui
41 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
pendekatan kawasan, rekayasa sosial, design infrastruktur dan
teknologi tepat guna serta spesifik lokasi. Tujuan yang akan
dicapai adalah a) meningkatkan luas panen, produksi dan
produktivitas di lahan rawa dalam rangka mendukung ketahanan
pangan, b) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani
di lahan rawa
7) Teknologi percepatan lahan rawa didasarkan pada
permasalahan fisiko-kimia yang terjadi yaitu pH tanah dan air
yang rendah, elemen toksik yang tinggi, kesuburan rendah dan
fluktuasi air/banjir. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan
pengelolaan sumberdaya terpadu yang meliputi perbaikan lahan
dan tanaman yang toleran, sehingga nantinya terjadi
peningkatan hasil tanaman. Dukungan teknologi mengacu pada
6 Komponen Teknologi PTT yang diterapkan secara bersama,
yaitu:
- Varietas unggul, sesuai karakteristik wilayah dan keinginan
petani;
- Benih bermutu (murni dan daya kecambah tinggi);
- Tata air mikro yang intensif;
- Jumlah bibit 1-3 batang per lubang tanam, tanam dengan
sistem jajar legowo 2:1 atau 4:1, atau tabela;
- Pemberian urea granul/tablet dosis 200 kg/ha. Pemupukan P
dan K berdasar PUTS, ameliorasi: 1-2 t/ha kapur pertanian;
- Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT),
khususnya tikus, blas, penggerek batang, keongmas dan
orong-orong.
8) Dukungan perbenihan memberikan kontribusi yang sangat
penting bagi peningkatan produktivitas padi di lahan rawa.
Kebijakan perbenihan saat ini mengarah pada:
- Pengembangan dan menyebarkan benih varietas unggul
bersertifikat;
42
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
- Peningkatan produksi dan distribusi benih;
- Peningkatan pengawasan mutu dan sertifikasi benih;
- Pengoptimalan kelembagaan perbenihan.
Langkah operasional yang dilakukan adalah pemantapan
produksi benih sumber, optimalisasi pengawasan mutu dan
sertifikasi benih, pemberdayaan penangkaran benih dan
peningkatan penggunaan benih bersertifikat.
9) Sasaran pengamanan produksi tahun 2013 adalah penurunan
serangan OPT dan DPI di bawah 3% dari total luas tanam atau
menjamin 97% areal tanaman aman dari serangan OPT/DPI.SOP
(Standard Operating Procedure) pengamanan produksi dari
serangan OPT/DPI adalah perencanaan penanganan OPT/DPI
(sebelum tanam), gerakan pengendalian OPT/DPI (gerakan spot
stop), monitoring dan evaluasi, penanganan difokuskan di
daerah sentra produksi, GP3K dan derah sentra padi hibrida,
peningkatan peran SDM petani melalui pemberdayaan petani
sebagai ujung tombak pengendalian OPT.
10) Penyuluh mempunyai peran yang sangat besar
untukmewujudkan pencapaian target pembangunan pertanian.
Dengan bimbingan dan pendampingan yang dilakukan oleh
penyuluh diharapkan petani menjadi lebihberkualitas, andal
serta berkemampuan manajerial, kewirausahaan dan organisasi
bisnis sehingga mampu membangun usaha tani yang berdaya
saing dan berkelanjutan. Peran penyuluh dalam upaya
peningkatan produktivitas padi rawa adalah:
- Menginventarisasi luas lahan rawa;
- Menginventarisasi kemungkinan pengembangan rawa;
- Menginventarisasi CPCL diareal rawa;
- Bimbingan dalam peningkatan IP 100 menjadi IP 180 melalui
penanaman varietas lokal dan varietas unggul;
43 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
- Bimbingan bagi pemanfaatan lahan terlantar guna
menambah luas areal tanam di rawa;
- Bimbingan dalam peningkatan produktivitas dengan inovasi
spesifik rawa.
11) Agar daerah rawa mampu menjadi daerah penyangga produksi
beras nasional dan berkontribusi terhadap produksi 10 juta ton
tahun 2014, perlu adanya:
- Pengelolaan lahan, hara, air yang tepat merupakan kunci
utama keberhasilan pengelolaan lahan rawa;
- Ketersediaan benih padi untuk daerah rawa yang dibutuhkan.
(Varietas Inpara 1, 2, 3, 4, dan 6 toleran keracunan besi di
lahan pasang surut. Varietas Inpara 3, 4 dan 5 toleran
rendaman di lahan lebak);
- Dukungan alat mekanisasi, pengganti tenaga kerja yang
minim;
- Peningkatan pegendalian OPT utama padi;
- Perbaikan infrastruktur (jaringan pengairan jalan maupun
jalan usahatani) yang memadai.
12) Dalam jangka panjang agar kontribusi lahan rawa dalam
mendukung ketahanan nasional meningkat, maka diperlukan:
- Pembangunan infrastruktur, jalan usaha tani, jaringan tata
air;
- Dukungan perbenihan yang kuat untuk memenuhi kebutuhan
di masing-masing wilayah seperti 6 tepat;
- Desiminasi, sosialisasi teknologi budidaya padi lahan rawa;
- Mekanisasi pertanian;
- Komitmen seluruh stakeholder.
b. Focus Group Discussion (FGD) Jagung Tanggal 2 April 2013
Dalam rangka Meningkatkan Kualitas Jagung Hasil Panen Petani
Direktorat Budidaya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
44
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Kementerian Pertanian menyelenggarakan “Focus Group
Discussion (FGD)” dilaksanakan di Hotel Horizon, Bogor, dengan
hasil sebagai berikut:
1) Focus Group Discussion (FGD) diselenggarakan pada tanggal 2
April 2013 di Hotel Horison Bogor. FGD dibuka oleh Direktur
Budidaya Serealia dengan narasumber dari GPMT, Fakultas
Teknologi Pertanian IPB, BPOM dan Gapoktan Mukti Tani
Kabupaten Garut. FGD dihadiri oleh perwakilan Esselon I Lingkup
Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten
sentra jagung, DJN, Pengusaha Agribisnis Jagung, Pengusaha
Industri Benih Jagung, kelompoktani dan stakeholders lainnya.
2) Produksi jagung dalam negeri saat ini mencapai 19,8 juta ton,
relatif cukup untuk memenuhi kebutuhan jagung dalam negeri
yang sebagian besar digunakan untuk bahan baku pakan ternak
dengan rata-rata kebutuhan 600 ribu ton per bulan, namun
demikian dari aspek kualitasnya masih belum sepenuhnya
memenuhi standar kualitas yang diinginkan, khususnya masalah
kadar air yang masih tinggi serta kandungan aflatoksin.
3) Produksi jagung di Indonesia bersifat musiman dengan puncak
produksi pada bulan Februari-April, pasar utama jagung adalah
industri pakan ternak dan industri peternakan lokal sehingga
harga dipengaruhi oleh volume pembelian industri pakan dan
kapasitas industri pakan ternak. Industri pakan ternak
memerlukan jagung dengan kualitas tertentu, sedangkan di
tingkat petani, pasca panen pendukung kualitas hasil panen
petani belum berkembang. Saat ini petani memanen jagung
pada kadar air rata-rata 20-30%, sementara puncak panen
terjadi pada musim hujan sehingga penanganan pasca panen
(pengeringan) tidak maksimal.
4) Perlu adanya sinergitas antar pemangku kepentingan
(pemerintah, pengusaha/swasta dan petani) dalam
meningkatkan kualitas jagung hasil panen petani.
45 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
5) Hasil panen jagung petani belum bisa memenuhi standar
kualitas yang ditetapkan oleh pabrik pakan dan standar yang
ditetapkan oleh SNI. Hal ini dikarenakan SNI baru bisa diterapkan
jika teknologi dapat diintroduksi petani.
6) Perlu standar penetapan kualitas jagung secara nasional
sehingga tidak terjadinya perbedaan dalam penetapan standar
kualitas antara pabrik pakan ternak/GPMT dan SNI. Kadar
maksimum aflatoksin yang tercantum pada SNI jagung untuk
pakan ternak sebesar 100-150 ppb, sedangkan kadar aflatoksin
pada jagung yang aman dikonsumsi adalah sebesar 20 ppb, agar
tidak membahayakan bagi kehidupan manusia.
7) Mengingat pengujian aflatoksin yang membutuhkan waktu
cukup lama, maka di tingkat petani dapat dilakukan dengan
indikator kadar air.
8) Beberapa permasalahan yang terkait dengan kualitas panen
jagung di petani antara lain:
- Petani tidak melakukan pasca panen sehingga kadar air di
tingkat petani tinggi berkisar 25%-35% yang akan berakibat
pada rendahnya nilai jual jagung tersebut ke pabrik pakan;
- Permasalahan yang terjadi tidak hanya pada produksi, tetapi
juga pada distribusi, panjangnya mata rantai perdagangan
mengakibatkan pengumpul lebih menikmati keuntungan.
9) Hal yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas hasil panen
jagung petani yaitu:
- Perlu campur tangan dinas setempat, dalam hal ketersediaan
benih unggul dan pupuk;
- perlu pendampingan/bimbingan teknis di lapangan;
- perlu dukungan petugas penyuluh lapangan, perusahaan
benih, dan perguruan tinggi fakultas pertanian setempat;
46
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
- perlu kampanye penyadaran petani untuk menghasilkan
jagung yang berkualitas, misalnya dengan menunda panen
terlalu muda (minimal jagung dipanen umur 4 bulan);
- Petani/Gapoktan perlu dibantu/disubsidi fasilitas pascapanen
(seperti: alat pemipil, alat pengecek kadar air, lantai jemur,
terpal, alat pengering, gudang);
- Subsidi perlu dikaji ulang agar bisa langsung memperbaiki
kualitas hasil petani;
- Perlu penguatan modal petani/gapoktan;
- Perlu dukungan bagi petani agar bisa mengadopsi teknologi
pasca panen sehingga kualitas jagung hasil panen petani
memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
10) Tujuh faktor dalam produksi dengan produktivitas tinggi antara
lain: iklim, nitrogen, benih, rotasi tanaman, populasi tanaman,
pengolahan tanah dan zat pengatur tumbuh. Penanganan
pascapanen tidak meningkatkan kualitas hasil panen jagung
hanya mempertahankan kualitas hasil panen jagung.
11) Penanganan pascapanen tidak meningkatkan kualitas hasil
panen jagung, hanya mempertahankan kualitas hasil panen
jagung.
12) Untuk bantuan benih jagung disarankan agar benih unggul
yang dapat berproduksi dengan baik dan mempunyai sifat
kelobot tertutup pada saat panen sehingga air tidak mudah
masuk.
2. Rakor Sosialisasi P2BN
Rakor Sosialisasi dilaksanakan di Aston Hotel Cengkareng pada
tanggal 18-20 April 2013, dihadiri oleh Kepala Dinas Pertanian 33
Provinsi dan Asisten Daerah II (yang membidangi ekonomi) Sekda
Provinsi dan instansi terkait lainnya. Rapat Koordinasibertujuan
untukmencari penyelesaian permasalahan dan kendalayang
menghambat upaya pencapaian swasembada berkelanjutan serta
47 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
langkah-langkah terobosan untuk mencapai produksi sesuai target
yang telah disepakat, dengan hasil antara lain sebagai berikut:
1) Evaluasi Kinerja Pencapaian Sasaran dan Kegiatan 2013
Berdasarkan laporan yang telah masuk realisasi luas tanam pada
MT. 2012/2013 (Oktober-Maret)
- Padi
Realisasi tanam MT.2012/2013 (Oktober-Maret) mencapai
8.159.495 Ha, Bila dibandingkan dengan rata2 lima (5)
tahun sebelumnya seluas 8.020.902 Ha, meningkat
138.593 Ha (101,73%);
Bila dibandingkan dengan realisasi tahun lalu pada periode
yang sama MT. 2011/2012 terjadi penurunan seluas
40.058 Ha (99,51%);
Bila dibandingkan dengan sasaran tanam MT. 2012/2013
pada periode yang samamasih kekurangan seluas 497.170
Ha (94,26%).
- Jagung
Realisasi tanam jagung MT 2012/2013 (Okt 2011-Maret
2012) mencapai 2.543.959 ha. Bila dibandingkan dengan
realisasi tanam rata2 lima (5) tahun sebelumnya seluas
2.831.924 ha, realisasi tanam tersebut menurun 287.965
ha (89,83%).
Bila dibandingkan dengan realisasi tanam tahun lalu MT
2011/2012 seluas 2.682.924 ha, realisasi tanam tersebut
menurun 138.965 ha (94,82%).
Bila dibandingkan dengan sasaran tanam MT 2012/2013
seluas 2.769.940 ha, realisasi tanam tersebutkurang
225.981 ha (91,84%).
48
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
- Kedelai
Realisasi tanam MT.2012/2013 (Oktober 2012 –Maret
2013) mencapai 278.174 ha;
Bila dibandingkan dengan rata2 5 tahun sebelumnya
terjadi penurunan seluas 32.898 Ha ( baru 89,42%) dari
311.072 ha;
Bila dibandingkan dengan realisasi tahun lalu pada periode
yang sama terjadi peningkatan 22.924 ha (108,98%);
Bila dibandingkan dengan sasaran tanam MT. 2012/2013
baru mencapai 60,98%, masih kekurangan seluas 178.000
ha, semua sasaran bulanan belum tercapai.
2) Untuk mencapai sasaran produksi padi 2014 diperlukan tambah
tanam seluas 1,5 juta ha. Bila tambahan seluas tanam 1,5 juta ha
tidak dapat dicapai, maka untuk mencapai mencapai sasaran
produksi 2014 harus melalui strategi peningkatan produktivitas.
Untuk mencapai strategi tersebut, upaya-upaya berikut ini tetap
harus dilaksanakan yaitu antara lain:
- Mengurangi atau meminimalisasi luas serangan OPT dan DPI
tidak melebihi 800 ribu ha per tahun (OPT 300.000 ha dan DPI
500.000 ha);
- Melakukan pengawalan di daerah daerah endemis OPT dan
DPI yang lebih baik dan lebih ketat;
- Menekan kehilangan hasil melalui penanganan panen dan
pasca panen (dampak kegiatan ini juga harus diperhitungkan
oleh BPS dalam penetapan statistik produksi);
- Memanfaatkan skema kredit dan pembiayaan yang tersedia
untuk mengisi keterbatasan APBN dan APBD;
- Menetapkan reward system sebagai penghargaan kepada
daerah yang berhasilmencapai prestasi dan manajemen
pengelolaan produksi yang baik (sesuai sasaran yang
ditetapkan).
49 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
3) Untuk mempercepat pelaksanaan kegiatan 2013 agar
menindaklanjuti surat Direktur Jenderal Tanaman Pangan
Nomor 251/TU.210/C/04/2013 dengan tetap melaksanakan SL-
PTT dengan menggunakan benih swadaya tanpa menunggu
benih bersubsidi, dan segera memproses dan mentransfer dana
Bansos ke rekening kelompok tani mengacu jadwal tanam yang
telah disepakati.
4) Mengingat penyerapan anggaran dekonsentrasi masih rendah
sekitar 5,4% dan dana tugas perbantuan baru mencapai 7,2%
maka perlu segera mengambil langkah-langkah atau upaya
dalam meningkatkan penyerapan anggaran.
5) Sistim pelaporan P2BN secara berjenjang dari kabupaten ke
provinsi, dan dari provinsi ke pusat harus dilaksanakan secara
rutin tiap bulan.
6) Dukungan Prasarana Irigasi Dan Sumber Daya Air
- Untuk mendukung pencapaian sasaran surplus 10 juta ton
beras tahun 2014 secara berkelanjutan perlu dilakukan upaya
upaya cepat hasil (Quick Yielding) seperti pembangunan
tampungan-tampungan air skala kecil, embung, lumbung-
lumbung air, dan long storage, dilengkapi dengan pompa
untuk irigasi, konsep re-use dengan cara membangun tabat
pada saluran-saluran drainase, pemanfaatan air umumnya
dilakukan dengan metode pompanisasi serta optimalisasi
pemanfaatan lahan rawa, khususnya pada daerah-daerah
dengan produktifitas tinggi;
- Perlu dilakukan upaya khusus untuk perbaikan 51,25 %
prasarana irigasi masih mengalami kerusakan, karena
menggangu upaya peningkatan produktivitas padi;
- Perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap kebijakan
pedelegasian kewenangan pengelolaan irigasi karena dalam
praktek kabupaten/kota tidak memiliki kemampuan
melaksanakan kewenangan tersebut;
50
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
- Perlu dilakukan sinkronisasi dalam kegiatan rehabilitasi
saluran primer dan sekunder yang dilaksanakan kementerian
PU dan saluran tersier yang dilaksanakan kementerian
pertanian;
- Untuk memaksimalkan hasil dan dampak, pemilihan lokasi
untuk program pencetakan sawah harus mempertimbangkan
faktor ketersedian air;
- Perlu komitmen dalam pengelolaan sumberdaya air di
kawasan Pantura Jawa Barat karena road map peningkatan
produktivitas dan index pertanaman (IP) sering dilanggar oleh
Ditjen PSP dan Ditjen SDA;
- Untuk mempermudah koordinasi pelaksanaan kegiatan,
diusulkan agar petugas penyuluh lapangan (PPL)
dikembalikan dibawah Dinas Pertanian;
- Agar terjadi sinkronisasi yang optimal, Pemerintah Daerah
(melalui Asisten Daerah/ASDA Provinsi) diharapkan dapat
mengkoordinasikan kelembagaan yang terkait dan berperan
dalam pelaksanaan P2BN antara lain BPTP, Bakorluh/Bapeluh
dan Dinas;
- Dari program Transmigrasi dalam mendukung ketahanan
pangan akan dilaksanakan kegiatan pengembangan tanaman
pangan di pemukiman transmigrasi/kawasan transmigrasi di
12 provinsi seluas 122.000 ha dengan tambahan produksi ±
336.000 ton.
7) Analisis Prakiraan Iklim dan Rancangan Kalender Tanam
(KATAM) 2013
- Berdasarkan Analisis Prakiraan Iklim dan Kalender Tanam
April-September 2013 dan Oktober 2013- Maret 2014
diperkirakan periode kemarau akan berjalan normal. Secara
umum awal musim kemarau 2013 akan jatuh pada bulan Mei
dan Juni. Pada Dasarian I April 2013, hanya 7,9% daerah
Indonesia yang sudah memasuki musim kemarau;
51 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
- Dari analisis Kalender Tanam terpadu, pada Musim Tanam
(MT) II 2013 dengan awal tanam Maret-Mei 213 masih akan
terdapat potensi luas tanam padi sebesar 5.265.062 ha,
jagung 2.683.270 ha, dan kedelai 48.641 ha;
- Sementara, pada musim tanam (MT) II (musim kemarau)
dengan awal tanam bulan Agustus-September 2013 seluas
2.760.691 ha;
- Berdasarkan analisis potensi luas tanam tersebut maka
diperkirakan sasaran produksi padi dan jagung akan dapat
dipenuhi sedangkan sasaran produksi kedelai diperkirakan
tidak tercapai karena keterbatasan lahan.
3. Pertemuan Kemitraan Jagung
Dalam rangka mendorong pengembangan jagung berbasis
kemitraan, Direktorat Budidaya Serealia, Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian telah menyelenggarakan
Pertemuan Kemitraan Jagung dengan tema “Peluang Investasi
Agribisnis Jagung Berbasis Kemitraan”. Dari pertemuan tersebut
diharapkan terciptanya kemitraan yang saling menguntungkan
antara petani/kelompok tani dengan pengusaha di bidang
agribisnis jagung. Memperhatikan arahan Direktur Jenderal
Tanaman Pangan, paparan narasumber dan diskusi yang
berkembang, dengan hasil antara lain sebagai berikut:
1) Pertemuan Kemitraan Jagung diselenggarakan pada tanggal 19-
21 Juni 2013 di Hotel The Santosa Senggigi, Lombok Barat.
Pertemuan kemitraan dibuka oleh Direktur Jenderal Tanaman
Pangan dan arahan dari Gubernur NTB, dan dengan narasumber
dari Kepala Bappeda NTB, PT Japfa Comfeed, Kadistan Jambi, PT.
Rajawali Corpora, Kadistan Aceh, Ketua MAJ Provinsi NTB,
Direktur iPasar, Bupati Berau, dan Kadis Perindag NTB.
Pertemuan Kemitraan Jagung dihadiri perwakilan Dinas
Pertanian Provinsi dan Kabupaten sentra jagung, swasta, DJN,
Masyarakat Agribisnis Indonesia NTB, BPIJ Gorontalo, dan
stakeholders lainnya.
52
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
2) Peluang investasi agribisnis jagung di Provinsi NTB sangat
prospektif, dengan dukungan ketersediaan lahan yang masih
cukup luas sekitar 400 ribu ha dan cenderung adanya
peningkatan luas tanam dan produksi jagung di wilayah
tersebut.
3) Momentum peningkatan luas tanam dan produksi jagung di
Provinsi Nusa Tenggara Barat harus diselamatkan dengan
menyelesaikan permasalahan transportasi yang masih menjadi
kendala. Diusulkan pemerintah daerah NTB untuk membenahi
sarana transportasi antara lain: membangun sarana jalan yang
mampu dilewati truk pengangkut container dengan bobot
hingga 22 ton, modernisasi pelabuhan untuk mempercepat
waktu loading dan unloading kapal lebih cepat (baik untuk kapal
curah maupun kapal kontainer).
4) Gagasan pemerintah daerah untuk mengundang industri
membangun pabrik pakan ternak di NTB perlu segera
direalisasikan dengan langkah konkret oleh pemerintah daerah
dengan menyediakan lokasi yang tepat.
5) Industri sangat mengharapkan pemerintah daerah dalam rangka
PIJAR tidak sekedar pada peningkatan produksi, tetapi juga pada
aspek pasca panen (dryer) serta transportasi dan pemerintah
daerah harus lebih kreatif mendorong dan memfasilitasi
pengembangan agribisnis jagung di NTB.
6) Provinsi Jambi mengundang investor untuk masuk wilayah
Provinsi Jambi dalam pengembangan jagung, dan salah satunya
menawarkan peluang investasi agribisnis jagung dengan pola
pengembangan inti-plasma, dengan luas lahan inti 396 ha di
Kabupaten Bungo (ex. unit pengolahan benih kedelai bantuan
MEE) dan pemerintah daerah serta pusat akan mengembangkan
plasma hingga 2.500 ha di kawasan sekitarnya.
53 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
7) Dalam kegiatan investasi pihak swasta meminta dukungan dari
pemerintah daerah berupa insentif lahan sebagai HGU,
teknologi, pembinaan petani plasma dan pembenahan
infrastruktur yang memadai.
8) Sejumlah daerah menginginkan adanya investasi pembangunan
pabrik pakan ternak (feed mill) di daerah sentra jagung agar
dapat menekan biaya angkut dan kendala transportasi. Untuk
menjamin keberlangsungan produksi dan keuntungan pabrik
pakan, diperlukan minimum skala ekomomi dengan konsumsi 20
ribu ton per bulan.
9) Provinsi Aceh mengembangkan 13 kawasan pengembangan
jagung dengan dukungan APBA berupa biaya usaha tani, gudang
dan infrastruktur. Pemerintah Provinsi Aceh juga akan
menyiapkan jaminan 5% terhadap kredit yang disalurkan kepada
petani atau pengusaha jagung. Sampai sekarang potensi lahan
untuk pengembangan jagung di Provinsi Aceh seluas 526.939 ha,
yang sudah termanfaatkan 49.429 ha atau baru 9,4 persen,
dengan wilayah potensi pengembangan terluas di Kab. Aceh
Timur, Bireun, Aceh Barat Daya dan Aceh Selatan.
10) Bagi petani diperlukan sistem informasi pasar jagung yang
terbuka dan jaminan harga sehingga mendapatkan kepastian
pasar.
11) Kabupaten Berau menawarkan lahan untuk investor jagung,
namun pemberian HGU lahan akan diatur secara bertahap, tidak
sekaligus besar tetapi disesuaikan dengan kemajuan realisasi
investasi. Kabupaten Berau juga mengundang industri benih
untuk memperluas pangsa pasarnya mengingat permintaan dan
luas tanam jagung terus meningkat. Untuk mengembangkan
jagung di Berau perlu diawali dengan pengembangan
kelembagaan.
54
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
12) PT Bank BRI menyediakan berbagai skema pembiayaan yang
bisa dimanfaatkan untuk pengembangan agribisnis jagung. BRI
memerlukan mitra kerja di lapangan yang berperan sebagai
channeling KKPE.
13) PT Rajawali Corpora berkomitmen untuk mengoptimalkan SDA
yang ada khususnya bidang pertanian tanaman pangan baik
sektor pra panen maupun pasca panen. PT. Rajawali Corpora
telah melakukan uji coba produksi jagung di Merauke, namun
banyak ditemui permasalahan, seperti: keasaman tanah, OPT,
terbatasnya sarana produksi, biaya tenaga kerja tinggi, sulit
tenaga kerja, jauhnya tempat pemasaran hasil.
4. Evaluasi Pengembangan Serealia Lain
Pertemuan evaluasi pengembangan serealia lain di Hotel Lombok
Raya, Lombok, Nusa Tenggara Barat pada 25-27September 2013.
Pertemuan Evaluasi dibuka oleh Direktur Budidaya Serealia
mewakili Direktur Jenderal Tanaman Pangan,dan dihadiri oleh
Kepala Dinas Pertanian Provinsi Nusa Tenggara Barat, para pakar
gandum/sorgum sebagai nara sumber, perwakilan dari instansi
terkait baik pusat maupun daerah antara lain; Kemenko Bidang
Perekonomian, Perguruan Tinggi (Universitas Andalas), Universitas
Mataram, Direktorat Perbenihan, Direktorat Pasca Panen, Balai
Penelitian Tanaman Serealia Maros, PT BATAN Teknologi (Persero),
Perwakilan dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan 10 Provinsi
Sentra gandum dan sorgum, dan DinasPertanian Kabupaten daerah
pengembangan sorgum dan gandum, dengan hasil antara lain
sebagai berikut:
1) Saat ini terdapat potensi lahan kering untuk pengembangan
komoditas gandum dan sorgum. Dalam pengembangannya
diperlukan identifikasi dan verifikasi oleh masing-masing daerah
sentra dalam hal ini di 10 provinsi agar tidak mengganggu lahan
pertanaman padi, jagung dan kedelai.
55 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
2) Diharapkan pada setiap 10 provinsi sentra pengembangan
gandum dan sorgum, agar segera menyediakan minimal 1.000
ha untuk pengembangan, dan diminta segera untuk menyusun
CPCL dan Roadmap Rencana Aksi Pengembangan Gandum dan
Sorgum untuk 5 tahun kedepan dan dirinci perkabupaten.
3) Impor gandum sampai saat ini sudah mencapai 7 juta ton per
tahun, kedepannya diharapkan paling tidak dapat mensubtitusi
impor sebesar 5% selama 5 tahun (2014-2018) atau sekitar
350.000 ton (175.000 ha). Oleh sebab itu perlu dukungan dari
berbagai pihak baik pemerintah pusat, provinsi, dan daerah
(kabupaten), stakeholder dan swasta serta Instansi Terkaitnya.
4) Pihak swasta/pengusaha pada dasarnya selalu siap mengopkup
hasil panen petani, tentu saja dengan syarat memenuhi kualitas
dan kuantitas serta produksi yang berkelanjutan.
5) Pengembangan gandum dan sorgum diharapkan dapat
berkembang melalui pola kemitraan yang pendanaannya dapat
didukung oleh semua sumber pendanaan baik dari pusat dan
daerah serta stakeholder/swasta.
6) Dari hasil rapat disepakati untuk rencana pilot program
pengembangan Gandum dilakukan di 4 Provinsi yaitu Sumatera
Barat (Solok), Jawa Tengah dan Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.
Sedangkan untuk Sorgum dilakukan di Provinsi NTT.
7) Pengembangan komoditas serealia lain (sorgum dan gandum)
diarahkan pada lahan marjinal dan lahan yang tidak
dimanfaatkan, sehingga tidak mengganggu pertanaman
komoditas utama (padi, jagung dan kedelai). Sesuai dengan
tugas pokok dan fungsinya Direktorat Budidaya Serealia, Ditjen
Tanaman Pangan, Kementerian/Lembaga/instansi terkait serta
Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten berkewajiban untuk
memberikan fasilitasi, mediasi dan melakukan pengawalan,
pembinaan, serta monitoring terhadap kegiatan pengembangan
komoditas tersebut.
56
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
8) Pengembangan agribisnis sorgum dan gandum ke depan
diharapkan dapat menunjang percepatan diversifikasi pangan,
untuk itu diperlukan sosialisasi dan promosi dari instansi terkait
di pusat dan daerah untuk menarik investor.
9) Permasalahan pengembangan sorgum dan gandum antara
lain:(1)belum adanya jaminan harga yang layak yang
menguntungkan petani, harga sorgum di tingkat petani masih
rendah dan margin keuntungan pedagang pengumpul masih
lebih besar dari petani; (2) Belum adanya jaminan pasar yang
berkelanjutan yang dapat menampung hasil panen petani, dan
(3) Belum tersedianya alat penyosoh, alat penepung, alat
pengayak tepung dan gudang penyimpanan yang memenuhi
syarat.Dalam rangka pengembangn gandum dan sorgum
diperlukan penguatan kelembagaan (kelompok tani, gapoktan,
koptan, asosiasi).
5. Pertemuan Koordinasi Upaya Peningkatan Produksi Melalui
Pengembangan Padi Hibrida
Salah satu upaya pencapai sasaran produksi padi tahun 2013 yaitu
melalui SL-PTT, untuk tahun 2013 ini SL-PTT padi seluas 4,625 juta
ha yang di bagi menjadi 3 kawasan yaitu kawasan pertumbuhan,
pengembangan dan pemantapan. Kebijakan pengembangan padi
hibrida tahun 2013 merupakan kelanjutan dari kegiatan tahun 2012
dan tetap terfokus pada kegiatan Sekolah Lapangan Pengelolaan
Tanaman Terpadu (SL-PTT) dan Subsidi Benih.
SL-PTT Padi Hibrida tahun 2013 dilaksanakan pada kawasan seluas
200.000 hektar dengan melibatkan 20.000 kelompoktani di 13
provinsi dan 120 kabupaten/kota. Fasilitasi yang diberikan melalui
kegiatan SL-PTT adalah benih padi hibrida 15 kg/ha untuk kawasan
seluas 10 ha per unit SL-PTT dan bantuan pupuk (urea, NPK,
organik) yang disesuaikan degan rekomendasi spesifik lokasi) untuk
areal Laboratorium Lapangan (LL) seluas 1 ha pada setiap unit SL-
PTT.
57 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Sedangkan untuk benih padi hibrida diberikan melalui Subsidi Benih
dengan luas 200.000 ha tersebar di 13 provinsi dan 120 kabupaten,
dengan fasilitasi subsidi benih sebesar 91%yang diberikan
Pemerintah ke PT Sang Hyang Seri (Persero) dan PT Pertani
(Persero).
Permasalahan yang sekaligus merupakan tantangan yang dihadapi
dalam pengembangan padi hibrida di Indonesia di tingkat lapangan
adalah: 1) tidak semua wilayah di Indonesia cocok untuk budidaya
padi hibrida karena budidaya padi hibrida memerlukan beberapa
persyaratan antara lain yaitu: wilayah irigasi teknis, air irigasi
terjamin, bukan daerah endemis Organisme Pengganggu
Tumbuhan (OPT), petani maju yang mau dan mampu
mengadadopsi teknologi baru; 2) belum banyak tersedia varietas
padi hibrida yang memenuhi selera (rasa) masyarakat Indonesia,
sehingga hal ini terkadang menjadi salah satu penyebab sulitnya
memasarkan hasil produksi padi/beras hibrida, karena rasanya
belum sesuai selera pasar. Kalaupun dibeli oleh pedagang dihargai
dengan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan padi/beras
non hibrida; 3) pada umumnya varietas padi hibrida yang beredar
di pasaran Indonesia, masih rentan terhadap serangan OPT,
khususnya wereng batang coklat (WBC), tungro; 4) harga benih padi
hibrida dipandang relatif lebih mahal dibandingkan dengan benih
padi Inbrida, dan harus membeli lagi bila mau bertanam lagi karena
belum dapat diproduksi sendiri oleh petani; 5) padi hibrida
memerlukan pemupukan yang tepat dan sesuai dengan
kebutuhannya, sementara pada umumnya petani Indonesia lemah
modal, dan skala usaha kecil. Sehingga banyak terjadi bertanaman
padi hibrida namun tidak dipupuk sesuai dengan kebutuhannya,
makaproduktivitas tidak optimal; 6) karena merupakan teknologi
baru, maka diperlukan pendampingan dan pengawalan yang ketat,
oleh petugas lapangan, agar hasilnya optimal, sementara jumlah
petugas lapangan (PPL, Pengamat OPT, Peneliti dan petugas lain)
masih terbatas.
58
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Oleh karena itu untuk memperbaiki SL-PTT padi hibrida dalam
rangka pengembangan padi hibrida perlu diusulkan.
a) Paket bantuan harus lengkap (bukan hanya benih) untuk semua
peserta SL-PTT (bukan hanya di Laboratorium Lapangan);
b) Bantuan benih merupakan varietas hibrida yang mempunyai
rasa sesuai dengan selera masyarakat sehingga disukai;
c) Diperlukan jaminan pembelian dengan harga yang
menguntungkan petani, sehingga petani bersemangat untuk
bertanam;
d) Penetapan lokasi SL dan petani peserta harus lebih ketat, harus
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Menyikapi kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya
peningkatan produksi tanaman pangan, dan sebagai wujud nyata
keberpihakan pemerintah kepada para petani, maka pemerintah
pada tahun 2013 ini masih tetap memberikan fasilitasi maupun
bantuan serta bimbingan antara lain: (a) bantuan sarana produksi
(di luar benih) pada areal SL-PTT padi, jagung, kedelai maupun pada
areal non SL-PTT serta cadangan benih nasional untuk yang terkena
musibah; (b) penyediaan subsidi untuk benih, pupuk Urea, SP-
36/Superphos, ZA, NPK dan organik; (c) biaya operasional untuk
kegiatan penyuluhan dan pendampingan bagi para Peneliti,
Penyuluh Pertanian, POPT, Pengawas Benih; (d) bantuan peralatan
pra dan pasca panen seperti traktor, pompa air, thresher, dll; (e)
perbaikan jaringan irigasi desa, jalan usaha tani, tata air mikro dll;
(f) pengamanan produksi melalui penerapan dan pengembangan
Pengendalian Hama Terpadu (PHT), penguatan brigade proteksi
tanaman, Sekolah Lapangan Iklim; (g) penguatan modal petani
melalui fasilitasi dana KKP-E, KUR.
Mengingat tantangan dan permasalahan yang dihadapi di lapangan
yang begitu beragam, di era otonomi daerah, maka diperlukan
keterlibatan yang lebih besar lagi dari pemerintah Provinsi sebagai
59 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
wakil pemerintah Pusat, serta Kabupaten/ Kota sebagai
penanggungjawab pada tingkat kabupaten/kota serta lapangan.
Dalam pertemuan Koordinasi Upaya Peningkatan Produksi Melalui
Pengembangan Padi Hibrida yang dilaksanakan di Yogyakarta, pada
tanggal 1-3 Oktober 2013 hadir Kabid Produksi Dinas Pertanian di
13 provinsi, Kabid Produksi Dinas Pertanian Kabupaten terpilih,
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (Setditjen TP, Direktorat
Budidaya Serealia, Direktorat Perbenihan, Direktorat Perlindungan
dan Direktorat Pascapanen), Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian (Kepala BB Tanaman Padi), Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia (Kepala Pusat Penyuluh Pertanian),
sedangkan narasumber yang memberikan materi di kegiatan
tersebut adalah Direktur Budidaya Serealia TP, Kepala Dinas
Pertanian DIY, Kepala BBP Tanaman Padi (Prof Baehaki, Dr. Satoto
dan Prof Soemarno), Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Kadis
Pertanian Provinsi Sumbar (padi salibu), Kadis Pertanian Provinsi
Kalbar (padi polibag), Soemitro (pranata mangsa), Kadis Pertanian
Kabupaten Gunung Kidul, DIY. Langkah-langkah operasional yang
dapat dilaksanakan atau diterapkan di lapangan dalam
pengembangan budidaya padi hibrida antara lain:
a) Pengalaman sukses Dinas Pertanian Kab Gunung Kidul Provinsi
D.I. Yogyakarta dalam pengembangan padi hibrida:
- Latar belakang yang melandasi terlaksananya pertanaman
padi hibrida;
- Pilihan varietas padi hibrida yang menjadi pokok utama dalam
pengembangan padi hibrida;
- Kegiatan yang mendukung daerah Gunung Kidul menjadi
lahan pertanian yang dapat diandalkan dalam pengembangan
padi hibrida;
- Kiat-kiat khusus yang dapat dijadikan contoh bagi daerah
rawa di luar Kab Gunung Kidul Prov D.I. Yogyakarta.
60
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
b) Sistem Padi Salibu di Kab Tanah Datar (Dinas Pertanian
Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatra Barat)
- Nilai lebih dan tata cara budidaya tanam padi sistem Salibu;
- Strategi dan langkah apayang akan dilaksanakan dalam upaya
meningkatkan produksi padi melalui sistem padi Salibu.
c) Sistem Tanam Padi Polibag (Kadis Provinsi Kalimantan Barat)
- Landasan yang menjadi dasar pengembangan tanam padi
sistem polybag;
- Kelebihan dan kekurangan pengembangan tanam padi sistem
polybag;
- Nilai tambah dan keuntungan yang didapatkan petani dalam
pengembangan padi sistem polybag;
- Dukungan peningkatan produksi padi bagi pencapaian surplus
10 juta ton beras.
d) Sistem Pranata mangsa, tanam Januari, panen April produksi
lebih tinggi dibanding tanam di luar bulan tersebut (Dr. Soemitro
Arintadisastra)
- Latar belakang ilmiah yang melandasi tanam Januari
berpotensi memberikan hasil lebih baik;
- Teknologi yang diaplikasikan;
- Ukuran tingkat keberhasilan pola tanam tersebut bila
diterapkan di tempat lain.
e) Hasil Pengembangan Teknologi Budidaya Padi Hibrida (Dr.
Satoto/Dr. Sumarno)
- Kebijakan pengembangan padi hibrida sebagai penyumbang
produksi beras nasional.
f) Strategi dan langkah yang telah dilakukan dalam pengembangan
padi hibrida.
61 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
6. FGD Jagung Tanggal 21 Oktober 2013
Dalam rangka Akselerasi Pengembangan Kawasan Jagung di tujuh
Provinsi (Aceh, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara
Timur), Direktorat Budidaya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan Kementerian Pertanian menyelenggarakan “Focus Group
Discussion (FGD)” di Bogor. FGD dibuka oleh Direktur Jenderal
Tanaman Pangan dan dihadiri oleh Direktur Pembiayaan, Ditjen
Prasarana dan Sarana Pertanian, Kepala Dinas Pertanian tujuh
provinsi dan kabupaten pelaksana, Dewan Jagung Nasional,
Pengusaha Agribisnis Jagung, Pengusaha Industri Benih Jagung,
Perbankan dan stakeholders lainnya, dengan hasil antara lain
sebagai berikut:
a) Direktur Jenderal Tanaman Pangan dalam arahannya
menyadarkan bahwa seluruh komponen yang diperlukan untuk
pengembangan agribisnis jagung di Indonesia sebenarnya sudah
tersedia, tetapi masih belum terpadu pengelolaannya. Di sektor
hulu, industri benih jagung hibrida sudah sangat maju pesat, di
sektor on farm budidaya jagung juga sudah dikuasai oleh petani
Indonesia, sedang di sektor hilir pemasaran jagung sangat
terbuka luas khususnya dengan besarnya kapasitas industri
peternakan unggas. Sehingga sangat disayangkan jika sampai
saat ini Indonesia masih mengimpor jagung sampai sekitar dua
juta ton. Devisa yang terbuang dari impor jagung ini mencapai
Rp.6 triliun rupiah.
b) Direktur Jenderal Tanaman Pangan juga menekankan bahwa
mengingat dana pemerintah (APBN) yang terbatas maka
pengembangan agribisnis jagung lebih mengutamakan peran
swasta dan pembiayaan non APBN. Hal ini sangat dimungkinkan
mengingat jagung merupakan komoditas dengan nilai ekonomi
yang tinggi.
62
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
c) Secara umum, minat pemerintah daerah dan petani untuk
mengembangkan jagung sangat besar. Namun, keterbatasan
sumber pembiayaan dan farm-market connectivity, tata niaga
dari kebun dengan pasar masih menjadi kendala. Sehingga
upaya pengembangan kawasan jagung di tujuh provinsi ini masih
belum optimal.
d) Menyikapi dua kendala utama tersebut FGD berhasil
menyepakati dua model rencana usaha dan kemitraan yang bisa
dijalankan, yaitu melalui pembiayaan oleh perbankan melalui
KKPE dan melalui sistem kontrak farming. Pola pembiayaan
melalui KKPE dalam prakteknya perlu dilengkapi dengan
jaminan/collateral atau pihak ketiga sebagai penjamin (avalis).
Ketentuan penyediaan jaminan atau avalis ini menjadi kendala
implementasi/penyaluran KKPE. Pola kedua melalui sistem
kontrak farming pada dasarnya lebih menguntungkan karena
segala sarana produksi disediakan oleh pihak ketiga namun
dengan ketentuan hasil produk dibeli oleh pihak ketiga dengan
harga yang disepakati. Resiko dari model ini adalah jika petani
ingkar janji terhadap ketentuan menjual hasil ke pihak ketiga
penyedia sarana produksi. Tetapi pola ini memudahkan petani
dari kewajiban menyediakan agunan sebagaimana pada pola 1.
e) Rencana pengembangan agribisnis jagung di tujuh provinsi
tersebut diuraikan sebagai berikut:
- Aceh: pengembangan jagung di Aceh akan mengambil pola
pembiayaan dengan KKPE. Dalam kaitan ini PT iPasar akan
menjadi avalis sekaligus off taker dari hasil produksi. Dalam
hal ini, maka BRI diminta segera merealisasikan janji
penyaluran KKPE dengan menugaskan Pimpinan Cabang BRI
setempat untuk berkoordinasi dengan Dinas Pertanian
Provinsi dan empat kabupaten pelaksana;
- Jawa Timur: Kegiatan akselerasi agribisnis jagung Jawa Timur
difokuskan di Madura. Di Madura sudah disepakati kerjasama
63 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
antara petani dengan industri benih (PT Dupont) dan avalis.
Namun, sementara ini belum diperoleh kerjasama dengan
pihak ketiga yang akan menjadi off taker;
- Sulawesi Utara: Kegiatan pengembangan kawasan agribisnis
jagung Sulawesi Utara difokuskan untuk mencukupi
kebutuhan lokal yang cukup tinggi. Pengembangan jagung di
Sulawesi Utara rencananya akan didukung oleh Bank
Indonesia melalui program kerjasama dengan lembaga
keagamaan sebagai avalis. Namun, sampai sekarang sejak
pembahasan pada bulan Mei/Juni realisasi program belum
terlaksana secara optimal;
- Sulawesi Tengah: Pengembangan jagung di Sulawesi Tengah
dilaksanakan melalui program “GERBANG JAGUNG SULAWESI
TENGAH” Gerakan Pengembangan Jagung Sulawesi Tengah.
Gerbang jagung telah menjalin kemitraan dengan industri
pakan ternak (PT Japfa Comfeed) dengan dukungan
pembiayaan dari KKPE;
- Sulawesi Tenggara: Pengembangan jagung di Sulawesi
Tenggara difokuskan di Kabupaten Muna dan Buton dimotori
oleh APINDO Sulawesi Tenggara dengan mendapat dukungan
pembiayaan dari KKPE BRI. Saat ini APINDO juga sudah
menandatangani MOU dengan GPMT sebagai off taker;
- Nusa Tenggara Barat: pengembangan jagung di NTB
difokuskan di pulau Sumbawa khususnya di Kabupaten
Sumbawa dan Dompu. Karena produksi sudah cukup
meningkat tajam, fokus NTB lebih pada perbaikan
konektivitas dan memudahkan pemasaran sehingga harga di
tingkat petani lebih optimal;
- Nusa Tenggara Timur: pengembangan jagung di NTT
diarahkan untuk mencapai surplus produksi jagung. Selama
ini, produksi jagung NTT untuk memenuhi kebutuhan pangan
dan belum ada yang diperdagangkan keluar daerah.
64
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Diharapkan dalam waktu dekat jagung NTT bisa dipasarkan
keluar daerah sehingga bisa menjadi sumber pendapatan
tambahan bagi masyarakat.
f) FGD menyepakati rencana implementasi pertanaman periode
November-Desember dengan sasaran produksi sebesar 2,5 juta
ton. Dalam kaitan ini, iPasar sudah bersedia menjadi off taker
hasil produksi jika tidak ada pihak lain yang mampu menyerap
keseluruhan produksi.
g) Sejumlah pemangku kepentingan juga tertarik dan berminat
untuk berpartisipasi pada pengembangan agribisnis jagung di
tujuh provinsi ini. Pemangku kepentingan tersebut antara lain:
- Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB)-BLU Kementerian
Koperasi dan UKM tertarik dan bersedia memberikan
pinjaman hingga satu milyar rupiah tanpa agunan kepada
Gapoktan/Koperasi/UKM;
- Bank Andara, yaitu sebuah bank yang mengkhususkan pada
pembiayaan sektor pertanian juga bisa menyediakan sumber
dana murah untuk agribisnis jagung;
- PISAGRO siap memberikan pelatihan bagi petani dan
penyuluh di tujuh provinsi mengenai Good Agriculture
Practice (GAP) budidaya jagung;
- Industri Benih Jagung Hibrida siap memberikan
pendampingan teknologi bagi para petani yang menanam
jagung produksi mereka.
Sebagai tindak lanjut dari FGD, sejumlah pemangku kepentingan
telah menyepakati dan berkomitmen antara lain sebagai berikut:
Bank BRI akan mengirimkan instruksi kepada Pimpinan
Cabang BRI di provinsi/kabupaten terkait untuk
berkomunikasi Dinas Pertanian guna mempercepat
penyaluran kredit KKPE.
65 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
APINDO Sulawesi tenggara akan segera merealisasikan MOU
dengan GPMT selaku off-taker dan melengkapi administrasi
penyaluran KKPE dengan BRI Sulawesi Tenggara.
iPasar dan GPMT akan melakukan koordinasi guna
implemetai sebagai avalis dan offtaker jagung di tujuh
provinsi.
Di tingkat lapangan, Dinas pertanian akan melakukan tindak
lanjut antara lain:
- Melakukan rapat koordinasi di tingkat provinsi dengan
mengundang seluruh pemangku kepentingan yang
bergerak dibidang jagung;
- Membentuk tim yang diketuai oleh gubernur/bupati
sebagai penanggung jawab kegiatan di masing-masing
wilayah dengan melibatkan pemangku kepentingan
lainnya (dari hulu sampai hilir);
- Menyusun Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK)
dan Calon Petani Calon Lokasi (CPCL) di masing-masing
wilayah yang didampingi oleh PPL;
- Melakukan pengawalan, pendampingan dan melakukan
langkah cepat jika terjadi permasalahan di lapangan.
h) Pada akhirnya, semua peserta FGD mengharapkan semua pihak
untuk berkomitmen guna mewujudkan peningkatan produksi
dan pengembangan agribisnis jagung di tujuh provinsi ini.
7. Workshop Optimalisasi Pemantapan Lahan Kering dan Tadah Hujan
Mendukung Peningkatan Produksi Padi Nasional
Workshop Optimalisasi Pemantapan Lahan Kering Dan Tadah Hujan
Mendukung Peningkatan Produksi Padi Nasional Tahun 2013
dilaksanakan di Swiss Belhotel Bay View, Bali tanggal 7-9 November
2013. Pertemuan ini dihadiri oleh Kepala Bidang Produksi Tanaman
Pangan Provinsi, Kepala BPTP, dan Kabupaten terpilih dari 17 (tujuh
belas) provinsi (Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan,
66
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur,
Banten, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur)
sentra produksi padi ladang serta Kepala Bidang seluruh Kabupaten
Provinsi Bali.
Adapun tujuan dari pertemuan ini adalah untuk mengetahui
sejauhmana upaya pemanfaatan lahan kering dan tadah hujan
untuk budidaya padi di masing-masing wilayah kerja peserta dalam
mendukung peningkatan produksi padi nasional.
Hasil Workshop Optimalisasi Pemantapan Lahan Kering dan Tadah
Hujan Mendukung Produksi Padi Nasional antara lain sebagai
berikut:
a) Dalam rangka pencapaian surplus beras 10 juta ton tahun 2014
telah ditetapkan sasaran produksi tahun 2014 sebesar 76,09 juta
ton GKG.Pencapaian produksi padi (ARAM II 2013) sebesar
70.866.571 ton GKG sehingga masih kekurangan produksi
produksi sekitar 5 juta ton. Sementara penyusutan lahan sawah
akibat alih fungsi lahan akan mempengaruhi kemampuan
pencapaian sasaran produksi padi nasional.
b) Lahan kering dan sawah tadah hujan menjadi alternatif
pengadaan pangan masa depan. Untuk itu, kontribusi padi lahan
kering dan tadah hujan sebagai salah satu penyumbang produksi
padi harus dapat ditingkatkan.
c) Potensi pengembangan padi lahan kering dan sawah tadah
hujan menurut Badan Litbang Pertanian (BB Padi) cukup luas,
yaitu:
- Potensi areal pertanaman padi lahan kering menurut Badan
Litbang Pertanian (BB Padi) cukup luas dan belum optimal
pemanfaatannya, yaitu: potensi areal yang belum dibuka
(Sumatera,Kalimantan dan Papua): 5,3juta ha; potesi area di
wilayah perkebunan dan kehutanan: 2,4juta ha; dan lahan
tidur (Alang-alang): 9,5 juta ha;
67 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
- Daerah pengembangan padi lahan kering: daerah
datar/bantaran sungai; perbukitan daerah aliran sungai
(DAS); lahan perkebunan dan kehutanan (Hutan Tanaman
Industri = HTI);
- Potensi lahan sawah tadah hujan seluas 2,022 juta ha atau
24% dari luas areal sawah.Sebagian besar tersebar di Pulau
Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi;
- Potensi hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Badan
Litbang Pertanian, produktivitas yang dihasilkan mencapai 5-
6 ton/ha sedangkan produktivitas padi lahan kering (ARAM II
2013) baru mencapai 33,59 ku/ha. Berdasarkan penggunaan
varietas (data BPS, 2011), pertanaman padi lahan kering baru
menggunakan 59% varietas hibrida/unggul dan 41% masih
menggunakan varietas lokal.
d) ARAM II 2013 (BPS), luas panen padi ladang seluas 1.151.274 ha
dengan produktivitas 33,59 ku/ha dan menghasilkan produksi
padi sebesar 3.866.745 ton GKG.
e) Kontribusi produksi padi lahan kering terhadap produksi padi
nasional baru mencapai 5,46% dan masih dapat ditingkatkan
dengan peluang yang ada.
- Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan padi
lahan kering dan tadah hujan adalah: iklim yang tidak
menentu dan kekurangan sumber air; kesuburan tanah
rendah; kurang tersedia varietas unggul spesifik lokasi; rentan
terhadap OPT seperti Blas, Busuk Pelepah, dan Bercak Coklat;
produktivitas rendah; data peta pengembangan lahan kering
dan tadah hujan belum tersedia.
f) Berdasarkan potensi dan pencapaian produksi padi lahan kering
dan tadah hujan, peluang peningkatan produksi padi lahan
kering dan tadah hujan masih cukup besar, baik melalui
pengembangan areal pertanaman maupun peningkatan
produktivitas.
68
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
- Potensi lahan kering dan tadah hujan masih cukup luas;
- Ketersediaan teknologi budidaya padi lahan kering dan tadah
hujan melalui PTT;
- Sikap dan pengetahuan petani yang masih dapat
dikembangkan;
- Ketersediaan sumber genetik (varietas unggul) spesifik lokasi.
g) Upaya terobosan peningkatan produksi padi lahan kering dan
tadah hujan melalui peningkatan kuantitas dan kualitas SL-PTT
dengan pendampingan dan pengawalan BPTP dan PPL serta
dukungan dari Pemerintah Daerah dalam pengembangan padi
lahan kering.
h) Upaya penyediaan benih bermutu:
- Mengembangkan penangkar benih di wilayah-wilayah
pertanaman padi lahan kering dan tadah hujan dan
menyediakan sertifikasi gratis;
- Mengembangkan “Community Seed Bank (CSB)”, yaitu
melatih petani/kelompoktani untuk memproduksi benih guna
memenuhi kebutuhannya.
i) Penyajian data yang akurat sangat dibutuhkan sebagai dasar
suatu perencanaan, alat pengendalian, dan dasar evaluasi dalam
pengembangan padi lahan kering dan tadah hujan. Data sebagai
bahan pengambilan keputusan/kebijakan. Jika salah penyajian
data - Salah perencanaan - Salah kebijakan.
j) Solar Ray merupakan terobosan upaya peningkatan luas tanam
padi sawah tadah hujan dalam penyediaan/penyaluran air ke
lahan dengan biaya murah. Cara kerjanya menggunakan batere
kering untuk menaikkan air ke bak penampungan dan disalurkan
ke petak-petak lahan.
k) Pengembangan padi lahan kering di Kabupaten Aceh Timur
sudah mencapai luasan 7.000 ha dengan potensi 14.464 ha
(48,40%). Keberhasilan pengembangan padi lahan kering
69 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
didukung oleh kemauan petani, peran penyuluh dalam
mentransfer teknologi, dan dan dukungan dari Pemerintah
Daerah Kabupaten Aceh Timur.
l) Kabupaten Gunung Kidul mempunyai luas lahan kering terluas di
Provinsi D.I. Yogyakarta (98%) dan berkontribusi lebih dari 30%
terhadap total produksi padi Provinsi D.I. Yogyakarta. Provitas
padi lahan kering mencapai 48,44 ku/ha GKG lebih tinggi dari
provitas padi lahan kering Provinsi D.I. Yogyakarta (47,92 ku/ha)
dan nasional (33,22 ku/ha). Dengan terobosan penanaman padi
hibrida di lahan kering, provitas dapat dicapai 9-10 ton/ha GKG.
Telah diuji coba di Wonosari, Paliyan, Semanu. Daerah lahan
kering yang cocok untuk padi hibrida adalah daerah lahan kering
cekungan atau lahan kering basah. Padi hibrida di lahan kering
tahan penyakit dibanding padi inbrida. Perkembangan padi
hibrida di Gunung Kidul telah mencapai luas tanam 2.103 ha
(tahun 2012) di lahan kering dan akan terus dikembangkan.
m) Pengembangan padi lahan kering di Kabupaten Manggarai Barat
melalui optimasi lahan kering sebagai sumber kesejahteraan
petani dan keluarganya. Upaya peningkatan produktivitas padi
lahan kering yang masih rendah dilakukan melalui:
- Rapat berkala Instansi terkait melibatkan unsur Pemerintah,
TNI-Polri, Mitra Pupuk dan Pestisida, LSM, PPL, dan Kontak
Tani;
- Pengembangan padi lahan kering varietas unggul lokal
“WOJA LAKA“;
- Demplot penangkaran padi lahan kering varietas
Situbagendit;
- Optimasi lahan kering komoditi padi ladang (tumpang sari,
monokultur);
- Melakukan gerakan tanam untuk memaksimalkan
pemanfaatan lahan sawah dan lahan kering;
70
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
- Penguatan kelembagaan petani;
- Mengoptimalkan penggunaan traktor roda empat untuk
mengolah lahan kering seluas-luasnya;
- Menggunakan rekomendasi hasil kajian teknologi untuk
mengembangkan daerah sentra produksi.
n) Kunci keberhasilan dalam pengembangan padi lahan kering dan
tadah hujan adalah: 1) Niat yang tulus dari seluruh stake holders,
2) pola gerakan dari tingkat pusat sampai lapangan, 3) karena
sasaran luar biasa maka selayaknya upaya dan dukungannya
juga luar biasa, 4) kecepatan pengambilan keputusan dalam
menyelesaikan masalah, dan 5) komitmen dari seluruh
stakeholders.
B. Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi
Fokus utama kegiatan Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan
Umbiyaitu mendorong peningkatan produktivitas melalui pelaksanaan
Sekolah lapangan (SL), yang diharapkan dapat meningkatkan
produktivitas kedelai sebanyak 0,2 ku/ha dan pelaksanaan
pengembangan aneka kacang dan umbi lainnya yaitu ubi kayu, ubi jalar
dan pangan alternatif.
1. SL-PTT kedelai
SL-PTT kedelai seluas 411.740 hadi 29 provinsi pada 190 kabupaten,
terdiri dari kawasan pertumbuhan 12.500 ha, kawasan pengembangan
355.240 ha, dan kawasan pemantapan 44.000 ha. Realisasi SL-PTT
kedelai mencapai 336.028 ha atau 81,61% dari sasaran dengan
produktivitas 15,68 ku/ha (98,00% dari sasaran sebesar 16,00 ku/ha),
namun 7,62% diatas produktivitas non SL yang mencapai 14,57 ku/ha.
Tabel 23. Capaian Produktivitas SL-PTT Kedelai Tahun 2013.
Sasaran Realisasi Non SL-PTT Sasaran Non SL-PTT
1 Kedelai 16,00 15,68 14,57 98,00 107,62
Produktivitas (Ku/ha)No. Komoditi
Capaian Provitas SL-PTT Thd (%)
71 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Penyebab tidak tercapainya target pelaksanaan SL-PTT 100% antara
lain: a) pergeseran tanam yang disebabkan dampak perubahan iklim
(iklim basah); b) serapan benih bersubsidi sebagai pengganti BLBU
relatif kecil, karena petani masih terbiasa dengan bantuan benih gratis
(BLBU), dan masa transisi peralihan dari BLBU ke subsidi; c)
ketidaksesuaian varietas yang diinginkan oleh petani dengan yang
tersedia; d) kehati-hatian yang sangat tinggi dari para pelaksana di
lapangan; dan e) masih banyak laporan pelaksanaan SL-PTT yang
belum disampaikan ke pusat.
Belum tercapainya produktivitas kedelai di lokasi SL-PTT disebabkan
antara lain: belum semua komponen teknologi anjuran dipahami dan
diterapkan secara penuh oleh petani karena terbatasnya modal
petani, fasilitasi paket bantuan masih terbatas di lokasi Laboratorium
Lapangan (LL=1ha per unit), sedangkan di luar LL hanya dibantu benih
saja (benih subsidi), kurangnya intensitas pengawalan dan
pendampingan, serta penetapan paket teknologi anjuran belum
sepenuhnya berdasarkan hasil analisis kondisi dan potensi lapangan
(PRA).
2. Pengembangan Kedelai Model
Pengembangan kedelai model dialokasikan seluas 110.000 ha di 8
provinsi pada 22 kabupaten/kota, dengan realisasi mencapai 103.536
ha (94,12% dari sasaran).
3. Perluasan Areal Tanam Baru (PATB) kedelai
Perluasan Areal Tanam Baru (PATB) kedelai dialokasikan seluas
118.250 ha di 12 provinsi pada 47 kabupaten/kota. Namun kegiatan
PATB kedelai tidak dapat dilaksanakan karena gagal lelang.
4. Pengembangan Ubi Kayu
Pengembangan ubi kayu dialokasikan seluas 2.080 ha di 18 provinsi
pada 43 kabupaten/kota, dengan realisasi mencapai 2.019 ha (97,07%
dari sasaran). Kabupaten Timor Tengah Utara tidak melaksanakan
kegiatan tersebut karena bibit tidak tersedia sehingga bansosnya
dikembalikan ke kas negara.
72
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
5. Pengembangan Ubi Jalar
Pengembangan ubi jalar dialokasikan seluas 1.225 ha di 10 provinsi
pada 26 kabupaten/kota, dengan realisasi mencapai 1.200 ha (97,96%
dari sasaran). Kabupaten Timor Tengah Utara tidak melaksanakan
kegiatan tersebut karena terjadinya konflik sosial yang bertepatan
dengan waktu tanam sehingga RUK tidak diajukan ke Bank.
6. Pengembangan Pangan Alternatif
Pengembangan pangan alternatif 110 ha di 9 provinsi pada 16
kabupaten/kota yang terdiri dari komoditas talas, talas satoimo, garut
dan gembili, dengan realisasi 100%.
Tabel 24. Realisasi Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Tahun 2013
Disamping kegiatan tersebut, beberapa kegiatan pendukung lainnya yang
dilaksanakan dalam pengembangan aneka kacang dan umbi antara lain:
1. Gerakan Panen Kedelai
a. Panen Kedelai di Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah
1) Acarapanen kedelai dilaksanakan diDukuh Palang Desa Pojok,
Kecamatan Tawang Harjo, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa
Tengah pada tanggal 27 Maret 2013 dan dihadiri oleh Wakil
Menteri Pertanian, Gubernur Provinsi Jawa Tengah,Bupati
Kabupaten Grobogan, Kementerian Perdagangan, Kementerian
Koperasi dan UKM, Kementerian Perekonomian, PTSHS,
PTPertani, Bulog, Gakoptindo, iPasar, Ketua KTNA,
petani/kelompoktani,Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah,
Rencana
(Ha) (Ha) (%)
1 SL-PTT Kedelai 411.740 336.028 81,61
2 Pengembangan Kedelai Model 110.000 103.536 94,12
3 PATB Kedelai 118.250 - -
4 Pengembangan Ubi Kayu 2.080 2.019 97,07
5 Pengembangan Ubi Jalar 1.225 1.200 97,96
6 Pengembangan Pangan Alternatif 110 110 100,00
RealisasiNo. Uraian
73 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan dan Direktorat Budidaya
Aneka Kacang dan Umbi.
2) Lokasi panen kedelai seluas 120 ha berdampingan dengan hutan
rakyat yang dibangun masyarakat melalui gerakan penghijauan
pada tahun 2003 dan merupakan salah satu desa penghasil
kedelai dan jagung yang cukup handal.
3) Pada acara tersebut dilakukan uji coba merontok kedelai dengan
power thresher dan penyerahan secara simbolik kepada petani
berupa bantuan teknologi pengembangan model kedelai yang
disasarkan untuk Kabupaten Grobogan seluas 5.000 ha.
4) Luas lahan kedelai di Kabupaten Grobogan seluas 27.170 ha dan
produksi yang dicapai sebesar 65.755 ton. Hasil produksi
tersebut memberikan kontribusi 43,14% terhadap produksi Jawa
Tengah (152.416 ton), sedangkan untuk tingkat nasional
memberi kontribusi 7,72% (nasional sebesar 851.647 ton).
Produktivitas tertinggi kedelai dicapai pada musim labuhan
(September s.d November) dengan rata-rata produktivitas
berkisar antara 1,8-2,2 ton per ha yang capaian produktivitasnya
paling tinggi dibandingkan dengan daerah lain rata-rata hanya
mencapai 1,2-1,4 ton per ha.
5) Harga pembelian kedelai saat ini cukup bagus sebesar
Rp.7.000/kg, harga tersebut lebih tinggi dibandingkan pada
tahun lalu sebesar Rp.5.000/kg. Dalam hal ini Koperasi Pengrajin
Tahu Tempe Indonesia (Kopti) siap membeli kedelai petani
Rp.7.000/kg, untuk itu diharapkan petani dapat menyediakan
benih kedelai yang berkualitas bagus. Dengan kurangnya air
irigasi yang ada di lokasi tersebut dan dengan dukungan harga
kedelai yang bagus Pemerintah Provinsi Jawa Tengah akan
membangun 100 sumur lapang.
6) Pemerintah Kabupaten Grobogan bersama-sama dengan jajaran
kelompok tani dan gabungan kelompoktani siap mendukung
74
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
pengembangan kawasan kedelai di Jawa Tengah dan siap
menjadi Pusat Pertumbuhan kedelai di Jawa Tengah.
b. Panen Kedelai di Kabupaten Gunung Kidul, D.I. Yogyakarta
1) Acarapanen kedelai dilaksanakan di Dusun Bendo, Desa Semin,
Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi D.I.
Yogyakarta pada tanggal 1 Mei 2013 dan dihadiri Bupati
Kabupaten Gunungkidul, Kepala Dinas Pertanian Provinsi D.I.
Yogyakarta, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Gunungkidul,
Sekda Kabupaten Gunungkidul, Kepala BPTP, PT SHS, Kodim
Kabupaten Gunungkidul, BPP Kecamatan Semin, Kelompok
tani/petani, Direktur Budidaya Aneka Kacang dan Umbi dan
Direktur Perbenihan.
2) Lokasi panen kedelai merupakan areal kegiatan pengembangan
model PTT kedelai tahun 2013 pada hamparan seluas 1.200 ha.
Dari hasil ubinan di dua lokasi diperoleh hasil rata-rata 16,90
ku/ha. Hasil panen dari kegiatan pengembangan model tersebut
yang semula untuk dijadikan calon benih tidak dapat dilakukan,
hal tersebut dikarenakan kelas benih yang ditanam BR1. Untuk
itu diharapkan apabila hasil penjualannya agar dibelikan benih
untuk pemenuhan pertanaman kedepannya.
3) Kabupaten Gunungkidul merupakan sentra produksi kedelai di
Provinsi D.I. Yogyakarta. Luas tanam kedelai tahun 2012 di
Kabupaten Gunungkidul seluas 23.900 ha dan produksi yang
dicapai sebesar 26.447 ton. Hasil produksi tersebut memberikan
kontribusi 73,47% terhadap produksi D.I. Yogyakarta (36.033
ton), sedangkan untuk tingkat nasional memberi kontribusi
3,11% (Nasional sebesar 851.647 ton). Pada tahun 2013 sasaran
luas tanam kedelai di Kab. Gunungkidul sebesar 28.900 Ha,
sehingga terjadi penambahan luas tanam 5.000 Ha.
4) Selain pengembangan model PTT, di Desa Semin juga terdapat
penanaman benih kedelai yang sumber benihnya dari bantuan
75 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Litbang Kementan yang diserahkan pada saat acara panen
kedelai di Kab. Aceh Timur sebesar 1 ton atau seluas 19 Ha, kelas
benih Foundation Seed (FS), terdiri dari varietas Anjasmoro,
Argomulyo, Kaba, Baluran dan Grobogan yang akan dipanen
sekitar akhir Mei 2013.
5) Hasil diskusi disampaikan bahwa sumber benih kedelai terbatas,
selama ini petani di Kabupaten Gunungkidul sudah biasa
melakukan sistem Jaringan Benih Antar Lapang Antar Musim
(Jabalsim) dengan benih tidak bersertifikat, petani
mengharapkan sistem Jabalsim tersebut agar bisa dikawal
dengan baik oleh Pemerintah. Saat ini berkembang penanaman
kedelai varietas lokal yang diberi nama ketek putih, yang
produktivitasnya tinggi (1,7-1,8 ton/ha), diharapkan agar
varietas tersebut dapat segera dilepas.
6) Pemerintah Kabupaten Gunungkidul bersama-sama dengan
jajaran kelompok tani dan gabungan kelompoktani siap
mendukung pengembangan kawasan kedelai di D.I. Yogyakarta.
c. Panen Kedelai di Kabupaten Kulonprogo, D.I. Yogyakarta
1) Acara panen kedelai dilaksanakan di Desa Kembang, Kecamatan
Nanggulan, Kabupaten Kulonprogo, Provinsi D.I. Yogyakarta
pada tanggal 31 Juli 2013 dan dihadiri oleh Asisten Deputi Bidang
Koordinasi Pangan dan Sumberdaya Hayati Kemenko
Perekonomian, Perwakilan dari Kementerian Perdagangan,
Perum Bulog, Badan Litbang Pertanian Kementan, Pusat Data
dan Sumber Informasi Pertanian Kementan, Gakoptindo, iPasar,
importir (PT Cargill Indonesia, PT Gerbang Cahaya Utama dan PT
Jakarta Sereal), Wakil Bupati Kabupaten Kulonprogo, Kepala
Dinas Pertanian Provinsi D.I. Yogyakarta, Kepala Dinas Pertanian
Kabupaten Kulonprogo, Kelompok tani/petani, Direktur
Perlindungan Tanaman Pangan dan staf Direktorat Budidaya
Aneka Kacang dan Umbi.
76
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
2) Lokasi panen kedelai merupakan areal kegiatan SLPTT kedelai
tahun 2013 pada hamparan seluas 200 ha. Luas lokasi SLPTT
kedelai keseluruhan seluas 2.000 ha, namun sebagian besar
sudah dipanen. Luas lahan sawah yang ada di Kabupaten
Kulonprogo seluas 10.104 ha yang tersebar di 14 Kecamatan,
daerah yang biasa ditanami kedelai terdapat di 4 Kecamatan.
Bupati Kabupaten Kulonprogo mencanangkan pola tanam padi -
padi - palawija, sehingga pada saat MK I dan MK II jaringan irigasi
di tutup sementara supaya petani menanam palawija. Selain
menanam kedelai kuning, petani di Kabupaten Kulonprogo juga
menanam kedelai hitam seluas 5.000 ha yang merupakan
kemitraan dengan PT Unilever. Pada lokasi tersebut terdapat
percobaan beberapa varietas unggul kedelai seperti Gepak
Kuning, Anjasmoro, Burangrang, dan Grobogan yang dikawal
oleh BPTP Provinsi D.I.Yogyakarta.
3) Pencanangan panen kedelai ini sebagai implementasi
pelaksanaan Program Stabilisasi Harga Kedelai (SHK) untuk
melihat produksi kedelai petani dan apabila terjadi kesepakatan
maka dilakukan pembelian kedelai oleh Bulog, Gakoptindo atau
importir. Namun kedelai yang telah dipanen petani sudah di beli
oleh KUD setempat dengan harga yang lebih tinggi dari Harga
Pembelian Kedelai (HBP) yang ditetapkan Pemerintah (harga
kedelai di petani Rp.7.800-Rp.8.200,-/kg, sedangkan HBP kedelai
sebesar Rp.7.000,-/kg) sehingga tidak terjadi transaksi walaupun
importir sudah siap membawa uang cash. Dengan adanya
penetapan Harga Pembelian Kedelai (HBP) di tingkat petani
terbukti telah merangsang harga kedelai di tingkat petani
meningkat sehingga diharapkan petani akan bergairah untuk
menanam kedelai serta harga kedelai akan stabil.
4) Dari hasil diskusi dapat disampaikan bahwa petani meminta agar
HPP kedelai dapat ditinjau ulang karena harga Rp.7.000,/kg
masih kurang menguntungkan, harga yang menguntungkan
77 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
sebesar Rp.8.000,-/kg; sumber benih kedelai varietas unggul
bersertifikat terbatas, selama ini petani di Kabupaten
Kulonprogo kebanyakan menggunakan benih yang tidak berlabel
sehingga produktivitasnya masih rendah, dari target 2 ton/ha
hanya mencapai 1,1-1,3 ton/ha; untuk perbaikan kualitas hasil,
petani meminta bantuan power tresher multiguna serta untuk
menambah keterampilan dan pengetahuan petani mengenai
PHT kedelai, disarankan agar SLPHT kedelai dapat diadakan
dengan jumlah unit yang lebih banyak.
5) Pemerintah Kabupaten Kulonprogo bersama-sama dengan
jajaran kelompok tani dan gabungan kelompoktani siap
mendukung pengembangan kedelai di D.I. Yogyakarta.
d. Panen Kedelai di Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh
1) Acara panen kedelai dilaksanakan di Desa Baroh Musa,
Kecamatan Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh
pada tanggal 27Agustus 2013 dan dihadiri olehPerwakilan
Kemenko Perekonomian, Perwakilan dari Kementerian
Perdagangan, Perum Bulog, Direktur Budidaya Aneka Kacang
dan Umbi, Perwakilan Direktorat Perbenihan Ditjen Tanaman
Pangan, Gakoptindo, iPasar, importir (PT Jakarta Sereal), Kepala
Biro Bidang Ekonomi dan Pembangunan Provinsi Aceh, Wakil
Bupati Kabupaten Pidie Jaya, Sekda Kabupaten Pidie Jaya, Kepala
Dinas Pertanian Provinsi Aceh, Kepala Dinas Pertanian
Kabupaten Pidie Jaya, Muspida Kabupaten Pidie Jaya, BPTP
Provinsi Aceh, Perwakilan Penyuluh dan kelompoktani/petani.
2) Lokasi panen kedelai dilaksanakan pada Gapoktan Abu Paya
Langet, Desa Baroh Musa, Kecamatan Bandar Baru yang
merupakan areal kegiatan SL-PTT kedelai tahun 2013.
Kecamatan Bandar Baru merupakan sentra kedelai di Kabupaten
Pidie Jaya. Luas tanam kedelai di Kabupaten Pidie Jaya pada
tahun 2013 ditargetkan seluas 6.000 ha dengan produksi
ditargetkan 12.000 ton, dengan produktivitas 20 ku/ha. Dari
78
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
target yang telah ditetapkan tersebut sampai dengan bulan
Agustus 2013 realisasi tanam baru seluas 1.915 ha (31,91%),
realisasi panen seluas 1.895 ha dan produksi yang diperoleh
sebesar 5.306 ton. Belum tercapainya sasaran luas tanam antara
lain disebabkan petani kesulitan memperoleh benih pada musim
tanam bulan Mei dan Juni 2013 dan tingginya curah hujan
sehingga petani menunda untuk menanam kedelai.
3) Pelaksanaan panen kedelai ini sebagai implementasi
pelaksanaan Program Stabilisasi Harga Kedelai (SHK), pada
pertanaman seluas 1.000 Ha dengan rata-rata produktivitas
28,01 ku/ha sehingga produksi diperkirakan mencapai 2.801
ton. Telah terjadi kesepakatan pembelian antara kelompoktani
dengan Bulog, hasil panen kedelai di beli dengan harga
Rp.6.600/Kg karena karena kadar air masih 16% dan difasilitasi
karung oleh Bulog. Hasil panen yang sudah berada di gudang
gapoktan sebanyak 7 ton dan sisanya menunggu hasil panen di
tingkat kelompoktani. Dengan adanya penetapan Harga
Pembelian Kedelai (HBP) di tingkat petani terbukti telah
merangsang harga kedelai di tingkat petani meningkat sehingga
diharapkan petani akan bergairah untuk menanam kedelai serta
harga kedelai akan stabil.
4) Dari hasil diskusi dapat disampaikan bahwa petani sangat
bersyukur bahwa dengan adanya kepastian harga petani sangat
bergairah untuk menanam kedelai. Petani juga menyampaikan
beberapa permasalahan diantaranya masalah benih kedelai
yang masih sulit diperoleh, tidak ada saluran irigasi sehingga
apabila musim kemarau tidak bisa ditanam atau disaat hujan
tinngi sulit membuang air, perlu perbaikan jalan usaha tani,
memerlukan traktor untuk pengolahan tanah agar produktivitas
yang diperoleh meningkat.
5) Selain itu dilakukan peninjauan lokasi penangkaran benih
kedelai pada kegiatan pengembangan model kedelai di Desa
79 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Balai Daka Kecamatan Plimbang Kabupaten Bireun seluas 200 ha
terdiri dari kelompok tani cantik manis 50 ha, kelompok tani
mangga 100 ha, kelompoktani Tengku Direuhat 50 ha
menggunakan varietas Anjasmoro umur tanaman sekitar 65 hari,
perkiraan produksi benih 2,5 ton per hektar, diperkirakan panen
akhir September atau awal Oktober 2013.
6) Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya bersama-sama dengan jajaran
kelompok tani dan gabungan kelompoktani siap mendukung
pengembangan kedelai di Provinsi Aceh.
e. Panen Kedelai di Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi NTB
1) Acara panen raya kedelai dilaksanakan di Dusun Buncalang, Desa
Sukarara, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah,
Provinsi NTB pada tanggal 30September 2013 dan dihadiri
olehPerwakilan Kemenko Perekonomian, Perwakilan dari
Kementerian Perdagangan, Perwakilan dari Direktorat Jenderal
PPHP Kementan, Badan Litbang Pertanian, Kepala Balai
Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Direktur Budidaya
Aneka Kacang dan Umbi, Gakoptindo, PT. iPasar,Perum Bulog
Divre NTB, Gubernur NTB, Sekretaris Daerah Provinsi NTB, DPRD
Prov. NTB, BupatiKabupaten Lombok Tengah, Kepala Dinas
Pertanian TPH Provinsi NTB, Kepala Dinas Pertanian
Kabupaten/Kota se-NTB, Muspida Kabupaten Lombok Tengah,
BPTP Provinsi NTB, Perwakilan Penyuluh dan Kelompok
tani/petani dengan jumlah undangan kurang lebih 500 orang.
2) Lokasi panen kedelai seluas 3.044 ha merupakan areal kegiatan
pengembangan model PTT kedelai tahun 2013 seluas 2.000 ha,
SL-PTT seluas 1.040 ha, swadaya 1,5 ha dan kegiatan demfarm
kedelai oleh BPTP untuk kajian pemupukan dan varietas benih
kedelai seluas 2,5 ha. Benih kedelai yang di tanam pada kegiatan
demfarm merupakan benih kedelai kelas BD (Benih Dasar). Rata-
rata produktivitas kedelai yang di panen berdasarkan hasil
80
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
ubinan sebesar 23,00 ku/ha untuk demplot dan 14,00 ku/ha
untuk SL-PTT.
3) Kabupaten Lombok Tengah merupakan salah satu penyumbang
produksi kedelai di NTB dengan capaian produksi sebesar 24.836
ton pada tahun 2011, tahun 2012 sebesar 26.121 ton
mengalami peningkatan sebesar 1.285 ton (5,17 %) dari tahun
2011. Realisasi tanam kedelai pada tahun 2013 sampai dengan
bulan September 2013 seluas 30.220 ha dengan asumsi
produktivitas sebesar 12,50 ku/ha akan menyumbang produksi
kedelai sebesar 37.775 ton.
4) Luas baku sawah Kabupaten Lombok Tengah seluas 54.562 ha
merupakan lahan sawah terluas dibandingkan 10 Kabupaten/
Kota di NTB, dari luas baku lahan sawah tersebut ditanami
kedelai seluas 30.220 ha. Berdasarkan data ATAP 2012,
kontribusi produksi kedelai di Kab. Lombok Tengah sebesar
35,22% terhadap produksi NTB tahun 2012, sedangkan
kontribusi produksi Provinsi NTB terhadap produksi kedelai
Nasional sebesar 8,80%. Tingginya kontribusi produksi kedelai
Kab. Lombok Tengah terhadap produksi kedelai di Provinsi NTB
menjadikan kabupaten ini ditetapkan sebagai sentra produksi
kedelai di NTB.
5) Pemerintah Provinsi NTB siap berkontribusi untuk meningkatkan
produksi kedelai nasional dan meminta Pemerintah pusat
memberikan jaminan harga kedelai guna memberikan kepastian
harga di tingkat petani. Pemerintah Provinsi NTB serta Pemda
Kabupaten Lombok Tengah berkomitmen untuk
mempertahankan daerah tersebut sebagai salah satu daerah
swasembada dan lumbung pangan nasional yang berkelanjutan,
khususnya swasembada padi dan kedelai tahun 2014.
6) Pelaksanaan panen raya kedelai ini juga dimaksudkan sebagai
implementasi pelaksanaanProgram Stabilisasi Harga Kedelai
(SHK).Telah dilaksanakan MoU pembelian antara kelompoktani
81 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
dan Bulog Divre NTB sebesar Rp.7.000,-/kg. Dalam nota
kesepahaman disebutkan, kesepakatan tersebut berlaku jika
harga kedelai di bawah Rp.7.000,-/kg sesuai dengan Peraturan
Menteri Perdagangan No. 25/M-DAG/PER/6/2013, sedangkan
bila harga kedelai di atas Rp.7.000,-/kg petani dapat menjual
kedelai ke pasar bebas.
7) Dalam temu wicara antara kelompok tani dengan Menteri
Pertanian disampaikan bahwa petani sangat senang dengan
adanya kepastian harga pembelian kedelai di tingkat petani
sebesar Rp.7.000,-/kg dan berharap bisa dinaikkan menjadi
Rp.8.000,-/kg atau lebih. Membaiknya insentif yang di terima
petani diharapkan dapat menambah semangat petani untuk
meningkatkan produktivitas usaha tani kedelainya menjadi
diatas 20,00 ku/ha. Petani di Kecamatan Jonggat menerapkan
pola tanam padi - padi - kedelai guna memutus siklus Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT). Petani pada saat temu wicara juga
menyampaikan beberapa permasalahan di lapangan
diantaranya kurangnya alat mesin pertanian pasca panen yang
menyebabkan masih tingginya susut hasil panen kedelai,
kendala air akibat tidak berfungsinya irigasi dan embung,
pembinaan oleh penyuluh di lapangan juga di rasa kurang.
8) Saran dan masukan Menteri Pertanian kepada petani antara lain
pola tanam padi - padi - kedelai tetap dipertahankan karena
disamping memutus siklus OPT juga dapat menyuburkan tanah,
petani disarankan sering berkonsultasi ke BPP guna mengetahui
perkembangan teknologi pertanian dan kondisi iklim. Alat mesin
pertanian (alsintan) yang dimiliki petani agar di bawah kontrol
Dinas Pertanian Kabupaten guna meminimalisasi
menganggurnya alsintan manakala semua areal sudah ditanami
dan bisa dimanfaatkan di lokasi lain yang memerlukannya.
Penggunaan alsintan dimaksudkan agar tanam dapat serempak
di semua lokasi pertanian serta meminimalisasi serangan OPT
82
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
dan memudahkan petugas memberikan penyuluhan ke
kelompok tani.
9) Pada acara tersebut, Menteri Pertanian memberikan bantuan
alat panen/pascapanen seperti hand tractor, power thresher dan
flat bad dryer.
f. Panen Kedelai di Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur
1) Kegiatanpanen raya kedelai dilaksanakan diDesa Baujeng,
Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur pada
tanggal 26 Oktober 2013.
2) Acara panen dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian
Perdagangan, Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi,
Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan, Direktorat Budidaya
Aneka Kacang dan Umbi, Direksi PT Petrokimia Gresik Group,
Perum Bulog Divre Jawa Timur, Kepala Dinas Pertanian
ProvinsiJawa Timur, BupatiKabupaten Pasuruan, DPRD
Kabupaten Pasuruan, Forum Pimpinan Daerah Kabupaten
Pasuruan, Kepala SKPD lingkup Kabupaten Pasuruan, Ketua
KTNA Kabupaten Pasuruan, Perwakilan Penyuluh dan Kelompok
tani/petani dengan jumlah undangan kurang lebih 400 orang.
3) Lokasi panen merupakan areal kegiatan pengembangan model
PTT kedelai tahun 2013. Sisa areal kedelai yang dipanen seluas
25 ha dari hamparan seluas 3.325 ha, karena sebagian besar
tanaman sudah dipanen. Produktivitas kedelai yang dipanen
berdasarkan hasil ubinan sebesar 15,00 ku/ha, rendahnya
produktivitas tersebut disebabkan irigasi yang kurang sempurna
di waktu pengisian polong, namun secara keseluruhan rata-rata
produktivitas kedelai pada kegiatan pengembangan model PTT
sebesar 16,50 ku/ha. Varietas kedelai yang di tanam varietas
wilis.
4) Realisasi tanam kedelai tahun 2013 di Kab. Pasuruan sampai
dengan Bulan September 2013 seluas 9.454 ha di prediksi akan
83 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
menyumbang produksi kedelai sebesar 14.819 ton dengan
asumsi produktivitas 16,50 ku/ha.
5) Pelaksanaan panen raya kedelai di Kabupaten Pasuruan sebagai
implementasi pelaksanaanProgram Stabilisasi Harga Kedelai
(SHK),sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 59/M-
DAG/PER/9/2013 harga beli petani (HBP) kedelai sebesar
Rp.7.400,-/kg. Pada saat panen harga kedelai di pasaran sebesar
Rp.8.000,-/kg lebih tinggi dari HBP, maka MoU antara Bulog dan
petani tidak dilaksanakan, namun jika harga kedelai di bawah
Rp.7.400,-/kg Bulog siap membeli hasil panen sesuai dengan
persyaratan SNI.
6) Pada temu wicara, petani menyampaikan beberapa
permasalahan di lapangan diantaranya kurang berfungsinya
jaringan irigasi yang menyebabkan tidak maksimalnya budidaya
tanaman kedelai dan kurangnya alat mesin pertanian seperti
traktor yang menyebabkan tidak serempaknya waktu tanam
kedelai yang dapat memicu serangan Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT).
7) Berdasarkan data ATAP 2012 BPS, produksi kedelai Kab.
Pasuruan sebesar 24.164 ton berkontribusi produksi sebesar
6,68% terhadap produksi Jawa Timur tahun 2012 sebesar
361.986 ton. Pemerintah Kab. Pasuruansiap berkontribusi
meningkatkan produksi kedelai dan berkomitmen menjadikan
Kabupaten Pasuruan sebagai sentra produksi kedelai.
2. Pertemuan-Pertemuan
a. Pertemuan Inovasi dan Teknologi Aneka Kacang dan Umbi
Pertemuan Inovasi dan Teknologi Aneka Kacang dan Umbi Tingkat
Nasional dilaksanakan tanggal 18-20 September 2013 di Hotel
Parama Bogor, Jawa Barat, dengan hasil antara lain sebagai berikut:
1) Komoditas aneka kacang dan umbi berperan sebagai motor
penggerak penting dalam pencapaian Empat Target Utama
84
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Kementerian Pertanian, sekaligus mendukung pencapaian
kemandirian pangan. Oleh karena itu revitalisasi komoditas
aneka kacang dan umbi memiliki arti penting dan strategis bagi
pembangunan ekonomi masyarakat pertanian.
2) Inovasi teknologi komoditas aneka kacang dan umbi terus
diupayakan secara optimal, namun selalu berhadapan dengan
dinamika tuntutan dan tantangan yang tidak ringan sehingga
dibutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat pertanian Indonesia
dalam mendukung kinerja yang lebih baik.
3) Dalam meningkatkan produktivitas diperlukan terobosan-
terobosan baru untuk mengantisipasi kesenjangan produktivitas
riil di lapangan dengan hasil penelitian. Salah satu bentuk inovasi
teknologi tersebut adalah dengan memanfaatkan benih varietas
unggul (bermutu) sehingga mampu berkontribusi dalam
meningkatkan produktivitas komoditas tanaman akabi.
Penggunaan benih varietas unggul bersertifikat yang diiringi
dengan penerapan teknologi yang tepat telah terbukti
memberikan kontribusi dalam peningkatan produktivitas
tanaman akabi.
4) Upaya penyediaan benih akabi antara lain: a) membuat
perencanaan yang sinkron antara produksi sesuai alur benih
dengan aspek pemasaran benih, terutama penerapan
rekomendasi teknologi produksi, sertifikasi dan pengolahan
benih; b) pengawasan melekat terhadap peredaran benih; c)
pemasyarakatan penggunaan benih varietas unggul (bermutu)
melalui berbagai media promosi; d) pengembangan industri
benih di daerah perlu dimantapkan dengan tujuan agar sumber
benih lebih dekat dengan pengguna benih;dan e) memfasilitasi
kemitraan dan kerjasama yang menguntungkan antara
penangkar - produsen - konsumen.
5) Pemanfaatan alat dan mesin pasca panen tidak hanya berguna
sebagai sarana mengurangi susut hasil, akan tetapi juga berguna
85 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
sebagai: a) memperbaiki mutu hasil; b) mempertahankan dan
memperpanjang masa simpan; c) meningkatkan daya saing;
serta d) meningkatkan pendapatan petani.
6) Kendala yang dihadapi dalam penanganan pasca panen
komoditas akabi antara lain: a) susut kuantitatif (tertinggal
selama proses panen dan pascapanen) dan susut kualitatif
(penurunan mutu) masih tinggi; b) belum diterapkan standar
mutu keamanan pangan; c) penerapan teknologi pascapanen
belum merata; d) permodalan rendah dan akses modal
terbatas;e) sumberdaya manusia pasca panen terbatas; f)
pengetahuan dan kesadaran petani terbatas.
7) Pengembangan model pengelolaan pasca panen kedelai dan
kacang tanah pada kelompok tani dapat terwujud melalui
pengembangan jaringan komunikasi antar lembaga yang
kompeten di pemerintahan dengan swasta sebagai pengguna
dalam industri pangan dan pakan, sehingga menjadi UPJA
mandiri yang berkelanjutan dan meningkatkan mutu untuk
memenuhi standar kebutuhan industri pangan dan pakan. Selain
itu perlu dikembangkan sistem kerjasama saling
menguntungkan sehingga petani mendapat jaminan pemasaran
dengan harga yang wajar serta pihak industri mendapatkan
bahan baku dengan mutu standar, sehigga petani menikmati
peningkatan nilai tambah hasil usahanya.
8) Tantangan dalam upaya pengembangan komoditas akabi antara
lain: a) teknologi inovatif (pra panen dan pasca panen) belum
optimal;b) konversi lahan pertanian ke non pertanian; c)
persaingan antar komoditas; d) penyediaan dan penyebaran
benih/bibit berkualitas belum optimal; e) harga impor komoditas
lebih rendah; dan f) belum lancarnya sinergi antar sektor di
pusat dan daerah.
9) Program Stabilisasi Harga Kedelai yang diberlakukan sejak bulan
Juli 2013 merupakan upaya untuk mengatasi fluktuasi harga
86
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
kedelai di tingkat petani dan pengrajin, namun sampai saat ini
pelaksanaannya belum optimal. Harga Beli Petani (HBP)
dievaluasi setiap tiga bulan sedangkan sedangkan Harga Jual
Pengrajin (HJP) dievaluasi setiap 1 bulan. Upaya yang sudah
dilakukan guna mengoptimalkan program SHK adalah: a)
melakukan pemantauan untuk memetakan lokasi/daerah yang
sedang panen, volume produksi kedelai, dan harga tingkat
petani untuk mengantisipasi jatuhnya harga; b) mendorong
BULOG untuk segera melaksanakan program SHK dengan
membeli kedelai petani di daerah yang sedang panen sesuai
HBP, dan menjual kedelai kepada pengrajin sesuai HJP; c)
BULOG/importir lain mengimpor kedelai setelah mendapatkan
persetujuan Kemendag untuk stabilisasi harga di tingkat
pengrajin.
10) Pengembangan pangan pokok lokal berbahan baku umbi-
umbian perlu ditingkatkan, agar komoditas ini mempunyai
peranan yang penting dalam mewujudkan ketahanan pangan
nasional. Dalam memenuhi kebutuhan bahan baku untuk
industri rumahan melalui kemitraan, perlu dilakukan upaya:
a) perhatian lebih dari pemerintah terhadap komoditas akabi;
b) komitmen yang tidak dilanggar; c) mempersiapkan calon
lokasi yang sesuai untuk budidaya komoditas akabi; dan d)
infrastruktur yang mendukung.
11) Inovasi teknologi bukan satu-satunya prasyarat dalam
memajukan pembangunan pertanian maupun daya saing di
Indonesia bahkan di dunia. Ada 5 prasyarat lain yang harus
dipenuhi secara bersamaan dengan inovasi teknologi, yaitu: a)
keinginan dan kemauan pimpinan daerah; b) dukungan
pendanaan; c) disesuaikan dengan lingkungan dan kondisi
sosial masyarakat; dan d) adanya kepastian hukum.
12) Penganekaragaman konsumsi pangan merupakan upaya untuk
memantapkan atau membudayakan pola konsumsi pangan
87 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
yang beranekaragam dan seimbang serta aman dalam jumlah
dan komposisi yang cukup guna memenuhi kebutuhan gizi
untuk mendukung hidup sehat, aktif dan produkif.Salah satu
strategi penurunan konsumsi beras adalah mengubah
kebijakan tentang bantuan pangan bagi rakyat miskin dari
Raskin menjadi Pangkin (sumber karbohidrat berbasis
sumberdaya lokal).
b. Pertemuan Koordinasi dan Sosialisasi Pengembangan Kedelai
Melalui Perluasan Areal Tanam (PAT)
Dalam rangka mencapai target perluasan areal tanam kedelai tahun
2014 maka dilakukan Koordinasi dan Sosialisasi Pengembangan
Kedelai melalui Perluasan Areal Tanam (PAT) dengan seluruh
pemangku kepentingan dan instansi terkait. Pertemuan
dilaksanakan tanggal 25-27 November 2013 di Topas Galeria Hotel,
Bandung, Jawa Barat, dengan hasil antara lain sebagai berikut:
1) Peningkatan produksi kedelai nasional menuju swasembada
2014 melalui SL-PTT dan difokuskan pada pengembangan
kedelai melalui Perluasan Areal Tanam (PAT) seluas 340.000 ha,
pengembangan kedelai di lahan transmigrasi dan perluasan
areal tanam tambahan melalui pemanfaatan lahan kehutanan,
lahan perkebunan, lahan pasang surut, lahan tidur/rawa, lahan
yang memiliki Indeks Pertanaman (IP) kurang dari 200 serta
lahan tumpangsari.
2) Peningkatan produksi kedelai nasional menuju swasembada
2014 melalui SL-PTT dan difokuskan pada pengembangan
kedelai melalui Perluasan Areal Tanam (PAT) seluas 340.000 ha,
pengembangan kedelai di lahan transmigrasi dan perluasan
areal tanam tambahan melalui pemanfaatan lahan kehutanan,
lahan perkebunan, lahan pasang surut, lahan tidur/rawa, lahan
yang memiliki Indeks Pertanaman (IP) kurang dari 200 serta
lahan tumpangsari.
88
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
3) Pengembangan kedelai di lahan transmigrasi tidak hanya fokus
pada peningkatan produksi kedelai tetapi juga membangun
sistem rantai pasok yang berjalan lancar dan berkelanjutan
(integrated) dari petani sampai konsumen.Potensi lahan
transmigrasi untuk pengembangan kedelai mencapai 1.000.000
ha, tahun 2014 direncanakan untuk pengembangan kedelai
seluas 155.000 ha, tahun 2015-2017 direncanakan seluas
845.000 ha yang tersebar di 26 Provinsi dengan bantuan paket
lengkap.
4) Kendala pengembangan kedelai di lahan transmigrasi adalah: a)
keterbatasan infrastruktur lahan (tata air mikro, jalan usaha tani,
tingkat keasaman tanah);b)ketepatan pengaturan pengolahan
tanah;c) ketepatan pengaturan penyediaan saprodi sesuai
musim tanam;d) penguasaan teknologi dan manajemen usaha
tani; dan e) pendampingan dan pengawalan teknologi
budidaya.Tantangannya adalah mempertahankan lahan untuk
pangan akibat banyaknya lahan pangan yang beralih ke
perkebunan karet dan kelapa sawit. Diperlukan komitmen dari
masing-masing Bupati untuk dapat mempertahankan lahan
pangan di lahan transmigrasi. Diketahui adanya lokasi
pengembangan kedelai di kawasan transmigrasi seluas 155.000
ha di 5 Provinsi pada 34 Kab, serta perluasan areal tanam
tambahan seluas 194.300 ha di 6 Provinsi pada 60 Kabupaten.
5) Kebutuhan benih kedelai tahun 2014 sebesar 64 ribu ton dan
dukungan Direktorat Perbenihan untuk memenuhi ketersediaan
benih kedelai tersebut dilakukan melalui perbanyakan benih
sumber kelas benih dasar (BD) seluas 63 ha dan benih pokok (BP)
seluas 207 ha, serta pemberdayaan penangkar benih kedelai
seluas 3.125 ha di 28 Provinsi. Berdasarkan hasil workshop
forum perbenihan, ketersediaan benih kedelai Bulan Januari-
Februari 2014 diprediksi sebanyak 13.162,5 ton terdiri dari BR
sebanyak 5.250,5 ton dan BR1 sebanyak 7.912 ton.
89 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
6) Kegiatan optimasi lahan diarahkan untuk menunjang
terwujudnya ketahanan pangan dan antisipasi kerawanan
pangan, terutama komoditas padi, jagung dan kedelai dengan
memanfaatkan lahan yang sementara tidak diusahakan menjadi
lahan pertanian produktif serta meningkatkan indeks
pertanaman (IP)< 100 untuk memperluas areal tanam. Sasaran
kegiatan optimasi lahan tahun 2014 untuk sub sektor tanaman
pangan seluas 175.220 ha, difokuskan pada komoditi padi guna
mendukung pencapaian surplus beras 10 juta ton, namun
Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Ditjen Prasarana
dan Sarana Pertanian sedang mengusahakan optimalisasi lahan
untuk dapat ditransfer ke komoditi lain seperti kedelai guna
mendukung peningkatan produksi.
7) Pengembangan kedelai tumpangsari ubikayu dapat dilakukan
dengan penerapan sistem jajar legowo dengan jarak tanam
ubikayu 60 x 70 x 260 cm dan lorong antar baris ganda ubikayu
berjarak 260 cm dapat ditanami kedelai dengan jarak tanam 40
x 15 cm.
8) Potensi lahan pasang surut untuk pertanian seluas 9,53 juta ha
dan 2 juta ha sesuai untuk pertanaman kedelai. Pada umumnya
indeks pertanaman (IP) di lahan pasang surut masih rendah IP
100, sehingga dapat ditingkatkan pola tanamnya menjadi padi-
kedelai atau padi-padi-kedelai. Kendala pengembangan kedelai
di lahan pasang surut antara lain tingginya kadar pirit (FeS2) yang
menyebabkan rendahnya pH tanah, penurunan kadar FeS2
dilakukan dengan pengaturan tinggi muka air, pengolahan tanah
(olah tanah ringan) dan pemberian kapur.
9) Teknologi penerapan budidaya kedelai di lahan pasang surut
melalui metode budidaya air jenuh, yaitu penanaman dengan
memberikan irigasi terus menerus dan membuat tinggi muka air
tetap sehingga lapisan di bawah perakaran jenuh air. Teknologi
untuk lahan rawa bila tergenang perlu di buat saluran air dan di
90
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
beri jerami, jerami-jerami yang tergenang akan terdekomposisi
dan mengeluarkan asam.
10) Teknik penyimpanan benih kedelai secara sederhana dengan
menempatkan benih dan abu sekam/kapur tohor dengan
perbandingan 80% benih dan 20% abu sekam yang ditempatkan
pada plastik yang berbeda untuk kemudian ditempatkan pada
karung yang sama dengan tujuan abu sekam/kapur tohor dapat
menyerap kadar air benih kedelai sehingga dapat bertahan lebih
dari 3 bulan.
11) Upaya pemenuhan kebutuhan benih kedelai di daerah dapat
diupayakan dari produksi daerah sendiri melalui sistem
jaringan benih antara lapang antar musim (Jabalsim)
mengingat masa dormansi benih kedelai pendek hanya tiga
bulan. Varietas benih unggul kedelai yang direkomendasikan
dapat ditanam sesuai agroekosistem antara lain Detam 1, Kaba,
Argomulyo, Burangrang, Anjasmoro, Lawit, Menyapa, Wilis,
Grobogan dan Tanggamus dengan produktivitas 1,5 hingga 2,8
ton/ha.
12) Diperlukan dukungan kerjasama dan sinkronisasi program
kebutuhan benih dari Litbang Pertanian, program penyediaan
benih dari Direktorat Perbenihan dan program pengembangan
dari Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi. Padu padan
program pengembangan kedelai dari lembaga yang terkait itu
dilakukan guna mewujudkan ketersediaan benih kedelai
unggul, bermutu dan upaya peningkatan produksi kedelai
dapat dicapai.
b. Focus Group Discusion (FGD) Prospek Investasi Pengembangan
Aneka Kacang dan Umbi
Pertemuan FGD Prospek Investasi Pengembangan Aneka Kacang
dan Umbi dilaksanakan tanggal 3 Desember 2013 di Ruang Rapat
P2BN, Ditjen Tanaman Pangan, dengan hasil antara lain sebagai
berikut:
91 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
1) FGD Prospek Investasi Pengembangan Akabi dihadiri perwakilan
dari Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian
Perdagangan, Kamar Dagang Indonesia, Dinas Pertanian
Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat, Direktorat Jenderal
P2HP kementan, pelaku usaha serta staf dan pejabat lingkup
Ditjen Tanaman Pangan.
2) Nara sumbernya adalah Direktur Pasca Sarjana Manajemen
Bisnis, IPB; Direktur Pembiayaan Pertanian, Ditjen Prasarana dan
Sarana Pertanian; PT Trubus Swadaya; pengusaha ubikayu dan
pengusaha kacang hijau.
3) Tujuan FGD Prospek Investasi adalah sebagai sarana untuk
menyebarluaskan potensi dan peluang investasi pengembangan
komoditas akabi serta berbagai kebijakan investasi kepada calon
investor; mendorong dan merangsang masuknya investasi
sekaligus untuk pengembangan dan peningkatan volume
perdagangan komoditas akabi pada daerah sentra yang memiliki
calon investor.
4) Strategi peningkatan nilai tambah dan daya saing akabi adalah
dengan perbaikan reliabilitas supply memenuhi permintaan
pasar (inovasi produk), monitoring kualitas produk, perbaikan
manajemen produksi (budidaya yang baik), promosi praktek
usahatani yang efisien, peningkatan dan pelatihan sumberdaya
manusia.
5) Saat ini yang diperlukan adalah mendorong perluasan areal
tanam baru untuk komoditas aneka kacang dan umbi, dengan
cara peningkatan indeks pertanaman, optimalisasi lahan,
tumpang sari dan pemanfaatan lahan terlantar.
6) Sektor pertanian komoditas aneka kacang dan umbi saat ini
cenderung tidak feasible dan tidak bankable, namun sekarang
sedang menuju kearah bankable dengan bunga komersial. Saat
ini sedang diupayakan agar petani dapat mengakses
bank/bankable dengan suku bunga yang wajar, guna
92
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
meningkatkan produktivitas kerja petani lebih maju dan
berkembang.
7) Perkembangan kredit saat ini untuk sektor pertanian hanya 5,4%
dari total kredit perbankan sebesar Rp.300 triliun, dan 71%
untuk komoditas kelapa sawit, sedangkan komoditas tanaman
pangan hanya sekitar 1,2% dan bersifat tetap/tidak berkembang.
8) Julukan ubikayu berkembang menjadi treasure from the ground
karena merupakan tanaman serbaguna dari daun hingga umbi.
Ubikayu dapat dimanfaatkan sebagai food, fuel,feed dan
farmasi.
9) Beberapa hasil olahan dari ubikayu: cemilan/kripik, mocaff, gula
cair, bahan bakar Bio-ethanol, bahan dasar obat (obat wasir,
sakit kepala, pendarahan), campuran industri kosmetik, zat
perangsang tumbuh tumbuhan, plastic stirofoarm yang ramah
lingkungan (terurai kurang dari dua bulan dan bermanfaat untuk
kompos).
10) Permintaan kacang hijau cukup banyak dan bagus, baik untuk
domestik dan ekspor ke Philipina, India dan Taiwan; namun
belum dapat diakomodir akibat produksi yang tidak kontinyu.
11) Kacang hijau lokal kita kurang bersaing dengan impor, karena
kurang baik dari segi mutu dan kebersihan, sehingga diperlukan
dukungan alat pengolahan pasca panen guna meningkatkan
mutu hasil kacang hijau, sehingga dapat bersaing dengan impor.
C. Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan
Sasaran strategis kegiatan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan
adalah meningkatkan penggunaan benih, yang akhirnya diharapkan
dapat mendorong peningkatan produksi, baik melalui perbanyakan benih
sumber, pemberdayaan penangkar, dan lain-lain.
1. Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan
Realisasi luas areal sertifikasi penangkaran benih padi seluas 99.192
ha, jagung 16.761 ha, kedelai 27.741 ha, kacang tanah 602 ha dan
93 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
kacang hijau 108 ha masing-masing terdiri dari kelas Benih Dasar (BD),
Benih Pokok (BP), Benih Sebar (BR) dan hibrida.
Tabel 25. Realisasi Luas Areal Sertifikasi Penangkaran Benih Tanaman Pangan Tahun 2013
Hasil pengecekan mutu benih tanaman pangan tahun 2013 untuk padi
sebanyak 204.073 ton, jagung 38.829 ton, kedelai 10.357 ton, kacang
tanah 413 ton dan kacang hijau 41 ton.
Tabel 26. Realisasi Sertifikasi Produksi Penangkaran Benih Tanaman Pangan Tahun 2013
Tabel 27. Realisasi Sertifikasi Produksi Penangkaran Benih Tanaman Pangan Tahun 2013
Jumlah Benih
No. Komoditas yang Dicek
(Ton) (Ton) (%) (Ton) (%)
1 Padi 7.197 5.530 76,85 1.666 23,15
2 Jagung Komposit 272 159 58,50 113 41,50
3 Jagung Hibrida 5.193 3.592 69,16 1.602 30,84
4 Kedelai 871 508 58,31 363 41,69
5 Kacang Tanah 16 11 69,54 5 30,46
6 Kacang Hijau 1 1 73,12 0 26,88
Dibawah
Standar
Memenuhi
Standar
Kelas BD Kelas BP Kelas BR Kelas Hibrida Jumlah
(Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha)
1 Padi 1.619 40.522 56.430 621 99.192
2 Jagung 115 701 1.552 14.393 16.761
3 Kedelai 266 1.764 25.711 27.741
4 Kacang Tanah 43 154 405 602
5 Kacang Hijau 25 51 32 108
No. Komoditas
Kelas BD Kelas BP Kelas BR Kelas Hibrida Jumlah
(Ton) (Ton) (Ton) (Ton) (Ton)
1 Padi 4.087 112.710 86.886 390 204.073
2 Jagung 128 593 2.167 35.942 38.829
3 Kedelai 150 747 9.460 10.357
4 Kacang Tanah 20 127 266 413
5 Kacang Hijau 7 22 12 41
No. Komoditas
94
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
2. Penyaluran Benih Non Subsidi (Pasar Bebas)
Pada tahun 2013, jumlah benih yang tersalur baik yang ada di
produsen maupun pengedar benih untuk benih padi sebanyak 163.244
ton, jagung 31.976 ton, kedelai 9.562 ton, kacang tanah 390 ton, dan
kacang hijau 12 ton, masing-masing terdiri dari kelas BD, BP, Benih
Sebar BR dan hibrida.
Tabel 28. Realisasi Penyaluran Benih Pasar Bebas Tahun 2013
3. Penilaian Varietas
Rencana pengiriman galur/mutan untuk kegiatan uji
adaptasi/multilokasi yang dilaksanakan oleh BPSBTPH dibeberapa
provinsi pada tahun 2013 sebanyak 87 galur. Realisasi pengiriman
galur uji adaptasi ke seluruh provinsi pada tahun 2013 untuk padi
sebanyak 67 unit (101,52% dari rencana) dan palawija sebanyak 20
unit (95,24% dari rencana), sehingga jumlahnya 87 unit atau 100% dari
rencana 87 unit.
Tabel 29. Rencana dan Realisasi Pengiriman Galur/Mutan Uji Adaptasi/Multilokasi Tahun 2013
Untuk pelepasan varietas, tahun 2013 telah diterbitkan Keputusan
Menteri Pertanian tentang Pelepasan Varietas Tanaman Pangan
sebanyak 50 varietas terdiri dari 6 varietas padi inbrida, 2 varietas padi
BD BP BR F1 Jumlah
(Ton) (Ton) (Ton) (Ton) (Ton)
1 Padi 2.199 89.321 70.196 1.528 163.244
2 Jagung 300 2.694 5.412 23.570 31.976
3 Kedelai 204 997 8.362 9.562
4 Kacang Tanah 8 19 363 390
5 Kacang Hijau 4 5 4 12
No. Komoditas
Rencana
(Unit) (Unit) (%)
1 Padi 66 67 101,52
2 Palawija 21 20 95,24
RealisasiNo. Komoditas
95 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
gogo, 7 varietas padi hibrida, 20 varietas jagung hibrida dan 2 varietas
jagung pulut, 4 varietas kedelai, 1 varietas ubi jalar, 3 varietas gandum,
3 varietas sorgum, 1 varietas kacang tanah dan 1 varietas kacang hijau.
4. Inventarisasi Penyebaran Varietas
a. Padi
Penyebaran varietas padi pada MT 2012/MT 2013 dan MT 2013
seluas 14.087.191 ha, sebesar 83,45% atau 11.755.296 ha telah
menggunakan varietas unggul yang produksinya tinggi (VPT), 7,75%
atau 1.091.191 ha menggunakan varietas unggul yang produksinya
sedang (VPS) dan 8,81% atau 1.240.704 ha menggunakan varietas
yang produksinya rendah (VPR).
Tabel 30. Penyebaran Varietas Padi MT 2012/2013 dan MT 2013
Keterangan :
VPT : Varietas Produksi Tinggi, jika produksinya > 5 ton/ha VPS : Varietas Produksi Sedang, jika produksinya > 4 ton/ha hingga < 5
ton/ha VPR : Varietas Produksi Rendah, jika produksinya < 4 ton/ha
Dari jumlah tersebut, varietas yang dominan di pertanaman adalah:
Ciherang (35,19%), Mekongga (10,41%) dan Cigeulis (7,56%).
b. Jagung
Penyebaran varietas jagung pada MT 2012/2013 dan MT 2013
seluas 2.859.531 ha, sebanyak 82,40% atau 2.356.429 ha
menggunakan varietas unggul yang produksinya tinggi (VPT), 1,10%
atau 31.511 ha menggunakan varietas yang produksinya sedang
(VPS) dan 16,50% atau 471.794 ha menggunakan varietas
produksinya rendah (VPR).
1. V P T 11.755.296 83,45
2. V P S 1.091.191 7,75
3. V P R 1.240.704 8,81
14.087.191 100,00Jumlah
Luas Penyebaran (Ha) %No Varietas
96
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Tabel 31. Penyebaran Varietas Jagung MT 2012/2013 dan MT 2013
Keterangan :
VPT : Varietas Produksi Tinggi, jika produksinya > 8 ton/ha VPS : Varietas Produksi Sedang, jika produksinya > 6 ton/ha hingga < 8
ton/ha VPR : Varietas Produksi Rendah, jika produksinya < 6 ton/ha
Dari jumlah tersebut, varietas yang dominan di pertanaman adalah:
Bisi 2 (20,00%), P21 (8,27%) dan Bisma 16 (6,38%).
c. Kedelai
Penyebaran varietas kedelai pada MT 2012/2013 dan MT 2013
seluas 684,087 ha, sebanyak 81,04% atau 554.372, ha
menggunakan varietas unggul yang produksinya tinggi (VPT),
14,33% atau 98.044 ha menggunakan varietas yang produksinya
sedang dan 4,63% atau 31.671 ha menggunakan varietas yang
produksinya rendah (VPR).
Tabel 32. Penyebaran Varietas Kedelai MT 2012/2013 dan MT 2013
Keterangan:
VPT : Varietas Produksi Tinggi, jika produksinya > 1,5 ton/ha VPS : Varietas Produksi Sedang, jika produksinya > 1,2 ton/ha hingga <
1,5 ton/ha VPR : Varietas Produksi Rendah, jika produksinya < 1,2 ton/ha
Dari jumlah tersebut, varietas yang dominan di pertanaman adalah:
Wilis (34,80%), Anjasmoro (24,48%), dan Grobogan (11,78%).
1. VPT 2.356.429 82,40
2. VPS 31.511 1,10
3. VPR 471.794 16,50
2.859.734 100,00Jumlah
Luas Penyebaran
(Ha)%No. Varietas
1. VPT 554.372 81,04
2. VPS 98.044 14,33
3. VPR 31.671 4,63
684.087 100,00Jumlah
Luas Penyebaran
(Ha)%No. Varietas
97 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
d. Palawija Lainnya
Penyebaran varietas kacang tanah pada MT 2012/2013 dan MT
2013 seluas 345.719 ha, dan varietas yang dominan adalah varietas
Gajah (24,78), Kelinci (9,26%), dan Kancil (7,63%). Sedangkan
kacang hijau seluas 155.835 ha, dan varietas yang dominan adalah
Parkit (18,02%), Bakti (14,42%) dan Walet (8,74%). Untuk ubi kayus
eluas 660.773 ha, dan varietas yang dominan adalah varietas UJ5
(10,93%) dan Adira 4 (7,88%). Sementara ubi jalar seluas 93.371 ha,
dan varietas yang dominan adalah varietas Taiwan 45 (4,70%) dan
Kuningan Putih (3,40%).
5. Areal Produksi Benih Sumber
Untuk memenuhi kebutuhan benih varietas unggul bersertifikat dalam
upaya peningkatan produksi dan pendapatan petani, perlu dilakukan
pengembangan areal produksi Benih Sumber padi dan palawija,
khusus di Balai Benih sebagai sumber untuk memproduksi Benih Sebar
(BR) dan untuk percepatan pengembangan varietas unggul sesuai
dengan kebutuhan pengguna benih sumber.
Benih sumber sebagai salah satu bagian dari sistem produksi benih
varietas unggul bersertifikat oleh pemerintah dikelola dalam rangka
pengawasan dan pembinaan sehingga diharapkan benih varietas
unggul bersertifikat benar-benar sampai ke petani sesuai kondisi
lingkungan dan keinginan petani. Lembaga/institusi pemerintah yang
ditugasi untuk memproduksi benih sumber adalah Balai Benih yang
dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
347/Kpts/OT.210/6/2003 tentang Pedoman Pengelolaan Balai Benih
Tanaman Pangan dan Hortikultura. Dalam perkembangannya institusi
ini menjadi UPTD Dinas Pertanian Provinsi. Tugas utama lembaga ini
adalah perbanyakan benih sumber kelas Benih Dasar (BD) dan Benih
Pokok (BP).
Alur produksi benih dimulai dari beberapa urutan kelas benih yaitu: (1)
Benih Penjenis (Breeder Seed/BS) yang dihasilkan oleh Badan Litbang
Pertanian, (2) Benih Dasar (Foundation Seed/BD), (3) Benih Pokok
98
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
(Stock Seed/BP), dan (4) Benih Sebar (Extension Seed/BR). Benih
Dasar, Benih Pokok dan Benih Sebar diproduksi harus melalui proses
sertifikasi dalam produksinya.
Sesuai dengan fungsinya, maka Balai Benih provinsi dapat
memproduksi dua kelas benih yaitu: 1) kelas benih BD (perbanyakan
BS ke BD) dan 2) kelas benih BP (perbanyakan BD ke BP). Benih sumber
untuk perbanyakan benih adalah Benih Penjenis (BS), biasanya berasal
dari institusi Badan Litbangtan atau sumber lain yang diakui kualitas
Benih Penjenisnya (BS). Selanjutnya Balai Benih memproduksi benih
sumber (BD dan BP) sesuai aturan yang ditetapkan. Benih sumber yang
dihasilkan balai benih provinsi dapat disalurkan ke Balai Benih
kabupaten/kota atau produsen benih lainnya, BUMN dan penangkar
benih yang memproduksi Benih Sebar (BR).
Perbanyakan benih sumber padi, jagung, kedelai, kacang tanah,
kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar dan sorgum dilaksanakan di 32 provinsi
dengan areal 709 ha, dengan rincian benih padi seluas 297 ha, benih
jagung 123 ha, benih kedelai 207 ha, benih kacang tanah 50 ha, benih
kacang hijau 17 ha, benih ubi kayu 8 ha,benih ubi jalar 6 ha, dan benih
sorgum 2 ha. Realisasi perbanyakan benih sumber mencapai seluas
622 ha (87,73%) dengan rincian sebagai berikut: benih padi 240 ha
(80,64%), jagung 112 ha (91,43%), kedelai 193 ha (93,22%), kacang
tanah 47 ha (94,00%), kacang hijau 17 ha (100%), ubi kayu 7 ha
(87,50%), ubi jalar 6 ha (100%), dan sorgum 1 ha (50,00%).
Produksi benih padi yang dihasilkan dari perbanyakan benih tersebut
sebanyak 306.930 kg, 112.250 kg diantaranya merupakan carry over
tahun 2012 dan 526.410 kg produksi benih dari APBD tahun 2013.
Benih jagung yang sebanyak 105.381 kg, kedelai 67.885 kg, kacang
tanah 25.243 kg, kacang hijau5.530 kg, ubi kayu 70.000 stek, ubi jalar
135.000 stek, dan sorgum 100 kg. Untuk ubi jalar dan sorgum benih
yang dihasilkan hanya berasal dari kelas BS-BD.
99 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Tabel 33. Rekapitulasi Rencana dan Realisasi Tanam untuk Perbanyakan Benih Sumber pada Areal Produksi Benih Sumber di Balai Benih Tahun 2013
6. Pemberdayaan Penangkar Benih
Dalam rangka menuju kemandirian ketahanan pangan, Pemerintah
terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produktivitas
dan produksi tanaman pangan, khususnya padi, jagung dan kedelai.
Penggunaan benih varietas unggul bersertifikat diyakini dapat
memberikan kontribusi yang signifikan dalam peningkatan
produktivitas tanaman pangan. Dalam mendukung peningkatan
penggunaan benih varietas unggul bersertifikat tersebut diperlukan
sistem pengelolaan produksi benih yang baik sehingga mampu
menyediakan benih di tingkat lapangan sesuai dengan kebutuhan
(Ha) (Ha)
1. Padi 297 240 80,64 306.930 kg
BS-BD 95 77 81,32 101.820 kg
BD-BP 202 162 80,32 205.110 kg
2. Jagung 123 112 91,43 105.381 kg
BS-BD 33 27 83,08 30.224 Kg
BD-BP 90 85 94,44 75.157 Kg
3. Kedelai 207 193 93,22 67.885 kg
BS-BD 61 59 96,69 18.615 Kg
BD-BP 146 134 91,78 49.270 Kg
4. Kacang Tanah 50 47 94,00 25.243 kg
BS-BD 16 16 100,00 6.153 Kg
BD-BP 34 31 91,18 19.090 Kg
5. Kacang Hijau 17 17 100,00 5.530 kg
BS-BD 6 6 100,00 1.850 Kg
BD-BP 11 11 100,00 3.680 Kg
6. Ubi Kayu 8 7 87,50 70.000 kg
BS-BD 3 3 100,00 10.000 Stek
BD-BP 5 4 80,00 60.000 Stek
7. Ubi Jalar 6 6 100,00 135.000 Stek
BS-BD 4 4 100,00 135.000 Stek
BD-BP 2 2 100,00 - Stek
8. Sorgum 2 1 50,00 100 kg
BS-BD 1 1 100,00 100 Kg
BD-BP 1 - - - Kg
709 622 87,73
Produksi
(Kg atau Stek)%
Jumlah
Rencana
Tanam
Realisasi
Tanam No. Komoditas Kelas Benih
100
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
petani,yaitu jumlah, varietas, mutu, harga, lokasi dan waktu tanam.
Peranan penangkar benih dalam penyediaan benih varietas unggul
bersertifikat sangat penting tetapi disisi lain masih memiliki
keterbatasan seperti luas areal produksi dan sumber daya manusia.
Guna meningkatkan kinerja para penangkar benih tersebut maka
lembaga/institusi di daerah seperti Dinas Pertanian Provinsi, Dinas
Pertanian Kabupaten/Kota, Balai Pengawasan dan Sertifikasi Mutu
Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH), Balai Benih
Padi/Palawija dan Produsen Benih BUMN/Swasta tentunya harus
selalu melakukan pembinaan dan memberikan dukungan kepada
penangkar benih baik aspek teknis maupun manajemen.
Tujuan dilaksanakannya kegiatan pemberdayaan penangkar benih
adalah untuk: (1) menumbuhkembangkan penangkar benih di daerah
yang selama ini belum berkembang kelembagaan penangkar benih;
dan (2) meningkatkan kemampuan penangkar benih dalam
pengelolaan produksi dan pemasaran benih unggul bersertifikat.
Dalam upaya mendorong peningkatan kemampuan penangkar benih,
pada tahun 2013 telah dialokasikan kegiatan pemberdayaan
penangkar benih padi seluas 11.100 ha di 30 provinsi dan
pemberdayaan penangkar benih kedelai 3.500 ha di 23 provinsi.
Realisasi pemberdayaan penangkar benih padi 10.286 ha (92,67%) dan
kedelai 2.848 ha (81,37%).
Tabel 34. Realisasi Pemberdayaan Penangkar Benih Padi Inbrida dan Kedelai Tahun 2013
7. Penguatan Kelembagaan Perbenihan
Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih
Tanaman Pangan dan Hortikultura (UPTD BPSBTPH), yang merupakan
unit kerja pada Dinas Pertanian Provinsi terbentuk di 32 provinsi, satu
Rencana
(Ha) (Ha) (%)
1 Padi 11.100 10.286 92,67
2 Kedelai 3.500 2.848 81,37
No. KomoditasRealisasi
101 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
provinsi yang belum membentuk UPTD BPSBTPH yaitu Provinsi
Kepulauan Riau, yang kegiatan pengawasan dan sertifikasi benih masih
dilaksanakan UPTD BPSBTPH Provinsi Riau. Setiap UPTD BPSBTPH
memiliki Pengawas Benih Tanaman (PBT) dengan jumlah keseluruhan
mencapai 828 orang.
UPTD BPSBTPH memiliki tugas dan fungsi melaksanakan berbagai
kegiatan sertifikasi benih tanaman pangan dan hortikultura, pengujian
benih secara laboratories, penilaian varietas tanaman pangan dan
hortikultura, pengawasan peredaran benih, tugas-tugas
ketatausahaan dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam rangka
meningkatkan tugas dan fungsi serta kompetensi UPTD BPSBTPH
khususnya laboratorium benih, maka perlu menerapkan Sistem
Manajemen Laboratorium berdasarkan SNI ISO/IEC 19-17025-2005,
dengan tujuan didapatkan suatu standar yang sama dari hasil suatu
pengujian laboratorium, untuk itu laboratorium UPTD BPSBTPH perlu
diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Laboratorium
pengujian benih yang telah mendapatkan akreditasi sebanyak 18
laboratorium terdiri dari Balai Besar PPMBTPH Cimanggis, BPSBTPH
Provinsi Jawa Barat, BPSBTPH Provinsi Jawa Tengah, BPSBTPH Provinsi
Jawa Timur, BPSBTPH Provinsi DI Yogyakarta, BPSBTPH Provinsi DKI
Jakarta, BPSBTPH Provinsi Sumatera Selatan, BPSBTPH Provinsi
Sumatera Utara, BPSBTPH Provinsi Sumatera Barat, BPSBTPH Provinsi
Kalimantan Selatan, BPSBTPH Provinsi Kalimantan Barat, BPSBTPH
Provinsi Sulawesi Selatan, BPSBTPH Provinsi Sulawesi Tenggara,
BPSBTPH Provinsi Nusa Tenggara Barat dan BPSBTPH Provinsi Nusa
Tenggara Timur, BPSBTPH Provinsi Aceh, BPSBTPH Provinsi Sulawesi
Utara dan BPSBTPH Provinsi Maluku yang sedang dalam proses
akreditasi lima laboratorium yang terdiri dari BPSBTPH Provinsi
Kalimantan Timur, BPSBTPH Provinsi Kalimantan Tengah, BPSBTPH
Provinsi Banten, BPSBTPH Provinsi Bengkulu dan BPSBTPH Jambi. Pada
tahun 2012, BPSBTPH Lampung dan Bali masih dalam status
terakreditasi namun pada tahun 2013 kedua balai ini tidak lagi dalam
status terakreditasi.
102
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
8. Revitalisasi/Optimalisasi Balai Benih
Dalam rangka peningkatan produksi benih sumber (BD dan BP) TA
2013 dilaksanakan kegiatan revitalisasi/optimalisasi Balai Benih di 11
provinsi yaitu Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali,
Papua, Papua Barat dan Sulawesi Barat. Realisasi kegiatan
revitalisasi/optimalisasi terlaksana di 10 provinsi, sedangkan di
Provinsi Sumatera Selatan tidak dilaksanakan terkait penghematan
anggaran.
9. Subsidi Benih
Rencana alokasi Subsidi Benih tahun 2013 sebanyak 152.000 ton
terdiri dari benih padi inbrida 120.000 ton setara luas 4,800 juta ha,
padi hibrida 7.500 ton setara luas 500 ribu ha, jagung hibrida 7.500 ton
setara luas 80 ribu ha, jagung komposit 2.000 tonsetara luas 500 ribu
ha dan kedelai 15.000 ton setara luas 375 ribu ha. Realisasi
penyaluran/penjualan benih bersubsidi tahun 2013 untuk padi inbrida
mencapai 46.987 ton atau 39,16%, padi hibrida 1.810 ton atau 24,14%,
jagung komposit 364 ton atau 18,24%, jagung hibrida 599 ton atau
7,98% dan kedelai 2.426 ton atau 16,17% dari rencana penyaluran.
Tabel 35. Realisasi Penyaluran/Penjualan Benih Bersubsidi Tahun 2013
10. Cadangan Benih Nasional (CBN)
Pada tahun 2013 Pemerintah menyediakan Cadangan Benih Nasional
(CBN) yang meliputi benih padi inbrida, padi hibrida), benih jagung
komposit dan jagung hibrida, dan benih kedelai yang merupakan sisa
stok pada tahun 2012. Stok CBN sampai dengan akhir tahun 2012
(Ton) (Ha) (Ton) (Ha) (%)
1 Padi Inbrida 120.000 4.800.000 46.987 1.879.484 39,16
2 Padi Hibrida 7.500 500.000 1.810 120.676 24,14
3 Jagung Komposit 2.000 80.000 365 14.593 18,24
4 Jagung Hibrida 7.500 500.000 599 39.992 7,98
5 Kedelai 15.000 375.000 2.426 60.640 16,17
152.000 6.255.000 52.187 2.115.316 34,33
Realisasi
Jumlah
No. KomoditasRencana
103 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
untuk komoditas padi inbrida sebesar 15.364 ton, padi hibrida 1.201
ton, jagung hibrida 2.434 ton, jagung komposit 1.075 ton dan kedelai
8.524 ton. Realisasi penggunaan CBN berdasarkan Surat Penugasan
Direktur Jenderal Tanaman Pangan tahun 2013 untuk komoditas padi
inbrida sebanyak 1.543 ton, padi hibrida 486 ton, jagung hibrida 454
ton dan kedelai 903 ton, sementara jagung komposit tidak ada
penggunaan. Sehingga sisa stok CBN sampai akhir Desember 2013
untuk komoditas padi inbrida sebanyak 13.821 ton, padi hibrida 715
ton, jagung komposit tetap 1.075 ton, jagung hibrida 1.980 ton dan
kedelai 7.622 ton.
Realisasi penggunaan CBN tahun 2013 komoditas padi inbrida untuk
pemulihan sebanyak 1.316 ton dan pengembangan 227 ton;
sementara komoditas lainnya untuk pengembangan saja.
Tabel 36. Stok dan Penggunaan CBN Tahun 2013
D. Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan dari Gangguan OPT dan DPI
Kegiatan Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan dari Gangguan OPT
dan DPI difokuskan untuk mengamankan luas pertanaman dari serangan
OPT dan DPI, sehingga akan mengurangi kehilangan produksi.
1. Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT)
Pada tahun 2013 dialokasikan SL-PHT sebanyak 2.500 unit, terdiri dari
SL-PHT padi 2.020 unit, SL-PHT jagung 315 unit, dan SL-PHT kedelai 165
unit yang tersebar di 33 provinsi. Realisasi kegiatan SLPHT mencapai
2.421 unit (96,84%), yang terdiri dari SL-PHT padi sebanyak 1.957 unit
atau 96,88%, SL-PHT jagung sebanyak 307 Unit atau 97,46%, dan SL-
PHT kedelai sebanyak 157 unit atau 95,15% dari rencana.
Sisa
No. Komoditas Setara Luas Stok
(Ha) (Ton) (Ha) (Ton)
1 Padi Inbrida 15.364 614.548 1.543 61.713 13.821
2 Padi Hibrida 1.201 80.056 486 32.367 715
3 Jagung Komposit 1.075 43.017 - - 1.075
4 Jagung Hibrida 2.434 162.264 454 30.295 1.980
5 Kedelai 8.524 213.112 903 22.570 7.622
28.598 1.112.997 3.386 146.946 25.213
Penggunaan Berdasarkan
Penugasan
Jumlah
Stok Tahun 2012
(Ton)
104
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Kegiatan SL-PHT yang tidak terealisasi sebanyak 79 unit, terdiri dari 63
unit SL-PHT padi, 8 unit SL-PHT jagung, dan 8 unit SL-PHT kedelai yang
tersebar di Provinsi Riau 19 unit, Jambi 2 unit, Sumatera Selatan 13
unit, DKI Jakarta 5 unit, Jawa Timur 3 unit, Gorontalo 22 unit, Sulawesi
Barat 3 unit, Papua 7 unit, dan Papua Barat 5 unit.
Kendala yang dihadapi di tingkat provinsi sehubungan dengan tidak
terlaksananya kegiatan SLPHT adalah sebagai berikut:
a. Kendala non teknis
1) Adanya peralihan satker ke dinas pertanian menyebabkan
prosedur menjadi lebih panjang, sehingga proses pengajuan
anggaran kegiatan SLPHT terhambat. Hal ini mengakibatkan
keterlambatan pencairan dana/biaya kegiatan sehingga tidak
sesuai dengan rencana jadwal tanam.
2) Selain itu kondisi tersebut juga mengakibatkan keterlambatan
pencairan dana kegiatan SLPHT yang telah dilaksanakan
sehingga ada keengganan petugas untuk melaksanakan SLPHT
berikutnya.
3) Di wilayah tertentu (remote area) lokasi kegiatan sulit untuk
dijangkau dan memakan waktu lama, yang harus ditempuh
dengan perjalanan air dan darat, sehingga biaya operasional
yang tersedia kurang memadai.
b. Kendala teknis
Adanya kejadian dampak perubahan iklim (curah hujan yang
tinggi/kekeringan) di beberapa lokasi yang menyebabkan
mundurnya pelaksanaan waktu tanam pada calon lokasi SLPHT
yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Sekolah Lapangan Iklim (SL-Iklim)
Pada tahun 2013 dialokasikan SL-Iklim untuk padi dan jagung sebanyak
192 unit di 30 provinsi, dengan realisasi 188 unit (97,92%) dari sasaran
192 unit. Kegiatan SL-Iklim yang tidak terealisasi sebanyak 4 unit di
Provinsi Gorontalo karena adanya peralihan satker yang sebelumnya
105 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
ditempatkan di BPTPH menjadi di Dinas Pertanian dan Ketahanan
Pangan Provinsi Gorontalo. Hal ini menyebabkan sistem birokrasi yang
panjang sehingga proses menjadi terhambat dalam pengajuan
anggaran kegiatan. Keterlambatan pencairan dana kegiatan pada
satker tidak sesuai dengan rencana jadwal kerja sebelumnya.
3. Pengamatan, Peramalan, dan Pengendalian OPT
Operasional pengamatan, peramalan, dan pengendalian OPT, serta
penanganan DPI dilaksanakan di daerah oleh petugas POPT-PHP.
Kegiatan tersebut salah satunya bertujuan untuk memantau
perkembangan luas serangan OPT dan DPI. Data yang dihasilkan
selanjutnya dilaporkan ke UPTD BPTPH dan diteruskan ke pusat
berupa laporan dua mingguan.
Selama tahun 2013 laporan yang diterima sebanyak 758 (98,7%) dari
768 laporan. Sedangkan pada Tahun 2012, jumlah pelaporan OPT dan
DPI sebanyak 768 laporan (100%) dari 768 laporan. Data OPT dan DPI
yang dikirim oleh daerah selanjutnya digunakan sebagai dasar analisis
dan rekomendasi penanganan OPT dan DPI sehingga luas serangan
OPT dan terkena DPI dapat ditekan seminimal mungkin.
4. Bahan dan Sarana Pengendalian OPT
Bantuan bahan pengendali OPT berupa dana dekonsentrasi untuk
pengadaan bahan dan sarana di 30 provinsi. Bahan terdiri dari
pestisida nabati/agens hayati, dan sarana berupa Alat Pelindung Diri
(APD): sarung tangan, masker, waterpack, dll, Alat Pengendalian OPT
(handsprayer, mistblower, jaring serangga, jaring perangkap
tikus/Trap Barier System, bendera SPOT STOP, dll).
Selain itu untuk mendukung keberadaan bahan dan sarana
pengendalian di tahun 2013 juga telah dialokasikan dana untuk
renovasi gudang di enam provinsi, yaitu Provinsi Sumatera Selatan,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, dan Sulawesi Selatan.
106
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
5. Pengendalian OPT dan DPI
a. Pengendalian OPT
Pada tahun 2013 luas pengendalian OPT tanaman pangan mencapai
1.071.610 ha, yang terdiri dari luas pengendalian OPT utama padi
1.046.359 ha dan luas pengendalian OPT utama palawija (jagung
dan kedelai) 25.251 ha. Pengendalian OPT dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu: secara mekanik fisik, aplikasi pestisida, dan
cara lain.
Upaya pengendalian OPT dapat dilakukan melalui gerakan
pengendalian OPT, pengembangan dan pemanfaatan agens hayati,
serta pengembangan teknologi spesifik lokasi. Gerakan
pengendalian OPT dilakukan melalui Pencanangan gerakan
pengendalian OPT dan Gerakan pengendalian OPT kerjasama
dengan TNI.
Pada tahun 2013, dilaksanakan pencanangan gerakan pengendalian
pada tanaman padi, jagung, dan kedelai. Pencanangan gerakan
pengendalian OPT dilaksanakan di 6 lokasi (4 lokasi padi, 1 lokasi
jagung, dan 1 lokasi kedelai), yaitu:
Pencanangan gerakan pengendalan hama tikus pada tanaman
padi di Provinsi Sumatera Selatan, Jawa Barat, Sulawesi Selatan,
dan Kalimantan Selatan;
Pencanangan gerakan pengendalian belalang kembara pada
tanaman jagung di provinsi Nusa Tenggara Timur; dan
Pencanangan gerakan pengendalian hama penggulung daun,
penggerek polong, ulat grayak, lalat kacang, ulat jengkal dan
tikus pada tanaman kedelai di D.I. Yogyakarta.
Dalam rangka memotivasi masyarakat/petani tani untuk berperan
aktif dalam mengendalikan serangan OPT secara bersama-sama di
daerah-daerah endemis serangan OPT di sentra produksi juga telah
dilaksanakan gerakan pengendalian yang melibatkan Tentara
Nasional Indonesia (TNI). Kesepakatan ini merupakan payung
107 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
hukum dalam pelaksanaan kegiatan yang mendukung peningkatan
produksi dan produktivitas melalui pengamanan dari serangan OPT.
Pada tahun 2013 sudah dilaksanakan pengendalian OPT bersama
TNI di sepuluh provinsi, yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan,
Lampung, NTB, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.
Pengembangan dan pemasyarakatan teknologi pengendalian OPT
di lapangan terus dilakukan baik oleh petugas POPT-PHP maupun
petani, yaitu melalui pendayagunaan dan pemanfaatan agens
hayati serta diseminasi teknologi pengendalian OPT. Pada tahun
2013, teknologi pengendalian OPT telah tersebar di 32 provinsi.
Salah satu kegiatan pengembangan teknologi pengendalian OPT
spesifik lokasi dan ramah lingkungan, adalah pengembangan agens
hayati, yang terdiri dari jamur, bakteri, parasitoid, predator, virus,
dekomposer, nematodaa, Plant Growth Promoting Rhizobacteria
(PGPR), dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT).
Kegiatan lainnya adalah eksplorasi dan pengembangan beberapa
jenis pestisida nabati. Bahan pestisida nabati yang dewasa ini
dikembangkan di beberapa LPHP/LAH, antara lain: ekstrak dari
daun mimba, lengkuas, sereh, tembakau, kamalakian, daun sirsak,
ampas parutan kelapa, akar terigi, rimpang empon-empon, biji
bengkuang dan buah majapahit.
Pengendalian OPT agar berhasil dengan baik harus bersifat spesifik
lokasi dengan memperhatikan kondisi setempat dan dilaksanakan
secara bersama-sama dan terus menerus pada areal yang luas.
Kepedulian petani terhadap keberadaan OPT di areal usaha taninya
merupakan salah satu kunci keberhasilan pengendalian OPT.
b. Penanganan DPI
Penanganan DPI dilakukan melalui upaya adaptasi dan mitigasi
iklim, antara lain sebagai berikut:
108
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Mengembangkan teknik budidaya yang sesuai untuk mengatasi
banjir dan kekeringan;
Implementasi dan pengembangan kalendar tanam;
Perbaikan dan penyesuaian infrastruktur/jaringan irigasi,
implementasi gerakan hemat air;
Penggunaan dan pengembangan varietas-varietas padi yang
tahan kering/banjir/salinitas;
Optimalisasi pemanfaatan rawa lebak.
Sedangkan upaya mitigasi iklim adalah sebagai berikut:
Inventarisasi daerah rawan banjir/kering, ketersediaan benih,
ALSINTAN dan SAPRODI lain;
Penyebaran informasi prakiraan iklim melalui Pemda dan
instansi terkait;
Pengawalan dan monitoring intensif;
Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait;
Menyediakan informasi dan kajian pengembangan teknologi
pemanfaatan informasi iklim, pengelolaan risiko iklim, dan
pengaruh DPI terhadap OPT;
Mengembangkan SLI.
Salah satu sarana penunjang dalam upaya penanganan DPI pada tahun
2012 disediakan alat penakar curah hujan type Observatorium (OBS)
sebanyak 130 unit dan Automatic Weather Station (AWS) sebanyak
Sembilan unit merupakan salah satu sarana penunjang yang
menghasilkan informasi iklim sehingga dapat dimanfaatkan untuk
meminimalisasi kerusakan lahan akibat DPI (banjir dan kekeringan).
6. Penguatan Kelembagaan Perlindungan
a. Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Proteksi/Perlindungan Tanaman
Pangan dan Hortikultura (UPTD-BPTPH)
Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Proteksi/Perlindungan Tanaman
Pangan dan Hortikultura (UPTD-BPTH) merupakan pelaksana dan
109 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
penanggungjawab pelaksanaan kegiatan perlindungan tanaman
pangan di provinsi yang bertanggung jawab langsung kepada
Kepala Dinas Pertanian Provinsi. Umumnya keberadaan UPTD-
BPTPH di daerah telah menjalankan tugas pokok dan fungsinya
dengan baik.
Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001 telah
terbentuk 28 UPTD-BPTPH yang tersebar di 28 provinsi dari 30
provinsi yang ada pada saat itu. Dalam perkembangannya, sampai
tahun 2013 sesuai dengan pemekaran provinsi telah terbentuk 32
UPTD-BPTPH dari 33 provinsi yang ada saat ini (Provinsi Kepulauan
Riau belum membentuk UPTD-BPTPH).
UPTD-BPTPH sebagai pelaksana kegiatan perlindungan tanaman
pangan di tingkat provinsi, bertugas mengumpulkan dan mengolah
laporan tengah bulanan keadaan OPT dan antisipasi DPI,
melaksanakan kegiatan pengembangan teknologi di Laboratorium
Pengamatan Hama dan Penyakit/Laboratorium Agens Hayati
(LPHP/LAH), Sekolah Lapangan (SL-PHT dan SL-Iklim),
pengembangan SDM, dan kegiatan perlindungan tanaman lainnya.
b. Pos Pengembangan Agens Hayati (PPAH)
Pos Pengembangan Agens Hayati (PPAH) adalah kelembagaan
perlindungan tanaman di tingkat petani yang sebagian besar
anggotanya petani alumni SLPHT dan merupakan kelompok tani
binaan dari BPTPH/LPHP/LAH. Kelompok Tani PPAH memiliki
peranan yang besar dalam pemasyarakatan penerapan
Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) dengan kegiatan perbanyakan
dan pemanfaatan agens hayati serta pestisida nabati, dan kegiatan
pertanian ramah lingkungan lainnya untuk memenuhi kebutuhan di
lahan usahatani kelompok tani tersebut. Keberadaan PPAH dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan dalam dua tahun terakhir
ini, yaitu pada tahun 2012 sejumlah 1.005 unit dan tahun 2013
sejumlah 1.009 unit.
110
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Kendala yang ditemui PPAH antara lain: jumlah kelompok tani PPAH
yang sering berubah karena kurangnya fasilitasi sarana dan
pembinaan secara berkesinambungan, dan belum setiap provinsi
mengalokasikan dana pembinaan PPAH. Untuk itu perlu dilakukan
penumbuhan PPAH dan pembinaan secara berkelanjutan PPAH
yang sudah terbentuk dan penumbuhan, dan perencana kegiatan
BPTPH hendaknya dapat mengalokasikan dana fasilitasi, sarana,
dan pembinaan PPAH
c. Laboratorium Pengamatan Hama Penyakit/Laboratorium Agens
Hayati (LPHP/LAH)
Laboratorium Pengamatan Hama Penyakit/Laboratorium Agens
Hayati (LPHP/LAH) merupakan institusi terdepan dalam penerapan
dan pengembangan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) di
lapangan. LPHP/LAH berperan sebagai klinik tanaman dan rujukan
dalam pengembangan dan diseminasi teknologi perlindungan
tanaman.
Sebagai pusat pengembangan teknologi perlindungan tanaman,
kegiatan yang dilaksanakan antara lain eksplorasi, perbanyakan,
pengembangan, dan pemasyarakatan agens hayati/pestisida
nabati. Beberapa agens hayati dan pestida nabati yang telah
dikembangkan hingga saat ini yaitu: Trichogramma spp,Beauveria
bassiana, Metarhizium sp, Verticillium sp, SI-NPV,
Corynebacterium sp, Trichoderma sp, Gliocladium sp, serta
pestisida nabati (nimba, mindi, minyak selasih, kacang babi, sirsak,
buah maja, sambiloto, dll).
Saat ini Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit/
Laboratorium Agens Hayati berjumlah 94 unit tersebar di 32
provinsi. Permasalahan yang perlu mendapat perhatian adalah
SDM dan optimalisasi tugas pokok dan fungsi LPHP/LAH sesuai
pedoman operasional LPHP.
Kendala teknis yang ditemui LPHP/LAH antara lain:SDM yang
terbatas baik kualitas, maupuan kuantitas, dan kondisinya sangat
111 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
bervariasi terutama terkait prasarana, sarana, dan pengembangan
teknologi. Untuk itu perlu peningkatan kuantitas dan kualitas
melalui berbagai pelatihan/studi banding/pembinaan internal, dan
penguatan prasarana dan sarana untuk mendukung
pengembangan teknologi perlindungan tanaman.
d. Brigade Proteksi Tanaman (BPT)
Brigade Proteksi Tanaman (BPT) merupakan unit pelaksana
operasional SPOT STOP dan penanggulangan eksplosi serangan
OPT. Dalam pelaksanaannya BPT dibantu oleh Regu Pengendali
Hama (RPH)/kelompok tani setempat. Pada awal terbentuknya,
kedudukan BPT berada di bawah pengelolaan Dinas Pertanian
Provinsi, seiring dengan berjalannya waktu keberadaan BPT pada
beberapa provinsi telah diserahkan kepada UPTD BPTPH. Sampai
saat ini telah terdapat BPT sejumlah 81 unit yang tersebar di 32
provinsi kecuali Provinsi Kepulauan Riau.
Dalam rangka mendukung optimalisasi kegiatan BPT pada tahun
2013 melalui dana dekonsentrasi dialokasikan dana operasional
BPT dan RPH di 32 provinsi (kecuali Provinsi Kepulauan Riau) dan
dana untuk membangun gudang BPT di lima provinsi (Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, dan Sulawesi Selatan).
Kendala teknis yang ditemui BPT antara lain: di beberapa provinsi
BPT tidak melekat di BPTPH, sehingga secara operasional
menghambat pengambilan tindakan pengendalian OPT pada saat
eksplosi, yaitu Provinsi Aceh, Jambi, Bengkulu, Lampung, Banten,
DKI Jakarta, Jawa Barat, NTB, NTT, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Timur, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Papua, Papua Barat). Selain
itu SDM POPT semakin berkurang masih merangkap sebagai staf
LPHP/BPTPH. Untuk lebih meningkatkan keberadaan,
pemberdayaan, dan fungsi kelembagaan BPT, perlu terus dilakukan
pembenahan terutama SDM, prasarana, sarana, dan struktur
pembinaan yang sebagian masih berada di Dinas Pertanian Provinsi.
112
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
e. Pejabat Fungsional Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan-
Pengamat Hama Penyakit Tumbuhan (POPT-PHP) dan Tenaga
Harian Lepas-Tenaga Bantu POPT-PHP (THL-TB POPT-PHP)
Jumlah POPT-PHP saat ini berjumlah 2.594 orang, yang tersebar di
33 provinsi, 497 kabupaten/kota. Seiring dengan pemekaran
wilayah di era otonomi daerah, jumlah POPT-PHP saat ini belum
mencapai kondisi ideal yang diharapkan, yaitu satu orang POPT-PHP
di tiap wilayah kerja pengamatan (kecamatan) yang saat ini
berjumlah 6.543 kecamatan. Kurang memadainya jumlah POPT-
PHP dapat mengakibatkan kurang akuratnya data dan informasi
hasil pengamatan, sehingga kegiatan operasional pengendalian/
penanganan serta perencanaan pengendalian OPT dan antisipasi
DPI dalam rangka pengamanan produksi tidak optimal. Sedangkan
jumlah THL-TB POPT pada tahun 2013 sebanyak 1.170 orang
bertambah 28 orang jika dibandingkan tahun 2012 yang berjumlah
1.142 orang karena adanya penambahan perekrutan di daerah.
Namun dengan penambahan tersebut masih belum bisa memenuhi
kebutuhan tenaga POPT-PHP saat ini.
Permasalahannya saat ini dan sampai lima tahun ke depan tenaga
POPT-PHP sebagian besar memasuki masa purna tugas secara
serempak di seluruh Indonesia, dan belum terpenuhinya satu
wilayah kerja/kecamatan satu POPT-PHP. Untuk itu perlu
rekruitmen POPT-PHP terutama oleh daerah, dan peningkatan
kemampuan THL TB POPT-PHP.
f. Petani Pengamat
Petani pengamat merupakan petani alumni SL-PHT yang ditetapkan
dengan ketetapan Kepala Dinas Pertanian Provinsi dan bertugas
membantu POPT-PHP/THL TB POPT-PHP melakukan pengamatan
agroekosistem (OPT, musuh alami, DPI, dan faktor abiotik yang
mempengaruhi perkembangan OPT/DPI) di wilayah pengamatan
terdekat dengan tempat tinggal petani bersangkutan dan atau yang
disepakati dengan POPT-PHP terdekat. Petani pengamat saat ini
113 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
berjumlah 3.036 orang, yang tersebar di 31 provinsi (kecuali
Provinsi Kepulauan Riau dan Bali).
7. Surveilans OPT (Pengamatan OPT)
Surveilans merupakan suatu bentuk pengamatan yang dilaksanakan
dalam rangka mengumpulkan, mencatat, dan menghitung data
tentang dinamika populasi atau tingkat serangan OPT, musuh alami,
serta faktor-faktor yang mempengaruhinya pada waktu dan tempat
tertentu. Data dan informasi yang diperoleh digunakan untuk
menganalisa keadaan dan perkiraan perkembangan OPT serta
menyusun langkah operasional pengendalian.
Surveilans dilaksanakan minimal sebanyak dua kali dalam satu musim
tanam, yaitu fase vegetatif dan generatif atau berdasarkan kejadian
serangan OPT yang luar biasa atau keadaan populasi dan intensitas
serangan meningkat tajam.
Surveilans dilakukan oleh UPTD-BPTPH, LPHP/LAH, dan POPT-PHP di
wilayah kerjanya. Sedangkan surveilans yang dilaksanakan oleh
Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan atau Balai Besar Peramalan
OPT bersifat Insidentil.
8. Kegiatan Balai Pengujian Mutu Produk Tanaman (BPMPT)
Realisasi pengujian mutu pestisida, pupuk dan produk tanaman pada
tahun 2013 sebanyak 1.703 sampel atau mencapai 100,18% dari target
1.700 sampel yang terdiri dari sampel pelanggan sebanyak 1.369 dan
sampel monitoring 327 sampel. Realisasi tersebut bila dibandingkan
dengan realisasi pengujian tahun 2012 sebanyak 1.645 sampel
mengalami peningkatan sebesar 3,53%.
Tabel 37. Realisasi Pengujian Mutu Pestisida, Pupuk dan Produk TanamanTahun 2013
Target Realisasi %
(Sampel) (Sampel) Realisasi
1 Mutu Pestisida 1.130 1.167 103,27
2 Mutu Pupuk 160 215 134,38
3 Mutu Produk Tanaman 305 284 93,11
4 Aflatoksin 60 37 61,67
5 Logam Berat 45 - -
1.700 1.703 100,18
Jenis PengujianNo.
Jumlah
114
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada BPMPT diperoleh dari
penerimaan pengujian mutu pestisida, pupuk dan produk tanaman,
pada tahun 2013 sebanyak Rp.618,975 juta atau 103,16% dari target
Rp.600 juta.
Disamping kegiatan tersebut, beberapa kegiatan pendukung lainnya yang
dilaksanakan dalam penguatan perlindungan tanaman pangan dari
Gangguan OPT dan DPI antara lain:
1. Pendidikan dan Latihan
Selama tahun 2013, dalam rangka peningkatan kompetensi petugas
telah dilakukan kegiatan:
a. Training of Trainers Pemandu Lapangan I SLPHT (ToT PL I SL-PHT)
Faktor penting penentu keberhasilan Sekolah Lapangan
Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) adalah kualitas SDM petugas
sebagai pemandu/pelaksana SLPHT di lapangan. Salah satu upaya
memenuhi kebutuhan pemandu SLPHT adalah melalui ToT PL I SL-
PHT yang alumninya diharapkan mampu memandu ToT PL 2 SL-PHT
di masing-masing provinsi.
Peserta ToT terdiri dari 38 orang POPT/POPT-PHP yang berasal dari
32 provinsi (kecuali peserta dari Kepulauan Riau), Direktorat
Perlindungan Tanaman Pangan, dan BBPOPT Jatisari.
b. Training of Trainers Pemandu Lapangan I SL-Iklim (ToT PL I SL-Iklim)
Training of trainer pemandu lapangan I SL-Iklim, merupakan suatu
proses pembelajaran bagi petugas lapangan dalam mengelola data
dan informasi iklim. ToT PL I SL-Iklim bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan petugas dalam penerapan dan
pemanfaatan informasi iklim sebagai bahan pertimbangan dalam
menyusun pola tanam dan strategi tanam di lapangan/di wilayah
kerjanya. ToT SL-Iklim diikuti oleh 59 peserta dari 30 provinsi di
Indonesia.
115 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
2. Rapat-Rapat Koordinasi
a. Rapat Teknis Pelaksanaan Perlindungan Tanaman Pangan Tahun
2013
Rapat Teknis Perlindungan Tanaman Pangan bertujuan untuk
meningkatkan koordinasi dan sinergitas pelaksanaan kegiatan
perlindungan tanaman pangan antara pusat dan daerah (Dinas
Pertanian Provinsi dan BPTPH) dalam upaya peningkatan
ketahanan pangan dan mensinkronkan kegiatan perlindungan
tanaman pangan tahun 2013 antara pusat dan daerah. Selain
pemaparan materi, dilaksanakan juga field trip ke kelompok petani
organik, dengan hasil sebagai berikut:
1) Tindakan prioritas yang dilakukan oleh Direktorat Perlindungan
Tanaman Pangan untuk mencapai sasaran kinerja Tahun 2013
adalah memenuhi kekurangan SDM perlindungan tanaman
pangan (POPT-PHP). Kekurangan tersebut disebabkan adanya
pemekaran wilayah administrasi, mutasi dan promosi pegawai,
meninggal dunia, serta purna tugas.
2) Pemenuhan kekurangan SDM perlindungan diupayakan melalui
pengangkatan kembali/rekrutmen THL TB POPT-PHP khususnya
yang berlatar belakang pendidikan SPMA atau SLTA. Latar
belakang pendidikan tersebut mutlak ditetapkan karena akan
ditempatkan di lapangan dan diharapkan dapat menjadi petugas
fungsional POPT terampil.
3) Kebijakan SPOT STOP perlu didukung oleh sistem kelembagaan
yang kuat, sarana prasarana pengendalian OPT yang memadai,
dan pengawalan melalui kegiatan surveilans serta monitoring
dan evaluasi.
4) Kelembagaan perlindungan tanaman yang berperan langsung
dalam pengendalian OPT di lapangan, yaitu Brigade Proteksi
Tanaman (BPT), Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit
Tumbuhan (LPHP), petugas Pengendali OPT-Pengamat Hama
Penyakit (POPT-PHP), serta Tenaga Harian Lepas Pengendali
OPT-Pengamat Hama Penyakit (THL POPT-PHP).
116
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
5) Dokumentasi kegiatan SLPHT selama ini belum
didokumentasikan, petani alumni SLPHT kontribusinya sangat
banyak namun belum terpublikasikan, sehingga perlu dibuat
dokumentasi Succes Story-nya. Dokumentasi itu penting karena
sebagai bukti bahwa hal itu benar adanya, dan sebagai bahan
untuk dikembangkan di daerah lain.
6) Dalam rangka mendukung terwujudnya pertanian
berkelanjutan, dilakukan upaya pembentukan rintisan
kecamatan PHT terutama di daerah endemis serangan OPT
melalui pengelolaan agroekosistem berbasis tanaman pangan
spesifik lokasi.
7) Kecamatan PHT sangat mungkin terwujud karena SL-PHT adalah
program pemberdayaan kualitas SDM dan SDA petani, dalam
mewujudkan petani sebagai manajer.
8) Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat
kecil, hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas.
Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di
pasar internasional walaupun secara bertahap. Hal ini karena
berbagai keunggulan komparatif, antara lain masih banyak
sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan
sistem pertanian organik dan teknologi untuk mendukung
pertanian organik sudah cukup tersedia seperti pembuatan
kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan lain-lain.
b. Koordinasi Komisi Perlindungan Tanaman (KPT)
Koordinasi Komisi Perlindungan Tanaman bertujuan untuk
mengevaluasi pelaksanaan kebijakan dan membahas permasalahan
aktual di bidang perlindungan tanaman sebagai bahan masukan
kepada Menteri Pertanian dalam penetapan kebijakan yang
strategis dan akomodatif.
Peserta pertemuan terdiri dari para anggota KPT, narasumber,
undangan dan perwakilan dari instansi terkait (Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Hortikultura, Direktorat
117 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Jenderal Perkebunan, dan Badan Karantina Pertanian), dengan hasil
sebagai berikut:
1) Perlunya pemerintah pusat maupun provinsi/kabupaten/kota
melakukan upaya perekrutan tenaga POPT mengingat ke depan
tugas perlindungan tanaman semakin berat.
2) Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) Dasar
tetap diperlukan untuk menjamin keberlangsungan program
PHT secara keseluruhan.
3) Perlunya payung hukum yang tepat terkait aspek pabrikasi,
penanganan pada tingkat produsen/konsumen, pengelolaan sisa
dan limbah, sampai pengawasan pestisida untuk menghindari
praktik penyimpangan pestisida di lapangan. Kewenangan
Komisi Pestisida perlu diperluas, tidak hanya sebagai lembaga
pendaftaran, tetapi juga sebagai pengatur dan pengawas
pestisida. Fungsi pengawasan harus dilakukan oleh
lembaga/petugas yang kompeten, berdedikasi, dan
berkomitmen tinggi.
4) Dalam pengembangan agens hayati, perlu ditetapkan standar
pengembangan, registrasi, dan penjaminan mutu, baik di tingkat
laboratorium maupun pos pelayanan agens hayati (PPAH). Peran
Komisi Agens Hayati perlu diperluas untuk pengaturan dan
pengawasan agens hayati yang diproduksi dalam negeri.
5) Untuk mencegah perluasan serangan OPT, baik pada komoditas
tanaman pangan, perkebunan, maupun hortikultura,
Kementerian Pertanian diharapkan segera menggerakkan
semua komponen/sumber daya yang ada, penguatan deteksi
dan pengendalian dini OPT sesuai prinsip PHT, melakukan
sinkronisasi dan koordinasi antar lembaga terkait perlindungan
tanaman, serta melakukan pengaturan yang ketat terkait proses
produksi benih dan penyebarannya.
118
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
6) Upaya mitigasi untuk menekan insidensi munculnya OPTK perlu
diterapkan, diantaranya adalah pembatasan impor media
pembawa, pemusnahan tanaman terserang, dan penghentian
penanaman komoditas di daerah endemik selama periode
tertentu. Untuk OPTK yang sudah dilaporkan keberadaannya di
wilayah Indonesia perlu dikonfirmasi dan dilakukan peninjauan
terhadap statusnya.
c. Evaluasi Pelaksanaan dan Kepemanduan SL-PHT
Dalam rangka meningkatkan kualitas, mengetahui efektivitas,
dampak dan permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan SL-
PHT, serta menyusun perencanaan yang tepat untuk
pengembangan PHT telah dilaksanakan Evaluasi Pelaksanaan dan
Kepemanduan SL-PHT pada tanggal 28-31 Mei 2013 di Solo, Jawa
Tengah.
Evaluasi dihadiri oleh 71 peserta yang terdiri dari petugas/
penanggung jawab pelaksanaan SL-PHT dan PL I SL-PHT (32
provinsi), para pakar dan narasumber. Pakar/narasumber yang
hadir dalam pertemuan yaitu pakar PHT dari Universitas Brawijaya
(Dr. Ir. Gatot Mudjiono), Kepala Bagian Program Kebijakan dan
Perencanaan Wilayah dari Biro Perencanaan Kementerian
Pertanian, dan Pemandu Lapangan I SL-PHT. Berdasarkan hasil
evaluasi kegiatan, dengan rumusan sebagai berikut:
1) Pembangunan nasional ke depan tetap diarahkan pada prinsip
Pro Growth, Pro Job, Pro Poor, dan Pro Green, yaitu
meningkatkan produktivitas, menanggulangi pengangguran dan
kemiskinan, serta menjaga kelestarian sumber daya alam dan
lingkungan hidup. Sejalan dengan prinsip tersebut kementerian
pertanian telah menetapkan empat sukses pembangunan
pertanian, yaitu swasembada dan swasembada berkelanjutan,
diversifikasi pangan, peningkatan mutu daya saing dan ekspor,
serta meningkatkan kesejahteraan petani.
119 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
2) Pengamanan produksi melalui perlindungan tanaman dari
gangguan serangan OPT dan DPI merupakan bagian integral dari
sistem budidaya tanaman. Pengendalian OPT harus didasarkan
pada sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sesuai dengan
yang diamanatkan dalam UU No 12 tahun 1992 tentang Sistem
Budidaya Tanaman. Pelaksanaannya diupayakan melalui
pendekatan ekologi, ekonomi, dan sosial budaya setempat
sehingga sasaran penerapan sistem PHT dalam budidaya
tanaman pangan dapat tercapai yaitu menjaga produktivitas
pada taraf tinggi, OPT terkendali, dan lingkungan lestari.
3) Strategi operasional penerapan sistem PHT dalam rangka
pengamanan produksi tanaman pangan dilakukan melalui:
- Strategi Preemtif yaitu mengupayakan perencanaan
agroekosistem yang tahan/toleran terhadap OPT.
- Strategi Responsif yaitu melakukan pemantauan
agroekosistem secara periodik. Apabila terjadi spot serangan
(populasi/serangan OPT) di atas ambang pengendalian segera
dikendalikan (stop) agar luas serangan tidak bertambah.
4) Peran penting perlindungan tanaman dalam pengamanan
sasaran produksi tanaman pangan perlu didukung dengan
peningkatan kemampuan SDM petani dalam mengendalikan
OPT. Peningkatan kemampuan SDM petani tersebut diupayakan
melalui program SL-PHT. Program SL-PHT diharapkan dapat
meningkatkan kemandirian petani dalam usaha tani,
memasyarakatkan penerapan PHT dalam budidaya tanaman,
meningkatkan pengelolaan agroekosistem secara bijaksana dan
berkelanjutan, serta memberikan kontribusi yang nyata dalam
pengamanan produksi.
5) Dalam upaya memasyarakatkan dan melembagakan PHT telah
dirancang Road Map SL-PHT untuk mendukung pengamanan
produksi melalui pemberdayaan petani. Kegiatan SL-PHT diawali
dengan pelaksanaan SL-PHT Skala Kelompok yang dilanjutkan
120
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
dengan SL-PHT Tindak Lanjut, dan SL-PHT Skala Luas/hamparan.
Melalui pembinaan dan pemberdayaan secara berkelanjutan
kepada para alumni SL-PHT tersebut, serta dukungan aparat,
tokoh masyarakat, dan komponen-komponen terkait lainnya,
diharapkan dapat terwujud Kecamatan PHT. Kecamatan PHT
merupakan wilayah/kawasan/daerah yang masyarakat petani-
nya telah menerapkan kaidah-kaidah PHT dalam budidaya
tanaman secara berkelanjutan dan mandiri.
6) Kegiatan persiapan (H-min) merupakan faktor penting dalam
menentukan keberhasilan pelaksanaan SL-PHT. Kegiatan
persiapan meliputi penentuan lokasi dan peserta, pemahaman
ekosistem setempat dengan penelusuran budidaya tanaman,
dan perencanaan pelaksanaan SL-PHT (kontrak belajar). Selain
itu, pengelolaan agroekosistem yang merupakan kegiatan utama
SL-PHT dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan petani
dalam memahami dan mensiasati keadaan agroekosistem
setempat sehingga optimal bagi pertumbuhan tanaman
sekaligus dapat menekan perkembangan OPT.
7) Kunci keberhasilan SLPHT juga tergantung pada terlaksananya
keseluruhan proses pembelajaran dengan baik, runtut dan
benar. Kualitas Rencana Tindak Lanjut (RTL) merupakan bagian
penting yang harus diperkuat untuk menjamin keberlanjutan
penerapan dan pengembangan PHT. Oleh sebab itu, RTL agar
dilaksanakan di pertengahan pelaksanaan SL-PHT.
8) Ecological Engineering (rekayasa ekologi) merupakan teknologi
PHT, yang pada prinsipnya adalah adanya biodiversitas
(keragaman hayati) pada pertanaman. Biodiversitas ini dapat
menciptakan kondisi lingkungan pertanaman yang lebih stabil.
9) Kurikulum SL-PHT perlu ditinjau kembali untuk
mengakomodasi berbagai perkembangan teknologi ramah
lingkungan dengan tetap mengedepankan strategi PHT.
121 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
10) Untuk mengoptimalkan pelaksanaan SL-PHT, telah disusun
pedoman teknis Sistem Pengendalian Intern (SPI) SL-PHT. SPI
digunakan untuk mengontrol pelaksanaan kegiatan SL-PHT
sehingga dapat dilaksanakan sesuai pedoman yang telah
ditetapkan.
11) Pelaksanaan kegiatan Rintisan Kecamatan PHT agar tidak
semata mengacu pada Pedoman Teknis Direktorat
Perlindungan Tanaman Pangan. Hendaknya ada kreativitas
Pemandu Lapangan untuk mengupayakan kegiatan yang
mendukung pengamanan produksi serta kegiatan lain yang
mendorong terwujudnya pertanian berkelanjutan/organik.
Kegiatan Deklarasi Rintisan Kecamatan PHT diharapkan
menjadi momentum untuk bekerja secara nyata dalam
mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan oleh setiap pihak
yang terlibat diantaranya alumni SLPHT, POPT, PPL, KCD, tokoh
masyarakat, aparat setempat, dan stake holder terkait.
12) Sebagai dampak dari pelaksanaan SL-PHT yang telah diikuti,
para alumni SL-PHT mampu terus menerus mengembangkan
teknologi ramah lingkungan seperti agens hayati, pestisida
nabati, pupuk organik, mikro organisme lokal (MOL), plant
growth promoting rhizobacterium (PGPR) dan saprodi ramah
lingkungan lainnya. Untuk itu, pembinaan dan pendampingan
petugas perlu lebih ditingkatkan untuk menjamin kontinuitas
dan kualitas/keamanan produk-produk tersebut. Sistem yang
terintegrasi dalam kegiatan SL-PHT, PPAH, dan komponen-
komponen pengembangan PHT diperlukan untuk mendukung
keberhasilan pengamanan produksi dan pertanian
berkelanjutan.
13) Berdasarkan data evaluasi pelaksanaan SL-PHT Tahun
Anggaran 2012 dapat diuraikan sebagai berikut:
- Peserta SLPHT umumnya berusia lebih dari 40 tahun dengan
komposisi gender masih didominasi pria dibandingkan
122
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
wanita. Tingkat pendidikan peserta sebagian besar pada
jenjang SD-SMP (usia 3%, 48%, 49%; gender Pria 76% Wanita
24%; tingkat pendidikan 37%, 32%, 29%, 2%).
- Rata-rata hasil Post Test menunjukkan terdapat
peningkatan kemampuan peserta yang lebih tinggi
dibandingkan saat hasil Pre Test (Pre test 44.9, Post test
75.1).
- Rata-rata intensitas serangan OPT Utama pada perlakuan
petak PHT lebih rendah dibandingkan petak petani (petak
PHT 5.8%, petak petani 10.3%).
- Pada petak PHT frekuensi aplikasi pestisida menurun
sebanyak 2-3 kali dibandingkan petak petani (petak PHT 1.1
X, petak petani 3.5 X).
- Rata-rata produktivitas pada petak PHT lebih tinggi
dibandingkan dengan petak petani (petak PHT 61.7 ku/ha,
petak petani 53.1 ku/ha).
- Nilai B/C ratio pada petak PHT lebih tinggi dibandingkan
petak petani. Hal ini berarti ada peningkatan keuntungan
dalam usaha tani (petak PHT 2.2 dan petak petani 1.7).
d. Forum Sekolah Lapangan Iklim (SL-Iklim)
Forum SL-Iklim merupakan sarana kerjasama dan tukar-menukar
informasi iklim serta teknologi budidaya antar anggota Forum SL-
Iklim. Pada tahun 2013 Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan
telah melaksanakan dua kali pertemuan forum SL-Iklim.
1) Forum SL-Iklim I
Forum SL-Iklim I tahun 2013 dilaksanakan pada tanggal 22-24
Mei 2013 di Yogyakarta, yang bertujuan untuk membahas
penyempurnaan materi dalam modul SL-Iklim. Forum SL-Iklim I
diikuti oleh 72 orang peserta yang berasal dari 29 provinsi.
Beberapa hal yang disampaikan, antara lain terdapat dua jenis
modul yang dibutuhkan oleh pemandu dan tenaga teknis antara
lain:
123 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
- Modul Pengetahuan Dasar Iklim untuk Pemandu dan Tenaga
Teknis
Modul tersebut merupakan acuan bagi pemandu dan tenaga
teknis di Dinas Kabupaten/Kota untuk bisa memahami lebih
baik masalah perubahan iklim ekstrim dan strategi
penanganannya, khususnya pada sektor Tanaman Pangan,
yang berisi mengenai dinamika Iklim Indonesia, sistem
prakiraan musim/iklim, identifikasi permasalahan iklim
spesifik daerah dan strategi pengelolaanya, dan mekanisme
kelembagaan pemanfaatan informasi iklim untuk
pengelolaan resiko
- Modul Dasar SL-Iklim
Modul ini diharapkan dapat menjadi salah satu pedoman dan
acuan bagi pemandu dalam penyampaian informasi iklim dan
teknologi budidaya adaptasi dan mitigasi yang sesuai dengan
kondisi iklim setempat. Modul tersebut terdiri dari
pertemuan Pra SL-Iklim, pengetahuan dasar iklim, aplikasi
informasi iklim dan budidaya tanaman pangan yang bersifat
spesifik lokasi,
- Perlu adanya survei tingkat keberhasilan kegiatan SL-Iklim
untuk melihat keberhasilan pelaksanaan SL-Iklim di daerah
yang rawan bencana (banjir dan kekeringan).
- Perlu adanya rencana kegiatan SL-Iklim Tindak Lanjut, guna
menyebarkan informasi iklim dan teknologi lebih luas lagi di
masyarakat.
2) Pertemuan Forum SL-Iklim II
Pertemuan Forum SL-Iklim II merupakan lanjutan dari
pertemuan forum I yang dilaksanakan pada tanggal 16-18
September 2013 di Makassar. Forum SL-Iklim II bertujuan untuk
mengevaluasi pelaksanaan SL-Iklim dan menyempurnakan draf
Modul SL-Iklim agar lebih aplikatif sehingga dapat membantu
124
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
para pemandu SL-Iklim dalam menyampaikan materi SL-Iklim
dengan lebih efektif di lapangan dan sesuai dengan kondisi iklim
setempat dan SL-Iklim Tindak Lanjut. Beberapa hal yang dapat
disampaikan dalam pertemuan Forum SL-Iklim II, antara lain:
- Evaluasi SL-Iklim dapat dilihat dari menurunnya tingkat
kegagalan panen akibat DPI dan meningkatnya produksi
karena meningkatnya kemampuan petani dalam
mengoptimalkan Sistem Usaha Tani (SUT) sesuai dengan
kondisi iklim.
- Modul Dasar SL-Iklim diharapkan dapat menjadi salah satu
pedoman dan bahan pertimbangan pemandu dalam
penyampaian informasi iklim dan teknologi budidaya
adaptasi dan mitigasi yang sesuai dengan kondisi iklim
setempat.
e. Evaluasi Pengamatan dan Pelaporan Dampak Perubahan Iklim
Pertemuan Evaluasi Pengamatan dan Pelaporan DPI dilaksanakan
pada tanggal 30 Oktober-1 November 2013 di Depok, Jawa Barat.
Kegiatan ini bertujuan untuk membahas pengamatan dan blanko
pelaporan hasil pengamatan keliling oleh POPT-PHP. Pertemuan ini
dihadiri oleh 24 orang pengamat dan pelaporan data DPI di
lapangan.
Beberapa hal yang disampaikan dalam pertemuan tersebut antara
lain:
1) Perhitungan kumulatif puso diambil dari luas tambah dan dari
keadaan hanya satu kali pada lokasi yang sama (terjadi karena
perubahan status).
2) Perhitungan kehilangan hasil akibat DPI perlu adanya kajian lebih
lanjut.
3) Apabila pada fase generative terendam, dilaporkan terkena
terlebih dahulu, diamati hingga keluar malai untuk dilaporkan
perubahan status (puso).
125 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
4) Perlu dibedakan antara upaya dan antisipasi. Upaya adalah
mengatasi saat kejadian misalnya pompa air untuk tanaman
kekeringan. Antisipasi mengatasi sebelum kejadian misalnya
pembuatan embung/drainase.
5) Replanting hanya dilaporkan satu kali pada saat kejadian
pertama.
6) Definisi puso > 85% dari kerusakan tanaman akibat dampak
perubahan iklim (banjir/kekeringan).
7) Kumulatif dihitung hanya satu musim tanam.
8) Perlu dilakukan sosialisasi pengenalan istilah/batasan dan
blanko pengamatan DPI (banjir/kekeringan) yang terbaru.
f. Evaluasi Perlindungan Tanaman Pangan
Evaluasi Perlindungan Tanaman Pangan dilaksanakan pada tanggal
12-14 November 2013 di Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Pertemuan bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan
Perlindungan Tanaman Pangan Tahun 2013. Pertemuan dihadiri
oleh 77 orang peserta yang terdiri dari jajaran Direktorat
Perlindungan Tanaman Pangan, Dinas Pertanian Provinsi, dan Balai
Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) seluruh
Indonesia, dengan hasil antara lain sebagai berikut:
1) Berdasarkan ARAM II Tahun 2013, sasaran produksi padi sebesar
70,87 juta ton GKG, jagung 18,51 juta ton pipilan kering, dan
kedelai 807,57 ribu ton biji kering. Sasaran tersebut untuk
mendukung pencapaian surplus 10 juta ton beras pada Tahun
2014. Dalam upaya mencapai target tersebut, Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan telah menetapkan lima strategi, yaitu:
target provitas, perluasan areal tanam, pengamanan produksi
dari OPT/DPI, penurunan konsumsi beras, dan perbaikan
manajemen.
2) Perlindungan Tanaman Pangan bertugas mengamankan
produksi dari serangan OPT dan gangguan DPI dari banjir dan
126
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
kekeringan maksimal 3% dari luas tanam. Serangan OPT yang
dominan pada tahun 2013 adalah WBC, tikus, penggerek batang,
blas, dan kresek. Sampai saat ini, banjir masih menjadi penyebab
puso tertinggi.
3) Musim Hujan 2013/2014 diprediksi normal, namun daerah-
daerah rawan banjir/kekeringan atau berpotensi banjir/
kekeringan tetap perlu meningkatkan kewaspadaannya. Sebagai
upaya antisipasi dan penanganan dampak bencana banjir dan
kekeringan, daerah agar meningkatkan koordinasi dengan
instansi terkait di wilayah masing-masing, seperti Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Kanwil PU, Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), dll.
4) Dalam rangka mendukung keberhasilan pengamanan produksi
ditetapkan Standard Operating Procedure (SOP) berbasis PHT
yang mencakup:
- Perencanaan penanganan OPT dan DPI sebelum tanam
dengan melakukan identifikasi jenis, sebaran lokasi, waktu
munculnya serangan, dan status OPT.
- Penyusunan taktik dan strategi pengendalian secara preemtif
maupun responsif melalui pengelolaan agroekosistem
sebagai dasar penyusunan rencana tindak lanjut (RTL)
pengendalian.
- Gerakan pengendalian dilakukan berdasarkan pengamatan,
penangkalan, dan pencegahan. Pengamatan dilakukan untuk
mengetahui secara dini terjadinya spot serangan. Spot
serangan ditandai dengan penancapan bendera merah untuk
segera dilakukan pengendalian. Gerakan pengendalian
dilakukan oleh kelompok tani atau Regu Pengendali Hama
yang anggotanya merupakan alumni SLPHT.
5) Jumlah POPT-PHP tidak memadai jika dibanding dengan jumlah
wilayah pengamatan yang ada. Dalam waktu lima tahun ke
depan, POPT-PHP akan sangat berkurang sehingga
127 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
dikhawatirkan akan menghambat keberhasilan pengamanan
produksi. Diharapkan daerah dapat memberikan perhatian dan
mengupayakan perekrutan petugas tersebut. Penyediaan
formasi untuk pemenuhan kebutuhan POPT di daerah,
dimungkinkan dengan mengacu pada Pedoman Formasi Jabatan
Fungsional POPT Nomor: 80/Permentan/OT.140/12/2012, Dinas
Pertanian provinsi/kabupaten/kota diharapkan dapat
mengusulkan formasi tersebut kepada Gubernur/Bupati melalui
Sekretaris Daerah provinsi/kabupaten/kota, yang untuk
selanjutnya diajukan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi.
6) Perekrutan THL-TB POPT-PHP masih dimungkinkan untuk
menggantikan THL yang mengundurkan diri, meninggal dunia,
diterima menjadi CPNS, atau berdasarkan evaluasi menunjukkan
kinerja yang tidak baik, disesuaikan dengan pagu yang tersedia
di masing-masing provinsi. Perekrutan tersebut dilakukan oleh
daerah melalui seleksi penerimaan. Peningkatan kualitas dan
kuantitas THL TB POPT-PHP perlu diupayakan oleh Daerah untuk
mendukung pengamanan produksi secara optimal.
7) Berdasarkan laporan dari daerah, pengadaan light trap dari
sumber dana kontingensi (Pusat) yang dilaksanakan pada Tahun
2012 telah berjalan cukup baik dan dinilai memberikan manfaat
untuk mendukung pengamanan produksi. Untuk itu, monitoring,
evaluasi, dan pelaporan pemanfaatan light trap perlu
dilaksanakan secara rutin untuk mengetahui kondisi fisik alat,
perkembangan pemanfaatannya, dan kendala yang ditemukan
di lapangan.
8) SL-PHT, SL-Iklim, dan gerakan pengendalian OPT perlu
diperbanyak jumlah unitnya karena dinilai efektif dalam
pengamanan produksi. Beberapa unit SL-PHT, SLI, dan gerakan
pengendalian OPT di beberapa provinsi tidak dapat dilaksanakan
karena:
128
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
- Kesulitan pendanaan terkait dengan kesatkeran yang berada
di Dinas Pertanian Provinsi;
- Kegagalan tanam pada komoditas jagung karena tingginya
curah hujan;
- Belum selesainya/turunnya proses usulan revisi akun
komponen RAB pada POK;
- Gerakan pengendalian OPT bersama TNI di Provinsi Sumatera
Barat tidak dilaksanakan karena dipandang belum perlu
melibatkan TNI.
9) Dalam pengembangan agens hayati, LPHP bertugas untuk
menyiapkan isolat dan menyediakan bahan-bahan untuk
perbanyakan. Komersialisasi agens hayati dimungkinkan oleh
lembaga yang berbadan hukum sesuai peraturan yang berlaku.
10) Berdasarkan evaluasi pelaksanaan kegiatan penguatan sistem
perlindungan tanaman pangan daerah, secara umum kinerja
BPTPH menurun dikarenakan pencairan dana terhambat,
sehubungan dengan satker yang berada di Dinas Pertanian
Provinsi. Hal tersebut menyebabkan birokrasi menjadi lebih
panjang. Untuk itu perlu ditinjau kembali pemisahan Satker dari
Dinas provinsi dan dikembalikan ke BPTPH yang selama ini
kinerjanya dinilai baik.
11) Upaya-upaya khusus yang telah dilakukan oleh daerah untuk
mengoptimalkan kegiatan perlindungan tanaman pangan antara
lain:
- Pengelolaan sumber anggaran yang tepat dan saling
mendukung (APBN, APBD I dan APBD II) terutama BOP;
- Memanfaatkan peluang-peluang dari pihak lain di luar
perlindungan, antara lain Coorporate Sosial Responsibility
(CSR);
- Meningkatkan frekuensi dan mutu kerjasama dengan
instansi/lembaga lain yang erat hubungannya dengan kinerja
129 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
perlindungan. (Perguruan Tinggi, Badan Ketahanan Pangan
dan Penyuluhan, BPBD, BPTP, Litbang/DRD, Bidang Sapras);
- Meningkatkan kerjasama dan koordinasi antara Dinas
Pertanian Kabupaten/Kota Provinsi dengan Dinas Pertanian
Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota;
- Evaluasi kinerja Balai/UPTD Proteksi terhadap petugas di
Provinsi dan penerapan Reward dan punishment untuk POPT-
PHP/THL-TB POPT-PHP di lapangan;
- Pemberdayaan SDM petugas perlindungan dan petani sampai
ke tingkat lapangan;
- Perekrutan THL-TB POPT-PHP dari sumber dana APBD I untuk
memenuhi kekurangan POPT-PHP.
12) Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan di daerah,
realisasi fisik dan keuangan kegiatan penguatan perlindungan
tanaman pangan sampai dengan bulan november tahun 2013
telah mencapai ± 70%.
13) Untuk memberikan kontribusi yang lebih nyata dalam program
pengamanan produksi, akan dilaksanakan SL-PHT skala luas.
Pada satu hamparan (minimal 25 ha), yang melibatkan dan
menggerakkan beberapa kelompok tani hamparan (3
kelompok tani, 2 kelompok tani diantaranya alumni SL-PHT).
Diharapkan terjadi proses farmer to farmer dari petani alumni
ke petani non alumni SL-PHT.
14) Hal-hal penting yang perlu dihimpun dalam penyusunan
success story antara lain kemandirian petani dalam
peningkatan produksi dan pemahaman petani mengenai PHT
secara menyeluruh.
15) Diharapkan pada Tahun 2014 seluruh LPHP mempunyai
kegiatan kaji terap teknologi pengendalian OPT spesifik lokasi.
Hasil kaji terap tersebut dapat direkomendasikan kepada
petani setempat.
130
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
16) Dalam rangka mengoptimalkan kinerja jajaran perlindungan
tanaman pangan, telah dilakukan penyempurnaan blanko
pengamatan OPT. Format blanko pengamatan yang telah
disempurnakan memunculkan kolom luas sembuh, sisa
serangan, umur tanaman, dan luas areal waspada. Blanko
pengamatan OPT tersebut disepakati untuk digunakan Bulan
Juli Tahun 2014.
g. Masyarakat Perlindungan Tumbuhan dan Hewan (MPTHI)
Kebijakan Pemerintah di bidang perlindungan tanaman
dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu (PHT)
yaitu sistem pengendalian yang tidak hanya memanfaatkan satu
cara pengendalian namun pengendalian yang lebih menekankan
kepada pengelolaan agroekosistem sejalan dengan Good
Agriculture Practices (GAP) dan sistem pertanian berkelanjutan.
Untuk terus membangun komitmen dalam meningkatkan
pelaksanaan dan pengembangan PHT diperlukan keterlibatan
secara aktif seluruh stakeholders di bidang perlindungan tanaman
(petani, petugas lapangan, Pemerintah Daerah dan Pusat, pihak
pengusaha/swasta, pakar, lembaga penelitian/perguruan tinggi,
dll) dan instansi terkait lainnya. Peran aktif seluruh
stakeholdersdapat disinergikan secara optimal melalui
wadah/forum yang sesuai. Wadah/forum komunikasi yang telah
aktif pada saat ini dan perlu terus diberdayakan adalah Masyarakat
Perlindungan Tumbuhan dan Hewan Indonesia (MPTHI).
Pertemuan MPTHI diselenggarakan atas kerjasama beberapa unit
Eselon I Kementerian Pertanian (Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan, Direktorat Jenderal Hortikultura, Direktorat Jenderal
Perkebunan, dan Direktorat Jenderal Peternakan serta Badan
Karantina Pertanian) dan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan
Timur, serta stakeholders terkait lainnya (pengusaha, asosiasi
pengguna, peneliti, akademisi/perguruan tinggi, mahasiswa,
131 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
himpunan profesi, kelembagaan masyarakat, kelembagaan
tani/petani, LSM/pemerhati bidang perlindungan, dll).
Melalui MPTHI diharapkan dapat dibangun koordinasi dan sinergi
secara berkesinambungan dalam kegiatan perlindungan tumbuhan
dan hewan untuk mewujudkan visi dan misi bersama menuju
sistem pertanian berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan yang
tangguh merupakan komponen penting dalam mendukung
pencapaian tujuan bersama yaitu ketahanan pangan nasional.
Tujuan pertemuan MPTHI yaitu: 1) menguatkan peran serta seluruh
stakeholders di bidang perlindungan tumbuhan dan hewan
Indonesia, 2) mengekspose berbagai teknologi dan sarana
perlindungan tanaman dan hewan, baik yang dikembangkan oleh
pemerintah, swasta, maupun petani, 3) Mensosialisasikan
perlindungan tanaman ramah lingkungan yang berkelanjutan dan
hewan yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal) kepada
masyarakat, serta mensosialisasikan peran MPTHI dalam
mewujudkan kemandirian pangan dan daya saing produk
pertanian. Pertemuan dilaksanakan tanggal 21-23 Agustus 2013 di
Balikpapan, Kalimantan Timur, dengan hasil sebagai berikut:
1) Penyerahan penghargaan kepada POPT, POPT-PHP, THL POPT-
PHP, PPAH, RPH berprestasi Provinsi Kalimantan Timur oleh
Gubernur. Penghargaan Menteri Pertanian untuk Petugas POPT,
POPT-PHP, LPHP, Kelompok Tani Pengembang Agens Hayati dan
Petani Pengembang PHT Teladan tingkat nasional tahun 2013,
diserahkan oleh Menteri Pertanian, Suswono.
2) Penghargaan POPT Teladan Tingkat Nasional Tahun 2013 diraih
oleh Ir. Paryoto, M.P., dari Provinsi D.I. Yogyakarta, sedangkan
POPT-PHP Teladan diraih oleh Sudirman, S.P., M.P., dari Provinsi
Sulawesi Selatan. Untuk kategori LPHP Teladan Tingkat Nasional
Tahun 2013 diraih oleh LPHP Maros, Provinsi Sulawesi Selatan,
LPHP Tulung Agung, Provinsi Jawa Timur, dan LPHP Banyumas,
Provinsi Jawa Tengah.
132
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
3) Penghargaan Kelompok Tani Pengembang Agens Hayati (PAH)
Teladan Tingkat Nasional Tahun 2013 diraih oleh 1) Kelompok
Tani PAH STP Margo Rukun, Ds. Kemukus, Tanjungharjo,
Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulonprogo, Provinsi D.I.
Yogyakarta; 2) Kelompok Tani PAH Sumber Makmur II, Dsn.
Barek, Ds. Sumberngepoh, Kecamatan Lawang, Kabupaten
Malang, Provinsi Jawa Timur; 3) Kelompok Tani PAH Lurah
Sepakat, Nagari Simarasok, Kecamatan Baso, Kabupaten Agam,
Provinsi Sumatera Barat.
4) Penghargaan Petani Pengembang PHT Teladan diraih oleh 1)
Munawan, dari Kabupaten Bantul, Provinsi D.I. Yogyakarta, 2) M.
Dasa Hambali, dari Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, 3)
Suyanto, dari Kabupaten Muaro, Provinsi Jambi.
5) Selain penghargaan dari Menteri Pertanian, juga diserahkan
penghargaan dari Direktur Jenderal Tanaman Pangan untuk 17
orang POPT dan 28 orang POPT-PHP Berprestasi Tahun 2013 dari
28 Provinsi. Selain itu, juga diserahkan Penghargaan dari
Direktur Perlindungan Tanaman Pangan untuk Kelompok Tani
PAH Berprestasi Tahun 2013. Seluruh penerima penghargaan
merupakan hasil seleksi yang dilakukan oleh panitia seleksi
Kementerian Pertanian.
6) Pertemuan MPTHI dibuka oleh Menteri Pertanian dan dalam
sambutannya, Menteri Pertanian menyampaikan bahwa sektor
pertanian menghadapi beberapa permasalahan, diantaranya
adalah perubahan iklim global dan banyaknya produk-produk
impor yang masuk ke Indonesia akibat dari liberalisasi
perdagangan.
7) Perubahan iklim global secara langsung maupun tidak langsung
dapat memberikan dampak bagi ketahanan pangan nasional.
Perubahan iklim dikhawatirkan akan berdampak terhadap
keberlanjutan produksi pertanian terutama produksi beras
nasional. Oleh karena itu, diperlukan upaya mengurangi dampak
133 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
negatif perubahan iklim terhadap sumberdaya dan sistem
produksi pertanian serta terhadap sosial ekonomi petani. Untuk
menyiapkan antisipasinya, perlu diciptakan dan disiapkan
berbagai teknologi adaptif baik untuk adaptasi maupun mitigasi,
seperti varietas unggul, teknologi pengelolaan lahan dan air,
pemupukan serta paket-paket teknologi adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim, dan sebagainya.
8) Penurunan dan penghapusan tarif secara signifikan yang dilakukan
oleh pemerintah terhadap barang-barang impor mengakibatkan
semakin banyaknya produk impor masuk ke Indonesia. Kondisi
tersebut cukup mengkhawatirkan karena akan berdampak pada
eksistensi produk lokal. Oleh karena itu, peningkatan daya saing
produk lokal sangat diperlukan, sebab apabila tidak mampu
bersaing maka semakin lama produk lokal akan tersisihkan di pasar
dalam negeri.
9) MPTHI diharapkan mampu membangun dan menggerakkan
seluruh kekuatan dan kemampuannya untuk menyelesaikan dan
menjawab tantangan tersebut.
10) Prof. Dr. Emil Salim sebagai keynote speaker menyampaikan
beberapa hal yang harus diperjuangkan oleh MPTHI, yaitu:
1).membendung masuknya pestisida impor ke Indonesia;
2).membendung alih fungsi lahan sawah; 3)perbaikan irigasi
tersier; dan 4) perbaikan infrastruktur jalan desa.
11) Pertanian tidak hanya menjadi tanggungjawab Kementerian
Pertanian, tetapi menjadi tanggungjawab banyak pihak.
Kementerian Pertanian dan Kementerian PU harus bekerjasama
menyelesaikan masalah irigasi dan infrastruktur jalan desa.
Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan harus
bekerjasama menyelesaikan masalah pemasaran. Begitu juga
peran Pemerintah Daerah harus dioptimalkan untuk mencegah
alih fungsi lahan. Di era desentralisasi seperti sekarang ini,
kewenangan Pemerintah Pusat sudah beralih ke Pemerintah
Daerah.
134
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
12) Pelatihan praktis perlindungan tanaman dan hewan yang
dilaksanakan selama pertemuan nasional MPTHI ke-11 sebagai
berikut:
- Deteksi Cepat Patogen Terbawa Benih Kedelai, dengan
fasilitator dari Balai Besar Pengembangan dan Pengujian
Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, Ditjen Tanaman
Pangan.
- Seleksi Benih Sehat, dengan fasilitator dari Balai Besar
Peramalan OPT, Ditjen Tanaman Pangan.
- Rapid tes Influenza A, dengan fasilitator dari Direktorat
Kesehatan Masyarakat dan Veteriner.
- Pengenalan Reproduksi Ternak, dengan fasilitator dari
Direktorat Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan dan
Kesehatan Hewan.
- Tips Daging yang Higienis, dengan fasilitator dari Ditjen
Peternakan dan Kesehatan Hewan.
- Pembuatan dan Pemanfaatan Kompos Plus, dengan fasilitator
dari Balai Besar Peramalan OPT, Ditjen Tanaman Pangan.
- Teknik Perbanyakan Jamur Trichoderma sp. secara
sederhana, dengan fasilitator dari Balai Proteksi Perkebunan
Pontianak.
- Uji formulasi pestisida secara sederhana, dengan fasilitator
dari HMPN.
- Perawatan dan kalibrasi alat semprot/sprayer, dengan
fasilitator dari Croplife.
13) Pertemuan Nasional MPTHI XI dimeriahkan juga dengan
pameran teknologi perlindungan tumbuhan dan hewan.
Pameran diikuti oleh 45 instansi pemerintah, UKM, dan swasta.
Masing-masing instansi menampilkan teknologi perlindungan
yang sedang dikembangkan di daerahnya khususnya dalam
mendukung gerakan SPOT-STOP.
135 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
h. Evaluasi Pelaksanaan Teknologi Pengendalian OPT Spesifik Lokasi
Pengendalian hama terpadu dilaksanakan memanfaatkan beberapa
teknologi yang kompatibel dan sinergis sehingga secara efektif
dapat menekan serangan OPT dan sekaligus ramah bagi lingkungan.
Pengendalian OPT yang ramah lingkungan merupakan teknik
pengendalian yang mendukung pertanian berkelanjutan. Namun
demikian pengendalian OPT ramah lingkungan masih terbatas dan
belum optimal penggunaannya.
Pengendalian OPT agar berhasil dengan baik harus bersifat spesifik
lokasi dengan memperhatikan kondisi setempat. Dalam rangka
meninjau dan mengevaluasi pelaksanaan pengendalian OPT
spesifik lokasi maka dilaksanakan pertemuan evaluasi pelaksanaan
teknologi pengendalian OPT spesifik lokasi.
Tujuan pertemuan ini yaitu untuk mengevaluasi pelaksanaan
teknologi pengendalian OPT spesifik lokasi sehingga wawasan
petugas perlindungan tanaman sehingga lebih terampil dalam
memberikan rekomendasi tentang teknologi pengendalian OPT
spesifik lokasi dengan memperhatikan kondisi setempat.
Pertemuan ini dilaksanakan pada tanggal 1-4 Oktober 2013 di
Malang, Jawa Timur. Peserta Pertemuan Evaluasi Pelaksanaan
Teknologi Pengendalian OPT Spesifik Lokasi adalah Kepala LPHP
seluruh Indonesia, staf UPTD-BPTPH Provinsi Jawa Timur, POPT-
PHP Kab/Kota Malang, Pondok pesantren Kabupaten Probolinggo
yang berminat di bidang pertanian dan staf Direktorat Perlindungan
Tanaman Pangan. Hasil pertemuan sebagai berikut:
1) Dalam rangka pengaman produksi tanaman pangan, kebijakan
yang diterapkan dalam pengendalian OPT harus mengacu pada
UU Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman
dan PP No.6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman bahwa
pengendalian OPT di lapangan hendaknya dilakukan dengan
sistem PHT. Penggunaan pestisida dalam sistem PHT masih
diperlukan, merupakan cara terakhir apabila cara lainnya tidak
136
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
dapat mengendalikan OPT. Penggunaan pestisida harus
dilakukan secara bijaksana yaitu berdasarkan pengamatan
apabila tingkat populasi/serangan OPT telah melampaui ambang
batas pengendalian, diaplikasi pada areal terbatas (spot
treatment atau seed treatment) dan penggunaannya secara 6
(enam) tepat (jenis, konsentrasi, dosis, lokasi, waktu dan cara
aplikasi).
2) Penggunaan pestisida bantuan didasarkan kepada hasil
pengamatan populasi/serangan OPT dan rekomendasi POPT-
PHP di lapangan. Stok pestisida yg dicadangkan oleh Pemerintah
saat ini mencapai 5-10 % dari kebutuhan total pengamanan
produksi seluas 13,6 juta hektar tanaman padi.
3) LPHP sebagai sentra perlindungan tanaman di wilayah kerjanya
diperlukan kreativitas dalam pengembangan teknologi
pengendalian sesuai dengan keadaan lapangan. Rekayasa
teknologi pengendalian OPT sangat dibutuhkan untuk
menghasilkan teknologi tepat guna dalam mendukung tupoksi
laboratorium sebagai jembatan antara para peneliti dengan para
pengguna/petani. Dalam pelaksanaan kegiatan LPHP perlu
adanya standar operasional dan kembali digiatkan kegiatan-
kegiatannya.
4) Strategi penerapan dan pemasyarakatan pengendalian OPT
spesifik lokasi antara lain:
- Prinsip dasar dari teknologi pengendalian hayati/lokal spesifik
harus dimengerti oleh petani sebagai pengelola dan penentu
keputusan pada lahan usaha taninya.
- Petani secara individual dan atau dalam kelompok harus
dapat bekerjasama mengelola ekosistem hamparan melalui
lahan usaha taninya masing-masing dalam kesatuan konsep,
prinsip dan teknologi (PHT).
137 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
- Keikutsertaan para pemimpin masyarakat formal dan non
formal dalam penerapan dan pengembangan teknologi
spesifik lokasi sangat menentukan.
- Tugas dan peranan pemerintah bersifat sebagai motivator,
fasilitator dan narasumber bagi petani dalam melaksanakan
teknologi pengendalian hayati/lokal spesifik di lahannya
sendiri.
- Pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi
petani untuk menjadi pengelola dan penentu keputusan di
lahannya sendiri. Kemandirian petani perlu didorong dan
diberi peluang.
5) Kelebihan dari pestisida biologi dibandingkan dengan pestisida
yang lain adalah tidak mempunyai potensi bahaya baik terhadap
manusia maupun terhadap lingkungan, dan efektif terhadap
organisme sasaran. Oleh karena itu produk pengendalian yang
berasal dari organisme hidup (pestisida biologi) dapat
dipatenkan.
6) Ekspose teknologi pengendalian OPT spesifik lokasi disampaikan
oleh masing-masing wakil LPHP dari provinsi. Evaluasi
pelaksanaan teknologi pengendalian spesifik lokasi adalah
sebagai berikut:
- Sumatera Utara
Teknologi pengendalian OPT spesifik lokasi yang
dikembangkan oleh LPHP Kerasaan Simalungun dan telah
diterapkan di tingkat petani adalah Tribac (Coryne bacterium
10 liter dan Trichoderma 1 kg), Insektida Nabati (daun
mimba/mindi 600 gr,air bersih 2 liter, dan lengkuas 300 gr),
dan ZPT (air kelapa 1 liter, kecap 250 ml, dan air tebu 50 ml).
- Sumatera Barat
LPHP di Prov. Sumbar mencoba mengkaji penggunaan agens
hayati Beauveria dan Metarhizium untuk mengendalikan
138
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
hama perusak polong pada tanaman kacang tanah, namun
dari hasil kajian yang dilakukan, pemberian agens hayati
Beauveria dan Metarhizium tidak berpengaruh terhadap
intensitas serangan hama perusak polong pada tanaman
kacang tanah. Sehingga untuk selanjutnya akan diuji lagi
teknik kombinasi pengendalian dengan teknik budidaya
tanaman (melakukan pembumbunan).
- Sulawesi Tengah
Teknologi pengendalian hayati sangat diperlukan di LPHP dan
PPAH baik untuk persiapan bahan pengendalian maupun
untuk sosialisasi penggunaan dan pemanfaatannya.
Secara umum penerapan pemanfaatan bahan pengendalian
agens hayati Corynebacterium mampu menekan
perkembangan penyakit kresek pada tanaman padi dan
Beauveria bassiana mampu menekan perkembangan walang
sangit, wereng batang coklat dan HPP.
Pestisida nabati ektrak mimba, ektrak daun mindi dan laos
mampu menekan perkembangan intensitas serangan hama
secara umum pada tanaman padi.
Penerapan agens hayati dan pestisida nabati merupakan
sarana sosialisasi pemanfaatan bahan pengendalian di tingkat
lapang yang sangat efektif dan perlu dilakukan secara
berkelanjutan.
- Kalimantan Timur
Kajian-kajian teknologi pengendalian OPT tanaman pangan
yang telah dilaksanakan oleh Provinsi Kalimantan Timur
antara lain:
Hubungan dosis N dan K terhadap intensitas serangan HPP,
Penggerek Batang dan Bercak coklat;
Pengaruh pengurangan bunga jantan dan ekstrak biji sirsak
terhadap serangan penggerek tongkol jagung;
139 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Pengaruh pemasangan karbit dan pemberian ekstrak
jeringau (Acorus calamus) terhadap serangan walang
sangit;
Pengendalian hama penggerek batang dan penggerek
tongkol jagung dengan menggunakan Beauveria bassiana
dan pestisida nabati;
Pengaruh varietas, perlakuan pada bibit dan
Corynebacterium terhadap serangan penyakit HDB dan
Blas pada tanaman padi.
- Daerah Istimewa Yogyakarta
Pengendalian hama tikus pada daerah endemis tikus di
Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman dengan:
Kultur teknis (pola tanam padi - padi - padi, tanam
serempak);
Fisik/mekanik (Gropyokan, Pengasapan, Karbit);
Kimiawi (Petrocum, Racumin, Sidarat, Klerat);
Musuh alami (Pelepasan ular, Kucing, Burung hantu (Tyto
alba).
Pemanfaatan musuh alami burung hantu dalam pengendalian
hama tikus di Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman cukup
berhasil dengan menurunnya jumlah populasi hama tikus.
- Jawa Barat
Pengendalian spesifik lokasi yang diterapkan di wilayah LPHP
Kabupaten Subang adalah:
Pengendalian hama penggerek batang padi pada
persemaian dengan kelambu;
Pengendalian hama penggerek batang padi dengan
parasit Trichogramma sp;
Alat peramalan penggerek batang padi;
Alat pengusir burung ”bleson”;
140
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Pengendalian hama tikus dengan pasukan anjing;
Pengendalian penggerek batang padi kuning dengan
feromon sex.
- Jawa Tengah
Teknologi pengendalian OPT spesifik lokasi yang
dikembangkan LPHP Banyumas antara lain:
Pestisida nabati daun dan biji mimba, tanaman
Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan)Zingiberaceae;
Cendawan entomopatogen: Beauveria bassiana,
Mettarizium anisopliae, Spodoptera litura nuclear
polyhedrosis virus (SlNPV) untuk mengendalikan ulat
grayak dan hama lain pada Kedelai;
Pemanfaatan nematoda dari genus Steinernema dan
Heterohabditis, merupakan agens hayati yang efektif dan
efisien untuk mengendalikan ulat grayak, (lundi)
Holotrichia spp. dan (boleng) Cylas formicarius;
Teknologi pengendalian OPT spesifik lokasi yang
dikembangkan LPHP Pati adalah pengendalian penyakit
bulai jagung (Peronosclerospora maydis) dengan
Corynebacterium sp;
Teknologi pengendalian OPT spesifik lokasi yang
dikembangkan LPHP Pemalang dan Temanggung adalah
pemanfaatan Corynebacterium sp. untuk mengendalikan
penyakit BLB/kresek;
Teknologi pengendalian OPT spesifik lokasi yang
dikembangkan LPHP Semarang adalah pemanfaatan agens
hayati Metarizium anisopliae dalam pengendalian walang
sangit (Leptocorisa oratorious) pada tanaman padi;
Teknologi pengendalian OPT spesifik lokasi yang
dikembangkan LPHP Sukoharjo adalah pengendalian hama
tikus dengan menggunakan sate kapok (uap bensin).
141 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
- Jawa Timur
Teknologi spesifik lokasi yang diterapkan di wilayah LPHP
Tulungagung adalah pemanfaatan agens hayati bakteri merah
untuk mengendalikan hama WBC. Berdasarkan kajian di
LPHP, aplikasi bakteri merah sebanyak 2 kali dapat
menurunkan serangan WBC yang lebih nyata dibandingkan
aplikasi pestisida sebanyak 5 kali.
- Kalimantan Tengah
Alat Berburu Tikus (Trereng);
Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP)
telah melakukan teknologi pengendalian OPT yang ramah
lingkungan dan lokal spesifik seperti penggunaan agens
hayati, penggunaan pestisida nabati, penggunaan pupuk
organik/pembenah tanah, pengembangan Pos
Pelayananan Agens Hayati dan penciptaan varietas-
varietas yang tahan terhadap serangan OPT. Namun
demikian mengeksplorasi agens hayati sebagai sumber
isolat agens hayati spesifik lokasi belum optimal dilakukan
karena keterbatasan sumberdaya manusia (SDM) dan
peralatan yang belum memadai;
SDM pada LPHP baik jumlah maupun kemampuanya perlu
ditingkatkan melalui penambahan SDM (OPT ahli) dan
pelatihan-pelatihan teknis tentang eksplorasi agens hayati
lokal spesifik;
Untuk meningkatkan pengentahuan peserta di bidang
kacang-kacangan dan ubi-ubian serta pertanian organik,
peserta melakukan kunjungan lapangan gelar teknologi
pengendalian OPT dengan biopestisida ke Balai Penelitian
Kacang-kacangan dan Umbi-umbian serta pertanian
organik ke Kelompok tani Sumber Makmur, Desa Sumber
Ngepoh, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang;
142
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Pemanfaatan agens hayati di Balai Penelitian Kacang-
kacangan dan Umbi-umbian yaitu virus VirGra untuk
mengendalikan ulat pada tanaman kedelai, jamur L. lecanii
(Biolec) untuk pengendalian penyakit daun kedelai yang
bersifat obligant (karat daun, downy mildew, powdcry
mildew), Trichoderma (Trichol) untuk mengendalikan
jamur tular tanah/benih pada tanaman kacang hijau,
tumbuhan wedusan (Ageratum conyzoides) untuk
mengendalikan penyakit karat, Bakteri antagonis
Pseudomonas fluorescens untuk mengendalikan penyakit
tular tanah pada kacang hijau, Ekstrak Mimba untuk
mengendalikan ulat grayak pada tanaman kedelai, dan
ekstrak Lengkuas (Lacer) untuk penyakit bercak pada
kacang hijau;
Kunjungan ke lokasi pertanian organik Kelompok tani
Sumber Makmur, Desa Sumber Ngepoh, Kecamatan
Lawang, Kabupaten Malang. Pertanian organik telah
dilakukan oleh Kelompok Tani Sumber Makmur selama 10-
15 MT dengan memanfaatkan pupuk kandang dan kompos
untuk pembenah tanah serta agens hayati maupun musuh
alami untuk pengendalian OPT. Produk yang telah
dihasilkan meliputi beras putih , beras merah dan beras
hitam organik sebagai bahan baku sereal, dengan
kebutuhan konsumen setiap bulannya mencapai 50 ton.
Pengembangan pertanian organik di Kelompok Tani
Sumber Makmur, Kecamatan Lawang secara nyata
meningkatkan pendapatan petani, usaha tani organik
tersebut telah diikuti oleh kelompok tani disekitarnya.
i. Studi Resurjensi Bahan Aktif Abamektin Terhadap Wereng Batang
Coklat
Pestisida merupakan alternatif terakhir dalam sistem PHT jika
tingkat serangannya sudah melebihi ambang ekonomi atau
populasinya telah mencapai ambang pengendalian. Saat ini,
143 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
pestisida yang beredar di pasaran sangat banyak bahkan satu jenis
bahan aktif bisa lebih dari 3 merek dagang. Oleh karena itu,
penggunaan pestisida sebaiknya memperhatikan 6 tepat, yaitu:
tepat jenis, tepat sasaran, tepat waktu, tepat dosis, tepat
cara/tepat aplikasi dan tepat mutu.
Berdasarkan informasi dari International Rice Research Institute
(IRRI), pestisida berbahan aktif abamektin dan sipermetrin telah
dilarang untuk tanaman padi di negara Thailand karena
menyebabkan puso akibat serangan hama wereng batang coklat
(WBC). IRRI menyatakan bahwa Thailand telah melarang abamektin
dan sipermetrin pada tanaman padi karena menyebabkan
resurjensi WBC.
Resurjensi hama adalah peristiwa peningkatan populasi hama secara
mencolok segera setelah diadakan tindakan pengendalian dengan
pestisida tertentu. Resurjensi populasi WBC secara langsung dan tidak
langsung dipengaruhi oleh insektisida. Pengaruh langsung insektisida
dapat berupa penurunan mortalitas, peningkatan laju reproduksi
wereng, peningkatan laju makan, pengurangan stadium nimfa, dan
perpanjangan masa oviposisi dan lama stadium imago.
Penyemprotan dengan insektisida yang mempunyai sifat mendorong
resurjensi dapat memacu WBC untuk meningkatkan daya reproduksi,
daya makan, dan daya bertahan hidup sehingga mengakibatkan
peningkatan populasi yang lebih cepat daripada peningkatan populasi
sebelum penyemprotan. Penyemprotan dengan abamektin
mendorong peningkatan laju reproduksi WBC.
Informasi mengenai bahan aktif abamektin dan pengaruhnya
terhadap serangga hama dan serangga non hama masih sangat
terbatas dan sedikit bahkan kemungkinan di Indonesia belum ada,
oleh karena itu diperlukan kajian mengenai pengaruh penggunaan
bahan aktif abamektin terhadap serangga hama sasaran yaitu WBC
dan serangga non hama, baik kajian di laboratorium maupun di
lapangan.
144
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Kegiatan studi resurjensi bahan aktif abamektin terhadap WBC
dilaksanakan di dua lokasi dan bekerjasama dengan Perguruan
Tinggi setempat, yaitu:
- Jawa Tengah
Pengujian lapangan dilaksanakan di Desa Juwiran Kecamatan
Juwiring, Kabupaten Klaten, sedangkan pengujian laboratorium
dilaksanakan di Toksikologi, Fakultas Pertanian, Universitas
Gadjah Mada (UGM).
- Jawa Timur
Pengujian lapangan dilaksanakan di Kecamatan Laren,
Kabupaten Lamongan, sedangkan pengujian laboratorium
dilaksanakan di laboratorium hama, Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya Malang (Unbraw).
Hasil pengujian di dua lokasi tersebut diseminarkan di Hotel LPP
Convention Yogyakarta tanggal 14 Desember 2014. Berdasarkan
hasil pengujian menunjukkan bahwa bahan aktif abamektin belum
bisa disimpulkan dapat menimbulkan resurgensi terhadap WBC
tetapi perlu diwaspadai adanya kecenderungan terjadi resurgensi
sehingga diperlukan prinsip kehati-hatian. Diperlukan adanya
penelitian lebih lanjut karena banyak faktor yang mendorong
terjadinya resurjensi (populasi pada waktu aplikasi, metode
pengujian, atau faktor lainnya).
E. Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan
Sasaran strategis Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan adalah
mengamankan potensi kehilangan (susut) hasil pada saat panen, dengan
memberikan bantuan sarana pascapanen tanaman pangan dan database
sarana pascapanen tanaman pangan.
1. Bantuan Sarana Pascapanen Padi, Jagung, Kedelai, Ubi Kayu dan Ubi
Jalar
Pada tahun 2013, untuk mendukung kegiatan penanganan
pascapanen tanaman pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
145 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
mengalokasikan dana dekonsentrasi di provinsi dan tugas
pembantuan di kabupaten/kota untuk komoditi padi, jagung, kedelai,
ubikayu dan ubijalar.
Bantuan sarana pascapanen dialokasikan pada 31 provinsi di 251
kabupaten/kota. Pelaksanaan bantuan sarana pascapanen tanaman
pangan dialokasikan pada daerah sentra produksi padi, jagung, kedelai
dan daerah pengembangan ubikayu dan ubi jalar, yang terdiri atas
paket bantuan regular dan paket model/percontohan. Jumlah bantuan
sarana pascapanen padi paket reguler sebanyak 463 paket, paket
model/percontohan 19 paket; jagung paket reguler 84 paket, paket
model/percontohan 8 paket; kedelai paket reguler 51 paket, paket
model/percontohan 5 paket; ubi kayu paket reguler 26 paket, paket
model/percontohan 1 paket; dan ubijalar 25 paket.
Realisasi pelaksanaan bantuan sarana pascapanen mencapai 653
poktan/gapoktan (95,75%), dengan rincian sebagai berikut:
a. Bantuan sarana pascapanen padi paket reguler terealisasi sebanyak
441 poktan/gapoktan (95,25% dari rencana), sedangkan paket
model/percontohan 19 Gapoktan (100%).
b. Bantuan sarana pascapanen jagung paket reguler terealisasi 79
poktan/gapoktan (94,05% dari rencana), sedangkan paket
model/percontohan 8 Gapoktan (100%).
c. Bantuan sarana pascapanen kedelai paket reguler terealisasi
sebanyak 49 poktan/gapoktan (96,08% dari rencana), sedangkan
untuk paketmodel/percontohan5 Gapoktan (100%).
d. Bantuan sarana pascapanen ubi kayu paket reguler terealisasi
sebanyak 26 poktan/gapoktan (100%), sedangkan paket
model/percontohan 1 Gapoktan (100%).
e. Bantuan sarana pascapanen ubi jalar paket reguler terealisasi
sebanyak 25 poktan/gapoktan (100%).
146
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Tabel 38. Realisasi Bantuan Sarana Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2013
Realisasi bantuan sarana pascapanen tidak mencapai 100% karena
beberapa daerah yang batal/gagal lelang, antara lain sebagai berikut:
a. Provinsi Kalimantan Selatan
1) Kabupaten Tabalong mengalami gagal lelang tiga paket sarana
pascapanen padi dan satu paket sarana pascapanen kedelai,
disebabkan penyedia yang memasukkan penawaran terdapat
kerusakan file pada CVKartika Mandiri sehingga dinyatakan gagal
oleh ULP. Setelah Pokja ULP melakukan evaluasi ulang berupa
konsultasi dengan PPK dan KPA Dinas Tanaman Pangan,
Perikanan dan Peternakan Kabupaten Tabalong untuk
melakukan pelelangan kedua disimpulkan pelelangan ulang
tidak dapat dilakukan karena waktu sudah tidak mencukupi.
2) Kabupaten Tanah Lautmengalami gagal lelang dua paket sarana
pascapanen padi dandua paket sarana pascapanen jagung,
disebabkan HPS tidak memasukkan komponen keuntungan/
biaya overheat sehingga pada lelang pertama dan kedua tidak
ada penyedia barang yang berminat memasukkan dokumen
penawaran, sehingga pelelangan dinyatakan gagal.
3) Kabupaten Banjar mengalami gagal lelang tiga paket sarana
pascapanen padi.
Rencana Rencana Rencana
(Paket) (Paket) (%) (Paket) (Paket) (%) (Paket) (Paket) (%)
1 Padi 463 441 95,25 19 19 100,00 482 460 95,44
2 Jagung 84 79 94,05 8 8 100,00 92 87 94,57
3 Kedelai 51 49 96,08 5 5 100,00 56 54 96,43
4 Ubi Kayu 26 26 100,00 1 1 100,00 27 27 100,00
5 Ubi Jalar 25 25 100,00 - - - 25 25 100,00
649 620 95,53 33 33 100,00 682 653 95,75 Jumlah
Bantuan Sarana Pascapanen
Realisasi
Jumlah
Realisasi
Reguler Model
RealisasiNo. Komoditas
147 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
b. Provinsi Aceh
Kabupaten Aceh Barat Daya mengalami gagal lelang dua paket
sarana pascapanen padi.
c. Provinsi Sumatera Selatan
Kabupaten Banyuasin mengalami gagal lelang tiga paket sarana
pascapanen padi karena pengelola kegiatan dan kelompoktani
tidak dapat melengkapi persyaratan sebagaimana yang tercantum
dalam pedoman teknis penanganan pascapanen tanaman pangan
tahun 2013.
d. Provinsi Gorontalo
Kabupaten Boalemo mengalami gagal lelang tiga paket sarana
pascapanen jagung karena tidak adanya pihak ketiga yang mampu
memenuhi persyaratan harga barang yang ditetapkan (HPS).
e. Provinsi Sumatera Barat
Kabupaten Lima Puluh Kota mengalami gagal lelang dua paket
sarana pascapanen padi.
f. Provinsi Jawa Timur
Kabupaten Gresik mengalami gagal lelang dua paket sarana
pascapanen padi, Kabupaten Bojonegoro empat paket sarana
pascapanen padi, sarana pascapanen jagung dan satu paket sarana
pascapanen kedelai.
g. Provinsi Sumatera Utara
Kabupaten Toba Samosir mengalami gagal lelang satu paket bansos
padi.
2. Database Sarana Pascapanen Tanaman Pangan
Pembangunan pertanian selain ditujukan pada penanganan budidaya,
juga pada aspek hilir, yaitu pada kegiatan penanganan pascapanen.
Dengan penanganan pascapanen yang tepat, baik secara teknologi
maupun lokasi (appropriate technology) diharapkan dapat
memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan petani
tanaman pangan.
148
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Kondisi penanganan pascapanen tanaman pangan yang terjadi saat ini
antara lain sarana dan teknologi pascapanen masih terbatas,
pengetahuan dan keterampilan petani dalam penanganan pascapanen
serta kesadaran dan kepedulian masih rendah dan sampai saat ini
Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan belum memiliki basis data
dan informasi tingkat kehilangan hasil dan database pascapanen.
Pelaksanaan penanganan pascapanen ini dapat terlaksana dengan
baik jika ada pendataan database sarana pascapanen yang berisikan
data dan informasi mengenai teknologi dan sarana pascapanen
tanaman pangan, pemanfaatan teknologi dan sarana di lapangan,
permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam penanganan
pascapanen tanaman pangan. Kegiatan pemutakhiran database
sarana pascapanen tanaman pangan ini dimaksudkan untuk
memberikan informasi penyebaran sarana pascapanen yang terkait
pada proses panen hingga pascapanen, ketersediaan dan kebutuhan
sarana pascapanen tanaman pangan setiap kabupaten di Indonesia.
Pelaksanaan kegiatan ini dilaksanakan secara bertahap dimulai
dengan melakukan perjalanan dalam rangka pemutakhiran database
ke daerah sampai tingkat lapang, kegiatan ini telah dilaksanakandi
enam belas Provinsi di Indonesia antara lain: Provinsi Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Banten, Jawa
Tengah, Jawa Timur, NTB, NTT, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,
Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara. Output yang dihasilkan dari
kegiatan ini adalah Buku Database Sarana Pascapanen Tanaman
Pangan.
Beberapa hal yang menjadi permasalahan pada penyusunan database
pascapanen tanaman pangan sebagai berikut:
a. Ketersediaan sarana pascapanen tanaman pangan tidak sesuai
dengan potensi dan keunggulan daerah masing-masing. Hal ini
dapat terjadi karena alokasi bantuan sosial sarana pascapanen tidak
sesuai dengan kelompoktani penerima.
149 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
b. Diharapkan persyaratan administrasi yang dimiliki poktan/
gapoktan harus lebih jelas, misalnya: kelompoktani yang menerima
bantuan sosial sarana pascapanen harus memiliki SK Bupati.
c. Untuk dapat mengintegrasikan berbagai jenias bantuan sosial yang
diterima oleh kelompoktani diharapkan ke depan pendataan
kelompoktani dapat dimonitoring oleh Dinas Pertanian
Provinsi/Kabupaten/Kota dengan lebih rapi dan jelas.
d. Pendataan kelompoktani dapat dilakukan dengan membuat titik
koordinat penerima bantuan social sarana pascapanen tanaman
pangan.
e. Kegiatan bantuan sosial yang diberikan ke kelompoktani/gapoktan
harus berkelanjutan dan mempunyai target capaian yang jelas.
Disamping kegiatan tersebut, pertemuan yang dilaksanakan dalam
mendukung pelaksanaan bantuan sarana pascapanen tanaman pangan
antara lain:
1. Koordinasi dan Workshop Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan
Koordinasi dan Workshop Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan
Tahun 2013 dilaksanakan di Pontianak Provinsi Kalimantan Barat,
diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Pada saat proses pengadaan barang perlu diperhatikan prinsip-
prinsip dasar akuntabel, efisien, efektif, transparan, terbuka,
bersaing, dan adil/tidak diskiminatif dan sesuai dengan ketentuan
pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.05/2012
tanggal 1 Juni 2012 tentang Belanja Bantuan Sosial pada
Kementerian Negara/Lembaga, maka bantuan sosial sarana
pascapanen tanaman pangan pada tahun 2013 berupa transfer
barang yang ketentuan pengadaannya sesuai dengan Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah juncto Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54
Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
150
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
b. Pengadaan sarana pascapanen dengan nilai diatas Rp. 200 juta
maka untuk paket bantuan sarana pascapanen reguler per
komoditas, apabila dalam satu volume kegiatan terdapat lebih dari
satu kelompok penerima bansos, maka pengadaan sarana
pascapanen tersebut digabung dalam satu paket pengadaan. Untuk
paket bantuan sarana pascapanen model yang didalamnya
terdapat bangunan untuk penempatan/operasional sarana
tersebut maka bangunan tersebut dapat berupa bangunan baru
atau rehabilitasi bangunan yang telah ada dan disesuaikan dengan
kondisi lapangan serta dapat berfungsi sebagai “rumah” untuk
penempatan model sarana pascapanen.
c. Pengadaan bantuan sarana pascapanen paket regular maksimal
satu paket tiap komoditas dapat dilaksanakan melalui pengadaan
langsung, atau dapat dilaksanakan melalui pelelangan umum
dengan menggabungkan beberapa paket komoditas.
d. Khusus pengadaan paket model, penyedia barang dapat melakukan
kerjasama dengan kontraktor bangunan yang dituangkan dalam
bentuk kerjasama operasional.
e. Setiap provinsi maupun kabupaten diharapkan agar dalam
pengembangan sistem pengelolaan pascapanen dapat melakukan
pemetaan kondisi pascapanen dalam rangka penerapan konsep
penanganan pascapanen yang baik dan benar, sehingga akan
diperoleh sasaran program penanganan pascapanen yang tepat.
f. Analisa kebutuhan sarana pascapanen dibutuhkan dalam
merancang operasional sistem pengelolaan pascapanen guna
meningkatkan efisiensi dan efektivitas serta keberlanjutan dalam
penggunaan sarana pascapanen tanaman pangan. Sebagai tindak
lanjut, di masing-masing daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota)
agar melakukan analisa kebutuhan dan ketersediaan sarana
pascapanen sehingga data tersebut dapat digunakan untuk
menentukan kebijakan operasional dalam memberikan bantuan
sarana sesuai kebutuhan daerah tersebut.
151 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
g. Penyediaan sarana pertanian sangat tergantung dari kebutuhan
yang timbul sesuai dengan hasil analisis kebutuhan dalam sistem
pengelolaan pascapanen dan arah perkembangan teknologi
pertanian di sektor produksi tanaman pangan. Pada tingkat
operasional kebutuhan sarana peralatan dan mesin lebih didasari
pertimbangan ekonomi oleh karenanya operasionalisasi peralatan
mesin pertanian khususnya sarana pascapanen perlu dilakukan
analisa dan evaluasi finansial.
h. Kondisi saat ini menunjukkan kurangnya tenaga penyuluh yang
terampil dibidang penanganan pascapanen dibanding dengan
tenaga penyuluh yang membina di bidang pra panen, sehingga
petani kurang memperoleh informasi yang benar dari penyuluh.
Untuk itu diperlukan peningkatan kapasitas SDM penyuluh dibidang
teknologi pascapanen tanamanan pangan.
i. Selama ini penyediaan bantuan alsin kepada petani belum diikuti
dengan pembinaan dan pendampingan yang optimal dan
pengelolaan secara profesional serta kurangnya pemberdayaan
kelembagaan petani. Hal ini menyebabkan bantuan alsin yang
diberikan kepada petani belum bermanfaat secara optimal
j. Pola penyerapan Tahun Anggaran 2013 yang dialokasikan di Pusat
maupun Daerah diharapkan agar dapat berubah dari tahun
sebelumnya, sehingga penyerapan anggaran tidak menumpuk pada
akhir tahun (Bulan Desember). Sehingga percepatan pencapaian
serapan anggaran yang ditargetkan pada Triwulan I sebessar 25%;
Triwulan II 25%; Triwulan III 25% dan Triwulan IV 25% dari total
pagu anggaran tahun 2013 yang dialokasikan melalui Dekon
maupun Tugas Pembantuan dapat tercapai.
k. Realisasi kegiatan APBN sektoral tahun 2013 Direktorat Pascapanen
Tanaman Pangan dan SP2D agar dilaporkan perkembangannya
setiap bulan.
l. Dalam rangka menetapkan kebijakan pascapanen yang tepat perlu
dukungan data base yang lengkap dan akurat. Untuk itu bagi
152
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
provinsi yang belum melengkapi data yang ada, maka segera
disampaikan kepada Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan.
2. Focus Group Discussion(FGD) Pascapanen
a. Focus Group Discussion (FGD) I, dengan topik “Konsepsi
Manajemen Kawasan Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan”
dan telah dirumuskan beberapa hal pokok sebagai berikut:
1) Dalam Membangun Sistem Manajemen Pascapanen diperlukan
komitmen bersama baik dalam halpengorganisasian, penyiapan
SDM (petani danpetugas) dan dukungan fasilitasi sarana.
2) Inovasi harus dilakukan dalam penanganan kawasan yang
tahapannya dilakukan melalui model pengembangan kawasan
terintegrasi hulu hilir yang disertai dengan rencana strategi dan
program aksi dalam rancangan program melalui target tahunan
yang jelas secara kuantitatif.
3) Perlu dirumuskan atau dibangun pola keterkaitan antara
stakeholders, pemerintah, perguruan tinggi dan dunia usaha
serta petani/community.
4) Pengawalan program aksi pada kawasan menjadi target strategis
untuk mendrive/menggerakkan program aksi di tingkat lapang
dan masyarakat.
5) Pengembangan penanganan pascapanen tanaman pangan harus
berorientasi manajemen berkelanjutan dengan ekstensifikasi
terbatas penurunan susut pasca panen melalui strategi industri
pedesaan dan strategi penguat dengan melaksanakan program
aksi.
6) Sistem usaha yang diarahkan untuk menghasilkan produk akhir
yang bernilai tambah tinggi harus didukung dengan teknologi,
sumberdaya manusia berketrampilan relatif tinggi dan modal
finansial serta sosial-budaya setempat yang memadai.
7) Pengembangan UPJA perlu diintegrasikan dengan penguatan:
prasarana dan infrastruktur pedesaan; ketersediaan energi
153 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
pedesaan; pelayanan kelembagaan modal finansial pedesaan;
manajemen usaha industri berbasiskan sumberdaya pedesaan
setempat; organisasi ekonomi pedesaan dengan badan hukum
berbasiskan undang-undang; dan profesionalisme tenagakerja di
pedesaan, terutama golongan muda.
8) Untuk pengembangan kelembagaan alsin pascapanen perlu
diintegrasikan dengan penguatan sarana dan prasarana
pedesaan, ketersediaan sumber daya pedesaan, lembaga
keuangan di pedesaan, organisasi berbadan hukum dan
profesionalisme tenaga kerja.
9) Perlunya dilakukan identifikasi dan pemetaan pada wilayah-
wilayah yang akan diterapkan sebagai suatu kawasan
penanganan pascapanen sampai pada tingkat kelompoktani.
Rencana rintisan kawasan awal yang akan disusun antara lain di
Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan,Jawa Barat,
Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Diharapkan pada pelaksanaan
FGD Tahap III, pola pengembangan rintisan kawasan manajemen
penanganan pascapanen tanaman pangan sudah dapat
tersusun.
b. Focus Group Discussion (FGD) II sebagai kelanjutan dari FGD I,
dengan tema “Pengembangan Manajemen Pascapanen Di Sentra
Produksi Tanaman Pangan”, dengan hasil sebagai berikut:
1) Pembangunan tanaman pangan pada saat ini masih berorientasi
pada peningkatan produksi dan provitas dengan fokus pada
perluasan areal tanam. Permasalahan yang dihadapi antara lain
setiap tahun terjadi perkembangan yang cepat terhadap alih
fungsi lahan dan kejenuhan lahan pertanian, sehingga turut
memberikan pengaruh yang besar terhadap pencapaian
peningkatan produksi. Oleh sebab itu perlu dimulai dengan
langkah-langkah pengamanan produksi tanaman pangan melalui
penanganan pascapanen tanaman pangan.
154
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
2) Untuk mendukung kegiatan penanganan pascapanen tanaman
pangan tersebut, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan pada
tahun 2013 telah mengalokasikan dana Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan dalam bentuk dana pembinaan, bimbingan teknis
dan fasilitasi sarana pascapanen tanaman pangan.
Pengalokasian bantuan dana dan fasilitasi sarana pascapanen
telah dilakukan sejak tahun 2011-2013, sehingga diharapkan
dimasa mendatang melalui kegiatan-kegiatan ini akan dapat
dibentuk suatu konsep kawasan yang terintegrasi dari sektor
hulu, penanganan pascapanen dan sektor hilir.
3) Manajemen pascapanen merupakan pengelolaan kawasan
secara terpadu yang menghubungkan antara perencanaan
produksi (hulu) dan kebutuhan pasar (hilir). Maksud dan tujuan
pengembangan kawasan pascapanen tanaman pangan adalah
memadukan serangkaian program dan kegiatan pertanian
menjadi suatu kesatuan yang utuh baik dalam perspektif sistem
maupun kewilayahan, sehingga dapat mendorong peningkatan
daya saing komoditas, wilayah serta pada gilirannya
kesejahteraan petani sebagai pelaku usaha tani.
4) Aspek-aspek yang terdapat pada kawasan manajemen
pascapanen harus turut berperan aktif dalam memperbaiki
keadaan sosial budaya petani di tingkat lapangan. Salah satunya
melalui identifikasi wilayah berdasarkan kemampuan adopsi
teknologi dalam kaitannya dengan kemampuan petani dan
jumlah tenaga kerja.
5) Berdasarkan kebutuhan, aspirasi dan permasalahan yang
dihadapi pelaku usaha atau pemangku kepentingan yaitu petani
dalam melaksanakan pembangungan pertanian di kawasan,
maka secara garis besar strategi pengembangan kawasan
pertanian mencakup: (a) tersedianya data dan informasi yang
akurat; (b) percepatan adopsi teknologi pengembangan industri
hilir; (c) penguatan sarana dan infrastruktur pascapanen; (d)
155 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
manajemen rantai pasokan (supply chain management); (e)
penguatan kelembagaan; dan (f) menjalin kemitraan.
6) Pemantapan penyusunan kawasan manajemen pascapanen
tanaman pangan direncanakan akan disusun pada FGD Tahap III
pada tahun 2014. Setelah tersusun konsepsi kawasan, akan
dilakukan identifikasi dan pemetaan pada wilayah-wilayah yang
akan diterapkan sebagai suatu kawasan penanganan
pascapanen sampai ditingkat kelompok tani, sebagai model
percontohan pada tahun 2014.
7) Pasca FGD ini Tim Teknis Direktorat Pascapanen Tanaman
Pangan akan menjabarkan konsep penanganan pascapanen
dalam dokumen Rencana Aksi dengan periode waktu tertentu
dan Hasil penyusunan konsep manajemen kawasan penanganan
pascapanen tanaman pangan pada Focus Group Discussion
Tahap II ini diharapkan sebagai bahan konsep awal kawasan, dan
selanjutnya akan disampaikan pada Forum Komisi Mekanisasi
(FKM). Forum ini diharapkan dapat memfasilitasi dukungan
regulasi yang mengintegrasikan kemitraan dan dukungan
berbagai lembaga/instansi, stakeholder dan pemangku
kepentingan dalam mendukung pembentukan suatu kawasan
manajemen pascapanen yang terintegrasi dalam rangka
mendukung pengembangan kawasan.
F. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya
1. Sumber Daya Manusia
a. Jumlah Pegawai
Jumlah pegawai Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sampai
Desember 2013 sebanyak 792 orang terdiri dari Pegawai Negeri
Sipil (PNS) unit kerja eselon II dipusat sebanyak 494 orang, 3 UPT
sebanyak 180 orang dan PNS yang ditugaskan/diperbantukan di
daerah/instansi lain sebanyak 118 orang. Sampai dengan tahun
2013 PNS yang ditugaskan di daerah tersebar di 14 provinsi dengan
jumlah 115 orang, sedangkan yang diperbantukan di instansi lain 3
orang.
156
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Tabel 39. Jumlah Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan (Orang)
Tabel 40. Jumlah Pegawai Berdasarkan Golongan (Orang)
Tabel 41. Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin (Orang)
S3 S2 S1/D4 SM/D3 SLTA SLTP SD
1 Sekretariat Direktorat Jenderal TP - 22 69 8 62 6 8 175
2 Direktorat Perbenihan TP 1 15 27 3 16 1 1 64
3 Direktorat Budidaya Serealia - 12 31 4 16 3 2 68
4 Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi 1 12 26 5 12 1 2 59
5 Direktorat Perlindungan TP - 9 38 2 17 1 - 67
6 Direktorat Pascapanen TP - 11 31 5 16 - 1 64
7 BBPPMBTPH Cimanggis - 7 29 1 19 - - 56
8 BBPOPT Jatisari - 2 35 7 44 - 2 90
9 BPMPT - 2 23 3 6 - - 34
10 Pegawai yang ditugaskan di daerah - 1 37 3 66 5 3 115
2 93 346 41 274 17 19 792
No. Unit KerjaTingkat Pendidikan
Jumlah
Jumlah
I II III IV
1 Sekretariat Direktorat Jenderal TP 5 43 115 12 175
2 Direktorat Perbenihan TP 2 8 42 12 64
3 Direktorat Budidaya Serealia 2 15 41 10 68
4 Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi 3 11 38 7 59
5 Direktorat Perlindungan TP - 12 49 6 67
6 Direktorat Pascapanen TP - 17 40 7 64
7 BBPPMBTPH Cimanggis - 11 40 5 56
8 BBPOPT Jatisari 1 32 54 3 90
9 BPMPT - 6 26 2 34
10 Pegawai yang ditugaskan di daerah 8 69 37 1 115
21 224 482 65 792
Unit KerjaGolongan
Jumlah
No. Jumlah
Laki-laki Perempuan
1 Sekretariat Direktorat Jenderal TP 114 61 175
2 Direktorat Perbenihan TP 35 29 64
3 Direktorat Budidaya Serealia 46 22 68
4 Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi 27 32 59
5 Direktorat Perlindungan TP 31 36 67
6 Direktorat Pascapanen TP 32 32 64
7 BBPPMBTPH Cimanggis 22 34 56
8 BBPOPT Jatisari 65 25 90
9 BPMPT 9 25 34
10 Pegawai yang ditugaskan di daerah 76 39 115
SUB TOTAL 457 335 792
No. Unit KerjaJenis Kelamin
Jumlah
157 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
b. Pengangkatan CPNS dan PNS Masuk ke Ditjen Tanaman Pangan
Pada tahun 2013 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
memperoleh tambahan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS)
sebanyak 3 orang dan semua CPNS tersebut ditugaskan di daerah.
CPNS tersebut merupakan tenaga honorer yang kececer dan masuk
dalam K-1, selain itu masih ada beberapa orang honorer yang
masuk K-2 sebanyak 6 orang. Pada tahun 2013 ini mereka
mengikuti test CPNS K-2 yang diselenggarakan oleh Badan
Kepegawaian Negara dan sampai sekarang belum diumumkan
kelulusannya. Selain penambahan pegawai dari CPNS tenaga
honorer K-1 juga ada pegawai yang mutasi masuk ke Ditjen
Tanaman Pangan sebanyak 2 orang, salah satu nya masuk sebagai
pejabat struktural Eselon II.
c. Mutasi dan Pensiun
Mutasi pegawai intern Direktorat Jenderal Tanaman Pangan pada
tahun 2013 sebanyak 6 orang, sedangkan yang pindah ke Eselon I
lain lingkup Kementerian Pertanian 5 orang. Terkait pelimpahan
pegawai yang ditugaskan di daerah, Direktur Jenderal Tanaman
Pangan telah menyurati Gubernur Provinsi se-Indonesia melalui
surat Nomor: 301/KP.330/C/05/2013 tanggal 6 Mei 2013 perihal
Pindah Tugas PNS Pusat menjadi PNS Daerah,namun terdapat 13
provinsi yang belum bersedia menerima pelimpahan pegawai dari
Ditjen Tanaman Pangan yang di tugaskan didaerah dengan alasan
belum tersedianya formasi dan anggaran. Pegawai Ditjen Tanaman
Pangan yang ditugaskan didaerah yang telah dilimpahkan sebanyak
45 orang, sehingga masih tersisa 115 orang.
Pada tahun 2013 jumlah pegawai Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan yang memasuki masa purna bakti sebanyak 26 Orang terdiri
dari 23 orang memasuki batas usia pensiun, dua orang meninggal
dunia, selain itu terdapat dua orang yang keluar sebagai PNS.
158
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
2. Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB)
Hasil penilaian PMPRB tahun 2013 diharapkan dapat meningkat jika
dibandingkan dengan tahun 2012. Beberapa kegiatan yang telah
dilaksanakan dalam rangka meningkatkan hasil penilaian PMPRB
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, antara lain sebagai berikut:
a. Rapat Panel III PMPRB lingkup Kementerian Pertanian yang
diselenggarakan oleh Inspektorat Jenderal Kementan, dengan hasil
bahwa nilai akhir PMPRB Kementerian Pertanian dan perbandingan
hasil verifikasi lapangan Kementerian PAN pada 9 Program Mikro
RB Kementrian Pertanian dan mengajukan kenaikan tunjangan
kinerja nantinya diharapkan nilai PMPRB sudah berada pada level
4, yaitu nilai rata-rata minimal 80.Hasil survei internal yang sudah
dilakukan nilainya tidak jauh berbeda dari nilai komponen
pengungkit dalam PMPRB, ini berarti penilaian komponen
pengungkit dapat dikatakan benar adanya/sesuai dengan
kenyataan; dan pembobotan dan unsur penilaian PMPRB.
Selanjutnya hasil penilaian PMPRB yang telah dilakukan oleh
Kementerian Pertanian secara resmi telah disampaikan kepada
Kementerian PAN (Panel III) dan akan dijadikan sebagai bahan
penilaian untuk Tim Komisi Penilaian Reformasi Birokrasi Nasional
(KPRBN).
b. Mengumpulkan kelengkapan bukti dukung setiap kegiatan yang
ada di lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan seperti
undangan rapat atau jadwal kegiatan, daftar hadir peserta dan
narasumber (jika ada), serta notulen rapat atau laporan kegiatan,
sebagai kelengkapan bukti dukung/evidence dalam pengisian
PMPRB online Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.
c. Mengedarkan kuesioner survei eksternal yang bertujuan melihat
hasil dan dampak pelayanan yang telah dilaksanakan oleh unit kerja
teknis/pemberi layanan yang ada pada Ditjen Tanaman Pangan.
Obyekpengukuransurvei eksternal terhadap stakeholder pada
DirektoratJenderalTanaman Pangan adalahmutu pelayanan pada
159 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.
Responden adalah pengguna Jasa Unit Pelayananan Teknis Balai
Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT),
Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan
dan Hortikultura (BBPPMBTPH), dan Balai Pengujian Mutu Produk
Tanaman baik itu berupa perorangan maupun perusahaan, dengan
jumlah 87 responden.
d. Rapat persiapan PMPRB lingkup Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan tahun 2013 yang memperoleh daftar bukti dukung yang
harus disiapkan masing-masing unit kerja sebagai pendukung
dalam PMPRB, disamping itu melakukan evaluasi kertas kerja
PMPRB tahun 2012.
e. Evaluasi catatan harian/log book pegawai yang telah disusun
selama tahun 2013 sebagai dasar pertimbangan pemberian
tunjangan kinerja (terkait dengan besaran dan penundaan).
3. Penghargaan Kelompok Tani, Mantri Tani, Petugas dan Unit Pelaksana
Teknis Daerah Balai Benih Berprestasi Tingkat Nasional Tahun 2013
Dasar pemberian penghargaan kelompok tani dan mantri tani tahun
2013 adalah Keputusan Menteri Pertanian Nomor
4908/Kpts/KP.450/11/2013 tanggal 21 November 2013 tentang
Penetapan Penerima Penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara
Tingkat Nasional Tahun 2013 dan Keputusan Direktur Jenderal
Tanaman Pangan Nomor 56/HK.310/C/11/2013 tanggal 18 November
2013 tentang Penghargaan Kepada Petani/Kelompk Tani, petugas dan
Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Benih Berprestasi Tingkat Nasional
Tahun 2013.
Pada tahun 2013 ini ada dua jenis penghargaan yaitu Penghargaan
Adhikarya Pangan Nusantara (APN) dan Penghargaan Direktur
Jenderal Tanaman Pangan.Panitia Penghargaan APN penangung jawab
utama dalah Badan Ketahanan Pangan dan Ditjen Tanaman Pangan
mengirimkan usulan pemenang kelompok tani juara I untuk menerima
penghargaan APN. Penghargaan tersebut diserahkan oleh Wakil
160
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Presiden Republik Indonesia berupa thropy bagi penerima
penghargaan pada hari Jumat tanggal 29 November 2013 di Istana
Wakil Presiden.
Selanjutnya dilaksanakan temu wicara dengan Menteri Pertanian di
Hotel Grand Sahid Jakarta Pusat serta pada kesempatan tersebut
Menteri Pertanian menyerahkan piagam pada pemenang
penghargaan APN. Secara keseluruhan penerima penghargaan
Adhikarya Pangan Nusantara tahun 2013 berjumlah 90 orang terbagi
dalam 5 kategori, yang terdiri dari: Pelopor Ketahanan
Pangan,Pemangku Ketahanan Pangan, Pelaku Pembangunan
Ketahanan Pangan (kegiatan produksi pangan, pemberdayaan
masyarakat, pengembangan industri pangan olahan atau perakitan
teknologi pangan), Pelayanan Ketahanan Pangan (penyuluh,
penelitian/pengembangan, pengawasan/pengendalian) dan Pembina
Ketahanan Pangan bagi Gubernur, Bupati/Walikota dan Kepala
Desa/Lurah 25 penghargaan.
Disamping itu, Direktur Jenderal Tanaman Pangan juga memberikan
penghargaan kepada Petugas Pengawas Benih Tanaman Lapangan,
Petugas Analis Benih Laboratorium, Penangkar Benih, dan UPTD Balai
Benih sebanyak 32 penghargaan.
4. Realisasi Anggaran
Tahun 2013, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mengelola APBN
Sektoral sebanyak Rp.2,887 triliun dialokasikan pada delapan kegiatan
utama yaitu: 1) Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia Rp.1,223
triliun; 2) Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi
dengan anggaran Rp.813,129 miliar; 3) Pengelolaan Sistem
Penyediaan Benih Tanaman Pangan Rp.201,158miliar; 4) Penguatan
Perlindungan Tanaman dari Gangguan OPT dan DPI Rp.232,164 miliar;
5) Penanganan Pascapanen Tanaman Rp.161,112 miliar; 6) Dukungan
Manajemen dan Teknis Lainnya pada Ditjen TP Rp.236,596 miliar; 7)
Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem
Mutu Laboratorium Pengujian Benih Rp.8,306miliar; dan 8)
Pengembangan Peramalan Serangan OPT Rp.12,200 miliar.
161 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Tabel 42. Realisasi Anggaran APBN Sektoral Tahun 2013 Ditjen Tanaman Pangan Berdasarkan Kegiatan Utama
Realisasi penyerapan anggaran Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
satker pusat dan daerah mencapai Rp.2,337 triliun atau 80,95% dari
pagu anggaran Rp.2,887 triliun. Realisasi anggaran berdasarkan
kegiatan utama yaitu: 1) Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia
Rp.1,111 triliun (90,91%); 2) Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka
Kacang dan Umbi mencapai Rp.511,416 miliar (62,89%); 3)
Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan Rp.181,021
miliar (89,99%); 4) Penguatan Perlindungan Tanaman dari Gangguan
OPT dan DPI Rp.193,106 miliar (83,18%); 5) Penanganan Pascapanen
Tanaman Rp.148,399 miliar (92,11%); 6) Dukungan Manajemen dan
Teknis Lainnya pada Ditjen TP Rp.172,409 miliar (72,77%); 7)
Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem
Mutu Laboratorium Pengujian Benih Rp.7,673 miliar (92,39%); dan 8)
Pengembangan Peramalan Serangan OPT Rp.11,816 miliar (96,85%).
Tabel 43. Realisasi Anggaran APBN Sektoral Tahun 2013 Ditjen Tanaman Pangan Berdasarkan Kelompok Satker Pusat dan Daerah
Pagu DIPA
(Rp.000) (Rp.000) (%)
1 Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia 1.222.564.895 1.111.473.864 90,91
2Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka
Kacang dan Umbi813.128.914 511.415.717 62,89
3Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih
Tanaman Pangan201.158.424 181.020.742 89,99
4Penguatan Perlindungan Tanaman
Pangan dari Gangguan OPT dan DPI232.163.927 193.106.490 83,18
5 Penanganan Pasca Panen Tanaman 161.111.746 148.398.794 92,11
6 Dukungan Manajemen dan Teknis 236.596.137 172.409.141 72,87
7 Pengembangan Pengujian Mutu Benih 8.305.596 7.673.192 92,39
8Pengembangan Peramalan Serangan
Organisme Pengganggu Tumbuhan12.200.000 11.815.893 96,85
2.887.229.639 2.337.313.833 80,95
No. Kegiatan Realisasi
Jumlah
No. Satker Pagu DIPA (Rp 000) Realisasi (Rp 000) %
1 Kantor Pusat 2.056.665.743 1.713.163.422 83,30
2 UPT Pusat 16.228.948 15.976.369 98,44
3 Dekonsentrasi/Provinsi 1.455.850.801 1.397.671.931 96,00
4 Tugas Pembantuan/Kab/Kota 993.855.612 934.177.885 94,00
Jumlah 4.522.601.104 4.060.989.608 89,79
162
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Realisasi anggaran menurut kelompok satker yaitu Satker Kantor Pusat
mencapai Rp.209,815miliar (38,35% dari pagu Rp.547,152 miliar); UPT
Pusat Rp.19,489 miliar (95,04% dari pagu Rp.20,506 miliar); dana
dekonsentrasi (Dinas Pertanian, BPSBTPH dan BPTPH) Rp.343,398
miliar (90,74% dari pagu Rp.378,428 miliar) dan dana tugas
pembantuan/kabupaten/kota Rp.1,765 triliun (90,91% dari pagu
sebesar Rp.1,941 triliun).
Tabel 44. Realisasi Anggaran APBN Sektoral Tahun 2013 Ditjen Tanaman Pangan Berdasarkan Jenis Belanja
Realisasi anggaran berdasarkan jenis belanja yaitu belanja pegawai
mencapai Rp.40,811miliar (66,55% dari pagu Rp.61,327 miliar);
belanja barang Rp.570,390 miliar (85,46% dari pagu Rp.667,409
miliar); belanja modal Rp.39,941 miliar (58,51% dari pagu Rp.68,259
miliar) dan bantuan sosial Rp.1,686 triliun (80,67% dari pagu Rp.2,090
triliun).
Jika dilihat realisasi anggaran perprovinsi, masih terdapat empat
provinsi yang realisasi anggarannya dibawah 75%, yaitu Provinsi Riau,
Kepulauan Riau, Bangka Belitung dan DKI Jakarta, termasuk juga Satker
Pusat yang mencapai 40,39%.
Pagu DIPA
(Rp. 000) (Rp. 000) (%)
1 Pegawai 61.327.306 40.811.031 66,55
2 Barang 667.408.870 570.390.426 85,46
3 Modal 68.258.875 39.941.107 58,51
4 Bansos 2.090.234.588 1.686.171.269 80,67
2.887.229.639 2.337.313.833 80,95
No. Jenis BelanjaRealisasi
Jumlah
163 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Tabel 45. Rincian Realisasi Anggaran APBN Sektoral Tahun 2013 Ditjen Tanaman Pangan Per Provinsi
Keterangan: *) Pusat meliputi Ditjen TP dan UPT Pusat (BBPPMBTPH Cimanggis dan BBPOPT Jatisari
Pagu DIPA Realisasi
(Rp.000) (Rp.000)
1 Aceh 137.938.771 129.857.341 94,14
2 Sumatera Utara 74.074.625 60.984.878 82,33
3 Sumatera Barat 50.564.042 40.647.469 80,39
4 Riau 44.684.589 26.581.856 59,49
5 Kepulauan Riau 1.287.911 805.002 62,50
6 Jambi 56.908.739 49.375.018 86,76
7 Sumatera Selatan 103.287.617 87.418.141 84,64
8 Bangka Belitung 7.862.859 5.206.930 66,22
9 Bengkulu 38.225.244 35.458.771 92,76
10 Lampung 67.064.144 64.929.277 96,82
11 DKI Jakarta 2.143.546 1.344.457 62,72
12 Jawa Barat 139.581.533 133.599.424 95,71
13 Banten 58.480.216 52.597.475 89,94
14 Jawa Tengah 138.566.084 126.568.682 91,34
15 DI. Yogyakarta 46.590.930 38.656.539 82,97
16 Jawa Timur 240.025.451 216.111.141 90,04
17 Bali 24.234.682 21.791.940 89,92
18 NTB 146.170.684 142.620.072 97,57
19 NTT 117.404.910 105.508.060 89,87
20 Kalimantan Barat 104.892.713 103.117.511 98,31
21 Kalimantan Tengah 52.022.820 47.280.199 90,88
22 Kalimantan Selatan 81.114.065 75.607.377 93,21
23 Kalimantan Timur 29.360.069 22.273.155 75,86
24 Sulawesi Utara 48.062.675 46.825.543 97,43
25 Gorontalo 25.070.927 22.961.654 91,59
26 Sulawesi Tengah 46.747.250 41.913.334 89,66
27 Sulawesi Selatan 237.505.074 222.590.407 93,72
28 Sulawesi Barat 44.198.722 37.447.593 84,73
29 Sulawesi Tenggara 35.291.462 33.387.624 94,61
30 Maluku 27.812.863 25.051.195 90,07
31 Maluku Utara 25.917.567 24.974.933 96,36
32 Papua 44.705.050 42.837.992 95,82
33 Papua Barat 21.774.200 21.678.520 99,56
Jumlah Daerah 2.319.572.034 2.108.009.507 90,88
34 Pusat*) 567.657.605 229.304.325 40,39
Total (Daerah + Pusat) 2.887.229.639 2.337.313.832 80,95
No. Provinsi %
164
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Rendahnya serapan anggaran terutama pada Satker Pusat Ditjen
Tanaman Pangan disebabkan terdapat beberapa kegiatan tidak
terlaksana yaitu: (1) Perluasan Areal Tanam Baru (PATB) Kedelai senilai
Rp.236,5 miliar karena gagal lelang tiga kali; (2) Bantuan
penanggulangan bencana alam Rp.22,3 miliar karena harus ada
pernyataan kejadian bencana dari instansi/lembaga
berwenang/BNPB; (3) Mobil brigade proteksi dan mobil laboratorium
hama penyakit tanaman Rp.23 miliar karena gagal pelaksanaan
melalui e-Catalogue; (4) sisa gaji/tunjangan Rp.15,34 miliar karena
tidak ada rekruitmen pegawai baru, serta sisa efisiensi pengadaan
barang/jasa dan kegiatan lainnya.
Pada tahun 2013, Ditjen Tanaman Pangan juga terdapat anggaran
subsidi (BA.999) yang dialokasikan untuk kegiatan subsidi benih
sejumlah Rp.1,454 triliun dengan kontrak Rp.1,314 triliun.
Pelaksanaan kegiatan dalam bentuk PSO oleh PT Sang Hyang Seri
(Persero) dan PT Pertani (Persero).
Tabel 46. Realisasi Anggaran APBN Subsidi Ditjen Tanaman Pangan Tahun 2013
Realisasi anggaran subsidi benih sejumlah Rp.398,700 miliar atau
27,42% dari pagu, dengar rincian PT SHS (Persero) Rp.202,423 miliar
atau 23,20% dan PT Pertani (Persero) Rp.196,277 miliar atau 33,74%
dari pagu masing-masing.
5. Barang Milik Negara (BMN)
Nilai BMN pada Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan per 31
Desember 2013 adalah sebesar Rp.519.767.442.073, yang dibedakan
berdasarkan klasifikasi pos-pos perkiraan neraca yaitu: persediaan,
Pagu Anggaran Kontrak
(Rp.000) (Rp.000) (Rp.000) (%)
1 PT SHS (Persero) 872.490.000 788.489.100 202.423.824 23,20
2 PT Pertani (Persero) 581.660.000 525.659.400 196.276.973 33,74
1.454.150.000 1.314.148.500 398.700.797 27,42
No. UraianRealisasi
Jumlah
165 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan
jaringan, aset tetap lainnya, konstruksi dalam pengerjaan, dan aset
lainnya.
Tabel 47. Nilai BMN Dalam Pos Perkiraan Neraca
6. Sistem Pengendalian Intern (SPI)
Dalam rangka meningkatkan pemahaman dan penerapan unsur-unsur
SPI dalam pelaksanaan program, kegiatan dan penyelenggaraan
pemerintahan dalam pembangunan tanaman pangan, maka telah
dilaksanakan antara lain:
a. Sosialisasi SPI
Sosialisasi SPI lingkup Ditjen Tanaman Pangan yang dilaksanakan
bagi pejabat dan staf Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yang
mengidentifikasi permasalahan terhadap pemahaman SPI yaitu:
Rp % Rp % Rp %
I Aset Lancar
1 Persediaan 168.776.558.419 100 0 168.776.558.419 100
Sub jumlah 168.776.558.419 100 0 168.776.558.419 100
II Aset Tetap
1 Tanah 182.286.598.500 0 182.286.598.500
2 Peralatan dan Mes in 162.574.011.252 10.629.225 100 162.584.640.477
3 Gedung dan Bangunan 5.252.290.029 0 5.252.290.029
4 Ja lan Irigas i dan Jaringan 341.021.498 0 341.021.498
5 Aset Tetap Dalam renovas i 0 0 0
6 Aset Tetap La innya 68.223.675 0 68.223.675
Sub Jumlah 350.522.144.954 100 0 350.532.774.179 100
III Aset Lainnya
1 Kemitraan dengan pihak ketiga 0 0 0
2 Aset Tak Berwujud 468.738.700 100 0 468.738.700 100
3Aset yg dihentikan Penggunaanya
operasional Pemerintah0 0 0
Sub Jumlah 468.738.700 100 0 468.738.700 100
Total 519.767.442.073 10.629.225 519.778.071.298
No Uraian NeracaIntrakomtable Ekstrakomtable Gabungan
166
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
- Dianggap bahwa SPI hanya tanggungjawab Satlak PI 9 (belum
menjadi tanggungjawab masing-masing unsur);
- Ruang lingkup SPI dipahami di tingkat unit kerja, yang
seharusnya dapat kepada unsur terkecil sekalipun;
- SPI tidak dimulai dengan diagnosa oleh masing-masing unsur
pada bidang tugasnya;
- Personil, hanya memahami secara parsial, misalnya diberi
kewajiban untuk memasukan penilaian resiko namun tidak
paham bagaimana proses selanjutnya;
- SPI terjebak ke dalam pemenuhan kelengkapan dokumen, dan
belum sepenuhnya kepada penerapannya.
Upaya pemecahan permasalah di atas dapat dilakukan:
- Perlunya sosialisasi yang lebih intens kepada seluruh tingkatan
pegawai lingkup Ditjen Tanaman Pangan mengenai SPI;
- Penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instanasi Pemerintah,
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai
dengan pertanggungjawaban, harus dilaksanakan secara tertib,
terkendali, serta efektif dan efisien. Untuk mewujudkannya
dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi kayakinan
memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan telah dilaksanakan
sesuai dengan rencana dan dapat mencapai tujuan. Sistem inilah
yang dikenal sebagai Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP);
- Pengembangan dan penerapan SPI perlu dilakukan secara
komprehensif dan harus memperhatikan aspek biaya dan
manfaat (cost dan benefit), rasa keadilan dan kepatuhan,
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
b. Workshop Penyempurnaan Pedoman Pelaksanaan SPI Lingkup
Ditjen Tanaman Pangan
Sebagai bahan pegangan dalam mengimplementasikan SPI ke
dalam kegiatan pembangunan tanaman pangan, bagi para
167 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
pelaksana dan penanggungjawab kegiatan termasuk Tim Satuan
Pelaksana (Satlak PI) dan seluruh Satuan Kerja (Satker) Lingkup
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, maka disusun dan
disempurnakan pedoman pelaksanaan SPI kegiatan strategis
lingkup Ditjen Tanaman Pangan meliputi kegiatan SL-PTT (padi,
jagung, dan kedelai), pemberdayaan penangkar, subsidi benih,
Cadangan Benih Nasional (CBN), sertifikasi benih, penguatan
perlindungan tanaman pangan dari gangguan OPT dan DPI, bansos
penanganan pascapanen, peramalan serangan organisme
pengganggu tumbuhan, pengembangan metode pengujian mutu
benih, serta pelayanan pengujian mutu pestisida, pupuk dan
produk tanaman pangan.
7. Lembaga Mandiri Mengakar di Masyarakat (LM3)
Target LM3 penerima bantuan sosial dari Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan Tahun Anggaran 2013 sebanyak 280 LM3, namun dalam
penetapannya beberapa permasalahan yang dihadapi antara lain:
- Proses overlay yang terlalu lama, sehingga pengambilan keputusan
penetapan LM3 terpilih juga tidak sesuai jadwal (terlambat). Hal ini
karena kurang koordinasi lintas eselon I lingkup Kementerian
Pertanian saat overlay sehingga terdapat beberapa eselon I yang
tidak bisa hadir dan menghambat proses overlay;
- Hasil verifikasi lapang oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota yang tidak
segera dikirimkan ke Ditjen Tanaman Pangan, sehingga
menghambat proses penentuan status short list;
- Terdapat beberapa Eselon I yang tidak berkoordinasi sebelumnya
untuk melakukan workshop pencairan dana bansos, sehingga
Eselon I lainnya harus mengulang kembali proses overlay untuk
mencocokan kembali dengan SK yang telah diterbitkan. Hal ini juga
memperlama proses penetapan LM3 untuk eselon I lainnya.
Setelah melalui tahap penyeleksian, sebanyak 280 LM3 terpilih untuk
memperoleh bantuan dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan,
168
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
namun satu LM3 yang mengundurkan diri yaitu LM3 Gereja Betlehem
dari Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara, dengan alasan
karena tidak mampu memenuhi persyaratan administrasi yang
dibutuhkan untuk proses pencairan bansos LM3.
8. Bantuan Bencana Alam
Kegiatan bantuan bencana alam pada Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan tidak dilaksanakan, karena dalam pencairan dananya harus
ada pernyataan kejadian bencana dari instansi/lembaga berwenang/
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
9. Kerugian Negara (KN) Lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Sisa Kerugian Negara (KN) lingkup Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan sampai dengan Desember 2013 sejumlah Rp.45,285 miliar,
dengan rincian sebagai berikut:
- Sisa Temuan BPK-RI sebesar Rp.30,841 miliar merupakan temuan
CBN dan Subsidi Benih Tahun 2012 oleh PT SHS (Persero);
- Temuan Riksus/Investigasi Itjen terdapat adalah kemahalan harga
bibit pada dem area ubikayu di Lombok Tengah Tahun 2011, telah
diangsur Rp.57,2juta sehingga masih tersisa Rp.105 juta, dan Light
Trap sebesar Rp.2,553 miliar dan telah diangsur sebesar Rp.2,045
miliar, sehingga sisa Rp.508,6 juta;
- Kerugian Negara sebesar Rp.1,6miliar merupakan temuan lama dan
sulit ditindaklanjuti (dibawah tahun 2001), sudah dilakukan
penelusuran bukti pendukung tetapi banyak berkas yang sudah
hilang;
- Temuan terbesar baik di pusat maupun di daerah adalah temuan
BPKP yang sulit untuk ditindaklanjuti dan dihapuskan, sudah
dilakukan koordinasi dengan BPKP. Pada bulan Maret 2012 dan Juli
2012 sudah diusulkan agar difasilitasi penyelesaiannya oleh Itjen
Kementan;
169 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
- Kerugian Negara sebesar Rp.1,164miliar merupakan temuan di
pusat terdiri dari temuan Itjen sebesar Rp.186 juta dan temuan
BPKP sebesar Rp.978,38 juta (PATM dan Kunming);
- Telah dilakukan permohonan penghapusan terhadap temuan
PATM dan Kunming kepada BPKP pada tahun 2008 tetapi belum
disetujui, dan saat ini telah dilakukan permohonan kembali untuk
TPTD namun belum ada balasan.Pada Bulan Juni 2013 telah
mengusulkan TPTD ke BPKP dengan berkoordinasi dengan Setjen
Kementan;
- Terdapat temuan Inspektorat Jenderal Kementan di Maluku
sebesar Rp.107,600 juta yang merupakan anggaran subsidi, namun
dimasukkan dalam KN Ditjen TP dan temuan di Lampung Selatan
sebesar Rp.139juta (denda keterlambatan karena Idul Fitri) yg
sedang dibahas di Inspektorat untuk diketahui lebih lanjut
penyelesaiannya.
Tabel 48. Data Kerugian Negara Lingkup Ditjen Tanaman Pangan (s.d Desember 2013)
10. Laporan Rencana Aksi Percepatan Prioritas Pembangunan Nasional
Tahun 2013
Rencana Aksi Percepatan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2013
yang dipantau oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan
Pengendalian Pembangunan (UKP4), Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan memiliki tanggung jawab melaksanakan dua rencana aksi
dengan tiga sub rencana aksi yaitu:
(Rp.000) (Rp.000) (Rp.000) (Rp.000) (Rp.000) (%)
1 Kinerja 4.136.724 10.872.633 108 15.009.357 14 1.164.729 7,76 94 13.844.627 30,57
- Itjen 1.552.403 10.859.412 59 12.411.815 7 1.087.596 8,76 52 11.324.218 25,01
- BPKP 2.584.321 13.221 49 2.597.542 7 77.133 2,97 42 2.520.409 5,57
2 BPK-RI - 41.264.367 8 41.264.367 4 10.423.322 25,26 4 30.841.045 68,10
3 Investigasi Itjen 172.053 2.582.438 5 2.754.491 - 2.154.982 78,24 5 599.510 1,32
4.308.777 54.719.438 121 59.028.215 18 13.743.033 23,28 103 45.285.182 100,00
Sisa KN s.d
Des 2012
Tambahan KN
2013 (s.d
Desember)
Porsi thd
Jumlah KN KN
Jumlah
KN KNNo. TemuanKasus KasusKasus
%
Jumlah KN s.d Des Tindaklanjut 2013 Sisa KN 2013 ( s.d
170
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
a. N5P46A85 pengelolaan produksi tanaman serealia:
- Tersalurnya bantuan SL-PTT padi untuk 4.625.000 ha;
- Tersalurnya bantuan SL-PTT jagung untuk 260.000 ha.
b. N5P46A86 pengelolaan produksi tanaman akabi: tersalurnya
bantuan SL-PTT kedelai untuk 455.000 ha
Akibat adanya kebijakan penghematan anggaran dan revisi DIPA tahun
2013 target areal SL-PTT mengalami perubahan, yaitu: SL-PTT padi
menjadi 4.385.625 ha, SL-PTT jagung 235.380 ha, dan SL-PTT kedelai
411.740 ha.
Realisasi Pelaksanaan:
a. Penyaluran bantuan SL-PTT padi masing-masing check point yaitu:
B04 mencapai 101,77%; B06 101,20%; B09 103,05% dan B12
85,02% dari target.
b. Penyaluran bantuan SL-PTT jagung masing-masing check point
yaitu: B04 mencapai 101,56%; B06 100,62%; B09 103,06% dan B12
83,08% dari target.
c. Penyaluran bantuan SL-PTT kedelai masing-masing check point
yaitu: B04 mencapai 164,65%; B06 108,27%; B09 107,20% dan B12
79,17% dari target.
Beberapa faktor penyebab tidak tercapainya target SL-PTT 100%
antara lain: (1) kondisi perubahan iklim tahun 2013 mengakibatkan
perubahan/pergeseran jadwal dan pola tanam; (2) terjadinya bencana
alam (banjir) di beberapa daerah serta erupsi Gunung Sinabung di
Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara menyebabkan mundur
tanam; (3) masa transisi bantuan benih menjadi subsidi benih dari
sebelumnya bantuan gratis/BLBU; (4) varietas benih yang diinginkan
petani tidak seluruhnya sesuai dengan ketersediaan varietas benih
subsidi; (5) petani tidak sanggup membeli benih di pasar bebas; (6)
khusus kedelai karena iklim relatif basah sepanjang tahun, sehingga
lahan sawah yang biasa digunakan untuk pertanaman kedelai (setelah
padi), ditanami padi lagi, serta kesulitan memperoleh benih kedelai
171 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
secara swadaya di lokasi; dan (7) rusaknya sebagian jaringan irigasi di
beberapa daerah. Selain aspek teknis tersebut, proses revisi DIPA
penghematan serta revisi DIPA penyesuaian AKUN juga berpengaruh
terhadap terlambatnya realisasi pelaksanaan kegiatan di lapangan,
karena kabupaten pelaksana menunggu terbit DIPA hasil revisi.
Tabel 49. Perkembangan Pelaksanaan Rencana Aksi Percepatan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2013
Beberapa pertemuan yang dilaksanakan pada Dukungan Manajemen dan
Teknis Lainnya, antara lain:
1. Rapat Koordinasi Penyusunan Angka Sementara (ASEM) Tahun 2013
dan Angka Prognosa Tahun 2012 Produksi Tanaman Pangan
Dalam rangka meningkatkan akurasi penetapan angka produksi
tanaman pangan ASEM 2013 dan Angka Prognosa Tahun 2012, telah
dilakukan Rapat Koordinasi Nasional pada tanggal 6 s.d8 Februari 2013
di Hotel Ashton Palembang, Sumatera Selatan.
Peserta rapat terdiri dari Sekretaris Dinas/Pejabat pengelola data
tanaman pangan/pejabat yang membidangi produksi tanaman pangan
Dinas Pertanian Provinsi se-Indonesia, Pejabat yang membidangi
pengelolaan data produksi BPS Provinsi se-Indonesia, peserta Pusat
dari Eselon II lingkup Ditjen Tanaman Pangan dan BPS-RI, serta dihadiri
oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Deputi Bidang Statistik
Produksi BPS, Pejabat Eselon II dan Kepala Balai Besar lingkup Ditjen
Tanaman Pangan, Kepala Pusat Data dan Informasi Pertanian.
Rapat didahului sambutan selamat datang Kepala Dinas Tanaman
Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan, pengarahan
Kepala BPS-RI yang diwakili Deputi Bidang Statistik Produksi, sambutan
B04 B06 B09 B12
1 Tersalurkannya bantuan SL-PTT Padi 101,77% 101,20% 103,05% 85,02%
untuk 4.368.625 ha
2 Tersalurkannya bantuan SL-PTT Jagung 101,56% 100,62% 103,06% 83,08%
untuk 235,380 ha
3 Tersalurkannya bantuan SL-PTT Kedelai 164,65% 108,27% 107,20% 79,17%
untuk 411.740 ha
No. Rencana Aksi/Sub Rencana AksiRealisasi
172
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
pengarahan dan sekaligus pembukaan oleh Direktur Jenderal
Tanaman Pangan, dilanjutkan pembahasan materi dengan
narasumber dari BPS-RI, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian,
dan Direktorat lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.
Berdasarkan hasil pembahasan, diskusi dan pendalaman materi serta
memperhatikan arahan Kepala BPS-RI dan Dirjen Tanaman Pangan
dihasilkan pokok-pokok rumusan rapat koordinasi sebagai berikut:
a. Prakiraan produksi tahun 2012 (ASEM) padi mencapai 68,99 juta
ton gabah kering giling (GKG); jagung 19,38 juta ton pipilan kering,
kedelai 851 ribu ton biji kering, kacang tanah 713 ribu ton biji
kering, kacang hijau 285 ribu ton biji kering, ubikayu 23,66 juta ton
umbi basah, dan ubijalar 2,47 juta ton umbi basah. Dibandingkan
dengan produksi ATAP 2012, prakiraan capaian produksi ASEM
2012 padi naik 3,23 juta ton GKG (4,91%), jagung naik 1,74 juta ton
(9,83 %), kedelai turun 786 ton (0,09%), kacang tanah naik 21 ribu
ton (3,07%), kacang hijau turun 56 ribu ton (16,53%), ubi kayu turun
384 ribu ton (1,60%), dan ubi jalar naik 274 ribu ton (12,50%).
b. Prakiraan produksi tahun 2013 (Angka Prognosa) padi mencapai
68,99 juta ton gabah kering giling (GKG); jagung 19,59 juta ton
pipilan kering, kedelai 872 ribu ton biji kering, kacang tanah 719 ribu
ton biji kering, kacang hijau 295 ribu ton biji kering, ubikayu 23,62
juta ton umbi basah, dan ubijalar 2,52 juta ton umbi basah.
Dibandingkan dengan prakiraan produksi ASEM 2012, prakiraan
capaian produksi 2013(Angka Prognosa) padi naik 6 ribu ton GKG
(0,01%), jagung naik 212 ribu ton (1,09%), kedelai naik 22 ribu ton
(2,54%), kacang tanah naik 7 ribu ton (0,98%), kacang hijau naik10
ribu ton (3,55%), ubi kayu turun 41 ribu ton (0,17%), dan ubi jalar
naik 48 ribu ton (1,93%).
Bila dibandingkan dengan target 2013, capaian Prognosa 2013 padi
baru mencapai 95,74%, jagung 98,79%, kedelai 58,14%, kacang
tanah 59,96%, kacang hijau 71,96%, ubi kayu 89,81%, dan ubi jalar
102,78%.
173 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
c. Beberapa faktor pendukung peningkatan produksi tanaman pangan
ASEM tahun 2012 dan Angka Prognosa 2013, khususnya padi antara
lain:
1) Meningkatnya produktivitas, karena dukungan SL-PTT, bantuan
benih, pemupukan berimbang, dan khusus di Yogyakarta juga
dipengaruhi peningkatan kesuburan lahan pasca Letusan
Gunung Merapi, penerapan jajar legowo pada beberapa
provinsi, penurunan luas serangan OPT.
2) Peningkatan luas panen disebabkan antara lain: rehabilitasi
saluran irigasi antara lain di Jawa Timur, optimalisasi
pemanfaatan lahan, pergeseran/carry over dari tahun 2012, dan
kondisi iklim yang kondusif untuk menanam padi sepanjang
tahun.
d. Walaupun secara umum terjadi peningkatan luas panen (padi),
tetapi pada beberapa provinsi mengalami penurunan antara lain:
Riau, Jambi, Sumsel, Jawa Barat, Banten, Kalbar yang disebabkan
pengaruh: pergeseran curah hujan dari dasarian I-II ke dasarian III-
IV, sehingga terjadi carry over ke 2013, pengeringan saluran irigasi
induk oleh pihak Kementerian PU dalam rangka rehabilitasi
(Sumsel).
e. Prakiraan produksi tanaman pangan Angka Sementara tahun 2012
dan Angka Prognosa 2013 masih bersifat embargo.
f. Beberapa provinsi masih ada yang akan melakukan koreksi data
prakiraan ASEM 2012 dan Angka Prognosa 2013, antara lain:
Sumatera Utara, Lampung, dan Sulawesi Selatan. Perbaikan data
disampaikan ke BPS disertai penjelasan yang mendukung
perubahan data tersebut paling lambat hari Senin tanggal 11
Februari 2013 pukul 16.00 WIB melalui e-mail : [email protected] dan
fax nomor 021-3857048 dan ditembuskan ke Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan melalui email: [email protected] dan
fax nomor 021-7806309, 021-7824469.
174
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
g. Beberapa permasalahan yang masih dihadapi dalam hal
pengumpulan, dan pengolahan data statistik tanaman pangan,
antara lain:
1) Terbatasnya jumlah, kualitas dan sarana prasarana penunjang
penangggung jawab pengelola data tingkat kecamatan/Kepala
Cabang Dinas/Mantri Tani/petugas pengumpul data di lapangan,
sering terjadi mutasi, serta terdapat petugas baru yang belum
pernah mengikuti pelatihan.
2) Beberapa daerah tidak memiliki kelembagaan di tingkat
kecamatan yang bertanggungjawab dalam pengelolaan data
statistik tanaman pangan (KCD/Mantri Tani/petugas pengumpul
data di lapangan) dan fungsi tersebut diperbantukan ke petugas
lain (Kepala Balai Penyuluhan Pertanian/Penyuluh).
3) Beban tugas KCD/Mantri tani yang cukup berat, tidak hanya
menangani pendataan tanaman pangan saja, tetapi juga
mencakup pendataan komoditas lainnya selain komoditas
tanaman pangan, dan yang lebih pokok lagi juga bertugas
sebagai wakil Dinas Kabupaten dalam melaksanakan dan
mengkoordinasikan pembangunan pertanian di tingkat
kecamatan.
h. Langkah-langkah perbaikan ke depan yang perlu terus diupayakan
dan diwujudkan:
1) Mulai tahun 2013 pengumpulan dan pengolahan data tanaman
pangan menggunakan buku pedoman hasil revisi yang
diterbitkan tahun 2012.
2) Pengukuran produksi padi mulai tahun 2013 menggunakan
angka konversi GKP ke GKG hasil survey BPS tahun 2012.
3) Dalam rangka meningkatkan kualitas data luas panen, pada
tahun 2013 direncanakan akan dilakukan ujicoba metode KSA
yang dikembangkan BPPT di Jawa Barat dan secara bertahap
diperluas ke Provinsi Sentra Padi lainnya pada tahun 2014 dan
diharapkan tahun 2015 pada seluruh Provinsi se Indonesia.
175 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
4) Pengukuran produktivitas agar dilakukan secara bersama-sama
antara petugas KSK dan Mantri Tani dan pemahanan/
interpretasi yang sama tentang hasil pengukuran.
5) Perlu peningkatan pembinaan dan pemahaman petugas
lapangan tentang program dan kegiatan fasilitasi pembangunan
pertanian yang dibiayai APBN dan APBD.
6) Pelaksanaan ubinan SL-PTT yang dibiayai APBN Ditjen Tanaman
Pangan pada Satker Kabupaten/Kota agar dipantau dan
dilaporkan hasilnya secara berjenjang dari kabupaten/kota ke
provinsi, dari provinsi ke pusat, terutama untuk mengukur
kinerja produktivitas dan produksi kegiatan SL-PTT.
7) Pemerintah Kabupaten/Kota diharapkan menugaskan petugas
yang menangani data tanaman pangan di setiap kecamatan, dan
mengupayakan pembentukan struktur organisasi yang khusus
membidangi data statistik tanaman pangan.
8) Kegiatan Percepatan Data SP TP kerjasama BPS dan Kementan/
Pusdatin yang dilaksanakan sejak tahun 2012 dan berlanjut
tahun 2013 agar ditingkatkan kualitasnya, dan hasilnya
dievaluasi, dianalisis dan dimanfaatkan secara optimal di
masing-masing tingkatan kecamatan, kabupaten/kota, provinsi
dan pusat.
9) Penyediaan data yang berkualitas, akurat dan
berkesinambungan harus menjadi komitmen dan tanggung
jawab bersama Pusat dan Daerah (provinsi/kabupaten/kota).
10) Pelatihan atau penyegaran bagi KCD/Mantri Tani/petugas
pengelola data tingkat kecamatan, pengelola data tingkat
kabupaten dan petugas pengelola data tingkat provinsi, serta
melengkapi sarana prasarana pendukung.
11) Peningkatan jumlah dan kualitas petugas lapangan (KCD/Manti
Tani), serta agar diusulkan kepada Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk pengukuhan
kelembagaan KCD/Mantri Tani/petugas yang bertanggung jawab
dalam pengumpulan data statistik pertanian.
176
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
12) Petugas BPS dan Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten perlu
meningkatkan pengawasan, monitoring dan evaluasi dalam
pelaksanaan pengumpulan dan pengolahan data, agar kinerja
pengumpulan dan pengolahan data menjadi lebih akurat.
i. Dalam rangka penajaman analisis dan meningkatkan kualitas
perencanaan pembangunan tanaman pangan ke depan diperlukan
ketersediaan data produktivitas komoditas utama tanaman pangan
per kabupaten/kota dan tingkat kecamatan.
j. Hasil pertemuan ini agar ditindaklanjuti di masing-masing provinsi,
dibahas dengan kabupaten/kota, dan di tingkat kabupaten/kota
dengan kecamatan untuk memperdalam analisis dan evaluasi, serta
merencanakan langkah pencapaian sasaran program, serta rencana
kerja dan koordinasi persiapan penyusunan angka produksi
selanjutnya.
2. Rapat Koordinasi Penyusunan Angka Tetap (ATAP) Tahun 2012 dan
Angka Ramalan I (ARAM-I) Tahun 2013 Produksi Tanaman Pangan.
Rapat Koordinasi Nasional Penyusunan AngkaTetap(ATAP) Tahun 2012
dan Angka Ramalan I (ARAM I) Tahun 2013 Produksi Tanaman Pangan
dilaksanakan pada tanggal 12 s.d 14Juni 2013 di Hotel Sahid Jaya, Solo,
Jawa Tengah.
Peserta rapat terdiri dari Sekretaris Dinas/Kepala Bidang Tanaman
Pangan Dinas Pertanian Provinsi se-Indonesia, Kepala Bidang Produksi
BPS Provinsi se-Indonesia, wakil dari Eselon II lingkup Ditjen Tanaman
Pangan, wakil dari BPS-RI, serta dihadiri oleh Direktur Jenderal
Tanaman Pangan, Deputi Bidang Statistik Produksi BPS-RI, Pejabat
Eselon II dan Kepala Balai Besar lingkup Ditjen Tanaman Pangan, dan
Kepala Pusat Data dan Informasi Pertanian Kementerian Pertanian,
serta Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
Provinsi Jawa Tengah.
Rapat didahului sambutan selamat datang Kepala Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah, pengarahan
177 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Kepala BPS-RI yang diwakili oleh Deputi Bidang Statistik
Produksi,pengarahan dan sekaligus pembukaan oleh Direktur Jenderal
Tanaman Pangan, dilanjutkan pemaparan materi dari Direktur Statistik
Produksi Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan BPS-RI,
Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Direktorat lingkup
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan workshop pembahasan.
Berdasarkan hasil pembahasan, diskusi dan pendalaman materi serta
memperhatikan arahan Kepala BPS-RI dan Dirjen Tanaman Pangan
dihasilkan pokok-pokok rumusan rapat koordinasi sebagai berikut:
a. Produksi komoditas utama tanaman pangan tahun 2012 (Pra ATAP)
padi mencapai 69,06 juta ton gabah kering giling (GKG); jagung
19,39 juta ton pipilan kering, kedelai 843 ribu ton biji kering, kacang
tanah 713 ribu ton biji kering, kacang hijau 284 ribu ton biji kering,
ubikayu 24,09 juta ton umbi basah, dan ubijalar 2,48 juta ton umbi
basah.
b. Prakiraan produksi tahun 2013 (Pra ARAM I) padi mencapai
68,10juta ton GKG. Dibandingkan dengan produksi tahun 2012 (Pra
ATAP), produksi tahun 2013(Pra ARAM I) padi turun956,78 ribu ton
GKG (1,39%), dan dibandingkan dengan target 2013, capaian Pra
ARAM I 2013 padi baru mencapai 94,50%. Penghitungan angka
produktivitas padi subround I 2013 (Januari-April) menggunakan
angka konversi GKP ke GKG hasil survey BPS dan Kementan tahun
2012 yakni 83,12%, sementara tahun sebelumnya menggunakan
angka konversi 86,02%, sehingga dengan perbedaan dasar
perhitungan ATAP 2012, sasaran 2013, dan ARAM-I 2013 tidak
relevan untuk dibandingkan.
c. Prakiraan produksi tahun 2013 (Pra ARAM I) jagung 18,92 juta ton
pipilan kering, kedelai 847 ribu ton biji kering, kacang tanah 786 ribu
ton biji kering, kacang hijau 258 ribu ton biji kering, ubikayu 23,63
juta ton umbi basah, dan ubijalar 2,64 juta ton umbi basah.
Dibandingkan dengan produksi tahun 2012 (Pra ATAP), produksi
jagung turun 470,36 ribu ton (2,43%), kedelai naik 3,44 ribu ton
178
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
(2,54%), kacang tanah naik 73,23 ribu ton (10,27%), kacang hijau
turun26,11 ribu ton (9,19%), ubi kayu turun 458,71 ribu ton
(1,90%), dan ubi jalar naik 155,77 ribu ton (6,27%). Sedangkan
apabila dibandingkan dengan target 2013, capaian Pra ARAM-I
2013 jagung baru mencapai 95,39%, kedelai 56,44%, kacang tanah
65,51%, kacang hiaju 62,96%, ubi kayu 89,83%, dan ubi jalar
107,72%.
d. Beberapa provinsi masih akan melakukan perbaikandata. Perbaikan
data disampaikan ke BPS disertai penjelasan yang mendukung
perubahan data tersebut paling lambat hari Senin tanggal 17 Juni
2013 pukul 16.00 WIB melalui e-mail: [email protected] dan fax
nomor 021-3857048 dan ditembuskan ke Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan melalui email: [email protected] dan
fax nomor 021-7806309, 021-7824469.
e. Produksi tanaman pangan tahun 2012 (Pra ATAP) dan tahun 2013
(Pra ARAM I) masih bersifat embargo sampai dengan ditetapkan
dan dirilis secara resmi oleh BPS-RI yang dijadwalkan tanggal 1 Juli
2013 (rilis ATAP 2012 dan ARAM I 2013).
f. Masih ada beberapa permasalahan yang perlu dibahas lebih lanjut
di level pimpinan dalam upaya penyempurnaan metodologi
mengikuti dinamika pembangunan pertanian.
g. Langkah-langkah perbaikan ke depan yang perlu terus diupayakan
dan diwujudkan:
1) Mensinkronkan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan/
pengendalian proses pengumpulan, pengelolaan, dan
pengiriman data SP tanaman pangan secara bersama antara
Kementan dan BPS mulai dari pusat hingga daerah (provinsi,
kabupaten, kecamatan).
2) Akan dilakukan pengumpulan data luas tanam, luas panen,
produktivitas di tingkat kabupaten sampel sebagai uji petik
dalam rangka mengidentifikasi masalah yang timbul dalam
179 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
rangka pengumpulan data yang akan dilakukan secara bersama
antara, Kementan, BPS, dan Dinas Pertanian Provinsi dan
Kabupaten yang terpilih.
3) Pengukuran produktivitas agar dilakukan secara bersama-sama
antara petugas Koordinator Statistik Kecamatan (KSK) dan
Mantri Tani di waktu yang sudah ditentukan,serta harus ada
pemahanan/interpretasi yang sama tentang data statistik
tanaman pangan.
4) Mengganti/menambah peralatan ubinan dan timbangan dengan
jumlah dan kualitas yang memadai.
5) Melalui Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dan Kepala BPS
Kabupaten/Kota menginstruksikan kepada KCD/Mantri Tani dan
KSK untuk mengintensifkan komunikasi dan koordinasi untuk
memastikan hasil pendataan yang akurat.
6) Meningkatkan kelengkapan dan ketepatan waktu pelaporan
data SP dan ubinan dari tingkat kecamatan, kabupaten, dan
provinsi.
7) Petugas BPS dan Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota
perlu meningkatkan pengawasan, monitoring dan evaluasi
dalam pelaksanaan pengumpulan dan pengolahan data SP dan
ubinan, agar kinerja pengumpulan dan pengolahan data menjadi
lebih akurat dan menjadi tanggung jawab bersama Pusat dan
Daerah (provinsi/kabupaten/kota).
h. Dalam rangka penajaman analisis dan meningkatkan kualitas
perencanaan pembangunan tanaman pangan ke depan diperlukan
ketersediaan data produktivitas komoditas utama tanaman pangan
per kabupaten/kota dan tingkat kecamatan.
i. Hasil pertemuan ini akan ditindaklanjuti dengan rapat koordinasi
dengan Kepala Dinas Provinsi pada tanggal 18 Juni 2013 di
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan di Jakarta untuk membahas
indikasi penurunan/peningkatan luas panen, produktivitas, dan
produksi tanaman pangan tahun 2013.
180
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
j. Dinas Pertanian Provinsi agar menindaklanjuti di masing-masing
provinsi, dibahas denganDinas Pertanian dan BPS Kabupaten/Kota
untuk memperdalam analisis dan evaluasi, serta merencanakan
langkah pencapaian sasaran program, serta rencana kerja dan
koordinasi persiapan penyusunan angka produksi selanjutnya.
3. Rapat Koordinasi Penyusunan Angka Ramalan (ARAM-II) Tahun 2013
Produksi Tanaman Pangan
Rapat Koordinasi Nasional Penyusunan Angka Ramalan II(ARAM II)
Tahun 2013 Produksi Tanaman Pangan dilaksanakan pada tanggal 9 s.d
11 Oktober2013 di Hotel Sahid Jaya, Makassar, Sulawesi Selatan.
Peserta rapat terdiri dari Sekretaris Dinas/Kepala Bidang Tanaman
Pangan Dinas Pertanian Provinsi se-Indonesia, Kepala Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan, Kepala
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, Kepala Dinas
Pertanian Provinsi Jawa Tengah, Kepala Dinas Pertanian Provinsi
Jambi, Kepala Dinas Pertanian Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kepala
Dinas Pertanian Kalimantan Selatan, Kepala Dinas Pertanian Provinsi
Maluku,Kepala Bidang Produksi BPS Provinsi se-Indonesia, wakil dari
Eselon II lingkup Ditjen Tanaman Pangan, wakil dari BPS-RI, serta
dihadiri oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan,Deputi Statistik
Produksi BPS-RI, Pejabat Eselon II lingkup Ditjen Tanaman Pangan, dan
Kepala Pusat Data dan Informasi Pertanian Kementerian Pertanian,
Direktur Statistik Produksi Tanaman Pangan, Hortikultura dan
Perkebunan BPS-RI.
Rapat didahului sambutan selamat datang Kepala Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan,
pengarahan dan sekaligus pembukaan oleh Direktur Jenderal
Tanaman Pangan (diwakili oleh Sesditjen Tanaman Pangan),
dilanjutkan pemaparan materi dari Dirjen Tanaman Pangan,
Inspektorat Jenderal Kementan, Ditjen PSP, Direktur Budidaya
Serealia, Direktur Budidaya Akabi, Asisten Deputi Industri Primer
181 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Kemeneg BUMN, Direktur Statistik Produksi Tanaman Pangan,
Hortikultura dan Perkebunan BPS-RI, Kepala Pusat Data dan Sistem
Informasi Pertanian, Direktorat lingkup Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan dan workshop pembahasan.
Berdasarkan hasil pembahasan, diskusi dan pendalaman materi serta
memperhatikan arahanDirjen Tanaman Pangan dihasilkan pokok-
pokok rumusan rapat koordinasi sebagai berikut:
a. Capaian kinerja pelaksanaan program, kegiatan dan anggaran
pembangunan tanaman pangan tahun 2013 sampai dengan posisi
Oktober 2013 belum mencapai target sehingga perlu upaya-upaya
percepatan pada sisa waktu 3 bulan terakhir.
b. Program, kegiatan, dan alokasi anggaran (khususnya APBN) yang
selama ini meningkat relatif tinggi belum diimbangi dengan capaian
kinerja yang optimal sehingga perlu melakukan evaluasi dan analisa
faktor-faktor penghambat dan pendorong keberhasilan serta
melakukan perubahan/penyempurnaan untuk meningkatkan
efektifitas pelaksanaan program dan kegiatan serta alokasi
anggaran.
c. Dalam rangka memperbaiki kinerja pelaksanaan program dan
kegiatan kedepan, terdapat beberapa hal yang perlu dikaji dan
disempurnakan antara lain: (1) penempatan Satker pengelola
kegiatan dan anggaran, (2) penyempurnaan pola dan komponen
kegiatan SLPTT, (3) peningkatan pengawalan, (4) koordinasi dengan
melibatkan aparat/TNI, (5) penyesuaian program pengembangan
kedelai difokuskan pada 15 provinsi sentra (Aceh, Sumut, Jambi,
Sumsel, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, Kalsel, Sulut,
Sulsel, Sultra, Sulbar), (6) jenis dan komponen kegiatan disesuaikan
dengan kebutuhan daerah, tidak seperti saat ini disamaratakan.
d. Kegiatan SL-PTT padi, jagung, kedelai merupakan salah satu
indikator keberhasilan kinerja Kementan yang dipantau dan
dievaluasi setiap triwulan oleh Unit Kerja Presiden Bidang
182
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) sehingga
harus mendapatkan perhatian untuk dilaksanakan dan dilaporkan
sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
e. Setiap permasalahan dan usulan pemecahan masalah agar daerah
menyampaikan secara tertulis ke Pusat (Direktur Jenderal Tanaman
Pangan) termasuk usulan perubahan dalam mendukung
pencapaian sasaran program, terkait hal-hal yang perlu segera
diperbaiki, misalnyamasalah perubahan satker kabupaten/kota,
penyempurnaan kegiatan SL-PTT dan lain-lain.
f. Untuk menjamin ketersediaan benih di lapangan, pemerintah
daerah agar segera membangun sistem perbenihan di wilayah
masing-masing, salah satu diantaranya adalahmenyediakan
cadangan benih daerah untuk mengantisipasi terjadinya puso
akibat serangan OPT dan bencana alam.
g. Dalam rangka meningkatkan kualitas data statistik tanaman pangan
perlu dilakukan hal-hal berikut: (1) pengumpulan data CPCL SLPTT
2013 dan 2014 sesuai format BPS-RI harus selesai paling lambat
tanggal 20 Oktober 2013, dan juga termasuk CPCL kegiatan SRI, SL-
Agribisnis, dan GP3K yang diperlukan dalam penyusunan frame
sampel ubinan, (2) pelaksanaan kegiatan ubinan antara Koordinator
Statistik Kecamatan (KSK) dan KCD/Mantri Tani agar dilakukan
secara bersama-sama dan dibuktikan dalam form yang
ditandatangani oleh kedua petugas tersebut, (3) pelaksanaan
ubinan bersama agar terus diperluas ke seluruh kecamatan, (4)
penyediaan data produktivitas komoditas utama tanaman pangan
per kabupaten/kota agar diujicobadan dikembangkan untuk tingkat
kecamatan.
h. Pada saat ini realisasi pelaksanaan ubinan secara bersama antara
KSK dan KCD/Mantri Tani yang sudah diatas 50% dari jumlah
kabupaten adalah Sumbar, Sumsel, DIY, NTB, Kalbar, Gorontalo,
dan Sulteng. Untuk itu perlu terus ditingkatkan, dan bukti tertulis
sampling ubinan bersama dapat disampaikan pada pertemuan
183 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
penyusunan angka prognosa 2014 dan ASEM 2013 bulan Februari
2014.
i. Pelaksanaan program percepatan data tanaman pangan kerjasama
Kementan cq: Pusdatin Kementan dan BPS-RI yang dilaksanakan di
17 provinsi sejak tahun 2012 dan 2013 telah menghasilkan
penyampaian data SP lebih baik dibanding penyampaian data SP
secara reguler baik dari segi ketepatan waktu laporan maupun
jumlah data yang masuk. Namun demikian, masih terdapat
beberapa kelemahan antara lain: (1) terdapat beberapa provinsi
yang pengiriman laporannya tidak tepat waktu (2) terdapat
beberapa provinsi yang datanya belum konsisten/masih berubah
(3) pengiriman laporan dari KCD/Mantri Tani di beberapa daerah
masih harus melalui Dinas Pertanian Kabupaten/Kota (belum
langsung ke KSK) yang mengakibatkan penyampaian data
terhambat.
j. Prakiraan produksi tahun 2013 (Pra ARAM II) padi 70,70 juta ton
gabah kering giling (GKG), jagung 18,69juta ton pipilan kering,
kedelai 803.675 ton biji kering, kacang tanah 910.220ton biji kering,
kacang hijau 209.903 ton biji kering, ubikayu 25,48juta ton umbi
basah, dan ubijalar 2,32juta ton umbi basah. Dibandingkan dengan
produksi tahun 2012 (ATAP), produksi padi naik 1,64 juta ton GKG
(2,38%), jagung turun 697.364ton pipilan kering(3,60%), kedelai
turun 39.478 ton biji kering (4,68%), kacang tanah naik 197.363ton
biji kering(27,69%), kacang hijau turun 74.354ton biji
kering(26,16%), ubi kayu naik1,31jutaton umbi basah (5,41%), ubi
jalar turun 163.268ton umbi basah (6,57%). Apabila dibandingkan
dengan target 2013, capaian Pra ARAM-I 2013 padi mencapai
98,11%, jagung94,24%, kedelai 53,58%, kacang tanah 75,85%,
kacang hijau 51,20%, ubi kayu 96,90%, dan ubi jalar 94,70%.
k. Beberapa faktor pendukung peningkatan produksi tanaman pangan
Pra ARAM-IItahun 2013 terhadap ATAP 2012:
1) Peningkatanproduksi padi disebabkan meningkatnya luas panen
akibat pergeseran/carry over dari tahun 2012, cetak sawah, dan
184
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
kondisi iklim kemarau basah yang kondusif untuk menanam padi
sepanjang tahun.
2) Peningkatan produksi kacang tanah disebabkan kenaikan
produktivitas akibat perluasan penggunaan varietas unggul
dukungan APBD dan kemitraan dengan swasta.
l. Beberapa faktor penyebab penurunan produksi tanaman pangan
Pra ARAM-II tahun 2013 terhadap ATAP 2012:
1) Penurunan produksi jagung disebabkan penurunan luas tanam
dan luas panen karena mundurnya waktu tanam akibat kemarau
basah sehingga lahan yang biasanya ditanami jagung masih
ditanami padi, dan penurunan produktivitas karena sebagian
petani menggunakan benih turunan hibrida yang sebelumnya
menerima bantuan benih gratis, namun mulai tahun 2013
menjadi benih bersubsidi.
2) Penurunan produksi kedelai disebabkan penurunan luas tanam
dan luas panen karena mundurnya waktu tanam akibat kemarau
basah sehingga lahan yang biasanya ditanami kedelai masih
ditanami padi.
m. Beberapa provinsi masih akan melakukan perbaikan data, untuk
padi: Jambi, NTT, dan Gorontalo, untuk kedelai: Lampung, Jabar,
Jateng, Jatim, Banten, NTB, Sulsel, Papua. Perbaikan data
disampaikan ke BPS disertai penjelasan yang mendukung
perubahan data tersebut paling lambat hari Rabu tanggal 16
Oktober 2013 pukul 12.00 WIB melalui e-mail: [email protected] dan
fax nomor 021-3857048 dan ditembuskan ke Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan melalui email: [email protected] dan
fax nomor 021-7806309, 021-7824469.
n. Produksi tanaman pangan tahun 2013 (Pra ARAM II) masih bersifat
embargo sampai dengan ditetapkan dan dirilis secara resmi oleh
BPS-RI yang dijadwalkan tanggal 1 November 2013 (rilis ARAM II
2013).
185 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
4. Rapat Koordinasi (Rakor) Evaluasi Program dan Kegiatan
Pembangunan Tanaman Pangan Tahun 2013
Rapat koordinasi (Rakor) evaluasi program dan kegiatan
pembangunan tanaman pangan tahun 2013, diselenggarakan di Kota
Batam Provinsi Kepulauan Riau di Hotel Harmoni One padatanggal 4-6
Desember 2013. Rakor dihadiri peserta sebanyak 110 orang terdiri
dariSekretaris Dinas Pertanian, seluruh Indonesia, Kepala Dinas
Pertanian Kabupaten terpilih, Dinas Kelautan Perikanan Pertanian dan
Kehutanan Kota Batam dan wakil dari seluruh eselon II lingkup
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Narasumber utama dari
Inspektur II Inspektorat Jenderal Kementan didampingi Tim
Koordinator Pelaporan dan SATLAK PI lingkup Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan.
Setelah memperhatikan arahan Dirjen Tanaman Pangan, pemaparan
materi dari narasumber, workshop, dan diskusi diperoleh
rumusan/kesepakatan sebagai berikut:
a. Perlu diperhatikan dan dipahami oleh seluruh unit kerja lingkup
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan terhadap capaian program
dan kegiatan pembangunan tanaman pangan tahun 2013
khususnya terhadap capaian target yang telah ditetapkan, hasil
evaluasi dan pengawalan pelaksanaan program dan kegiatan Ditjen
TP tahun 2013 yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementan
dan capaian realisasi serapan anggaran pembangunan tanaman
pangan tahun 2013.
b. Mengharapkan daerah dapat menyelesaikan pelaksanaan kegiatan
utama pembangunan tanaman pangan meliputi SL-PTT(padi,
jagung dan kedelai), SL-PHT, SL-Iklim, pengembangan kedelai
model, pengembangan ubi kayu, ubi jalar, perbanyakan benih
sumber, pemberdayaan penangkar, bantuan pascapanen serta
mendukung pencapaian target pelaksanaan kegiatan yang
dievaluasi oleh UKP4 agar dapat mencapai 100% khususnya untuk
kegiatan SLPTT padi, jagung dan kedelai.
186
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
c. Berdasarkan ARAM II 2013 (BPS) realisasi produksi komoditas
utama tanaman pangan (padi, jagung, kedelai, kacang tanah,
kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar) terhadap sasaran 2013 tidak
tercapai. Hal tersebut harus menjadi perhatian dan meningkatkan
upaya-upaya yang lebih konkrit di lapangan. Capaian peoduksi padi
baru mencapai 98,34% dari sasaran produksi 72,06 juta ton GKG,
jagung 93,34% dari target 19,83 juta ton pipilan kering, dan kedelai
53,84% dari sasaran produksi 1,50 juta ton biji kering, kacang tanah
75,60% dari target 1,20 juta ton, kacang hijau 51,20% dari sasaran
produksi 410 ribu ton, ubi kayu 96,94% dari sasaran produksi 26,30
juta ton dan ubi jalar 96,58% dari target produksi 2,45 juta ton.
d. Hasill evaluasi terhadap realisasi anggaran pembangunan tanaman
pangan tahun 2013 per 3 Desember 2013 sebesar 67,90% dari pagu
anggaran Rp.2,88 trilun dengan rincian realisasi perjenis
kewenangan adalah satker pusat 17,7%, dari total anggaran
Rp.547,15 miliar, satker UPT Pusat 84,20% dari total anggaran
Rp.20,50 miliar, satker Provinsi 67,20% dari total anggaran
Rp.378,42 miliar,dan satker Tugas Pembantuan 82,00% dari total
anggaran Rp.1,94 Triliun. Kegiatan yang realisasinya rendah adalah
SL-PTT, subsidi benih, pengembangan kedelai model dan
optimalisasi Balai Benih. Penyebab rendahnya realisasi antara lain
karena keterlambatan penyaluran subsidi benih, dan administrasi
pada proses pengadaan barang dan jasa.
e. Realisasi pelaksanaan SL-PTT padi yang dilaporkan pada
workshop/Rakor Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan
Tanaman Pangan Tahun 2013 (Nopember 2013) adalah mencapai
2.398.285 ha,(54,69%) dari sasaran seluas 4.385.625 ha. Dengan
rincian, padi hibrida mencapai 1.935.971 ha(12,76%) dari target
3.591.900 ha. Padi Lahan Kering mencapai 297.285 ha (59,01%) dari
target 503.750 ha,. Realisasi pelaksanaan SL-PTT jagung hibrida
mencapai 140.055 ha (59,25%) dari sasaran seluas 236.380 ha,
sedangkan SLPTT Kedelai mencapai 166.607 ha (40,46%) dari target
411.740 ha.
187 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
f. Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan SL-PTT
padi, jagung dan kedelai antara lain karena terlambatnya
penyaluran benih subsidi, varietas tidak sesuai dengan kebutuhan
yang diinginkan petani dan sebagian mutu benih tidak sesuai
spesifikasi. Perlu adanya SOP penggantian benih agar tidak ada
multi tafsir di lapangan termasuk waktu penggantian tidak terlalu
lama. Benih yang tidak tumbuh di lapangan selama bisa diklaim ke
PT SHS (Persero) atau PT Pertani (Persero) tetapi perhitungannya
belum sesuai dengan biaya yang telah dikeluarkan petani. Untuk itu
kedepan agar mendapat perhatian.
g. Realisasi bantuan sarana pasca panen tahun 2013, mecapai 481
kelompok (70,53%) dari target 682 kelompok. Yang terdiri dari
bantuan alat pascapanen padi 328 kelompok (68,05%) dari target
482 kelompok, jagung 62 kelompok (67,39%) dari target 92
kelompok, kedelai 50 kelompok (89,29%) dari target 56 kelompok,
ubi kayu 24 kelompok (88,89%) dari target 27 kelompok dan ubi
jalar 17 kelompok (68%) dari target 25 kelompok.
h. Realisasi kegiatan di bidang Pascapanen hampir semua terlaksana
100%, diharapkan Dinas Pertanian Provinsi dapat memonitor
kabupaten khususnya terhadap Berita Acara Pemeriksaan Barang,
SP2D termin terakhir dan manfaat dari alat yang diberikan pada
kelompok tani. Selain itu pemberian bantuan harus berdasarkan
kebutuhan kelompok tani dan memperhatikan spesifik lokasi.
i. Pelaksanaan SL-PTT Kawasan Pertumbuhan Lahan Kering yang
tertunda pelaksanaanya karena masalah cuaca dan benih
diharapkan masih dapat dilaksanakan dengan menggunakan benih
sendiri.
j. Rekomendasi untuk menggunakan benih swadaya, di SL-PTT
mendatang agar lebih terinci, begitu pula apabila petani
menggunakan benih bermutu tetapi tidak berseftifikat,
penggunaan varietas padi lahan kering harus ada rekomendasi dari
BPTP serta petani dapat menggunakan benih swadaya harus
188
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
tercantum didalam pedoman/surat rekomendasi secara jelas. Hal
ini sangat berguna karena kelompok tani tidak harus menunggu
benih subsidi. Selain itu pemberdayaan penangkar benih harus
ditingkatkan dan sebaiknya diatur dengan PSO sehingga
memberikan kegiatan yang saling menguntungkan.
k. Kegiatan Ubinan tahun 2013 seharusnya dilakukan setelah SL-PTT
panen, tetapi karena waktu tanam mundur sehingga di daerah
banyak yang masih tanam sampai akhir tahun (Desember), untuk
itu diharapkan pada tahun 2014 ubinan bisa dilakukan untuk tahun
sebelumnya dengan mencantumkan dua tahun, misalnya ubinan
untuk 2013 dan 2014.
l. Terkait dana bansos kegiatan model kedelai yang telah masuk ke
rekening kelompok dan digunakan untuk pembelian benih tetapi
dana masih tersisa atau tidak habis, perlu ketegasan tentang
ketentuan bahwa sisa dana pembelian benih hanya bisa digunakan
untuk pengembangan.
m. Sebagian peserta mengusulkan agar bantuan alat pascapanen
berupa peralatan di tahun 2014 jangan diberikan kepada kelompok,
karena hanya akan digunakan oleh kelompok tani penerima saja,
sebaiknya bantuan pascapanen diberikan melalui pembentukan
kelompok UPJA dengan melakukan pemilihan CPCL UPJA di tahun
sebelumnya (T-1).
n. Laporan fisik dan keuangan dari kabupatnen sering dijumpai
realisasi keuangannya lebih tinggi dari pada realisasi fisik
dikarenakan realisasi berdasarkan dana/uang yang telah ditrasfer
ke rekening kelompok tani tetapi kegiatan masih proses, untuk itu
kedepan perlu mendapat perhatian.
o. Pedoman Subsidi Benih pada tahun 2014 harus lebih terinci dan
jelas, peserta mengusulkan agar proses administrasi pembayaran
dan penagihan benih subsidi lebih sederhana, pada tahun 2013
tidak boleh ada coretan khususnya pada DUPBB sehingga
189 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
menyulitkan petugas di lapangan, selain itu apakah bisa dibenarkan
apabila kabupaten membuat surat pernyataan mundur waktunya
karena pergeseran tanam atau karena harus melakukan DUPBB
ulang. Pelaksana PSO subsidi benih 2014 agar tidak dilakukan oleh
pihak ketiga yang mengalami masalah di tahun 2013.
p. Daerah mengusulkan agar pusat dapat mengalokasikan dana untuk
pembinaan lanjutan tahun sebelumnya mengingat hampir 50%
kegiatan melompat tahun panen (tanam meluncur T+1).Selain itu
bila terjadi perubahan kebijakan seperti penghematan agar segera
diinformasikan sehingga daerah (provinsi dan kabupaten) dapat
mengantisipasi lebih awal terhadap kegiatan yang perlu
diprioritaskan.
q. Data realisasi baik fisik maupun keuangan yang diserahkan pada
saat workshop belum lengkap dan baru sampai bulan Oktober atau
November 2013. Untuk itu daerah harus melengkapi karena pada
Rakor belum bisa menggambarkan data sesungguhnya karena
kegiatan masih berjalan. Terkait kegiatan SL-PTT yang kemungkinan
tidak terealisasi 100% agar dibuatkan suratfollow up dan dilakukan
pengawalan.
r. Kepatuhan terhadap penyampaian laporan keuangan satker perlu
ditingkatkan mengingat hasil evaluasi atas laporan keuangan yang
masuk sampai periode Oktober 2013 belum lengkap masih terdapat
87 satker yang tidak mengirimkan ADK laporan keuangan secara
rutin tiap bulan. Sedangkan pengiriman laporan Simonev yang
mencerminkan laporan fisik kegiatan di lapangan (telah
diintegrasikan dengan PMK 249/2011) baru mencapai 53,71% atau
181 satker dari 337 satker yang ada.
190
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
G. Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian Benih
Sesuai tugas pokok dan fungsinya, Balai Besar Pengembangan Pengujian
Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (Balai Besar PPMBTPH)
telah melaksanakan beberapa kegiatan, antara lain:
1. Kegiatan pengembangan metode pengujian mutu benih dan
penerapan sistem mutu laboratorium pengujian benihtelah terealisasi
10 metode yang aplikatif dalam pengujian mutu benih di laboratorium
daerah/BPSBTPH atau 100% target.
2. Pelayanan pegujian mutu benih yang terdiri dari kegiatan
pemeliharaan ruang lingkup, uji profisiensi, uji petik benih beredar dan
uji servise terealisasi 1.446 sampel atau 144,60% dari target 1.000
sampel.
3. Kerjasama penerapan sistem mutu terhadap 8 laboratorium penguji
benih di Indonesia.
4. Sebagai laboratorium penyelenggara uji profisiensi (LPUP) Balai Besar
PPMBTPH melaksanakan kegiatan uji profisensi untuk laboratorium
penguji benih di Indonesia dengan jumlah peserta sebanyak 30
laboratorium. 5. Realisasi kegiatan uji petik mutu benih yang beredar tahun 2013,
dilaksanakan di 16 provinsi dengan pengambilan sebanyak 134 contoh
benih atau mencapai 148,89% dari target 90 contoh benih. Sebagian
besar contoh benih telah dilakukan pengujian pengujian di
laboratorium, yang meliputi pengujian: kadar air, daya berkecambah,
analisis kemurnian dan kesehatan benih (cendawan, bakteri, virus dan
nematoda). Untuk mendukung tugas dan fungsi Balai Besar PPMBTPH, maka
dilaksanakan pertemuan Sinkronisasi Pemantapan Sistem Manajemen
Laboratoriumpada tanggal 14-17 Mei 2013 dilaksanakan kegiatan
Sinkronisasi Pemantapan Sistem Manajemen Laboratorium” di
Pekanbaru Riau yang bertujuan untuk: meningkatkan pengetahuan dan
191 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
wawasan dalam bidang sistem manajemen mutu laboratorium,
untukmewujudkan standardisasi laboratorium pengujian benih; dan
menyamakan persepsi dalam pemahaman persyaratan sistem
manajemen mutu laboratorium berdasarkan SNI ISO/IEC 17025:2008.
Peserta sinkronisasi sebanyak 66 peserta yang terdiri dari Manajer
Puncak/Manajer Mutu dan Manajer Teknis dari 31 UPTD BPSBTPH,
Produsen Benih, Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu
Tumbuhan dan Balai Besar PPMB-TPH. Narasumber yang dihadirkan
berasal dari: Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan (Dr. Bambang
Budhianto); Pakar Benih (Ir. Baran Wirawan, M.Sc); Lead Assesor KAN (Dr.
Udin S. Nugraha); Komite Akreditasi Nasional (Dr. Iskandar); PT. East West
Seed Indonesia (Junaidi) dan Balai Besar PPMB-TPH (Ir. Tri Susetyo, M.M),
dengan hasil sebagai berikut:
a. Kebijakan Penerapan Standar di Bidang Perbenihan TPH
1) Indonesiamerupakan negara yang sangat rawan pangan oleh
karena itu Ketahanan Pangan merupakan faktor yang sangat
fundamental, namun ketahanan pangan di Indonesia tidak akan
baik jika sistem perbenihan di Indonesia tidak maju oleh karena itu
perlu ditingkatkan sistem perbenihan di Indonesia.
2) Ada tiga pilar utama sistem perbenihan di Indonesia yaitu: Industri
varietas yang kuat (industri varietas harus progresif), Sistem
jaminan mutu yang handal (sistem sertifikasi genetic purity dan
sistem pengujian seed quality), industri benih dan sistem rantai
pasok benih (suplay chain) yang solid.
3) Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
kebijakan tentang standar mutu benih yang tertuang dalam
Peraturan Direktur Jenderal Tanaman Pangan Nomor
01/Kpts/Kh.310/C/1/2009 tentang persyaratan dan tatacara
sertifikasi benih bina tanaman pangan, terutama pada masa
berlaku label perlu penyesuaian.
4) Kebijakan mengenai sertifikasi yang dilaksanakan di Indonesia
berbeda dengan negara lain. Sertifikasi di negara lain dilakukan
192
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
terhadap kebenaran varietas, sedangkan di Indonesia, sertifikasi
dilakukan terhadap kemurnian benih di lapangan dan mutu benih
hasil pengujian (kadar air, kemurnian dan daya berkecambah) di
laboratorium.
5) Dalam era globalisasi, Akreditasi laboratorium merupakan suatu
keharusan sehingga dapat bersaing dalam perdagangan baik
nasional maupun internasional.
6) Metode pengujian di Laboratorium selalu berkembang, ini
dibuktikan dengan adanya Amandemen ISTA Rules. Dalam
Peraturan Menteri Pertanian nomor: 39/Permentan/
OT.140/8/2006 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih
Bina sudah ditetapkan bahwa pengujian laboratorium mengacu
kepada ISTA Rules. Jika ada metode yang belum tercantum dalam
ISTA Rules perlu disahkan oleh Direrktur Jendral/Menteri Pertanian,
namun sampai sekarang belum ada dasar hukum dan SOP, untuk
itu diperlukan konsultasi dengan Biro Hukum.
7) Perlu kerjasama antara BPSB (PBT) denganPHP dalam rangka
pengawasan dan pengendalian OPT di arealpenangkaran benih.
8) Standar mutu benih Kedelai (Kadar Air) sulit untuk tercapai
terutama pada musim hujan karena perlu waktu lama untuk
prosessing benih dan mutu benihnya kurang bagus. Perlu dikaji
teknologi penanganan benih kedelai terutama yang dipanen pada
musim penghujan.
b. Penerapan SNI ISO/IEC 17025: 2008
1) 18 laboratorium pengujian benih (BPSBTPH dan BBPMB-TPH) telah
terakreditasi berdasarkan SNI ISO/IEC 17025:2008;
2) Lima laboratorium dalam proses akreditasi;
3) Sembilan laboratorium dalam tahap persiapan akreditasi;
4) Untuk laboratorium yang sudah terakreditasi harus
mempertahankan dan memelihara status akreditasi sehingga
diperlukan adanya komitmen yang kuat dari seluruh personil;
193 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
5) Bagi laboratorium yang masih dalam proses dan persiapan
akreditasi, diperlukan adanya pemahaman dan pemenuhan
persyaratan baik pendanaan, kompetensi personil maupun sarana
dan prasarana;
6) Perlu koordinasi antar pusat dan daerah melalui Balai Besar PPMB-
TPH dalam rangka pengadaan peralatan disertai denganprogram
pelatihan penggunaan alat tersebut.Program disusun untukjangka
pendek, menengah dan jangka panjang.
c. Permasalahan dan Tindak Lanjut
1) Untuk penyamaan persepsi dalam penerapan SNI ISO/IEC 17025:
2008 diperlukan pelatihan tentang:
- Audit internal;
- Kalibrasi dan perawatan peralatan;
- Pengambilan contoh benih.
2) Dalam rangka peningkatan kompetensi analis dibidang pengujian
mutu benih diperlukan pelatihan yang difokuskan berdasarkan
parameter pengujian.
3) Dalam rangka peningkatan penerapan SNI ISO/IEC 17025:2008
Sinkronisasi diperlukan secara berkala dengan melibatkan
Laboratorium pengujian benih (BPSB), Balai Besar PPMBTPH, KAN
serta nara sumber terkait.
Realisasi fisik yang telah dicapai adalah 100%.
H. Pengembangan Peramalan Serangan OPT
Dalam rangka memberikan dukungan pengamanan produksi pangan
dengan meningkatkan pemanfaatan teknologi pengamatan, peramalan,
dan pengendalian OPT, Balai Besar Peramalan OPT (Balai Besar POPT)
telah melaksanakan beberapa kegiatan, antara lain:
1. Data dan Informasi Ramalan Serangan OPT Pangan
Realisasi jumlah data dan informasi ramalan serangan OPT pangan
sebanyak 72 data (102,86% dari target 70 data) dengan rincian: OPT
194
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
padi 42 data (100% dari target), OPT jagung 15 data (107,14% dari
target 14 data), OPT kedelai 12 data (100% dari target), dan OPT aneka
umbi 3 data (150,00% dari target 2 data). Pelaksanaan kegiatan ini
menjangkau 114 kabupaten/kota yang tersebar di 25 provinsi.
2. Teknologi Pengamatan, Peramalan dan Pengendalian OPT (P3OPT)
Kegiatan pengembangan teknologi P3OPT terealisasi 12 model (100%
dari target), yang terdiri dari delapan model pengembangan teknologi
P3OPT tingkat lapang dan empat model tingkat semi laboratorium.
Dalam pelaksanaan pengembangan teknologi P3OPT, Balai Besar POPT
bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT).
3. Perbanyakan dan Pemanfaatan Produk Agens Pengendali Hayati
Realisasi perbanyakan dan pemanfaatan produk agens pengendali
hayati padat sebanyak 3003 kg (100,13% dari target 3.000 kg) dan
telah didistribusikan ke 30 provinsi. Sedangkan perbanyakan dan
pemanfaatan produk agens pengendali hayati cair terealisasi 3.300
test tube (110,00% dari target 3.000 test tube) didistribusikan ke
laboratorium PHP, kelompok tani dan pengguna lain pada 30 provinsi.
4. Penerapan Teknologi Pengamatan, Peramalan dan Pengendalian OPT
Penerapan teknologi pengamatan, peramalan dan pengendalian OPT
dilaksanakan dengan melakukan pengembangan, penyebarluasan dan
bimbingan teknis secara intensif di 26 provinsi (104,00% dari target 25
provinsi).
5. Peningkatan Kemampuan SDM Dalam Bidang P3OPT
Peningkatan kemampuan SDM dalam bidang P3OPT berupa
bimbingan teknis P3OPT bagi petugas daerah (23 provinsi) dan pusat
(Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan) sebanyak 60 orang (100%
dari target).
195 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
PERMASALAHAN DAN UPAYA TINDAK LANJUT
A. Permasalahan
Permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian produksi dan
pelaksanaan program/kegiatan utama tanaman pangan, meliputi aspek
administrasi, teknis, SDM, kelembagaan, dan pembiayaan antara lain:
1. Aspek Administrasi
a. Sesuai PMK Nomor 81 Tahun 2012, bansos pascapanen harus
transfer barang dengan proses lelang sehingga sebagian besar
Dinas Pertanian Kabupaten/Kota terkendala dalam proses antrian
di Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa (ULP) Pemda Kabupaten.
b. Satker Kabupaten melakukan revisi POK untuk biaya pengadaan
barang yang memerlukan waktu untuk persetujuan pejabat/
instansi yang berwenang.
c. Adanya pelelangan ulang dan ataupun gagal dalam melaksanakan
pelelangan.
d. Untuk model/percontohan pascapanen, MAK untuk bangunan dan
pengadaan sarana berada dalam satu akun sehingga memerlukan
waktu konsultasi dalam proses pengadaan.
2. Aspek Teknis
a. Kesulitan menemukan produsen sarana yang memiliki test report di
daerah yang sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman Teknis
sehingga Dinas harus mencari alat di luar wilayah.
b. Tim teknis memerlukan waktu melakukan survey ke produsen yang
memiliki test report.
c. Pengadaan sarana pascapanen oleh kabupaten/kota tidak sesuai
dengan yang tercantum dalam buku Pedoman Teknis Penanganan
Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2013.
V
196
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
3. Aspek SDM, Kelembagaan, dan Pembiayaan
a. Masih terbatasnya kuantitas maupun kualitas SDM pertanian yang
menangani pascapanen di daerah.
b. Sering terjadi mutasi/alih tugas pegawai yang menangani program
pascapanen di daerah yang berpengaruh pada kinerja satker.
c. Pada kegiatan pengadaan sarana pascapanen tahun 2013 tidak
dianggarkan kegiatan pengadaan sehingga Dinas harus
berkoordinasi dengan pihak ULP Pemda setempat.
d. Dinas Provinsi dan Kabupaten kurang aktif memantau pelaksanaan
kegiatan pengadaan sarana di ULP kabupaten/kota.
e. Kurangnya koordinasi antara pemegang anggaran (satker) dengan
pelaksana kegiatan karena dana kegiatan berada pada satker
bidang tanaman pangan, sedangkan pelaksanaan kegiatan
pascapanen ditangani pada bidang Binus/P2HP.
f. Masih minimnya dukungan APBD, baik dari Pemerintah Daerah
Provinsi maupun Kabupaten terhadap upaya penanganan
pascapanen tanaman pangan, sehingga masih tergantung dari
dukungan dan bantuan dari Pemerintah Pusat.
g. Lemahnya manajemen administrasi poktan/gapoktan, sehingga
pengelolaan sarana tersebut melalui sistem penyewaan sarana
pascapanen belum berjalan sebagaimana yang diharapkan.
h. Ketersediaan tenaga teknisi dan operator yang cukup profesional
dalam mengoperasikan sarana pascapanen belum mencukupi.
i. Minimnya pengetahuan petugas bengkel dalam memperbaiki
sarana pascapanen yang rusak.
B. Upaya Tindak Lanjut
Upaya tindak lanjut dalam mengatasi hambatan dan kendala pelaksanaan
program pembangunan tanaman pangan tahun 2013, antara lain:
1. Perbaikan dan Peningkatan Kualitas Perencanaan dan Persiapan
Pelaksanaan Program, Kegiatan dan Anggaran
197 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
a. Pemantapan perencanaan kegiatan dan anggaran;
b. Percepatan penetapan pengelola anggaran dan kegiatan (KPA,
bendahara, pejabat penguji SPM, PPK, Tim Teknis, Tim Pengadaan,
Tim Pemeriksa Barang);
c. Percepatan distribusi dan sosialisasi Pedoman, Juklak dan Juknis
pelaksanaan kegiatan;
d. Supervisi dan pengawalan penyusunan POK/ROK Satker Daerah;
e. Percepatan penetapan CPCL penerima bantuan.
2. Percepatan dan Peningkatan Kualitas Pelaksanaan Kegiatan
a. Percepatan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan sehingga berdampak penuh pada tahun yang
bersangkutan;
b. Penyebarluasan/replikasi teknologi budidaya yang diterapkan pada
kegiatan SL-PTT ke petani lain melalui kegiatan pembinaan yang
berkelanjutan;
c. Pembinaan lanjutan pada kegiatan carry over tahun sebelumnya,
dan kelompoktani eks pelaksana SL-PTT agar terus melaksanakan
dan mengembangkan teknologi anjuran pasca kegiatan.
3. Penguatan SDM, Kelembagaan dan Pembiayaan
a. Peningkatan kualitas kelembagaan penyuluhan, kelompok
tani/gabungan kelompok tani, lembaga keuangan mikro, fasilitasi
kemitraan kelompok tani dengan pengusaha dan lembaga
permodalan;
b. Jaminan harga pasar;
c. Memperkuat hubungan kelembagaan antara Dinas Pertanian,
BPTP, dan Bappeluh sebagai simpul koordinasi program dalam
mengatasi berbagai permasalahan di tingkat lapang.
198
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
4. Peningkatan Koordinasi, Sinergitas, Integrasi dan Komitmen
a. Peningkatan sinergi pelaksanaan program dan kegiatan antar unit
kerja Eselon-1 lingkup Kementerian Pertanian, antar sektor, sub
sektor, swasta/masyarakat;
b. Peningkatan sinergi pembiayaan (APBN, APBD, DAK, subsidi,
swasta, kredit, swadaya masyarakat);
c. Peningkatan keterpaduan pembinaan dan pengawalan antar
fungsi terkait (Dinas Teknis, Penelitian dan Pengembangan,
Penyuluhan).
5. Peningkatan Pemantauan, Pengendalian dan Pelaporan
a. Menyusun dan menetapkan rencana supervisi, monitoring dan
pengendalian secara terpadu dan menetapkan Tim Pelaksananya;
b. Menyusun matriks kerja monitoring dan pengendalian serta
menetapkan rencana pengendalian di setiap tingkatan;
c. Memantau pelaksanaan fisik/kegiatan/anggaran secara berkala
setiap bulan secara tepat dan akurat;
d. Memberikan terguran kepada Satker yang kinerjanya lambat;
e. Meningkatkan/memperkuat penerapan Sistem Pengendalian
Internal (SPI);
f. Penyelesaian temuan hasil pemeriksaan secara tuntas dan cepat.
199 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
PENUTUP
1. Capaian produksi tanaman pangan tahun 2013 (ASEM BPS) komoditas
padi mengalami peningkatan dibandingkan produksi ATAP 2012,
mencapai 71,29 juta ton GKG (naik 3,24%). Sementara komoditas lainnya
mengalami penurunan produksi dibandingkan ATAP 2012 yaitu jagung
sebesar 4,54%; kedelai 7,47%; kacang tanah 1,52%; kacang hijau sebesar
27,88%; ubi kayu 1,46%; dan ubi jalar 3,97%. Jika dibandingkan dengan
angka sasaran produksi tahun 2013, semua komoditas masih berada di
bawah target.
2. Secara keseluruhan pelaksanaan kegiatan utama Program Peningkatan
Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai
Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan tahun 2013 sudah cukup
baik, kecuali kegiatan Perluasan Areal Tanam Baru (PATB) kedelai tidak
dilaksanakan karena gagal lelang dan penyaluran subsidi benih 34,33%.
Pelaksanaan kegiatan SL-PTT padi, jagung dan kedelai yang berkisar
81,61%-85,02%; pengembangan tanaman aneka kacang dan umbi
94,12%-100%;; perbanyakan benih sumber kelas BS-BD dan BD-BP
mencapai 87,73%; pemberdayaan penangkar 89,96%; SL-PHT 96,84%; SL-
Iklim 97,92%; bantuan sarana pascapanen terealisasi 95,75%; LM3
99,64%; kegiatan pengembangan metode pengujian mutu benih berkisar
100%-148,89%; dan pengembangan peramalan serangan OPT 100%-
110%.
3. Realisasi anggaran APBN Sektoral yang dikelola oleh Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan secara keseluruhan mencapai 80,95% dari pagu
Rp.2,887 triliun, dengan realisasi berdasarkan kelompok Satker berkisar
antara 83,30%-98,44%. Sedangkan realisasi anggaran subsidi mencapai
27,42% dari pagu Rp.1,454 triliun.
VI
200
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
201 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
LAMPIRAN
202
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
203 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 1
REALISASI PELAKSANAAN SL-PTT PADI TAHUN 2013
Rencana
(Ha) (Ha) (%)
1 Aceh 235.000 227.362 96,75
2 Sumatera Utara 223.000 155.193 69,59
3 Sumatera Barat 138.000 79.550 57,64
4 Riau 76.125 23.820 31,29
5 Jambi 86.975 36.503 41,97
6 Sumatera Selatan 247.550 172.030 69,49
7 Bangka Belitung 7.000 3.272 46,74
8 Bengkulu 71.000 55.658 78,39
9 Lampung 183.000 175.825 96,08
10 Jawa Barat 407.550 396.639 97,32
11 Banten 181.800 159.523 87,75
12 Jawa Tengah 366.400 360.445 98,37
13 DI Yogyakarta 88.000 55.175 62,70
14 Jawa Timur 417.600 401.650 96,18
15 Bali 34.000 34.000 100,00
16 Nusa Tenggara Barat 215.000 213.077 99,11
17 Nusa Tenggara Timur 125.875 108.231 85,98
18 Kalimantan Barat 156.000 152.900 98,01
19 Kalimantan Tengah 65.150 63.125 96,89
20 Kalimantan Selatan 171.625 134.202 78,19
21 Kalimantan Timur 48.350 15.427 31,91
22 Sulawesi Utara 70.500 61.925 87,84
23 Gorontalo 33.900 30.354 89,54
24 Sulawesi Tengah 117.000 83.763 71,59
25 Sulawesi Selatan 410.800 342.025 83,26
26 Sulawesi Barat 71.000 59.225 83,42
27 Sulawesi Tenggara 82.700 73.754 89,18
28 Maluku 14.125 13.820 97,84
29 Maluku Utara 13.300 13.202 99,26
30 Papua 21.600 21.350 98,84
31 Papua Barat 5.700 5.700 100,00
4.385.625 3.728.724 85,02
Realisasi
Jumlah
No. Provinsi
204
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 2
REALISASI PELAKSANAAN SL-PTT JAGUNG TAHUN 2013
Rencana
(Ha) (Ha) (%)
1 Aceh 10.000 7.694 76,94
2 Sumatera Utara 4.000 - -
3 Sumatera Barat 7.000 6.400 91,43
4 Riau 1.000 1.000 100,00
5 Jambi 5.180 3.563 68,78
6 Sumatera Selatan 7.000 4.850 69,29
7 Bengkulu 3.000 2.700 90,00
8 Lampung 6.000 4.050 67,50
9 Jawa Barat 5.050 5.050 100,00
10 Banten 3.425 1.425 41,61
11 Jawa Tengah 27.925 25.598 91,67
12 DI Yogyakarta 6.000 4.000 66,67
13 Jawa Timur 25.000 24.700 98,80
14 Nusa Tenggara Barat 14.000 13.365 95,46
15 Nusa Tenggara Timur 12.000 11.394 94,95
16 Kalimantan Barat 4.000 3.000 75,00
17 Kalimantan Tengah 500 500 100,00
18 Kalimantan Selatan 3.800 3.748 98,63
19 Kalimantan Timur 1.000 850 85,00
20 Sulawesi Utara 21.000 16.847 80,22
21 Gorontalo 4.000 3.950 98,75
22 Sulawesi Tengah 23.000 18.325 79,67
23 Sulawesi Selatan 21.000 18.575 88,45
24 Sulawesi Barat 4.000 4.000 100,00
25 Sulawesi Tenggara 6.000 4.000 66,67
26 Maluku 4.500 3.125 69,44
27 Maluku Utara 4.300 1.900 44,19
28 Papua 1.000 700 70,00
29 Papua Barat 700 679 97,00
235.380 195.988 83,26
RealisasiNo. Provinsi
Jumlah
205 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 3
REALISASI PELAKSANAAN SL-PTT KEDELAI TAHUN 2013
Rencana
(Ha) (Ha) (%)
1 Aceh 29.000 24.920 85,93
2 Sumatera Utara 4.050 2.728 67,36
3 Sumatera Barat 1.500 690 46,00
4 Riau 3.500 1.493 42,67
5 Jambi 5.240 3.221 61,48
6 Sumatera Selatan 5.000 2.698 53,95
7 Bengkulu 4.500 4.290 95,33
8 Lampung 4.000 3.860 96,50
9 Jawa Barat 26.000 21.709 83,50
10 Banten 5.000 500 10,00
11 Jawa Tengah 47.500 37.769 79,51
12 DI Yogyakarta 18.000 13.320 74,00
13 Jawa Timur 132.300 105.661 79,87
14 Bali 3.500 3.500 100,00
15 Nusa Tenggara Barat 59.500 59.003 99,16
16 Nusa Tenggara Timur 4.000 3.378 84,46
17 Kalimantan Barat 3.500 3.500 100,00
18 Kalimantan Tengah 2.000 1.400 70,00
19 Kalimantan Selatan 1.500 1.205 80,32
20 Kalimantan Timur 650 621 95,53
21 Sulawesi Utara 3.000 2.960 98,67
22 Gorontalo 2.500 2.500 100,00
23 Sulawesi Tengah 3.000 2.980 99,33
24 Sulawesi Selatan 26.000 20.950 80,58
25 Sulawesi Barat 9.500 4.366 45,96
26 Sulawesi Tenggara 2.500 2.305 92,19
27 Maluku 1.500 1.000 66,67
28 Papua 2.000 2.000 100,00
29 Papua Barat 1.500 1.500 100,00
411.740 336.028 81,61
RealisasiNo. Provinsi
Jumlah
206
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 4
REALISASI PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KEDELAI MODEL TAHUN 2013
Rencana
(Ha) (Ha) (%)
1 Aceh 15.000 13.529 90,19
2 Jawa Barat 15.000 11.895 79,30
3 Banten 10.000 9.815 98,15
4 Jawa Tengah 10.000 9.810 98,10
5 DI Yogyakarta 5.000 5.000 100,00
6 Jawa Timur 25.000 24.125 96,50
7 Nusa Tenggara Barat 15.000 15.000 100,00
8 Sulawesi Selatan 15.000 14.362 95,75
110.000 103.536 94,12 Jumlah
No. ProvinsiRealisasi
207 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Rencana
(Ha) (Ha) (%)
1 Aceh 25 25 100,00
2 Sumatera Utara 150 150 100,00
3 Sumatera Barat 50 50 100,00
7 Bengkulu 50 50 100,00
8 Lampung 200 213 106,50
9 Jawa Barat 130 130 100,00
11 Jawa Tengah 300 286 95,33
12 DI Yogyakarta 150 150 100,00
13 Jawa Timur 125 125 100,00
15 Nusa Tenggara Barat 50 50 100,00
16 Nusa Tenggara Timur 300 240 80,00
17 Kalimantan Barat 50 50 100,00
18 Kalimantan Tengah 50 50 100,00
21 Sulawesi Utara 50 50 100,00
24 Sulawesi Selatan 150 150 100,00
25 Sulawesi Barat 50 50 100,00
26 Sulawesi Tenggara 50 50 100,00
27 Maluku 150 150 100,00
2.080 2.019 97,07 Jumlah
No. ProvinsiRealisasi
Lampiran 5
REALISASI PELAKSANAAN PENGEMBANGAN UBI KAYU TAHUN 2013
Keterangan:
- Di Kabupaten Lampung Tengah terdapat penambahan areal seluas 13 ha;
- Di Kabupaten Klaten (Jawa Tengah) seluas 14 ha dan Kabupaten Sumba Timur (NTT) 10 ha tidak dilaksanakan, anggarannya telah dikembalikan ke kas Negara;
- Di Kabupaten Timor Tengah Utara (NTT) tidak dilaksanakan karena tidak ada bibit.
208
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 6
REALISASI PELAKSANAAN PENGEMBANGAN UBI JALAR TAHUN 2013
Keterangan:
- Di Kabupaten Timor Tengah Utara (NTT) tidak dilaksanakan karena terjadi konflik sosial yang bertepatan dengan waktu tanam sehingga RUK tidak diajukan ke Bank
Rencana
(Ha) (Ha) (%)
1 Jawa Barat 200 200 100,00
2 Banten 150 150 100,00
3 Jawa Tengah 100 100 100,00
4 Jawa Timur 100 100 100,00
5 Bali 50 50 100,00
6 Nusa Tenggara Barat 50 50 100,00
7 Nusa Tenggara Timur 50 25 50,00
8 Papua 200 200 100,00
9 Papua Barat 250 250 100,00
1.150 1.125 97,83 Jumlah
No. ProvinsiRealisasi
209 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 7
REALISASI PELAKSANAAN PENGEMBANGAN PANGAN ALTERNATIF TAHUN 2013
Rencana
(Ha) (Ha) (%)
1 Bengkulu 5 5 100,00 Talas Satoimo
2 Jawa Barat 15 15 100,00 Talas, Garut
3 Banten 15 15 100,00 Talas, Garut,
Gembili
4 Jawa Tengah 15 15 100,00 Garut, Gembili
5 Sulawesi Utara 5 5 100,00 Talas
6 Sulawesi Selatan 15 15 100,00 Talas Satoimo,
Talas
7 Sulawesi Tenggara 5 5 100,00 Talas
8 Papua 15 15 100,00 Talas
9 Papua Barat 20 20 100,00 Talas
110 110 100,00 Jumlah
KomoditasNo. ProvinsiRealisasi
210
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 8
REALISASI PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI TAHUN 2013
BS-BD BD-BP BS-BD % BD-BP % BD BP
(Ha) (Ha) (Ha) BS-BD (Ha) BD-BP (Kg) (Kg)
1 Aceh 1 10 1 100,00 10 100,00 1.440 15.120
2 Sumatera Utara 8 6 4 50,00 6 100,00 3.750 10.000
3 Sumatera Barat 4 16 4 100,00 15 93,75 6.270 24.360
4 Riau 2 3 2 100,00 3 100,00 1.120 -
5 Jambi 1 4 1 100,00 3 75,00 750 4.250
6 Sumatera Selatan 2 30 2 100,00 9 30,00 - 11.200
7 Bengkulu 3 4 3 100,00 2 50,00 6.000 6.200
8 Lampung 8 11 8 100,00 11 100,00 2.250 8.000
9 Jawa Barat 5 15 5 100,00 15 100,00 7.000 28.080
10 Banten 2 2 2 100,00 2 100,00 - -
11 Jawa Tengah 9 - 7 77,78 - - 26.620 -
12 DI Yogyakarta 3 4 3 100,00 4 100,00 7.150 10.640
13 Bali 1 8 1 100,00 8 100,00 2.400 15.050
14 Nusa Tenggara Barat 5 15 2 45,00 7 48,33 3.410 13.370
15 Nusa Tenggara Timur 3 4 - - 5 125,00 - 2.200
16 Kalimantan Barat 4 10 4 100,00 10 100,00 - 4.190
17 Kalimantan Tengah 4 10 4 100,00 5 50,00 3.270 2.910
18 Kalimantan Selatan 3 10 3 100,00 8 80,00 4.690 6.600
19 Kalimantan Timur 2 2 2 100,00 2 100,00 - -
20 Sulawesi Utara 4 4 4 100,00 4 100,00 2.130 2.960
21 Gorontalo 2 4 2 100,00 3 75,00 4.020 9.000
22 Sulawesi Tengah 2 6 2 100,00 6 100,00 4.330 11.870
23 Sulawesi Selatan 2 4 2 100,00 4 100,00 7.250 -
24 Sulawesi Barat 2 1 2 100,00 1 100,00 - 2.600
25 Sulawesi Tenggara 1 6 1 100,00 6 100,00 2.100 6.250
26 Maluku 7 7 - - 7 100,00 - 5.000
27 Maluku Utara 2 2 2 100,00 2 100,00 1.000 1.000
28 Papua 2 4 3 150,00 4 100,00 2.900 4.260
29 Papua Barat 1 - 1 100,00 - - 1.970 -
95 202 77 81,32 162 80,32 101.820 205.110
No Provinsi
Rencana
Tanam Realisasi Tanam Realisasi Produksi
Jumlah
211 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 9
REALISASI PERBANYAKAN BENIH SUMBER JAGUNG TAHUN 2013
BS-BD BD-BP BS-BD % BD-BP % BD BP
(Ha) (Ha) (Ha) BS-BD (Ha) BD-BP (Kg) (Kg)
1 Sumatera Utara 2 15 2 100,00 15 100,00 2.000 12.050
2 Sumatera Barat 1 1 1 100,00 1 100,00 1.630 1.800
3 Riau 1 2 1 100,00 2 100,00 1.100 600
4 Jambi 1 - 1 100,00 - - 1.200 -
5 Bangka Belitung - 1 - - 1 100,00 - 25
6 Bengkulu 1 - 1 100,00 - - 2.000 -
7 Lampung - 3 - - 3 100,00 - -
8 Jawa Barat 1 20 1 100,00 21 105,00 1.150 21.230
9 Jawa Tengah - 1 - - - - - -
10 DI Yogyakarta 1 2 1 100,00 2 100,00 900 1.800
11 Jawa Timur 2 6 2 100,00 6 100,00 6.000 12.385
12 Bali 2 4 1 50,00 3 75,00 1.025 610
13 Nusa Tenggara Barat 1 5 1 100,00 5 100,00 2.410 4.860
14 Nusa Tenggara Timur 2 4 1 50,00 4 100,00 - 1.200
15 Kalimantan Barat 1 1 1 100,00 - - 1.000 -
16 Kalimantan Tengah 1 2 1 100,00 2 100,00 400 1.400
17 Kalimantan Selatan 1 3 1 100,00 3 100,00 1.024 3.227
18 Kalimantan Timur 1 1 - - 1 100,00 - 1.050
19 Sulawesi Utara 3 3 3 100,00 3 100,00 - -
20 Gorontalo 1 2 1 100,00 1 50,00 1.200 600
21 Sulawesi Tengah 1 1 - - 1 100,00 - -
22 Sulawesi Selatan 1 4 1 100,00 4 100,00 900 3.900
23 Sulawesi Tenggara 1 1 1 100,00 1 100,00 340 320
24 Maluku 2 2 - - - - - -
25 Maluku Utara 2 2 2 100,00 2 100,00 2.600 2.700
26 Papua 2 4 2 100,00 4 100,00 2.245 5.400
27 Papua Barat 1 - 1 100,00 - - 1.100 -
33 90 27 83,08 85 94,44 30.224 75.157
No Provinsi
Rencana
Tanam Realisasi Tanam Realisasi Produksi
Jumlah
212
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 10
REALISASI PERBANYAKAN BENIH SUMBER KEDELAI TAHUN 2013
BS-BD BD-BP BS-BD % BD-BP % BD BP
(Ha) (Ha) (Ha) BS-BD (Ha) BD-BP (Kg) (Kg)
1 Aceh 1 8 1 100,00 - - 260 -
2 Sumatera Utara 3 5 - - 5 100,00 - 1.600
3 Sumatera Barat 1 2 1 100,00 1 50,00 1.258 2.390
4 Riau 1 2 - - - - - -
5 Jambi 2 5 - - 5 100,00 - -
6 Bengkulu 3 2 3 100,00 2 100,00 1.170 400
7 Lampung 2 2 2 100,00 2 100,00 - 780
8 Jawa Barat 1 24 1 100,00 24 100,00 940 13.085
9 Banten 2 2 2 100,00 2 100,00 800 800
10 Jawa Tengah 4 8 4 100,00 5 62,50 765 1.060
11 DI Yogyakarta 1 3 1 100,00 3 100,00 1.800 -
12 Jawa Timur 8 16 8 100,00 16 100,00 3.095 5.505
13 Bali 2 7 2 100,00 7 100,00 1.700 -
14 Nusa Tenggara Barat 5 10 4 80,00 6 60,00 300 -
15 Nusa Tenggara Timur 1 2 - - - - - -
16 Kalimantan Barat 2 1 2 100,00 - - 920 -
17 Kalimantan Tengah 1 - 1 100,00 - - - -
18 Kalimantan Selatan 5 15 1 20,00 3 20,00 - -
19 Kalimantan Timur 1 1 1 100,00 - - - -
20 Sulawesi Utara 2 2 2 100,00 2 100,00 - -
21 Gorontalo 2 3 - - - - - -
22 Sulawesi Tengah 2 2 2 100,00 2 100,00 - -
23 Sulawesi Selatan 4 12 4 100,00 12 100,00 400 242
24 Sulawesi Tenggara 2 2 2 100,00 2 100,00 620 -
25 Maluku 1 1 - - - - - -
26 Maluku Utara 2 2 2 100,00 2 100,00 1.800 2.000
27 Papua 2 4 2 100,00 4 100,00 - -
28 Papua Barat 1 - 1 100,00 - - - -
64 143 49 76,38 105 73,43 15.828 27.862
No Provinsi
Rencana Tanam Realisasi Tanam Realisasi Produksi
Jumlah
213 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 11
REALISASI PERBANYAKAN BENIH SUMBER KACANG TANAH TAHUN 2013
BS-BD BD-BP BS-BD % BD-BP % BD BP
(Ha) (Ha) (Ha) BS-BD (Ha) BD-BP (Kg) (Kg)
1 Sumatera Barat 1 4 1 100,00 1 100,00 - -
2 Lampung 1 1 1 100,00 1 - - 640
3 Jawa Barat 1 3 1 100,00 3 100,00 965 2.820
4 Banten 1 1 1 100,00 1 100,00 800 -
5 Jawa Tengah 2 12 - - 10 - - 1.460
6 DI Yogyakarta 1 1 1 100,00 1 100,00 - 700
7 Jawa Timur 2 4 1 50,00 4 100,00 - 700
8 Bali 2 4 2 100,00 4 100,00 801 815
9 Kalimantan Barat 1 1 1 100,00 - - 300 -
10 Kalimantan Tengah 1 1 - - - - - -
11 Gorontalo 1 1 1 100,00 - - - -
12 Sulawesi Tengah 1 1 1 100,00 1 100,00 - -
13 Sulawesi Selatan 1 - 1 100,00 - - - -
16 34 12 75,00 26 76,47 2.866 7.135
No Provinsi
Rencana Tanam Realisasi Tanam Realisasi Produksi
Jumlah
214
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 12
REALISASI PERBANYAKAN BENIH SUMBER KACANG HIJAU TAHUN 2013
BS-BD BD-BP BS-BD % BD-BP % BD BP
(Ha) (Ha) (Ha) BS-BD (Ha) BD-BP (Kg) (Kg)
1 Jawa Barat 1 4 1 100,00 4 100,00 850 3.380
2 Banten 1 1 1 100,00 1 - 300 300
3 Jawa Timur 2 2 2 100,00 2 - 250 710
4 Nusa Tenggara Barat 1 4 1 100,00 4 - - -
5 Kalimantan Tengah 0,25 - 0,25 100,00 - - - -
6 Sulawesi Selatan 1 - 1 100,00 - - Tidak lulus -
6 11 6 100,00 11 100,00 1.400 4.390 Jumlah
No Provinsi
Rencana Tanam Realisasi Tanam Realisasi Produksi
215 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 13
REALISASI PERBANYAKAN BENIH SUMBER UBI KAYU TAHUN 2013
BS-BD BD-BP BS-BD % BD-BP % BD BP
(Ha) (Ha) (Ha) BS-BD (Ha) BD-BP (Stek) (Stek)
1 Lampung - 2 - - 2 100,00 - -
2 Jawa Barat 1 - 1 100,00 - - 10.000 -
3 Jawa Tengah - 1 - - - - -
4 Jawa Timur 2 2 2 100,00 2 100,00 - -
3 5 3 100,00 4 80,00 10.000 -
No Provinsi
Rencana Tanam Realisasi Tanam Realisasi Produksi
Jumlah
216
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 14
REALISASI PERBANYAKAN BENIH SUMBER UBI JALAR TAHUN 2013
BS-BD BD-BP BS-BD % BD-BP % BD BP
(Ha) (Ha) (Ha) BS-BD (Ha) BD-BP (Stek) (Stek)
1 Jawa Barat 1 - 1 100 - - 15.000 -
2 Jawa Timur 2 2 2 100 2 100,00 120.000 -
3 Kalimantan Barat 1 - 1 100 - - - -
4 2 4 100,00 2 100,00 135.000 -
No Provinsi
Rencana Tanam Realisasi Tanam Realisasi Produksi
Jumlah
217 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 15
REALISASI PERBANYAKAN BENIH SUMBER SORGUM TAHUN 2013
BS-BD BD-BP BS-BD % BD-BP % BD BP
(Ha) (Ha) (Ha) BS-BD (Ha) BD-BP (Kg) (Kg)
1 Nusa Tenggara Timur 1 1 1 100 - - 100 -
1 1 1 100,00 - - 100 - Jumlah
No Provinsi
Rencana Tanam Realisasi Tanam Realisasi Produksi
218
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 16
REALISASI PEMBERDAYAAN PENANGKAR BENIH PADI DAN KEDELAI TAHUN 2013
Rencana Realisasi Rencana Realisasi
(Ha) (Ha) (Ha) (Ha)
1 Aceh 500 450 90,00 250 200 80,00
2 Sumatera Utara 500 500 100,00 250 200 80,00
3 Sumatera Barat 400 400 100,00 - - -
4 Riau 300 200 66,67 50 25 50,00
5 Jambi 300 300 100,00 275 167 60,73
6 Sumatera Selatan 400 400 100,00 75 10 13,33
7 Bengkulu 350 338 96,57 25 25 100,00
8 Lampung 400 400 100,00 125 100 80,00
9 Jawa Barat 750 700 93,33 300 275 91,67
10 Jawa Tengah 750 450 60,00 425 300 70,59
11 DI. Yogyakarta 200 200 100,00 75 75 100,00
12 Jawa Timur 750 690 92,00 425 355 83,53
13 Banten 250 200 80,00 75 75 100,00
14 Kalimantan Barat 350 350 100,00 25 25 100,00
15 Kalimantan Selatan 350 258 73,71 125 41 32,80
16 Kalimantan Timur 300 300 100,00 - - -
17 Kalimantan Tengah 300 300 100,00 25 25 100,00
18 Sulawesi Selatan 550 550 100,00 375 350 93,33
19 Sulawesi Utara 300 300 100,00 50 50 100,00
20 Sulawesi Tengah 400 400 100,00 200 200 100,00
21 Sulawesi Tenggara 300 300 100,00 - - -
22 Gorontalo 200 200 100,00 25 25 100,00
23 Bali 300 300 100,00 - - -
24 Nusa Tenggara Barat 400 400 100,00 150 150 -
25 Nusa Tenggara Timur 350 350 100,00 - - -
26 Maluku 250 250 100,00 - - -
27 Maluku Utara 250 150 60,00 - - -
28 Papua 250 250 100,00 50 50 100,00
29 Papua Barat 200 200 100,00 25 25 100,00
30 Sulawesi Barat 200 200 100,00 100 100 100,00
11.100 10.286 92,67 3.500 2.848 81,37 Jumlah
No. Provinsi
Padi Kedelai
(%) (%)
219 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 17
REALISASI PENJUALAN BENIH BERSUBSIDI PADI INBRIDA TAHUN 2013
Volume
(Ton) (Ton)
1 Aceh 6.025 1.863 30,92
2 Sumatera Utara 5.875 1.839 31,30
3 Sumatera Barat 3.700 646 17,46
4 Riau 2.550 149 5,86
5 Jambi 2.550 549 21,54
6 Sumatera Selatan 7.250 1.052 14,51
7 Bangka Belitung 175 13 7,67
8 Bengkulu 1.925 625 32,46
9 Lampung 5.350 2.252 42,10
10 Jawa Barat 11.675 7.034 60,25
11 Banten 4.920 3.023 61,43
12 Jawa Tengah 10.325 6.598 63,90
13 DI Yogyakarta 2.300 713 30,98
14 Jawa Timur 11.565 6.061 52,41
15 Bali 925 358 38,74
16 Nusa Tenggara Barat 5.650 3.271 57,90
17 Nusa Tenggara Timur 3.425 821 23,98
18 Kalimantan Barat 4.150 268 6,46
19 Kalimantan Tengah 1.850 651 35,21
20 Kalimantan Selatan 4.820 1.438 29,82
21 Kalimantan Timur 1.525 117 7,67
22 Sulawesi Utara 1.713 214 12,48
23 Gorontalo 848 458 54,06
24 Sulawesi Tengah 3.175 437 13,75
25 Sulawesi Selatan 9.975 3.452 34,61
26 Sulawesi Barat 1.900 355 18,67
27 Sulawesi Tenggara 2.325 819 35,24
28 Maluku 445 237 53,15
29 Maluku Utara 333 84 25,19
30 Papua 590 192 32,46
31 Papua Barat 168 58 34,33
120.000 45.646 38,04
AlokasiPenjualan
%
Jumlah
No. Provinsi
220
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 18
REALISASI PENJUALAN BENIH BERSUBSIDI PADI HIBRIDA TAHUN 2013
Volume
(Ton) (Ton)
1 Aceh 180 79 43,96
2 Sumatera Utara 135 42 31,07
3 Sumatera Selatan 60 23 37,50
4 Lampung 135 121 89,95
5 Jawa Barat 345 141 40,89
6 Jawa Tengah 120 52 43,05
7 DI Yogyakarta 60 25 42,39
8 Jawa Timur 3.435 472 13,75
9 Nusa Tenggara Barat 105 99 94,26
10 Nusa Tenggara Timur 60 15 25,00
11 Kalimantan Barat 30 15 50,00
12 Sulawesi Utara 105 20 19,14
13 Sulawesi Selatan 2.730 717 26,25
7.500 1.821 24,28
AlokasiPenjualan
%
Jumlah
No. Provinsi
221 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 19
REALISASI PENJUALAN BENIH BERSUBSIDI JAGUNG KOMPOSIT TAHUN 2013
Volume
(Ton) (Ton)
1 Sumatera Selatan 100 25 25,00
2 Bengkulu 25 - -
3 Banten 75 6 7,40
4 Jawa Tengah 85 40 47,29
5 Jawa Timur 275 103 37,42
6 Nusa Tenggara Barat 75 10 12,67
7 Nusa Tenggara Timur 590 54 9,11
8 Sulawesi Utara 188 30 15,81
9 Gorontalo 163 35 21,54
10 Sulawesi Tengah 113 44 39,24
11 Sulawesi Selatan 50 - -
12 Sulawesi Barat 25 - -
13 Sulawesi Tenggara 88 - -
14 Maluku 83 - -
15 Maluku Utara 13 - -
16 Papua 33 22 68,89
17 Papua Barat 23 - -
2.000 368 18,40
Penjualan
%
Jumlah
No. ProvinsiAlokasi
222
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 20
REALISASI PENJUALAN BENIH BERSUBSIDI JAGUNG HIBRIDA TAHUN 2013
Volume
(Ton) (Ton)
1 Aceh 300 9 3,00
2 Sumatera Utara 315 - -
3 Sumatera Barat 218 6 2,69
4 Riau 53 5 9,43
5 Jambi 105 6 5,71
6 Sumatera Selatan 165 11 6,82
7 Bangka Belitung 15 - -
8 Bengkulu 105 4 3,86
9 Lampung 480 7 1,44
10 Jawa Barat 345 19 5,46
11 Banten 45 - -
12 Jawa Tengah 617 33 5,34
13 DI Yogyakarta 180 1 0,65
14 Jawa Timur 840 116 13,85
15 Nusa Tenggara Barat 795 33 4,09
16 Nusa Tenggara Timur 150 - -
17 Kalimantan Barat 143 - -
18 Kalimantan Tengah 45 - -
19 Kalimantan Selatan 90 - -
20 Kalimantan Timur 36 8 22,92
21 Sulawesi Utara 390 1 0,32
22 Gorontalo 225 40 17,78
23 Sulawesi Tengah 585 82 14,04
24 Sulawesi Selatan 803 106 13,19
25 Sulawesi Barat 150 39 26,00
26 Sulawesi Tenggara 168 44 26,04
27 Maluku 60 15 25,00
28 Maluku Utara 80 - -
7.500 585 7,80
AlokasiPenjualan
%
Jumlah
No. Provinsi
223 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 21
REALISASI PENJUALAN BENIH BERSUBSIDI KEDELAI TAHUN 2013
Volume
(Ton) (Ton)
1 Aceh 960 154 16,04
2 Sumatera Utara 320 19 5,95
3 Sumatera Barat 60 3 4,38
4 Riau 160 20 12,35
5 Jambi 280 42 14,89
6 Sumatera Selatan 280 40 14,29
7 Bengkulu 200 37 18,40
8 Lampung 160 103 64,25
9 Jawa Barat 620 224 36,10
10 Banten 200 1 0,40
11 Jawa Tengah 1.480 252 17,05
12 DI Yogyakarta 1.120 169 15,07
13 Jawa Timur 4.700 637 13,56
14 Bali 160 9 5,75
15 Nusa Tenggara Barat 2.220 575 25,91
16 Nusa Tenggara Timur 160 40 25,00
17 Kalimantan Barat 140 - -
18 Kalimantan Tengah 80 13 16,00
19 Kalimantan Selatan 60 4 7,33
20 Kalimantan Timur 40 - -
21 Sulawesi Utara 120 13 10,63
22 Gorontalo 100 - -
23 Sulawesi Tengah 120 20 16,67
24 Sulawesi Selatan 600 61 10,09
25 Sulawesi Barat 380 10 2,52
26 Sulawesi Tenggara 100 37 36,52
27 Maluku 60 - -
28 Papua 80 79 98,75
29 Papua Barat 40 - -
15.000 2.560 17,07
AlokasiPenjualan
%
Jumlah
No. Provinsi
224
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 22
REALISASI BANTUAN SARANA PASCAPANEN PADI TAHUN 2013
Rencana
(Kelompok) (Kelompok) (%)
1 Aceh 21 19 90,48
2 Sumatera Utara 27 26 96,30
3 Sumatera Barat 13 11 84,62
4 Riau 7 7 100,00
5 Jambi 11 11 100,00
6 Sumatera Selatan 13 10 76,92
7 Bangka Belitung 2 2 100,00
8 Bengkulu 6 6 100,00
9 Lampung 24 24 100,00
10 Jawa Barat 50 50 100,00
11 Banten 14 14 100,00
12 Jawa Tengah 53 53 100,00
13 DI Yogyakarta 12 12 100,00
14 Jawa Timur 70 64 91,43
15 Bali 5 5 100,00
16 Nusa Tenggara Barat 23 23 100,00
17 Nusa Tenggara Timur 9 9 100,00
18 Kalimantan Barat 10 10 100,00
19 Kalimantan Tengah 4 4 100,00
20 Kalimantan Selatan 24 16 66,67
21 Kalimantan Timur 2 2 100,00
22 Sulawesi Utara 5 5 100,00
23 Gorontalo 3 3 100,00
24 Sulawesi Tengah 15 15 100,00
25 Sulawesi Selatan 36 36 100,00
26 Sulawesi Barat 9 9 100,00
27 Sulawesi Tenggara 9 9 100,00
28 Maluku 2 2 100,00
29 Maluku Utara 2 2 100,00
30 Papua 1 1 100,00
482 460 95,44 Jumlah
RealisasiNo. Provinsi
225 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 23
REALISASI BANTUAN SARANA PASCAPANEN JAGUNG TAHUN 2013
Rencana
(Kelompok) (Kelompok) (%)
1 Aceh 5 5 100,00
2 Sumatera Utara 3 3 100,00
3 Sumatera Barat 5 5 100,00
4 Jambi 2 2 100,00
5 Sumatera Selatan 2 2 100,00
6 Lampung 3 3 100,00
7 Jawa Barat 8 8 100,00
8 Banten 2 2 100,00
9 Jawa Tengah 8 8 100,00
10 DI Yogyakarta 1 1 100,00
11 Jawa Timur 6 5 83,33
12 Nusa Tenggara Barat 6 6 100,00
13 Kalimantan Barat 2 2 100,00
14 Kalimantan Tengah 1 1 100,00
15 Kalimantan Selatan 2 - -
16 Sulawesi Utara 8 8 100,00
17 Gorontalo 6 4 66,67
18 Sulawesi Tengah 7 7 100,00
19 Sulawesi Selatan 12 12 100,00
20 Sulawesi Barat 2 2 100,00
21 Sulawesi Tenggara 1 1 100,00
92 87 94,57
Realisasi
Jumlah
No. Provinsi
226
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 24
REALISASI BANTUAN SARANA PASCAPANEN KEDELAI TAHUN 2013
Rencana
(Kelompok) (Kelompok) (%)
1 Aceh 4 4 100,00
2 Sumatera Utara 2 2 100,00
3 Jambi 1 1 100,00
4 Sumatera Selatan 1 1 100,00
5 Lampung 3 3 100,00
6 Jawa Barat 3 3 100,00
7 Banten 1 1 100,00
8 Jawa Tengah 10 10 100,00
9 DI Yogyakarta 2 2 100,00
10 Jawa Timur 15 14 93,33
11 Bali 1 1 100,00
12 Nusa Tenggara Barat 6 6 100,00
13 Kalimantan Barat 1 1 100,00
14 Kalimantan Selatan 1 - -
15 Sulawesi Utara 1 1 100,00
16 Sulawesi Tengah 1 1 100,00
17 Sulawesi Selatan 3 3 100,00
56 54 96,43
Realisasi
Jumlah
No. Provinsi
227 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 25
REALISASI BANTUAN SARANA PASCAPANEN UBI KAYU TAHUN 2013
Rencana
(Kelompok) (Kelompok) (%)
1 Sumatera Utara 1 1 100,00
2 Sumatera Selatan 2 2 100,00
3 Lampung 1 1 100,00
4 Jawa Barat 3 3 100,00
5 Banten 2 2 100,00
6 Jawa Tengah 3 3 100,00
7 DI Yogyakarta 1 1 100,00
8 Jawa Timur 3 3 100,00
9 Nusa Tenggara Barat 2 2 100,00
10 Nusa Tenggara Timur 4 4 100,00
11 Kalimantan Selatan 1 1 100,00
12 Kalimantan Timur 2 2 100,00
13 Sulawesi Selatan 2 2 100,00
27 27 100,00
No. ProvinsiRealisasi
Jumlah
228
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 26
REALISASI BANTUAN SARANA PASCAPANEN UBI JALAR TAHUN 2013
Rencana
(Kelompok) (Kelompok) (%)
1 Sumatera Utara 3 3 100,00
2 Jambi 2 2 100,00
3 Jawa Barat 4 4 100,00
4 Jawa Tengah 2 2 100,00
5 DI Yogyakarta 1 1 100,00
6 Jawa Timur 1 1 100,00
7 Nusa Tenggara Barat 1 1 100,00
8 Kalimantan Barat 1 1 100,00
9 Kalimantan Selatan 1 1 100,00
10 Sulawesi Selatan 3 3 100,00
11 Maluku Utara 1 1 100,00
12 Papua 2 2 100,00
13 Papua Barat 3 3 100,00
25 25 100,00
No. ProvinsiRealisasi
Jumlah
229 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Laporan Tahunan 2013
Lampiran 27
REALISASI PELAKSANAAN SL-PHT DAN SL-IKLIM TAHUN 2013
No. Provinsi Rencana Rencana
(Unit) (Unit) (%) (Unit) (Unit) (%)
1 Aceh 135 135 100,00 8 8 100,00
2 Sumatera Utara 120 120 100,00 8 8 100,00
3 Sumatera Barat 105 105 100,00 8 8 100,00
4 R i a u 45 26 57,78 6 6 100,00
5 Kepulauan Riau 2 2 100,00 - - -
6 J a m b i 45 43 95,56 6 6 100,00
7 Sumatera Selatan 117 104 88,89 7 7 100,00
8 Bangka Belitung 25 25 100,00 - - -
9 Bengkulu 40 40 100,00 5 5 100,00
10 Lampung 80 80 100,00 7 7 100,00
11 DKI Jakarta 5 - - - - -
12 Jawa Barat 200 200 100,00 13 13 100,00
13 B a n t e n 85 85 100,00 9 9 100,00
14 Jawa Tengah 175 175 100,00 15 15 100,00
15 DI Yogyakarta 50 50 100,00 6 6 100,00
16 Jawa Timur 216 213 98,61 9 9 100,00
17 B a l i 60 60 100,00 3 3 100,00
18 Nusa Tenggara Barat 75 75 100,00 8 8 100,00
19 Nusa Tenggara Timur 65 65 100,00 6 6 100,00
20 Kalimantan Barat 81 81 100,00 6 6 100,00
21 Kalimantan Tengah 41 41 100,00 6 6 100,00
22 Kalimantan Selatan 88 88 100,00 9 9 100,00
23 Kalimantan Timur 58 58 100,00 4 4 100,00
24 Sulawesi Utara 75 75 100,00 4 4 100,00
25 Sulawesi Tengah 75 75 100,00 6 2 33,33
26 Sulawesi Selatan 130 130 100,00 5 5 100,00
27 Sulawesi Tenggara 65 65 100,00 13 13 100,00
28 Gorontalo 65 43 66,15 2 2 100,00
29 Sulawesi Barat 67 64 95,52 5 5 100,00
30 Maluku 35 35 100,00 2 2 100,00
31 Maluku Utara 20 20 100,00 2 2 100,00
32 Papua 35 28 80,00 2 2 100,00
33 Papua Barat 20 15 75,00 2 2 100,00
2.500 2.421 96,84 192 188 97,92 Jumlah
SL-Iklim
Realisasi
SL-PHT
Realisasi