LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL I PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT Nama Asisten: 1. Christine 2. Yolanda Dosen Jaga Dr.,Ika Puspita Sari, M.Si.,Apt Irfan Muris Setiawan, M.Si.,Apt Disusun oleh: Golongan IV Kelompok IV Kelas C Nama NIM TTD 1. Anita Kurniawati FA/09317 2. Annisafia Rizky Damaskha FA/09320 3. Pridiyanto FA/09323 4. Mercy Arizona FA/09326 LABORATORIUM FARMAKOLOGI dan TOKSIKOLOGI
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMFARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL I
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT
Nama Asisten:
1. Christine2. Yolanda
Dosen Jaga
Dr.,Ika Puspita Sari, M.Si.,Apt
Irfan Muris Setiawan, M.Si.,Apt
Disusun oleh:
Golongan IVKelompok IV
Kelas C
Nama NIM TTD
1. Anita Kurniawati FA/09317
2. Annisafia Rizky Damaskha FA/09320
3. Pridiyanto FA/09323
4. Mercy Arizona FA/09326
LABORATORIUM FARMAKOLOGI dan TOKSIKOLOGI
BAGIAN FARMAKOLOGI dan FARMASI KLINIKFAKULTAS FARMASI UGM
YOGYAKARTA2013
I. TUJUAN
Mengenal, mempraktekan, dan membandingkan cara-cara pemberian obat
terhadap kecepatan absorpsinya, menggunakan data farmakologi sebagai tolok
ukurnya.
II. DASAR TEORI
Senyawa obat adalah zat kimia (sintetik/alami) selain makanan yang
bertujuan untuk mempengaruhi fungsi tubuh, biokimiawi, psikologis dan khususnya
untuk diagnosa, pengobatan, melunakkan, penyembuhan, atau pencegahan penyakit
pada manusia atau hewan.
Menurut Ansel (1985), obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis,
mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau
hewan.
Menurut PerMenKes 917/MenKes/Per/X/1993, obat (jadi) adalah senyawa
atau padu-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi/menyelidiki secara
fisiologis dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.
Obat merupakan sediaan atau padu-paduan bahan-bahan yang siap digunakan
untuk mempengaruhi/menyelidiki system fisiologis atau keadaan patologi dalam
diambil 4 mencit dan dimasukkan ke dalam tempat mencit
mencit ditimbang dan diperhitungkan volume Na-Thiopental yang akan
diberikan (dosis=55 mg/BB)
Na-Thiopental diberikan pada mencit dengan cara pemberian yang berbeda pada tiap
mencit
Per Oral Intramuskular Intraperitonial Subkutan
dicatat waktu reflek balik badan
dihitung onset dan durasi
dibandingkan hasilnya dengan uji statistika analisis varian pola searah dengan taraf kepercayaan 95 %
IV. HASIL PERCOBAAN
No Bobot wadah (gram)
Bobot wadah + mencit (gram)
Bobot mencit (gram)
Vol Na-Thiopental (ml)
I 83.1 112.8 29.8 0.328
II 83.1 105.1 22.0 0.242
III 82.8 110.5 27.7 0.030
IV 83.1 109.5 26.4 0.290
# Perhitungan volume Na-ThiopentalDosis x berat mencit (gram)
Mencit I; Per oral55 x 29.8
Mencit II; Subkutan55 x 22.0
Mencit III; Intramuskular55 x 27.7
Mencit IV; Intraperitonial55 x 26.4
#Data onset dan durasi
No Cara pemberian Onset (detik) Durasi (detik)
1. Per oral a. -b. -c. -d. 3195e. 326
a. -b. -c. -d. 818e. 3702
2. Sub kutan a. -b. 1482c. 4738d. 503e. -
a. –b. 1158c. 912d. 3550e. –
3. Intra muskular a. – a. –
VolumeStok x
Volume 5 x 1000= 0.328
Volume5 x 1000
= 0.242
Volume 50 x 1000= 0.030
Volume 5 x 1000= 0.290
b. 1556c. 2347d. 364e. 2755
b. 176c. 9012d. 1251e. 2342
4. Intra peritonial a. 20b. 1566c. 123d. 887e. 3532
a. 2880b. 805c. –d. 263e. 1291
Keterangan:
Warna biru : dijadikan data untuk analisis
V. Pembahasan
Pada percobaan kali ini bertujuan untuk mengenal, mempraktekkan dan
membandingkan cara-cara pemberian obat terhadap kecepatan absorbsinya
menggunakan data farmakologi sebagai tolok ukurnya. Dari percobaan ini
diharapkan dapat diketahui pengaruh cara pemberian obat terhadap daya absorbsi
yang selanjutnya akan berpengaruh pada efek farmakologi obat.
Salah satu cara untuk mengetahui pengaruh antara kedua variable tersebut, dengan
membandingakn waktu durasi dan onsetnya. Waktu onset yaitu waktu yang
diperlukan obat mulai dari proses pemberian obat sampai tmenimbulkan sirkulasi
sistemik dan menimbulkan efek. Sedangkan waktu durasi adalah waktu yang
diperlukan obat mulai memberikan efek sampai hilangnya efek. Absorbsi
(penyerapan) merupakan proses perpindahan obat dari tempat aplikasi menuju
sirkulasi sistemik, menyangkut kecepatan proses dan kelengkapan yang biasa
dinyatakan dalam % dari jumlah obat yang diberikan.
Dalam percobaan ini, hewan uji yang digunakan adalah 4 ekor mencit. Penggunaan
hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran/biomedis telah
berjalan puluhan tahun yang lalu Hewan uji yang digunakan pada percobaan ini
adalah mencit (Mus muculus). Alasan digunakannya mencit sebagai hewan uji
percobaan ini antara lain :
1. Memiliki sistem fisiologis yang irip dengan manusia
2. Memiliki sistem fisiologis yang relatif lebih kecil dibandingkan hewan uji
lainnya (tikus, kelinci, kucing, anjing) sehingga memudahkan pengamatan
waktu absorpsi obat
3. Pengamatan mencit lebih mudah
4. Lebih ekonomis
Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah dengan menimbang
bobot mencit untuk menetapkan kadar yang sesuai bagi mencit agar tidak over dosis.
Hal ini dilakukan karena setiap cara pemberian obat memiliki volume maksimum
masing-masing dan berbeda satu sama lain. Semakin panjang rute penggunaan suatu
obat, maka semakin kecil konsentrasi obat yang mencapai sel target, sehingga volume
yang diberkan juga berbeda. Jika volume obat yang diberikan melebihi volume
maksimum maka dikhawatirkan obat akan melebihi KTM (Kadar toksik maksimum)
dan mencit akan mengalami over dosis. Akan tetap jika volume obat yang diberikan
terlalu sedikit, maka dikhawatirkan obat tidak akan mencapai KEM (Kadar Efektif
Minimum) dan tidak mengakibatkan efek pada mencit. Setelah setiap mencit
ditimbang, ditentukan mencit yang akan digunakan untuk jenis injeksi dan diberi
nomor untuk memudahkan dalam pengamatan.
Berdasarkan percobaan didapat berat mencit 1,2,3,dan 4 berturut-turut sebesar 29,8
gr; 22,0 gr; 27,7 gr; dan 26,4 gr. Dalam percobaan ini,mencit 1 dikenakan cara
pemberian per oral, mencit 2 untuk sub cutan, mencit 3 untuk intramuscular, dan
mencit 4 untuk intraperitonial.Supaya obat yang diberikan tidak over dosis atau tidak
mencapai KEM maka dilakukan perhitungan volume pemberian. Volume pemberian
dihitung dengan cara hasil kali dosis dan berat mencit (gram) dibagi dengan stok yang
dikalikan 1000 terlebih dahulu untuk mengubah satuan gram menjadi kilogram. Pada
percobaan digunakan dosis sebesar 55 mg/kgBB dan larutan stok sebesar 5 mg/ml
dan 50 mg/ml. Dalam perhitungan apabila didapatkan hasil volume pemberian
melebihi volume maksimum , maka harus dilakukan penggantian larutan stok dengan
kadar yang lebih besar. Seperti halnya yang terjadi pada mencit 3. Ketika digunakan
larutan stok 5 mg/ml maka diperoleh hasil 0,3 ml. Hasil ini melebihi volume
maksimum dari intramuscular (0,05 ml). Sehingga untuk memperkecil volume
pemberian agar tidak over dosis, larutan stok yang digunakan adalah 50 mg/ml. Dari
perhitungan tersebut diperoleh hasil 0,03 ml. Dimana hasil ini tidak melebihi volume
maksimum pada perlakuan intramuscular . Dari perhitungan diperoleh hasil volume
pemberian untuk mencit 1,2,3, dan 4 secara berturut-turut sebesar 0,33 ml;0,24
ml;0,03 ml; dan 0,3 ml. Data tersebut dibandingkan dengan volume maksimum
masing-masing cara pera pemberian pada tabel, untuk mengetahui apakah dosis
tersebut over dosis atau tidak. Berdasarkan tabel secara berturut-turur volume
maksimal untuk cara pemberian per oral, sub cutan, intramuscular, dan intraperitonial
adalah 1,0 ml;0,5-1,0 ml; 0,05 ml; dan 1,0 ml. Setelah diperbandingkan volume
pemberian dan volume maksimu maka tidak ditemukan adanya over dosis. Dengan
tidak adanya kasus over dosis pada volume obat yang diberikan, maka segera
dilakukan pengambilan larutan stok yang sesuai dengan volume untuk masing-masing
perlakuan. Perlu diperhatikan bahwa khusus untuk jarum suntik perlakuan per oral
maka digunakan jarum suntik yang ujungnya tumpul . Sedangkan untuk perlakuan
lainnya, digunakan jarum suntik dengan ujung yang tajam.
Pada percobaan digunakan cairan obat Natrium thiopental atau natrium pentobarbital.
Pentothal natrium adalah salah satu dari tiga obat jenis barbiturat yang sering
digunakan untuk anestesi klinis. Namun selain mempunyai efek anestesi. Pentothal
natrium dan golongan barbiturat pada umumnya juga mempunyai efek samping yaitu
mereduksi konsumsi oksigen cerebral (CMR02). Sehingga aliran darah otak dan
tekanan intrakranial pun ikut turun. Pada sistem kardiovaskular digunakan untuk
vasodilatasi, venodilatasi dan menurunkan resiko penurunan tiba-tiba pada kontraksi
kardiak. Pada sistem respirasi pentothal natrium berfungsi sebagai depresan. Senyawa
ini dan senyawa barbiturat pada umumnya sangat bermanfaat bagi manusia khususnya
dunia kesehatan dan operasi (pembedahan) sebagai anestesi. Pada hewan uji, Natrium
thiopental dapat memberikan efek tidur pada hewan uji. Struktur molekul Natrium
Tiopental :
Setelah dipersiapkan alat dan bahannya, maka segera dilakukan penyuntikan terhadap
4 mencit sesuai dengan perlakuan masing-masing. Dalam hal ini, cara memegang
mencit harus dilakukan dengan benar agar penginjeksian dapat berjalan lancar dan
meminimalisir terjadinya salah penyuntikan. Adapun cara memegang mencit yang
benar adalah awalnya ujung ekor mencit diangkat dengan tangan kanan ataupun kiri
( tergantung nyamannya praktikan). Kemudian telunjuk dan ibu jari tangan kiri
menjepit kulit tengkuk, sedangkan ekornya tetap dipegang dengan tangan kanan
(ataupun sebaliknya). Selanjutnya, posisi tubuh mencit dibalikkan, sehingga
permukaan perut menghadap kita dan ekor dijepitkan diantara jari manis dan
kelingking tangan kiri. Dengan kondisi demikian, maka tikus siap untuk diinjeksi.
Hal yang perlu diperhatikan sebelumnya adalah kita harus melakukan pendekatan
terlebih dahulu terhadap hewan uji. Hal ini bertujuan agar mencit-mencit tersebut
lebih mudah untuk dipegang. Kondisi stress pada mencit dapat membuat dirinya
memberontak dan bisa melukai praktikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi
mencit diantaranya adalah kebisingan suara di dalam laboratorium dan frekuensi
perlakuan terhadap mencit tersebut. Dalam menangani mencit, semua kondisi yang
menjadi faktor internal dan eksternal dalam penanganan hewan percobaan harus
optimal, untuk menjaga kondisi mencit tersebut tetap dalam keadaan normal. Apabila
kondisinya terganggu, maka mencit tersebut akan mengalami stress. Kondisi stress
yang terjadi pada mencit akan mempengaruhi hasil percobaan yang dilakukan.
Pada percobaan ini, dilakukan 4 cara pemberian obat melalui rute-rute yang berbeda.
1. Oral
Penyuntikkan per oral merupakan rute pemberian jalur eternal melalui
gastrointestinal. Pada cara ini dilakukan dengan bantuan jarums suntik yang
ujungnya tumpul . Hal ini dikarenakan untuk menghindari atau meminimalisir
terjadinya infeksi akibat luka yang disebabkan oleh jarum suntik. Jarum suntik
dimasukkan melalui mulut mencit secara pelan-pelan melalui langit-langit kearah
belakang esophagus. Apabila jarum sudah masuk melalui esophagus maka jika
jarum itu didiamkan tanpa ditekan akan masuk sendiri sampai hampir seluruh
jarum masuk dalam mulut mencit. Setelah jarum benar-benar masuk esophagus
mencit, kemudian cairan dimasukkan sampai larutan dalam jarum suntik habis.
Pada percobaan ini, volume cairan yang digunakan 0,33 ml. Jika terasa ada
hambatan mungkin melukai saluran nafas. Maka dari itu jarum suntik harus
ditarik dan dimasukkan kembali hingga tak ada hambatan. Jika jarum tetap
dipaksa untuk masuk, dikhawatirkan akan menyebabkan luka pada mencit dan
dapat mempengaruhi hasil percobaan.
Berdasarkan percobaan, kondisi mencit sebelum diinjeksi adalah sehat dan
bergerak aktif. Kemudian dilakukan penginjeksian per oral pada mencit. Waktu
onset dihitung dari saat pemberiaan obat hingga timbulnya efek pada mencit. Dari
percobaan didapat data waktu onset adalah 3195 detik. Sedangkan durasinya
adalah 818 detik. Secara teoritis pemberian peroral memiliki onset paling lama
karena obat harus melewati rute yang panjang dan mengalami berbagai peristiwa
sebelum mencapat tempat aksinya, yaitu sistem saraf pusat. Obat akan mengalami
first pass metabolism yaitu perubahan obat dalam proses absorpsi sebelum
memasuki sirkulasi sistemik. First pass effect ini dapat terjadi di lambung dan
usus berupa perusakan oleh enzim-enzim pencernaan. Selain itu metabolisme obat
di hati juga dapat mengubah zat aktif menjadi metabolit yang umumnya lebih
tidak aktif.
Cara pemberian obat per oral merupakan cara yang paling umum digunakan
karena mudah, aman dan murah. Akan tetapi, cara tersebut memiliki beberapa
kerugian yaitu banyanyak faktor dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya, yaitu
obat dapat mengiritasi saluran pencernaan, sehingga tidak dapat dilakukan bila
pasien koma. Absorpsi obat terjadi secara difusi pasif, oleh sebab itu obat harus
mudah larut dalam lemak dan dalam bentuk non-ionik. Absorpsi obat dalam usus
halus lebih cepat karena epitel usus halus permukaannya luas karena berbentuk
vili yang berlipat. Sedngkan dalam lambung lebih lambat karena dindingnya
tertutup lapisan mukus yang tebal.
2. Sub Cutan
Jarum yang digunakan adalah jarum dengan ujung runcing. Penyuntikan
dilakukan di bawah kulit. Sedangkan volume cairan thiopental yang digunakan
adalah 0,24 ml. Berdasarkan percobaan, kondisi mencit sebelum diinjeksi adalah
sehat dan bergerak aktif. Kemudian dilakukan penginjeksian sub cutan pada
mencit. Penyuntikkan harus dilakukan hati-hati, karena dikhawatirkan justru
menembus daging mencit. Waktu onset dihitung dari saat pemberiaan obat hingga
timbulnya efek pada mencit. Dari percobaan didapat data waktu onset adalah 3195
detik. Sedangkan durasinya adalah 818 detik.
Penginjeksian sub cutan hanya boleh dilakukan untuk obat yang tidak
menyebabkan iritasi jaringan. Pada umumnya absorpsi terjadi secara lambat dan
konstant sehingga efeknya bertahan lama. Obat bentuk suspensi diserap lebih
lambat daripada larutan. Pemberian obat yang dicampur dengan obat
vasokonstriktor juga dapat memperlambat absorpsi obat tersebut.
Subkutan atau di bawah kulit (s.c) yaitu disuntikkan kedalam tubuh melalui
bagian yang sedikit lemaknya dan masuk ke dalam jaringan di bawah kulit.
Larutan tiopental yang digunakan bersifat isotonis dan isohidris. Apabila larutan
sangat menyimpang isotonisnya dapat menimbulkan rasa nyeri atau nekrosis dan
absorpsi zat aktif tidak optimal. Absorpsi obat dapat diperlambat dengan
menambahkan Adrenaline (cukup 1:100.000-200.000) yang menyebabkan
konsentriksi pembuluh darah local, sehingga difusi obat tertahan atau diperlambat.
Sebaliknya, absorpi obat dapat dipercepat dengan penambahan hyaluronidase,
suatu enzim yang memecah mukopolisakarida dari matriks jaringan yang
menyebabkan penyebaran dipercepat. Bila ada infeksi, maka bahayanya lebih
besar dari pada penyuntikkan ke dalam pembuluh darah karena pada pemberian
subkutan mikroba menetap di jaringan dan membentuk abses.
Cara ini termasuk cara pemberian parenteral (diluar saluran pencernaan)
sehingga setelah obat disuntikkan ke bawah kulit, obat akan langsung menuju ke
saluran sistemik. Daerah subkutan memilki suplai darah yang baik dari kapiler
kapiler (tersusun dari sel sel endotelia) dan pembuluh limfa. Dengan demikian
obat dapat berdifusi melalui jaringan melewati dinding kapiler kemudian masuk
ke dalam sirkulasi darah. Kecepatan aliran darah dalam pembuluh kapiler sangat
menentukan kecepatan obat memasuki sirkulasi sistemik. Pada pemberian obat
secara sub kutan, obat tidak mengalami first pass metabolism karena tidak melalui
saluran pencernaan dan vena porta. Barrier yang menghambat obat memasuki
sirkulasi sistemik hanya dinding pembuluh kapiler yang tersusun atas endotelium.
Obat dengan karakter fisika kimia yang tepat akan mudah berdifusi melalui
jaringan dan dinding pembuluh kapiler untuk kemudian masuk ke sistem sirkulasi
sistemik. Oleh karena itu, onset sub kutan kurang dari intraperitonial.
3. Intramuscular
Pemberian secara intra muscular adalah injeksi obat yang dilakukan pada
gluteus maximus (otot paha) dari mencit dengan menggunakan spuit berujung
runcing. Sebelum menginjeksi obat, posisi hewan harus terlentang dan kaki agak
ditarik keluar agar paha bagian luar terlihat, lalu bagian paha mencit terlebih
dahulu diraba untuk menemukan otot paha mencit yang ditunjukkan dengan
adanya tonjolan melintang dan terasa sedikit kenyal. Jika saat diraba terasa keras,
berarti itu bukan otot paha melainkan tulang paha, dan jika injeksi dilakukan pada
bagian tulang dapat menyebabkan cacat di tulang paha mencit. Injeksi dilakukan
dengan sudut kira kira 45 derajat dari otot sehingga obat masuk dengan sempurna
ke dalam serabut otot lurik, sebab absorpsi diharapkan akan berlangsung dengan
menembus dinding pembuluh darah kapiler yang terdapat pada dinding bundel
otot dimana tidak banyak mengandung lemak. Oleh karena itu, secara teori
pemberian obat melalui intra muscular memiliki waktu onset tercepat kedua
setelah injeksi per oral sebab obat akan langsung terabsorpsi ke sirkulasi sistemik,
tidak melewati First Pass Elimination di hepar dan hidrolisis oleh enzim-enzim
pencernaan. Yang berperan sebagai barrier obat di sini dalah pembuluh darah
kapiler.
Pada pemberian secara intra muskular digunakan stock 50 mg/ml dengan dosis
55 mg/kgBB, sehingga volume maksimal yang bisa diberikan adalah 0,03 ml.
Sebelum diinjeksikan, kondisi mencit sehat dan bergerak aktif, setelah obat
diinjeksikan, perilaku mencit menunjukkan perubahan. Perubahan tersebut
ditandai dengan keadaan mencit yang berjalan miring-miring dan tidak bergerak
aktif lagi. Dari percobaan diperoleh waktu onset intra muscular adalah 364 detik
dan durasi 1251 detik.
Keuntungan :
a. Efek yang ditimbulkan lebih cepat dan teratur bila dibandingkan dengan
pemberian per oral
b. Dapat diberikan pada penderita yang tidak sadar, tidak kooperatif, atau
muntah-muntah
c. Sangat berguna dalam kondisi darurat
d. Obat dilepas pelan- pelan
e. Cocok untuk obat yang iritatif bila diberikan secara sub cutan
Kerugian :
a. Obat-obatan dalam larutan dalam minyak atau bentuk suspensi akan
diabsorpsi sangat lambat dibandingkan larutan dalam air. Semakin kecil
pertikel suspensi, kecepatan absorpsi semakin meningkat.
b. Obat yang sukar larut dalam air pada pH fisiologik misalnya digoksin,
fenitoin, dan diazepam akan mengendap di tempat suntikan sehingga
absorpsinya akan berjalan dengan lambat, tidak teratur, dan tidak lengkap.
(Joenoes, 2002)
c. local iritasi di tempat injeksi
d. kecepatan absorbsi tergantung kecepatan aliran darah ke otot
e. perlu keahlian khusus dalam pemakaian obat
f. jika ada efek toksik sukar dihindari
4. Intraperitoneal
Pemberian secara intra peritoneal adalah injeksi obat yang dilakukan pada
rongga perut mencit dengan sudut kontak agak miring terhadap permukaan perut
dari mencit dengan menggunakan spuit berujung runcing. Sebelum menginjeksi
obat, posisi hewan juga harus terlentang, kemudian bagian perut yang diinjeksi
adalah bagian yang berada pada tengah garis yang sejajar jika ditarik dari ujung
kepala hingga bagian bawah perut mencit. Jarum yang dimasukkan tidak boleh
terlalu dalam agar tidak menembus organ usus dan dapat berakibat pada
kebocoran usus hingga berujung kematian. Agar jarum dipastikan telah masuk ke
dalam rongga perut, jarum diputar sedikit hingga dirasakan ada rongga yang
ditembus jarum. Jika dirasa sudah tembus dan tidak terlalu dalam, obat
diinjeksikan. Di dalam rongga perut, obat akan diabsorpsi dengan cepat karena
pada mesentrium (sebagian dari selaput perut/peritoneum yang selain usus juga
menyelubungi organ perut lain dan berlanjut sebagai lapisan dalam dari rongga
perut) banyak pembuluh darah, sehingga permukaan absorpsinya lebih luas.
Namun, pemberian secara Intra peritoneal (IP) tidak dilakukan pada manusia
karena resiko infeksi besar, dan berbahaya. (Anonim, 1995).
Secara teoritis, onset Intra peritoneal paling pendek dibandingkan dengan cara
pemberian lainnya. Dengan kata lain, efek yang ditimbulkan melalui pemberian
secara intra peritoneal sangat cepat.
Pada pemberian secara intra peritoneal digunakan stock 5 mg/ml dengan dosis
55 mg/kgBB, sehingga volume maksimal yang bisa diberikan adalah 0,2904~0,3
ml. Sebelum diinjeksikan, kondisi mencit sehat dan bergerak aktif, setelah obat
diinjeksikan, perilaku mencit menunjukkan perubahan. Perubahan tersebut
ditandai dengan keadaan mencit yang berjalan miring-miring dan tidak bergerak
aktif lagi.Dari hasil percobaan diperoleh waktu onset intra peritoneal 887 detik
dan waktu durasi 263 detik.
Keuntungan :
a. Efek yang ditimbulkan lebih cepat dan teratur bila dibandingkan dengan
pemberian peroral
b. Dapat diberikan pada penderita yang tidak sadar, tidak kooperatif, atau
muntah-muntah
Kerugian :
a. Tidak dapat dilakukan pada manusia karena bahaya infeksi terlalu besar,
bisanya dilakukan pada hewan
b. kemungkinan infeksi sangat besar
Pada literatur, onset yang paling cepat adalah pada pemberian obat
intraperitonial dan paling lambat pada pemberian obat per oral. Hal ini terjadi
karena :
Intraperitonial, rongga peritoneum mempunyai permukaan absorpsi yang
sangat luas sehingga obat dapat masuk ke sirkulasi sistemik secara cepat.
( dr.sjamsuir munaf,1994 )
Peroral, obat akan mengalami rute yang panjang untuk mencapai reseptor
karena melalui saluran cerna yang memiliki banyak factor penghambat seperti
protein plasma.
Sementara hasil dari percobaan menunjukkan bahwa waktu onset kurang
sesuai dengan teori, sebab intra muscular memilki waktu onset paling cepat,
sedangkan onset per oral paling lama. Sedangkan waktu durasinya yang paling
cepat adalah intra peritoneal dan yang paling lambat adalah sub cutan. Pada
literatur, durasi yang paling cepat adalah pada pemberian obat intraperitonial
dan paling lambat pada pemberian obat per oral.
Bedasrkan hasil tersebut, ada yang tidak sesuai teori yakni onset paling cepat
dan durasi paling lambat. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor
diantaranya:
Mekanisme injeksi yang salah, yakni meliputi tempat penyuntikan yang
kurang tepat disebabkan praktikan yang masih kurang berpengalaman dalam
melakukan injeksi terhadap hewan uji.
Pengamatan waktu onset dan durasi yang keliru
Kesalahan pada perhitungan waktu saat obat mulai berefek, yaitu dengan
terlihatnya aktivitas mencit yang menurun dan dicatat sebagai waktu onset.
Padahal, waktu onset tercapai jika mencit sudah menunjukkan kehilangan
refleks balik badan.
Faktor individu dari hewan uji (mencit), contohnya faktor toleransi yaitu
reaksi yang terjadi ketika klien mengalami penurunan respon / tidak berespon
terhadap obat yang diberikan, dan membutuhkan penambahan dosis obat
untuk mencapai efek terapi yang diinginkan. Beberapa zat yang dapat
menimbulkan toleransi terhadap obat adalah nikotin, etil alkohol, opiat dan
golongan barbiturat (ntrium thiopental, fenobarbital, secobarbital, dan lain-
lain).
Dengan adanya variasi onset dan durasi dari tiap-tiap cara pemberian dapat
disebabkan oleh beberapa hal, meliputi:
1. Kelarutan obat
Kebanyakan obat pada umumnya merupakan senyawa asam lemah atau basa
lemah. Dengan demikian, apabila obat-obat tersebuta dilarutkan dalam pH
absolute rendah, maka akan praktis tidak terion. Sehingga obat yang
terabsorbsi semakin banyak.
2. Rute pemberian
Rute pemberian mempengaruhi kecepatan absorbsi obat ke dalam sistem
sirkulasi sebab cara pemberian obat akan mempengaruhi jalur obat di dalam
tubuh yang akan berpengaruh pada kecepatan absorbsi obat. Semakin banyak
membran yang harus dilalui maka semakin luas permukaan absorbsi, sehingga
semakin banyak obat yang dapat diabsorbsi.
3. Pengosongan lambung
Pada obat-obat jenis tertentu misalnya asam lemah, pengosongan lambung
akan menyebabkan pH lambung semakin rendah atau asam. Sehingga, akan
semakin banyak obat dalam bentuk tak terion yang berakibat pada peningkatan
absorbi obat.
4. Luas permukaan absorbsi
Semakin luas permukaan absorpsi, maka jumlah obat yang diabsorpsi semakin
banyak dan semakin sempit permukaan absorpsi maka jumlah obat yang
diabsorpsi semakin sedikit.
Selain keempat hal tersebut, onset dan durasi dapat dipengaruhi oleh :
1. Kondisi hewan uji dimana masing-masing hewan uji sangat bervariasi yang
meliputi produksi enzim, berat badan dan luas dinding usus, serta proses
absorbsi pada saluran cerna.
2. Faktor teknis yang meliputi ketetapan pada tempat penyuntikan dan
banyaknya volume pemberian luminal pada hewan uji.
VI. Analisis secara Statistika
Data yang diperoleh dari percobaan kami analisis dengan ANOVA pola searah
sehingga selanjutnya dapat diinterpretasikan pengaruh cara pemberian dengan onset
dan durasi. Syarat untuk uji ANOVA adalah populasi yang diuji berdistribusi normal,
varians dari populasi tersebut adalah sama, dan sample tidak saling berhubungan /
independent. Hipotesis percobaan :
H0: Perbedaan cara pemberian tidak mempengaruhi waktu onset obat
H1: Perbedaan cara pemberian mempengaruhi waktu onset obat
H0 diterima apabila nilai signifikansi (p atau Sig.) lebih dari 0,05 sedangan bila nilai
signifikansi kurang dari 0,05 maka H0 di tolak dan H1 diterima.
1. Test of Normality
Uji pra-ANOVA adalah menguji normalitas distribusi data, yaitu dengan uji
Shapiro-Wilk. Uji Shapiro-Wilk dipilih karena jumlah data yang akan diuji kurang
dari 50. Jika data lebih dari 50, digunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Dengan taraf
kepercayaan 95%, Ho dari uji Shapiro-Wilk ini adalah data terdistribusi normal dan
H1 distribusi data tidak normal. Jika nilai Signifikansi (Sig.) lebih dari 0,05 maka Ho
diterima dan H1 ditolak.
Durasi dan onset signifikansinya > 0,05 maka Ho diterima, data terdistribusi
normal.
2. Test of Homogenity of Variances
Metode ini digunakan untuk melihat apakah sampel-sampel data-data mempunyai
varian yang sama. Dengan H0 : varian dari sampel-sampel adalah identik dan H1 :
varian dari sampel-sampel adalah tidak identik, diambi keputusan :
1. Jika signifikansi (Sig.) > 0,05; maka H0 diterima.
2. Jika probabilitas (Sig.) < 0,05; maka H0 ditolak.
Dari hasil analisis SPSS, diperoleh bahwa Ho diterima , varian sampel adalah
identik.
3. Uji ANOVA
Uji ANOVA dilakukan setelah uji normalitas distribusi dan varian dilakukan. Uji
ANOVA bertujuan untuk uji apakah keempat cara pemberian mempunyai rata-rata
(mean) yang sama baik untuk onset maupun durasinya. Ho data ini adalah data tidak
berbeda signifikan, dan H1 adalah data berbeda signifikan. Jika taraf signifikansinya
> 0,05 maka Ho diterima, dan data tidak berbeda signifikan, sedangkan jika taraf
signifikansinya < 0,05 maka H1 ditolak, dan data berbeda signifikan.
Dari hasil analisis SPSS, diperoleh bahwa Ho diterima, data tidak berbeda signifikan.
Hasil analisis ini dipertegas dengan analisis Post Hoc (Tukey HSD Multiple
Comparison) berikut.
Dari kolom Mean difference, dapat dilihat bahwa seluruh data tidak berbeda
bermakna. Jika ada data yang menunjukkan perbedaan signifikan, akan ada tanda
bintang (*) pada angka di kolom tersebut.
Selain itu, dari kolom signifikansi juga dapatmenegaskan hasil ANOVA. Dengan
Ho adalah keempat populasi varian tidak berbeda signifikan (p atau Sig. > 0,05) dan
H1 adalah keempat varian berbeda signifikan (p atau Sig. < 0,05). Dari hasil analisis
SPSS, Sig. > 0,05, maka Ho diterima , sehingga mempertegas hasil ANOVA karena
keempat varian tidak berbeda signifikan, data yang diperoleh juga tidak berbeda
signifikan. Walaupun antardata waktu onset dan durasi pada saat percobaan terlihat
sangat berbeda, ternyata data tersebut tidak berbeda bermakna.
4. Homogeneous Subsets
Uji Homogeneous subsets digunakan untuk merangkum perbedaan rata-rata .
Grup rata-rata yang tidak berbeda satu sama lain (sig < 0,05) berada dalam satu
kolom. Sedangkan, grup rata-rata yang berbeda satu sama lain, akan berada pada
kolom berbeda.
Dari hasil pada tabel tersebut, terlihat data waktu onset dan durasi berada pada
satu kolom. Sehingga dapat disimpulkan data percobaan tidak berbeda bermakna.
VII. Jawaban Pertanyaan
1. Apakah faktor- faktor yang dapat mempengaruhi absorbsi obat dari saluran
cerna?
Jawab:
a. Kemampuan obat melintasi membrane sel saluran cerna yang tersusun atas
lipid bilayer.
b. Kelarutan obat.
Agar dapat diabsorbsi, obat harus dapat larut dan melepaskan zat aktifnya,
kecuali bila obat sudah dalam bentuk larutan saat diberikan ke dalam tubuh.
Obat yang diberikan dalam bentuk larutan kana lebih cepat diabsorbsi karena
tidak perlu melewati fase pelarutan.
c. Bentuk sediaan obat.
Kecepatan absorbsi obat tergantung pada kecepatan pelepasan obat dari bahan
pembwa bentuk obat dan juga kelaruan dalam cairan tubuh. Kecepatan
peleppasan obat dari bentuk sediaan obat per oral dapat diurutkan dari yang
paling cepat: larutan dalam air> suspensi> kapsul> tablet> tablet salut gula>
tablet salut enterik.
d. Sirkulasi darah pada tempat absorbsi
e. Luas permukaan kontak obat.
f. Rute penggunaan obat.
g. pKa obat atau pKb obat.
2. Jelaskan bagaimana cara pemberian obat dapat mempengaruhi onset dan durasi
obat!
Jawab:
Cara pemberian obat dapat mempengaruhi onset dan durasi obat. Cara
pemberian obat dapat mempengaruhi onset dan durasi dimana hubungannya
dengan kecepatan dan kelengkapan absorbsi obat. Kecepatan absorbsi obat di sini
berpengaruh terhadap onsetnya sedangkan kelengkapan absorbs obat berpengaruh
terhadap durasinya misalnya lengkap atau tidaknya obat yang berikatan dengan
reseptor dan apakah ada factor penghambatnya.
Cara pemberian dapat mempengaruhi kecepatan absorbsi obat yang
berpengaruh juga terhadap onset dan durasi. Pada literature dijelaskan bahwa
onset paling cepat adalah intraperitonial dan paling lambat adalah peroral. Hal ini
terjadi karena :
· Intraperitonial mengandung banyak pembuluh darah sehingga obat langsung
masuk ke dalam pembuluh darah.
· Intramuscular mengandung lapisan lemak yang cukup kecil sehingga obat akan
terhalang oleh lemak sebelum terabasorbsi.
· Subkutan mengandung lemak yang cukup banyak.
· Peroral, obat akan mengalami rute yang panjang untuk mencapai reseptor
karena melalui saluran cerna yang memiliki banyak factor penghambat seperti
protein plasma.
Pada literature dijelaskan bahwa durasi paling cepat adalah intraperitonial dan
paling lambat adalah peroral.
3. Jelaskan keuntungan dan kerugian masing- masing cara pemberian!
Jawab:
Cara pemberian Keuntungan Kerugian
Per oral mudah diberikan dan
bisa dilakukan sendiri
oleh pasien
tidak memerlukan
keahlian khusus serta
tidak memerlukan
komplikasi yang
berkaitan dengan
jarum
relatif aman
praktis
tidak memerlukan
sterilitas tinggi
lebih ekonomis
munculnya efek lama (onset
lama)
tidak sesuai bagi pasien yang
muntah, diare, tidak sadar, dan
tidak kooperatif
kurang cocok untuk obat yang
rasanya tidak enak dan iritatif
mengalami metabolisme lintas
pertama (first pass metabolism)
sebelum benar- benar didistribusi
ke tempat aksi sehingga kadar zat
aktifnya berkurang
absorbsi bervariasi dan kadar obat
dalam darah tidak bisa diprediksi
Sub kutan kerja obat terus
menerus, long time
release
kecapatan absorbsi
obat seragam
berguna pada kondisi
darurat
absorbsi tergantung pada aliran
darah
tidak boleh digunakan untuk obat
yang iritatif dan dicampur dengan
vasokonstriktor
Intra muscular kecepatan absorbsi
obat seragam
onset pendek dan
teratur
cocok untuk obat yang
iritatif bila diberikan
secara sub cutan
obat dilepas pelan-
pelan
berguna pada kondisi
darurat
lokal iritasi di tempat injeksi
kecepatan absorbsi tergantung
kecepatan aliran darah ke otot
perlu keahlian khusus dalam
pemakaian obat
jika ada efek toksik sukar
dihindari
Obat-obatan dalam larutan dalam
minyak atau bentuk suspensi akan
diabsorpsi sangat lambat
dibandingkan larutan dalam air
Obat yang sukar larut dalam air
pada pH fisiologik misalnya
digoksin, fenitoin, dan diazepam
akan mengendap di tempat
suntikan sehingga absorpsinya
akan berjalan dengan lambat,
tidak teratur, dan tidak lengkap
Intra peritoneal absorbsi paling cepat
jika dibandingkan
dengan pemberian i.m,
s.c, dan p.o
sesuai bagi pasien yang
sukar menelan obat,
muntah-muntah, diare,
dan lain-lain
cara pemberiannya berbahaya dan
hanya boleh dilakukan pada
hewan
kemungkinan infeksi sangat besar
VIII. Kesimpulan
1. Berdasarkan perhitungan statistik, cara pemberin obat berpengaruh terhadap onset
dan tidak berpengaruh pada durasi.
2. Berdasarkan hasil percobaan, onset yang diperoleh yang paling cepat adalah
pemberian obat intramuscular , sedangkan yang paling lambat adalah pemberian
obat per oral. Hal ini tidak sesuai dengan teori karena teori onset yang paling
cepat adalah pemberian obat intraperitonial, sedangkan yang paling lambat sesuai
dengan teori yakni pemberian obat per oral.
3. Berdasarkan hasil percobaan, durasi yang diperoleh yang paling cepat adalah
pemberian obat intraperitonial , sedangkan yang paling lambat adalah pemberian
obat sub cutan . Hal ini sesuai dengan teori karena teori durasi yang paling cepat
adalah pemberian obat intraperitonial, sedangkan yang paling lambat adalah
pemberian obat per oral, sehingga tidak sesuai teori.
4. Hasil dari percobaan ada yang tidak sesuai dengan teori karena mekanisme injeksi
yang salah, pengamatan onset dan durasi yang keliru, dan aktor individu dari
hewan uji (mencit), contohnya faktor toleransi.
5. Durasi dan onset dipengaruhi oleh kelarutan obat, luas permukaan absorbs,
pengosongan lambung, dan rute pemberian
6. Natrium thiopental merupakan obat golongan barbiturat yang dapat memberikan
efek sedatif dan hipnotik.
VII. Daftar Pustaka
Anief,Moh,1993,Farmasetika,Gadjahmada University Press,Yogyakarta
Anonim,1995,Farmakope Indonesia edisi IV,Depkes RI,Jakart
Ansel, H. C, 1986, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI Press, Jakarta.
Elly, 2011, Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat, http://marermurer.blogspot.com/2011/04/pengaruh-cara-pemberian-terhadap.html, diakses tanggal 23 April 2013, Pukul 23.00 WIB
Joenoes, Z. N., 2002, Ars Prescribendi Jilid 3, Airlangga University Press,
Surabaya
Lullmann Heinz et al,2000,Color Atlas of Pharmacology,2nd