BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangBunyi pada sendi merupakan
gejala yang paling sering terdapat pada pasien dengan gangguan TMJ.
Gejala-gejala gangguan TMJ sangat bervariasi. Gejala-gejala ini
melibatkan komponen-komponen dari TMJ seperti otot, saraf, tendon,
ligamen, jaringan penghubung dan gigi. Pada gangguan TMJ, pasien
bisa menderita nyeri hebat yang menyebar sampai ke telinga, mulut
tak bisa menutup, dan pembengkakan yang signifikan. Kliking sebagai
salah satu bunyi pada sendi temporomandibula. Secara umum terdapat
dua macam bunyi sendi yaitu kliking dan krepitus. Kliking merupakan
keluhan pada sendi temporomandibula yang paling sering. Kliking
dapat terjadi pada satu atau kedua sendi temporomandibula saat
gerakan mandibula dan pada semua tujuan dari pergerakan atau pada
semua kombinasi pergerakan, seperti membuka, menutup, protrusi,
retrusi atau pergeseran ke lateral.Bunyi ini terjadi karena adanya
perubahan letak, bentuk dan fungsi dari komponen sendi
temporomandibula. Bunyi yang dihasilkan dapat bervariasi, mulai
dari lemah dan hanya terasa oleh pasien hingga keras dan tajam.
Bunyi ini dapat terjadi di awal, pertengahan dan akhir gerak buka
dan tutup mulut. Umumnya bunyi tersebut hanya dapat didengar oleh
penderita, namun pada beberaoa kasus, bunyi tersebut menjadi cukup
keras sehingga dapat didengar oleh orang lain.1.2 SkenarioA student
complained that there was a click sound on his jaw joint when he
opened his mouth a bit wider and sometimes his jaw joint struck
out. This bothered much his activities. His face looked
asymmetrical. On mouth cavity examination, it was found out that
the midline of the front teeth was asymmetrical. His front teeth
were crowding, his three lower molars peeled off, and his occlusal
and incisal surfaces of his teeth had been worn-out.1.3 Rumusan
MasalahDari latar belakang dan skenario di atas dapat di rumuskan
beberapa masalah, antara lain sebagai berikut:1) Apa definisi
kliking?2) Apa saja anatomi dan inervasi sendi temporomandibular
yang berkaitan dengan kliking?3) Apa saja etiologi kliking?4)
Bagaimana patofisiologi kliking?5) Apa saja efek yang ditimbulkan
oleh kliking?6) Apa saja klasifikasi kliking?7) Bagaimana
pemeriksaan kliking?8) Bagaimana penatalaksanaan kliking?9) Apa
saja poin poin anamnesa?1.4 Tujuan PembelajaranDari beberapa hal
diatas, tujuan pembelajaran yang ingin kami capai, antara lain
sebagai berikut:1. Menyebutkan definisi kliking2. Menyebutkan dan
menjelaskan anatomi dan inervasi sendi temporomandibular yang
berkaitan dengan kliking3. Menyebutkan etiologi kliking4.
Menjelaskan patofisiologi kliking5. Menyebutkan efek yang
ditimbulkan kliking6. Menyebutkan dan menjelaskan klasifikasi
kliking7. Menyebutkan dan menjelaskan cara pemeriksaan kliking8.
Menyebutkan dan menjelaskan penatalaksanaan kliking9. Menyebutkan
poin poin penting anamnesa
BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi KlikingDefinisi kliking
merupakan gejala umum yang sering dijumpai pada kasus TMJ. Kliking
merupakan bunyi tunggal dan jelas dengan durasi singkat pada TMJ
yang timbul saat melakukan gerakan membuka dan menutup (Okeson,
2008).Sedangkan menurut Prof.Haryo Dipoyono, kliking merupakan
gejala tersering yang menandakan adanya gangguan sendi
temporomandibular dislokasi diskus artikularis. Menurutnya,
perubahan posisi interkuspal menjadi salah satu penyebab terjadinya
kliking. Untuk melakukan evaluasi terhadap jaringan lunak melakukan
evaluasi, terutama posisi diskus maka dapat dipilih teknik
radiografis.Pendapat lain menyebutkan, bunyi kliking adalah suatu
suara yang durasi pendek. Suara ini relatif kuat terdengar dan
kadang-kadang seprti satu tepukan (Dimitroulis, dkk. 1995). Kliking
merupakan suara yang timbul dari sendi temporomandibula yang
terdengar oleh pasien dan dokternya selama pergerakan mandibula
(Harty, 2012).
2.2 Struktur Anatomi dan Inervasi TMJ2.2.1 Struktur Anatomi
TMJTemporo Mandibular Joint (TMJ) merupakan salah satu bagian dari
tubuh manusia, tulang satu yang lainnya disusun atau dihubungkan
oleh persendian. Persendian dapat diartikan sebagai pertemuan
antara dua atau lebih tulang pembentuk dari rangka tubuh. Lokasi
dari persendian Temporo Mandibula berada tepat dibawah telinga kiri
dan kanan. Sendi tersebut berfungsi menghubungkan rahang bawah dan
rahang atas. Sendi Temoporo Mandibula merupakan sendi yang unik
karena bilateral dan merupakan sendi yang paling kompleks. Temporo
Mandibular Joint (TMJ) merupakan salah satu sendi yang sangat aktif
dan paling sering digunakan, yaitu pada waktu berfungsi untuk
berbicara, mengunyah, menggiit, menguap dan lain-lainnya. TMJ juga
memungkinkan terjadinya tiga gerakan fungsi utama yaitu membuka dan
menutup, memajukan dan memundurkan, serta gerakan ke samping. TMJ
terdiri dari beberapa bagian yang terpenting, diantaranya :1.
Kondilus mandibulaKondilus mandibula mempunyai letak dan posisi
yang paling baik untuk bekerja sebagai poros dari pergerakan
mandibula. Kondilus orang dewasa berbentuk elips serta kasar,
dengan sumbu panjang yang bersudut ke belakang antara lima belas
sampai tiga puluh derajat terhadap bidang frontal. Diperkirakan
kedua ukuran kondilus dan angulasinya sangat individual dan sering
ada perbedaan antara kanan dan kiri. Kondilus mandibula ukuran dan
bentuknya bervariasi.2. Diskus articularisLetak kondilus mandibula
tidak berkontak langsung dengan permukaan tulang temporal, tetapi
dipisahkan oleh suatu discus yang halus yang di sebut dengan
meniscus atau discus artikularis. Discus articularis terletak
antara kondilus mandibula dan fossa glenoidalis. Discus articularis
terbagi dalam tiga bagian berdasarkan ketebalannya. Bagian tengah
adalah bagian paling tipis yang di sebut zona intermediate. Zona
intermediate memisahkan bagian yang lebih tebal yang disebut
anterior band dan posterior band.3. Fossa GlenoidalisKondilus
mandibual membentuk persendian dengan bagian tulang temporal pada
dasar cranium. Bagian dari tulang temporal ini berbentuk cekungan
yang di tempati kondilus mandibula. Bagian inilah yang di kenal
sebagai fossa glenoidalis. Fossa glenoidalis cekung disebelah
latero-median dan antero-posterior. Pada bagian yang paling dalam
dari fossa ini, tulangnya sangat tipis dan tidak dapat mendukung
mandibula. Fossa glenoidalis padat tetapi tipis dan tertutup oleh
jaringan lunak yang tipis sehingga struktur ini tidak dapat menahan
beban yang besar.4. Kapsul sendiKapsul sendi menutupi discuss
articularis. Kapsul ini pada bagian atas menempel pada rim fossa
glenoidalis dan eminensia articularis. Pada bagian bawah menempel
pada kondilus. Pada bagian posterior menempel pada zona bilaminer.
Disebelah anterior, kapsul berhubungan dengan insersi otot
pterygoideus lateralis. Disebelah medial, kapsul sendi tipis dan
disebelah lateral lebih tebal dan diperkuat oleh ligament
temporomandibula.5. Ligamen-ligamen sendiLigament merupakan
jaringan ikat fibrous avaskuler yang kuat. Ada tiga ligament yang
berkaitan dengan TMJ, yaitu ligament temporomandibula, ligament
sphenomandibula dan ligament stylomandibula.6. Membran
synovialMembrane ssynovial adalah membrane sekretori khusus yang
menyediakan nutrient, pelumasan dan pembersihan untuk permukaan
sendi serta menanggung beban. Permukaan articular dari sendi
dilumasi dan mendapat makanan dari cairan synovial yang dikeluarkan
ke kompartemen sendi oleh membrane synovial. Cairan synovial
disekresikan dengan jumlah yang cukup untu bekerja sebagai pelumas.
Cairan itu juga membersihkan potongan potongan yang sudah rusak dan
sel sel katabolis keluar dari permukaan sendi.7. Otot-otot
mastikasiTMJ juga dikontrol oleh otot, terutama otot pengunyahan
yang terletak disekitar rahang dan sendi tomporomandibula. Walaupun
banyak otot pada kepala dan leher, tetapi istilah otot mastikasi
biasanya menunjuk pada 4 pasang otot, yaitu otot masseter, otot
temporalis, otot pterygoideus lateralis dan pterygoideus
medialis.Sendi temporomandibular (sendi rahang) merupakan salah
satu organ yang berperan penting dalam sistem stomatognatik
(Pedersen, 1996). Temporomandibular joint merupakan sendi yang
bertanggung jawab terhadap pergerakan membuka dan menutup rahang
mengunyah dan berbicara yang letaknya dibawah depan telinga. Sendi
temporomandibula merupakan satu-satunya sendi di kepala, sehingga
bila terjadi sesuatu pada salah satu sendi ini, maka seseorang
mengalami masalah yang serius. Masalah tersebut brupa nyeri saat
membuka, menutup mulut, makan, mengunyah, berbicara, bahkan dapat
menyebabkan mulut terkunci.Lokasi sendi temporomandibular (TMJ)
berada tepat dibawah telinga yang menghubungkan rahang bawah
(mandibula) dengan maksila (pada tulang temporal). Sendi
temporomandibular ini unik karena bilateral dan merupakan sendi
yang paling banyak digunakan serta paling kompleks (Pedersen,
1996).Kondil tidak berkontak langsung dengan permukaan tulang
temporal, tetapi dipisahkan oleh diskus yang halus, disebut
meniskus atau diskus artikulare. Diskus ini tidak hanya perperan
sebagai pembatas tulang keras tetapi juga sebagai bantalan yang
menyerap getaran dan tekanan yang ditransmisikan melalui sendi.
Permukaan artikular tulang temporal terdiri dari fossa articulare
dan eminensia artikulare. Seperti yang lain, sendi
temporomandibular juga dikontrol oleh otot, terutama otot
penguyahan, yang terletak disekitar rahang dan sendi
temporomandibular. Otot-otot ini termasuk otot pterygoid interna,
pterygoid externa, mylomyoid, geniohyoid dan otot digastrikus.
Otot-otot lain dapat juga memberikan pengaruh terhadap fungsi sendi
temporomandibular, seperti otot leher, bahu, dan otot punggung
(Pedersen, 1996).Ligamen dan tendon berfungsi sebagai pelekat
tulang dengan otot dan dengan tulang lain. Kerusakan pada ligamen
dan tendon dapat mengubah kerja sendi temporomandibular, yaitu
mempengaruhi gerak membuka dan menutup mulut (Pedersen, 1996).
Sendi temporomandibular, atau TMJ, adalah artikulasi antara
kondilus mandibula dan bagian skuamosa tulang temporal (Pedersen,
1996). Kondilus ini berbentuk eliptik dengan sumbu panjang
berorientasi mediolaterally (Pedersen, 1996).Permukaan artikular
tulang temporal terdiri dari fosa artikular cekung dan cembung
eminensia artikularis (Pedersen, 1996). Meniskus adalah pelana,
struktur berserat yang memisahkan kondilus dan tulang temporal.
meniskus bervariasi dalam ketebalan: pusat, zona antara tipis tebal
memisahkan bagian-bagian yang disebut band anterior dan posterior
band. Posterior, meniskus yang berdekatan dengan jaringan lampiran
posterior disebut zona bilaminar. Zona bilaminar adalah diinervasi,
jaringan pembuluh darah yang memainkan peran penting dalam
memungkinkan kondilus untuk memindahkan foreward. Para meniskus dan
lampirannya membagi bersama ke dalam ruang superior dan inferior.
Ruang bersama superior dibatasi di atas oleh fosa artikular dan
eminensia artikularis. Ruang bersama inferior dibatasi di bawah
oleh kondilus tersebut. Kedua ruang bersama memiliki kapasitas
kecil, umumnya 1cc atau kurang (Pedersen, 1996).
Gambar 3.2 Struktur TemporoMandibular Joint (TMJ)
Gambar Struktur Sendi Temporomandibula LateralGambar Struktur
Sendi Temporomandibula Coronal
Otot - otot yang berperan pada TMJ2.2.2 Persarafan pada Sendi
Temporomandibula Persarafan sensorik pada sendi temporomandibula
yang terpenting dilakukan oleh nervus aurikulotemporalis yang
merupakan cabang pertama posterior dari nervus mandibularis. Saraf
lain yang berperan adalah nervus masstericus dan nervus temporal.
Nervus massetericus bercabang lagi di depan kapsul dan meniskus.
Nervus auriculotemporal dan nervus massetericus merupakan serabut
serabut propioseptif dari impuls sakit nervus temporal anterior dan
posterior melewati bagian lateral muskulus pterigoideus yang
selanjutnya masuk ke permukaan dari muskulus temporalis, saluran
spinal dari nervus trigeminus. Permukaan fibrous artikular,
fibrokartilago, daerah sentral meniskus dan membran sinovial tidak
ada persarafannya (Nazar, 2010). 2.2.2.1 Persarafan sensorik pada
capsula articularis TMJCapsula TMJ disuplai oleh cabang cabang
articularis yang muncul dari tiga cabang divisi mandibularis dari
n. trigeminus (N.V3) : N. auriculotemporalis (divisi posterior
N.V3) Nn. Temporalis profundi posterior (divisi anterior N. V3) N.
massetericus (divisi anterior N. V3)(Baker, 2015)
2.2.2.2 Ligamentum pada lateral TMJTMJ dikelilingi oleh capsula
yang relatif longgar yang memungkinkan terjadinya dislokasi
fisiologis selama pembukaan rahang. Sendi distabilisasi oleh tiga
ligamentum yaitu ligamentum laterale, ligamentum stylomandibulare,
dan ligamentum sphenomandibulare. Ligamentum yang terkuat adalah
ligamentum laterale yang membentang di atas dan menyatu dengan
capsula articularis. (Baker, 2015)
2.2.3 Suplai Darah pada Sendi TemporomandibulaDi belakang
meniskus ada suatu kelompok jaringan ikat longgar yang banyak
berisi pembuluh darah dan saraf. Suplai darah yang utama pada sendi
ini oleh arteri maksilaris interna terutama melalui cabang
aurikular. Arteri maksilaris merupakan cabang terminal dari arteri
karotis eksterna yang mensuplai struktur di bagian dalam wajah dan
sebagian wajah luar. Awalnya berada di kelenjar parotis, berjalan
ke depan di antara ramus mandibula dengan ligamen sphenomandibula,
kemudian ke sebelah dalam dari muskulus pterigoideus eksternus
menuju fosa pterigoideus.Arteri ini terbagi atas 3 bagian yaitu:
Pars mandibularis yang berjalan mulai dari bagian belakang kolum
mandibula sampai ke fosa infratemporalis, pars pterigoideus yang
berada di dalam fosa infratemporalis, pars pterygopalatinus yang
berada di dalam fosa pterigopalatina. Daerah sentral meniskus,
lapisan fibrous dan fibrokartilago umumnya tidak memiliki suplai
darah sehingga metabolismenya tergantung pada difusi tulang yang
terletak di dalam dan cairan sinovial.
BAB IIIPEMBAHASAN3.1 Mapping
3.2 Etiologi KlikingEtiologi disfungsi sendi temporomandibula
sampai saat ini masih banyak diperdebatkan dan multifaktorial,
beberapa penulis menyatakan sebagai berikut:Gangguan pada tulang
rahang dapat disebabkan oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor
dalam meliputi kelainan bawaan dan penyakit sistemik. Sedangkan
faktor luar yaitu trauma. Gross dan Matthew (1991) berpendapat
bahwa clicking dapat terjadi karena osteoarthritis. Menurut Jubhari
(2002), keadaan yang sering ditemui pada pasien dengan gangguan
pada sendi temporomandibula adalah osteoarthritis dan osteoporosis
pada wanita menopause.Sendi temporomandibula dapat berfungsi dengan
baik, keadaan otot otot harus rileks, fleksibel, dan bekerja secara
simetris. Otot berfungsi sebagai alat stabilisasi yang terpenting
dari sendi temporomandibula.Otot otot yang berperan dalam
terjadinya clicking adalah musculus pterygoideus externus. Shicer
(1960) menjelaskan secara fisiologis adanya aksi otot yang
berlawanan dari normal sebagai akibat dari hiperaktivitas otot.
Pada aksi otot yang normal, kepala superior otot melekat pada
diskus artikularis dan kepala inferior melekat pada kondilus
mandibula. Kepala superior tidak aktif selama gerak membuka ketika
kepala inferior berkontraksi, sehingga diskus artikularis mengikuti
kondilus pada saat kondilus meluncur ke depan. Pada saat menutup
mulut, bila kepala inferior relaksasi, kepala superior kembali
seperti semula bersama dengan kepala inferior yang lebih kaku
menarik diskus ke belakang. Pada keadaan hiperaktivitas otot atau
tidak terkoordinasinya otot, diskus artikularis diam di tempat pada
saat mandibula berpindah ke posterior atau mandibula stabil saat
diskus berpindah ke anterior, bisa juga terjadi kombinasi
keduanya.Pernyataan tersebut didukung oleh Ogus dan Toller (1990)
yang menyatakan bahwa diskus dapat dianggap sebagai modifikasi
tendon dari perlekatan kepala superior muskulus pterygoideus
lateral. Dalan keadaan normal, otot tersebut berkontraksi untuk
menstabilkan condyle pada eminence bila gigi gigi saling berkontak.
Pada sendi yang tidak normal, dimana perlekatan diskus lemah atau
hilang, kepala inferior tampak diikutkan untuk membantu
menstabilkan condyle. Kepala inferior berfungsi terutama untuk
membantu gerak membuka mulut. Pada pasien normal, kepala inferior
tidak aktif pada pergerakan rahang yang lain. Pada pasien dengan
disfungsi sendi temporomandibula, kepala inferior pada sisi yang
terserang, berkontraksi selama menutup mulut (Ogus dan Toller,
1991).Kehilangan gigi dan malposisi akan mengakibatkan perubahan
keseimbangan sehingga mengakibatkan ketidakharmonisan oklusi. Hal
ini akan berakibat pula pada sendi temporomandibula, sehingga akan
terjadi adanya clicking. Kehilangan gigi dapat mengganggu
keseimbangan gigi geligi yang masih tersisa. Gangguan dapat berupa
migrasi, rotasi, dan ekstrusi gigi geligi yang masih tersisa pada
rahang. Malposisi akibat kehilangan gigi tersebut akan
mengakibatkan oklusi tidak harmonis yang akan mengakibatkan
disharmoni oklusal. 35 % penyebab kelainan sendi adalah disharmoni
oklusal karena ada perbedaan oklusi sentrik dan relasi sentrik.
Kehilangan gigi merupakan penyebab terjadinya ketidakharmonisan
dari oklusi sentrik karena hilangnya kontak antara gigi rahang atas
dan rahang bawah (Neil, 1983; Ogus dan Toller, 1991).Stress
emosional merupakan penyebab utama disfungsi sendi
temporomandibula.Etiologi gangguan sendi temporomandibula
multifaktoral. Secara umum dibagi menjadi kelainan struktural dan
gangguan fungsional. Kelainan struktural adalah kelainan yang
disebabkan perubahan struktur persendian akibat gangguan
pertumbuhan, trauma eksternal, dan infeksi. Gangguan fungsional
adalah masalah TMJ yang timbul akibat fungsi yang menyimpang karena
adanya kelainan pada posisi atau fungsi gigi geligi dan otot
kunyah. Makro trauma adalah tekanan yang terjadi secara langsung,
dapat menyebabkan perubahan pada bagian discus articularis dan
processus condylaris. Hal ini mengakibatkan penurunan fungsi pada
saat pergerakan, dan pada gangguan fungsional posisi discus
articularis dan processus condylaris dapat berubah secara
perlahanlahan yang dapat menimbulkan gejala clicking.Menurut Jurnal
American Dental Association tahun 1990, 40% to 99% kasus TMD
merupakan akibat trauma. Trauma yang sederhana seperti pukulan pada
rahang atau sesuatu yang lebih kompleks seperti yang mengenai
kepala, leher dan rahang. Penelitian terbaru juga menunjukkan
benturan terhadap pengaman air bag dalam kendaraan dapat
menyebabkan TMD. Setiap sendi dalam tubuh memiliki pergerakan yang
terbatas. Jika rahang dibuka terlalu besar dalam jangka waktu yang
lama atau dipaksa terbuka, ligamen bisa robek. Bahkan ketika rahang
dibuka secara normal, terdapat dislokasi sebagian dari sendi
temporomandibular. Akan tetapi, jika rahang dibuka melebihi batas
normal, dislokasi muncul atau diskus pemisah bisa rusak.
Faktor-faktor etiologi disfungsi sendi dibagi menjadi tiga kelompok
besar, yaitu predisposisi, inisiasi, dan perpetuasi. Faktor
predisposisi merupakan faktor yang meningkatkan resiko terjadinya
disfungsi sendi, terdiri dari keadaan sistemik, struktural, dan
psikologis. Penyakit sistemik yang sering menimbulkan gangguan
sendi temporomandibula adalah rematik.Keadaan struktural yang
mempengaruhi disfungsi sendi temporomandibula adalah oklusi dan
anatomi sendi. Keadaan yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi
oklusi adalah: hilangnya gigi-gigi posterior openbite anterior,
overbite yang lebih dari 6-7 mm, penyimpangan oklusal pada saat
kontak retrusi yang lebih dari 2 mm dan crossbite unilateral pada
maksila.Berdasarkan studi melalui Electromyography keadaan
psikologis yang terganggu dapat meningkatkan aktivitas otot yang
bersifat patologis.Faktor Inisiasi (Presipitasi): Faktor inisiasi
merupakan faktor yang memicu terjadinya gejala gejala disfungsi
sendi temporomandibula, misalnya kebiasaan parafungsi oral dan
trauma yang diterima sendi temporomandibula. Trauma pada dagu dapat
menimbulkan traumatik artritis sendi temporomandibula.Beberapa tipe
parafungsi oral seperti grinding, clenching, kebiasaan menggigit
pipi, bibir, dan kuku dapat menimbulkan kelelahan otot, nyeri
wajah, keausan gigi-gigi. Kebiasaan menerima telepon dengan gagang
telepon disimpan antara telinga dan bahu, posisi duduk atau
berdiri/berjalan dengan kepala lebih ke depan (postur tubuh), dapat
mengakibatkan kelainan fungsi fascia otot, karena seluruh fascia di
dalam tubuh saling memiliki keterkaitan maka adanya kelainan pada
salah satu organ tubuh mengakibatkan kelainan pada organ yang
lainnya.Faktor Perpetuasi: Faktor ini merupakan faktor etiologi
dalam gangguan sendi temporomandibula yang menyebabkan terhambatnya
proses penyembuhan sehingga gangguan ini bersifat menetap, meliputi
tingkah laku sosial, kondisi emosional, dan pengaruh lingkungan
sekitar.Untuk menegakkan diagnosa maka diperlukan anamnesa yang
teliti, pemeriksaan ekstra oral dan intra oral, rontgen foto TMJ
transkranial juga panoramik seluruh rahang, kemudian melakukan
diagnosa banding.
3.3 Patofisiologi KlikingPada dasarnya patofisiologi kliking
tergantung dari faktor etiologinya. Dapat terjadi karena faktor
tertentu atau multifaktorial. Bunyi sendi (kliking) terjadi karena
adanya perubahan letak, bentuk dan fungsi dari komponen sendi
temporomandibula. Bunyi yang dihasilkan dapat bervariasi, mulai
dari lemah dan hanya terasa oleh pasien hingga keras dan tajam.
Bunyi ini dapat terjadi di awal, pertengahan dan akhir gerak buka
dan tutup mulut. Umumnya bunyi tersebut hanya dapat didengar oleh
penderita, namun pada beberaoa kasus, bunyi tersebut menjadi cukup
keras sehingga dapat didengar oleh orang lain.Mekanisme kliking
terjadi jika pada gerakan diskus tidak sinkron dengan gerakan
kondil. Perpindahan diskus timbul dari beberapa keadaan, salah
satunya adalah trauma terhadap sendi sehingga ligamen-ligamen yang
bekerja berlawanan degan otot pterygoideus lateralis mengalami
ketegangan atau robek. Pada keadaan ini, kontraksi otot
menggerakkan diskus maju ketika kondil bergerak maju sewaktu
membuka mulut tetapi ligamen tidak dapat mempertahankan diskus, di
posisinya yang tepat saat rahang ditutup, sehingga terjadi kliking
saat membuka dan menutup mulut. Kliking dapat terjadi karena
ketidakteraturan permukaan sendi misalnya karena osteoarthritis.
Bunyi kliking ada kaitannya dengan perubahan posisi kondil dalam
fossa mandibularis. Beberapa penelitian tomografi menunjukkan bahwa
pasien yang mengalami kliking mempunyai letak kondil yang
retroposisi. Menurut Hasson (1986), seiring dengan meningkatnya
usia, kliking akan lebih sering ditemukan. Disamping itu,
bertambahnya usia juga mempunyai hubungan dengan bertambahnya
pencabutan gigi. Perubahan pada waktu dan kekerasan kliking
disertai rasa sakit dapat menindikasikan adanya faktor etiologi dan
progresif dari gangguan sendi temporomandibular.Pada beberapa
orang, terdapat pebedaan posisi salah satu atau kedua sendi
temporomandibula ketika beroklusi. Hal ini sering sekali terjadi
pada pasien yang kehilangan gigi posteriornya. Kepala kondil bisa
saja mengalami penekanan terlalu keraas terhadap fossa, dan
menyebabkan kartilago diskusi rusak. Kemudian akan menarik ligamen
terlalu kuat. Hal ini menunjukkan, bila oklusi terlalu kuat, akan
menyebabkan stress pada kedua sendi rahang. Setiap kali terdapat
kelainan posisi rahang yang disertai dengan tekanan berlebihan pada
sendi dan berkepanjangan atau terus menerus, dapat menyebabkan
diskus (meniskus) robek dan mengalami dislokasi berada didepan
kondil. Dalam keadaan seperti ini, gerakan membuka mulut
menyebabkan kondil bergerak ke depan dan mendesak diskus di
depannya. Jika hal ini berkelanjutan, kondil bisa saja melompati
diskus dan benturan dengan tulang sehingga menyebabkan bunyi berupa
cliking. Ini juga dapat terjadi pada gerakan sebaliknya.
Seringkali, bunyi ini tidak disertai nyeri sehingga pasien tidak
menyadari bahwa bunyi tersebut merupakan gejala suatu kelainan
sendi temporomandibular.
3.4 Efek KlikingDi antara fossa dan kondil terdapat diskus yang
berfungsi sebagai penyerap tekanan dan mencegah tulang saling
bergesekan ketika rahang bergerak. Bila diskus ini mengalami
dislokasi, dapat menyebabkan timbulnya bunyi saat rahang bergerak.
Penyebab dislokasi bisa trauma, kontak oklusi gigi posterior yang
tidak baik atau tidak ada, dan bisa saja karena gangguan tumbuh
kembang rahang dan tulang fasial. Kondisi seperti ini dapat juga
menyebabkan sakit kepala, nyeri wajah dan teliga. Jika dibiarkan
tidak dirawat, dapat menyebabkan rahang terkunci.
3.5 Klasifikasi Kliking3.5.1 Menurut Posisi MandibulaKlik dekat
: bunyi yang terjadi pada posisi kurang dari 1 cm kadang merupakan
akibat dari arthritis. Klik ini biasanya lebih menimbulkan masalah
terhadap orangnya dibandingkan dengan klik lebar yang mana keadaan
ini sering merupakan tanda dari kerusakan pada permukaan artikular
seperti perubahan arthritis.Klik menengah : bunyi dengan amplitudo
lembut atau rendah yang dihasilkan antara 1 cm dan 2 cm seringkali
disebabkan oleh pemisahan pada permukaan sendi atau dengan
pemisahan ligamen temporormandibular di atas kutub lateral pada
kondilus.Klik lebar : klik halus / lembut yang berada pada
pembukaan rahang maksimum yang mungkin tanpa symptom. Meskipun
demikian yang terjadi sebelum maksimum, lebih besar dari 2 cm,
dapat merupakan akibat pada kondilus yang dijalarkan ke band
anterior pada meniskus.3.5.2 Menurut Awal BunyiClicking tunggal
(single clicking) adalah bunyi yang terdengar pada saat membuka
mulut, saat kondilus bergerak melewati posterior border masuk ke
zona intermediet diskus.Clicking ganda (double clicking) adalah
bunyi clicking yang kedua saat menutup mulut setelah clicking
tunggal terdengar pada waktu membuka mulut. Bunyi ini terdengar
saat kondilus bergerak dari zona intermediet diskus ke posterior
border.3.5.3 Menurut David Watt Klik halus : bunyi ini dihasilkan
dari pembukaan pada lebar-sedang (lebih besar dari 1 cm) sering
disebut sebagai popping click (bunyi letusan klik) oleh orang yang
mengalaminya, dan seringkali juga didengar oleh individu yang tidak
menderita kelainan TMJ tetapi karena inkoordinasi otot (otot yang
tidak terkoordinasi). Bunyi bunyi ini biasanya berupa ledakan
pendek pada frekuensi rendah dan amplitudo rendah.Gemerisik halus :
bunyi dihasilkan dari posisi pembukaan mulut yang lebar (lebih dari
2 cm) bunyi seperti ruas tulang saling bergeser satu sama lain.
Bunyi ini biasa ditemukan pada wanita muda pada saat munculnya
molar ketiga. Bunyi yang dihasilkan pada frekuensi rendah dan
amplitudo rendah. Seringkali bunyi ini datang dan pergi, dan bahkan
pada posisi yang berbeda dari siklus membuka dan menutup.Klik keras
: bunyi TMJ yang terjadi pada bagian dekat-tengah pada siklus
membuka (sekitar 1 cm hingga 2 cm) dapat dijelaskan sebagai klik
retakan atau bergeretak. Munculnya bunyi tersebut menunjukkan
adanya kelainan spesifik pada permukaan sendi. Bunyi yang
terdeteksi adalah tajam dan mangandung sejumlah puncak amplitudo
tinggi yang berarti bahwa permukaan TMJ mengalami abrasi.Gemerisik
keras : bunyi dihasilkan pada pembukaan dekat (kurang dari 1 cm)
bagian / penampang penutupan dari siklus bunyi iuni menyerupai
seperti melangkah di atas kerikil. Timbulnya bunyi ini menunjukkan
dengan kuat adanya perubahan arthritis pada TMJ.
3.6 Pemeriksaan Kliking3.6.1 Pemeriksaan Klinis Sendi
TemporomandibularPemeriksaan klinis meliputi Range of motion (ROM)
dari sendi temporomandibular diukur pada pembukaan maksimal rahang,
dengan penggaris, dari tepi bawah gigi insisif yang terletak tepat
di tengah maksila (rahang atas) sampai tepi atas gigi insisif yang
terletak tepat di tengah mandibula (rahang bawah) pada gigi asli
atau pada gigi tiruan. Bunyi pada sendi temporomandibula diperiksa
dengan jari untuk mendeteksi adanya bunyi klik atau krepitasi.
Bunyi tersebut diperiksa saat pembukaan rahang dan penutupan
rahang, serta dicatat apakah terdapat satu kali bunyi atau bunyi
yang berulang. Deviasi didefinisikan sebagai displacement
mandibular dari garis vertikal imajiner saat mandibula membuka
kurang lebih setengah dari pembukaan maksimal. Garis vertikal
imajiner ini teletak pada garis tengah rahang saat mulut tertutup.
Otot yang dipalpasi adalah musculus masseter, tendon musculus
temporalis, musculus pterigoideus lateralis, musculus pterigoideus
medialis, dan musculus digastricus pars anterior dengan menggunakan
satu jari. Bagian lateral sendi temporomandibula dipalpasi extra
oral 5 mm dari meatus acusticus externus. Bagian posterior sendi
temporamandibula dipalpasi dengan jari kelingking di ductus
akustikus. Pergerakan mandibula dilakukan dengan pembukaan rahang
maksimal, pergerakan rahang ke samping kanan dan kiri dan
pergerakan rahang ke depan. Nyeri yang ada dicatat. Seluruh poin
pada hasil pemeriksaan fisik berdasarkan Dysfunction index (Di)
dijumlah dan diklasifikasikan (Shofi, dkk. 2014).Muscular
Resistance Testing penting dalam membantu mencari lokasi nyeri dan
tes terbagi lima, yaitu Resistive opening (sensitive untuk
mendeteksi rasa nyeri pada ruang inferior m.pterigoideus lateral),
Resistive closing(sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m.
temporalis, m. masseter, dan m. pterigoideus medial), Resistive
lateral movement(sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m.
pterigoideus lateral dan medial yang kontralateral), Resistive
protrusion(sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m.
pterigoideus lateral), Resistive retrusion(sensitive untuk
mendeteksi rasa nyeri pada bagian posterior m. temporalis).Clicking
adalah bunyi singkat yang terjadi pada saat membuka atau menutup
mulut, bahkan keduanya. Krepitus adalah bersifat difus, yang
biasanya berupa suara yang dirasakan menyeluruh pada saat membuka
atau menutup mulut bahkan keduanya. Krepitus menandakan perubahan
dari kontur tulang seperti pada osteoartrosis. Clicking dapat
terjadi pada awal, pertengahan, dan akhir membuka dan menutup
mulut. Bunyiclickyang terjadi pada akhir membuka mulut menandakan
adanya suatu pergeseran yang berat. TMJ clickingsulit didengar
karena bunyinya halus, maka dapat didengar dengan menggunakan
stetoskop (auskultasi).
3.6.2 Pemeriksaan radigrafik sendi temporomandibularAda beberapa
teknik pencintraan untuk mendiagnosa kelainan sendi mulai dari foto
ronsen biasa sampai MRI (Suryonegoro, 2007). Tomography sendi
temporomandibular dihasilkan melalui pergerakan yang sinkron antara
tabung X-ray dengan kaset film melalui titik fulkrum imaginer pada
pertengahan gambaran yang diinginkan termasuk juga Linear
tomography dan complex tomography. Beberapa penelitian menyatakan
bahwa tomografi merupakan metode yang baik untuk menggambarkan
perubahan tulang dengan arthrosis pada sendi temporomandibular.
Untuk mengevaluasi posisi kondil pada fossa glenoid, tomografi
lebih terpercaya daripada proyeksi biasa dan panoramik. Secara
klinis, posisi kondil tetap merupakan aspek yang penting dalam
melakukan bedah orthognati dan orthodontic studies. Kerugian yang
paling besar dalam tomografi adalah kurangnya visualisasi jaringan
lunak sendi temporomandibular, juga pada radiography biasa.Terdapat
dua tehnik arthgraphy pada sendi temporomandibular. Pada
single-contrast arthography, media radioopak diinjeksikan ke rongga
sendi atas atau bawah atau keduanya. Pada double-contrast
arthography, sedikit udara diinjeksikan ke dalam rongga sendi
setelah injeksi materi kontras.Penelitian menunjukkan bahwa tidak
ada perbedaan antara kedua tehnik. Jika sejumlah kecil bahan
kontras medium air disuntikkan pada ruang superior dan inferior
sendi, diskus artikularis dan perlekatannya akan terlihatbatasnya
dan posisinya bisa dilacak sepanjang pergerakan
mendibula.Bagaimanapun, hanya ruang interior yang dibutuhkan untuk
menetapkan posisi normal dan abnormal dari diskus tehadap
hubungannya dengan kondil selama translasi. Bentuk ruang sendi
(synovial cavities) akan bervariasi tergantung perubahan mulut
apakah membuka atau menutup dan kondil akan bertranslasi kedepan
pada eminensia. Arthrogram ini merupakan satu-satunya metode yang
tersedia untuk melihat hubungan yang sebenarnya antara diskus dan
kondil yang dapat divisualisasikan, dan ia sangat penting untuk
pnegakkan diagnosis pada kelainan internal yang terjadi. Keakuratan
diagnosa posisi diskus 84% sampai 100% dibandingkan dengan the
corresponding cryosectional morphology dan dari penemuan bedah.
Performasi dan adhesi juga dapat ditunjukkan dengan teknik ini.
Penelitian-penelitian telah menunjukkan pentingnya diagnosis dan
identifikasi kerusakan sendi temporomandibular internal. Penelitian
yang baru-baru ini dilakukan dengan menggunakan tehnik arthography,
menunjukkan bahwa arthography dapat meningkatkan keakuratan
diagnosa perforasi dan adhesi diskusi Sendi Temporomandibular
dengan MRI. Pada tahun 1980, computed tomography (CT) mulai
diaplikasikan ankilosis sendi temporomandibular, fraktur kondil,
dislokasi dan perubahan osseous. Pada laporan terdahulu, keakuratan
dalam penentuan lokasi diskus tinggi (81%) jika dibandingkan dengan
CT dan penemuan bedah.Beberapa laporan mempertimbangkan bahwa CT
dapat menggantikan proyeksi arthrograpy dalam diagnosis dislokasi
diskus pada kelainan sendi temporomandibular.Bagaimanapun,
keakuratan dari penentuan dislokasi diskus hanya sekitar 40%-67%
pada CT dalam studi material spesimen autopsi. Keakuratan dalam
perubahan osseus dari sendi temporomandibular dalam CT dibandingkan
dengan material cadaver sekitar 66%-87%. Beberapa laporan
menunjukkan bahwa bukti arthrosis dalam radiograf dapat atau tidak
dapat dihubungkan dengan gejala klinis nyeri disfungsi. Jadi pasien
tanpa perubahan osseus changes di sendi temporomandibular, bisa
saja merasa nyeri, dan asien tanpa gejala abnormalitas tulang bisa
bebas nyeri. CT bukanlah metode yang baik untuk mendiagnosa
kelainan sendi temporomandibular.Beberapa penelitian telah
membandingkan MRi sendi temporomandibular dengan arthography dan
CT. Hasil MRI juga dibandingkan dengan observasi anatomi dan
histologi. Pada penelitian terhadap spesimen autopsi, keakuratan
MRI mengevaluasi perubahan osseus adalah 60% sampai 100% dan
keakuratan mengevaluasi dislokasi diskus adalah 73% sampai 95.
Semua penelitian diatas menunjukkan bahwa MRI adalah metode terbaik
untuk pencitraan jaringan keras dan jaringan lunak sendi
temporomandibular. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dislokasi
diskus yang ditunjukkan MRI ternyata memiliki hubungan dengan
cliking, nyeri, dan gejala disfungsi Sendi Temporomandibular lain.
Setiap kali nyeri klinis dan gejala disfungsi sendi
temporomandibular ditemukan tanpa adanya dislokasi diskus pada MRI
maka diduga diagnosis pencintraan tersebut false positive atau
false negative. Walaupun beberapa penelitian menyetujui bahwa nyeri
otot adalah salah satu aspek utama kelainan TMJ, bukti perubahan
patologis otot pengunyahan tidak diperhitungkan dalam diagnosis
pencitraan. Beberapa laporan menunjukkan MRI tidak hanya merupakan
metode yang akurat untuk mendeteksi posisi diskus tetapi juga
merupakan teknik potensial untuk mengevaluasi perubahan patologis
oto pengunyahan pada kelainan Sendi Temporomandibular. Akan tetapi,
tidak ada laporan yang menghubungkan abnormalitas otot penguyahan
pada MRI dengan gejala klinis.3.7 Perawatan KlikingPerawatan untuk
gangguan sendi temporomandibula adalah rumit yang disebabkan
berbagai faktor, seperti salah diagnosa, salah pengertian terhadap
etiologi, dan respon yang tidak spesifik (Kurnikasari, 2011).
Gejala-gejala berhubungan dengan faktor psikofisiologis sehingga
perawatannya juga harus secara fisik dan psikologis dan menggunakan
metode reversible sebelum yang irreversible, dan perawatannya harus
multidisipliner antara dokter gigi (ahli prostodonsia, ahli bedah
mulut, dan ahli ortodonsia), ahli farmasi, ahli psikologi, ahli
terapi fisik, ahli psikiatri, dan ahli neurologi.Berbagai
terminologi dalam melakukan perawatan gangguan sendi
temporomandibular antara lain terapi fase I dan fase II. Fase I
yaitu perawatan simptomatik, teramsuk perawatan yang reversible
seperti perawatan dengan obat, terapi fisik, psikologik, dan
perawatan dengan splin. Fase II yaitu perawatan irreversible,
termasuk perawatan ortodontik, pemakaian gigi tiruan cekat,
penyesuaian oklusal, dan pembedahan.Beberapa contoh perawatan bedah
antara lain menikoplasty yang dilakukan melalui insisi preauricular
dilakukan arthrotomi. Dilakukan mobilisasi meniscus dengan
melepaskan perlekatan, kemudian meniscus dijahit ke postero
lateral. MRI post operasi memperlihatkan bahwa meniscus tidak
permanen.Menisektomi yang dilakukan jika meniscus tidak dapat di
mobilisasi dengan baik atau terjadi kerusakan pada meniscus. Dapat
dilakukan flap menggunakan m. temporal sebagai pengganti
meniscus.Materi artificial menggunakan materi ini untuk
menggantikan meniscus. Arthroskopi Dilakukan untuk mengeluarkan zat
penyebab inflamasi, serta obat anti inflamasi dapat disuntiukkan
langsung ke persendian yang meradang, kemudian dilakukan insisi
pada perlekatan.Banyak tindakan yang dikemukakan dalam literatur,
yang pada garis besarnya dapat disimpulkan yakni perawatan fase I
terdiri dari komunikasi dengan pasien. Dijelaskan kepada pasien
bahwa gejala-gejalanya bukan disebabkan oleh kelainan struktur atau
penyakit organik tetapi suatu kelainan yang reversible yang mungkin
berhubungan dengan pola hidup pasien, sehingga pasien lebih percaya
diri dan timbul kerjasama yang baik antara dokter dengan pasien.
Setelah mendapat informasi dari dokter yang merawatnya diharapkan
pasien dapat menghilangkan kebiasaan-kebiasaan seperti clenching
atau parafungsi. Perawatan sendiri / fisioterapi / terapi fisik
yaitu pasien dapat melakukan sendiri kompres dengan lap panas.
Caranya di atas lap diletakan botol berisi air panas, lama terapi
10-15 menit dilakukan terus - menerus sekurang-kurangnya 3 minggu.
Pemijatan sekitar sendi, sebelumnya dengan krim mengandung metil
salisilat. Selanjutnya latihan membuka-menutup mulut secara
perlahan tanpa terjadi deviasi, dilakukan di depan cermin. Caranya
garis median pasien ditandai, lalu pasien disuruh membuka-menutup
mulut di depan cermin tanpa terjadi penyimpangan garis median.
Fisioterapi dengan alat berguna untuk menghilangkan nyeri,
relaksasi otot superfisial, menaikan aliran darah superfisial.
TENTS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation], untuk
mengurangi nyeri. EGS (Electro Galvanie Stimulation], mencegah
perlekatan jaringan, menaikan sirkulasi darah, stimulasi saraf
sensorik dan motorik, serta mengurangi spasme. Ultra Sound
menghilangkan oedema, vasodilatasi pembuluh darah, mengurangi
nyeri, memobilitasi jaringan ikat kolagen, dan relaksasi otot.
Perawatan dengan obat analgetik: aspirin, asetaminophen, ibuprofen.
Anti inflamasi: NSAID (Non Steroid Anti Inflamasi Drugs), yaitu
naproxen dan ibuprofen. Antianxiety: diazepam. Muscle relaxants:
cyclobenzaprine (flexeril). Lokal anastetik: lidokain dan
mapivakain. Memakai alat di dalam mulut splin oklusal atau michigan
splin. Splin ini terpasang dengan cekat pada seluruh permukaan
oklusal gigi gigi rahang atas atau rahang bawah. Permukaan yang
berkontak dengan gigi lawan datar dan halus. Permukaan oklusal
splin sesuai dengan gigi lawan, dengan maksud untuk menghindari
hipermobilitas rahang bawah.Fungsi splin oklusal adalah
menghilangkan gangguan oklusi; menstabilkan hubungan gigi dan
sendi; merelaksasi otot; menghilangkan kebiasaan parafungsi;
melindungi abrasi terhadap gigi; mengurangi beban sendi
temporomandibula; menghilangkan rasa nyeri akibat disfungsi sendi
temporomandibula berikut otot-ototnya; sebagai alat diagnostik
untuk memastikan bahwa oklusi yang menyebabkan rasa nyeri dan
gejala-gejala yang sulit diketahui sumbernya. Ada 2 tipe splin
oklusal, yaitu splin stabilisasi dan spin reposisi. Pembuatan splin
stabilisasi dengan hubungan rahang atas dan rahang bawah pada
posisi sentrik. Kriteria untuk pemakaian splin ini apabila
masalahnya murni dari otot tapi sendi dalam keadaan normal, maka
dibuat splin ini, juga pada keadaan dimana untuk mencapai keadaan
treatment position pada kasus internal derangement menyebabkan
nyeri, adanya degeneratif sendi, keadaan nyeri sendi dan otot tanpa
dapat didiagnosa dengan tepat. Splin ini dipakai 4-6 bulan dipakai
setiap waktu kecuali makan.Splin Reposisi (Repositioning splint
atau MORA: Mandibular Orthopaedic Repositioning Appliance}. Bila
gejala yang diderita pasien diantaranya ada deviasi (rahang yang
menyimpang), adanya kliking sendi yang diindikasikan adanya
inkoordinasi diskus-kondilus (interkoral derangement) maka
diperlukan splin reposisi dengan maksud mereposisi rahang bawah ke
posisi normal dan mengembalikan keseimbangan tonus otot otot
pengunyahan, juga menghilangkan kliking. Hubungan antara diskus,
kondilus, dan fossa glenoidalis menjadi 9 bagian, dan ia
menganjurkan mengembalikan kondilus ke posisi 4/7 dapat mengurangi
dan menghilangkan berbagai keluhan dan gejala disfungsi sendi
temporomandibula, dan dibuat pada rahang bawah.Splin reposisi
bertujuan untuk menghilangkan gejala pergeseran diskus dengan
reduksi kliking resiprokal, kliking waktu membuka mulut terjadi
saat gerak translasi kondilus dimulai, dan kliking waktu menutup
mulut terjadi sebelum mencapai oklusi maksimal. Splin dipasang
sesaat sebelum kliking resiprokal ketebalannya tidak boleh melewati
Freeway Space.Bila gejala-gejala gangguan sendi temporomandibula
sudah hilang pada pasien dan posisi kondilus sudah stabil pada
tempatnya, otot-otot pengunyahan sudah normal, kondisi psikologik
pasien sudah stabil, postur tubuh sudah normal maka dapat dilakukan
perawatan fase kedua, yaitu perawatan ortodontik, pembuatan gigi
tiruan cekat, pembuatan gigi tiruan lepasan (overlap, penyesuaian
oklusal, pencabutan, dan bedah tergantung dari kebutuhan
pasien.
3.8 Poin Poin Anamnesa3.8.1 Pengertian Anamnesis Anamnesis
adalah suatu tehnik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu
percakapan antara seorang dokter dengan pasiennya secara langsung
atau dengan orang lain yang mengetahui tentang kondisi pasien,
untuk mendapatkan data pasien beserta permasalahan medisnya.3.8.2
Tujuan AnamnesisTujuan pertama anamnesis adalah memperoleh data
atau informasi tentang permasalahan yang sedang dialami atau
dirasakan oleh pasien. Apabila anamnesis dilakukan dengan cermat
maka informasi yang didapatkan akan sangat berharga bagi penegakan
diagnosis, bahkan tidak jarang hanya dari anamnesis saja seorang
dokter sudah dapat menegakkan diagnosis. Secara umum sekitar 60-70%
kemungkinan diagnosis yang benar sudah dapat ditegakkan hanya
dengan anamnesis yang benar.
Tujuan berikutnya dari anamnesis adalah untuk membangun hubungan
yang baik antara seorang dokter dan pasiennya. Umumnya seorang
pasien yang baru pertama kalinya bertemu dengan dokternya akan
merasa canggung, tidak nyaman dan takut, sehingga cederung
tertutup. Tugas seorang dokterlah untuk mencairkan hubungan
tersebut. Pemeriksaan anamnesis adalah pintu pembuka atau jembatan
untuk membangun hubungan dokter dan pasiennya sehingga dapat
mengembangkan keterbukaan dan kerjasama dari pasien untuk
tahap-tahap pemeriksaan selanjutnya.3.8.3 Jenis AnamnesisAda 2
jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni Autoanamnesis dan
Alloanamnesis atau Heteroanamnesis. Pada umumnya anamnesis
dilakukan dengan tehnik autoanamnesis yaitu anamnesis yang
dilakukan langsung terhadap pasiennya. Pasien sendirilah yang
menjawab semua pertanyaan dokter dan menceritakan permasalahannya.
Ini adalah cara anamnesis terbaik karena pasien sendirilah yang
paling tepat untuk menceritakan apa yang sesungguhnya dia
rasakan.
Meskipun demikian dalam prakteknya tidak selalu autoanamnesis
dapat dilakukan. Pada pasien yang tidak sadar, sangat lemah atau
sangat sakit untuk menjawab pertanyaan, atau pada pasien anak-anak,
maka perlu orang lain untuk menceritakan permasalahnnya. Anamnesis
yang didapat dari informasi orag lain ini disebut Alloanamnesis
atau Heteroanamnesis. Tidak jarang dalam praktek sehari-hari
anamnesis dilakukan bersama-sama auto dan alloanamnesis.3.8.4
Sistematika AnamnesisSebuah anamnesis yang baik haruslah mengikuti
suatu metode atau sistematika yang baku sehingga mudah diikuti.
Tujuannya adalah agar selama melakukan anamnesis seorang dokter
tidak kehilangan arah, agar tidak ada pertanyaan atau informasi
yang terlewat. Sistematika ini juga berguna dalam pembuatan status
pasien agar memudahkan siapa saja yang membacanya. Sistematika
tersebut terdiri dari :1. Data umum pasien2. Keluhan utama3.
Riwayat penyakit sekarang4. Riwayat penyakit dahulu5. Riwayat
penyakit keluarga6. Riwayat kebiasaan/sosial7. Anamnesis sistem1.
Data umum pasiena. Nama pasienSebaiknya nama lengkap bukan nama
panggilan atau alias.b. Jenis kelaminSebagai kelengkapan harus juga
ditulis datanyac. UmurTerutama penting pada pasien anak-anak karena
kadang-kadang digunakan untuk menentukan dosis obat. Juga dapat
digunakan untuk memperkirakan kemungkinan penyakit yang diderita,
beberapa penyakit khas untuk umur tertentu.d. AlamatApabila pasien
sering berpindah-pindah tempat maka tanyakan bukan hanya alamat
sekarang saja tetapi juga alamat pada waktu pasien merasa sakit
untuk pertama kalinya.Data ini kadang diperlukan untuk mengetahui
terjadinya wabah, penyakit endemis atau untuk data epidemiologi
penyakit.e. PekerjaanBila seorang dokter mencurigai terdapatnya
hubungan antara penyakit pasien dengan pekerjaannya, maka tanyakan
bukan hanya pekerjaan sekarang tetapi juga pekerjaan-pekerjaan
sebelumnya.f. PerkawinanKadang berguna untuk mengetahui latar
belakang psikologi pasieng. AgamaKeterangan ini berguna untuk
mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh (pantangan) seorang
pasien menurut agamanya.h. Suku bangsaBerhubungan dengan kebiasaan
tertentu atau penyakit-penyakit yang berhubungan dengan ras/suku
bangsa tertetu.2. Keluhan UtamaKeluhan utama adalah keluhan yang
paling dirasakan atau yang paling berat sehingga mendorong pasien
datang berobat atau mencari pertolongan medis. Tidak jarang pasien
datang dengan beberapa keluhan sekaligus, sehingga seorang dokter
harus jeli dan cermat untuk menentukan keluhan mana yang merupakan
keluhan utamanya. Pada tahap ini sebaiknya seorang dokter sudah
mulai memikirkan beberapa kemungkinan diagnosis banding yang
berhubungan dengan keluhan utama tersebut. Pemikiran ini akan
membantu dalam mengarahkan pertanyaan-pertanyaan dalam anamnesis
selanjutnya. Pertanyaan diarahkan untuk makin menguatkan diagnosis
yang dipikirkan atau menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan
diagnosis banding.
3. Riwayat Penyakit SekarangDari seluruh tahapan anamnesis
bagian inilah yang paling penting untuk menegakkan diagnosis.
Tahapan ini merupaka inti dari anamnesis. Terdapat 4 unsur utama
dalam anamnesis riwayat penyakit sekarang, yakni : (1) kronologi
atau perjalanan penyakit, (2) gambaran atau deskripsi keluhan
utama, (3) keluhan atau gejala penyerta, dan (4) usaha berobat.
Selama melakukan anamnesis keempat unsur ini harus ditanyakan
secara detail dan lengkap.Kronologis atau perjalanan penyakit
dimulai saat pertama kali pasien merasakan munculnya keluhan atau
gejala penyakitnya. Setelah itu ditanyakan bagaimana perkembangan
penyakitnya apakah cenderung menetap, berfluktuasi atau bertambah
lama bertambah berat sampai akhirnya datang mencari pertologan
medis. Apakah munculnya keluhan atau gejala tersebut bersifat akut
atau kronik, apakah dalam perjalanan penyakitnya ada faktor-faktor
yang mencetuskan atau memperberat penyakit atau faktor-faktor yang
memperingan. Bila keluhan atau gejala tersebut bersifat serangan
maka tanyakan seberapa sering atau frekuensi munculnya serangan dan
durasi atau lamanya serangan tersebut.Keluhan atau gejala penyerta
adalah semua keluhan-keluhan atau gejala yang menyertai keluhan
atau gejala utama. Dalam bagian ini juga ditanyakan usaha berobat
yang sudah dilakukan untuk penyakitnya yang sekarang. Pemeriksaan
atau tindakan apa saja yang sudah dilakukan dan obat-obat apa saja
yag sudah diminum.4. Riwayat Penyakit dahuluSeorang dokter harus
mampu mendapatkan informasi tentang riwayat penyakit dahulu secara
lengkap, karena seringkali keluhan atau penyakit yang sedang
diderita pasien saat ini merupakan kelanjutan atau akibat dari
penyakit-penyakit sebelumnya.
5. Riwayat penyakit KeluargaUntuk mendapatkan riwayat penyakit
keluarga ini seorang dokter terkadang tidak cukup hanya menanyakan
riwayat penyakit orang tuanya saja, tetapi juga riwayat
kakek/nenek, paman/bibi, saudara sepupu dan lain-lain. Untuk
beberapa penyakit yang langka bahkan dianjurkan untuk membuat
susunan pohon keluarga, sehingga dapat terdeteksi siapa saja yang
mempunyai potensi untuk menderita penyakit yang sama.6 Riwayat
Kebiasaan/SosialBeberapa kebiasaan berakibat buruk bagi kesehatan
dan bahkan dapat menjadi penyebab penyakit yangini diderita pasien
tersebut. Biasakan untuk selalu menanyakan apakah pasien mempunyai
kebiasaan merokok atau minum alkohol. Tanyakan sudah berapa lama
dan berapa banyak pasien melakukan kebiasaan tersebut. Pada masa
kini bila berhadapan dengan pasien usia remaja atau dewasa muda
harus juga ditanyakan ada atau tidaknya riwayat penggunaan
obat-obatan terlarang seperti narkoba, ekstasi dan lai-lain.
7. Anamnesis SistemAnamnesis sistem adalah semacam review dimana
seorang dokter secara singkat dan sistematis menanyakan
keluhan-keluhan lain yang mungkin ada dan belum disebutkan oleh
pasien. Keluhan ini mungkin saja tidak berhubugan dengan penyakit
yang sekarang diderita tapi mungkin juga merupakan informasi
berharga yang terlewatkan.3.8.5 Kesimpulan AnamnesisPada akhir
anamnesis seorang dokter harus dapat membuat kesimpulan dari
anamnesis yang dilakukan. Kesimpulan tersebut berupa perkiraan
diagnosis yang dapat berupa diagnosis tunggal atau diagnosis
banding dari beberapa penyakit. Kesimpulan yang dibuat haruslah
logis dan sesuai dengan keluhan utama pasien. Bila menjumpai kasus
yang sulit dengan banyak keluhan yang tidak dapat dibuat
kesimpulannya, maka cobalah dengan membuat daftar masalah atau
keluhan pasien. Daftar tersebut kemudian dapat digunakan untuk
memandu pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang yang akan
dilaksanakan, sehingga pada akhirnya dapat dibuat suatu diagosis
kerja yang lebih terarah.BAB IVPENUTUPKESIMPULANDari beberapa
penjelasan di atas, dapat kami tarik kesimpulan bahwa kliking
adalah gejala kelainan sendi temporomandibular yang terjadi karena
dislokasi diskus artikulare sehingga kondil berbenturan dengan
tulang. Penyebab dislokasi bisa trauma, kontak oklusi gigi
posterior yang tidak baik atau tidak ada, dan bisa saja karena
gangguan tumbuh kembang rahang dan tulang fasial. Kondisi seperti
ini dapat juga menyebabkan sakit kepala, nyeri wajah dan teliga.
Jika dibiarkan tidak dirawat, dapat menyebabkan rahang
terkunci.Untuk mendiagnosa kliking tidak cukup hanya dengan
pemeriksaan subyektif dan klinis saja tetapi harus dilakukan
pemeriksaan radiografik. Teknik radiografik seperti artografi,
magnetic resonance imaging (MRI), yang menggambarkan jaringan
lunak, dan tomografi, biasanya dibutuhkan adanya kondisi kelainan
lain. Perawatannya meliputi perawatan bedah maupun non bedah.
Tindakan perawatan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKAAryanti S. Penanggulangan Gangguan Sendi
Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif.
Skripsi. Medan: FKG USU. 2009; 15-19.Baker, Eric W. 2015. Anatomi
untuk Kedokteran Gigi Kepala & Leher. Jakarta : EGC Buku
Kedokteran.Carlsson GE, Magnusson T. 1999. Management of
Temporomandibular disorders in the general dental practice. 1st ed.
Chicago: Quintessence Publ. Co. Inc.Castaneda R. Occlussion. Dalam:
Kaplan AS, Assael LA. Temporomandibular Disorders: Diagnosis and
Treatment Philadelphia: WB Saunders Co. 1991.Clark GT. The
temporomandibular joint repositioning appliance: a technique for
contruction insertion and adjusment. J Craniomand Pract. 1986, 4:
38-45.Dawson PE. 1974. Evaluation, Diagnosis and Treatment of
Occlusal Problems. Saint Louis: The C.V. Mosby Co. dixon DC.
Diagnosis imanging of the temporomandibular joint. Dent Clin North
Am 1991; 53-8.Green E. Occlusal Splint (Bite Planes). Clinical
Dentistry. 1984.Harper PR, Misch CE. 2000. Clinical indications for
altering vertikal dimension of occlusion (online). Available at:
crobm.iadrjournals.org (diakses 13 Agustus 2005).Harty, F.J. dan R.
Ogston. 2012. Kamus Kedokteran Gigi. jakarta : EGC Buku
Kedokteran.Hiltunen K. Temporomandibular Disorders in The Elderly:
A 5 Year Follow-Up of Sign and Symptoms of TMD. University of
Helsinki. 2004; p.11-32.Holt CR. A Simplified Splint Technique for
Internal Derangements of The TMJ. Kursus Singkat perawatan Internal
Derangement. 24-25 Oktober 1994, Jakarta. 1994.Kaplan AS, Assael
LA. Temporomandibular Disorders: diagnosis and Treatment
Philadelphia, London: WB. Saunders Co. 1991.Mohan PE, Alling CC.
Facial pain, 3rd ed. Philadelphia: Heat Febiger; 1991.p.
42-4.Nazar, DA. 2010. Anatomi Sendi Temporomandibula. Makalah.
Medan : Universitas Sumatera Utara.Ogus, H.O dan P.A Toller. 1991.
Gngguan Sendi Temporomandibula. Jakarta : Hipokrates.Okeson JP.
Management of Temporomandibular disorders and Occlusion. 3rd ed.
St. Louis: Mosby Year Book. 1993.Pedersen, GW. 1996. Bukuajar
Praktis Bedah Mulut. Jakarta : EGC.Pertes RA. Functional Anatomy
and Biomechanics of TMJ: Clinical Management of Temporomandibular
Disorders & Orofacial Pain. Chicago: Quintessence Publishing
Co, Inc. 1995.Ramfjord SP. Occlusion. 3rd ed. Philadelphia: WB.
Saunders Co. 1983.Richard W, Berg K. Diagnosis of the
temporomandibular joint. W.B. Saunders Company;1993.Robert RJ.
Neuromuscular dental diagnosis and treatment. Ishiyaku
Euro-America, Inc; 1990.p.249.Sharawy M. Development and clinical
anatomy and physiology of the temporomandibular Joint; 1980:
3-16.Stegenga B. TMJ Osteoarthrosis and Internal Derangement,
Diagnotic and Therapeuticb Out come Assessment. Thesis. Groningen.
Rijks Universiteit. 1991.The American Academy of Orofacial pain.
Temporomandibular disorders, Guide lines for clasification,
assessment and managent, MC Neil, I Charles (eds), 2nd ed.
Quintessence. Publishing Co; 1993.p.22.Uppgaard RO. 1999. Taking
Control of TMJ. Oakland: New Harbinger Publications Inc. Weinberg
LA. Technique for temporomandibular joint radiography. J Prosthet
Dent 1972: 284-308.Whaites E. Essential of dental radiography and
radiology. London: Churchill Living Stone; 1992.p. 279-313.Worth
HM.Principles and practice of oral radiologic interpretation;
1963.p.696.Frommer HH. radiology for dental auxiliaries;
1996.p.240-1.
41