B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan sumber daya hutan dalam rangka menjaga kelestarian hutan, peningkatan kesejahteraan, maupun dalam rangka pembangunan wilayah sekitar hutan, tentunya bukan hanya merupakan tanggung jawab Perhutani semata. Di Jawa Tengah, pengelolaan hutan melalui kebijakan sistem PHBM bukan lagi merupakan program perhutani saja, namun PHBM sudah menjadi program Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Hal itu dibuktikan dengan keluarnya Surat Keputusan Gubernur tahun 2001. Secara terstruktur, program PHBM dibentuk mulai dari tingkat pemerintah provinsi, kabupaten, kecamatan hingga desa. Perum Perhutani sebagai BUMN yang diberi mandat oleh pemerintah dalam mengelola hutan di Pulau Jawa dan Madura telah berkomitmen untuk mengelola hutan secara berkesinambungan (lestari). Komitmen tersebut tertuang dalam motto “Menjadi Pengelola Hutan Tropis Terbaik di Dunia“. Dalam kondisi seperti ini, Perum Perhutani tentunya tidak dapat dipisahkan dari dinamika global yang memerlukan keunggulan kompetitif. Sebagai wujud nyata dari komitmen tersebut maka saat ini Perum Perhutani Studi Dampak Sosial 2010 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
B A B I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengelolaan sumber daya hutan dalam rangka menjaga
kelestarian hutan, peningkatan kesejahteraan, maupun dalam rangka
pembangunan wilayah sekitar hutan, tentunya bukan hanya merupakan
tanggung jawab Perhutani semata. Di Jawa Tengah, pengelolaan hutan
melalui kebijakan sistem PHBM bukan lagi merupakan program perhutani
saja, namun PHBM sudah menjadi program Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah. Hal itu dibuktikan dengan keluarnya Surat Keputusan Gubernur
tahun 2001. Secara terstruktur, program PHBM dibentuk mulai dari tingkat
pemerintah provinsi, kabupaten, kecamatan hingga desa.
Perum Perhutani sebagai BUMN yang diberi mandat oleh
pemerintah dalam mengelola hutan di Pulau Jawa dan Madura telah
berkomitmen untuk mengelola hutan secara berkesinambungan (lestari).
Komitmen tersebut tertuang dalam motto “Menjadi Pengelola Hutan Tropis
Terbaik di Dunia“. Dalam kondisi seperti ini, Perum Perhutani tentunya
tidak dapat dipisahkan dari dinamika global yang memerlukan keunggulan
kompetitif. Sebagai wujud nyata dari komitmen tersebut maka saat ini
Perum Perhutani telah mengimplementasikan kegiatan Pengelolaan Hutan
Lestari (PHL) dengan menggunakan standar Prinsip dan Kriteria Forest
Stewardship Council (FSC). Dalam kegiatan pengelolaan sumber daya
hutan berdasarkan Prinsip & Kriteria FSC, dimana Unit Manajemen dalam
kegiatannya harus menyelaraskan antara aspek Sosial, Lingkungan dan
Produksi.
Perhutani Kebonharjo dengan sistem PHBM dengan prinsip jiwa
berbagi telah masuk ke seluruh desa di wilayah KPH Kebonharjo yakni 58
desa sekitar hutan, dimana ke-58 desa telah berbadan hukum dan secara
hukum pula telah melakukan kesepakatan kerjasama dalam pengelolaan
Studi Dampak Sosial 2010 1
hutan pada wilayah KPH Kebonharjo. Pada umumnya program
pengembangan yang telah dilaksanakan di Desa bersifat top down, yaitu
kebijakan yang dilaksanakan berasal dari pemerintah. Kaitannya PHBM
melalui LMDH yang dalam melaksanakan program-program kegiatannya
didasarkan atas inisiatif dan prakarsa dari masyarakat, jadi kegiatannya
bersifat bottom up sehingga memberikan kesinambungan dan sinkronisasi
program perhutani dengan kepentingan masyarakat.
Kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat dilakukan
dengan jiwa berbagi yang meliputi berbagi dalam pemanfaatan lahan dan
atau ruang, berbagai dalam pemanfaatan waktu, berbagi dalam
pemanfaatan hasil dalam pengelolaan sumberdaya hutan dengan prinsip
saling menguntungkan, saling memperkuat dan saling mendukung. Dalam
mewujudkan visi dan misi Perum Perhutani sebagai pihak pengelola
sumberdaya hutan maka dalam rangka meningkatkan keberhasilan
pengelolaan hutan pihak Perhutani membutuhkan partisipasi aktif
berbagai pihak, khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar hutan
(pesanggem/ penggarap) melalui program PHBM.
Dalam proses implementasi PHBM kegiatan-kegiatan
pemberdayaan masyarakat menjadi hal yang utama dimana Perum
Perhutani banyak melibatkan masyarakat desa sekitar hutan dalam
kegiatan-kegiatan pengelolaan hutan sehingga hal ini juga secara nyata
memberikan tambahan penghasilan kepada masyarakat.
Proses implementasi PHBM juga melibatkan pihak eksternal
seperti pemerintah daerah kabupaten maupun provinsi dengan
memberikan bantuan dana APBD dan pihak eksternal lintas sektoral
maupun instansi-instansi yang terkait dengan berbagai kegiatan dalam
implementasi PHBM seperti Depdiknas dalam kegiatan pemberantasan
buta aksara LMDH di Jawa Tengah, bantuan dana dari Kementrian
Negara Koperasi dan UKM dalam pelatihan perkoperasian untuk LMDH
dan sebagainya.
Sejak tahun 2002 hingga bulan Juli 2009, telah tercatat sebesar
Rp. 70 Milyar dana bantuan yang diberikan oleh pemerintah daerah
kabupaten maupun provinsi untuk kegiatan PHBM terdiri dari Rp. 21 Milyar
Studi Dampak Sosial 2010 2
di Unit I Jawa Tengah, Rp. 32 Milyar di Unit II Jawa Timur dan Rp. 18
Milyar di Unit III Jawa Barat & Banten.
Untuk membantu meningkatkan kemandirian dalam peningkatan
kesejahteraan masyarakat, Perum Perhutani melalui pengembangan
usaha produktif dalam program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (
PHBM ) juga memberikan bantuan pinjaman lunak kepada masyarakat
yang dikenal dengan dana PKBL ( Progam Kemitraan & Bina
Lingkungan ). Diharapkan bantuan yang diberikan ini dapat
mengembangkan usaha produktif yang dirintis oleh masyarakat dan lebih
jauh diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat desa sekitar hutan.
Dari berbagai interaksi tentang Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), suatu
kajian penguatan kapasitas LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM di
KPH Kebonharjo, berdasarkan kebijakan yang telah dilakukan selama ini
yang disesuaikan dengan tujuan kebijakan, dapat disimpulkan beberapa
hal sebagai berikut :
1. Peran PHBM yang implementasi dilakukan melalui LMDH
memberikan akses kepada pesanggem (penggarap) untuk
mengelola hutan secara partisipatif dengan memadukan aspek
ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional telah mampu
memberikan dampak positif terhadap perubahan taraf hidup
pesanggem (penggarap) di Desa sekitar hutan, hanya pada tahap
implementasinya masih diperlukan serangkaian langkah
penyempurnaan.
2. Rancangan dan pelaksanaan program pengembangan masyarakat
yang melibatkan masyarakat secara partisipatif memerlukan waktu
yang lebih fleksibel dan secara simultan dengan melibatkan
berbagai stakeholders yang terlibat dalam program PHBM.
3. Diperlukan pengidentifikasian yang menyeluruh terhadap kontribusi
nyata dari pengelolaan hutan yang dilakukan KPH Kebonharjo
terhadap masyarakat sekitar hutan.
Studi Dampak Sosial 2010 3
Kaitannya dengan hal tersebut di atas, maka diperlukan
pengidentifikasian manfaat dan dampak pengelolaan hutan bersama
masyarakat. Selama ini Studi Dampak Sosial (SDS) yang merupakan
instrumen proses penilaian Perhutani terhadap kebijakan yang telah
dilakukan terhadap masyarakat hutan, dan sekaligus salah satu dasar
untuk penyempurnaan program lanjutan hendaknya dapat dilakukan
secara berkesinambungan.
B. Tujuan
Studi Dampak Sosial (SDS) ini dilakukan dengan tujuan yaitu :
Pertama, untuk memperoleh gambaran tentang manfaat dan dampak
sosial ekonomi, dan ekologi dari pengelolaan sumber daya hutan oleh
KPH Kebonharjo terhadap keberadaan masyarakat yang bermukim di
sekitar kawasan hutan KPH Kebonharjo. Manfaat dan dampak tersebut
tentunya tidak terjadi secara kebetulan tetapi merupakan sebuah proses
interaksi antara aktifitas pengelolaan dan kondisi sosial budaya dari
masyarakat sekitar. Aspek kesinambungan (sustainability) pengelolaan
sumber daya hutan oleh Perum Perhutani menjadi titik sentral oleh
karena hal ini tidak hanya terkait dengan kelangsungan perusahaan tetapi
juga berdampak terhadap kelangsungan hidup masyarakat yang
bermukim di sekitar hutan di Pulau Jawa. Kedua, menjadi salah satu
referensi dan evaluasi dalam merencanakan program kerja KPH
Kebonharjo diwaktu yang akan datang. Ketiga, untuk referensi data
stakeholders.
Studi Dampak Sosial 2010 4
B A B II
METODOLOGI KAJIAN
A. Metode dan Instumen Kajian
Metode kajian yang digunakan merupakan metode kajian
komunitas eksplanasi, yaitu proses pencarian pengetahuan dan
pemahaman yang benar tentang berbagai aspek sosial komunitas
melalui eksplanasi (menjelaskan) faktor penyebab suatu kejadian/ gejala
sosial yang dipertanyakan, atau mengidentifikasi jaringan sebab-akibat
berkenaan dengan suatu kejadian atau gejala sosial melalui data
kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini ialah subyektif-
mikro, yaitu upaya memahami sikap, pola perilaku, dan upaya-upaya
yang ada berkaitan dengan masalah yang dipertanyakan dalam kajian,
dengan menggunakan strategi studi kasus.
Sedangkan instumen atau sumber data-data lapangan yang
digunakan terdiri dari 3 bagian :
a. Monografi Desa, sebagai sumber data-data kependudukan
(kelompok usia, pendidikan, profesi/mata pencaharian, dan lain-lain),
sarana dan prasarana, dan lembaga-lembaga yang terkait dengan
Unit Management.
b. Responden, sebagai sumber data-data kuantitatif hasil wawancara,
data-data tersebut meliputi mata pencaharian dan jumlah
pendapatan.
c. Informan, sebagai sumber data-data kualitatif hasil wawancara
(kebudayaan dan persepsi masyarakat).
Studi Dampak Sosial 2010 5
B. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan studi dampak sosial yang dilakukan KPH Kebonharjo
adalah merupakan kegiatan rutin tahunan dalam rangka untuk mengetahui
kontribusi pengelolaan hutan terhadap masyarakat sekitar hutan baik dari
aspek ekologi, sosial, maupun ekonomi. Dalam pelaksanaan inventarisasi
data yang dibutuhkan dalam kegiatan ini dilakukan melalui dua data, yaitu
data kualitatif dan data kuantitatif.
1. Data kuantitatif diperoleh melalui format isian (blangko) yang
disediakan oleh KPH Kebonharjo untuk dilakukan pengisian oleh
responden1 yang diantaranya berupa data pendapatan, mata
pencaharian, data profesi, data pendidikan, dan Kesehatan.
2. Sedangkan data kualitatif diperoleh dari informan2 diantaranya
menyangkut budaya, persepsi masyarakat, perkembangan
kelembagaan, maupun interaksi masyarakat terhadap hutan.
Pelaksanaan penilaian terhadap studi dampak sosial
KPH Kebonharjo dilakukan secara sengaja (purpossive sampling), dan
secara bertahap dari seluruh populasi desa sekitar hutan yaitu sebanyak
58 desa. Pada tahap awal dilakukan sebanyak 12 desa sebagai desa
sampling, kemudian selanjutnya dilakukan proses penilaian studi dampak
sosial yang kedua dengan mengambil desa sampling sebanyak 28 desa.
Sebagai penyempurnaan penilaian, maka untuk tahun 2010 dilakukan
proses penilaian studi dampak sosial pada 14 desa sampling yaitu :
1. Desa Gandu, Kec. Bogorejo, Kab. Blora (BKPH Gayam).
2. Desa Ketringan, Kec. Jiken, Kab. Blora (BKPH Gayam).
3. Desa Sale, Kec. Sale, Kab. Rembang (BKPH Sale).
4. Desa Rendeng, Kec. Sale, Kab. Rembang (BKPH Karas).
5. Desa Pakis, Kec. Sale, Kab. Rembang (BKPH Tuder).
1 Responden adalah istilah untuk org yg menjadi sumber informasi dalam penelitian kuantitatif (informasi sesuai yang tertera di kuesioner dan jawaban-jawaban hanya terkait dengan dirinya).
2 Informan adalah istilah untuk org yg memberikan informasi dalam penelitian kualitataif (informasi lebih luas, tidak hanya terkait dengan dirinya tetapi juga org lain dan situasi lain)
Studi Dampak Sosial 2010 6
6. Desa Tegaldowo, Kec. Gunem, Kab. Rembang (BKPH Tuder).
7. Desa Ketodan, Kec. Jatirogo, Kab. Tuban (BKPH Sale).
8. Desa Lemah Putih, Kec. Sedan, Kab. Rembang (BKPH Gn.
Lasem).
9. Desa Dadaban, Kec. Sedan, Kab. Rembang (BKPH Gn. Lasem).
10. Desa Sambong, Kec. Sedan, Kab. Rembang (BKPH Gn. Lasem).
11. Desa Lodan Kulon, Kec. Sarang, Kab. Rembang (BKPH
Ngandang).
12. Desa Lodan Wetan, Kec. Sarang, Kab. Rembang (BKPH
Ngandang).
13. Desa Soko Gunung, Kec. Kenduruan, Kab. Tuban (BKPH
Tawaran).
14. Desa Sidomukti, Kec. Kenduruan, Kab. Tuban (BKPH Tawaran).
Responden yang dipilih untuk memberikan informasi pada proses
penilaian studi dampak sosial ini adalah responden yang berasal dari
kelompok-kelompok sosial yang dianggap sebagai representasi dari
kondisi masyarakat secara keseluruhan secara nyata. Oleh karena itu,
responden maupun informannya dipilih dari empat kelompok sosial, yaitu
dari Perangkat Desa, Petani Pesanggem, Tokoh Masyarakat, dan Tokoh
Agama.
Studi Dampak Sosial 2010 7
B A B III
GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum KPH Kebonharjo
Areal kerja Perum Perhutani KPH Kebonharjo seluas 17.653 Ha
mencakup tiga Kabupaten yaitu 12.858 Ha (73 %) masuk Kab, Rembang,
1.723 Ha (10 %) masuk Kab. Blora dan 3.072 Ha (17%) masuk wilayah
Tuban.
Wilayah KPH Kebonharjo terdiri dari 13 Kecamatan dan 58 Desa
Hutan. Desa-Desa hutan dalam wilayah KPH Kebonharjo masing-masing
tersebar di 3 Kabupaten, yakni Rembang, Blora dan Tuban. Perincian
Desa-Desa hutan tersebut adalah: 43 Desa berada di 9 Kecamatan
Kabupaten Rembang; 9 Desa berada dalam 2 Kecamatan Kabupaten
Tuban, dan 6 Desa berada di 2 Kecamatan Kabupaten Blora. Secara
umum desa-desa tersebut berbeda budaya pedesaannya. Penduduk
yang bermukim di wilayah desa-desa hutan tersebut sebagian besar
menggantungkan mata pencaharian mereka pada sektor pertanian yang
ditandai oleh aktifitas mengumpulkan dan meramu hasil-hasil hutan, serta
mengolah lahan-lahan pertanian.
Berikut rincian desa-desa hutan yang termasuk dalam wilayah
kerja KPH Kebonharjo.
Tabel III. 1.
Desa-Desa Hutan Wilayah KPH Kebonharjo di Kab. Blora
Disamping itu, dijumpai juga ikatan-ikatan formal dalam suatu lembaga
yang merupakan wahana bagi warga masyarakat desa untuk berinteraksi,
menyalurkan pendapat/aspirasi dan bekerjasama dengan pihak-pihak
lainnya.
Dari pengamatan desa-desa sampling dijumpai beberapa
lembaga yang memungkinkan bagi warga masyarakat untuk menjalin
kerjasama dalam suatu ikatan formal. Pada masyarakat desa hutan,
terutama mereka yang mempunyai kegiatan terkait dengan pengelolaan
hutan, lembaga-lembaga tersebut, antara lain: Kelompok Tani Hutan
(KTH), Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dan Badan Pengawas
Desa (BPD).
Berdasarkan SK Direksi NO.136/KPTS/Dir/2001 tentang Sistem
Pengelolaan Hutan Bersama masyarakat (PHBM) yang dilandasi oleh
prinsip berbagi peran dan tanggungjawab serta hak dengan Masyarakat
Desa Hutan (MDH) dan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders)
secara proporsional dalam pengelolan sumberdaya hutan, maka dibentuk
forum/lembaga di masing-masing desa. Melalui lembaga tersebut
Studi Dampak Sosial 2010 30
diharapkan dapat meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap
keberadaan serta kelestarian fungsi dan manfaat Sumber Daya Hutan.
Sejak tahun 2002, di desa-desa yang kawasan hutannya termasuk dalam
lingkup pengelolaan Perhutani, telah terbentuk lembaga formal yang lebih
dikenal sebagai Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
Dari 14 Desa yang dijadikan sampling pada Studi Dampak Sosial
2010, hingga saat ini semuanya telah terbentuk LMDH dan ternotariskan.
Berbagai program kerjasama antara LMDH dan Perhutani yang diatur
dalam suatu Perjanjian Kerjasama (PKS), telah diimplementasikan hingga
saat ini. Program tersebut adalah :
1. Pemberdayaan LMDH.
2. Pengembangan kapasitas masyarakat.
3. PKBL
4. Bantuan sosial (didalamnya termasuk pendidikan, kesehatan,
keagamaan, tanggap darurat/bencana)
5. Penyerapan tenaga kerja dan penyediaan cadangan pangan.
Melalui kerjasama tersebut diharapkan agar masyarakat memperoleh
manfaat dan mampu untuk membantu peningkatan kesejahteraan mereka,
serta terwujudnya harmonisasi hubungan antara Perhutani dan
masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah hutan. LMDH yang telah
terbentuk di KPH Kebonharjo. Tabel IV. 5.berikut ini tentang data
pendirian LMDH.
Tabel IV.5
Daftar Pendirian 14 LMDH.
No DesaNama LMDH Notaris Pendirian Perjanjian Kerjasama
(Notaris)
Studi Dampak Sosial 2010 31
No Tanggal No Tanggal1. Gandu Gunung Lestari 39 19 JANUARI 2007 97 31 JANUARI 20072. Ketringan Wana Sejahtera 325 3 JANUARI 2004 6 3 JANUARI 20043. Sale Reksa wana Kumala 6 23-Des-02 14 31-Des-024. Rendeng Sobo Wono 32 07-Jan-08 67 15-Mar-085. Pakis Ngudi Lestari 152 24 MEI 2006 159 24 MEI 20066. Tegaldowo Giri Wana Lestari 34 4 OKTOBER 2007 33 15 NOPEMBER 20077. Ketodan Sumber Gedhe 32 4 OKTOBER 2007 38 15-Nop-078. Lemah Putih Wana Lestari 30 4 OKTOBER 2007 35 15 NOPEMBER 20079. Dadaban Argo Puro Rengganis 1 5 DESEMBER 2006 96 31 JANUARI 2007
10. Sambong Sumber Rejeki 15 22 DESEMBER 2003 16 3 JANUARI 200411. Lodan Kulon Wono rahayu 151 24-Mei-06 156 24-Mei-0612. Lodan Wetan Sido Dadi 4 06-Des-03 9 03-Jan-0413. Soko Gng Towo Bangau 33 4 OKTOBER 2007 37 15 NOPEMBER 200714. Sido Mukti Wono Mukti 25 07-Jan-08 70 15-Mar-08
Sumber : Studi Dampak Sosial, 2010
Adanya lembaga / wadah masyarakat desa hutan untuk menyampaikan
keluhan / keinginannya kepada Perusahaan sangat berpengaruh positif
terhadap pengelolaa hutan dan masyarakat mendapatkan manfaat dari
hasil pengelolaan diantaranya dengan adanya bagi hasil produksi.
Dari dana bagi hasil yang diterima LMDH oleh Paguyuban LMDH KPH
Kebonharjo dikoordinir untuk dilaksanakan subsidi silang bagi Lembaga
yang tidak mendapatkan bagi hasil produksi. Tabel IV. 6. berikut ini
menggambarkan realisasi sharing kepada LMDH sampai dengan tahun
2009.
Tabel IV. 6
Realisasi Bagi Hasil Kepada Masyarakat di KPH Kebonharjo s/d 2009
No BKPH Kayu Non Kayu1. Gayam 520.092.2192. Tawaran 506.678.1563. Sale 1.542.429.8704. Tuder 506.678.1565. Ngandang 558.522.7066. Karas 21.098.0007. Gunung Lasem - -
Total 3.634.401.107 21.098.000Sumber: Laporan Tahunan KPH Kebonharjo 2009
Sedangkan distribusi sharing kepada 14 desa yang masuk dalam Studi
Dampak Sosial 2010 ini adalah sebagai berikut :
Studi Dampak Sosial 2010 32
Tabel IV. 7
Realisasi Bagi Hasil Kepada 14 LMDH Tahun 2009.
No Desa Nama LMDH Sharing Kayu Subsidi Silang
1. Gandu Gunung Lestari - 950.0002. Ketringan Wana Sejahtera 44.542.795 800.0003. Sale Reksa wana Kumala 939.173.484 -4. Rendeng Sobo Wono - 400.0005. Pakis Ngudi Lestari - 800.0006. Tegaldowo Giri Wana Lestari - 800.0007. Ketodan Sumber Gedhe - 800.0008. Lemah Putih Wana Lestari - 800.0009. Dadaban Argo Puro Rengganis - 800.000
10. Sambong Sumber Rejeki - 950.00011. Lodan Kulon Wono rahayu 4.168.620 800.00012. Lodan Wetan Sido Dadi - 950.00013. Soko Gng Towo Bangau 685.552 400.00014. Sido Mukti Wono Mukti 1.193.672 400.000
Sumber : Studi Dampak Sosial, 2010
Dari penerimaan sharing sampai dengan tahun 2009 terbesar
diterima LMDH Reksa Wana Kumala sebesar Rp. 939.173.484,-.
Sedangkan untuk LMDH yang tidak menerima sharing mulai sharing tahun
2007 diberikan subsisdi silang. Dalam merealisasikan dana sharing yang
diterima LMDH, sesuai arahan Perum Perhutani KPH Kebonharjo,
diharapkan LMDH penerima dana sharing dapat mengalokasikan 30 – 40
% untuk usaha produktif LMDH. Berikut Tabel IV. 8 yang menggambarkan
perkembangan usaha produktif ke 14 desa sampling.
Tabel IV. 8
Data Usaha Produktif 14 LMDH Tahun 2010.
Studi Dampak Sosial 2010 33
No Desa Nama LMDH Usaha Produktif Keterangan
1. Gandu Gunung Lestari - -2. Ketringan Wana Sejahtera - -3. Sale Reksa wana
KumalaWarung Kayu
Angkutan Hasil Hutan
Angkutan Umum
Ternak lele
Budidaya Porang
Budidaya Jarak Pagar
Persemaian
Koperasi
Pemanfaatan sharing produksi
4. Rendeng Sobo Wono - -5. Pakis Ngudi Lestari - -6. Tegaldowo Giri Wana Lestari - -7. Ketodan Sumber Gedhe Ternak Kambing 1 ekor8. Lemah Putih Wana Lestari Tanaman Randu Belum memberkan