-
1
Kode/ Nama Rumpun Ilmu :112/ Kimia
LAPORAN TAHUN TERAKHIR
PENELITIAN BERBASIS KOMPETENSI
Pengembangan Biomaterial Kolagen Hidroksiapatit Kitosan
Untuk Restorasi Jaringan Tulang (Bone Graft)
TIM PENGUSUL
Prof.Dr. SARI EDI CAHYANINGRUM, M.Si (NIDN:0029127002)
Dr. NUNIEK HERDYASTUTI, M.Si (NIDN:0010117004)
Tahun ke-2 dari rencana 2 tahun
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
NOPEMBER, 2017
-
2
-
3
RINGKASAN
Indonesia adalah negara dengan jumlah pemakai biomaterial
tertinggi, khususnya untuk
pemakaian bone graft sebagai pensubstitusi penderita patah
tulang dan implan gigi. Bone
graft berfungsi membantu merangsang pertumbuhan tulang pada
fraktur, yaitu terputusnya
jaringan tulang dan juga biasa digunakan untuk implan gigi. Bone
graft penggunaannya
sangat luas, tetapi ketersediaannya belum mencukupi karena
jumlah kebutuhan bone graft
meningkat setiap tahunnya. Selama ini Indonesia mencukupi
kebutuhan bone grfat dengan
cara impor, sehingga memerlukan biaya yang mahal. Karena itulah
inovasi teknologi untuk
mengembangkan biomaterial ini sangat diperlukan. Beberapa
peneliti mulai mengembangkan
penelitian tentang sintesis bone graft, tetapi yang dilakukan
adalah sintesis dengan
memadukan 2 bahan baku. Perpaduan 2 bahan baku mempunyai
beberapa kelemahan. Tulang
manusia terdiri dari komponen anorganik dan organik. Komponen
anorganik didominasi
hidroksiapatit sedangkan komponen organik didominasi kolagen dan
glukosamin.
Berdasarkan hal tersebut pada penelitian ini bone graft
disintesis dari 3 bahan baku yaitu
kolagen, hidroksiapatit dan kitosan.. dengan harapan bone graft
yang dihasilkan mempunyai
struktur dan komposisi yang mirip tulang manusia. Tujuan jangka
panjang penelitian ini
adalah menghasilkan inovasi teknologi yang unggul yang memberi
konstribusi mendasar bagi
pengembangan sintesis biometrial untuk bidang kesehatan dengan
memanfaatkan bahan
dasar lokal untuk menghasilkan bone graft yang mempunyai secara
struktur, dan komposisi
mirip tulang alami, dapat diterima tubuh (biokompatibel), tidak
beracun, menguntungkan
bagi proses osteokonduktif, osteoinduksi dan osteogenesis.
Selain itu juga dihasilkannya
publikasi pada jurnal internasional, buku ajar dan paten. CB-K
memiliki fasa CaO 94,8 %b/b
dan Ca(OH)2 5,2 %b/b dengan derajat kristalinitas 99,065 %.
Gugus Fungsional CB-K yaitu
OH-, (PO4)3
2-, dan CO3
2-. Morfologi permukaan CB-K merupakan bentuk lonjong yang
tidak
seragam dan mengalami aglomerasi.Suhu sintering berpengaruh pada
sintesis HAp untuk
meningkatkan kemurnian dan kristalinitas HAp. HAp terbaik yaitu
pada HAp-9 dengan fasa
HAp 82,7%b/b, kristalinitas 98,058%, dan morfologi permukaan
berpori tanpa
aglomerasi.HAp-TS memiliki fasa HAp 50,400 %b/b dan apatit
karbonat 49,600%b/b dengan
kristalinitas 99,065%. HAp-8 merupakan fasa HAp 72,000 %b/b dan
apatit karbonat 28,000
%b/b dengan kristalinitas 96,774%. HAp-9 merupakan fasa HAp
82,700 %b/b dan apatit
karbonat 17,300%b/b dengan kristalinitas 98,058%. HAp-10
memiliki fasa HAp 99,100 %b/b
dan apatit karbonat 0,900 %b/b dengan kristalinitas 98,753%. HAp
memiliki bentuk
bongkahan tidak beraturan dan teraglomerasi pada suhu 1000 oC.
Gugus fungsional seluruh
HAp adalah –OH, -(PO4)32-
, dan -CO32-
.Komposisi komposit mempengaruhi nilai derajat
kristalinitas dan uji tekan komposit, komposit HA/Coll/Chi 7:2:1
dengan kandungan kolagen
tertinggi memiliki derajat kristalinitas paling rendah yaitu
73,41%. Karakterisasi uji tekan
menunjukkan komposit HA/Coll/Chi 7:2:1 menghasilkan nilai uji
tekan terendah yaitu
137,29 Kpa.Karakterisasi kimia melalui FTIR pada ketiga sampel
komposit HA/Coll/Chi
memiliki gugus fungsional OH-, (PO4)3
2-, dan CO3
2- yang mengindikasikan adanya HA serta
adanya pergeseran gugus C=O dan NH2 yang berasal dari kolagen
dan kitosan yang
menunjukkan telah terjadi ikatan antara HA-kolagen dan kitosan.
Karakterisasi XRD
menujukkan munculnya fasa HA, kitosan dan kolagen pada ketiga
sampel komposit. Hasil uji
in vitro dengan menggunakan larutan SBF selama 3-21 hari
menunjukkan ada pelepasan
kalsium dan juga proses pertukaran kalsium dari larutan SBF dan
bonegraft.
Kata kunci: biomaterial, kolagen hidroksiapatit kitosan, bone
graft
-
4
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Alloh Yang Maha Kuasa ,
yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia – Nya sehigga penulis dapat
menyelesaikan program
pengabdian pada masyarakat ini.
Penelitian pengembangan bone graft ini memeperoleh pendanaan
dari Program
penelitian berbasiss Kompetensi memperoleh dana dari DRPM DIKTI
tahun anggaran 2018.
Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada : Ketua DP2M,
Rektor Unesa, Ketua
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat Unesa, Kepala
Laboratorium Kimia
UNESA, Pimpina, mahasiswa kimia yang membantu sehingga terwujud
laporan Penelitian
ini.
Akhirnya rasa syukur kami Panjatkan Kehadirat Illahi yang telah
memberi hidup dan
kesempatan berkarya. Semoga laporan ini bermanfaat.
Surabaya, Nopember 2018
Tim Peneliti
-
5
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL 1
HALAMAN PENGESAHAN 2
RINGKASAN 3
PRAKATA
DAFTAR ISI 4
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT 27
BAB IV METODE PENELITIAN 28
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 34
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 75
DAFTAR PUSTAKA 77
LAMPIRAN
Artikel seminar dan sertifikat yang diperoleh tahun 2018
-
6
BAB I PENDAHULUAN
Saat ini penelitian pengembangan biomaterial yang berguna untuk
membantu
menjalankan fungsi tubuh manusia sedang banyak dilakukan
terutama biomaterial yang
digunakan untuk restorasi jaringan atau organ tubuh yang rusak
akibat kecelakaan, penyakit
bawaan atau penyakit non bawaan. Berdasarkan data di Asia,
Indonesia adalah negara dengan
jumlah pemakai biomaterial tertinggi, khususnya untuk pemakaian
bone graft sebagai
pensubstitusi pada proses restorasi patah tulang dan implan
gigi. Di RS Dr. Soetomo
Surabaya, sekitar 400 kasus operasi bedah tulang per bulan
(Gunawarman, 2010). Bagian
tubuh yang sering mengalami patah tulang adalah bagian panggul,
dan pergelangan kaki.
Bone graft berfungsi membantu merangsang pertumbuhan tulang pada
fraktur, yaitu
terputusnya jaringan tulang. Bone graft penggunaannya sangat
luas, tetapi ketersediaannya
belum mencukupi karena jumlah kebutuhan bone graft meningkat
setiap tahunnya selama ini
untuk mencukupi kebutuhan bone graft maka dilakukan dengan cara
impor. Hal ini
menyebabkan harga bone graft mahal, sehingga pengadaan bone
graft sintesis berbahan dasar
local Indonesia sangat diperlukan.
Bone graft dibedakan menjadi autograft, allograft, dan
xenograft, sebagai pensubstitusi
tulang setiap material tersebut memiliki kekurangan dan
kelebihan. Autograft diambil dari
bagian tubuh pasien, kelebihannya pasti cocok dan tidak ada
penolakan dari tubuh pasien.
Kelemahan autograft adalah sering menyebabkan komplikasi dalam
penyembuhan luka, operasi
tambahan, nyeri pada donor dan pasokan tulang tidak memadai
untuk mengisi gap. Allograft
menggunakan tulang mayat kekurangannay terkait dengan reaksi
infeksi, inflamasi, dan
penolakan kadang-kadang terjadi masalah dalam reaksi imunogenik
dan resiko penyakit menular
(AIDS dan hepatitis). Xenograft juga membawa resiko penyakit
menular antar spesies (Wahl &
Czernuszka, 2006) karena berasal dari tulang hewan. Keterbatasan
tersebut memicu
perkembangan riset di bidang biomaterial, yaitu dengan melakukan
berbagai modifikasi
pembuatan biomaterial sintetis. Inovasi teknologi biomaterial
sintetis diharapkan menghasilkan
biomaterial dimana karakter bahan diketahui secara pasti dan
terkontrol. Beberapa peneliti telah
melakukan sitesis bone graft menggunakan 2 bahan baku misalnya
Istifarah (2013)
menggunakan tulang sotong-kitosan; Nedelcu (2013)
mengkompositkan Kolagen –
hidroksiapatit dn Hindawi (2014) menggunakan kitosan
hidrosiapatit. Perpaduan 2 bahan
baku untuk sintesis bone graft memiliki kekurangan karena produk
yang dihasilkan kurang
sesuai dengan struktur dan komposisi tulang alami.
Bone graft sintesis harus sesuai dengan syarat kesehatan yaitu
bone graft yang
secara struktur, dan komposisi mirip tulang alami, dapat
diterima tubuh (biokompatibel),
-
7
tidak beracun, menguntungkan bagi proses osteokonduktif,
osteoinduksi dan osteogenesis.
Osteokonduktif dan osteoinduktif merupakan syarat terpenting
dari suatu biomaterial karena
berhubungan dengan kemampuan mengarahkan dan mendorong formasi
pertumbuhan
jaringan (Wahl & Czernuska, 2006). Osteoinduktif dan
osteogenesis berhubungan dengan
porositasnya (Develioglu, 2005). Salah satu bahan yang sedang
dikembangkan saat ini adalah
hidroksiapatit. Hidroksiapatit termasuk senyawa kalsium fosfat
yang memiliki sifat bioaktif
dengan bioafinitas tinggi, osteokonduktif, biokompatible dan
tidak beracun. Tetapi
hidroksiapatit kekuatan dan kelenturannya rendah dan sangat
rapuh. Oleh karena itu perlu
ditambahkan material lain untuk memperbaiki kekurangan tersebut.
Material yang
ditambahkan harus mempunyai elastisitas yang tinggi, non toksik
dan biodegradabel.
Beberapa material yang sering digunakan adalah alginat,
selulosa, akrilat dll. Pada penelitian
ini digunakan kolagen. Kolagen dapat disintesis dari tulang
cakar ayam, tulang ikan, tulang
sapi dll. Pada penelitian ini digunakan tulang sapi, karena
kolagen tulang sapi, merupakan
kolagen tipe I, sama dengan kolagen di tulang manusia. Perpaduan
kolagen dengan
hidroksiapatit diharapkan menghasilkan bone graft sintesis yang
mempunyai kemiripan yang
sangat besar dengan tulang. Tulang manusia mempunyai komponen
utama kolagen dan
hidroksiapatit serta beberapa komponen yang lain (Vaccaro,
2002).
Bone graft yang potensial untuk dikembangkan selain dari
kemiripan dengan tulang
alami adalah bone graft berpori. Pori yang terbentuk berfungsi
sebagai media pembentukan
jaringan sel tulang yang tumbuh. Jaringan sel tulang baru akan
tumbuh dalam pori-pori yang
terbentuk sehingga dapat meningkatkan regenerasi tulang (Attaf,
2011). Pembentukan pori
dapat dilakukan dengan penambahan porogen. Berbagai bahan
porogen sering digunakan
seperti parafin, polinaftalen, gelatin, alginat dan kitosan.
Pada penelitian ini digunakan
kitosan sebagai porogen. Kitosan merupakan bahan alami yang
tersedia melimpah dan mudah
proses isolasinya, sifatnya biodegradabel, biokompatibel dan non
toksik. Inovasi teknologi
penggabungan material kolagen hidroksiapatit dan kitosan sangat
perlu untuk dilakukan
sehingga dapat menghasilkan bone graft yang berkualitas sesuai
standar kesehatan. Bone
graft yang dihasilkan dapat diaplikasikan untuk memenuhi
kebutuhan yang terus meningkat
sehingga dapat mendukung Indonesia mandiri dibidang
kesehatan.
Penelitian ini direncanakan untuk pelaksanaan selama 2 tahun,
tujuan utamanya adalah
memanfaatkan potensi bahan dasar lokal (tersedia melimpah di
Indonesia) untuk
menghasilkan bone graft sintesis yang berkualitas dan memenuhi
syarat kesehatan yaitu
bone graft yang secara struktur, dan komposisi mirip tulang
alami, dapat diterima tubuh
-
8
(biokompatibel), tidak beracun, menguntungkan bagi proses
osteokonduktif, osteoinduksi
dan osteogenesis.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka tahapan penelitiannnya
adalah pada tahun I
difokuskan pada sintesis bahan baku tulang sapi, hidrosiapatit
dari cangkang telur bebek dan
kitosan dari cangkang udang. Masing masing bahan baku
dikarakterisasi sifat fisika dan
kimianya. Kemudian sintesis bone graft dilakukan dengan metode
ex situ. Bone graft yang
dihasilkan dikarakterisasi sifat fisikanya. Pada tahun ke-2
difokuskan pada karakterisasi bone
graft secara kimia, dan aplikasi bone graft sebagai
pensubstitusi dilakukan secara in vitro, uji
degradasi, laju korosi dan uji sitotoksisitas.
Urgensi (keutamaan ) Penelitian
Dewasa ini, teknologi dibidang biomaterial sedang mendapat
mendapat perhatian
besar, karena kebutuhan yang terus meningkat. Biomaterial yang
banyak dikembangkan
adalah bone graft, katup buatan pada jantung, sensel sendi dan
sebagainya. Selama ini bone
graft diimport dengan harga yang cukup mahal, padahal kebutuhan
terus meningkat. Upaya
untuk mengurangi bone graft import adalah dengan membuat bone
graft sintesis berbahan
dasar produk local. Klasifikasi bone graft meliputi autograft,
allograft, dan xenograft
mempunyai beberapa keterbatasan secara medis. Keterbatasan
tersebut memicu
perkembangan riset di bidang biomaterial, yaitu dengan melakukan
berbagai modifikasi
pembuatan biomaterial sintetis. Cangkang udang, cangkang telur
itik, tulang sapi yang
berpotensi sebagai sumber kitosan, hidroksiapatit dan kolagen
tersedia melimpah dan murah
di Indonesia. Inovasi teknologi biomaterial bone graft sintetis
dengan bahan dasar lokal
diharapkan meningkatkan nilai ekonomis limbah dan menghasilkan
biomaterial dimana
karakter bahan diketahui secara pasti dan terkontrol sehingga
akan mendukung kemandirian
Indonesia di bidang kesehatan.
Luaran yang ditargetkan serta kontribusi pada ilmu
pengetahuan
Pengembangan inovasi teknologi biomaterial berbais kolagen
hidroksiapatit kitosan untuk
restorasi jaringan tulang merupakan teknologi terkini dibidang
kesehatan. Selama ini
kebutuhan bone graft sebagai bahan pengganti jaringan tulang
yang rusak meningkat setiap
tahun dicukupi dengan impor, tentu saja biayanya sangat mahal.
Padahal di Indonesia bahan
untuk sintesis bone graft sangat melimpah. Sintesis bone graft
dengan bahan baku lokal akan
akan membantu memenuhi kebutuhan bone graft sehingga kedepan
Indonesia akan mandiri
dibidang ini.Hal ini merupakan upaya peneliti untuk ambil bagian
dalam penguatan Sistem
Inovasi Nasional (SINas) agar Indonesia tidak tertinggal dari
bangsa-bangsa lain di dunia.
-
9
Inovasi yang diunggulkan peneliti adalah dengan memanfaatkan
potensi alam Indonesia yaitu
kitosan yang berasal dari cangkang udang yang tersedia melimpah,
Hidroksiapatit dapat
diisolasi dengan mudah dengan memanfaatkan bahan baku yang juga
melimpah misalnya
dari cangkang telur, tulang sapi, ceker ayam. Limbah tersebut
dapat ditingkatkan nilai
ekonomisnya sedemikian rupa sehingga sifat unggul dari material
dapat terekspresikan dalam
produk yang bermutu. Kolagen juga dapat diisolasi dari
bahan-bahan seperti tulang sapi,
kambing dll. Perpaduan ketiga bahan tersebut akan menghasilkan
biomaterial yang
biokompatibel, non toksik mempunyai struktur dan komposisi yang
mirip dengan tulang
alami asalkan disintesis pada kondisi yang sesuai. Inovasi
teknologi biomaterial bone graft
sintetis dengan bahan dasar lokal diharapkan meningkatkan nilai
ekonomis limbah dan
menghasilkan biomaterial dimana karakter bahan diketahui secara
pasti dan terkontrol
sehingga akan mendukung kemandirian Indonesia di bidang
kesehatan. Inovasi sintesis bone
graft dengan bahan lokal pada penelitian ini dilakukan dengan
memadukan dua metode
pengendapan basah untuk sintesis hidroksiapatit dan metode ex
situ pada sintesis bone graft,
inovasi ini akan menghasilkan bone graft yang mempunyai
kemurnian yang tinggi, struktur
dan komposisi bone graft yang dihasilkan mirip dengan tulang
alami. Luaran dari kegiatan
penelitian ini selain di peroleh bone graft yang sudah
terkarakterisasi, juga dihasilkan
publikasi pada jurnal internasional, paten dan buku ajar yang
membahas tentang biomaterial.
Rencana target capaian luaran
No. Jenis Luaran Indikator Capaian
TS 1)
TS 2)
1. Publikasi Ilmiah 2)
Internasional accepted Accepted
Nasional
Terakreditasi
2. Pemakalah dalam temu
ilmiah 3)
Internasional terdaftar Sudah
dilaksanakan
Nasional Sudah
dilaksanakan
Sudah
dilaksanakan
3. Invited speaker dalam
temu ilmiah 4)
Internasional Tidak ada Tidak ada
Nasional Tidak ada Tidak ada
4. Visiting Lecturer 5)
Internasional Tidak ada Tidak ada
5. Hak Kekayaan
Intelektual (HKI) 6)
Paten Draft Terdaftar
Paten
sederhana
Tidak ada Tidak ada
Hak cipta Tidak ada Tidak ada
Merek dagang Tidak ada Tidak ada
Rahasia Tidak ada Tidak ada
-
10
dagang
Desain produk
industry
Tidak ada Tidak ada
Indikasi
geografis
Tidak ada Tidak ada
Perlindungan
varietas
tanaman
Tidak ada Tidak ada
Perlindungan
topografi
sirkuit terpadu
Tidak ada Tidak ada
6 Teknologi tepat guna 7)
Produk Produk
7. Model/purwarupa/desain/karya
seni/rekayasa social 8)
Tidak ada Tidak ada
8. Buku Ajar (ISBN) 9)
Draf Sudah terbit
9. Tingkat Kesiapan teknologi 10)
2 2
Penelitian ini merupakan rangkaian penelitian yang dilakukan
peneliti dalam rangka
mengeksplorasi potensi kitosan sebagai sumber biomaterial masa
depen. Pengembangan dari
penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti tentang potensi
kitosan dalam berbagai bidang.
Penelitian Hibah bersaing (2006-2007) imobilisasi papain pada
kitosan dan aplikasinya
sebagai penghilang aroma langu pada susu kedelai; Penelitian
Disertasi (2009) tentang
pembuatan kitosan bead (speris) untuk imobilisasi papain, Hibah
Stranas (2010) serta
penelitian hibah Kompetensi Dikti (2011) telah menghasilkan
kitosan nanopartikel yang
dimanfaatkan untuk matriks imobilisasi glukosa isomerase dan
kitosan nanofiber untuk
imobilisasi papain. Hibah bersaing (2013-2015) yang menghasilkan
kitosan alginat untuk
matriks enkapsulasi obat TBC. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa kitosan tersedia
melimpah, proses isolasinya mudah, bersifat non toksis,
biokompatible sehingga membuka
peluang untuk mengkaji potensi kitosan sebagai bahan dasar
pembuatan bone graft sintesis.
Selain itu, hasil penelitian juga telah dipublikasikan pada
jurnal nasional maupun
internasional dan menghasilkan beberapa paten.
Pada penelitian ini kitosan dikompositkan dengan material lain
pada sintesis bone
graft. Sifat kitosan yang non toksik, biokompatibel
(Cahyaningrum, 2014; 2015) dan
kemampuannya sebagai pembentuk pori (porogen) (Cahyaningrum,
2014) membuka peluang
bahwa bone graft yang disintesis dari perpaduan kolagen
–hidroksiapatit- kitosa mpunyai
karakteristik yang sama dengan jaringan tulang alami. Tulang
alami merupakan komposit
alami yang terdiri dari bahan organik dan inorganik, yaitu 30%
bahan organik, 55% bahan
inorganik dan 15% air ( Sari et al, 2008). Substansi inorganik
tulang dikenal sebagai fase
-
11
mineral tulang dengan komponen utamanya adalah kristal
hidroksiapatit (HAP) (Schnettler et
al, 2005). Bentuk bone graft dapat berupa bubuh, pipih, batangan
dan kubus.
Penelitian Peter et. al,(2010) menggunakan keramik nanopartikel
dengan kitosan
untuk menghasilkan pensubstitusi jaringan, kombinasi ini
memiliki kelemahan yaitu kurang
lentur. Kombinasi kitosan/ HA yang dihasilkan Zhang et.al 2008
menghasilkan biomaterial
yang mempunyai nilai modulus young yang kecil. Ragenty et. al,
2010 mengkombinasikan
kolagen dan kitosan untuk menghasilkan biomaterial pensubstitusi
jaringan tulang,
menghasilkan biomaterial yang bagus struktur dan komposisinya
mirip tulang tetapi kurang
kuat. Kirubanandan, 2010 menunjukkan bahwa bone graft sintesis
harus berpori untuk
meningkatkan pembentukan tulang baru dan pembentukan kapiler.
Strukur tulang alami
mempunyai ukuran pori minimum sekitar 300μm, makroporositas yang
terlalu tinggi dapat
mengakibatkan hilangnya sifat mekanik biomaterial. Berdasarkan
hal tersebut maka
penelitian ini menggunakan kombinasi 3 macam bahan yaitu kolagen
hidroksiapatit kitosan,
kombinasi ini diharapkan akan menghasilkan biomaterial yang kuat
tetapi tidak rapuh, lentur
sesuai jaringan tulang dan berpori sehingga pembentukan tulang
baru dan kapiler dan
restorasi jaringan tulang dapat berlangsung dengan baik.
Pada penelitian ini hidoksiapatit disintesis dengan metode
pengendapan basah,
metode ini mempunyai keuntungan karena produk sampingnya hanya
air, yang mudah
dihilangkan dengan pemanasan. Metode sintesis bone graft ada
yang in situ dan ada yang ex
situ. Metode in situ berpeluang menghasilkan terbentuknya
senyawa lain karena penambahan
polimer dilakukan pada saat pembentukan bahan utama. Oleh karena
itu pada penelitian ini
dipilih sintesis bone graft dengan menggunakan metode iex-situ.
Beberapa peneliti telah
menggunakan metode ex-situ tetapi bahan bakunya hanya 2,
misalnya Xiaoling (2007)
menggunakan Hidroksiapatit- kitosan; Trisnawati (2013)
menggabungkan hidroksiapatit-
alginat. Peneliti yang menggunakan 3 bahan baku Pallela (2011)
mensintesis bone graft dari
hidroksiapatit –kitosan-kolagen spons Inovasi pada penelitian
ini digunakan 3 bahan baku
yaitu kolagen dari tulang sapi, hidroksiapatit dari cangkang
telur bebek dan kitosan dari
cangkang udang. Kolagen dapat diisolasi dari berbagai sumber dan
setiap sumber
mempunyai tipe kolagen yang berbeda, hal ini akan mempengaruhi
bone graft yang
dihasilkan. Komposisi CaO dan CaOH pada setiap cangkang berbeda,
sehingga
mempengaruhi kualitas hidroksiapatit yang dihasilkan (Suryadi,
2011). Inovasi sintesis bone
graft dengan menggunakan 3 bahan baku lokal Indonesia dengan
menggabungkan metode
pengendapan basah dan metode ex situ diharapkan akan
menghasilkan bone graft yang
-
12
memiliki kualitas sesuai standar dan memberikan kontribusi pada
perkembangan sintesis
material maju mendukung kemandirian Indonesia dibidang
biomaterial dan kesehatan.
Roadmap dari penelitian pengkajian potensi kitosan adalah
sebagai berikut
Adapun Roadmap (peta jalan) penelitian ini adalah :
Tahun 2001-2005 2005-
2008
2009-11 2013-2015 2016-2020
Bahan
Dasar Kitosan dari limbah cangkang
udang
Kitosan
dari
limbah
udang
Kitosan dari
limbah
udang , ion
logam
Kitosan-
alginat
Kitosan –
HA,
kolagen
alginate
Proses
Isolasi
kitin
dan
deasetil
asi
kitin
Preparasi
kitosan
terimpreg
nasi
Preparasi
kitosan
cair
Prepara
si nano
beads
Preparasi
nano beads
kitosan dg
crosslink ion
logam
Preparasi
kitosan-alginat
mikrosperis
Preparasi
jaringan
tubuh
Teknologi
Batch Batch Batch Encaps
ulasi
encapsulasi encapsulasi Freeze dry,
ex situ,
pencampur
an biasa
Produk Kitosan
serbuk
Kitosan
serbuk
terimpreg
nasi
Kitosan
cair
Kitosan
nanobe
ads
Matriks
imobilisasi
enzim
Kitosan –
alginat
mikrosperis
Jaringan
organ
sintesis
Aplikasi/
Penerapa
n
Adsorb
en ion
logam
Adsorben
ion logam
Aditif
pada
produk
makanan
Adsorb
en
Imobilisasi
enzim yang
digunakan
pada
industry
pangan
Penghantaran
obat/ bidang
farmasi
Pensubstit
usi
jaringan
tulang
Penelitian
Adsorpsi ion logam pada kitosan
serbuk terimpregnasi
Kitosan sebagai pengenyal tahu,
bakso dan mi
Adsorp
si ion
logam
dengan
kitosan
nanobe
ads
Imobilisasi
enzim pada
kitosan dg
crosslink ion
logam
Pemanfaatan
kitosan-
alginate pada
bidang farmasi
Pemanfaat
an kitosan
pada
berbagai
bidang
kedokteran
-
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Cangkang telur bebek
Cangkang telur merupakan lapisan terluar dari telur yang
berfungsi melindungi
bagian dalam telur dari kerusakan. Bebek dengan nama latin Anas
plathyrnchos
menghasilkan telur dengan cangkang berwarna hijau kebiruan pucat
hingga agak putih.
Ukuran cangkang telur bebek lebih besar dan tebal dari pada
cangkang telur ayam ras,
cangkang telur ayam kampung, dan telur puyuh. Tebal bagian kulit
luar telur 0,55 mm dan
bagian kulit dalam 0,015 mm (Mutiara, 2008). Cangkang telur
memiliki massa 11% dari
kandungan total berat telur. Kandungan cangkang adalah kalsium
karbonat (94%),
komponen organik (4%), kalsium fosfat (1%), dan magnesium
karbonat (1%) (Fazel, 2011).
Gambar 2.1. Cangkang Telur (Hincke et al., 2012).
Cangkang telur bebek memiliki kadar kalsium sebesar 75,12%
(Sari, 2013). Gambar
penampang cangkang telur disajikan pada gambar 2.1. Menurut
Jasinda (2013), cangkang
telur terdiri dari empat lapisan berbeda (dari dalam ke luar),
yaitu lapisan membran, lapisan
mamilary, lapisan busa (palisade), dan lapisan kutikula.
Selama ini pemanfaatan cangkang telur digunakan untuk
mengadsorbsi logam berat Fe
(III) dan Cd2+
(Iriany et al., 2013), meningkatkan kandungan mineral dari
kompos,
meningkatkan kekuatan semen, dan karya seni (Glatz and Miao,
2009). Sebagian besar yang
lain dibuang sebagai limbah (Winger, 2012) dari peternakan,
rumah, dan industri makanan.
Cangkang telur bebek yang akan dijadikan prekursor kalsium perlu
dicuci untuk
menghilangkan kotoran, bau, dan lendirnya. Membran cangkang
telur bebek yang
mengandung senyawa organik juga harus dihilangkan agar tidak
mengganggu proses sintesis
hidroksiapatit.
2. Kalsinasi cangkang telur
Kalsinasi adalah pemanasan zat padat untuk menghilangkan karbon
dioksida atau gas
lain dan mengeliminasi senyawa organik yang terbakar pada suhu
tinggi. Panas dari tanur
kutikula pori
palisade
membran sel eksternal membran sel internal
kerucut mammilary
lapisan kristal vertikal Lapisan busa
-
14
membuat ikatan kimia material menjadi renggang. Pada suhu
tertentu atom-atom yang
berikatan akan bergerak sangat bebas sehingga menyebabkan
terputusnya ikatan kimia
(Suzuki et al., 2006 dan Rachmania, 2012). Proses kalsinasi
cangkang telur bertujuan untuk
mengubah kalsium karbonat menjadi kalsium oksida (persamaan
2.1).
Reaksi kalsinasi:
CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g) ..................... (2.1)
MgCO3(s) MgO(s) + CO2(g) ................... (2.2)
Cangkang telur juga perlu dihaluskan hingga ukurannya 100 mesh
karena proses
kalsinasi berlangsung lebih efektif apabila material berbentuk
serbuk. Semua cangkang telur
mengandung komponen mineral kalsium karbonat (CaCO3) yang stabil
pada suhu kamar.
Menurut Gergely et al (2010), cangkang telur yang dikalsinasi
memiliki 2 tahap. Pada Tahap
pertama (30 menit pertama) sebagian besar bahan organik
terbakar. Pada tahap ke 2 (pada
suhu 900 oC dengan waktu penahanan 3 jam) terbentuk kalsium
oksida.
Suhu kalsinasi yang semakin tinggi menyebabkan susunan atom pada
sampel semakin
teratur sehingga semakin banyak kristal yang terbentuk (Amrina,
2008). Pada proses
kalsinasi, kalsium karbonat diubah menjadi kalsium oksida dengan
melepaskan karbon
dioksida (persamaan 2.1). Pada proses kalsinasi terjadi
pengurangan massa antara serbuk
cangkang telur sebelum kalsinasi dan setelah kalsinasi, hal ini
disebabkan pada proses
kalsinasi terjadi pelepasan senyawa organik dan gas karbon
dioksida.
Kandungan kimia MgCO3 pada cangkang telur akan menjadi MgO pada
proses kalsinasi
(persamaan 2.2). Kehadiran magnesium akan menimbulkan adanya
pengotor pada sintesis
hidroksiapatit. Adanya senyawa MgO pada proses sintesis
memungkinan ion Mg untuk
masuk ke kisi hidroksiapatit. Pada bidang medis keberadaan ion
Mg tidak berbahaya karena
pada tulang selain terdapat kandungan Ca dan P, terdapat
kandungan Mg dan Na yang
merupakan substitusi alami tulang. Masuknya magnesium pada kisi
kristal (crystal lattice)
akan meningkatkan kristalinitas (Batra et al., 2013; Bose et
al., 2013). Pada pembahasan in
vivo mengindikasikan Mg-hidroksiapatit memiliki sifat
osteokonduktif yang baik (Shepherd
et al., 2012).
3. Tulang
Tulang adalah jaringan yang kompleks yang terus-menerus
dihancurkan dan diganti
dengan sel yang baru. Pada skala nanometer, jaringan tulang
terdiri dari fasa anorganik,
-
15
organik, dan air. Komposisi penyusun tulang dalam % berat,
terdiri 69% fasa anorganik, 9%
air, dan 22% senyawa organik. Senyawa organik terdiri dari
kolagen (90-96%) (Fazel, 2011).
Tabel 2.1. Komposisi Tulang (%)
Elemen Persen (%)
Kalsium 34,8
Fosfor 15,2
Natrium 0,9
Magnesium 0,72
Kalsium 0,03
Karbonat 7,4
Flor 0,03
Klor 0,13
Pirofosfat 0,07
Elemen lain 0,04
Sumber: Orlovskii et al., 2002.
Komponen anorganik utama tulang terdiri dari hidroksiapatit.
Fase mineral yang lain
terdiri dari dikalsium fosfat (Ca2P2O7), dibasic calcium
phosphate (DCP, CaHPO4),
trikalsium fosfat (TCP, Ca3(PO4)2), dan beberapa fase amorf dari
kalsium fosfat. Pada tulang
juga terdapat ion lain seperti sitrat (C6H5O74-
), karbonat (CO32-
), flor (F-) dan hidroksil (OH
-)
(Neuman dalam Fazel, 2011). Pada gambar 2.2 menunjukkan tulang
tersusun dari osteon,
serat kolagen, serabut kolagen, dan kristal tulang berupa
hidroksiapatit.
Gambar 2.2. Komposisi Dasar Tulang (Rho et al., 1998).
Unsur utama tulang adalah Ca (34,8%), P (15,2%), dan Na (0,9%).
Unsur minor tulang
terdiri dari Mg (0,72%), K (0,03%), CO32-
(7,4%), F (0,03%), Cl (0,13%), pirofosfat (0,07%),
dan elemen lain (0,04%) (Orlovskii et al., 2002). Ion magnesium,
natrium, dan kalium,
kristal tulang
1nm
molekul kolagen
-
16
ditemukan di antara garam tulang yang ditunjukkan pada Tabel
2.1. Kombinasi tersebut
memberikan fungsi mekanik yang dibutuhkan oleh tulang untuk
penyangga tubuh dan
pendukung gerakan, karena hidroksiapatit berada di dekat setiap
serat kolagen yang terikat
kuat (Wati, 2014).
Pada gambar 2.3 menunjukkan proses penyembuhan tulang yang
patah. Proses
penyembuhan menggunakan implan dari material yang non-degradabel
(seperti pada paduan
Ti dan stainless steel) menimbulkan beberapa permasalahan.
Ketika tulang telah tersambung
dan sembuh, perlu operasi kembali untuk mengangkat implan karena
pada kurun waktu
tertentu implan bersifat toksik dan berbahaya bagi tubuh.
Operasi pengangkatan implan ini
memerlukan tambahan dana dan potensi terjadinya pendarahan.
Selain itu, operasi
pengangkatan implan juga berpotensi membuat tulang yang telah
sembuh akan kembali
patah. Hal ini disebabkan, logam yang diangkat dari tulang akan
meninggalkan lubang.
Apabila proses penyembuhan menggunakan implan dengan material
biodegradabel (seperti
pada HAp), tulang akan sembuh tanpa perlu operasi pengangkatan
implan dan tidak
menyisakan lubang (Mucalo, 2015).
Gambar 2.3. Proses Penyembuhan Patah Tulang (Mucalo, 2015).
4. Hidroksiapatit
a. Pengertian Hidroksiapatit
Hidroksiapatit adalah suatu senyawa kalsium fosfat yang
mengandung hidroksida.
Hidroksiapatit merupakan anggota dari mineral apatit dan
mempunyai rumus kimia
Ca10(PO4)6(OH)2. Kalsium fosfat telah banyak digunakan pada
bidang medis dalam bentuk
Patah tulang
Implan
Implan diambil setelah penyembuhan tulang
Penyembuhan tulang selesai
Implan non-degradibel
Implan biodegradibel
-
17
serbuk, padat, blok berpori, dan berbagai komposit (Ferraz et
al., 2004). Hidroksiapatit
memiliki rasio Ca/P yaitu 1,67 (Fazel, 2011).
Gambar 2.4. Rumus Kimia Hidroksiapatit (Ylinen, 2006).
b. Struktur Hidroksiapatit
Hidroksiapatit merupakan komponen utama tulang yang terdiri dari
ion Ca2+
yang
dikelilingi oleh PO43-
dan ion OH- (Hanson, 2007). Terdapat dua struktur kristal
berbeda yang
dijumpai pada hidroksiapatit yaitu monoklinik dan heksagonal.
Pada umumnya,
hidroksiapatit yang disintesis memiliki struktur kristal
heksagonal. Struktur Hidroksiapatit
yang heksagonal memiliki space group symmetry P63/m dengan
parameter kisi a=b= 9.432
Å, c=6.881 Å, dan γ=120°.
Gambar 2.5. Struktur Hidroksiapatit (Hanson, 2007).
Hidroksiapatit dengan struktur monoklinik memiliki space group
symmetry P21/b dan
parameter kisi a= 9.421 Å, b= 2a, c=6.881 Å, dan γ =120°
(Suryadi, 2011). Pada gambar 2.5
menunjukkan struktur hidroksiapatit. Atom kalsium berada pada 2
posisi yaitu 6 atom setiap
unit sel (posisi Ca2) dan 4 atom (Ca1) (Sadeghian, 2005).
c. Sifat Hidroksiapatit
Hidroksiapatit memiliki sifat fisik, mekanik, kimia, dan
biologi. Secara fisik,
hidroksiapatit merupakan biokeramik bioaktif. Menurut Pane
(2004), biokeramik ialah
keramik yang secara inovatif yang dipergunakan untuk memperbaiki
dan merekonstruksi
bagian tubuh yang terkena penyakit atau cacat. Secara fisik,
permukaan hidroksiapatit
bersifat bioaktif sehingga dapat melekat pada jaringan dan mampu
menahan beban di
atasnya.
Kalsium Fosfat Oksigen
Atom Ca posisi 2
Atom Ca Posisi 1
Keterangan:
-
18
Secara kimiawi, hidroksiapatit larut dalam pelarut asam tetapi
tidak larut dalam pelarut
basa dan sedikit terlarut dalam air destilasi. Kelarutan
hidroksiapatit dalam air meningkat
dengan adanya penambahan elektrolit dan akan mengalami perubahan
dengan adanya asam
amino, protein, dan enzim (Mulyaningsih, 2007). Hidroksiapatit
stabil pada pH di atas 4,2
(Pane, 2004).
Secara biologis, hidroksiapatit memiliki sifat biokompatibel dan
bioaktif. Sifat ini
memungkinkan jaringan sekitar untuk tumbuh ke sekitar implan
sehingga ikatan dengan
jaringan lebih baik. Keuntungan hidroksiapatit yang lain adalah
konduktifitas listrik dan
termal rendah. Hidroksiapatit bersifat osteokonduktif artinya
bahan ini dapat merangsang
pembentukan tulang bila diletakan didekat jaringan yang
mengandung tulang (Purwasasmita
dkk., 2008). Hidroksiapatit memiliki kemampuan bertahan terhadap
korosi dan kemampuan
bertahan terhadap perubahan dilingkungan tubuh (Pane, 2004).
d. Metode Sintesis Hidroksiapatit
Sintesis menggunakan metode yang berbeda akan menghasilkan
ukuran partikel,
homogenitas ukuran partikel, dan bentuk partikel yang berbeda.
Ukuran partikel
hidroksiapatit yang semakin kecil akan memperluas bidang kontak
antara implan dengan
jaringan, sehingga ikatan yang diperoleh dapat lebih baik
(Purwasasmita dkk., 2008). Metode
pembuatan hidroksiapatit antara lain (Suryadi, 2011; Nayak,
2010):
1. Metode Pengendapan Basah
Metode paling paling populer untuk sintesis hidroksiapatit
adalah pengendapan. Teknik
ini juga disebut sebagai pengendapan basah (wet precipitation)
atau pengendapan kimia
(chemical precipitation) atau pengendapan berair (aqueous
precipitation). Teknik ini banyak
dipilih untuk mensintesis hidroksiapatit dibandingkan teknik
lain. Hal ini disebabkan jumlah
hidroksiapatit yang dapat diproduksi relatif besar dan tidak
memerlukan pelarut organik
(Suryadi, 2011). Sintesis hidroksiapatit dengan metode basah
yaitu dengan menggunakan
larutan menghasilkan padatan.
Proses sintesis hidroksiapatit dengan metode basah
ada dua macam yaitu
a) Proses yang melibatkan reaksi antara garam kalsium (Ca(NO3)2
dan garam
fosfat (Suryadi, 2011).
-
19
(NH4)2HPO4.10Ca(NO3)2(aq) + 6 (NH4)2HPO4(aq) + 2 H2O(l)
Ca10(PO4)6(OH)2(s) + 12
NH4NO3(aq) + 8HNO3(aq)
............................................. (2.3)
b) Proses yang melibatkan reaksi antara asam (H3PO4) dan basa
(Ca(OH)2).
10 Ca(OH)2(aq)+ 6 H3PO4(aq) Ca10(PO4)6(OH)2(s) + 18 H2O(l)
(2.4)
Keuntungan utama sintesis dengan metode basah karena hasil
samping sintesisnya
adalah air, sehingga kemungkinan kontaminasi selama pengolahan
sangat rendah dan biaya
pengolahan rendah. Reaksi ini sederhana, murah, cocok untuk
produksi industri skala besar,
dan limbahnya tidak menimbulkan polusi terhadap lingkungan.
Sintesis dengan metode basah
menghasilkan hidroksiapatit dengan tingkat kemurnian tinggi
(Muntamah dalam Wati, 2014).
2. Metode kering
Metode kering merupakan metode dengan mereaksi padatan dan
padatan
menjadi padatan hidroksiapatit dengan butir halus dan derajat
kristalinitasnya tinggi. Pada
proses ini biasanya terbentuk serbuk yang teraglomerasi.
Sintesis hidroksiapatit dengan
metode kering dilakukan pada suhu tinggi sehingga terbentuk fasa
yang stabil (Fazel,
2011).
3. Metode hidrotermal
Metode hidrotermal merupakan metode dengan mereaksikan antara
larutan dan larutan
menjadi padatan hidroksiapatit pada tekanan dan suhu yang
tinggi. Metode hidrotermal
memiliki kristal yang baik. Namun memerlukan suhu dan tekanan
yang tinggi (T>100 ºC,
P>1 atm) (Yoshimura dalam Fazel, 2011).
4. Metode sol gel
Metode mereaksikan larutan dan larutan membentuk padatan
hidroksiapatit
menggunakan pelarut organik. Pada metode ini, serbuk
hidroksiapatit yang dihasilkan
memiliki ukuran butir yang relatif homogen dan derajat
kristalinitas tinggi. Sintesis
menggunakan metode sol gel dilakukan pada pH dan suhu yang
mendekati kondisi fisiologis
yaitu ada pH 7 dan suhu sekitar 37 oC. Kelemahan dari metode ini
adalah perlu banyak
pelarut organik untuk proses sintesis (Fazel, 2011).
5. Pengendapan Basah
Metode pengendapan basah merupakan metode yang umum digunakan
karena sederhana.
Hidroksiapatit yang dihasilkan menggunakan metode ini memiliki
kristalinitas yang rendah.
-
20
Bahan awal reaksi ini adalah kalsium hidroksida [Ca(OH)2] dan
asam ortofosfat [H3PO4]
dengan produk samping adalah air (Suryadi, 2011).
Ukuran, bentuk dan permukaan morfologi hidroksiapatit yang
diperoleh reaksi ini sangat
sensitif terhadap laju penambahan asam ortofosfat dan suhu.
Tingkat penambahan asam
fosfat sangat terkait dengan pH yang diperoleh pada akhir
sintesis dan stabilisasi suspensi.
Suhu reaksi menentukan sintetis kristal hidroksiapatit yang
monokristalin atau polikristalin.
Partikel hidroksiapatit yang disintesis pada suhu rendah (
-
21
proses sintering pada suhu 900 oC merupakan suhu optimum
terbentuknya hidroksiapatit.
Selama proses sintering terjadi pengurangan ukuran pori-pori
disertai penumbuhan butir,
sehingga terjadi ikatan yang kuat antara masing-masing butir.
Sintering dilakukan di bawah
titik leleh hidroksiapatit sehingga hanya terbentuk padatan
hidroksiapatit.
7. Kristalisasi Hidroksiapatit
Sintesis hidroksiapatit dari larutan yang mengandung kalsium
fosfat melalui proses
kristalisasi. Proses kristalisasi dari fasa larutan berlangsung
dalam larutan supersaturasi yang
kemurniannya dapat dikontrol oleh kemurnian larutan.
Kristalisasi merupakan proses
pembentukan zat padat dari pengendapan larutan. Endapan adalah
zat yang memisahkan diri
sebagai suatu fasa padat dari larutannya sehingga membentuk
kristal (Basset et al., 1978).
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan tergantung laju
pembentukan inti dan
laju pertumbuhan kristal. Laju pembentukan inti dinyatakan
sebagai jumlah inti yang
terbentuk dalam satuan waktu. Jika laju pembentukan inti tinggi,
banyak sekali kristal yang
terbentuk, tetapi dengan ukuran yang kecil (Basset et al.,
1978).
Proses kristalisasi dari fasa larutan berlangsung mengikuti rule
of stages by ostwald
melalui tiga tahap yaitu nukleasi, agregasi, dan pertumbuhan
kristal
(gambar 2.6). Pada tahap nukleasi, ion dan/atau kumpulan ion
bertumbukan sehingga
membentuk inti kritis. Inti kritis merupakan kombinasi ion
terkecil dengan struktur kristal
yang tidak larut dalam medium. Tahap kedua adalah selanjutnya
yaitu proses pertumbuhan
kristal. Pada tahap ini terjadi penambahan ion dan/atau kumpulan
ion pada inti kritis
sehingga ukuran kristal bertambah besar (Indrani, 2012).
Gambar 2.6. Proses Kristalisasi dari Fase Larutan Mengikuti Rule
of Stages by Ostwald
(Sanosh et al dalam Indrani., 2012).
Difusi Reaksi Nukleasi Agregasi Pertumbuhan kristal
-
22
Proses nukleasi dan pertumbuhan kristal bergantung pada kondisi
kadar supersaturasi
larutan. Pengadukan dapat menambah gerak ion sehingga
mempercepat laju proses nukleasi
maupun pertumbuhan kristal. Pada kondisi tertentu terjadi
pertambahan ukuran kristal yang
berlangsung setelah tahap pertumbuhan kristal selesai. Oleh
karena ion mineral dalam larutan
telah dipakai dalam proses nukleasi dan pertumbuhan kristal,
maka pertambahan ukuran
kristal berlangsung melalui proses konsolidasi yang bersamaan
dengan menurunnya jumlah
kristal. Kristal berukuran kecil larut menjadi ion bebas dan
membentuk kristal yang lebih
besar. Proses ini berlangsung terus sampai semua material
mengalami konsolidasi dan
membentuk kristal hidroksiapatit, dan akhirnya membentuk
partikel hidroksiapatit (Indrani,
2012).
Proses pembentukan hidroksiapatit secara kimiawi diinisiasi oleh
pembentukan fasa
kalsium fosfat intermediat yang amorf. Kemampuan kalsium fosfat
amorf untuk
mengabsorbsi ion-ion Ca2+
dan HPO42-
mengarah ke pembentukan apatit. Perubahan
berlanjut terus dengan bertambahnya kandungan ion OH- sehingga
terbentuk fasa intermediat
dikalsium fosfat anhidrat dengan Ca/P 1,00. Perubahan meningkat
sampai terbentuk
hidroksiapatit dengan Ca/P 1,67 (Blumenthal dalam Indrani,
2012). Berdasarkan komposisi
dan struktur hidroksiapatit bersifat paling stabil.
Tujuan dari proses kristalisasi adalah menghasilkan produk
kristal dengan kualitas yang
diharapkan. Kualitas kristal yang dihasilkan dapat ditentukan
dari distribusi ukuran kristal,
kemurnian kristal, dan bentuk kristal. Proses kristalisasi dapat
ditingkatkan dengan
meningkatkan laju pengadukan, menaikkan pH, menaikkan suhu, atau
menghilangkan
penghambat (Setyopratomo dkk, 2003). Pada sintesis
hidroksiapatit, suspensi diaging
(didiamkan) pada suhu kamar untuk memaksimalkan proses
kristalisasi. Kristalinitas pada
proses aging masih rendah, sehingga perlu dilakukan sintering
pada suhu tinggi untuk
meningkatkan kristalinitas. Hidroksiapatit sebagai implan diberi
perlakuan panas untuk
memperoleh kekuatan mekanik tinggi. Suhu sintering yang
dilakukan pada akhir proses
sintetisnya memberikan peningkatan kekuatan dari hidroksiapatit
sebanyak 3-4 kali (Indrani,
2012).
8. Pengotor pada Kristal
Pengotor yang ada pada kristal terdiri dari dua katagori yaitu
pengotor yang ada pada
permukaan kristal dan pengotor yang ada di dalam kristal.
Pengotor yang ada pada
permukaan kristal berasal dari larutan induk yang terbawa pada
permukaan kristal pada saat
proses pemisahan padatan dari larutan induknya (retention
liquid) (Setyopratomo dkk, 2003).
-
23
Pengotor pada permukaan kristal ini dapat dipisahkan hanya
dengan pencucian. Cairan
yang digunakan untuk mencuci harus mempunyai sifat dapat
melarutkan pengotor tetapi tidak
melarutkan padatan kristal. Salah satu cairan yang memenuhi
sifat di atas adalah larutan
jenuh dari bahan kristal yang akan dicuci, namun dapat juga
dipakai pelarut pada umumnya
yang memenuhi kriteria tersebut (Setyopratomo dkk, 2003).
Pada sintesis hidroksiapatit, H2O digunakan sebagai cairan
pencuci untuk menghilangkan
larutan NaOH. Senyawa NaOH hanya berfungsi untuk kontrol pH
ketika sintesis, sehingga
perlu adanya proses pencucian diakhir proses sintesis agar tidak
ada pengotor NaOH. Pelarut
air akan melarutkan NaOH namun tidak melarutkan hidroksiapatit,
karena hidroksiapatit
merupakan senyawa yang sulit larut dalam air.
Adapun pengotor yang berada di dalam kristal tidak dapat
dihilangkan dengan cara
pencucian. Salah satu cara untuk menghilangkan pengotor yang ada
di dalam kristal adalah
dengan jalan rekristalisasi, yaitu dengan melarutkan kristal
tersebut kemudian
mengkristalkannya kembali. Pada sintesis hidroksiapatit,
pengotor kemungkinan dapat masuk
ke dalam ksi hidroksiapatit adalah karbonat (CO32-
) (Suryadi, 2011). Adanya unsur lain pada
prekursor sintesis hidroksiapatit juga akan memungkinkan adanya
pengotor.
9. Sintering
Proses sintering pada padatan terbagi menjadi 3 tahapan yaitu
tahap awal, intermediet,
dan akhir (Naik, 2014):
a. Tahap 1 (Tahap awal)
Pada tahap awal terjadi pembentukan leher (neck) pada partikel
secara cepat
(rapid interparticle neck growth) dan terjadi peningkatan
densitas 0,65 %. Material
mengalami pergerakan untuk meningkatkan jumlah titik kontak dan
pada akhirnya
membentuk ikatan pada titik kontak tersebut (German, 1994).
b. Tahap 2 (Tahap intermediet)
Pada tahap intermediet, leher terhubung (interconnected
channels) antara butir
(grain edges) sehingga terbentuk pori. Pertumbuhan leher terus
berlanjut, yang
diikuti dengan pertumbuhan butir dan pertumbuhan pori. Batas
butir mulai
meningkat sehingga butir mulai tumbuh (grow), terbentuknya
saluran yang saling
berhubungan (continuous channel) dan berakhir ketika pori
terisolasi (German,
1994).
c. Tahap 3 (Tahap Akhir)
-
24
Pemadatan membuat pori terisolasi dan menyusut secara terus
menerus. Pada
proses sintering, pori akan terisolasi karena permukaan dan
tegangan antar muka.
Penggabungan antar butir terus terjadi hingga membentuk saluran
rongga kontinyu,
densitas meningkat dari 65% ke 90%, Pada kondisi tertentu pori
menghilang
(German, 1994).
A. Kitosan
Kitosan merupakan hasil deasetilasi dari kitin. Kitosan sebagai
polimer yang tersusun
dari 2-amino-2-deoksi-β-D-glukosa dapat diperoleh dengan cara
merubah gugus asetamida (-
NHCOCH3) pada kitin menjadi gugus amina (-NH2). Dengan demikian
pelepasan gugus
asetil pada asetamida kitin menghasilkan gugus amina
terdeasetilasi (Ihsani, 2014).Kitosan
sebagai polimer alami memiliki sifat biologi yaitu
biokompatibel, biodegradabel, aman dan
tidak toksik dan sifat kimia berupa poliamina linear, gugus
amino reaktif, serta gugus
hidroksil reaktif (Duttaet al., 2004).Kitosan merupakan material
biomedis karena bersifat
biodegradabel, tidak beracun, anti bakteri, dan biokompatibel,
kitosan mampu menyerap
banyak substrat tergantung pada jumlah gugus amino terprotonasi
dalam rantai polimer yang
berpengaruh pada proporsi asetilasi dan non asetilasi unit
D-glukosamin (Kim et al., 2007;
Santiago, 2011).
Gambar 2.3. Struktur kitin dan kitosan. (a) struktur kimia poli
kitin (N-acetil- -D-
glukosamin) dan (b) kitosan (poli(D-glukosamin) unit. (c)
struktur kitosan terasetilasi
sebagian
Sifat mekanik komposit kitosan/hidroksiapatit memainkan peranan
penting dalam teknik
jaringan tulang. Ikatan hidrogen intramolekuler daninteraksi
khelat antara kitosan dan
hidroksiapatit berkontribusi pada sifat mekaniknya. Interaksi
yang mungkin antara gugus
NH2 dan gugus OH primer dan sekunder dari kitosan dengan
Ca2+
dari Hap (ikatan
-
25
koordinasi logam). Interaksi ini yang mungkin bertanggung jawab
pada kekuatan mekanik
yang lebih tinggi dari komposit dibandingkan dengan kitosan dan
hidroksiapatit sendiri. Kuat
tekan telah menjadi parameter yang digunakan secara luas untuk
kekuatan mekanik dari
scaffold berpori (Venkatesan, 2010).
Gambar2.4.Interaksi kimia antara kitosan-hidroksiapatit (Cheng
et al., 2009)
B. Kolagen
Kolagen menyusun hampir sepertiga total massa protein pada
vertebrata dan merupakan
protein yang paling berlimpah di dalam tubuh. Jaringan pengikat
berkolagen terdiri dari serat,
struktur ini selanjutnya tersusun atas fibril kolagen.Hampir
sepertiga protein dalam tubuh
vertebrata berada sebagai kolagen. Kolagen juga merupakan
komponen serat utama dalam
tulang. Gigi, tulang rawan, lapisan kulit dalam (dermis), dan
tendon (urat daging).Kolagen
ada dalam semua organ yang menampilkan kekuatan dan
kekakuan.
Gambar 2.5. Struktur asam amino penyusun kolagen (Stryer,
2000)
Kolagen mengandung kira-kira 35% glisin dan kira-kira 11%
alanin, kandungan prolin
dan 4-hidroksiprolin yang tinggi yaitu asam amino yang jarang
ditemukan pada protein selain
pada kolagen dan elastin. Bersama-sama prolin dan
hidroksiaprolin mencapai kira-kira 21%
dari residu asam amino pada kolagen (Lehninger, 1982). Gambar
2.5 menunjukkan urutan
asam amino sebagai rantai kolagen. Dalam satu penggal dengan
lebih dari seribu residu, tiap
residu ketiga adalah glisisn. Kandungan residu prolin dan
hiroksiprolin juga tinggi.
Struktur Kolagen tersusun atas tiga tingkat yakni:
-
26
a. Kerangka kovalen terdiri dari rantai-rantai protein
individual dengan bobot molekuler
sebesar kira-kira 100.000 masing-masing.
b. Tiga rantai bergabung untuk membentuk tripel heliks dalam
struktur sekunder. Triple
heliks ini meruakan satuan struktural dasar dari kolagen dan
disebut tropoolagen.
Tropokolagen merupakan batang berdiameter 15 dan panjang 3000 .
Dalam heliks
tropokolagen ketiga benang terikat hidrogen satu dengan yang
lain dengan
perantaraan gugus peptida –NH dari residu glisin dan gugus
eptida –C=O paa rantai
lain. Ini merupakan struktur heliks yang berbeda nyata dari
-heliks.
c. Satuan tropokolagen yang terangkaikan secara kovalen, yang
kemudian membentuk
suatu ikatan atau berkas yang disebut mikrofibril. Kolagen
fibril dapat terbentuk
dalam ikatan paralel, dalam hal pembentukan urat, atau dalam
lembaran-lembaran
seperti ikatan pembntukan kertas dan dalam hal pembentukan kulit
(Page dalam
Katili, 2009).
Kolagen dapat diekstraksi dari ikan pari dan tuna (Kasim, 2013),
kulit ikan nila hitam
(Putra, dkk., 2013), cakar ayam (Prayitno, 2007) dan tulang
sapi.Kolagen dapat diperoleh
melalui ekstraksi bahan-bahan sumber kolagen dengan menggunakan
asam-asam organik
ataupun asam-asam anorganik (Kasim, 2013).Berdasarkan hasil
penelitian Baliant dan Bowes
dalam Prayitno (2007), bahwa cakar ayam mengandung protein
17,4%, kolagen berkisar
9,07%, air 60,05%, abu 5,98% dan lemak 12%. Kolagen yang paling
umum adalah kolagen
tipe 1 yang terdiri dari tiga rantai polipeptida. Dua rantai
polipetida disebut tipe dan rantai
polipeptida yang ketiga adalah tipe . Kolagen tipe 1 adalah
paling banyak terdapat pada
bagian tubuh yang keras seperti tulang dan gigi serta jaringan
penghubung (Liu et al., 2001).
Menurut hasil Penelitian Prayitno (2007) dan Chia-Wi Lin,et al.
(2013), dan Hasim
(2014)berdasarkan analisis elektroforegram menunukkan kolagen
tipe 1 menjadi komponen
kolagen terbesar dalam cakar ayam.
C. Komposit Hidroksiapatit-Kolagen-Kitosan
Komposit adalah suatu jenis bahan baru hasil rekayasa yang
terdiri dari dua atau lebih
bahan dimana sifat masing-masing bahan berbeda satu sama lainnya
baik itu sifat kimia
maupun fisikanya dan tetap terpisah dalam hasil akhir bahan
tersebut (bahan komposit)
(Nayiroh, 2003). Penggunaan campuran beberapa material polimer
dapat mendukung sebagai
komponen scaffold untuk teknik jaringan tulang. Ikatan antar
muka antara fase organik dan
-
27
anorganik memainkan peran penting dalam menentukan sifat mekanik
utama dari komposit.
Sebuah ikatan antar muka yang kuat antara dua fase biasanya
diperlukan untuk komposit
untuk mencapai sifat mekanik yang lebih baik (Qing, 1997).
D. Metode sintesis
Dalam mensintesis komposit hidroksiapatit kolagen kitosan dapat
dilakukan dengan
metode in-situ dan ex-situ.Metode in-situ merupakan metode
sintesis yang dilakukan
bersamaan dalam pembentukan sampel utama (Trisnawati, dkk.,
2014). Metode ex-situ
merupakan metode pencampuran yang dilakukan setelah sampel utama
terbentuk, pada
penelitian ini adalah suspensi hidroksiapatit dan kolagen
kitosan adalah polimer yang
ditambahkan. Metode ex-situ akan memiliki persen kemurnian yang
lebih tinggi karena
sampel telah terbentuk sempurna. Thandalam et al. (2015) dan Guo
et al. (2014)
menyebutkan bahwa metode ex-situ memiliki kelebihan fabrikasi
komposit yang mudah.
-
28
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Memperoleh data tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan
cara sintesis
kolagen dari tulang sapi
2. Memperoleh data tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan
cara sintesis
Hidroksiapatit dari cangkang telur bebek
3. Mendapatkan data kondisi optimum sintesis bone graft dari
kolagen hidroksiapatit
kitosan termasuk
4. Memperoleh data karakteristik kimia dan fisika kolagen,
hidroksiapatit dan bone
graft hasil sintesis
5. Memperoleh data hasil uji in vitro, laju degradasi, laju
korosi dan uji sitotoksisitas
bone graft yang disintesis dari kolagen hidroksiapatit dan
kitosan
Manfaat penelitian :
Manfaat kegiatan penelitian ini adalah :
1. Mampu meningkatkan potensi bahan lokal Indonesia dalam hal
ini limbah cangkang
telur, kitosan dan kolagen menjadi bone graft yang bernilai
ekonomis tinggi
2. Mendukung ketersediaan bone graft untuk memenuhi kebutuhan
bahan untuk
menangani kasus fraktur tulang sehingga mandukung Inonesia
mandiri di bidang
medis
3. Memberikan kontribusi dalam perkembangan teknologi khususnya
biomaterial
-
29
BAB IV METODE PENELITIAN
Sasaran Penelitian adalah bone graft yang dihasilkan dari bahan
dasar kolegen HA kitosan.
Lokasi Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilakukan di laboratorium kimia Jurusan
Kimia FMIPA
UNESA. Beberapa analisa dilakukan di Laboratorium MIPA Terpadu
dan di farmasi Unair.
Waktu penelitian
Penelitian ini direncanakan selama 2 tahun (2017-2018), pada
tahun pertama penelitian
berlangsung direncanakan selama 8 bulan dimulai bulan Mei 2017
sampai Nopember 2017.
Metodologi Penelitian Pada Tahun I
Alat dan Bahan
Kitosan diisolasi dari cangkang udang windu dengan metode
Hong(1989). Bahan-
bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini cangkang udang
windu, HCl, buffer pH 2-
7, NaOH, akuades bebas mineral, Na2HPO4, CH3COOH, NH4OH, H3PO4,
kitosan standar,
kolagen standar, Hidroksiapatit standar, buffer 7-8, cangkang
bebek/itik, tulang sapi, air
deminaral, etanol
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: (1)
peralatan gelas seperti labu takar,
tabung reaksi, gelas pengaduk, pipet volume, corong gelas. (2)
peralatan analisis seperti
Spektrofotometer UV-vis Lamda bio 20, SEM, BET, XRD, PSA, UTM,.
(3) peralatan
penunjang seperti: shaker berpenangas, tabung sentrifus,
sentrifus merk Fischer scientific
dengan kecepatan maksimum 3500 RPM, botol film, pH-meter merk
Orion model 710A,
kertas saring Whatman 42, neraca analitik Mettler, furnace, kurs
porselin.
Prosedur penelitian
Sintesis kitosan dari cangkang udang windu
Sintesis kitosan dari cangkang udang windu dilakukan menggunakan
metode Hong (1990)
dengan 3 tahap yaitu deproteinasi dengan menggunakan NaOH 3,5%,
demineralisasi
menggunakan HCl 1% dan deasetilasi menggunakan NaOH 50%. Kitosan
yang dihasilkan
dianalisis dengan FTIR, XRD, BET, dan ditentukan
rendemennya.
Kalsinasi Cangkang Telur Bebek
Cangkang telur bebek dibersihkan di air yang mengalir dan bagian
membrannya
dipisahkan. Setelah itu, cangkang telur dikeringkan pada
temperatur ruangan. Selanjutnya
kalsinasi dilakukan pada temperatur 1000oC selama 5 jam untuk
menghilangkan komponen
organik dan mengubah kalsium karbonat (CaCO3) menjadi kalsium
oksida (CaO). Cangkang
-
30
telur hasil kalsinasi dikarakterisasi dengan XRD untuk
memastikan bahwa CaCO3 pada
cangkang telur bebek telah berubah menjadi CaO. Dihitung
rendemen CaO.
Sintesis Hidroksi Apatit
Hidroksi Apatit disintesis dengan metode presipitasi secara in
situ, dengan meneteskan
larutan KH2PO4 (0,5 M) ke dalam larutan CaO (0,3 M) dan diaduk
dengan magnetic stirrer.
Suhu selama presipitasi dan pengadukan dijaga konstan pada
temperatur 37oC. Setelah
presipitasi, proses pengadukan dilanjutkan selama 30 menit.
Selanjutnya, larutan hasil
presipitasi diaging (disimpan) selama 12 jam. Larutan hasil
aging kemudian disaring dengan
menggunakan kertas saring untuk mendapatkan endapan yang
berwarna putih. Setelah itu,
endapan hasil penyaringan dipanaskan dalam furnace pada
temperatur 110 oC selama 3 jam,
sehingga diperoleh serbuk berwarna putih. Serbuk putih tersebut
selanjutnya dikarakterisasi
dengan XRD dan FT-IR , BET, AFM, SEM dibandingkan dengan HA
standar juga
ditentukan rendemen HAnya.
Sintesis Kolagen dari tulang tulang sapi
Sintesis kolagen dari tulang sapi dilakukan dengan cara merendam
70 gram
tulang dalam 5% HCl selama 24 jam pada suhu 4ºC. Perendaman
dilakukan dengan
perbandingan b:v 1:20. Setel ah masa perendaman, filtrat hasil
perendaman ditambahkan
1N NaOH sampai pH netral. Filtrat didiamkan sampai terbentuk
gumpalan putih.
Gumpalan yang terbentuk dipisahkan dengan cara disaring
menggunaka kertas saring.
Kolagen basah yang terbentuk dikeringkan dengan metode freeze
drying. Kolagen yang
terbentuk dikarakterisasi dengan FTIR, XRD dan BET dibandingkan
dengan kolagen standar
dan juga ditentukan rendemennya..
Sintesis bone graft dari kolagen hidroksiapatit kitosan
Larutan kolagen dibuat dengan cara melarutkan kolagen dengan
asam asetat 1%. Larutan
kitosan dibuat dengan cara melarutkan kitosan dalam asam asetat
1%. Latutan hidroksiapatit
dibuat dengan cara melarutkan hidroksiapatit dengan asam fosfat.
Larutan kitosan dicampur
dengan larutan kolagen dan larutan hidroksiapatit dengan
perbandingan kitosan :
Hidroksiapatit: kolagen yang divariasi 10:50: 40; 20:50:30;
25:50:25 ; 30:50:20; 40:50:10.
Larutan yang dihasilkan dinetralkan dengan NH4OH , setelah
netral diaduk perlahan-lahan.
Kemudian dimasukkan dalam beker glass, dibekuakan pada suhu -10,
- 40 dan -80 selama
-
31
waktu yang bervariasi 2, 4, 6 dan 8 jam. Bone graft yang
dihasilkan selanjutnya
dikarakterisasi sifat fisika dan kimianya.
Karakterisasi Bone gratt
Material yang dihasilkan selanjutnya dikarakterisasi yaitu :
gugus fungsional ; ukuran
pori, distribusi pori, surface area; kristalinitas; analisis
morfologi permukaan, penampang
lintang.
Metodologi penelitian tahun kedua:
Bone graft yang dihasilkan pada tahun pertama dikarakterisasi
fisika maupun kimia yaitu
a. Analisis morfologi dengan SEM
b. Analisis kekuatan tekan dan tarik mulurmenggunakan
autograph
Uji kekuatan tekan komposit HAp-Kitosan-Kolagen menggunakan
autograph.
Pengujian kuat tekan dilakukan dengan membentuk pelet, lalu sisi
sampel di ukur
dengan menggunakan jangka sorong. Sampel ditempatkan pada bagian
penekan
mesin uji tekan, kemudian mesin dinyalakan dan diatur kecepatan
dan gaya yang
akan diukur. Load cell perlahan-lahan diturunkan, kemudian di
hentikan dan dicatat
besarnya gaya dan strainnya.
c. Uji In Vitro dengan larutan SBF (Simulated Body Fluid)
1. Preparasi larutan SBF 1 liter
Aquademin sebanyak 960 mL lalu dituangkan sebanyak 200 mL untuk
diaduk
dengan menggunakan pengaduk magnetik pada suhu 35oC kemudian
dimasukkan
bahan-bahan dengan urutan sebagai berikut:
1. 6,547 g NaCl 99,5%
2. 2,268 g NaHCO3 99,5%
3. 0,373 g KCl 99,0%
4. 0,178 g Na2HPO4.2H2O 99,5%
5. 0,305 g MgCl2.6H2O 98%
6. 15 mL HCl 1 M
7. 0,368 g CaCl2.2H2O 99%
8. 0,071 g Na2SO4
9. 25 mL HCl 1 M
-
32
Dalam pencampuran diberi selang 2 menit setiap tahapnya agar
dapat larut secara
meratadan penambahan HCl dilakukan 2 tetes per detik.
2. Uji sampel dengan larutan SBF
Sampel sebanyak 0,1 g berupa serbuk dimasukkan ke dalam 10 mL
larutan SBF.
Perendaman dilakukan selama 3, 6, 9, 12, 15, 18, dan 21 hari.
Larutan SBF hasil
perendaman disaring dan filtrat yang dihasilkan diuji dengan
menggunakan AAS.
-
33
Bagan Alir penelitian selama 2 tahun :
Keterangan :
Sudah dilakukan Akan dilakukan
Tahun pertama
-karakterisasi:
FTIR, SEM,
XRD, rendemen
Variabel:Komposisi,
pH, suhu
pembekuan, waktu
pembekuan
-Isolasi hidroksiapatit dari
cangkang telur bebek
- Isolasi kolagen dari
tulang sapi
-
Tahun kedua
Bone graft hasil tahun
pertama
Sintesis bone graft:
hidroksiapatit
kolagen kitosan
-Analisis morfologi
- Uji tarik mulur
- Uji kuat tekan
- Uji degradasi
- Uji laju korosi
- Uji in vitro
- Uji sitotoksisitas.
-
1.data kondisi optimum isolasi:
a. Hidroksiapatit
b.kolagen
c sintesis bone graft dari kolagen
kitosan dan hidroksiapatit
2.hasil analisis FTIR, XRD,BET,
rendemen dari:
a. Hidroksiapatit
b. Kolagen
c. Bone graft
Luaran tahun pertama:
a.Produk bone graft
b. hasil kharakteristik bone graft.
c.Publikasi pada jurnal nasional
bereputasi/ internasional
c. Draft Paten dan buku ajar
bone graf yang sudah
terakterisasi dan memenuhi
standar
Luaran tahun kedua:
a. bone graft yang sudah
terkarakterisasi lengkap.
b.Publikasi pada jurnal
internasional
c.HKI/ paten
d. Inovasi penerapan Ipteks
bidang material medis.
e. buku ajar
Karakterisasi FTIR,
XRD, BET
Isolasi kitosan dari
cangkang udang
-karakterisasi:
FTIR, SEM, XRD,
PSA rendemen
-
34
Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis secara deskriptif
kuantitatif. Data hasil
sintesis kitosan, kolagen, hidroksiapatit dianalisis
rendemennya. Spektra IR yang dihasilkan
dianalisis gugus fungsionalnya untuk menggambarkan gugus
fungsional yang berperan dalam
pembentukan bone graft, data defraktogram dianalisis sifat
kristalinitas dan kemurnian dari
hasil sintesis, data BET dianalisis ukuran pori, distribusi pori
dan surface area, data SEM
dianalisis untuk menggambarkan morfologi permukaan dan
penamapang lintang dari
material, data uji mekanik dianalisis untuk menggambarkan tarik
mulur dan modulus young
yang menjadi indicator kelenturan suatu material, data kuat
tekan menggambarkan
kemampuan material nmenahan beban, data uji degradasi dianalisis
untuk menggambarkan
ketahanan terhadap kerusakan, data biokompatibel, ketoksikan
diperoleh dari data uji in vitro
dan uji toksisistas.
-
35
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Preparasi dan Kalsinasi Cangkang Telur Bebek
Sampel cangkang telur dicuci untuk menghilangkan kotoran, bau,
lendir, dan
membrannya. Membran Cangkang telur bebek mengandung senyawa
organik sehingga harus
diminimalkan agar tidak mengganggu proses sintesis HAp. Cangkang
telur bebek yang telah
bersih, dikeringkan untuk mengurangi kandungan air. Setelah
kering, Cangkang telur bebek
dihaluskan hingga berbentuk serbuk agar proses pemanasan
berlangsung efektif. Energi
panas dari tanur mengalir secara konduksi ke seluruh permukaan
butir sehingga distribusi
panas merata dan kalsinasi dapat maksimal (Rachmania, 2012).
Reaksi kalsinasi cangkang telur bebek:
CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g) (5.1)
Proses kalsinasi Cangkang telur bebek pada suhu 1000 oC
berfungsi untuk menguraikan
CaCO3 menjadi CaO dan gas CO2 (persamaan 4.1). Panas dari tanur
membuat ikatan kimia
menjadi renggang dan atom yang berikatan bergerak bebas. Pada
suhu 850 sampai 1000 oC
ikatan kimia pada CaCO3 terputus membentuk CaO (Sari, 2013).
Setelah proses kalsinasi,
dilakukan proses pendinginan cangkang telur bebek secara
perlahan di dalam tanur hingga
sampel mencapai suhu ruang. Apabila sampel CaO diambil secara
langsung pada suhu 1000
oC, maka CaO akan mengalami kejutan termal (thermal shock) yaitu
perubahan suhu secara
mendadak yang membuat morfologi permukaannya mengalami perubahan
(Oxtoby et al.,
2003). Perubahan morfologi, membuat CaO membentuk gumpalan
(cluster) yang retak dan
terpecah (Sofyan, 2012). Setelah kalsinasi, terjadi perubahan
warna Cangkang telur bebek
dari hijau menjadi putih (Gambar 4.1). Menurut Rachmania (2012),
perubahan warna terjadi
karena perubahan komposisi unsur pada CB sebelum kalsinasi dan
setelah kalsinasi.
Komponen awal pada Cangkang telur bebek yaitu CaCO3, Ca(PO)4,
MgCO3, MgPO4 dan
senyawa organik yang memiliki warna hijau. Pada proses
kalsinasi, terjadi perubahan
komposisi menjadi pada CaCO3 menjadi CaO serta MgCO3 menjadi
MgO. Perubahan
komposisi disertai terbakarnya senyawa organik pada sampel CB-K
membuat sampel
menjadi berwarna putih.
Gambar 5.1. CB Sebelum Kalsinasi (A) dan Setelah Kalsinasi
(B).
A B
-
36
Pada proses kalsinasi terjadi penurunan massa antara serbuk
cangkang telur bebek
sebelum kalsinasi yaitu dari 5 gram menjadi 4,180 gram, sehingga
didapatkan rendemen
83,660%. Putri (2012) telah melakukan kalsinasi Cangkang telur
bebek pada suhu 1000 oC
dengan rendemen 55,030%. Perbedaan rendemen penelitian ini
dengan penelitian Putri
(2012) dapat terjadi karena berbedanya komposisi kandungan
organik pada cangkang telur
bebek yang belum dikalsinasi antara cangkang telur bebek pada
penelitian ini dengan
cangkang telur bebek pada penelitian Putri (2012). Besarnya
kadar zat organik pada
cangkang telur bebek yang belum dikalsinasi membuat rendemen
cangkang telur bebek yang
sudah dikalsinasi semakin kecil karena zat organik akan terbakar
pada suhu kalsinasi yang
tinggi.
Penurunan massa cangkang telur bebek selama kalsinasi disebabkan
pelepasan gas CO2
dan penguraian senyawa organik. Komponen organik dari cangkang
telur bebek yang hilang
selama proses kalsinasi dapat berasal dari protein (Mine, 2008).
Protein pada cangkang telur
adalah mukopolisakarida yang terdiri dari kondrotin sulfat A dan
B, glukosamin,
galaktosamin, galaktosa, manosa, dan asam sialat (Rivera et al.,
1999). Komponen lain pada
cangkang telur bebek adalah MgCO3 sebesar 1% (Fazel, 2011).
Menurut Oxtoby et al
(2003), MgCO3 yang dikalsinasi pada suhu 800 sampai 900 oC akan
membentuk MgO
disertai pelepasan CO2. Setelah suhu MgO turun, MgO dapat
bereaksi dengan air di udara
membentuk Mg(OH)2 (persamaan 5.2 dan persamaan 5.3).
Reaksi kalsinasi magnesium karbonat:
MgCO3(s) MgO(s) + CO2(g) ........................... (5.2)
MgO(s) + H2O(l) Mg(OH)2(aq) ........................ (5.3)
Pada bidang medis, keberadaan ion Mg tidak berbahaya karena pada
tulang juga
mengandung Mg sebesar 0,72% (Orlovskii et al., 2002 and
Stipniece et al., 2013). Pada
penelitian Stipniece et al (2013), campuran Ca(OH)2/Mg(OH)2
direaksikan dengan H3PO4
sehingga membentuk (Mg-HAp) dengan rumus kimia
Ca10-xMgx(PO4)6(OH)2. Seperti pada
HAp, Mg-HAp memiliki sifat osteokonduktif yang baik (Shepherd et
al., 2012). Pada
penelitian Cai et al (2009), kehadiran Mg pada HAp dapat
meningkatkan sifat bioaktif pada
pembentukan tulang dan meningkatkan kelarutan HAp (Batra et al.,
2013; Bose et al., 2013).
Pada penelitian ini, produk akhir sintesis memungkinkan masih
terdapat Mg karena prekursor
kalsium mengandung sebagian kecil Mg. Adanya Mg pada prekursor
tidak membahayakan
namun bermanfaat untuk tulang.
-
37
Pada penelitian ini, tidak ada komposisi Mg pada sampel yang
ditunjukkan pada
difraktogram Cangkang telur bebek hasil kalsinasi (Gambar 5.3).
Berdasarkan literatur,
terdapat Mg sebelum dan sesudah Cangkang telur bebek
dikalsinasi. Fadeev et al (2003) telah
membuat HAp disertai Mg menggunakan metode pengendapan basah.
Kadar maksimal ion
Mg2+
yaitu 10% b/b. Kadar Magnesium pada cangkang telur hanya 1%
(Fazel, 2011),
sehingga mengindikasikan kadar Mg pada sampel HAp tidak
membahayakan bagi tubuh.
B. Sintesis HAp
Serbuk CaO dari hasil kalsinasi cangkang telur bebek direaksikan
dengan air untuk
membentuk larutan Ca(OH)2 (persamaan 5.4). Larutan Ca(OH)2
ditambah H3PO4 setetes
demi setetes agar pH tidak turun secara drastis. Laju penambahan
asam fosfat sangat terkait
dengan pH yang diperoleh pada akhir sintesis. Penurunan pH
dibawah 7 menyebabkan H3PO4
terdisosiasi tidak sempurna sehingga menghasilkan β–Ca3(PO4)2
dan CaO (Angelescu et al.,
2011). Larutan H3PO4 yang ditambahkan secara perlahan juga
berfungsi meningkatkan
homogenitas larutan (Agrawal et al., 2011).
Reaksi kalsium oksida dengan akuademin:
CaO(s) + H2O(l) Ca(OH)2(aq) .......................... (5.4)
Pada penelitian ini, sintesis HAp dipilih pada suhu 60 oC untuk
memaksimalkan kristal
yang terbentuk dan menghindari terbentuknya struktur monoklinik
yang disintesis pada suhu
dibawah 60 oC (Suryadi, 2011). HAp yang disintesis, diharapkan
memiliki struktur yang
sama dengan tulang yaitu heksagonal (Spiers, 1968). Ketika H3PO4
ditambahkan pada
Ca(OH)2 maka secara perlahan larutan menjadi bersifat asam,
sedangkan proses kristalisasi
berlangsung efektif pada suasana basa (Malina et al, 2013).
Larutan selanjutnya ditambahkan
NaOH agar proses kristalisasi dapat maksimal. Penambahan basa
hingga pH 10 karena
larutan HAp stabil pada pH tersebut (Dorozhkin, 2010).
Penambahan NaOH pada konsentrasi kecil membuat pH mengalami
kenaikan secara
perlahan hingga mencapai pH 10. Kenaikan pH secara drastis
membuat kristal terbentuk
tidak maksimal, akibatnya tidak terbentuk senyawa apatit
melainkan β–Ca3(PO4)2 (Angelescu
et al., 2011). Setelah pH mencapai pH 10, larutan didiamkan
(aging) pada suhu kamar untuk
memaksimalkan pertumbuhan kristal (kristalisasi) HAp (Byrappa
and Ohachi, 2003). Laju
kristalisasi ini dapat dipercepat dengan mengantisipasi masuknya
penghambat (Setyopratomo
dkk, 2003) yaitu karbonat. Pembentukan karbonat dapat terjadi
karena adanya reaksi antara
-
38
gas CO2 di udara dengan larutan pada sampel. Berdasarkan alasan
tersebut, sampel ditutup
rapat menggunakan aluminium foil untuk meminimalkan kontak
dengan udara.
Senyawa kalsium fosfat hasil pengendapan dapat berada dalam fase
kristal maupun fase
amorf. Pada awal proses aging, terjadi pembentukan fasa kalsium
fosfat intermediat yang
amorf. Kalsium fosfat amorf (KFA) memiliki rumus kimia
bervariasi (seperti oktakalsium
fosfat dan dikalsium fosfat dihidrat) dengan Ca dan P yang
rendah serta tidak stabil dalam
lingkungan berair (aqeuous) (Blumenthal dalam Indrani, 2012;
Betts dalam Ahmiatri, 2002).
KFA akan berubah menjadi fasa intermediat dikalsium fosfat
anhidrat dengan Ca/P 1,00
kemudian membentuk calcium deficient HAp
(Ca10-x(PO4)6-2x(HPO4)2x(OH)2) dengan 0
-
39
Reaksi Pembentukan HAp:
10 Ca2+
+6PO43-
+ 2OH- → Ca10(PO4)6(OH)2 ...........
................................... (5.7)
10 Ca(OH)2(aq) + 6H3PO4(aq) → Ca10(PO4)6(OH)2(s)+ 18H2O(l)
....................... (5.8)
Berdasarkan persamaan reaksi 5.8, setiap pembentukan 1 molekul
Ca10(PO4)6(OH)2 akan
menghasilkan 18 molekul air. HAp setelah pengeringan menggunakan
oven merupakan apatit
yang tidak stabil (Dorozhkin, 2010). HAp yang digunakan sebagai
implan diharapkan
memiliki kestabilan fasa sehingga perlu dilakukan sintering
sampai suhu tertentu (Naik,
2014).
Pada proses sintering terdapat tiga tahapan yaitu tahap awal,
tahap
pertengahan/intermediet, dan tahap akhir. Pada tahap awal
terbentuk titik kontak antar
partikel HAp membentuk leher (neck) dan bertambah luas menjadi
batas butir (grain
boundary) (Gambar 5.2). Pada saat batas butir HAp semakin
membesar, maka densitas
meningkat (Naik, 2014; Dorozkhin, 2010).
Gambar 5.2. Perubahan Partikel Ketika Sintering (Dorozhkin,
2010).
Pada tahap pertengahan sintering, batas butir membesar dan
porinya mengecil dengan
cepat sehingga terjadi penyusutan (shringkage) dan peningkatan
densitas. Pada tahap ini
terdapat pori yang terkoneksi satu dengan yang lain. Pada tahap
akhir sintering,
pemadatan/densifikasi berlangsung lambat dan pori semakin kecil
dan terisolasi. Partikel
menjadi terikat kuat, sehingga kepadatan, dan kekuatan meningkat
(Dorozhkin, 2010) sampai
akhirnya pori semakin mengecil dan memadat tanpa adanya
pori.
Selama proses sintering terjadi proses penguapan asam nitrat
menjadi gas NO2
(persamaan 5.9). Sebagian HAp dapat bereaksi dengan CO2 di udara
bebas membentuk apatit
karbonat (persamaan 5.10). Selama proses sintering, apatit
karbonat akan terurai membentuk
HAp dan melepaskan gas CO2 (persamaan 5.11).
Persamaan reaksi asam nitrat ketika sintering:
4HNO3(aq) 2H2O(g) + 4NO2(g) + O2(g) .................
................................... (5.9)
-
40
Persamaan reaksi HAp menjadi apatit karbonat:
Ca10(PO4)6(OH)2(s) + xCO2(g)
Ca10(PO4)6(OH)2−2x(CO3)x(s) + H2O(g) ...................
(5.10)
Persamaan reaksi apatit karbonat menjadi HAp selama proses
sintering:
Ca10(PO4)6(OH)2−2x(CO3)x(s) Ca10(PO4)6(OH)2(s) + xCO2(g)
................... (5.11)
Ketika terjadi waktu tunggu (holding time) pada suhu 800, 900,
dan 1000 oC, butir
mengalami masa pemulihan (recovery) untuk menyusun sistem
kristal dan menghindari
terbentuknya cacat kristal dengan membentuk struktur yang lebih
rapat (Rohaya, 2015).
Setelah proses sintering, sampel didinginkan secara perlahan di
dalam tanur. Tujuan dari
proses pendinginan secara perlahan karena HAp yang merupakan
jenis dari material keramik
(seperti pada CaO) yang dapat mengalami thermal shock. HAp yang
telah disintesis dari CB-
K yaitu HAp tanpa sintering, sintering 800, 900, dan 1000 oC
(HAp-TS, HAp-800, HAp-900,
dan HAp-1000).
Tabel 5.1. Rendemen HAp dari CaO Cangkang telur bebek dan
H3PO4.
Kode
Sampel
Massa
CaO
(gram)
Massa
H3PO4
(gram)
Massa
(gram) Rendemen (%)
HAp-TS
3,700 3,670
5,176 70,230
HAp-800 4,752 64,477
HAp-900 4,741 64,328
HAp-1000 4,635 62,890
Pada Tabel 5.1 menunjukkan HAp-TS menghasilkan rendemen HAp
sebesar 70,230%,
sedangkan pada HAp yang telah disintering menghasilkan rendemen
HAp pada rentang
62,890 hingga 64,477%. Pada penelitian Putri (2012), sintesis
HAp dari cangkang telur
dengan metode pengendapan basah menghasilkan rendemen sebesar
54,700%. Pada proses
sintering terjadi penyusutan massa yang disebabkan penguapan
zat-zat yang mudah menguap
seperti nitrat dan air menjadi fase gas. Adanya nitrat berasal
dari penambahan asam nitrat
sebelum HAp disintering.
-
41
C. Karakterisasi Fisika-Kimia CaO hasil kalsinasi cangkang telur
bebek
Pada tahap ini dilakukan karakterisasi Cangakang telur bebek
hasil kalsinasi dan HAp
menggunakan instrumen XRD, FTIR, dan SEM.
1. Analisis Fasa dan Kristalinitas Menggunakan XRD.
Analisis menggunakan XRD bertujuan untuk mengetahui fasa dan
kristalinitas. HAp-TS,
HAp-800, HAp-900, dan HAp-1000 selanjutnya dibandingkan dengan
HAp pembanding
yaitu HAp yang telah diaplikasikan dibidang medis yang berasal
dari RSUD Dr. Soetomo
Surabaya. HAp ini disebut HAp Bank Jaringan (HAp-BJ).
Analisis Fasa
Analisis fasa bertujuan untuk mengetahui fasa CB-K dan HAp. Pada
analisis ini
dibandingkan pergeseran puncak antara CB-K dengan HAp. Hasil XRD
merupakan
difraktogram dengan grafik sudut difraksi (2θ) dan intensitas
(I) seperti pada Gambar 4.3.
Gambar 5.3. Difraktogram CaO dari cangkang telur bebek dan CaO
Standar.
Sampel CaO dari cangkang telur bebek didominasi fasa CaO karena
adanya puncak
tertinggi pada sudut 2 = 37,383o. Adanya puncak CaO didukung
beberapa puncak lain yang
bersesuaian dengan database Joint Committee on Powder
Diffraction Standards (JCPDS) no.
37-1497 CaO (Lampiran 8a). Puncak tersebut ditunjukkan pada
sudut 2 = 32,220o; 37,383
o;
53,904o; 64,187
o; 67,396
o; 79,671
o; 88,547
o; dan 91,482
o. Fasa lain pada CaO dari cangkang
telur bebek adalah Ca(OH)2 yang bersesuian dengan JCPDS no.
84-1263. Fasa Ca(OH)2 pada
2 = 18,029o, 28,669
o, dan 34,138
o sesuai dengan JCPDS no. 84-1263 (Lampiran 8e).
Puncak-puncak ini memiliki intensitas yang lebih kecil
dibandingkan dengan fasa CaO.
Difraktogram CaO hasil kalsinasi dibandingkan dengan CaO standar
untuk memperkuat
bahwa yang dihasilkan merupakan fasa CaO. Berdasarkan
penelusuran literatur maupun
laboratorium, tidak ada CaO dengan kualitas pro analysis.
Berdasarkan alasan tersebut,
-
42
pembanding yang digunakan hanya menggunakan CaO teknis. Pada
analisis menggunakan
XRD, tidak ada fasa CaO pada CaO standar, melainkan fasa Ca(OH)2
yang ditunjukkan pada
puncak tertinggi pada sudut 2 = 34,234o. Puncak Ca(OH)2 didukung
oleh puncak Ca(OH)2
yang lain yaitu pada 2 = 18,168o; 28,810
o; 36,069
o; 47,267
o; 50,939
o; 54,495
o; 57,514
o;
59,468o; 62,720
o; 64,425
o; 71,916
o; 84,829
o; dan 93.215
o. Fasa lain pada CaO standar yaitu
fasa CaCO3 yang terdeteksi pada 2 = 20,947o; 22,035
o; 29,529
o; dan 39,522
o.
Tabel 5.2 Komposisi Fasa CaO hasil kalsinasi cangkang telur dan
CaO Standar.
Sampel Fasa Komposisi
massa (%b/b)
CaO-
Kalsinasi
CaO 94,800
Ca(OH)2 5,200
CaO
standar
Ca(OH)2 62,900
CaCO3 37,100
Analisis komposisi fasa dibantu menggunakan perangkat lunak
Match. Hasil analisis
menunjukkan serbuk CaO hasil kalsinasi cangkang telur mengandung
CaO sebesar
94,800%b/b dan Ca(OH)2 sebesar 5,200%b/b (Tabel 4.2). Tidak
adanya fasa CaCO3 pada
CaO hasil kalsinaasi cangkang telur mengindikasikan seluruh
CaCO3 telah terkonversi
menjadi CaO. Fasa lain pada CaO hasil kalsinansi cangkang telur
selain CaO adalah
Ca(OH)2. Fasa ini memiliki komposisi yang lebih kecil
dibandingkan CaO. Keberadaan
Ca(OH)2 diperkirakan berasal dari reaksi CaO dengan uap air di
udara terbuka (persamaan
4.12).
Reaksi kalsium oksida dengan uap air diudara:
CaO(s) + H2O(l) Ca(OH)2(s) .......................... (5.12)
Pada CaO standar menunjukkan adanya fasa Ca(OH)2 sebesar
62,9%b/b dan CaCO3
sebesar 37,1%b/b. Keberadaan CaO standar yang mengandung fasa
Ca(OH)2 memperkuat
dugaan bahwa sulit untuk mendapatkan CaO yang murni, karena
mudahnya reaksi antara
CaO dengan uap air di udara bebas menjadi Ca(OH)2. Cepatnya
reaksi antara CaO dan H2O
di udara didukung oleh penelitian Siswanto (2013). Pada
penelitian Siswanto (2013), reaksi
CaO dengan udara selama satu malam menghasilkan perubahan
sebagian besar CaO menjadi
Ca(OH)2. Fasa lain pada CaO standar adalah CaCO3. Keberadaan
CaCO3 pada CaO standar
menunjukkan sampel tidak murni karena merupakan CaO teknis.
Keberadaan CaCO3 dapat
-
43
disebabkan oleh reaksi Ca(OH)2 dan gas CO2 sehingga membentuk
CaCO3. Oleh sebab itu,
CaO standar tidak dapat digunakan sebagai pembanding. Adanya
fasa CaO pada CB-K
merujuk pada JCPDS CaO.
Adanya fasa Ca(OH)2 pada CaO hasil kalsinansi cangkang telur
diperkirakan berasal dari
reaksi CaO dengan uap air di udara bebas. Reaksi ini tidak dapat
dihindari, meskipun sampel
yang telah dikalsinasi diletakkan pada desikator, ditutup
menggunakan aluminum foil, dan
disimpan dalam tempat tertutup karena CaO memilik sifat
higroskopis (Andika dan Fadli,
2015). Pada preparasi sampel XRD, serbuk ditempatkan pada sample
holder yang dapat
membuat CaO mengalami kontak dengan udara bebas. Adanya Ca(OH)2
pada sampel, tidak
mengganggu proses sintesis HAp karena pada proses sintesis
seluruh CaO akan direaksikan
dengan H2O sehingga menghasilkan Ca(OH)2. Senyawa lain yang
diperkirakan ada pada CaO
hasil kalsinansi cangkang telur adalah MgO dan Mg(OH)2. Pada
hasil XRD, tidak ada
puncak dengan senyawa MgO maupun Mg(OH)2. Hal ini dapat
disebabkan sangat kecilnya
atau tidak ada komposisi senyawa tersebut dalam sampel, sehingga
tidak terdeteksi pada
difraktogram XRD.
-
44
Gambar 5.4. Difraktogram CaO hasil kalsinansi cangkang telur dan
HAp.
Pada Gambar 5.4 menunjukkan difraktogram CaO hasil kalsinansi
cangkang telur (CB-
K), Hidroksiapatit tanpa sintering (HAp-TS), hidroksiapatit Bank
jaringan (HAp-BJ),
hidroksiapatit suhu sintering 800 (HAp-800), hidroksiapatit suhu
sintering 900 (HAp-900),
dan hidroksiapatit suhu sintering 100 (HAp-1000). Pada
difraktogram menunjukkan adanya
perubahan puncak pada difraktogram CB-K dan HAp. Pada
difraktogram CB-K
menunjukkan puncak tertinggi berada pada 2 = 37,383o. Pada
HAp-TS, HAp-8, HAp-9, dan
HAp-10 puncak ini bergeser berturut-turut menjadi 32,045o;
31,810
o; 31,792
o; dan 31,811
o.
Pergeseran ini menunjukkan seluruh sampel HAp memiliki komposisi
fasa yang berbeda
dengan CB-K .
Pada sampel HAp-TS muncul puncak tertinggi yaitu pada sudut 2 =
32,045o; 32,272
o;
dan 33,116o. Pada HAp-800 memiliki puncak tertinggi pada
31,810
o; 32,197
o; dan 32,949
o.
Pada HAp-900 memiliki puncak tertinggi pada 31,792o; 32,197
o; dan 32,933
o. Pada HAp-
1000 memiliki puncak tertinggi pada 31,811o; 32,214
o; dan 32,951
o. Puncak tertinggi HAp-
TS merupakan puncak tertinggi apatit karbonat yang sesuai dengan
JCPDS no. 35-0180 milik
apatit karbonat tipe A (AKA) dan JCPDS no. 19-0272 milik apatit
karbonat tipe B (AKB)
HAp-TS
Keterangan:
CB-K
HAp-BJ
CB-800
HAp-900 HAp-900
HAp-1000
HAp-TS
CaO
Ca(OH)2
HAp
Apatit Karbonat
Tetrakalsium siklo-
dekafosfat 16 hidrat
-
45
(lampiran 8c dan 8d). Puncak tertinggi pada HAp-8, HAp-9, dan
HAp-10 merupakan puncak
tertinggi HAp yang sesuai dengan JCPDS no. 09-0432 milik HAp
(lampiran 8b).
Pada Tabel 5.3 menunjukkan komposisi HAp yang berasal dari CB-K
dan HAp-BJ.
Terdapat perbedaan antara fasa CB-K dan HAp yaitu perubahan fasa
CaO serta Ca(OH)2
menjadi fasa HAp dan apatit karbonat. Seiring kenaikan suhu
sintering, kemurnian HAp
semakin tinggi dan komposisi apatit karbonat semakin kecil.
Komposisi HAp pada HAp-TS,
HAp-800, HAp-900, dan HAp-1000 berturut-turut 50,4; 72,00;
82,70; dan 99,10%b/b. HAp
yang memiliki kemurnian tertinggi yaitu HAp-1000, apabila
dibandingkan dengan HAp-BJ
menunjukkan komposisi yang mirip yaitu dengan selisih 0,7%b/b.
Pada HAp BJ, tidak
terdapat fasa apatit karbonat, melainkan fasa tetrakalsium
siklo-dekafosfat 16 hidrat.
Perbedaan fasa pengotor antara HAp-BJ dengan HAp yang disintesis
dari CB-K, diperkirakan
karena perbedaan prekursor dan metode yang digunakan untuk
proses sintesis. Menurut ISO-
13779:2008, HAp sebagai implan harus memiliki minimal 50%b/b
fasa HAp. Berdasarkan
analisis kuantitatif XRD, seluruh HAp tanpa dan dengan perlakuan
sintering memiliki massa
yang lebih besar dari 50%b/b.
Tabel 5.3. Komposisi HAp.
Sampel HAp
(% b/b)
Apatit
Karbonat
(% b/b)
Tetrakalsium Siklo
Dekafosfat 16 Hidrat
(% b/b)
HAp-TS 50,400 49,600 -
HAp-800 72,000 28,000 -
HAp-900 82,700 17,300 -
HAp-
1000 99,100 0,900 -
HAp-BJ 98,400 - 1,600
HAp yang disintesis dari CB-K menunjukkan adanya pengotor yaitu
apatit karbonat.
Terbentuknya fasa apatit karbonat berasal dari substitusi ion
karbonat pada HAp (Indriani,
2012). Substitusi bukan berasal dari prekursor kalsium, karena
data XRD menunjukkan CB-
K tidak mengandung CaCO3. Substitusi CO32-
dapat berasal dari reaksi gas CO2 yang berasal
dari udara bebas dengan ion OH- yang berasal dari pelarut
(Suryadi, 2011)