Top Banner
Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi 0 LAPORAN HASIL PENELITIAN KEMAMPUAN SFS (SUBSURFACE FLOW SYSTEM) DALAM MERESAPKAN AIR DAN MENURUNKAN COD LIMBAH SEPTIK TANK Oleh : Sugeng Abdullah Suparmin Nur Hilal PENELITIAN PEMBINAAN POLITEKNIK KESEHATAN DEPKES SEMARANG TAHUN 2009
44

Laporan riset bioremediasi - 2009.pdf

Aug 13, 2015

Download

Documents

Sugeng Abdullah
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

0

LAPORAN HASIL PENELITIAN

KEMAMPUAN SFS (SUBSURFACE FLOW SYSTEM) DALAM MERESAPKAN AIR DAN MENURUNKAN COD LIMBAH

SEPTIK TANK

Oleh :

Sugeng Abdullah Suparmin Nur Hilal

PENELITIAN PEMBINAAN POLITEKNIK KESEHATAN DEPKES SEMARANG

TAHUN 2009

Page 2: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Peresapan konvensional pada septic tank yang lazim digunakan oleh masyarakat

seringkali menimbulkan masalah lingkungan berupa ketersumbatan saluran

(cloggeg).Bioremediasi dengan SFS (Sub Surface Flow) adalah sebuah teknik yang

mampu mengolah / meresapkan air kotor dengan memanfaatkan tanaman pada sebuah

konatiner kedap air.

Bioremediasi dengan SFS adalah sebuah teknologi yang ramah lingkungan. Artinya

teknologi ini nyaris tidak membutuhkan biaya energi. Energi langsung diperoleh dari

alam. Teknologi ini memanfaatkan tumbuhan untuk mengolah air tercemar menjadi air

yang bersih. Teknologi SFS juga tidak membutuhkan tenaga ahli dalam pembuatan dan

pengoperasiannya.

Listyorini (2009) mendapati bahwa bioremediasi terhadap effluent IPAL RSUD

menggunakan eceng gondok mampu menurunkan kadar Phospat pada air limbah. USAID

(2006) sukses melakukan uji coba Bioremediasi dengan Contruction Wetland (CW) untuk

menurunkan pencemar dari limbah rumah tangga di Nanggroe Aceh Darussalam

Berdasarkan kelebihan komparatif dari Bioremediasi dengan SFS dimaksud, maka

diperlukan adanya pengembangan dan penelitian yang berkelanjutan. Hal ini berguna

untuk memperoleh informasi terbaru tentang kemampuan SFS dalam mengolah air

limbah yang bersifat terapan, murah dan sederhana.

.

Page 3: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

2

B. MASALAH

1. Berapakah efisiensi removal SSF dalam menurunkan COD air limbah dari septic

tank?

2. Berpakah debit limbah yang dapat diresapkan oleh SFS secara aman

3. Apakah ada perbedaan yang bermakna kadar COD sebelum dan sesudah melalui SSF?

4. Apa saja gangguan yang timbul dalam penerapan SSF sebagai alternative solusi

masalah peresapan septic tank yang mampat

C. TUJUAN

1. Mengukur dan menghitung efisiensi removal SFS dalam menurunkan COD air limbah

dari septic tank?

2. Mengukur debit limbah yang dapat diresapkan oleh SFS

3. Mengetahui perbedaan kadar COD sebelum dan sesudah melalui SFS?

4. Inventarisasi gangguan yang timbul dalam penerapan SFS sebagai alternative solusi

masalah peresapan septic tank yang mampat

D. MANFAAT

1. Diperolehnya data efisiensi removal SFS dalam menurunkan COD air limbah dari

septic tank

2. Diadapatkan data debit limbah yang dapat diresapkan SFS

3. Diperolehnya data inventarisasi gangguan yang timbul dalam penerapan SFS sebagai

alternative solusi masalah peresapan septic tank yang mampat

4. Diketahui perbedaan kadar COD sebelum dan sesudah melalui SFS

5. Masukan bagi pengambil kebijakan dan masyarakat untuk menentukan jenis

peresapan yang cocok di daerah yang bertanah liat.

Page 4: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

3

6. Terdapat bangunan percobaan (model) SFS di kampus VII Poltekkes Depkes

Semarang, sebagai media pembelajaran bagi mahasiwa Program Studi Kesehatan

Lingkungan dan masyarakat umum

E. KEASLIAN PENELITIAN

Ada beberapa penelitian bioremediasi yang mirip dengan penelitian kemampuan

SFS (Subsurface Flow System) yang telah dilaksanakan antara lain sbb. :

TABEL 1.1.

BEBERAPA JUDUL PENELITIAN BIOREMEDIASI

No

Judul Riset Peneliti Tahun

1. Akumulasi Logam Cupprum (Cu) Dan Zincum (Zn) Di Perairan Sungai Siak Dengan Menggunakan Bioakumulator Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes)

Suwondo, Yuslim Fauziah, Syafrianti, dan Sri Wariyanti

2005

2. Inventarisasi Tumbuhan Potensial Untuk Fitoremediasi Lahan dan Air Terdegradasi Penambangan Emas

Titi Juhaeti , Fauzia Syarif dan Nuril Hidayati

2004

3. Fitoremediasi Zn (Seng) Menggunakan Tanaman Normal Dan Transgenik Solanum Nigrum L.

Sodiq Pratomo , Sumarno & M. Ahkam Subroto

2004

4. Teknologi Bioremediasi untuk Menurunkan Kepadatan Nyamuk di Pemukiman Perkotaan

I Gede Seregeg 2001

Penelitain tersebut diatas memiliki perbedaan dengan penelitan yang penulis laksanakan,

utamanya dalam hal aplikasi untuk substitusi peresapan septik tank konvensional.

Page 5: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bioremediasi

Bioremediasi merupakan upaya perbaikan kualitas lingkungan secara alami.

Bioremedisasi berasal dari kata “Bio” dan ‘Remediation”. Bio berarti hidup atau mahluk

hidup, sedangkan Remediation asal kata latin remediare ( to remedy) yang berarti

memperbaiki/ menyembuhkan atau membersihkan sesuatu.

Bioremediasi didefinisikan sebagai proses penguraian limbah organik/anorganik

polutan secara biologi dalam kondisi terkendali, dengan memanfaatkan mahluk hidup.

Mahluk hidup dimaksud terutama dari jenis mikroorganisme, tumbuhan (fitoremediasi) dan

kombinasi tumbuhan-mikroorganisme (fito-mikrobial).

Penguraian senyawa kontaminan ini umumnya melibatkan mikroorganisme (khamir,

fungi, dan bakteri). Pendekatan umum yang dilakukan untuk meningkatkan biodegradasi

adalah dengan cara: (i) menggunakan mikroba indigenous (bioremediasi instrinsik), (ii)

memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi dan aerasi (biostimulasi),

(iii)penambahan mikroorganisme (bioaugmentasi)

Fitoremediasi (Phytoremediation) merupakan suatu sistim dimana tanaman tertentu

yang bekerjasama dengan micro-organisme dalam media (tanah, koral dan air) dapat

mengubah zat kontaminan (pencemar/pollutan) menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan

menjadi bahan yang berguna secara ekonomi.

Dalam tataran praktis bioremediasi dapat diaplikasikan dalam bentuk kombinasi

sistim penyaringan pasir lambat dan biofilter. Biofilter pada skala yang besar dapat

diwujudkan dalam bentuk lahan basah (wetland) alami,semi alami,dan

buatan(constructedwetland).

Page 6: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

5

Proses yang terjadi dalam fitoremediasi berlangsung secara alami dengan enam

tahap proses secara serial yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/ pencemar yang

berada disekitarnya (Anonim, 2003)

a. Phytoacumulation (phytoextraction) yaitu proses tumbuhan menarik zat kontaminan

dari media sehingga berakumulasi disekitar akar tumbuhan. Proses ini disebut juga

Hyperacumulation

b. Rhizofiltration (rhizo= akar) adalah proses adsorpsi atau pengedapan zat kontaminan

oleh akar untuk menempel pada akar. Percobaan untuk proses ini dilakukan dengan

menanan bunga matahari pada kolam mengandung radio aktif untuk suatu test di

Chernobyl, Ukraina.

c. Phytostabilization yaitu penempelan zat-zat contaminan tertentu pada akar yang tidak

mungkin terserap kedalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat (stabil )

pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media.

d. Rhyzodegradetion disebut juga enhenced rhezosphere biodegradation, or plented-

assisted bioremidiation degradation, yaitu penguraian zat-zat kontaminan oleh

aktivitas microba yang berada disekitar akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi dan

bacteri.

e. Phytodegradation (phyto transformation) yaitu proses yang dilakukan tumbuhan

untuk menguraikan zat kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang kompleks

menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan dengan susunan molekul yang lebih

sederhan yang dapat berguna bagi pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat

berlangsung pada daun , batang, akar atau diluar sekitar akar dengan bantuan enzym

yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa tumbuhan mengeluarkan enzym

berupa bahan kimia yang mempercepat proses proses degradasi.

Page 7: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

6

f. Phytovolatization yaitu proses menarik dan transpirasi zat contaminan oleh tumbuhan

dalam bentuk yang telah larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi untuk

selanjutnya di uapkan ke atmosfir. Beberapa tumbuhan dapat menguapkan air 200

sampai dengan 1000 liter perhari untuk setiap batang.

Jenis-jenis tanaman yang sering digunakan di Fitoremediasi adalah : Anturium

Merah/ Kuning, Alamanda Kuning/ Ungu, Akar Wangi, Bambu Air, Cana Presiden

Merah/Kuning/ Putih, Dahlia, Dracenia Merah/ Hijau, Heleconia Kuning/ Merah, Jaka, Keladi

Loreng/Sente/ Hitam, Kenyeri Merah/ Putih, Lotus Kuning/ Merah, Onje Merah, Krokot,

Pacing Merah/ Mutih, Padi-padian, Papirus, Pisang Mas, Ponaderia, Sempol Merah/Putih,

Spider Lili, Pandan wangi dll.

B. Konstruksi lahan basah SFS

Kadlec and Knight (NN, 2006) lahan basah (wetlands) adalah salah satu sistem

pengolahan paling murah dari segi biaya operasi dan pemeliharaannya serta sangat

sustainabel. Menurut GEF (2009), klasifikasi lahan basah (wetland) dibedakan menjadi tiga

tipe yaitu natural wetlands, rehabilitated wetlands dan constructed wetlands. Constructed

wetlands (CW) adalah metode yang efektif, alami, dan secara relatif rendah biaya

pemeliharaan dan operasinya, sebagai pengolah efluen dari septik tank atau jenis fasilitas

pengolahan awal lainnya.

Sistem CW adalah konstruksi lahan basah yang pada dasarnya merupakan tiruan /

buatan manusia atas lahan basah (rawa) alami yang cocok untuk tujuan tertentu dan pada

kondisi tertentu. CW ada dalam berbagai bentuk dan ukuran, tergantung dari pemilihan dan

evaluasi lokasi. Wetland bisa disesuaikan ke hampir semua lokasi dan bisa dibangun dalam

banyak konfigurasi- dari unit tunggal kecil yang hanya beberapa meter persegi sampai dengan

luas beratus hektar yg terintegrasi dengan pertanian air/tambak.

Page 8: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

7

Metcalf and Eddy (1995) mengemukakan bahwa ada dua jenis sistem CW yang telah

dikembangkan untuk pengolahan limbah cair: (1) free water surface (FWS) systems dan (2)

subsurface flow systems (SFS) Keduanya dibuat dalam banyak bentuk dan ukuran dan dapat

dikombinasikan antara FWS dan SFS. Sebagai contoh untuk satu rumah bisa berupa bak

galian dangkal yang kedap air, atau paling tidak sumur ditanah dengan permeabilitas rendah,

yang diisi dengan media dan ditanami secara merata dengan tanaman rawa (lahan basah).

Tanaman berfungsi sebagai pengolah, memberikan unsur keindahan dan menghasilkan

produk yang menguntungkan, yang secara keseluruhan akan menarik perhatian masyarakat

untuk lebih memahami lingkungan dan membangkitkan rasa memiliki sistem tersebut.

Dilihat dari lokasinya, CW dibedakan menjadi on site CW dan off site CW. On-site

CW pada dasarnya adalah kebun dalam wadah kedap air, yang bisa dengan mudah

ditempatkan dalam tata ruang proyek perumahan yg padat. Kedap air bisa dengan

memanfaatkan: lapisan plastik, lempung, fiberglas, dll.

SFS adalah pilihan yg disukai untuk sistem setempat, karena sistim FWS berpotensi

menarik nyamuk untuk menjadikan sebagai tempat berbiak (khususnya jika tidak dipelihara

ikan pemakan nyamuk didalamnya). Sistem SFS sistem ditutup dengan pasir atau tanah,

karenanya tidak ada resiko langsung terhadap . CW adalah konsep yg baru bagi masyarakat

lokal karenanya sosialisasi adalah kunci suksesnya. ‘Kebun pengolah’ harus mudah dikenali

dengan menambahkan pembatas yang berfungsi juga sebagai pencegah limpasan air hujan

memasuki sistim..

C. Kriteria disain SFS

Metcalf and Eddy (1995) mengemukakan bahwa beberapa pertimbangan yang

penting dalam pembuatan SFS antara lain sbb. :

− Diperlukan pengolahan awal.

Page 9: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

8

− Laju pembebanan maksimum BOD5 7-13 g/m2/hari

− SFS: lebardan pendek lebih baik daripada sempit dan panjang

− Kecepatan harus dijaga 7m/hari supaya pengolahan efektif

− HRT waktu tinggal hidrolis 4-15 hari

− kedalaman 10 – 75 cm

− laju pembebanan hidrolis 140 - 470 liters/m2/hari

− specific area 2 – 7 m2/(100 liters/hari)

Terdapat indikasi bahwa CW di iklim tropis bisa bekerja dengan baik dalam luasan

yang kecil karena proses pengolahan biologis terjadi pada laju yang lebih tinggi sepanjang

tahun. Stewart Diemont (2005), memperlihatkan laju pengurangan polusi di Honduras lebih

tinggi dari pada di daerah dingin. Pada tingkatan tertentu justru lebih baik, tetapi sel sel dapat

berfungsi dengan baik pada HRT 1.1 – 2.6 hari dan Beban BOD5 18-25 g/m2/hari.

Contoh perhitungan untuk tangki septik dengan effluent mengandung 100 - 200 mg

BOD5/liter; 1 rumah (5 P.E.) menghasilkan 500 liter limbah domestik per hari; 1 rumah

memprodusi sekitar 50 - 100 g BOD5 per hari; maka luas permukaan CW yang diperlukan

adalah 2-16 m2 (berdasarkan beban BOD5), atau 1- 4 m2 (berdasakan beban hidrolis), 2.7 m2

(bedasarkan pada 4 hari HRT dan 75cm kedalaman SFS). Atas dasar contoh perhitungan

dimaksud maka sebagai aturan umum dapat digunakan sebagai pedoman pembuatan SFS

maka luas permukaan minimum untuk satu rumah (5 P.E.) SFS CW adalah 3 m2.

Bali school (2008) menyarankan bahwa untuk pembuatan SFS ada beberapa

ketentuan yang diperlukan yaitu:

− Unit wet land harus didahului dengan bak pengendap untuk menghidari kloging pada

media koral oleh partikel-partikel besar,

− Konstruksi berupa bak/ kolam dari pasangan batu kedap air dengan kedalaman ± 1 m .

− Kolam dilengkapi pipa inlet dan pipa belubang lubang untuk outlet

Page 10: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

9

− Kolam disi dengan media koral (batu pecah atau kerikil) diameter 5 mm s/d 10 mm.

Setinggi / setebal 80 cm

− Ditanami tumbuhan air dicampur beberapa jenis yang berjarak cukup rapat, dengan

melubangi lapisan media koral sedalam 40 cm untuk dudukan tumbuhan.

− Dialirkan air limbah setebal 70 cm dengan mengatur level (ketinggian) outlet yang

memungkinkan media selalu tergenang air 10 cm dibawah permukaan koral

− Design luas kolam berdasarkan Beban BOD yang masuk per hari dibagi dengan Loading

rate pada umumnya. Untuk Amerika utara = 32.10 kg BOD / Ha per hari. Untuk daerah

tropis kira-kira = 40 kg BOD / Ha per hari .

− Sistim pengolahan limbah dengan wetland disarankan hanya untuk skala lingkungan

maksimum 2000 orang dan perkantoran atau gedung-gedung sekolah karena kebutuhan

lahannya cukup tinggi antara 1.25 m2/ capita s/d 2.5 m2 /capita.

Acuan pembuatan SFS yang dirilis oleh Crites et al. (2006); US EPA (1999); Crites

and Tchobanoglous (1998); dan Hammer (1989) dalam Karen Setty (2009) adalah

sebagaimana dirangkum dalam tabel 2.1. berikut :

Page 11: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

10

TABEL 2.1

PARAMETER DISAIN SFS (SUBSURFACE FLOW SYSTEM)

D. Biodegradasi

Abdullah, S (2006) mengemukakan bahawa air limbah yang mengandung pencemar

organik biodegradable (bisa diurai oleh jasad renik) sangat tepat apabila diolah dengan cara

biologi. Pengolahan secara biologi memiliki kelebihan yakni murah dan efisien. Kendatipun

yang diolah oleh jasad renik hanyalah bahan organik biodegradable, tetapi ternyata bahan-

bahan non biodegradable dan bahan non organik seperti logam berat juga bisa terkurangi

bahkan hilang bila konsentrasi tidak terlalu tinggi.

Berkurangnya konsentrasi bahan non organik dalam air limbah yang diproses

dengan cara biologi, adalah melalui mekanisme terjerap oleh flok (gumpalan) yang

terbentuk oleh pertumbuhan koloni bakteri. Secara singkat dapat dikemukakan bahwa proses

pengolahan dengan cara biologi dapat berlangsung secara aerob dan anaerob.

Page 12: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

11

Proses aerob berarti bahwa penguraian bahan organik dilakukan oleh bakteri yang

dalam aktivitasnya memerlukan kehadiran oksigen (O2). Sebaliknya, proses anaerob

berarti dilakukan oleh bakteri yang aktivitasnya tidak memerlukan oksigen. Pertumbuhan

bakteri dalam proses penguraian bahan pencemar organik dibedakan dalam dua kelompok

yakni (a) pertumbuhan tersuspensi (suspended growth) dan (b) pertumbuhan lekat (attached

growth). bakteri dalam proses pengolahan air limbah, maka pengolahan secara biologi dapat

Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth) seperti saringan tetes berupa

tumpukan kerikil dengan tinggi > 2m dan air limbah dialirkan menetes dari atas. Pada

permukaan batu kerikil akan tumbuh koloni bakteri. Koloni bakteri inilah yang berperan

membersihkan pencemar organik pada air limbah melalui proses oksidasi biokimia. Koloni

bakteri ini semakin lama semakin tebal sehingga akan terkelupas. Koloni bakteri yang

terkelupas ini ditampung dalam bak pengendap II (Benefild, 1980). Mekanisme pembersihan

air limbah melalui pertumbuhan lekat lazim dikenal dengan sebutan yang bervariasi

diantaranya dengan sebutan biofilter. Pengelupasan koloni bakteri yang tidak dikelola dengan

baik seringkali menimbulkan ketersumbatan (clogging) pada biofilter.

E. Keunggulan Komparatif SFS

Bali school (2008) mengemukakan bahwa diantara keunggulan pengolahan limbah

dari kamar mandi dan limbah dari septik tank (grey water) menggunakan sistem konstruksi

lahan basah SFS atau fitoremediasi adalah sbb. :

− Phytoremediasi cukup effektif dan murah untuk menangani pencemaran terhadap

lingkungan oleh logam berat dan B 3 sehingga dapat digunakan untuk remediasi TPA

dengan menanam tumbuhan pada lapisan penutup terahir TPA dan menggunakan sistim

wet land bagi kolam leachit.

Page 13: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

12

− Sistim pengolahan limbah dengan wetland disarankan hanya untuk skala lingkungan

maksimum 2000 orang dan perkantoran atau gedung-gedung sekolah karena kebutuhan

lahannya cukup tinggi antara 1.25 m2/ capita s/d 2.5 m2 /capita dibanding fakultatif pond

hanya 0.2 s/d 0.5 m2 / capita atau hanya 1/5 dari kebutuhan wetland.

− Biaya investasi sangat relatif terhadap ketersedian lahan, dengan demikian untuk skala

kecil sangat ekonomis bila lahan dapat disediakan.

− Biaya O & P sangat rendah karena pemeliharaan hanya sambilan untuk pembersihan daun

tumbuhan.

− Untuk skala rumah tangga sistim ini dapat dianggap pengganti bidang resapan.

Page 14: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

13

BAB III

METODE PENELITIAN

A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

a. Waktu penelitian diperkirakan selama

• Persiapan : Bulan Juli s/d Agustus 2009

• Pelaksanaan : Bulan September s/d Oktober 2009

• Penyelesaian : Bulan Nopember s/d Desember 2009

b. Lokasi penelitian di Kampus VII Poltekkes Depkes Semarang

B. JENIS PENELITIAN dan RANCANGAN PENELITIAN

Jenis penelitain menurut metodenya termasuk penelitian eksperiment

Rancangan penelitian menggunakan pendekatan penelitian adalah experimental semu,

dengan design pretes post test design. Secara skematis sebagai berikut :

O1 X O2

C. VARIABEL

a. Jenis variabel

− variabel independent : kemapuan SFS (bangunan percobaan SFS).

− variabel dependent : debit resapan dan kadar COD

− variable confounding : Kadar pencemar limbah septic tank, debit limbah, hydrolic

retention SFS, media SFS, jenis tanaman pada SFS, jumlah tanaman,umur tanaman

dan cuaca

.

Page 15: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

14

b. Struktur hubungan antar variabel

D. DEFINISI OPERASONAL

TABEL 3.1.

DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

No Variabel Definisi Operasional Satuan Alat Ukur Skala data

1 Kemampuan SFS

unjuk kerja SFS dalam membersihkan pencemar (COD) dalam air limbah dan meresapkan air limbah

% Rumus efisiensi

Rasio

2 SFS (Subsurface Flow System)

bangunan percobaan berupa bak kedap air yang dibuat dari beton. Didalamnya diisi media kerikil pada bagian dasar dan lapisan pasir diatasnya dan ditanami tanaman hias atau sejenisnya. Selanjutnya dialiri dengan air limbah dari septic tank. Ukuran / dimensi bak adalah Panjang x Lebar x Tinggi = 4 m x 1,25 m x 0,8 m. (disain / skema bangunan SFS pada lampiran)

M3 Roll meter Interval

3 Kadar COD kandungan zat organik pada air limbah sebelum dan sesudah melewati SFS

Mg/l Intrument pemeriksaan COD

Ratio

4 Debit resapan Jumlah limbah yang dapat diresapkan melalui SFS

M3/M2/hari Pengukur debit dan

Ratio

Variable independent Kemapuan SFS

Variabel dependent Debit resapan & COD

Varibel confounding 1. Kadar pencemar limbah

septic tank 2. debit limbah 3. hydrolic retention SFS 4. media SFS 5. jenis tanaman pada SFS 6. jumlah tanaman 7. umur tanaman 8. cuaca

Page 16: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

15

pengukur luasan

5 Kadar pencemar limbah septic tank

Konsentrasi pencemar yang ada dalam limbah septic tank selain COD. Dalam hal ini tidak dilakukan pemeriksaan.

Mg/lt Metode titrasi

Interval

6 hydrolic retention time

Waktu yang diperlukan air limbah untuk tetap berada dalam SFS

Hari Penakar volume dan stopwatch

Interval

7 media SFS Benda padat kedap air dengan ukuran / diameter 10 -25 mm, yang digunakan untuk mengisi bak SFS. Dalam hal ini berupa kerikil ketebalan 0,7 m dan pasir ketebalan 0,15 m

M Meteran Interval

8 jenis tanaman pada SFS

Macam tanaman yang digunakan /ditanam di SFS. Dalam hal ini meliputi : Pandan wangi, Aglaonema lokal dan krokot

Buah Tally Nominal

9 jumlah tanaman

Banyaknya tanaman yang ditanam dalam SFS, dihitung berdasarkan berat basah ketika akan ditanam

Kg Neraca Interval

10 umur tanaman

Usia bibit tanaman yang ditanam dalam media SFS, dalam hal ini berkisar 2-6 bulan

Bl Catatan pembibitan

Nominal

11 cuaca

Keadaan lingkungan yang diduga mempengaruhi kinerja SFS. Dalam hal ini meliputi : kacepatan angin, suhu, kelembaban, cahaya, kecerahan/hujan

Km/jam, oC, % RH, lux, Y-T

Weather measurement

Nominal

12 Gangguan Macam gangguan yang mungkin timbul dalam SFS al. : mampet, bau busuk, tanaman mati, keberadaan serangga, dll

- - -

E. POPULASI DAN SAMPEL

Sample berupa air limbah septic tank yang diambil pada inlet dan outlet SFS (bangunan

percobaan SFS). Sample inlet dan sample outlet diambil setelah periode aklimatisasi

selama 12 hari. Total sample yang akan diperiksa sebanyak 2 x 15 sampel pada inlet dan 2

Page 17: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

16

x 15 sampel pada outlet. Pengambilan dilakukan pada pagi (pukul 06.00 – 08.00) dan sore

(pukul 16.00 – 18.00).

F. HIPOTESIS

Terdapat perbedaan yang signifikan kadar COD dalam limbah septik tank sebelum dan

sesudah diolah menggunakan SFS

G. CARA PENGUMPULAN DATA / BAHAN DAN ALAT

a. Jenis data

Kadar COD sebelum dan sesuadah melalui SFS

Debit air limbah yang mampu diresapkan SFS secara aman

Jenis gangguan yang timbul selama percobaan.

Jenis tanaman sebagai Fitoremediator

Kondisi cuaca

b. Metode Pengumpulan data

- pengukuran

- observasi

- pemeriksaan laboratorium

c. Instrument

- bangunan percobaan SFS

- peralatan pengambilan sampel air limbah

- peralatan pemeriksaan COD

- peralatan pengukuran debit air limbah

- peratan pengukur cuaca setempat (termometer, hygrometer, anemometer)

Page 18: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

17

d. Sumber data

- hasil pengukuran di lapangan

- hasil observasi di lapangan

- hasil wawancara dengan masyarakat

- laporan dari dinas meteorologi, dinas kesehatan, dinas lingkungan hidup

CARA KERJA / LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN

a. Persiapan

Persiapan lokasi

Pembuatan SFS seperti pada gambar terlampir

Uji coba operasional SFS (aklimatisasi)

b. Pelaksanaan

Pengoperasian SFS : air limbah dari septic tank dipompa /dialirkan kedalam SFS.

Air limbah akan berada dalam SFS ( = HRT) selama beberapa hari (12 hari).

Dalam waktu 12 hari diperkirakan telah terjadi proses bioremediasi / fitoremediasi.

Pengambilan air sample sebelum dan sesudah melalui SFS

Pemeriksaan COD (cara pemeriksaan terlampir)

Pengukuran debit yang dapat diresapkan SFS dengan teknik penakaran. Caranya

: influen atau efluen ditampung dalam gelas penakar dengan volume tertentu(V)

dan dicatat waktunya (T), selanjutnya hitung debit (Q) = V/T liter/dt

Pengukuran kondisi cuaca harian selama penelitian

Mencatat gangguan pengoperasian SFS

Menghitung efisiensi removal COD dengan rumus :

COD sebelum SFS - COD sesudah SFS Efisiensi = ------------------------------------------------- x 100% COD sebelum SFS

Page 19: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

18

c. Mencatat semua data harian hasil penelitian

Entri data

Pengolahan data

Pembahasan hasil

Penyusunan laporan

Seminar

Revisi laporan

H. PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS DATA

Pengolahan data meliputi kegiatan editing, coding, klasifikasi dan tabulating. Analisis data

menggunakan analisis deskriptif dan uji paired t-test

I. KARANGKA PIKIR

Air kotor / air limbah septic tank

Peresapan konvensional pada tanah liat

Alternatif teknologi

Clogged (Masalah lingkungan)

Bioremediasi dengan SFS (Sub Surface Flow)

Reduksi masalah clogging

Ramah Lingkungan, a.l. : o tanpa biaya energi o penggunaan energi terbarukan o teknologi sederhana o penggunaan Sumber Daya local o tepat guna / terapan

Page 20: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

19

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Peneltitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di bengkel kerja dan laboratorium Jurusan Kesehatan

Lingkungan (JKL) Purwokerto Poltekkes Semarang. JKL Purwokerto berada di Kampus

7 Poltekkes Depkes Semarang yang berlokasi di Desa Karangmangu, Kecamatan

Baturraden, Kabupaten Banyumas. Daerah ini memiliki ketinggian 500 M dpl. Udara

relatif sejuk.

Di Kampus 7 Poltekkes Depkes Semarang terdapat beragam bangunan dan

gedung, diantaranya adalah gedung asrama. Bangunan SFS ditempatkan di halaman

gedung asrama putri berdekatan dengan gedung bengkel kerja. Kelengkapan SFS

menggunakan perangkat dari bengkel kerja, sedangkan pemeriksaan parameter pH,

COD, temperature dan kelembaban dilakukan di laboratorium.

2. Kondisi cuaca

TABEL 4.1. KONDISI CUACA TEMPAT PENELITIAN

No. Parameter Lingkungan Hasil Pengukuran 1 Temperatur udara 24 – 27 oC 2 Temperatur air 23 – 25 oC 3 Kelembaban udara 69 – 91 % RH 4 Angin 0,01 km/jam – 2 km/jam 5. Intensitas cahaya Siang : 200 lx – 1.500 lx

Malam : 0 – 0,2 lx 6 Kondisi cuaca umum Musim hujan : cerah,

mendung dan hujan.

Page 21: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

20

3. Disain SFS (Subsurface Flow System)

Bangunan SFS yang digunakan untuk percobaan memiliki kriteria sebagai

ditunjukan pada tabel 4.2. Bangunan SFS yang sudah jadi kemudian dilakukan ujicoba,

sekaligus untuk aklimatisasi selama 12 hari. Pada saat pelaksanaan ujicoba juga

dilakukan pengukuran COD untuk dasar penentuan waktu pelaksanaan percobaan yang

sesungguhnya. Hasil pengukuran COD pada saat ujicoba ditunjukan pada tabel 4.3.

TABEL 4.2. KRITERIA DISAIN SFS

YANG DIGUNAKAN UNTUK PERCOBAAN

No

Kriteria Disain Kenyataan

1 Bentuk Circular atau Rectangular

Rectangular

2 Panjang P:L = 4:1 4,00 meter 3 Lebar - 1,25 meter 4 Kedalaman < 0,80 meter 0,80 meter 5 Ketebalan kerikil 0,30-0,60 meter 0,60 meter 6 Ketebalan Pasir 0,10 meter 0,10 meter 7 Kedalaman air 0,15-1 meter 0,55 meter 8 Diameter kerikil 5-10 mm 10 - 20 mm 9 Variasi Debit - 60 – 105 liter/jam 10 Kemiringan 0,5-2 % < 0,5 % 11 Kecepatan aliran <8,6 m/hr 1,44 – 2,52 m/hr 12 Beban organic a. 40 kg

BOD/Ha/hr b. 7-13 gr

BOD/m2/hr

a. 8,6-37,8 gr COD/m2/hari

b. 5,18-22,68 gr BOD/m2/hari

13 Beban hydrolik a. 0,02-0,24 m3/m2/hr

b. 0,8-62 cm/hr c. 140 -10470

l/m2/hr

144 - 252 l/m2/hr

14 Waktu retensi 4-20 hari 16 -28 jam (0,7-1,2 hari)

15 Porositas media kerikil 0,18-0,35 0,47 16 Total berat tanaman - 24, 2 kg 17 Zona perakaran 0,3 -1,0 meter Tdk diamati 18 Kebutuhan lahan 1,25-2,5 m2/org 5m2 untuk 4 orang

Page 22: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

21

TABEL 4.3. HASIL PENGUKURAN COD PADA UJICOBA SFS

Hari Ke

COD inf (mg/l)

COD eff (mg/l)

Efisiensi remov (%) Ket

2 96.00 95.04 1.00 Cerah 6 60.00 42.60 29.00 Cerah 9 105.00 47.25 55.00 Cerah 12 95.00 80.75 15.00 Gerimis

4. Jumlah dan Jenis Tanaman

Pemilihan jenis tanaman didasarkan atas kemudahan secara teknis dalam mendapatkannya

dan karakteristik kesesuaian dalam media SFS. Adapun jumlah dan jenis tanaman yang

digunakan adalah seperti tersebut pada tabel 4.4.

TABEL 4.4.

JUMLAH DAN JENIS TANAMAN PADA SFS

No Nama Tanaman Berat saat ditanam (kg)

Jumlah (buah / rumpun)

1. Pandanwangi 14,80 Besar = 6 Kecil = 12

2. Aglaonema lokal (dominant hijau dan putih)

8,50 Besar = 10 Kecil = 10

3. Krokot 1,90 Tak dihitung JUMLAH 24,20

Hasil pengamatan selama masa aklimatisasi (hari ke 1- 12) menunjukan ada beberapa

tanaman yang mengalami gejala pelayuan akibat kebanyakan air (fenomena gutasi &

imbibisi), terutama untuk tanaman Aglaonema . Selanjutnya pada hari ke 14 – 28 (selama

percobaan berlangsung) menunjukan bahwa tanaman Pandanwangi dan krokot mengalami

pertumbuhan normal, sedangkan Aglaonema putih mengalami gosong daun.

5. Debit dan Karakteristik Limbah yang diolah

Page 23: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

22

Air limbah yang digunakan untuk percobaan berasal dari air limbah septic tank

asrama mahasiswa di kampus 7 Poltekkes Depkes Semarang di Jln Baturraden Km.12

Purwokerto. Air limbah septic tank tersebut disalurkan secara tercampur bersama-sama

dengan air limbah dari kamar mandi. Usia saluran limbah sudah lebih dari 25 tahun,

sehingga kemungkinan ada kebocoran. Akibatnya air hujan dan air selokan dapat ikut

masuk dan tercampur kedalam limbah septic tank.

Limbah septic tank dimaksud dipompa menggunakan pompa bawah air

(submersible pump) dan disalurkan ke bangunan percobaan SFS. Pemompaan dilakukan

selama 24 jam secara berkala (intermittent) dengan jeda waktu rata-rata 60 menit mati -

60 menit hidup.

Debit dan karakteristik limbah septic tank dalam percobaan pada SFS memiliki

variasi sebagai berikut :

a. Debit influen = 60 – 105 l/jam

b. Debit effluen = 57 – 102 l/jam

c. pH influen = 6,0

d. pH effluen = 6,7 – 6,9

e. COD influen = 60 – 105 mg/lt

f. COD effluen = 12 – 46,5 mg/lt

g. Suhu air = 22,5 -25,5 oC

h. Efisiensi = 55 – 80 %

Debit dan karakteristik limbah pada percobaan SFS secara rinci ditunjukkan pada tabel

4.5., 4.6. dan 4.7.

Page 24: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

23

TABEL 4.5. DEBIT YANG DAPAT DIRESAPKAN SFS

Debit resapan (L/Jam) Hari

ke ..

Peng ukuran

Inlet Outlet kehilangan

Keterangan

1. 1. 102.00 98.00 4.00 2. 100.00 95.00 5.00

12 jam pemompaan

2 3. 80.00 78.00 2.00 Idem 4. 86.00 82.00 4.00 Idem 3 5. 77.00 75.00 2.00 Idem 6. 100.00 99.00 1.00 Idem 4 7. 98.00 95.00 3.00 Idem 8. 97.00 95.00 2.00 Idem 5 9. 100.00 98.00 2.00 Idem 10. 89.00 84.00 5.00 Idem 6 11. 100.00 99.00 1.00 Idem 12. 61.00 58.00 3.00 Idem 7 13. 70.50 67.00 3.50 Idem 14. 70.00 66.00 4.00 Idem 8 15. 69.00 65.00 4.00 Idem 16. 85.00 80.00 5.00 Idem 9 17. 69.00 67.00 2.00 Idem 18. 100.00 95.00 5.00 Idem

10 19. 82.00 77.00 5.00 Idem 20. 60.00 57.00 3.00 Idem

11 21. 60.00 59.00 1.00 Idem 22. 60.00 57.00 3.00 Idem

12 23. 60.00 59.00 1.00 Idem 24. 60.00 58.00 2.00 Idem

13 25. 60.00 57.00 3.00 Idem 26. 85.00 82.00 3.00 Idem

14 27. 100.00 97.00 3.00 Idem 28. 105.00 102.00 3.00 Idem

15 29. 105.00 100.00 5.00 Idem 30. 100.00 99.00 1.00 Idem

Rata-rata 83.02 80.00 3.02

Page 25: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

24

TABEL 4.6. KARAKTERISTIK KIMIA (COD) LIMBAH SEPTIK TANK

SEBELUM DAN SESUDAH MELALUI SFS

Hari ke ..

Peng ukuran

COD inlet (mg/lt)

COD outlet (mg/lt)

Effisiensi Removal

(%)

Kondisi Cuaca

1. 2. 100.00 45.00 55.00 Cerah 3. 105.00 42.00 60.00 Cerah 2 4. 100.00 23.00 77.00 Cerah 5. 100.00 25.00 75.00 Cerah 3 6. 90.00 21.00 76.67 Cerah 7. 105.00 24.00 77.14 Cerah 4 8. 100.00 25.00 75.00 Cerah 9. 115.00 27.00 76.52 Cerah 5 10. 100.00 24.00 76.00 Cerah 11. 90.00 20.00 77.78 Cerah 6 12. 110.00 35.00 68.18 Mendung 13. 100.00 30.00 70.00 Mendung 7 14. 150.00 46.50 69.00 Cerah 15. 140.00 46.00 67.14 Cerah 8 16. 100.00 25.00 75.00 Cerah 17. 60.00 12.00 80.00 Gerimis 9 18. 100.00 24.00 76.00 Gerimis 19. 100.00 21.00 79.00 Cerah

10 20. 105.00 26.00 75.24 Gerimis 21. 100.00 24.00 76.00 Mendung

11 22. 140.00 30.00 78.57 Mendung 23. 100.00 20.00 80.00 Mendung

12 24. 95.00 23.00 75.79 Hujan 25. 100.00 24.00 76.00 Hujan

13 26. 100.00 23.00 77.00 Hujan 27. 140.00 33.00 76.43 Hujan

14 28. 100.00 20.00 80.00 Hujan 29. 115.00 25.00 78.26 Hujan

15 30. 100.00 24.00 76.00 Hujan 31. 100.00 24.00 76.00 Hujan Rata

-rata 105.33 27.05 74.52 -

Page 26: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

25

TABEL 4.7. KARAKTERISTIK KEASAMAN (pH) LIMBAH SEPTIK TANK

SEBELUM DAN SESUDAH MELALUI SFS

Hari ke ..

Peng ukuran

pH influen (mg/lt)

pH effluent (mg/lt)

Keterangan

1. 1. 6.00 6.90 pH eff naik 2. 6.00 6.80 Idem 2 3. 6.00 6.80 Idem 4. 6.00 6.70 Idem 3 5. 6.00 6.70 idem 6. 6.00 6.80 idem 4 7. 6.00 6.80 idem 8. 6.00 6.80 idem 5 9. 6.00 6.80 idem 10. 6.00 6.80 idem 6 11. 6.00 6.70 idem 12. 6.00 6.80 idem 7 13. 6.00 6.70 idem 14. 6.00 6.70 idem 8 15. 6.00 6.80 idem 16. 6.00 6.70 idem 9 17. 6.00 6.80 idem 18. 6.00 6.80 idem

10 19. 6.00 6.80 idem 20. 6.00 6.90 idem

11 21. 6.00 6.80 idem 22. 6.00 6.70 idem

12 23. 6.00 6.80 idem 24. 6.00 6.70 idem

13 25. 6.00 6.80 idem 26. 6.00 6.80 idem

14 27. 6.00 6.80 idem 28. 6.00 6.90 idem

15 29. 6.00 6.80 idem 30. 6.00 6.80 idem Rata-rata 6.00 6.78

Page 27: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

26

TABEL 4.8. KARAKTERISTIK FISIK KONDISI LINGKUNGAN SFS

Hari ke ..

Peng

ukuran Suhu udara (oC)

Suhu air

(oC)

Kelembaban

(%RH)

Kondisi Cuaca

1. 1. 23.00 24.00 69.00 Cerah 2. 24.00 25.00 84.00 Cerah 2 3. 25.50 26.00 76.00 Cerah 4. 25.50 26.50 84.00 Cerah 3 5. 22.50 26.00 84.00 Cerah 6. 24.00 26.00 84.00 Cerah 4 7. 23.00 27.00 69.00 Cerah 8. 24.00 25.00 84.00 Cerah 5 9. 25.50 26.00 76.00 Cerah 10. 25.50 26.50 84.00 Cerah 6 11. 22.50 26.00 84.00 Mendung 12. 24.00 26.00 84.00 Mendung 7 13. 25.50 26.00 76.00 Cerah 14. 25.50 26.50 84.00 Cerah 8 15. 23.00 25.00 69.00 Cerah 16. 24.00 25.00 84.00 Gerimis 9 17. 25.50 26.00 76.00 Gerimis 18. 25.50 26.50 84.00 Cerah

10 19. 22.50 26.00 84.00 Gerimis 20. 24.00 26.00 84.00 Mendung

11 21. 25.50 26.00 76.00 Mendung 22. 25.50 26.50 84.00 Mendung

12 23. 25.50 26.00 86.00 Hujan 24. 25.50 26.50 84.00 Hujan

13 25. 24.00 24.00 84.00 Hujan 26. 25.50 26.00 91.00 Hujan

14 27. 25.50 26.50 91.00 Hujan 28. 22.50 26.00 91.00 Hujan

15 29. 24.00 24.00 91.00 Hujan 30. 24.00 26.00 91.00 Hujan Rata-rata 24.40 25.82 82.40 -

Page 28: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

27

5. Gangguan SFS

TABEL 4.9. INVENTARISASI GANGGUAN OPERASIONAL SFS

NO. HARI KE

JENIS DAN BENTUK GANGGUAN KET.

1 3 Gosong daun pada tanaman Aglaonema putih 2 3 Terjadi rembesan lembut pada bagian dasar SFS 3 3 Daun aglaonema hijau dimakan ulat 4 4 Gangguan estetik (bau amis pada bagian inlet) 5 4 Gangguan estetik (tumbuh rumput liar)_ 6 5 Ketersumbatan pada media kerikil lapisan atas dekat

inlet.

7 8 Ketersumbatan pada pipa inlet akibat lendir dan lumpur yang menempel

8 8 Cairan effluent bercampur dengan lumpur biomassa. 9 11 Pompa bawah air macet, tersumbat sampah plastic.

6. Perhitungan Statistik

Uji paired t test yang dilakukan menggunakan software computer diperoleh hasil sebagai

berikut :

Paired Samples Statistics

105,3333 30 17,51518 3,1978227,0500 30 8,26329 1,50866

cod_incod_out

Pair1

Mean N Std. DeviationStd. Error

Mean

Paired Samples Correlations

30 ,701 ,000cod_in & cod_outPair 1N Correlation Sig.

Paired Samples Test

78,28333 13,12124 2,39560 73,38378 83,18289 32,678 29 ,000cod_in - cod_ouPair 1Mean Std. Deviation

Std. ErrorMean Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Perbandingan t-hitung dengan t-tabel sbb. :

t-hitung = 32,678

t-tabel = 1,699 (df = 29 dan α = 0,05)

Page 29: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

28

B. Pembahasan 7. Kondisi Lokasi Penelitian

Kampus 7 Poltekkes Depkes Semarang yang berlokasi di Jln Baturraden Km.12

Puwokerto secara umum dapat dinyatakan sesuai untuk lokasi penelitian ini. Ada

beberapa alasan yang mundukung kesesuaian lokasi penelitian percobaan SFS di kampus

7, diantaranya : tersedia sumber limbah septic tank dari asrama, kelengkapan peralatan

bengkel kerja dan perangkat untuk pemeriksaan parameter limbah di laboratorium.

Bangunan SFS yang berada di kampus ini akan bermanfaat bagi mahasiswa sebagai media

pembelajaran, khususnya bagi mahasiswa Kesehatan Lingkungan. Bangunan SFS secara

nyata juga dapat digunakan sebagai contoh (pilot plan) bagi masyarakat umum yang

berkunjung ke kampus ini.

Lokasi kampus yang berada di ketinggian 600 m dpl menyebabkan udara terasa

relatif sejuk. Udara yang sejuk cocok untuk pertumbuhan sebagian besar tanaman hias.

Tanaman hias inilah yang dipakai sebagai bahan penelitian SFS dapat tumbuh secara

normal.

8. Kondisi Cuaca

Penelitian ini berlangsung pada bulan Desember yang dikenal sebagai bulan basah

atau musim hujan. Namun demikian cuaca selama penelitian / percobaan berlangsung

dalam kondisi cerah, mendung dan hujan, sebagaimana diperlihatkan pada table 4.1. Suhu

udara (24-27 oC) dan kelembaban udara (69-91 %) juga normal dalam kisaran yang

memungkinkan mahluk hidup dapat beraktivitas.

Kecapatan angin yang mencapai maksimal 2 km/jam adalah merupakan

pergerakan udara normal, bukan kecepatan angin yang bersifat merusak. Hal ini

bermanfaat untuk mekanisme pertukaran atau pembersihan udara disuatu tempat melalui

Page 30: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

29

mekanisme translocation dan recharge & dillution (penipisan konsentrasi atau

sebaliknya). Melalui meknisme ini maka apabila disuatu tempat terdapat zat pencemar

yang tinggi, maka lama kelamaan akan menipis. Demikian sebaliknya, bila di suatu

tempat kekurangan kadar zat tertentu dapat disuplai dari tempat lain secara alamiah

melalui pergerakan angin. Fenomena seperti ini dapat digunakan untuk menjelaskan

hilang atau berkurangnya bau disuatu tempat seiring dengan berjalannya waktu. Untuk

kasus dalam penelitian ini adalah bau amis yang timbul di inlet SFS, ternyata tidak

tercium pada jarak 2m dari sumber bau. Kecepatan angin sebagaimana disebutkan diatas

juga berguna untuk tanaman tertentu sebagai wahana untuk proses penyerbukan.

Simpangan (deviasi) temperature udara dengan temperature air sebesar 1 – 2 oC

juga masih dalam batas normal. Artinya, mahluk hidup tidak akan terganggu aktivitasnya,

sehingga proses biokimia yang terjadi didalamnya juga berlangsung normal. SFS dengan

semua komponen mahluk hidup (tanaman dan jasadrenik) yang ada didalamnya dapat

tumbuh dan berkembang dengan kisaran temperature dan simpangan temperature udara

dan air dimaksud.

Intensitas cahaya matahari (200 – 1.500 lux) menunjukkan bahwa selama periode

penelitian cahaya matahari yang sampai ke Bumi mengalami fluktuasi akibat terhalang

oleh awan / mendung. Meskipun demikian, proses fotosistesis pada tumbuhan yang ada

pada SFS tetap dapat berlangsung, sehingga proses pembersihan air limbah yang ada

didalamnya juga dapat berjalan. Intesitas cahaya pada malam hari (0-0,2 lux) akibat

limpahan dari lampu yang berada dekat dengan bangunan SFS. Sebagaimana disebutkan

terdahulu bahwa lokasi bangunan SFS adalah di halaman Asrama Kampus VII Poltekkes

Depkes Semarang di Purwokerto.

Page 31: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

30

9. Kesesuaian Disain SFS

Bangunan SFS dibuat sesuai dengan criteria yang ada dalam beberapa referensi

sebagaimana diuraiakan pada tinjauan pustaka (teori). Secara umum semua parameter

disain SFS telah sesuai (lihat table 4.2.). Terdapat beberapa parameter / criteria disain

yang tidak sesuai, diantaranya waktu retensi, diameter kerikil, porositas media dan beban

organic. Hal ini dapat berakibat kinerja SFS dalam mengolah air limbah menjadi tidak

optimal.

Waktu retensi merupakan tolok ukur lamanya air berada dalam bak SFS, dimana

air tersebut akan mengalami kontak dengan media dan akar tanaman yang ada dalam SFS.

Kondisi ini akan berpengaruh terhadap besarnya pencemar yang mampu didegradasi atau

diserap oleh tanaman dan mikroorganisme. Waktu retensi 0,7 – 1,2 hari berada dibawah

parameter disain (4-20 hari), sehingga dapat dinyatakan bahwa lamanya air mengalami

kontak dengan media kerikil dan akar tanaman belum cukup waktu. Ini berarti debit air

dalam SFS perlu dikurangi.

Porositas media berarti ruangan yang dapat diisi oleh air, sekaligus dapat

menunjukan perkiraan luasan permukaan media (kerikil) yang dapat kontak dengan air.

Porositas media pada SFS adalah 0,47. Ini masih lebih besar dari parameter disain

maksimal yakni 0,35. Artinya, luas bidang media kontak antara air limbah dengan

permukaan kerikil masih kurang. Porositas media yang besar ini akibat dari diameter

kerikil yang besar. Dalam hal ini memang diameter kerikil (10-20 mm) yang ada dalam

SFS lebih besar dari criteria disain (5-10 mm).

Permukaan media kerikil merupakan tempat tumbuh mikroorganisme yang

berperan membersihkan pencemar dalam air limbah. Mikroorganisme yang tumbuh di

permukaan media, dalam bidang ilmu pengolahan air limbah sering dikenal sebagai attach

growth. Semakin luas permukaan media, berarti semakin banyak mikroorganisme yang

Page 32: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

31

dapat tumbuh. Semakin banyak mikrorganisme yang tumbuh, semakin banyak pula

pencemar yang dapat direduksi. Apabila mncermati porositas media, maka pada penelitian

ini terlihat bahwa terdapat kecenderungan pencemar tidak dapat direduksi secara

maksimal oleh mikroorganime. Masih perlu penelitian lebih lanjut tentang peran

mikroorganisme dalam SFS, menggunakan parameter yang lebih spesisfik.

Beban organic merupakan ukuran besarnya pencemar organic yang diolah secara

optimal dalam SFS. Pada penelitian ini beban organic = 5,18 -22,68 BOD/m2/hari berada

di luar kisaran criteria disain (7-13 gr BOD/m2/hari). Beban organic berkaitan dengan

total “Makanan” yang dapat “Dimakan” oleh mikroorganime dan tanaman, oleh karena

itu perlu adanya keseimbangan. Mikroorganisme dan tanaman apabila berada disuatu

tempat yang “Kelebihan makanan” justru secara alamiah akan mati.

Kriteria atau parameter disain SFS yang telah sesuai antara kenyataan dan

referensi SFS sebagaimana ditunjukan pada table 4.2., menunjukkan bahwa SFS dapat

berfungsi dan berproses dalam rangka mengolah air limbah, dengan beberapa keterbatasan

seperti telah diuraikan pada alenia terdahulu. Bukti bahwa SFS telah berfungsi, dijelaskan

pada pembahasan sub judul debit dan karakteristik limbah.

10. Jumlah dan Jenis Tanaman

Jumlah dan jenis tanaman yang ada dalam SFS akan berpengaruh terhadap

banyaknya pencemar pada air limbah yang dapat direduksi. Jenis tanaman yang digunakan

untuk SFS dalam penelitian ini telah sesuai dengan yang dianjurkan Direktorat Perkotaan

Dan Perdesaan Wilayah Barat Ditjen Tata Perkotaan Dan Tata Perdesaan Departemen

Permukiman Dan Prasarana Wilayah. Pada penelitian ini peran jumlah dan jenis tanaman

tidak dilakukan pengamatan secara rinci.

Page 33: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

32

Apabila mencermati pengukuran reduksi pencemar COD pada periode aklimatisasi

(table 4.3), maka peran tanaman dalam mereduksi pencemar sedikit dapat dilihat. Pada

hari ke 2 terlihat belum memberikan dampak penurunan COD yang nyata, tetapi pada hari

ke 6 dan ke 9 mulai tampak secara nyata penurunan COD. Diperkirakan pada hari ke 2,

akar tanaman belum berkembang, sementara para hari ke 6 dan ke 9 telah mulai

berkembang. Sebagaimana disebutkan Anonim (2003), bahwa mekanisme pengurangan

pencemar dalam SFS - Fitoremediasi diantaranya adalah dengan penyaringan pencemar

oleh akar tanaman (rhyzofiltration) atau degradasi pencemar oleh akar tanaman

(rhyzodegradetion).

Hari ke 12 menunjukkan pengurangan COD justru menurun (hanya 15%), pada

hari itu kondisi cuaca gerimis. Ini semakin memperkuat bahwa tanaman secara total dapat

mengurangi COD dalam air limbah. Pada hari ke 2. 6 dan 9 pengurangan COD jelas

bukan hanya karena akar, tetapi juga oleh organ tanaman lainnya, misalnya daun melalui

mekanisme fotosintesis. Pada hari ke 12 fotosintesis tidak berlangsung secara optimal

karena gerimis, cahaya matahari amat berkurang. Cahaya matahari merupakan unsur

utama berlangsungnya fotosistesis. Akibatnya kemampuan tanaman mengurangi COD

juga menurun.

Pemilihan jenis tanaman untuk SFS perlu dilakukan secara lebih cermat, untuk

menghindari ketidaksesuaian dengan kondisi lingkungan. Pada penelitian ini memang

tidak dilakukan pemilihan tanaman secara cermat. Pemilihan tanaman didasarkan

petunjuk teknis secara umum, akibatnya tanaman yang dipilih untuk panelitian ini ada

yang mengalami gosong daun (pada aglaonema doniman putih) karena sengatan sinar

matahari. Ternyata tanaman ini tidak tahan terhadap cahaya matahari secara langsung,

perlu naungan. Kenyataannya lingkungan tempat penelitian SFS ini berlangsung tanpa

menggunakan pernaungan.

Page 34: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

33

11. Debit dan Karakteristik Limbah

Debit dan karakteristik air limbah yang diolah melalui SFS dapat mempengaruhi

kinerja SFS sebagaimana telah dibahas pada sub judul kesesuaian disain pada uraian

terdahulu. Disini akan dijelaskan secara lebih khusus untuk masing-masing item yang

secara teoritis berpengaruh pada kinerja SFS.

Tabel 4.5. menunjukan bahwa debit yang dapat diresapkan melalui inlet

bangunan SFS pada penelitian ini memiliki kisaran 60-105 l/jam dengan rata-rata 83,02

l/jam. Di sisi lain pada bagian outlet memilik kisaran debit 57 – 102 l/jam, dengan rata-

rata 80 l/jam. Ini berarti terjadi pengurangan atau kehilangan air setelah melalui bangunan

SFS sebesar rata-rata 3,02 l/jam. Kehilangan air ini diperkirakan akibat kebocoran (lihat

table 4.9.) dan proses evapotranpiration pada tanaman atau phytoevaporation (Anonim,

2003). Proses tranpirasi dan evaporasi (evapotranpiration ) pada tanaman akan

mengeluarkan sejumlah uap air ke atmosfeer. Air pada tanaman berasal dari proses

penyerapan oleh akar. Pada bangunan SFS tanaman akan mengambil air yang berada di

dalamnya, sehingga akan mengurangi debit oulet SFS dimaksud.

Debit air limbah yang dapat dilewatkan SFS ini identik dengan kapasitas air

limbah septic tank yang dapat diresapkan. Oleh karena itu, maka SFS dapat dinyatakan

sebagai sebuah alternative pengganti peresapan septic tank, terutama untuk daerah yang

mengalami problem kesulitan meresapkan air. Bali schooll (2008) secara tegas

menyatakan wetland SFS dapat dipakai sebagai pengganti bidang resapan septic tank.

Kebutuhan luas wetland diperkirakan 1,25 – 5,00 m2/kapita, dipandang sudah sangat

mencukupi untuk pengolahan limbah grey. Limbah grey adalah air limbah yang berasal

dari septic tank dan buangan dari kamar mandi dan cuci.

Apabila dihitung, total volume air yang dilewatkan SFS adalah 720 – 1.260 liter

(60 -105 lt/jam dengan operasinal pompa 12 jam per hari). Data ini bisa dipakai sebagai

Page 35: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

34

pendekatan untuk menentukan jumlah orang yang dapat dilayani SFS. Secara umum

volume air limbah dapat diperkirakan sebesar 80% penggunaan air bersih (Sugiharto,

1997). Kebutuhan air bersih standar minimal menurut WHO adalah 60 l/orang/hari, maka

SFS dengan disain seperti pada penelitian ini mampu untuk melayani limbah yang

dihasilkan oleh 15 – 26 orang.

SFS pada penelitian ini dirancang untuk ukuran skala rumah tangga untuk 4

orang anggota keluarga. Dengan demikian apabila membandingkan dengan standar

minimal penggunaan air di atas, maka penggunaan SFS ini sangat mencukupi untuk

kebutuhan pengolahan limbah skala rumah tangga.

Debit air limbah yang masuk pada bangunan SFS akan mempengaruhi waktu

tinggal hidrolik atau waktu rentesi dan beban organic serta kecepatan aliran. Waktu retensi

dan beban orgaik akan mempengaruhi secara langsung terhadap kinerja SFS terutama

dalam hal pengurangan pencemar (COD). Hal itu dapat dilihat pada table 4.2 dan 4.6.

Pada table 4.2 memperlihatkan betapa debit yang melewati criteria disain mengakibatkan

waktu retensi dan beban organic juga tidak sesuai dengan disain.

Tabel 4.6 memperlihatkan bukti bahwa penurunan atau pengurangan pencemar

COD oleh SFS atau efisiensi removal SFS ini hanya 74,52 %. Mestinya efisiensi

removal COD bisa mencapai diatas 85% untuk kondisi daerah tropis (Hammer, 1989). Ini

menunjukkan bahwa penyimpangan pada parameter disain waktu retensi dan beban

organic mempengaruhi penurunan pencemar COD pada air limbah, melalui mekanisme

sebagaimana dijelaskan pada uraian terdahulu. Oleh karena itu perlu upaya peningkatan

efisiensi removal diatas 85% dengan cara pengaturan porositas, waktu retensi dan beban

organic. Semua itu dapat dilakukan minimal dengan control debit dan pembenahan /

penggunaan diameter kiriki yang sesuai dengan criteria disain

Page 36: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

35

Kadar COD dari limbah septic tank yang diolah SFS adalah 60 – 105 mg/lt

(X=105,33), ini memang diatas ambang baku mutu limbah domestik (100 mg/l) sesuai

KEP MENLH No: 112 Tahun 2003 atau baku mutu limbah cair kawasan industri (100

mg/l) sesuai KEPMENLH No : 03/MENLH/1998. Ternyata SFS mampu menurunkan

kadar COD hingga 12 – 46,5 mg/lt (X=27,5), ini berarti pada titik tertentu sudah

memenuhi criteria disain pengolahan limbah, yang menetapkan COD effluent IPAL yang

dapat dibuang ke lingkungan sebesar 25 – 30 mg/l (NN, 1976).

Sebagai perbandingan dapat dikemukakan disini hasil penelitian Bali-schooll

(2008) terhadap Taman BALI (Taman Buangan Air Limbah, nama lokal untuk SFS) yang

menunjukkan bahwa efisiensi removal sebagai berikut: BOD 80 s/d 90 % , COD 86 s/d

96 %, TSS 75 s/d 95 %, Total N 50 s/d 70 %, Total P 70 s/d 90 % , Bakteri coliform 99

%. Penelitian US-EPA (1988) memperlihatkan efisiensi removal BOD pada SFS di

berbagai tempat diantaranya di Santee California = 75%, Sidney Australia = 86 %, dan

Emmitsburg, MD = 71 %.

Hasil uji paired t test menunjukkan bahwa nilai sig = 0,000 (< 0,05) berarti Ho

ditolak, atau dengan kata lain dapat dinyatakan “ Terdapat perbedaan yang bermakna

kadar COD sebelum dan sesudah melalui SSF”. Apabila dibandingan antara t- hitung =

32,678 dengan t-table = 1,699 ( α = 0,05 dan df = 29), terlihat bahwa t-hitung > t-table

yang berarti Ho ditolak.

Perbedaan COD sebelum dan sesudah melewati SFS adalah sangat logis, karena

didalam SFS COD (zat organic) mengalami penyerapan, penyaringan, degradasi oleh

tanaman dan mengalami proses oksidasi / biodegradasi oleh mikroorganime di permukaan

media kerikil. Mekanisme dan proses dimaksud adalah seperti dijabarkan dalam uraian

terdahulu.

Page 37: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

36

Pengolahan air limbah dari septic tank menggunakan SFS terbukti mampu

meningkatkan nilai keasaman (pH) air limbah dari 6 menjadi 6,78 (lihat table 4.7).

12. Gangguan SFS

Tanaman yang mengalami gosong daun diduga kuat akibat terkenan sinar matahari

secara langsung. Ini merupakan ketidak cermatan peneliti dalam memilih jenis tanaman

untuk SFS. Tanaman yang mengalami gosong daun diantaranya adalah aglaonema yang

ternyata memang perlu pernaungan agar tumbuh indah dan sehat. Oleh karena itu

diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memperoleh data tentang jenis-jenis tanaman

yang cocok untuk SFS pada lahan terbuka tanpa pernaungan.

Kebocoran yang terjadi pada SFS dapat berdampak pada rembesnya limbah ke

lingkungan sekitar. Apabila jumlah rembesan besar maka dapat dipastikan bias

memcemari lingkungan sekitar. Pencegahan terjadi rembesan dapat dilakukan dengan

ujicoba pengisian air pada bangunan SFS sebelum diisi kerikil, pasir dan ditanami, untuk

memastikan tidak terjadi kebocoran. Kebocoran dapat saja terjadi akibat konstruksi lantai

dasar SFS yang tidak kuat. Pada saat diuji melalui pengisian air dipastikan tidak bocor,

tetapi kebocoran bisa terjadi setelah diisi kerikil, pasir dan tanama. Hal ini akibat lantai

dasar SFS tidak kuat menahan beban dan amblas. Kasus inilah yang diperkirakan terjadi

pada pelaksanaan penelitian ini.

Ketersumbatan pada media kerikil dan pipa inlet yang diakibatkan oleh lendir dan

Lumpur, menunjukan bahwa pengolahan air limbah dengan SFS perlu didahului oleh

sebuah bangunan yang berfungsi sebagai pra sedimentasi (pengendapan pendahuluan).

Adanya pengendapan pendahuluan akan mencegah kemungkinan lumpur ikut masuk

dalam saluran SFS, sehingga ketersumbatan dapat dihindari. Lendir yang menyebabkan

ketersumbatan perlu dipastikan jenisnya melalui pemeriksaan laboratorium. Apabila jenis

Page 38: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

37

lendir merupakan kombinasi lemak dan zat organic, maka air limbah sebelum masuk SFS

perlu melewati bangunan penangkap lemak (grease trap). Apabila lendir tersebut

merupakan koloni bakteri, maka kecepatan aliran perlu dinaikkan untuk mencegah

pengendapan / penempelan pada saluran pipa inlet. Pemeliharaan secara berkala terhadap

kemungkinan ketersumbatan akibat lumpur dan lendir perlu dilakukan dengan cara

membersihkan saluran secara manual. Bali schooll (2008) merekomendasikan bahwa

untuk menghindari kloging (mampet) pada lapisan koral maka air limbah sebelum masuk

unit wetland SFS ini harus dilewatkan unit pengendap partikel discret.

Efluen SFS yang bercampur lumpur biomassa merupakan akibat alamiah dari

proses pembersihan air limbah oleh bakteri yang menempel pada media kerikil. Secara

berkala koloni bakteri yang sudah tua dan tebal pada permukaan media kerikil akan

mengelupas dan terbawa aliran efluen (Benefield LD, 1980). Hal ini samasekali tidak

berbahaya bagi lingkungan. Namun demikian, apabila menghendaki efluen SFS terlihat

lebih jernih dan tidak bercampur Lumpur biomassa, dapat dilakukan dengan cara

mengendapkan terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Pengendapan dapat

dilakukan dengan menggunakan bak pengendap.

Page 39: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

38

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Efisiensi removal SFS dalam menurunkan COD air limbah dari septic tank adalah 55

– 80 % dengan rata-rata 74,52%

2. Debit limbah yang dapat diresapkan oleh SFS adalah 60 – 105 l/jam dengan rata-rata

83,02 l/jam

3. Ada perbedaan yang bermakna kadar COD sebelum dan sesudah melalui SFS.

4. Gangguan yang timbul selama percobaan pengoperasian SFS diketahui sebanyak 9

(sembilan) macam, diataranya : tanaman mengalami gosong daun, tumbuh rumput liar,

terdapat bau amis, adanya ketersumbatan pompa, pipa inlet dan media kerikil, serta

effluent bercampur biomassa.

B. Saran

1. Efisensi perlu ditingkatkan sampai dengan diatas 85% dengan cara mengatur

porositas, waktu retensi, beban organic dan melalui kontrol debit.

2. Besarnya debit yang dapat diresapkan SFS, menjadikannya SFS layak diterapkan

sebagai pengganti peresapan septik tank, utamanya bagi daerah yang mengalami

problem ketersumbatan peresapan septic tank atau problem yang sejenis.

3. Perlu riset lebih lanjut, utamanya mencari jenis tanaman yang paling baik, sesuai

lokasi dan penempatan bangunan SFS

Page 40: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

39

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah S, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air, Pelatihan Fasilitasi Teknologi

Ramah Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas, Tanggal 6 - 7 September 2006.

Alerts G. dan Santika, Sri Sumesti, 1987, Metode Penelitian Air, Surabaya : Usaha Nasional. Benefield Larry D, 1980, Biological Process Design for Wastewater Treatment, Prentice hall

Inc,Englewood Cliffs. Bali school, 2005-2008, Fitoremediasi, Upaya Mengolah Air Limbah Dengan Media

Tanaman Culp L Russel and Gordon L Culp, 1978, Hand Book of Advanced Wastewater Treatment,

Van Nostraad Reinhold Company. Crites, RW et al. 2006, Natural Wastewater Treatment Systems. Taylor & Francis Group. Crites, R and G Tchobanoglous, 1998, Small and Decentralized Wastewater Management

Systems. McGraw-Hill. Hammer, Donald, 1989, Constructed Wetlands for Wastewater Treatment: Municipal,

Industrial, and Agricultural. Lewis Publishers, Inc. NN, 1976, Appropriate Technology, Brace Research Institute, Ottawa Canada NN, 2003 , Fitoremediasi - Upaya Mengolah Air Limbah Dengan Media Tanaman,

Direktorat Perkotaan Dan Perdesaan Wilayah Barat Ditjen Tata Perkotaan Dan Tata Perdesaan Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah

Sugiarto,1987, Dasar-dasar Pengelolaan Air Buangan, Universitas Indonesia, Jakarta Karen Setty, 2009, Design Manual: Constructed Wetlands for the Treatment of Black Water,

Bren School of Environmental Science and Management, University of California, Santa Barbara

Kadlec R.H. and Knight R.L., 1996, Treatment Wetlands. Lewis Publishers, New York. US EPA, 1988, Design Manual - Constructed Wetlands and Aquatic Plant Systems for

Municipal Wastewater Treatment, Center for Environmental Research Information Cincinnati, OH 45268

Page 41: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

40

LAMPIRAN

Page 42: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

41

LAMPIRAN : .

Keterangan : − Dimensi bak : Panjang = 4 m, Lebar = 1,25 m, Tinggi = 0,8m − Ketebalan pasangan beton = 6 – 8 cm − Diameter pipa inlet dan outlet = 7,5 cm (3 inch) − Tanaman hias = jenis, jumlah disesuaikan dengan kondisi local. Antara lain : pacing hijau

/ putih, keladi / sente, aglaonema, padi-padian, suji, dll. − Debit inlet = liter/hari − Hydrolik retention time = 7 hari − Limbah yang diolah = sesuai karakteristik air limbah dari septic tank − Penempatan = diatas permukaan tanah

Lapisan pasir 20 Cm

Lapisan kerikil 25 -40 Cm

4,0 m

Kerikil 60 – 70cm

0,8 m

Tanaman Hias

Inlet Outlet

Skema Disain SFS (Subsurface Flow System)

Page 43: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

42

LAMPIRAN : .

CARA ANALISIS LABORATORIUM / PEMERIKSAAN COD

A. Alat dan Bahan

1. Kondensor 2. Tabung refluks 3. Beaker glass 4. Pipet ukur 5. Pipet tetes 6. Corong glass 7. Buret 8. Statif 9. Gelas ukur 10. Kompor 11. Filler 12. Erlenmeyer

1. Batu didih 2. Kristal HgSO4 3. Lart. K2Cr2O7 0,25 N 4. Lart. H2SO4.AgSO4 5. Larutan. FAS (Fero Alumunium

Sulfat) 0,1 N 6. Indikator ferroin 7. Sampel air

C. CARA PEMERIKSAAN KADAR COD

1. Siapkan tabung Refluks, timbang ± 0,4 gr HgSO4, lalu masukan ke dalam labu refluks. 2. Masukan air sampel 20 ml ke dalam Erlenmeyer. 3. Masukan 10 ml K2Cr2O7 0,25 N ke dalam Erlenmeyer. 4. Masukan 30 ml H2SO4 . AgSO4 ke dalam Erlenmeyer. 5. Masukan 2 – 3 butir batu didih. 6. Setelah itu buatlah larutan blanko dilabu refluks lainnya. Dengan prosedur yang sama

seperti diatas hanya saja air sampel digantikan dengan aquades 20 ml. 7. Larutan sampel maupun blanko dipanaskan dengan kondensor selama 2 jam 8. Setelah 2 jam dipanaskan lalu didinginkan, setelah itu bilas dengan aquades antara 20-

50 ml 9. Encerkan sampai 2x volume sama dengan aquades 10. Tambahkan 3 tetes indikator Ferroin 11. Titrasi dengan FAS 0,1 N sampai terjadi perubahan warna hijau kebiruan menjadi

coklat kemerahan. 12. Catat jumlah FAS yang dipakai 13. Lakukan perhitungan dengan rumus sebagai berikut :

COD = 1000 x ( b - a ) x N FAS x BeO 20 Keterangan : COD : Nilai Oksigen kimia ( mg / l ) b ml : Volume zat titran pada titrasi larutan blanko ( ml )

a ml : Volume zat titran pada titrasi larutan N : Normalitas zat titran ( N ) Be O : Massa equivalent O2

Secara skematis dapat diperiksa pada gambar berikut :

Page 44: Laporan riset  bioremediasi - 2009.pdf

Sugeng Abdullah (2009) Riset Biremediasi - Fitoremediasi

43