BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi pada hidung dapat mengenai hidung luar yaitu bagian
kulit hidung, dan rongga dalam hidung, yaitu bagian mukosanya.
Rinitis adalah terjadinya proses inflamasi mukosa hidung yang dapat
disebabkan oleh infeksi, alergi atau iritasi. Berdasarkan
perjalanan penyakitnya, infeksi dapat berlangsung akut maupun
kronis, dengan batasan waktu kurang atau lebih dari 12
mingguRinitis tersebar di seluruh dunia, baik bersifat endemis
maupun muncul sebagai KLB. Di daerah beriklim sedang, insidensi
penyakit ini meningkat di musim gugur, musim dingin, dan musim
semi. Di daerah tropis, insidensi penyakit tinggi pada musim hujan.
Sebagian besar orang, kecuali mereka yang tinggal di daerah dengan
jumlah penduduk sedikit dan terisolasi, bisa terserang satu hingga
6 kali setiap tahunnya. Insidensi penyakit tinggi pada anak-anak di
bawah 5 tahun dan akan menurun secara bertahap sesuai dengan
bertambahnya umur. Rinitis merupakan salah satu penyakit paling
umum yang terdapat di amerika Serikat, mempengaruhi lebih dari 50
juta orang. Keadaan ini sering berhubungan dengan kelainan
pernapasan lainnya, seperti asma. Rhinitis memberikan pengaruh yang
signifikan pada kualitas hidup. Pada beberapa kasus, dapat
menyebabkan kondisi lainnya seperti masalah pada sinus, masalah
pada telinga, gangguan tidur, dan gangguan untuk belajar. Pada
pasien dengan asma, rinitis yg tidak terkontrol dapat memperburuk
kondisi asmanya.8
B. Tujuan PenulisanTujuan penulisan laporan kasus ini ialah
untuk menambah keilmuan di bidang Telinga Hidung dan Tenggorokan
(THT) mengenai Rinitis kronis, dan untuk memenuhi kewajiban tugas
ilmiah kepaniteraan THT di RSUD Cianjur.BAB II
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
No.RM
: 68-98-85
Nama Pasien
: Ny. MM
Umur
: 52 tahun
Tanggal Masuk RS
: 27-04-15
Alamat
: Cimacan
ANAMNESA
Keluhan Utama: Hidung kanan dan kiri terasa mampet / tersumbat
sejak 6 bulan yang laluRiwayat Penyakit Sekarang: Os mengeluh
hidung kanan dan kiri mampet / tersumbat sejak 6 bulan yang lalu,
keluhan ini disertai rasa gatal di hidung dan keluar cairan
berwarna putih bening, keluhan ini rutin dirasakan setiap pagi
hari. Os juga mengeluhkan sering bersin-bersin setiap kali keluhan
muncul, dan saat ini os mengaku sesak tanpa disertai bunyi
ngik-ngik, pusing (+), batuk (+) tanpa disertai lendir. Demam dan
rasa nyeri di sekitar muka disankal.Riwayat Penyakit Dahulu: Os
belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.Riwayat
diabetes mellitus disangkal.Riwayat hipertensi disangkal.Riwayat
asma disangkal.
Riwayat keluar cairan dari telinga disangkal.
Riwayat operasi amandel disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga: Di keluarga tidak ada yang mengalami
keluhan seperti ini.Riwayat diabetes mellitus disangkal.Riwayat
hipertensi disangkal.Riwayat asma disangkal.Riwayat Pengobatan: Os
meminum obat warung (ultra flu dan bodrex) setiap kali keluhan
datang, namun keluhan muncul kembali.Riwayat Allergi: Alergi cuaca
disangkal, alergi obat disangkal, dan os memiliki alergi terhadap
makanan udang.Riwayat Psikososial: Os baru saja pindah rumah dari
Cimacan ke Cianjur sekitar 7 bulan lalu, dan os tinggal dirumah
(sekitar pasar) dengan kamar yang tidak memiliki ventilasi, kasur
menggunakan kapuk dan jarang dijemur dan dibersihkan. Merokok
disangkal.PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran
: Composmentis Kesadaran Umum: Tampak sakit ringan Berat Badan
(BB): 72 kg
TANDA VITAL
Tekanan darah
: 120/80 mmHg Pernapasan
: 22x/menit Nadi
: 86x/menit, teratur, kuat angkat Suhu
: 36,80CSTATUS GENERALIS
1) Kepala
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Reflek pupil
(+/+) Telinga:
Hidung: Lihat di status lokalis Mulut
:
2) Thoraks
Pulmo
: I : tampak simetris kedua lapang paru
P : tidak dilakukan
P : tidak dilakukan
A : Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Whezing (-/-) COR
: I : Ictus kordis tidak terlihat
P : tidak dilakukan
P : tidak dilakukan
A : Bunyi jantung I dan II murni regular, murmur (-), gallop
(-)3) Abdomen
Inspeksi: Perut tampak cembung, bekas luka (-) Palpasi
: Nyeri tekan (-), Hepatomegali (-), Splenomegali (-) Perkusi:
Timpani diseluruh kuadran abdomen Auskultasi: Bising usus (+) 10
x/menit4) Ekstemitas
Atas
: Hangat/hangatEdema (-/-)RCT (5 sel/lap) mungkin disebabkan
alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya
infeksi bakteri. In vivo
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukil
kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri
(Skin End-point Titration/SET), SET dilakukan untuk alergen inhalan
dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi. Keuntungan
SET selain allergen penyebab, juga derajat alergi serta dosis
inisial untuk desensitisasi dapat diketahui.Untuk alergi makanan,
uji kulit yang akhir-akhir ini banyak digunakan ialah Intracutaneus
Provocative Dilutional Food Test (IPDFT), namun sebagai baku emas
dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan provokasi (Challenge
Test). Meskipun tes kulit dapat dilakukan pada semua anak tetapi
tes kulit kurang bermakna pada anak berusia di bawah 3 tahun.
Alergen penyebab yang sering adalah inhalan seperti tungau debu
rumah, jamur, debu rumah, dan serpihan binatang piaraan, walaupun
alergen makanan juga dapat sebagai penyebab terutama pada bayi.
Susu sapi sering menjadi penyebab walaupun uji kulit sering
hasilnya negatif. Alergen ingestan secara tuntas lenyap dalam tubuh
dalam waktu 5 hari. Selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet
eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan
sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan jenis
makanan.9. Penatalaksanaana. Terapi yang paling ideal adalah dengan
menghindari kontak dengan allergen penyebabnya dan eliminasi.
b. Medikamentosa : Antihistamin yang dipakai adalah antagonis
histamine H-1, yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada
reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik yang
paling sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rinitis
alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan
dekongestan secara peroral.
Antihistamin dibagi dalam 2 golongan: 1. Golongan antihistamin
generasi 1 (klasik) dan generasi 2 (non-sedatif). Antihisamin gen-1
bersifat lipofilik, sehingga dapat menembus sawar darah otak
(mempunyai efek pada SSP) dan plasenta serta mempunyai efek
kolinergik, contohnya :difendramin, klorfeniramin, prometasin,
siproheptadin sedangkan yang dapat diberikan secara topical adalah
azelastin. Sedangkan antihistamin gen-2 bersifat lipofobik,
sehingga sulit menembus sawar darah otak. Bersifat selektif
mengikat reseptor H-1 perifer dan tidak mempunyai efek
antikolinergik dan efek pada SSP minimal. Antihisamin di absorbs
secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif untuk mengatasi
gejala pada respons fase cepat. Antihistamin non sedative di bagi
menjadi 2 : pertama adalah astemisol dan terfenadin yang mempunyai
efek kardiotoksik. Kedua adalah loratadin, setrisin, fexofenadine,
desloratadin dan levosetrisin.Preparat simpatomimetik golongan
agonis adrenergik alfa dipakai sebagai dekongestan hidung oral
dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin atau topical. Namun
pemakaian secara topikal hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk
menghindari terjadinya rinitis medikamentosa.Preparat
kortikosteroid dipilih bila gejala utama sumbatan hidung akibat
respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain. Yang
penting diapakai ialah kortikosteroid topikal (beklometason,
budesonid, flunisolid, flutikason, mometason furoat, dan
triamsinolon). Kortikosteroid topikal bekerja untuk mengurangi
jumlah sel mastosit pada mukosa hidung, mencegah pengeluaran
protein sitotoksik dari eosinofil, mengurangi aktifitas limfosit,
mencegah bocornya plasma.Preparat antikolinergik topikal aalah
ipratropium bromide, bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena
aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel efektorc.
Operatif : tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka
inferior), konkoplasti atau multiple outfractured, inferior
turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat
dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memkai AgNO3
25% atau triklor asetatd. Imunoterapi: cara pengobatain ini
dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah
berlangsung lama, serta dengan pengobatan cara lain tidak
memberikan hasil yang memuaskan. Tujuan dari imunoterapi adalah
pembentukan IgE. Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu
intradermal dan sub-lingual.
10. Kompilaksi
Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah :
a. Polip hidung : beberapa peneliti mendapatkan bahwa alergi
hidung merupakan salah satu factor penyebab terbentuknya polip
hidung dan kekambuhan polip hidung.
b. Otitis media efusi yang sering residitif, terutama pada
anak-anak.c. Rinosinusitis
Gambar 4. Algoritma penatalaksanaan Rinitis alergi menurut
WHO8
G. Rinitis Vasomotor
1. Definisi Rinitis vasomotor ialah suatu keadaan idiopatik yang
didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan
hormonal (kehamilan, hipotiroid), dan pajanan obat (kortikosteroid
oral, antihipertensi, B-bloker, aspirin, klorpromazin dan obat
topical hidung dekongestan).
Rinitis ini digolongkan menjadi non alergi bila adanya
alergi/alergen spesifik tidak dapat diidentifikasi dengan
pemeriksaan alergi yang sesuai (anamnesis, tes cukil kulit, kaar
antibody IgE spesifik serum).
Kelainan ini disebut juga vasomotor catarrh, vasomotor rinorhea,
nasal vasomotor instability, atau juga non-alergic perennial
rhinitis.
2. Penyebab dan Patofisiologi Etiologi masih belum diketahui
pasti. Beberapa hipotesis telah dikemukakan untuk menerangkan
patofisiologi rhinitis vasomotor:
a. Neurogenik
Serabut simpatis hidung berasal dari korda spinalis segmen Th
1-2, menginervasi terutama pembuluh darah mukosa dan sebagian
kelenjar. Serabut simpatis melepaskan ko-transmitter noradrenalin
dan neuropeptida Y yang menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan
sekresi hidung. Tonus simpati ini berfluktuasi sepanjang hari yang
menyebabkan adanya peningkatan tahanan rongga hidung yang
bergantian setiap 2-4 jam. Keadaan ini disebut sebagai siklus nasi.
Dengan adanya siklus ini, seseorang akan mampu ntuk dapat bernapas
dengan tetap normal melalui rongga hidung yang berubah-ubah
luasnya.
Serabut saraf parasimpatis berasal dari nucleus salivatori
superior menuju ganglion sfenopalatina dan membentuk n. Vidianus,
kemudian menginervasi pembuluh darah dan terutama kelenjar
eksokrin. Pada rangsangan kana terjadi pelepasan ko-transmiter
asetilkolin dan vasoaktif intestinal peptide yang menyebabkan
peningkatan sekresi hidung dan vasodilatasi, sehingga terjadi
kongesti hidung. Rinitis vasomotor diduga sebagai akibat dari
ketidak seimbangan impuls saraf otonom di mukosa hidung yang berupa
bertambahnya aktivitas system saraf parasimpatis.2b.
Neuropeptida
Pada mekanisme ini terjadi disfungsi hidung yang diakibatkan
oleh meningkatnya rangsangan terhadap saraf sensoris serabut C di
hidung. Adanya rangsangan abnormal saraf sensoris ini akan diikuti
dnegan peningkatan pelepasan neuropeptida seperti substance P dan
calcitonin gene-related protein yang mneyebabkan peningkatan
permeabilitas vascular dna sekresi kelenjar. Keadaan ini
menerangkan terjadinya peningkatan respon pada hiper-reaktivitas
hidung.c. Nitrik Oksida Kadar nitrik oksida (NO) yang tinggi dan
persisten di lapisan epitel hidung dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan atau nekrosis epitel, sehingga rangsangan non-spesifik
berinteraksi langsung ke lapisan sub-epitel. Akibatnya terjadi
peningkatan reaktivitas serabut trigeminal dan recruitment refleks
vaskular dan kelenjar mukosa hidung.
d. Trauma
Rinitis vasomotor dapat merupakan komplikasi jangka panjang dari
trauma hidung melalui mekanisme neurogenik dan/atau
neuropeptida.
3. Tanda dan Gejala Pada rinitis vasomotor, gejala sering
dicetuskan oleh berbagai rangsangan non-spesifik, seperti asap
rokok, bau yang menyengat, parfum, minuman beralkohol, makanan
pedas, udara dingin, pendingin atau pemanas ruangan, perubahan
kelembaban, perubahan suhu luar, kelelahan dan stress/emosi. Pada
keadaan normal, faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan oleh
individu tersebut. Kelainan ini merupakan gejala yang mirip dengan
rinitis alergi, namun gejala yang dominan adalah hidung tersumbat,
bergantian kiri dan kanan, tergantung pada posisi pasien. Selain
itu terdapat rinore yang mukoid atau serosa. Keluhan ini jarang
disertai dengan gejala mata.
Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh
karena adanya perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga oleh
karena asap rokok dan sebagainya.
Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 3
golongan, yaitu:
a. Golongan bersin, gejala biasanya member respon yang baik
dengan terapi antihistamin dan glukokortikosteroid topikal.
b. Golongan rinore, gejala dapat diatasi dengan pemberian
antikolinergik topikal.
c. Golongan tersumbat, terapi umumya memberi respon yang baik
dengan terapi glukokortikosteroid topikal dan vasokonstriktor
topikal. 4. Diagnosis
Diagnosis umumnya ditegakkan dengan cara ekslusi yaitu
menyingkirkan adanya rinitis infeksi, alergi, okupasi, hormonal dan
akibat obat. Dalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi
timbulnya gejala. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak
gambaran yang khas beupa edema mukosa hidung, konka berwarna merah
gelap atau merah tua, tetapi dapat pula pucat. Hal ini perlu
dibedakan dengan rinitis alergi. Permukaan konka dapat licin
berbenjol-benjol (hipertropi). Pada rongga hidung terdapat sekret
mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan rinore sekret
yang ditemukan ialah serosa dan banyak jumlahnya. Pemeriksaan
laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan rinitis alergi, kadang
ditemukan juga eosinofil pada sekret hdung, akan tetapi dalam
jumlah sedikit. Tes cukit kulit bisanya negatif. Kadar IgE spesifik
tidak meningkat.
5 . Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada rinitis vasomotor
bervariasi, tergantung pada faktor penyebab dan gejala yang
menonjol, secara garis besar dibagi dalam:
a. Menghindari stimulus/faktor pencetus
b. Pengobatan simptomatis dengan obat-obatan dekongestan oral,
cuci hiung dengan garam fisiologis, kauterisasi konka hipertropi
dengan larutan AgNO3 25% atau triklor asetat pekat. Dapat juga
diberikan kortikosteroid topikal 100-200 mikrogram. Dosis dapat
ditingkatkan sampat 400 mikrogram sehari. Hasilnya akan terlihat
setelah pemakaian paling sedikit selama 2 minggu. Saat ini terdapat
kortikosteroid topikal baru dalam larutan aqua seperti flutikason
propionate dan mometason furoat dengan pemakaian cukup satu kali
sehari dengan dosis 200 mcg. Pada kasus dengan rinore yang berat
dapat ditambahkan antikolinergik topical (ipatropium bromide). Saat
ini sedang dalam penelitian adalah terapi desentisisasi dengan obat
capsaicin topical yang mengandung lada.
c. Operasi dengan cara bedah beku, elektrokauter, atau konkotomi
parsial konka inferior.
d. Neurektomi n.vidianus yaitu dengan melakukan pemotongan pada
n.vidianus bila dengan cara diatas tidak memberikan hasil optimal.
Operesi ini tidaklah mudah, dapat menimbulkan komplikasi seperti
sinusitis, diplopia, buta, gangguan lakrimasi, neuralgia atau
anestesis infraorbita dan palatum. Dapat juga dilakukan tindakan
blocking ganglion sfenopalatina.
H.Rinitis medikamentosaRinitis medikamentosa adalah suatu
kelainan hidung berupa gangguan respons normal vasomotor yang
diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor topikal (tetes hidung
atau semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga
menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. Dapat dikatakan bahwa hal
ini disebabkan oleh pemakaian obat yang berlebihan (drug
abuse).1.Patofisiologi
Mukosa hidung merupakan organ yang sangat peka terhadap
rangsangan atau iritan, sehingga harus berhati-hati memakai topikal
vasokonstriktor. Obat topikal vasokonstriktor dari golongan
simpatomimetik akan menyebabkan siklus nasi terganggu dan akan
berfungsi normal kembali apabila pemakaian obat itu dihentikan.
Pemakaian topikal vasokonstriktor yang berulang dalam waktu lama
akan menyebabkan terjadinya fase dilatasi berulang setelah
vasokonstriksi, sehingga timbul gejala obstruksi. Adanya gejala
obstruksi ini menyebabkan pasien lebih sering dan lebih banyak lagi
memakai obat tersebut. Pada keadaaan ini ditemukan kadar agonis
alfa-adrenergik yang tinggi di mukosa hidung. Hal ini akan diikuti
dengan penurunan sensitivitas reseptor alfa-adrenergik di pembuluh
sehingga terjadi suatu toleransi. Aktivitas dari tonus simpatis
yang menyebabkan vasokonstriksi menghilang. Akan terjadi dilatasi
dan kongesti jaringan mukosa hidung, keadaan ini disebut juga
sebagai rebound congestion.Kerusakan yang terjadi pada mukosa
hidung pada pemakaian obat tetes hidung dalam waktu lama ialah :
silia rusak, sel goblet berubah ukurannya, membran basal menebal,
pembuluh darah melebar, stroma tampak edema, hipersekresi kelenjar
mucus dan perubahan pH sekret hidung, lapisan submukosa menebal dan
lapisan periostium menebal.
Oleh karena itu pemakaian obat topikal vasokonstriktor sebaiknya
tidak lebih dari satu minggu, dan sebaiknya yang bersifat isotonik
dengan sekret hidung normal (pH antara 6,3 dan 6,5) .
2. Gejala dan tanda
Pasien mengeluh hidungnya tersumbat terus menerus dan berair.
Pada pemeriksaan tampak edema / hipertrofi konka dan sekret hidung
yang berlebihan. Apabila diberi tampon adrenain, edema konka tidak
berkurang.
3. Penatalaksanaan
a. hentikan pemakaian obat tetes atau semprot vasokonstriktor
hidung.
b. untuk mengatasi sumbatan berulang, dapat diberikan
kortikosteroid oral dosis tinggi jangka pendek dan dosis diturunkan
secara bertahap dengan menrunkan dosis sebanyak 5 mg setiap
hari.
c. obat dekongestan oral (biasanya mengandung pseudoefedrin)
Apabila dengan cara ini tidak ada perbaikkan setelah 3 minggu,
pasien dirujuk ke dokter THT. BAB V
KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan
Rinitis adalah reaksi proses inflamasi pada mata, hidung, dan
tenggorokan akibat iritan dari infeksi, udara bebas (alergen) yang
memicu pengeluaran histamin ataupun iritasi. Rinitis dibagi atas 2
kategori, yaitu rinitis alergi dan rinitis non alergi.
Rinitis alergi merupakan penyakit saluran nafas yang sering
dijumpai pada anak disamping asma dan sinusitis. Sekitar 40 % anak
pernah mengalami rinitis alergi sampai usianya 6 tahun. Rinitis
alergi merupakan penyakit yang didasari oleh proses inflamasi.
Terdapat hubungan yang erat antara saluran napas atas dan bawah.
Rinitis non alergi sering pada orang dewasa dan menyebabkan gejala
bertahun-tahun seperti pilek dan hidung tersumbat. Beberapa orang
yang menderita rinitis non alergi mengalami inflamasi pada daerah
hidung dan sinusnya. Rinitis merupakan peradangan pada mukosa
hidung. Untuk mendiagnosis suatu rinitis diperlukan informasi
perjalanan penyakit maupun pemeriksaan fisik. Tes diagnosis yang
umumnya dilakukan adalah tes untuk rinitis alergi yaitu
percutaneous skin test dan tes alergen spesifik antibodi
imunoglobulin E (Ig E). Pemeriksaan yang jarang dilakukan seperti
tes provokasi hidung, sitologi hidung, nasolaringoskopi, dan
intradermal skin test. B. Saran
Saran saya terhadap kasus rinitis kronis adalah harus segera
dilakukan tatalaksana yang cepat, tepat dan teratur agar tidak
terjadi komplikasi yang lebih lanjut. Selain itu edukasi kepada
pasien tentang penyakit rinitis kronis ini sangat penting agar
pasien mengerti bahwa penyakit ini dapat dilakukan pengendalian
dengan baik dari alergen penyebab.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi, Efiaty Arsyad dkk.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi 6.Jakarta: FKUI. 2012.2. Adam,
Boies, Higler.Boies Buku Ajar Penyakit THT.Edisi 6. Jakarta: EGC.3.
Global primary care education. WHO ARIA. 2007.5