LAPORAN STUDI KASUSASUHAN GIZI TERSTANDAR PADA PASIEN DENGAN
DECOMPENSATIO CORDIS NYHA III-IV, PULMONARY HYPERTENSION, CHRONIC
LUNG DISEASE, TB PARU AKTIF DALAM OAT (OBAT ANTI TUBERCOLOSIS)
BULAN KE III,GIZI BURUK MARASMIK DI BAGIAN ANAK LANTAI 1 RUANG
RAWAT INAP TERPADU GEDUNG A RSUPN Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO TANGGAL
1-5 APRIL 2014
Oleh ERLITA PUTRI RACHMAWATIP2.31.31.0.11.012
JURUSAN GIZIPOLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN JAKARTA
II2014
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangDalam rangka kegiatan praktek kerja lapangan di
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, penulis sebagai mahasiswa ditugaskan
untuk mempelajari dan melakukan studi kasus dengan tujuan agar
mahasiswa mampu memberikan terapi diet gizi dan melakukan anamnesa
riwayat gizi pasien anak. Adapun terapi diet yang diberikan dalam
pelayanan gizi rumah sakit bertujuan untuk membuat status gizi
pasien menjadi baik guna mempercepat proses penyembuhan. Pelayanan
gizi rumah sakit adalah kegiatan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan
gizi masyarakat rumah sakit baik untuk rawat inap maupun rawat
jalan, untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan,
maupun mengoreksi kelainan metabolisme dalam rangka upaya
preventif, kuratif, rehabilitative dan promotif (PGRS, 2006).
Proses pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan terdiri atas empat
tahap, yaitu : 1) Assesment atau pengkajian gizi; 2) Perencanaan
pelayanan gizi dengan menetapkan tujuan dan strategi; 3)
Implementasi pelayanan gizi sesuai rencana; 4) Monitoring dan
evaluasi pelayanan gizi (Almatsier, 2004).Pelayanan gizi di rumah
sakit menduduki tempat yang sama penting dengan pelayanan lain
seperti pelayanan pengobatan, perawatan medis dan sebagainya yang
diberikan untuk penyembuhan penyakit. Bentuk pelayanan gizi rumah
sakit akan bergantung pada tipe rumah sakit, macam pelayanan
spesialistis yang diberikan di rumah sakit tersebut (Moehji,
2003).Salah satu kompetensi D3 gizi sebagai Technical Registered
Dietitian adalah membuat asuhan gizi terstandar dengan pasien satu
komplikasi sehingga dalam praktek kerja lapangan diperlukan suatu
studi kasus pada setiap mahasiswa. Namun, RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo merupakan rumah sakit pusat rujukan nasional sehingga
pasien sebagian besar memiliki diagnosa penyakit kompleks atau
lebih dari satu. Sehingga pada studi kasus ini mahasiswa melakukan
asuhan gizi terstandar pada pasien dengan diagnosa penyakit lebih
dari satu. Sesuai dengan tujuan diselenggarakannya Praktek Kerja
Lapangan yaitu mahasiswa diharapkan mampu melaksanakan manajemen
asuhan gizi klinik di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Adapun dalam
melakukan studi kasus ini mahasiswa akan melakukan skrining gizi
pada pasien, melakukan pengkajian gizi, melaksanakan asuhan gizi
untuk pasien sesuai kondisi klinis, biokimia, sosial budaya dan
kepercayaan, melakukan monitoring dan evaluasi intervensi gizi dan
tindak lanjut, mendidik pasien dalam rangka promosi kesehatan,
serta mendokumentasikan kegiatan pelayanan gizi yang salah satunya
merupakan laporan studi kasus ini.Oleh karena hal tersebut maka
mahasiswa melakukan studi kasus pada pasien decompensatio cordis
NYHA III-IV, pulmonary hypertension, chronic lung disease, TB paru
aktif dalam OAT (obat anti tubercolosis) bulan ke III, gizi buruk
marasmik di bagian anak lantai 1 ruang rawat inap terpadu gedung A
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo tanggal 1-5 April 2014. Adapun terapi
diet yang diberikan dalam pelayanan gizi rumah sakit bertujun untuk
meningkatkan status gizi pasien guna mempercepat proses
penyembuhan.
B. Tujuan a. Tujuan Umum Mempelajari proses asuhan gizi
terstandar pada pasien dengan kasus decompensatio cordis NYHA
III-IV, pulmonary hypertension, chronic lung disease, TB paru aktif
dalam OAT (obat anti tubercolosis) bulan ke III, gizi buruk
marasmikb. Tujuan Khusus1. Identifikasi karakteristik pasien
meliputi diagnosis medis.2. Melakukan skrinning gizi pada pasien
dengan kasus decompensatio cordis NYHA III-IV, pulmonary
hypertension, chronic lung disease, TB paru aktif dalam OAT (obat
anti tubercolosis) bulan ke III, gizi buruk marasmik.3. Melakukan
pengkajian gizi pada pasien dengan kasus decompensatio cordis NYHA
III-IV, pulmonary hypertension, chronic lung disease, TB paru aktif
dalam OAT (obat anti tubercolosis) bulan ke III, gizi buruk
marasmik.4. Melakukan diagnosa gizi pada pasien dengan kasus
decompensatio cordis NYHA III-IV, pulmonary hypertension, chronic
lung disease, TB paru aktif dalam OAT (obat anti tubercolosis)
bulan ke III, gizi buruk marasmik.5. Merencanakan intervensi gizi
pada pasien dengan kasus decompensatio cordis NYHA III-IV,
pulmonary hypertension, chronic lung disease, TB paru aktif dalam
OAT (obat anti tubercolosis) bulan ke III, gizi buruk marasmik.6.
Melakukan monitoring dan evaluasi asupan makanan selama 3 hari pada
pasien dengan kasus decompensatio cordis NYHA III-IV, pulmonary
hypertension, chronic lung disease, TB paru aktif dalam OAT (obat
anti tubercolosis) bulan ke III, gizi buruk marasmik.
BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Dekompensasi Kordis1. Definisi
Dekompensasi kordis (DK) atau gagal jantung (GJ) adalah suatu
keadaan dimana jantung tidak dapat mempertahankan sirkulasi yang
adekuat yang ditandai oleh adanya suatu sindroma klinis berupa
dispnu (sesak nafas), fatik (saat istirahat atau aktivitas),
dilatasi vena dan edema, yang diakibatkan oleh adanya kelainan
struktur atau fungsi jantung.Insiden penyakit gagal jantung saat
ini semakin meningkat. Dimana jenis penyakit gagal jantung yang
paling tinggi prevalensinya adalah Congestive Heart Failure (CHF).
Di Eropa, tiap tahun terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk yang
berusia 25 tahun. Sedang pada anakanak yang menderita kelainan
jantung bawaan, komplikasi gagal jantung terjadi 90% sebelum umur 1
tahun, sedangkan sisanya terjadi antara umur 5 15 tahun.
Dekompensasi kordis pada bayi dan anak memiliki segi tersendiri
dibandingkan pada orang dewasa, yaitu sebagian besar penyebab gagal
jantung pada bayi dan anak dapat diobati (potentially curable;
dalam mengatasi gagal jantung tidak hanya berhenti sampai gejalanya
hilang, melainkan harus diteruskan sampai ditemukan penyebab
dasarnya; setelah ditemukan penyebabnya, bila masih dapat
diperbaiki maka harus segera dilakukan perbaikan; lebih mudah
diatasi dan mempunyai prognosis yang lebih baik daripada gagal
jantung pada orang dewasa.2. Klasifikasi1. NYHA kelas I : gagal
jantung tanpa gejala2. NYHA kelas II : ringan (pada aktivitas
berat)3. NYHA kelas III : sedang (pada aktivitas ringan)4. NYHA
kelas IV : berat (saat istirahat tetap sesak)3. EtiologiMekanisme
fisiologis yang menyebabkan timbulnya decompensasi cordis adalah
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang
menurunkan kontaktilitas miocardium. Keadaan yang meningkatkan
beban awal separti: regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel.
Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stinosis aorta
atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miocardium dapat menurun
pada infark miocard atau cardiomyompati. Faktor lain yang dapat
menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisian
ventrikel (stenosis katup atrio ventrikuler), gangguan pada
pengisian dan ejeksi ventrikel (pericarditis konstriktif dan tempo
nadi jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling
mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan
gangguan penghantaran kalsium didalam zat komer atau didalam
sistesis atau fungsi protein kontraktil (Price Sylvia A, 1995) .4.
PatofisiologiKelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang
khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu
kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas
ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup, dan
meningkatkan volume residu ventrikel. Sebagai respon terhadap gagal
jantung, ada tiga mekanisme primer yang dapat di lihat dari
meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik, meningkatnya beban awal
akibat aktivasi system rennin angiotensin aldosteron, dan
hipertrofi ventrikel.Kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya
curah jantung biasanya tampak pada keadaan beraktivitas. Dengan
berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin
kurang efektif. Menurunnya curah sekuncup pada gagal jantung akan
membangkitkan respon simpatik kompensatorik. Meningkatnya aktivitas
adrenergic simpatik merangang pengeluaran katekolamin dari saraf
saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal. Denyut jantuing dan
kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung.
Juga terjadi vasokonstriksi arteria perifer untuk menstabilkan
tekanan arteria dan redistribusi volume darah dengan mengurangi
aliran darah ke organ organ yang rendah metabolismenya seperti
kulit dan ginjal, agar perfusi ke jantung dan otak dapat
dipertahankan. Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan
memulai serangkaian peristiwa penurunan aliran darah ginjal dan
akhirnya laju filtrasi glomerulus, pelepasan rennin dari apparatus
juksta glomerulus, interaksi rennin dengan angiotensinogen dalam
darah untuk menghasilkan angiotensin I, konversi angiotensin I
menjadi angiotensin II, perangsangan sekresi aldosteron dari
kelenjar adrenal, retansi natrium dan air pada tubulus distal dan
duktus pengumpul.Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung
adalah hipertrofi miokardium atau bertambahnya tebal dinding.
Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium;
tergantung dari jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal
jantung,sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial.
Respon miokardium terhadap beban volume, seperti pada regurgitasi
aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya tebal dinding.
B. Hipertensi Pulmonari1. Definisi Hipertensi pulmonal (HP)
adalah tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg saat
beristirahat dan lebih dari 30 mmHg saat beraktivItas. Hipertensi
pulmonal merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan
tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan
sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas.
Berdasar penyebabnya hipertensi pulmonal dapat menjadi penyakit
berat yang ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan
aktivitas dan gagal jantung kanan. Penyakit ini pertama kali
ditemukan oleh Dr Ernst von Romberg pada tahun 1891. Hipertensi
pulmonal adalah suatu penyakit yang jarang didapat namun progresif
oleh karena peningkatan resistensi vaskuler pulmonal yang
menyebabkan menurunnya fungsi ventrikel kanan oleh karena
peningkatan afterload ventrikel kanan. Hipertensi pulmonal terbagi
atas hipertensi pulmonal primer dan sekunder. Hipertensi pulmonal
primer adalah hipertensi pulmonal yang tidak diketahui penyebabnya
sedangkan hipertensi pulmonal sekunder adalah hipertensi pulmonal
yang disebabkan oleh kondisi medis lain. Istilah ini saat ini
menjadi kurang populer karena dapat menyebabkan kesalahan dalam
penanganannya sehingga istilah hipertensi pulmonal primer saat ini
diganti menjadi Hipertensi Arteri Pulmonal Idiopatik. Hipertensi
pulmonal primer yang sekarang dikenal dengan hipertensi arteri
pulmonal idiopatik (IPAH) adalah hipertensi arteri pulmonal (HAP)
yang secara histopatologi ditandai dengan lesi angioproliferatif
fleksiform sel-sel endotel, muskularis arteriol-arteriol
prekapiler, proliferasi sel-sel intima dan penebalan tunika media
yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos vaskuler. Sehingga
meningkatkan tekanan darah pada cabang-cabang arteri kecil dan
meningkatkan tahanan vaskuler dari aliran darah di paru. Beratnya
hipertensi pulmonal dibagi dalam 3 tingkatan; ringan bila PAP 25-45
mmHg, sedang PAP 46-64 mmHg dan berat bila PAP > 65 mmHg.
2. EtiologiPenyebab tersering dari hipertensi pulmonal adalah
gagal jantung kiri. Hal ini disebabkan karena gangguan pada bilik
kiri jantung akibat gangguan katup jantung seperti regurgitasi
(aliran balik) dan stenosis (penyempitan) katup mitral. Manifestasi
dari keadaan ini biasanya adalah terjadinya edema paru (penumpukan
cairan pada paru).Penyebab lain hipertensi pulmonal antara lain
adalah : HIV, penyakit autoimun, sirosis hati, anemia sel sabit,
penyakit bawaan dan penyakit tiroid. Penyakit pada paru yang dapat
menurunkan kadar oksigen juga dapat menjadi penyebab penyakit ini
misalnya : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), penyakit paru
interstitial dan sleep apnea, yaitu henti nafas sesaat pada saat
tidur. Pulmonary hypertension dapat disebabkan oloeh
penyakit-penyakit dari jantung dan paru-paru, seperti chronic
obstructive pulmonary disease (COPD), emphysema, kegagalan dari
ventricle jantung kiri, pulmonary embolism yang berulang
(gumpalan-gumpalan darah yang berjalan dari tungkai-tungkai atau
vena-vena pelvis yang menghalangi arteri-arteri pulmonary atau
chronic thromboembolic pulmonary hypertension), atau
penyakit-penyakit yang mendasarinya seperti scleroderma.3.
PatogenesisHipertensi pulmonal dapat menyebabkan pengerasan
pembuluh darah pada dan di dalam paru. Hal ini memperberat kerja
jantung dalam memompa darah ke paru. Lama-kelamaan pembuluh darah
yang terkena akan menjadi kaku dan menebal hal ini akan menyebabkan
tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan aliran darah juga
terganggu. Hal ini akan menyebabkan bilik jantung kanan membesar
sehingga menyebabkan suplai darah dari jantung ke paru berkurang
sehigga terjadi suatu keadaan yang disebut dengan gagal jantung
kanan. Sejalan dengan hal tersebut maka aliran darah ke jantung
kiri juga menurun sehingga darah membawa kandungan oksigen yang
kurang dari normal untuk mencukupi kebutuhan tubuh terutama pada
saat melakukan aktivitas.
C. Chronic Lung Disease (CLD)1. DefinisiChronic lung disease
(CLD) atau penyakit paru kronis merupakan istilah umum untuk
masalah pernafasan jangka panjang pada anak. Tanda dan gejala
seorang anak memiliki penyakit paru kronis adalah Batuk, bersin dan
sesak ,kelainan bentuk pada dada, cyanosis, stunting dan gagal
tumbuh , serta adanya produksi sputum. 2. Patofisiologi Batuk dapat
disebabkan oleh peradangan jaringan paru-paru, iritasi, sumber
intrinsik gangguan mukosa seperti invasi tumor dari dinding
bronkus, tekanan hidrostatik darah yang berlebihan dalam kapiler
paru atau edema paru yang menyebabkan kelebihan cairan dan masuk ke
dalam saluran udara. Apabila batuk dapat meningkatkan cairan menuju
ke faring , maka dapat disebut sebagai batuk produkstif dan cairan
tersubut disebut sebagai sputum/dahak . Produksi sputum berdarah
disebut hemoptysis namun hanya terjadi sedikit kehilangan darah.
Sputum berdarah tidak mengancam , tetapi dapat menunjukkan penyakit
paru seriu seperti tuberkulosis , abses paru , kanker , infark paru
. Pada orang dewasa normal, produksi mukus sekitar 100 ml dalam
saluran napas tiap hari . Mukus diangkut menuju faring dengan
gerakan pembersihan silia yang melapisi saluran pernapasan .
apabila produksi mukus berlebihan, maka proses pembersihan tidak
efektif sehingga mukus tertimbun dan membran mukosa akan terangsang
untuk mengeluarkan mukus yang dibatukkan dan keluar sebagai sputum.
Sputum yang berwarna kekuning-kuningan menunjukkan infeksi. Sputum
yang berwarna hijau merupakan petunjuk penimbunan nanah timbul
karena adanya verdoperoksidase yang dihasilkan oleh
polimorfonuklear (PMN). Sputum yang berwarna merah muda dan berbusa
merupakan tanda edema paru akut. Sputum yang berlendir lekat dan
warna abu-abu atau putih merupakan tanda bronkhitis kronik.
Sedangkan sputum yang berbau busuk merupakan tanda abses paru atau
bronkiektasis.Selain itu tanda pada CLD dada memiliki kelainan
bentuk karena perangkap udara di dalamnya. Pada penederita CLD juga
biasanya terdapat cyanosis. Cyanosis terjadi ketika darah
mengandung banyak hemoglobin tanpa oksigen yang memiliki warna
merah biru tua. Sehingga kulit menjadi kebiru-biruan. Cyanosis
dapat disebabkan oleh kelainan membran pernapasan, thromboembolus
paru yang menyebabkan berkurangnya berkurangnya aliran darah,
obstruksi jalan napas sehingga terjadi gangguan saluran pernafasan.
Cyanosis pada orang dengan kulit gelap dapat dilihat pada bagian
putih mata dan selaput lendir .CLD pada anak-anak diberikan
antibiotic sebagai obat infeksi dan demam. Selain itu memonitor
hipertensi pulmonal. Pemberian diuretic juga dilakukan untuk
mengeluarkan cairan dari paru-paru.Penyakit paru kronik dapat
menyebabkan kapasitas fungsional serta kualitas hidup yang menurun.
Sesak nafas dan cepat lelah merupakan indikasi utama yang
menggangu. Gejala sesak nafas ini akan bertambah dengan aktifitas
fisik. Proses kecacatan mulai berjalan dimana pada waktu awal
aktivitas fisik berat yang menimbulkan sesak. Penderita akan
mengurangi aktivitas fisiknya sampai akhirnya sesak terjadi hanya
dengan aktivitas ringan. Oleh karena itu, pasien harus diberikan
pemahaman dan dukungan moril terhadap perubahan aktifitas fisik
D. Tubercolosis1. DefinisiTuberkulosis adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).
Sebagian besar menyerang paru,tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lainnya. Bentuk kuman yaitu berbentuk batang,mempunyai sifat
khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan(BTA), cepat mati
bila kena sinar matahari,tetap dapat hidup beberapa jam pada tempat
yang lembab, dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur
dalam beberapa tahun.2. Patofisiologia. Tuberkulosis
PrimerPenularan Tb paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei di dalam udara. Partikel
infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,
tergantung pada ada atau tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang
buruk, dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap, kuman Tb
dapat bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel
infeksi ini terhisap oleh orang sehat, maka ia akan menempel pada
saluran nafas atau jaringan paru. Kuman ini akan dihadapi pertama
kali oleh neutrofil, kemudiab baru oleh makrofag. Kebanyakan
partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari
percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya
(Sudoyo et all., 2009).Pada infeksi TB, kompleks primer terdiri
dari penyakit lokal di tempat masuk basil tuberkel dan dalam nodus
limfatikus regional yang mengaliri daerah fokus primer. Fokus
primer tresebut dinamakan fokus primer Ghon (Rahajoe et all.,
2010). Setelah terhirup, basil tuberkel bermultifikasi di dalam
parenkim paru, dengan respon eksudat peradangan yang mengandung
leukosit polimorfonuklear. Secara hampir serentak beberapa basil
diangkut dari tempat inokulasi melalui aliran limfe ke kelompok
nodus limfatikus regional yang mengaliri fokus primer.
Digantikannya leukosit oleh makrofag membentuk fokus longgar
jaringan yang terinfiltrasi dimulai pada hari kedua dan keadaan ini
menetap selama 6-12 hari atau lebih. Makrofag yang berinfiltrasi
secara progresif menjadi lebih padat dan akhirnya cenderung
memanjang dan sebagian bersatu satu sama lain membentuk tuberkel
sel epiteloid yang khas. Ketika basil tuberkel memperbanyak diri,
terjadi perubahan reaksi terhadap basil dan hasil metaboliknya.
Hipersensitivitas timbul pada pejamu setelah 4-8 minggu, dan reaksi
kulit terhadap tuberkulin menjjadi positif. Terjadi nekrosis di
bagian tengah lesi dan menetap sebagai masa seperti keju kekuningan
yang disebut bahan kaseosa. Ketika resistensi dan hipersensitivitas
timbul, lesi dibatasi oleh penumpukan kolagen oleh fibrinosit dan
pembentukan kapsul. Pada bulan berikutnya lesi tuberkulosis sering
sembuh dengan resolusi (kembali ke normal), fibrosis, atau dengan
perngkapuran dalam 6 bulan samapa beberapa tahun (Rudolf et all.,
2006).Penyebaran kuman TB dari fokus Ghon di saluran limfe
menyababkan limfangitis dan di kelenjar limfe menyebabkan
limfadenitis. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau
tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe
prahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di apeks
paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan
anata fokus primer, limfangitis dan limfadenitis dinamakan kompleks
primer (Ranke) (Rahajoe et all., 2010). Semua proses ini memakan
waktu selama 3-8 minggu yang disebut dengan masa inkubasi,
variasinya mulai dari 2-12 minggu. Selanjutnya kompleks primer ini
dapat menjadi : sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat (banyak
terjadi), sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa
gari-garis fibrotik, kalsifikasi hilus, dan diantaranya dapat
mengalami reaktivasi lagi karena kuman yang dorman, serta
berkomplkasi dan menyebar secara perkontinuitatum (ke daerah
sekitar), bronkogen (pada paru-paru), limfogen dan hematogen
(Sudoyo et all., 2009).Pada saat terbentuknya kompleks primer,
infkesi Tb primer dinyatakan telah terjadi. Setelah kompleks
primer, imunitas seluler tubuh terhadap Tb terbentuk yang dapat
diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa
inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Pada sebagian besar
individu dengan sistem imun masih baik, pada saat sistem imun
seluler berkembang, proliferasi kuman Tb terhenti. Akan tetapi,
sejumlah kecil kuman Tb yang masuk ke dalam alveoli akan segera
dimusnahkan oleh imunitas seluler spesifik (cellular mediated
immunity, CMI) (Rahajoe et all., 2010). Kadang-kadang uji
tuberkulin (+) pada akhir masa inkubasi disertai dengan demam
jangka pendek dan eritem nodosum. Tanda radiologi sering tampak
saat ini, walaupun tidak ada gejala pernafasan. Infeksi primer
biasanya tidak berbahaya; kemudian terjadi penyembuhan, dengan
disertai kalsifikasi komplek Ghon yang timbul dalam 6 bulan, tetapi
lebih saring dalam 1-2 tahun setelah terjadi infeksi (Rudolf et
all., 2006). Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis
dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya tidak sesempurna fokus Ghon.
Kuman Tb dapat tetep hidup dan menetap selama bertahuntahun dalam
kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit Tb. Pasien
infeksi Tb tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberkulin
biasanya positif dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman
Tb (Rahajoe et all., 2010).b. Tuberkulosis Sekunder (Post
Primer)Kuman yang dormant pada Tb primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa.
Mayoritas reinfeksi sebesar 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi
karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit
maligna, DM, AIDS dan gagal ginjal. Tb post primer ini dimulai
dengan munculnya sarang dini yang berlokasi di regio atas paru
(bagian apikal-posterior lobus superior atau inferior. Invasinya
adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.
Tb post primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia
muda menjadi Tb usia tua (elderly tuberkulosis). Tergantung dari
jumlah kuman, virulensi dan imunitas pasien, sarang dini inipun
dapat mengalami reabsorbsi kembali dan sembuh tanpa cacat ataupun
sarang yang mula-mula maluas, tetapi segera menyembuh dengan
serbukan jaringan fibrosis (Sudoyo et all., 2009). Sarang dini
dapat bersumber di banyak lokasi antara lain fokus parenkim, nodus
limfatikus regional, dan fokus Simon berupa penanaman di apeks yang
terbentuk saat bakteremia dini fokus primer. Resiko munculnya Tb
post primer paling besar pada masa remaja; yang paling rentan
adalah anak yang pernah mengalami infeksi awal saat berusia lebih
dari 7 tahun (Rudolf et all., 2006). Kerentanan terhadap infeksi Tb
bergantung pada kemungkinan terekspos dengan individu pengidap Tb
(faktor primer berasal dari penderita) dan kemampuan sistem imun
untuk mengontrol infeksi awal dan menjaganya tetap laten.
Diperkirakan 10-15 miliar orang di AS mengidap Tb laten. Tanpa
terapi, penyakit Tb akan berkembang menjadi 5-10% . Diperkirakan
juga sekitar 8 miliar kasus baru terjadi setiap tahunnya mengenai
orang dewasa dan 3 miliar mengalami kematian. Pada Negara
berkembang, 1,3 miliar kasus baru terjadi pada anak-anak dibawah
umur 15 tahun dan 450.000 anak meninggal setiap tahunnya karena Tb.
Kebanyakan anak-anak dengan infeksi Tb dan penderita sakit Tb
ditularkan dari orang dewasa (Kliegman et all., 2007).Gejala dari
infeksi Tb primer pada anak-anak seringkali tidak khas.
Gejala-gejala sistemik yang mungkin timbul seperti demam,
berkeringat pada malam hari, anoreksia, batuk non produktif, gagal
tumbuh, dan berat badan tidak naik-naik. Sedangkan tanda nya
bergantung pada letak infeksi (pulmoner atau ekstrapulmoner) (Batra
et all., 2011). Gejala Tb paru adalah batuk priduktif yang
berkepanjangan (lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis
(Price et all., 2006). Pengeluaran sputum dan hemoptisis biasanya
terjadi apda penyakit lanjut dan perkembangan kavitas atau ulserasi
bronkus. Tanda spesifik abnormal pada paru terutama berupa ronki,
pekak dan berkurangnya suara nafas (Rudolf et all., 2006).Keluhan
spesifik organ dapat terjadi bila Tb mengenai ekstrapulmonal,
seperti benjolan di pungggug, sering membungkuk, atau pembengkakan
sendi. Bila mengenai susunan saraf pusat dapat terjadi gejala
iritabel, leher kaku, muntah-muntah dan kesadaran menurun. Gambaran
kelainan kulit yaitu skrofuloderma. Limfadenopati multipel di
daerah colli, aksila atau inguinal serta lesi flikten di mata
(Pudjiaji et all., 2010). Skrofuloderma adalah suatu bentuk
reaktivasi infeksi TB, diawali oleh suatu limfadenitis atau
osteomielitis yang membentuk abses dingin dan melibatkan kulit di
atasnya, kemudian pecah, dan membentuk sinus di permukaan kulit.
Skrofuloderma ditandai oleh massa yang padat atau fluktuatif, sinus
yang mengeluarkan cairan, ulkus dengan dasar bergranulasi dan tidak
beraturan serta tepi bergaung, serta sikatriks yang menyerupai
jembatan. Biasanya ditemukan di daerah leher atau wajah, tetapi
dapat juga dijumpai di ekstremitas atau trunkus (KMK, 2009).Setelah
pemberian obat selama 6 bulan, OAT dihentikan dengan melakukan
evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain. Bila
dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologis
tidak menunjukkan perubahan yang berarti, maka pengobatan
dihentikan (KMK, 2009).1. Panduan obat TB pada anakPengobatan TB
dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap awal/intensif (2 bulan pertama)
dan sisanya sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB
adalahminimal 3 macam obat pada fase awal/intensif (2 bulan
pertama) dan dilanjutkan dengan 2 macam obat pada fase lanjutan (4
bulan, kecuali pada TB berat). OAT pada anak diberikan setiap hari,
baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan.Untuk menjamin
ketersediaan OAT untuk setiap pasien, OAT disediakan dalam bentuk
paket. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa
pengobatan. Paket OAT anak berisi obat untuk tahap intensif, yaitu
Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z); sedangkan untuk
tahap lanjutan, yaitu Rifampisin (R) dan Isoniasid (H).2. Dosisa)
INH: 5-15 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/harib) Rifampisin:
10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/haric) Pirazinamid: 15-30
mg/kgBB/hari, dosis maksimal 2 000 mg/harid) Etambutol: 15-20
mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 250 mg/harie) Streptomisin: 1540
mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 000 mg/hari3. Untuk meningkatkan
kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lama
dengan jumlah obat yang banyak, paduan OAT disediakan dalam bentuk
Kombinasi Dosis Tetap = KDT (Fixed Dose Combination= FDC). Tablet
KDT untuk anak tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu:a)
TabletRHZyang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin), H
(Isoniazid) dan Z (Pirazinamid) yang digunakan pada tahap
intensif.b) TabletRHyang merupakan tablet kombinasi dari R
(Rifampisin) dan H (Isoniazid) yang digunakan pada tahap
lanjutan.c) Jumlah tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan
dengan berat badan anak dan komposisi dari tablet KDT tersebut.d)
Tabel berikut ini adalah contoh dari dosis KDT yang komposisi
tablet RHZ adalah R = 75 mg, H = 50 mg, Z = 150 mg dan komposisi
tablet RH adalah R = 75 mg dan H = 50 mg,Bila paket KDT belum
tersedia, dapat digunakan paket OAT Kombipak Anak. Pada keadaan TB
berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB milier,
meningitis TB, TB sendi dan tulang, dan lain-lain: Pada tahap
intensif diberikan minimal 4 macam obat (INH, Rifampisin,
Pirazinamid, Etambutol atau Streptomisin). Pada tahap lanjutan
diberikan INH dan Rifampisin selama 10 bulan.Untuk kasus TB
tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB
endobronkial, meningitis TB dan peritonitis TB diberikan
kortikosteroid (prednison) dengan dosis 12 mg/kg BB/hari, dibagi
dalam 3 dosis. Lama pemberian kortikosteroid adalah 24 minggu
dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu 26
minggu. Tujuan pemberian steroid ini untuk mengurangi proses
inflamasi dan mencegah terjadi perlekatan jaringan.4. Cara
penularanSumber penularan penderita TB BTA Positip; Melalui droplet
( percikan dahak), saat penderita BTA positip batuk atau bersin.
Setelah kuman masuk ke tubuh manusia melalui pernapasan, menyebar
melalui sistem peredaran darah,sistem saluran limfe, saluran nafas,
atau menyebar langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Penularan TB
di Indonesia masih cukup tinggi rata-rata 1-2 % dan dipengaruhi
oleh daya tahan tubuh yang rendah ; gizi buruk marasmik atau
penyakit HIV/AIDS menjadi faktur pencetus tinggi angka kesakitan TB
paru.5. Komplikasi pada penderita TB paruHemoptasis ( perdarahan pd
saluran nafas bawah , kematian karena syok hipovolemik/
tersumbatnya jalan nafas, kolaps dari lobus akibat retraksi
bronkial, bronkiectasis dan fibrosis pada paru,penyebaran infeksi
ke organ lain; otak,tulang, persendian,ginjal,insufisiensi kardio
pulmoner ( cardio pulmonary insufficiency).
E. Gizi Buruk Marasmik 1. DefinisiGizi buruk atau malnutrisi
dapat diartikan sebagai asupan gizi yang buruk. Hal ini bisa
diakibatkan oleh kurangnya asupan makanan, pemilihan jenis makanan
yang tidak tepat ataupun karena sebab lain seperti adanya penyakit
infeksi yang menyebabkan kurang terserapnya nutrisi dari makanan.
Secara klinis gizi buruk ditandai dengan asupan protein, energi dan
nutrisi mikro seperti vitamin yang tidak mencukupi ataupun berlebih
sehingga menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan.Gizi buruk
adalah bentuk terparah (akut), merupakan keadaan kurang gizi
tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya tingkat konsumsi
energi, protein serta makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu
yang cukup lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat kurus
(menurut BB terhadap TB) atau hasil pemeriksaan klinis menunjukkan
gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor. Secara
terperinci gejala klinis gizi buruk seperti berikut; marasmus
dengan tanda-tanda tubuh sangat kurus, tampak tulang terbungkus
kulit, perut cekung, iga gambang/tulang rusuk menonjol, wajah
seperti orang tua (monkey face), mata tidak bercahaya, rambut
kusam, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan lemak subkutis
sangat sedikit sampai tidak ada, penyakit infeksi umumnya bersifat
kronis (diare kronik atau konstipasi), sedangkan kwashiorkor dengan
tanda-tanda tubuh edema di seluruh tubuh terutama kaki, otot
mengecil, wajah membulat dan sembab (moon face), pandangan sayu,
rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut tanpa
terasa sakit, apatis dan rewel, kelainan kulit berupa bercak merah
muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan
terkelupas, penyakit infeksi biasanya bersifat akut (anemia dan
diare). Gejala marasmik-kwashiorkor merupakan campuran dari
beberapa gejala klinik marasmus dan kwashiorkor, disertai edema
yang tidak mencolok.2. Penyebab Gizi BurukBanyak faktor yang
mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF ada dua
penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu:a. Kurangnya asupan
gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan
yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang
dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.b.
Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi atau penyakit
lain seperti jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.
Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh
sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik c.
Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh
anakd. Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak
memadaiSecara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan
makanan yang kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi.
Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara
lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup
salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah.
Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan
yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling
memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan
kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem
pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi (Nency,
2005).Kebutuhan energi gizi buruk remaja-dewasaumur
(tahun)kebutuhan energi (kkal/kgbb)
7-1075
11-1460
15-1850
19-7540
>7535
protein = 3-4 gr/kgBBA, lemak 20-30% total kebutuhan,
karbohidrat 50-65% total kebutuhan.
F. Tatalaksana dietPasien dengan penyakit decompensatio cordis,
pulmonary hypertension, chronic lung disease, TB paru aktif dalam
obat anti tubercolosis (OAT) bulan ke III, gizi buruk marasmik
selama pengobatan, akan ada kehilangan nafsu makan, mual dan muntah
terutama apabila pasien mengalami sesak. Selain itu pasien penyakit
tersebut juga mengalami status gizi buruk marasmik. Pasien dengan
komplikasi gizi buruk maka mengikuti tatalaksana gizi buruk.
Sehingga dalam asupan makannya, pasien perlu asupan makan tinggi
protein dan tinggi kalori dalam rangka meningkatkan sistem
kekebalan tubuh, meningkatkan status gizi pasien agar mendekati
normal, dan mengurangi efek samping dari pengobatan. Makanan dapat
menjadi sumber infeksi bagi penderita TB yang sangat rentan sistem
immunnya. Oleh karena itu perlu handling (penanganan) makanan saat
penyediaan makanan yang dapat memenuhi prinsip sanitasi dan hygiene
makanan seperti seluruh bahan makanan yang berasal dari unggas
harus dimasak hingga betul-betul matang, sebab virus influenza
hanya dapat dihancurkan oleh panas minimal pada suhu 70 Celcius,
jangan menggunakan telur mentah atau telur setengah matang pada
makanan yang tidak dimasak terlebih dahulu, setelah mengolah bahan
makanan yang bersumber dari unggas atau telur, cuci tangan dan
seluruh permukaan alat yang digunakan dengan sabun dan air, jangan
memakan produk-produk daging unggas atau telur mentah.
BAB IIIHASIL PENGAMATAN
A. Gambaran Umum PasienNama : An. GBJenis Kelamin: Laki-lakiNo.
Rekam. Medis: 372-73-99Tempat Tanggal Lahir: Jakarta, 14 Mei
1999Umur: 14 tahun 10 bulanAgama: Kristen ProtestanPendidikan:
Belum Tamat Sekolah Menengah PertamaPekerjaan: PelajarMasuk IGD: 24
Maret 2014Masuk R.Rawat: 27 Maret 2014Ruang Rawat: Ged. A lt.1
bagian anakTanggal Pengamatan : 2-4 Maret 2014Diagnosa
Medis:Decompensatio Cordis NYHA III-IV, Pulmonary Hypertension,
Chronic Lung Disease, TB Paru Aktif dalam OAT (Obat Anti
Tubercolosis) Bulan ke III, Gizi Buruk Marasmik
B. Masalah Penyakit Pasien1. Riwayat Penyakit KeluargaTidak
ditemukan penyakit serupa di dalam keluarga, selain itu tidak ada
riwayat penyakit lain.2. Riwayat Penyakit DahuluImunisasi tidak
lengkap, hanya BCG dan hepatitis 1x. Terdiagnosa Chronic Lung
Disease, TB Paru on bulan III, Pulmonary Hypertension
3. Riwayat penyakit sekarang Sesak, bengkak sejak 5 hari SMRS.
Bengkak pada mata dan kaki. Aktifitas terbatas, mudah lelah, tidak
ada batuk/pilek/demam/mual/muntah. Os rutin berobat ke poli respi
dan kardio. Obat diminum teratur. Terakhir ke poli kardio 2 bulan
yang lalu. Pasien saat ini dirawat dengan edukasi F1004. Diagnosa
penyakit : Penatalaksanaan Diet pada Pasien Decompensatio Cordis
NYHA (New York Heart Association) III-IV, Pulmonary Hypertension,
Chronic Lung Disease, TB Paru Aktif dalam OAT (Obat Anti
Tubercolosis) Bulan ke III dan Gizi buruk marasmik
C. Skrinning GiziTahapan pelayanan gizi rawat inap diawali
dengan skrinning/penapisan gizi oleh perawat ruangan dan penetapan
order diet awal (preskripsi diet awal) oleh dokter. Skrining gizi
adalah proses identifikasi karakteristik yang mempunyai hubungan
dengan masalah gizi. Tujuan dilakukannya skrining gizi adalah untuk
menentukan seseorang beresiko malnutrisi atau tidak. Proses
skrining dapat dilakukan dengan cara memperoleh informasi tentang
perubahan berat badan (meningkat atau menurun), perubahan asupan
makanan, keluhan yang berhubungan fungsi saluran cerna (mual,
muntah, diare). Untuk skrining gizi pada pasien anak-anak digunakan
Strong Kids. Hasil skrining pada pasien yang diamati adalah 5
(pasien berisiko malnutrisi tinggi).
D. Asuhan Gizi Terstandar1.Assessmenta) AntropometriSecara umum,
antropometri berarti ukuran tubuh manusia. Penilaian secara
antropometri adalah suatu pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Data antropometri
merupakan hasil pengukuran fisik pada individu. Pengukuran yang
umum dilakukan antara lain tinggi badan (TB), berat badan (BB),
tinggi lutut, lingkar lengan atas, tebal lemak, lingkar pinggang,
lingkar panggul, dan sebagainya. Data yang telah didapat akan
dianalisis menggunakan CDC karena umur pasien > 5 tahun dengan
kategori BB/U, TB/U, BB/TB dan LLA/U. hasil analisis disajikan
dalam bentuk persentase. Data yang didapatkan dari pasien dan
analisis status gizinya adalah sebagai berikut:BB: 27 kgPB: 145
cmLILA: 16 cmBBI: 36 kgHA: 11 th 0 blnTabel 3.1 Pengkajian Status
Gizi Berdasarkan AntropometriKeteranganHasilPenilaian
BB Ideal36-
BB/U58 %Gizi buruk
TB/U86,5 %Gizi kurang
BB/TB76 %Gizi kurang
LLA/U63 %Gizi buruk marasmik
HA11 tahun 0 bulan-
Kesan : status gizi An. GB adalah gizi buruk perawakan pendek.E.
Data Biokimia Data biokimia adalah data yang didapat dari hasil
pemeriksaan darah pada pasien. Data biokimia yang akan disajikan
adalah data yang terkait dengan giziTabel 3.2 Hasil Pemeriksaan
Biokimia 26 Maret 2014Data BiokimiaSatuanHasilNilai
normalKesimpulan
Hbg/dl13,6 11,5-14,5 Normal
Ht%41,733-43Normal
Leukosit/L7,060x1034-12x103Normal
Trombosit/L262x103150-400x103Normal
Kesan : tidak ada masalah gizi berdasarkan data
laboratorium.
F. Klinis/FisikData klinis merupakan data yang didapat dari apa
penampakan atau yang dapat dilihat secara langsung oleh pasien
ataupun dokter namun tidak dapat diukur, contohnya penampakan gemuk
atau kurus, gigi tanggal/ompong, pasien dalam keadaan sadar atau
tidak. Sedangkan data fisik adalah data yang didapat dari hasil
pengukuran fisik atau tubuh seperti tekanan darah, denyut nadi,
frekuensi pernapasan dalam satuan berapa kali per menit dan suhu
tubuh. Berikut adalah data klinis dan fisik yang didapat dari
pasien pada tanggal 1 April 2014Tabel 3.3 Keadaan Klinis Pasien
Tanggal 1 April 2014KeadaanHasil
MukaMuka pucat, tirus
LenganWasting, tulang terbalut kulit
SesakTerlihat sesak namun sudah berkurang
Nyeri dadaTidak ada nyeri dada
Mual/muntah/diareTidak ada mual/muntah/diare
Kesadaran Compos mentis
KakiTulang terbalut kulit, lemah jika berdiri
Kesan: pasien mengalami gizi buruk marasmik
Tabel 3.4 Keadaan Fisik Pasien Tanggal 1 April 2014Keadaan
FisikHasilNilai NormalKeterangan
Tekanan darah(mmHg)119/79 120/65 Normal
Nadi (kali/menit)11070-110Normal
Pernapasan(kali/menit)24 18-30Normal
Suhu 0C36,736-37Normal
Sa02%84>90Rendah
Kesan : pasien mengalami sesak nafas.G. Riwayat DietRiwayat diet
didapatkan dari wawancara kepada keluarga pasien. Riwayat diet pada
kasus ini dibagi menjadi 2 yakni pola makan sebelum masuk rumah
sakit atau pola makan dirumah (meliputi adanya alergi terhadap
makanan atau tidak, makan yang disukai dan tidak disukai) dan saat
masuk rumah sakit. Untuk pola makan saat dirumah sakit ditentukan
dengan metode recall 24 jam. Data dianalisis menggunakan
nutrisurvey. Berikut data asupan makan sebelum dan sesudah masuk
rumah sakit :1. Riwayat Diet SMRSRiwayat diet pasien SMRS
didapatkan berdasarkan anamnesis dengan ibu Pasien. Yaitu dengan
menanyakan kebiasaan makan pasien selama 3 bulan terakhir yaitu
meliputi makan utama, selingan, makanan kesukaan, makanan yang
tidak suka dan makanan pantangan.Pasien menyukai makanan yang
digoreng dan sayur lalapan, tidak menyukai susu bubuk fullcream,
serta kurang menyukai sayuran matang kecuali jagung kuning pipil
dan sawi putih. Selain itu, jarang mengonsumsi sayuran. Tidak ada
alergi dan pantanagan makanan. Makan utama sehari 3x dan 2x
selingan. Berikut data asupan makan Pasien selama 3 bulan terakhir
sebelum masuk rumah sakit:Jam 08.00= nasi 1 P, telur ceplok 1P, Jam
10.00= biscuit biskuat coklat 2 bungkusJam 12.00= nasi 1,5P, tempe
goreng 1P,sup sayuran P.Jam 16.00= roti 1PJam 18.00= nasi 1,5P,
tempe goreng 1P,sup sayuranP.Kesan: pola makan tidak seimbang2.
Riwayat Diet MRSData riwayat diet dianamnesis ketika 1 hari sebelum
pengamatan yaitu dengan melakukan wawancara dengan ibu pasien.
Selama di rumah sakit nafsu makan baik jika tidak sesak. Pasien
saat ini (31 Maret 2014) mendapatkan diet MB 1500 kkal (3x utama
dan 2x selingan) serta F100 3x200ml. Pasien dapat menghabiskan
hampir semua makanan yang diberikan jika tidak sesak. Namun, saat
ini sedang sesak sehingga tidak sarapan dan dalam sehari hanya
mengonsumsi nasi 2P, Hewani 1,5P, Buah 2P, Biskuit biskuat 1
bungkus kecil serta F100 3x200ml.Tabel 3.5 Asupan Energi dan Zat
Gizi SMRS & MRSAsupanSMRSMRS
Energi (kkal)15581257
Protein (gram)44.339.5
Lemak (gram)5064
KH (gram)221135
Vit.A(RE)3002584
Vit.C (mg)941
Fe (mg)46
Ca (mg)160650
Kesan : Pasien mengalami penurunan asupan energi dan zat gizi
makro yaitu protein, lemak, karbohidrat saat MRS. Namun terdapat
peningkatan asupan zat gizi mikro yaitu vitamin A, vitamin C, zat
besi dan kalsium.3. Perhitungan kebutuhan SMRSEnergi= 65 kkal/kgBBI
= 65 x 36 kg = 2340 kkal = 2300 kkalProtein= 12% total kebutuhan =
70 gramLemak= 30% total kebutuhan = 77 gramKH= 58% total kebutuhan
= 333 gramVit.A= 600 REVit.C= 75 mgFe= 19 mgCa= 1000 mgTabel 3.6
Perbandingan Asupan Energi & Zat Gizi SMRS Terhadap
KebutuhanAsupanKebutuhanSMRS
n%
Energi (kkal)2300155868
Protein (gram)7044.364
Lemak (gram)775064
KH (gram)33322167
Vit.A(RE)60030030
Vit.C (mg)75912
Fe (mg)19421
Ca (mg)100016016
Kesan : Asupan energi dan zat gizi SMRS belum memenuhi kebutuhan
yaitu kurang dari 90% kebutuhan.4. Perhitungan kebutuhan
MRSPerhitungan Energi dan zat gizi remaja gizi buruk marasmik
Energi= 60kkal/kgBBI= 60 x 36 = 2160= 2100 kkalProtein= 3gr/kgBBA =
3 X 27 = 81 = 80 gram = 15,2%Lemak= 30% total kebutuhan = 70
gramKH= 54.8% total kebutuhan = 288 gramVit. A= 600 REVit. C= 75
mgFe= 19mgCa = 1000mgCairan = 1000ml/24 jamTabel 3.7 Perbandingan
Asupan Energi & Zat Gizi MRS Terhadap
KebutuhanAsupanKebutuhanMRS
n%
Energi (kkal)2100125760
Protein (gram)8039.549
Lemak (gram)706491
KH (gram)28813547
Vit.A(RE)6002584430
Vit.C (mg)754155
Fe (mg)19632
Ca (mg)100065065
Cairan12001350112
Kesan : Asupan pasien MRS belum mencapai kebutuhan yaitu asupan
kurang dari 90%
Tabel 3.8 Perbandingan Asupan Energi & Zat Gizi SMRS &
MRS Terhadap KebutuhanAsupanPersentase SMRSPersentase MRS
Energi6860
Protein6449
Lemak6491
KH6747
Vit.A30430
Vit.C1255
Fe2132
Ca1665
Cairan-112
Kesan: asupan energi dan zat gizi pasien SMRS dan MRS belum
memenuhi kebutuhan yaitu belum mencapai 90% kebutuhanH. Riwayat
Personal Riwayat personal adalah data-data mengenai pasien meliputi
pendidikan, pekerjaan, social ekonomi, dsb. Riwayat personal dalam
kasus ini adalah pasien merupakan anak pelajar SMP dengan berat
lahir 3000 gram dan panjang lahir 45 cm. Pasien anak ke 1 dari 4
bersaudara. Memiliki riwayat imunisasi tidak lengkap, hanya BCG dan
Hepatitis B 1x. tidak ada riwayat penyakit serupa dalam keluarga.
Pasien sudah berobat jalan selama 2 tahun dan sudah dirawat 4x di
RSCM. Aktifitas pasien di rumah terbatas karena sesak. Pasien
berobat dan dirawat dengan Jamkesmas dan belum pernah mendapat
kosneling gizi. Berikut obat yang diberikan:
Tabel 3.9 Data ObatObatManfaatInteraksi obat terhadap
makanan
KlaritomisinMengatasi Decompensatio Cordis, efektif terhadap
bakteri, seperti Haemophilus influenzae, Streptocomlus
pneumoniaeDiare, mual, nyeri & rasa tidak enak pada perut,
pengecapan abnormal, dispepsia, sakit kepala.
FurosemideMengatasi Decompensatio Cordis, mengatasi cairan pada
jantungTekanan darah rendah, dehidrasi, defisiensi magnesium
LisinoprilMengatasi pulmonary hypertension, Untuk mengurangi zat
kimia yang menyempitkan pembuluh darah.Efek CV (hipotensi, Efek CNS
(kelelahan, sakit kepala); Efek GI (gangguan perasa)
Sildenafil , Inhalasi iloprostMengatasi pulmonary hypertension ,
perbaikan fungsional klas NYHAHepatotoksik, menurunkan penyerapan
vitamin B6 (pyridoxine), kalsium dan vitamin D.
FDC (rifampicin, pyrazinide)Mengatasi TBMakanan akan
meningkatkan pH lam-bung mencegah disolusi & absorbsi. Maka
dikonsumsi dengan air dan sebelum makan.
Kesan : obat yang dikonsumsi dapat mengakibatkan perubahan
indera pengecap, meningkatkan pH lambung sehingga menyebabkan tidak
nafsu makan.2. Diagnosis GiziDiagnosis gizi adalah kegiatan
mengidentifikasi dan memberi nama masalah gizi yang aktual, dan
atau berisiko menyebabkan masalah gizi yang merupakan tanggungjawab
dietisien untuk menanganinya secara mandiri. Diagnosis gizi
diuraikan atas komponen masalah gizi (Problem), penyebab masalah
(Etiology), serta tanda dan gejala adanya masalah (Sign &
Symptoms).a) Domain AsupanMalnutrisi berkaitan dengan kurang asupan
energi dan protein kronis ditandai oleh asupan energi dan zat
gizi