This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PRAKTIKUM FITOFARMASI
KELOMPOK C1
SEDIAAN TABLET DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Folium)
Lintang Ayu Permata Sari 112210101002
Zainah Rajab 112210101010
Nurul Imamah 112210101014
Nurhidayati Fadhilah 112210101016
Fitriana Yunus Apriliani 112210101018
Elisa Nur Afrida Dewi 112210101020
Kadek Cahya Kusuma Dewi 112210101022
Rifqi Wafda Rozana 112210101028
Dessy Pradesyawati 112210101030
Indarto Adikusumo 112210101036
BAGIAN BIOLOGI FARMASI
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB 1. PENDAHULUAN
Psidium guajava L. atau yang lebih dikenal jambu biji telah lama digunakan sebagai
tumbuhan obat oleh masyarakat. Beberapa khasiat dari jambu biji ini antara lain sebagai
antidiare, antibakteri, antioksidan analgesik, dan antiinflamasi. Bagian tanaman yang digunakan
agar diperoleh masing-masing aktivitas biologi dan farmakologi tersebut tidak selalu sama,
misalnya agar diperoleh aktivitas sebagai alternatif pada terapi supportif demam berdarah dan
antibakteri digunakan bagian daun, sedangkan jika diinginkan kandungan vitamin C digunakan
buahnya. (Yohanes, 2013).
Daun jambu biji sudah digunakan sejak dulu sebagai obat tradisional untuk diare, radang
lambung, sariawan,keputihan, dan kencing manis. Daun bersifat netral, berkhasiat sebagai
antidiare, antiradang, penghentian perdarahan (hemostasis), dan peluruh haid.Daun jambu biji
mengandung senyawa aktif seperti tannin, triterpenoid, saponin, kuersetin, guayaverin,
leukosianidin, minyak atsiri, asam malat, asam oksalat, dan eugenol.Senyawa dalam daun jambu
biji yang berupa flavonoid, tannin dan terpenoid mempunyai efek antibakteri dengan merusak
struktur membrannya. (Anonymus,2004 dan Prof. Dr. dr. Sumarno, DMM, Sp MK, dkk,).
Adapun senyawa aktif yang terdapat dalam daun jambu biji :
* Flavonoid guaijaverin dan avikularin sebagai senyawa antibakteri,antidiare (Prabu dkk., 2006).
* Tanin sebagai antiseptik,antibakteri,antidiare dan juga untuk pengobatan luka bakar dengan
cara mempresipitasikan protein (Masduki,1996)
* Polifenol sebagai antiseptik (Harbone,1987)
* Kuersetin sebagai antibakteri dan antidiare (Adnyana, i. K.,2004).
* Terpenoid sebagai antibakteri dengan merusak struktur membran sel (Ajizah, 2004.),
* Eugenol sebagai antibakteri (Ajizah, 2004.),
* Minyak atsiri dapat menghambat pertumbuhan atau mengganggu proses terbentuknya
membran dan dinding sel .
Dengan berbagai efek terapetik daun jambu biji maka banyak dilakukan penelitian
bioaktivitas dari tumbuhan tersebut. Berikut adalah beberapa jurnal yang telah meniliti
bioaktivitas dari daun jambu biji
* Aktivitas antioksidan ekstrak metanol daun dan buah jambu biji (Psidium guajava L.) asal
Pulaun Timor (Ardinus,2013).
* Efek ekstrak daun jambu biji daging buah putih dan jambu biji daging buah merah sebagai anti
diare (Adnyana, i. K.,2004).
* Sensivitas Salmonella typhimurium terhadap ekstrak daun Psidium guajava L. (Ajizah,A,
2004.)
* Aktivitas antioksidan fraksi eter dan air ekstrak metanolik daun jambu biji (Psidium guajava
linn.) terhadap radikal bebas 1,1-difenil 2-pikrilhidrazil (DPPH) (Atmaja, n.d. 2007)
* Efek antibakteri ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava lamk.) terhadap Staphylococcus
aureus secara in vitro (Prof. Dr. Dr. Sumarno, dmm, sp mk,dkk, 2013)
* Formulasi tablet hisap ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) yang mengandung
flavonoid dengan kombinasi bahan pengisi manitol-sukrosa (Yohanes,2013)
* Optimasi waktu ekstraksi terhadap kandungan tanin pada bubuk ekstrak daun jambu biji (Psidii
Folium) serta biaya produksinya (Sukardi,2007),
* Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Jambu Biji dari beberapa Kultivar terhadap
Staphylococcus aureus ATCC 25923 dengan “hole-plate diffusion method” ( Darsono, F.L dan
Artemisia, S.D.2003)
Pada praktikum ini kami akan memformulasi daun jambu biji menjadi bentuk sediaan
tablet. Pemilihan sediaan dalam bentuk tablet dikarenakan bentuk tablet ini mudah dalam
penggunannya dan penggunaan tablet sudah cukup familiar di kalangan konsumen. Selain itu
keuntungan sedian tablet dibandingkan dengan sediaan lainnya ialah lebih kompak, dosisnya
tepat serta mudah pengemasannya. Pembuatan tablet ini digunakan dengan metode cetak
langsung karena memiliki keuntungan efisien, efektif, tidak memerlukan banyak peralatan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jambu Biji
a. Taksonomi Jambu Biji
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava Linn.
(Parimin, 2005)
b.Deskripsi Buah Jambu
Jambu biji atau bahasa latinnya Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa
Yunani yaitu “psidium” yang berarti delima. Sementara “guajava” berasal dari nama yang
diberikan oleh orang Spanyol.Jambu biji merupakan jenis tanaman perdu bercabang banyak.
Tingginya 3-10 meter. Umumnya umur tanaman jambu biji hingga sekitar 30-40 tahun.
Tanaman yang berasal dari biji relative berumur lebih panjang dibandingkan hasil cangkokan
atau okulasi. Namun, tanaman yang berasal dari okulasi memiliki postur lebih pendek
(dwarfing) dan bercabang lebih banyak sehingga memudahkan perawatan tanaman. Tanaman
ini sudah mampu berbuah saat berumur sekitar 2-3 bulan meskipun ditanam dari biji.
Batang jambu memiliki ciri khusus, diantaranya berkayu keras, liat, tidak mudah
patah dan kuat, serta padat. Kulit kayu tanaman jambu biji halus dan mudah terkelupas. Pada
fase tertentu, tanaman jambu biji halus dan mudah terkelupas. Pada fase tertentu, tanaman
mengalami pergantian atau peremajaan kulit. Batang dan cabang-cabangnya mempunyai kulit
berwarna coklat atau coklat keabu-abuan.
Daun jambu biji berbentuk bulat panjang, bulat langsing, atau bulat oval dengan
ujung tumpul atau lancip. Warna daunnya beragam seperti hijau tua, hijau muda, merah tua,
dan hijau berbelang kuning. Permukaan daun ada yang halus mengilap dan halus biasa. Tata
letak daun saling berhadapan dan tumbuh tunggal. Panjang helai daun sekitar 5-15 cm dan
lebar 3-6 cm. sementara panjang tangkai daun berkisar 3-7 cm.
Tanaman jambu biji dapat berbuah dan berbunga sepanjang tahun. Bunga keluar di
ketiak daun. Kelopak dan mahkota masing-masing terdiri dari lima helai. Benang sari banyak
dengan tangkai sari berwarna putih. Bunganya ada yang sempurna (hermaprodit) sehingga
pembuahannya akan terbentuk bila terjadi penyerbukan. Ada pula yang tanpa penyerbukan
(partenokarpi) sehingga terbentuk buah jambu biji tanpa biji. Jumlah bunga di setiap tangkai
antara 1-3 bunga. Buah jambu biji berbentuk bulat atau bulat lonjong dengan kulit buah
berwarna hijau saat muda dan berubah kuning muda mengilap setelah matang. Untuk jenis
tertentu, kulit buah berwarna hijau berbelang kuning saat muda dan berubah menjadi kuning
belang-belang saat matang. Ada pula yang berkulit merah saat muda dan merah tua saat tua.
Warna daging buah pada umumnya putih biasa, putih susu, merah muda, merah menyala, serta
merah tua. Aroma buah biasanya harum saat buah matang. Biji jambu biji pada umumnya
cukup banyak, meskipun ada beberapa Janis buah yang berbiji sedikit bahkan tanpa biji.
Umumnya, buah jambu yang berbiji bentuknya lebih sempurna dan simetris, sesuai karakter
jenisnya. Sementara bentuk buah jambu tanpa biji relative tidak beraturan. Buah jambu tanpa
biji tersebut terbentuk tanpa penyerbukan. Tanaman jambu biji berakar tunggang.
Perakarannya lateral, berserabut cukup banyak, dan tumbuh relative cepat. Perakaran jambu
biji cukup kuat dan penyerapan unsur haranya cukup efektif sehingga mampu berbuah
sepanjang tahun (Parimin, 2005).
c. Macam-macam Jambu Biji
Buah jambu biji memiliki jenis yang banyak antara lain :
1. Jambu biji delima
Jambu biji delima buahnya berbentuk bulat dan bermoncong dipangkalnya,
walaupun kulitnya agak tebal dan banyak bijinya, tapi dengan dagingnya yang berwarna
merah dan rasanya yang manis jenis jambu biji ini sangat menarik sekali untuk dinikmati.
2. Jambu biji gembos atau jambu biji susu
Jenis yang ini mempunyai bentuk buah bulat agak lonjong dengan meruncing
kepangkalnya. Sama seperti jambu biji delima, kulit jambu jenis ini juga tebal dan jika
buahnya matang berwarna agak kuning, dagingnya berwarna putih, bijinya tidak banyak,
rasanya kurang manis tetapi harum baunya.
3. Jambu biji manis
Bentuk buahnya bulat meruncing ke pangkal, kulit buahnya tipis dan jika matang
berwarna kuning muda. Jenis yang ini juga mempunyai biji yang banyak dan dagingnya
berwarna putih tetapi rasanya manis dan harum baunya.
4. Jambu biji Perawas (Getas)
Jambu biji perawas berbentuk bulat lonjong dan buahnya lebih besar dari jenis
biasanya, kulitnya agak tebal, bila buahnya matang berwarna kuning, dagingnya merah,
bijinya tidak banyak, rasanya agak asam, baunya harum.
5. Jambu biji Pipit
Berbentuk bulat kecil-kecil, kulitnya tipis, bila matang buahnya berwarna kuning
dan dagingnya berwarna putih, rasanya manis dan harum baunya.
6. Jambu biji sukun
Berbentuk bulat besar dan kulitnya tebal, bila matang buahnya berwarna kuning,
bijinya sedikit bahkan hampir tidak berbiji, tapi rasanya hambar dan harum baunya
(Parimin, 2005).
d. Kandungan Kimia Jambu Biji
Menurut Taiz dan Zeiger (2006) metabolit sekunder yang dihasilkan tumbuhan
merupakan bagian dari sistem pertahanan diri. Senyawa tersebut berperan sebagai pelindung
dari serangan infeksi mikroba patogen dan mencegah pemakanan oleh herbivora. Metabolit
sekunder dibedakan menjadi tiga kelompok besar yaitu terpen, fenolik, dan senyawa
mengandung nitrogen terutama alkaloid. Tanin pada tanaman jambu biji dapat ditemukan
pada bagian buah, daun dan kulit batang, sedangkan pada bunganya tidak banyak
mengandung tanin. Daun tanaman jambu biji selain mengandung tanin, juga mengandung
zat lain seperti triterpenoid, asam malat, asam ursolat, asam guajaverin, minyak atsiri
berwarna kehijauan yang mengandung eganol sekitar 0,4%, damar 3%, minyak lemak 6%,
dan garam-garam mineral, vitamin, dan zat-zat penyamak (psiditanin) sekitar 9%
(Kartasapoetra, 2004 & Dalimartha, 2004). Menurut Sudarsono dkk (2002), daun jambu biji
mengandung flavonoid, tanin (17,4%), fenolat (575,3 mb/g) dan minyak atsiri.
e. Khasiat Jambu Biji
Daun jambu biji sejak lama digunakan untuk pengobatan secara tradisional, dan sudah
banyak produk herbal dari sediaan jambu biji.. Efek farmakologis dari daun jambu biji yaitu
antiinflamasi, antidiare, analgesik, antibakteri, antidiabetes, antihipertensi dan penambah
trombosit. Selain daunnya, buah jambu biji terutama dari jenis berwarna merah sering
digunakan untuk mengobati penyakit demam berdarah. Jus jambu ini dapat meningkatkan
nilai trombosit penderita demam berdarah, namun sampai ini belum diketahui senyawa yang
dapat meningkatkan nilai trombosit (Yuliani et al, 2003). Menurut Sipahutar (2000)
Tanaman jambu biji banyak digunakan sebagai obat. Tanaman tersebut bersifat anti diare,
anti radang (inflamasi), dan menghentikan pendarahan (hemostatik). Daun segarnya dapat
digunakan untuk pengobatan luar pada luka akibat kecelakaan, pendarahan akibat benda
tajam, dan borok (ulcus) di sekitar tulang. Daun jambu biji berkhasiat astringen (pengelat),
antidiare, antiradang, penghenti perdarahan (homeostatis) dan peluruh haid. Buah berkhasiat
antioksidan karena kandungan beta karoten dan vitamin C yang tinggi sehingga dapat
meningkatkan daya tahan tubuh (Hasanah, 2013). Pengujian daun jambu biji pada beberapa
patogen yang menyerang ikan dan udang menunjukan bahwa daun jambu biji dapat
digunakan untuk pengobatan terhadap virus dan bakteri pada hewan yang hidup di air
(akuatis) seperti infeksi.
Jambu biji mengandung pektin tinggi sehingga dapat menurunkan kolesterol serta
mengandung tanin yang berfungsi untuk memperlancar system pencernaan. Quersetin merupakan
senyawa golongan flavonoid jenis flavonol dan flavon yang terkandung di dalam jambu biji,
yang berkhasiat diantaranya untuk mengobati kerapuhan pembuluh kapiler pada manusia
(Yuliani dkk.2003). Kuersetin menunjukkan efek antibakteri dan antidiare dengan
kemampuannya untuk mengendurkan otot polos usus dan menghambat kontraksi usus,dimana
adanya kuersetin dapat menghambat pelepasan asetilkolin disaluran cerna
(Netty,2008).Berdasarkan literatur yang kami temukan aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun
jambu biji daging buah putih dan jambu biji daging buah merah terhadap bakteri penyebab diare
yaitu Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Shigella flexneri, dan Salmonella typhi
menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun jambu biji daging buah putih memiliki kemampuan
hambat bakteri yang lebih besar daripada jambu biji daging buah merah dimana KHM terhadap
Escherichia coli (60 mg/ml vs >100 mg/ml), Shigella dysenteriae (30 mg/ml vs 70 mg/ml),
Shigella flexneri (40 mg/ml vs 60 mg/ml), dan Salmonella typhi (40 mg/ml vs 60 mg/ml).
(Adnyana,2004)
Departemen Kesehatan pada tahun 1989 menyatakan bahwa bagian tanaman yang sering
digunakan sebagai obat adalah daunnya, karena daunnya diketahui mengandung senyawa tanin
9-12%, minyak atsiri, minyak lemak dan asam malat (Yuliani dkk. 2003). Penelitian Claus dan
Tyler pada tahun 1965 menyebutkan bahwa tannin mempunyai daya antiseptic yaitu mencegah
kerusakan yang disebabkan bakteri atau jamur (Rohmawati 2008).
2.2 Ekstraksi Daun Jambu Biji
Ekstraksi adalah kegiatan dalam pembuatan ekstrak, yaitu kegiatan penarikan kandungan
kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut yang
sesuai. Metode yang dikenal antara lain: dengan cara dingin yaitu maserasi, perkolasi atau
dengan cara panas yaitu refluks, sohxlet, digesti, infus, dekok. Maserasi adalah proses
pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan
prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik adalah teknik
dengan dilakukan pengadukan yang kontinyu (terus-menerus). Remaserasi adalah teknik dengan
dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan
seterusnya. Ekstraksi daun jambu biji bisa dengan cara perkolasi menggunakan pelarut etanol
encer hingga cairan yang menetes terakhir tidak berasa.
Teknik untuk mendapat ekstrak daun jambu biji yang umum dilakukan adalah maserasi
dan ekstrasi sinambung (continue). Maserasi adalah proses penyarian dengan cara perendaman
serbuk dalam air atau pelarut organic sampai meresap yang akan melunakkan susunan sel,
sehingga zat-zat yang terkandung di dalamnya akan terlarut (Ansel, 1989). Serbuk simplisia daun
jambu biji sebanyak 500 gram diekstrak dengan menggunakan 3,5 liter etanol 70% dalam
maserator selama 3 hari dengan sesekali dikocok dan dua kali remaserasi. Menurut Mohammad
Fajar et al. (2011) aktivitas antioksidan yang terbaik cenderung ditunjukkan fraksi hasil maserasi
dibandingkan hasil ekstraksi sinambung.
2.3 Kromatografi Lapis Tipis
KLT merupakan metode pemisahan komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi
atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang atau pelarut pengembang
campur. Pemilihan pelarut pengembang atau pelarut pengembang campur sangat dipengaruhi
oleh macam dan polaritas zat-zat kimia yang dipisahkan. KLT merupakan salah satu jenis
kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan
menggunakan KLT, di antaranya adalah sederhana dan murah. Kromatografi lapis tipis
menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan adsorben seperti silika gel, aluminium oksida
(alumina) maupun selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam. Fasa gerak yang
digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas
senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga
didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih dengan cara trial and error. Kepolaran
eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh. Faktor retensi (Rf) adalah
jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh eluen. Rumus
faktor retensi adalah:
Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat
digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang
mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya.
Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat
pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara
0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan
sebaliknya. (anonym)
Densitometri merupakan metode analisis instrumental yang mendasarkan pada interaksi
radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan bercak pada KLT. Densitometri lebih
dititikberatkan untuk analisis kuantitatif analit-analit dengan kadar kecil, yang mana diperlukan
pemisahan terlebih dahulu dengan KLT. Untuk evaluasi bercak hasil KLT secara densitometri,
bercak discaning dengan sumber sinar dalam bentuk celah (slit) yang dapat dipilih baik
panjangnya maupun lebarnya. Sinar yang dipantulkan diukur dengan sensor cahaya (fotosensor).
In proses control proses uji keseragaman bobot dilakukan sebelum tablet dikompresi
seluruhnya. dalam proses kompresi, tablet ekstrak daun jambu biji didesain dengan berat per
tablet adalah 400mg dan diperoleh 126 tablet.
Menurut Farmakope III,1979, keseragaman bobot ditetapkan dengan cara menimbang 20
tablet satu per satu dan dihitung bobot rata-ratanya.Jika ditimbang satu per satu , tidak boleh
lebih dari 2 tablet yang menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan
pada kolom " A " dan tidak boleh ada satu tabletpun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-
rata lebih dari harga dalam kolom " B ". Jika perlu dapat diulang dengan 10 tablet dan tidak
boleh ada satu tabletpun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang
ditetapkan dalam kolom " A " maupun kolom " B " .
Bobot rata-rata Peyimpangan bobot rata-rata %%
A B
25 mg atau kurang 15 % 30 %
26mg – 150 mg 10 % 20 %
151mg – 300 mg 7,5 % 15 %
Lebih dari 300 mg 5 % 10 %
Dari hasil uji keseragaman bobot IPC di dapatkan bobot rata-rata per tablet 0,3955 ± 1,252 x 10 -3
gram. Jika penyimpangan 5% maka :
0,3955 ± ( 5/ 100 x 0,3955 ) = 0,3955 ± 0,019775
= 0,376 ---- 0,415gram
= 376 – 415 mg
Berdasarkan hasil rentang diatas, maka tablet ekstrak daun jambu biji yang kami buat memiliki
keseragaman bobot sesuai dengan literatur tanpa ada penyimpangan satu pun.
UJI KEKERASAN TABLET
Dalam uji kekerasan tablet IPC , tablet yang kami ukur kekerasannya berjumlah 5 tablet
dengan menggunakan alat Stoke- Monsanto Hardness Tester, berikut adalah data hasil
percobaannya
Nomor Tablet Kekerasan (kg)
1 5
2 4,5
3 5
4 4
5 5
Rata-rata 4,7 ± 0,447
Kekerasan tablet merupakan parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam
melawan tekanan mekanik seperti goncangan, benturan dan keretakan selama proses
pengemasan, penyimpanan,transportasi dan sampai ke tangan konsumen.Syarat kekerasan tablet
menurut Lachman, 1994 adalah 4-8 kg. Berdasarkan uji kekerasan diatas ,tablet ekstrak daun
jambu biji memiliki kekerasan yang memenuhi rentang syarat kekerasan tablet.
Pada proses tabletasi selanjutnya dilakukan in process quality control untuk mengevaluasi
seluruh tablet ekstrak daun jambu biji yang dihasilkan meliputi uji keseragaman bobot, kekerasan
tablet, kerapuhan dan uji waktu hancur. Namun evaluasi uji keseragaman bobot dan kekerasan
tablet tidak dilakukan ulang dikarenakan jumlah dihasilkan hanya 126 tablet dan menurut kami in
process control sudah menggambar in process quality control seluruh tablet yang telah dibuat.
Sehingga pada in process quality control hanya melakukan uji kerapuhan tablet dan waktu hancur
tablet.
UJI KERAPUHAN TABLET
Uji kerapuhan tablet merupakan parameter yang menggambarkan kekuatan permukaan
tablet dalam melawan berbagai perlakuan yang menyebabkan abrasi pada permukaan tablet. Alat
yang sering digunakan untuk uji kerapuhan adalah Friability Tester. Berikut adalah hasil uji yang kami
lakukan
Replikasi W1 (10 tablet) W2(10 tablet)
1 4,015 gram 3,975 gram 0,996%
2 4,100 gram 4,070 gram 0,732%
3 4,035gram 4,005 gram 0,743%
Rata-rata 0,824% ±0,149
Menurut Lachman, 1994, dalam uji kerapuhan tablet, kehilangan berat lebih kecil
dari ,5%-1% masih dapat diterima. Semakin besar nilai persentasi kerapuhan, semakin besar pula
massa tablet yang hilang. Kerapuhan tinggi akan mempengaruhi kadar zat aktif yang ada pada
tablet. Berdasarkan kerapuhan tersebut, hasil percobaan kami persentase kerapuhan rata-rata
adalah 0,824% ±0,149 yang menunjukkan bahwa hasil sesuai dengan literatur.
UJI WAKTU HANCUR
Tablet ketika minum secara per oral harus dapat hancur larut dalam cairan lambung
dalam bentuk molekuler agar dapat diabsorbsi.Waktu hancur adalah waktu yang diperlukan
tablet untuk hancur di bawah kondisi yang ditetapkan dan lewatnya seluruh partikel melalui
saringan berukuran mesh-10. Uji ini tidak memberi jaminan bahwa partikel-partikel itu akan
melepas bahan obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya (Lachman, 1994).
Berikut hasil uji waktu hancur:
Replikasi Waktu (detik)
1 44 detik
2 43 detik
3 45 detik
Rata-rata 44 ± 1
Menurut Farmakope Indonesia III, 1979 , waktu yang diperlukan untuk menghancurkan
tablet tidak bersalut tidak lebih dari 15 menit dan tidak lebih dari 60 menit menit untuk tablet
bersalut gula dan bersalut selaput.Alat yang digunakan untuk uji waktu hancur adalah
Disintegration tester, dimana cara kerja alatnya yaitu memasukkan 6 tablet kedalam keranjang,
kemudian keranjang dinaik turunkan secara teratur sebanyak 30 kali tiap menit. Tablet
dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal diatas kasa, kecuali fragmen yang
berasal dari zat penyalut.
Pada hasil uji waktu hancur tablet ekstrak daun jambu biji yang kami lakukan, waktu rata-
rata uji disintegran adalah 44 ± 1 detik. Hasil uji waktu hancur sesuai dengan persyaratan yang
telah ditetapkan dalam FI III, dimana tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut.
KADAR TEORITIS KUERSETIN DALAM TABLET EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI
Pada penetapan kadar quersetin estrak daun biji menggunakan KLT, diketahui bahwa
kadar quersetin dalam jambu biji yaitu 0,0 ηg. Sehingga kami melakuan perhitungan secara
manual ( teoristis) dengan menggunakan persamaan area vs massa yaitu y = 3934 +(-5,37 x).
Dengan area sampel pada hasil KLT yaitu 13493,57 dan 15209,93 maka kosentrasi quersetin
dalam sampel secara teoristis menjadi negatif hal ini berarti kadar kuersetin dalam estrak kami
terlalu kecil.
Gambar : Hasil KLT-Densitometri
Dari penetapan kadar, kadar kuersetin dalam estrak tidak dapat diketahui dan kadar
teoristis dari tiap satu tablet juga tidak dapat diketahui. Tetapi dalam salah satu literatur kami
menemukan bahwa didalam 130 g estrak mengandung 17,2 mg quersetin sehingga kadar
kuersetinnya 0,013 % b/b. Jika demikian dari 1 tablet 400 mg yang mengandung 23 % estrak (92
mg) mengandung kuersetin sebanyak 0,0001196 mg kuersetin
Perbedaan kadar dari kuersetin estrak kami, dan estrak literatur dapat disebabkan
beberapa hal, yaitu:
- Perbedaan spesies dari tanaman yang kami gunakan
- Nutrisi pada tanah dan tipe tanah tempat tanaman tumbuh
- Iklim dan kadar kelembapan tempat tanaman tumbuh
- Umur ketika daun dipanen
- Lama terpaparnya dengan sinar matahari
- Waktu panen
- Proses dan waktu pengeringannya
- Metode ekstraksi dari tanaman
UJI KESERAGAMAN KANDUNGAN SECARA TEORITIS DARI KLT
Tahap ini dilakukan evaluasi keseragaman kandungan dengan tujuan untuk mengetahui
apakah tablet yang telah dibuat mengandung kuersetin sebesar 0,02 %. Menurut FI IV, pengujian
keseragaman bobot dilakukan penetapan kadar tipa satuan, pilih tidk kurang dari 30 satuan dan
lakukan sesuai dengan bentuk sediaan yang dimaksud. Tablet tidak bersalut tetap kadar 10 satuan
persatu seperti yang tertera pada penetapan kadar dalam masing monografi kecuali dinyatakan
lain dalam uji keseragaman kandungan. Jika jumlah zat aktif dalam satuan dosis tunggal kurang
dari yang dibutuhkan dalam penetapan kadar, atur derajat pengenceran dari larutan sehingga
kadar zat aktif dalam larutan akhir kurang lebih sama seperti yang tertera pada prosedur.
Pada praktikum kali ini dilakukan penetapan kadar menggunakan KLT densitometri.
Tablet yang digunakan sebanyak 3 tablet. Masing-masing tablet digerus dengan kemudian
dilarutkan dalam methanol pa. Masukkan larutan kedalam labu ukur 25 ml dan tambahkan
methanol pa sampai tanda batas. Standart yang digunakan yaitu 25 mg kuersetin dalam 25 ml.
Dilakukan pengenceran hingga memperoleh standart 20 ppm, 40 ppm, 80 ppm, 100 ppm, dan
200 ppm. Hal ini dipilih standart dengan pengenceran tersebut karena kuersetin yang terdapat
didalam ekstrak jumlahnya kecil dan dapat terdeteksi pada standar tersebut.
Kondisi analisis yang digunakan sesuai dengan pharmakope herbal Indonesia edisi 1
yaitu:
Fase gerak : ethyl asetat : asam format : asam asetat glasial : air (100:11:11:26)
Fase diam : silica gel F254
Penotolan : 10 μl ekstrak daun jambu biji dan standart quersetin
Ekstrak daun jambu biji ditotolkan pada KLT sebanyak 10 μl dan standart quersetin
ditotolkan 10 μl. Kemudian dieluasi dengan eluen ethyl asetat : asam format : asam asetat
glasial : air (100:11:11:26). Tujuan di eluasi yaitu untuk memisahkan analit dari komponen lain
pada ekstrak.
Setelah dianalisis dengan KLT, kemudian diamati dengan densitometer. Pada saat uji
menggunakan densitometer dilakukan pengamatan pada panjang gelombang 365nm. Hasil yang
diperoleh pada panjang gelombang 365nm menunjukkan nilai Rf yang didapat sangat kecil yaitu
0,84 untuk Rf sampel dan 0,86 untuk Rf standart. Hasil ini kemungkinan disebabkan karena
proses pembuatan tablet yang cukup panjang sehingga memungkinan adanya kehilangan jumlah
quersetin dalam proses tersebut, pelarut yang digunakan kurang sesuai sehingga tidak dapat
memisahkan analit dalam sampel atau juga bisa dikarenakan chambernya belum jenuh pada saat
KLT.
Dari hasil KLT tablet jambu biji yang discan dengan densitometer tidak dapat dideteksi
kadar kuersetinnya, hal ini kemungkinan karena kadar kuersetin dalam tablet jambu biji yang
dibuat sangat kecil sekali sehingga kadarnya tidak dapat ditentukan.
KESIMPULAN
1. Pembuatan tablet ekstrak daun jambu biji menggunakan metode cetak langsung karena
memiliki beberapa keuntungan yaitu tahapan produksi yang sangat singkat yaitu hanya
proses pencampuran dan pengempaan, peralatan yang dibutuhkan tidak banyak serta
tenaga yang dibutuhkan lebih sedikit karena proses singkat.
2. Hasil dari ekstrak daun jambu biji memiliki sifat alir yaitu 15 detik dan tidak sesuai
dengan literature.
3. Untuk hasil keseragaman bobot 0,3955 gram ; hasil kekerasan tablet 4,7 kg ; uji kerapuan
tablet 0,824% ; uji waktu hancur 44 detik dan semua data ini menunjukkan hasil yang
sesuai dengan literature.
4. Penetapan kadar keseragaman kandungan menggunakan KLT tidak terdeksi yaitu 0,0 ηg.
Sedangkan penetapan kadar dengan dihitung manual memakai massa vs area, hasil yang
didapat juga negative. Ini menunjukkan bahwa kadar kuersetinnya sangan kecil.
5. Dalam literature menyebutkan bahwa 130 g estrak mengandung 17,2 mg quersetin
sehingga kadar kuersetinnya 0,013 % b/b. Jika demikian dari 1 tablet 400 mg yang
mengandung 23 % estrak (92 mg) mengandung kuersetin sebanyak 0,0001196 mg
kuersetin
6. Faktor penyebab ketidaksesuain uji keseragaman kandungannya ialah Perbedaan spesies
dari tanaman yang kami gunakan, Nutrisi pada tanah dan tipe tanah tempat tanaman
tumbuh, Iklim dan kadar kelembapan tempat tanaman tumbuh, Umur ketika daun
dipanen, Lama terpaparnya dengan sinar matahari, Waktu panen, Proses dan waktu
pengeringannya, metode estraksi dari tanaman.
7. Hasil KLT ekstrak kental daun jambu biji menunjukkan data sebagai berikut:
Secara kualitatif : dilakukan dengan pengamatan lempeng dibawah sinar uv pada panjang
gelombang 254 nm. Hasil nilai Rf pada standar quersetin pada konsentrasi 10, 20, 40, dan
80 ppm secara berurutan adalah 0,85, 0,86, 0,86, 0,86 sedangkan untuk sampel dengan 6
kali replikasi secara berturut-turut adalah 0,83, 0,84, 0,84, 0,83, 0,83, 0,83.
Secara kuantitatif : Dari hasil densitometer, berdasarkan perhitungan melalui persamaan
yang diperoleh besar kadar kuersetin dalam ekstrak tidak dapat diketahui karena kadar
kuersetinnya kurang dari rentang konsentrasi larutan pembanding yang digunakan
sehingga kadarnya tidak bisa terukur secara kuantitatif.
8. Nilai Rf yang didapat sangat kecil yaitu 0,84 untuk Rf sampel dan 0,86 untuk Rf standart.
9. Faktor yang menyebabkan kecilnya nilai Rf yang diperoleh adalah karena proses
pembuatan tablet yang cukup panjang sehingga memungkinan adanya kehilangan jumlah
quersetin dalam proses tersebut, pelarut yang digunakan kurang sesuai sehingga tidak
dapat memisahkan analit dalam sampel atau juga bisa dikarenakan chambernya belum
jenuh pada saat KLT.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, i. K.,2004. Efek ekstrak daun jambu biji daging buah putih dan jambu biji daging buah meraH sebagai anti diare . Acta Pharmaceutica Indonesia. Vol XXIX. No. 1. Hal. 18-20
Ajizah, A. 2004. Sensivitas Salmonella typhimurium terhadap ekstrak daun Psidium guajava l.
Bioscientiae. Vol.1 (31-38)
Anief, Moh. 2005. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta : Universitas Indonesia