Top Banner
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan laporan ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga laporan ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam mengidentifikasi tumbuhan yang ada di Laut. Harapan kami semoga laporan ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi laporan ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Laporan ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami berharap kepada para pembaca untuk memberikan masukan - masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan ini. Semarang, 17 Juni 2015 Penulis Page 1 of 130
130

Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Jul 14, 2016

Download

Documents

RizkyFirmansyah

lapres lapangan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,

Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan laporan ini dalam

bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga laporan ini dapat dipergunakan

sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam mengidentifikasi

tumbuhan yang ada di Laut.

Harapan kami semoga laporan ini membantu menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi

laporan ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Laporan ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami

miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami berharap kepada para pembaca untuk memberikan

masukan - masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan ini.

Semarang, 17 Juni 2015

Penulis

Page 1 of 92

Page 2: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

DAFTAR ISI

Page 2 of 92

Page 3: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

I. BIOLOGI MANGROVE, LAMUN, DAN RUMPUT LAUT1.1. Biologi Mangrove

Kata “mangrove” berkaitan sebagai tumbuhan tropis yang komunitas tumbuhnya

didaerah pasang surut dan sepanjang garis pantai (seperti : tepi pantai, muara laguna

(danau dipinggir laut dan tepi sungai) yang dipengaruhi oleh kondisi pasang surut air

laut. Menurut FAO (1952) definisi mangrove adalah pohon dan semak – semak yang

tumbuh dibawah ketinggian air pasang tertinggi (Bengen ,2001).

Mangrove merupakan karakteristik dari bentuk tanaman pantai, estuari atau muara

sungai, dan delta di tempat yang terlindung daerah tropis dan sub tropis. Mangrove

merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan dan pada kondisi

yang sesuai mangrove akan membentuk hutan yang ekstensif dan produktif.

Mangrove sering juga dinamakan hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau, atau

hutan bakau karena hidupnya didekat pantai. Istilah bakau itu sendiri dalam bahasa

Indonesia merupakan nama dari salah satu spesies penyusun hutan mangrove, yaitu

Rhizophora sp. Sehingga dalam percaturan bidang keilmuan untuk tidak membuat

bias antara bakau dan mangrove maka hutan mangrove sudah ditetapkan merupakan

istilah baku untuk menyebutkan hutan yang memiliki karakteristik hidup di daerah

pantai. Berkaitan dengan penggunaan istilah mangrove adalah individu jenis

tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut. Istilah

mangrove merupakan perpaduan dari dua kata yaitu mangue dan grove. Di Eropa, ahli

ekologi menggunakan istilah mangrove untuk menerangkan individu jenis dan mangal

untuk komunitasnya (Bengen ,2001).

Mangrove menjadi tiga, yaitu mangrove mayor, mangrove minor dan kelompok

asosiasi mangrove. Mangrove mayor terlihat karakteristik morfologinya: sistem

perakaran udara, mekanisme fisiologis khusus untuk mengeluarkan garam agar dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungan mangrove. Komponen mangrove mayor

berdasarkan pemisahan taksonomi dari hubungan daratan dan hanya terjadi di hutan

mangrove. Membentuk tegakan murni namun tidak meluas ke dalam komunitas

daratan,contohnya Rhizopora sp., Avicennia sp.,Soneratia sp.,Ceriops sp.,Bruguiera

sp., dll (Budiman ,1984).

Page 3 of 92

Page 4: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Mangrove minor adalah tumbuhan mangrove yang tidak termasuk elemen mencolok

dari tumbuh-tumbuhan yang mungkin terdapat disekitar habitatnya dan jarang

berbentuk tegakan murni, misalnya Acrostichum, Pemphis acidula, Xylocarpus,

Heritieralittoralis. Kelompok asosiasi mangrove jarang ditemukan spesies yang

tumbuh didalam komunitas mangrove yang sebenarnya dan kebanyakan sering

ditemukan dalam komunitas mangrove yang sebenarnya dan kebanyakan sering

ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan darat, contohnya Asclepiasspeciosa, Thespesia

populnea, Terminaliacattapa, Terminalia, Ficus, Apocinaceae, Casuarina, Hibiscus

(Budiman ,1977).

Karakteristik yang menarik dari species mangrove dapat dilihat dari sistem

perakarannya dan buah. Tanah pada habitat mangrove adalah anaerobik (hampa

udara)bila berada di bawah air. Beberapa species memiliki sistem perakaran khusus

yang disebut akar udara yang cocok untuk kondisi tanah yang anaerobik. Ada

beberapa tipe perakaran, yaitu: akar tunjang, akar napas,akar lutut, dll. Semua species

mangrove memproduksi buah yang biasanya disebarkan melalui air. Ada beberapa

macam bentukbuah, seperti berbentuk silinder, bulat dan berbentuk kacang. Macam-

macam bentuk benih mangrove, yaitu :

1. Benih Vivipari, Umumnya terdapat pada family Rhizophoraceae, buahnya berbentuk

silinder.

2. Benih Cryplovivipari, Umumnya terdapatpada family Avicennia (Seperti

buahkacang), Aegeceras (Sikunder) dan Nypafruticans, yang buahnya berbentuk

Cryplovivipoarious di mana bibitnya berkecambah tetapi diliputi oleh selaput buah

sebelum dilepaskan atau ditinggal kandari pohon induknya.

3. Benih Normal, Ditemukan pada species Sonneratia dan Xylocarpus. Buahnya

berbentuk bulat seperti bola dengan benih normal. Species lain kebanyakan buahnya

berbentuk kapsul. Sebagai benih normal,buah tersebut mengalami proses dimana

mereka memecahkan diri dan menyebarkan benihnya pada saat mencapai air.

(Kartawinata ,1979)

1.2. Biologi LamunLamun memiliki bunga, berpolinasi, menghasilkan buah dan menyebarkan bibit

seperti banyak tumbuhan darat. Dan klasifikasi lamun adalah berdasarkan karakter

Page 4 of 92

Page 5: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

tumbuh-tumbuhan. Selain itu, genera di daerah tropis memiliki morfologi yang

berbeda sehingga pembedaan spesies dapat dilakukan dengan dasar gambaran

morfologi dan anatomi (Azkab ,1988).

Lamun merupakan tumbuhan yang beradaptasi penuh untuk dapat hidup di

lingkungan laut. Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi yang

dilakukan termasuk toleransi terhadap salinitas yang tinggi, kemampuan untuk

menancapkan akar di substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk tumbuh

dan melakukan reproduksi pada saat terbenam. Lamun juga memiliki karakteristik

tidak memiliki stomata, mempertahankan kutikel yang tipis, perkembangan

shrizogenous pada sistem lakunar dan keberadaan diafragma pada sistem lakunar.

Salah satu hal yang paling penting dalam adaptasi reproduksi lamun

adalah hidrophilus yaitu kemampuannya untuk melakukan polinasi di bawah air

(Azkab ,1988). 

Bentuk vegetatif lamun memperlihatkan karakter tingkat keseragaman yang tinggi.

Hampir semua genera memiliki rhizoma yang sudah berkembang dengan baik dan

bentuk daun yang memanjang (linear) atau berbentuk sangat panjang seperti ikat

pinggang (belt), kecuali jenis Halophila memiliki bentuk lonjong (Azkab ,1999).

Berbagai bentuk pertumbuhan tersebut mempunyai kaitan dengan perbedaan ekologik

lamun. Misalnya Parvozosterid dan Halophilid dapat dijumpai pada hampir semua

habitat, mulai dari pasir yang kasar sampai limpur yang lunak, mulai dari daerah

dangkal sampai dalam, mulai dari laut terbuka sampai estuari. Magnosterid dapat

dijumpai pada berbagai substrat, tetapi terbatas pada daerah sublitoral sampai batas

rata-rata daerah surut. Secara umum lamun memiliki bentuk luar yang sama, dan yang

membedakan antar spesies adalah keanekaragaman bentuk organ sistem vegetatif.

Menjadi tumbuhan yang memiliki pembuluh, lamun juga memiliki struktur dan fungsi

yang sama dengan tumbuhan darat yaitu rumput. Berbeda dengan rumput laut (marine

alga/seaweeds), lamun memiliki akar sejati, daun, pembuluh internal yang merupakan

sistem yang menyalurkan nutrien, air, dan gas (Raharjo ,1996).

Page 5 of 92

Page 6: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Gambar Morfologi Lamun

Akar

Terdapat perbedaan morfologi dan anatomi akar yang jelas antara jenis lamun yang

dapat digunakan untuk taksonomi. Akar pada beberapa spesies seperti Halophila dan

Halodule memiliki karakteristik tipis (fragile), seperti rambut, diameter kecil,

sedangkan spesies Thalassodendron memiliki akar yang kuat dan berkayu dengan sel

epidermal. Jika dibandingkan dengan tumbuhan darat, akar dan akar rambut lamun

tidak berkembang dengan baik. Namun, beberapa penelitian memperlihatkan bahwa

akar dan rhizoma lamun memiliki fungsi yang sama dengan tumbuhan darat

(Raharjo ,1996).

Akar-akar halus yang tumbuh di bawah permukaan rhizoma, dan memiliki adaptasi

khusus (contoh : aerenchyma, sel epidermal) terhadap lingkungan perairan. Semua

akar memiliki pusat stele yang dikelilingi oleh endodermis. Stele mengandung

phloem (jaringan transport nutrien) dan xylem (jaringan yang menyalurkan air) yang

sangat tipis. Karena akar lamun tidak berkembang baik untuk menyalurkan air maka

dapat dikatakan bahwa lamun tidak berperan penting dalam penyaluran air

(Raharjo ,1966).

Lamun mampu untuk menyerap nutrien dari dalam substrat (interstitial) melalui

sistem akar-rhizoma. Selanjutnya, fiksasi nitrogen yang dilakukan oleh bakteri

heterotropik di dalam rhizosper Halophila ovalis, Enhalus acoroides, Syringodium

isoetifolium dan Thalassia hemprichii cukup tinggi lebih dari 40 mg N.m-2.day-1.

Koloni bakteri yang ditemukan di lamun memiliki peran yang penting dalam

Page 6 of 92

Page 7: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

penyerapan nitrogen dan penyaluran nutrien oleh akar. Fiksasi nitrogen merupakan

proses yang penting karena nitrogen merupakan unsur dasar yang penting dalam

metabolisme untuk menyusun struktur komponen sel (Raharjo ,1966).

Lamun sering ditemukan di perairan dangkal daerah pasang surut yang memiliki

substrat lumpur berpasir dan kaya akan bahan organik. Pada daerah yang terlindung

dengan sirkulasi air rendah (arus dan gelombang) dan merupakan kondisi yang kurang

menguntungkan (temperatur tinggi, anoxia, terbuka terhadap udara, dll) seringkali

mendukung perkembangan lamun. Kondisi anoksik di sedimen merupakan hal yang

menyebabkan penumpukan posfor yang siap untuk diserap oleh akar lamun dan

selanjutnya disalurkan ke bagian tumbuhan yang membutuhkan untuk pertumbuhan

(Raharjo ,1966).

Diantara banyak fungsi, akar lamun merupakan tempat menyimpan oksigen untuk

proses fotosintesis yang dialirkan dari lapisan epidermal daun melalui difusi

sepanjang sistem lakunal (udara) yang berliku-liku. Sebagian besar oksigen yang

disimpan di akar dan rhizoma digunakan untuk metabolisme dasar sel kortikal dan

epidermis seperti yang dilakukan oleh mikroflora di rhizospher. Beberapa lamun

diketahui mengeluarkan oksigen melalui akarnya (Halophila ovalis) sedangkan

spesies lain (Thallassia testudinum) terlihat menjadi lebih baik pada kondisi anoksik.

Menekankan bahwa transport oksigen ke akar mengalami penurunan tergantung

kebutuhan metabolisme sel epidermal akar dan mikroflora yang berasosiasi. Melalui

sistem akar dan rhizoma, lamun dapat memodifikasi sedimen di sekitarnya melalui

transpor oksigen dan kandungan kimia lain. Kondisi ini juga dapat menjelaskan jika

lamun dapat memodifikasi sistem lakunal berdasarkan tingkat anoksia di sedimen.

Dengan demikian pengeluaran oksigen ke sedimen merupakan fungsi dari

detoksifikasi yang sama dengan yang dilakukan oleh tumbuhan darat. Kemampuan ini

merupakan adaptasi untuk kondisi anoksik yang sering ditemukan pada substrat yang

memiliki sedimen liat atau lumpur. Karena akar lamun merupakan tempat untuk

melakukan metabolisme aktif (respirasi) maka konnsentrasi CO2 di jaringan akar

relatif tinggi (Raharjo ,1966).

Rhizoma dan Batang

Semua lamun memiliki lebih atau kurang rhizoma yang utamanya adalah herbaceous,

walaupun pada Thallasodendron ciliatum (percabangan simpodial) yang memiliki

Page 7 of 92

Page 8: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

rhizoma berkayu yang memungkinkan spesies ini hidup pada habitat karang yang

bervariasi dimana spesies lain tidak bisa hidup. Kemampuannya untuk tumbuh pada

substrat yang keras menjadikan T. Ciliatum memiliki energi yang kuat dan dapat

hidup berkoloni disepanjang hamparan terumbu karang di pantai selatan Bali, yang

merupakan perairan yang terbuka terhadap laut Indian yang memiliki gelombang yang

kuat (Raharjo ,1966).

Struktur rhizoma dan batang lamun memiliki variasi yang sangat tinggi tergantung

dari susunan saluran di dalam stele. Rhizoma, bersama sama dengan akar,

menancapkan tumbuhan ke dalam substrat. Rhizoma seringkali terbenam di dalam

substrat yang dapat meluas secara ekstensif dan memiliki peran yang utama pada

reproduksi secara vegetatif. Dan reproduksi yang dilakukan secara vegetatif

merupakan hal yang lebih penting daripada reproduksi dengan pembibitan karena

lebih menguntungkan untuk penyebaran lamun. Rhizoma merupakan 60-80% biomas

lamun (Raharjo ,1966).

Daun

Seperti semua tumbuhan monokotil, daun lamun diproduksi dari meristem basal yang

terletak pada potongan rhizoma dan percabangannya. Meskipun memiliki bentuk

umum yang hampir sama, spesies lamun memiliki morfologi khusus dan bentuk

anatomi yang memiliki nilai taksonomi yang sangat tinggi. Beberapa bentuk

morfologi sangat mudah terlihat yaitu bentuk daun, bentuk puncak daun, keberadaan

atau ketiadaan ligula. Contohnya adalah puncak daun Cymodocea serrulata berbentuk

lingkaran dan berserat, sedangkan C. Rotundata datar dan halus.Daun lamun terdiri

dari dua bagian yang berbeda yaitu pelepah dan daun. Pelepah daun menutupi

rhizoma yang baru tumbuh dan melindungi daun muda. Tetapi genus Halophila yang

memiliki bentuk daun petiolate tidak memiliki pelepah.Anatomi yang khas dari daun

lamun adalah ketiadaan stomata dan keberadaan kutikel yang tipis. Kutikel daun yang

tipis tidak dapat menahan pergerakan ion dan difusi karbon sehingga daun dapat

menyerap nutrien langsung dari air laut. Air laut merupakan sumber bikarbonat bagi

tumbuh-tumbuhan untuk penggunaan karbon inorganik dalam proses fotosintesis

(Raharjo ,1966).

I.1.Biologi Rumput Laut

Page 8 of 92

Page 9: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Struktur Tubuh Rumput Laut secara taksonomi rumput laut tergolong dalam tanaman

tingkat rendah yang masuk dalam divisi Thallophyta Berdasarkan kandungan

pigmennya , thallophyta dikelompokkan menjadi empat kelas . Dari segi morfologi ,

antara akar , batang dan daun tidak bisa dibedakan (Aslan, 1998).

Bentuknya hanya menyerupai batang yang disebut thallus . Thalli ini ada yang

tersusun uniseluler ( satu sel ) berbentuk benang atau pita atau ada yang multiseluler

( banyak sel ) bersel banyak berbentuk lembaran.Dalam perairan rumput laut

merupakan penyusun fitoplankton yang biasanya melayang – layang didalam air,

tetapi juga dapat hidup melekat didasar perairan disebut neustonik thallus (Aslan,

1998).

Percabangan thallus ada yang dichotomous (bercabang dua terus menerus), pectinate

(berderet searah pada satu sisi thallus utama), pinnate (bercabang dua-dua pada

sepanjang thallus utama secara berselang-seling), ferticillate (cabangnya berpusat

melingkari aksis atau sumbu utama) dan ada juga yang sederhana, tidak

bercabang.Sifat substansi thalli juga beraneka ragam, ada yang lunak seperti gelatin

(gellatinous), keras diliputi atau mengandung zat kapur (calcareous), lunak seperti

tulang rawan (cartilagenous), berserabut (spongious) dan lain sebagainya (Aslan,

1998).

Rumput laut termasuk kelompok tumbuhan alga yang berukuran besar, dalam artian

dapat terlihat dengan mata biasa tanpa alat pembesar dan bersifat bentik atau tumbuh

menancap atau menempel pada suatu substrat di perairan laut. Alga yang disebut

rumput laut ini umumnya terdiri dari :

1) Kelompok alga merah (Rhodophyceae)

2) Kelompok alga coklat (Phaeophyceae)

3) Kelompok alga hijau (Chlorophyceae).

Ketiga kelompok ini yang tumbuh di laut diperkirakan ada sekitar 9000 jenis yang

masing-masing adalah sekitar 6000 jenis Rhodophyceae, 2000 jenis Phaeophyceae

dan 1000 jenis Chlorophyceae. Alga lainnya yang berukuran kecil dan hanya terlihat

dengan bantuan alat pembesar seperti mikroskop tidak termasuk ke dalam kelompok

rumput laut tetapi merupakan kelompok tersendiri yang disebut plankton.Kelompok

ini selain kecil ukurannya juga gerakannya sangat dipengaruhi pergerakan air

sehingga keberadaannya sebagian besar bergantung kepada kondisi fisik perairan

selain faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap pertumbuhannya. Rumput laut

yang bersifat bentik digolongkan lagi menjadi;

Page 9 of 92

Page 10: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

a. Epilitik ( hidup diatas batu)

b. Epipalik (melekat pada lumpur atau pasir)

c. Epipitik ( melekat pada tanaman )

d. Epizoik ( melekat pada hewan).

Pigmen Alga Hijau Alga Coklat Alga Merah

Chlorophyl a,b a,c a,d

Phycobilins - - Phycocyanin

Phycoerythrin

Carotens α,β,γ β α,β

Xanthophyl Lutein

Violaxanthin

Neoxanthin

Siphonoxanthin

Astaxanthin

Lutein

Violaxanthin

Fuxocanthin

Diatoxanthin

Lutein

Violaxanthin

Zeaxanthin

Rumput laut memiliki pigmen hijau daun yang disebut klorofil sehingga dapat

melakukan fotosintesis. Selain itu juga memiliki pigmen – pigmen tambahan lain

yang dominan. Dalam thallus rumput laut juga terdapat pigmen yang digunakan untuk

membedakan kelas dari masing-masing rumput laut. Pigmen yang menentukan warna

pada rumput laut adalah klorofil (hijau) karoten (keemasan), phycoerythrin (merah)

dan phycocyanin(biru),  fikosantin ( perang/ coklat ) dan xantofil (warna kuning) yang

merupakan pigmen utama disamping pigmen-pigmen yang lainnya (Aslan, 1998).

Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah dari jenis ganggang merah

(Rhodophyceae) karena mengandung agar - agar, keraginan, porpiran, furcelaran

Page 10 of 92

Page 11: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

maupun pigmen fikobilin (terdiri dari fikoeretrin dan fikosianin) yang merupakan

cadangan makanan yang mengandung banyak karbohidrat. Tetapi ada juga yang

memanfaatkan jenis ganggang coklat (Phaeophyceae). Ganggang coklat ini banyak

mengandung pigmen klorofil a dan c, beta karoten, violasantin dan fukosantin,

pirenoid, dan lembaran fotosintesa (filakoid). Selain itu ganggang coklat juga

mengandung cadangan makanan berupa laminarin, selulose, dan algin. Selain bahan -

bahan tadi, ganggang merah dan coklat banyak mengandung jodium (Aslan, 1998).

Page 11 of 92

Page 12: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

II. KLASIFIKASI MANGROVE, LAMUN, DAN RUMPUT LAUT

II.1. Klasifikasi Mangrove

1. Rhizophora mucronata Lamk. 1804

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Rhizophorales

Famili : Rhizophoraceae

Genus : Rhizophora

Spesies : Rhizophora mucronata

2. Ipomoea pes-caprae (L.) R.Br.

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Solanales

Famili : Convolvulaceae

Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea pes-caprae (L.) R.Br.

3. Sesuvium portulacastrum (L.) L.

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Page 12 of 92

Page 13: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Hamamelidae

Ordo : Caryophyllales

Famili : Aizoaceae

Genus : Sesuvium

Spesies : Sesuvium portulacastrum (L.) L.

4. Aegiceras corniculatum (L.) Blanco

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Dilleniidae

Ordo : Primulales

Famili : Myrsinaceae

Genus : Aegiceras

Spesies : Aegiceras corniculatum (L.) Blanco

5. Casuarina sp.

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Page 13 of 92

Page 14: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Sub Kelas : Hamamelidae

Ordo : Casuarinales

Famili : Casuarinaceae

Genus : Casuarina sp.

Spesies : Casuarina sp.

6. Sonneratia sp.

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Myrtales

Famili : Sonneratiaceae

Genus : Sonneratia

Spesies : Sonneratia sp.

7. Bruguiera cylindrical L.) Bl.

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Myrtales

Famili : Rhizophoraceae

Page 14 of 92

Page 15: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Genus : Bruguiera

Spesies : Bruguiera cylindrica (L.) Bl.

8. Calotropis gigantea Willd

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Gentianales

Famili : Asclepiadaceae

Genus : Calotropis

Spesies : Calotropis gigantea Willd

9. Scaevola taccada (Naupaka)

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Campanulales

Suku : Goodeniaceae

Marga : Scaevola

Jenis : Scaevola taccada (Naupaka)

10. Excoecaria agallocha (L.)

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Page 15 of 92

Page 16: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Excoecaria

Spesies : Excoecaria agallocha L.

11. Terminalia catappa (L.)

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Myrtales

Famili : Combretaceae

Genus : Terminalia

Spesies : Terminalia catappa L.

12. Lumnitzera racemosa Willd

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Page 16 of 92

Page 17: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Myrtales

Famili : Combretaceae

Genus : Lumnitzera

Spesies : Lumnitzera racemosa Willd.

13. Vitex ovata (Thumb)

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Lamiales

Famili : Verbenaceae

Genus : Vitex

Spesies : Vitex ovata Thunb.

II.2. Klasifikasi Lamun

II.2.1. Enhalus acoroides

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Hydrocharitales

Famili : Hydrocharitaceae

Genus : Enhalus

Spesies : Enhalus acoroides

(Kikuchi ,1977)

Page 17 of 92

Page 18: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

II.2.2. Thalassia hemprichii

Kingdom : Plantae

Divisi : Angiospermae

Kelas : Liliopsida

Ordo : Hydrocharitales

Famili : Hydrocharitaceae

Genus : Thalassia

Species : Thalassia hemprichii

(Kikuchi ,1977)

II.2.3. Thalassodendron ciliatum

Kingdom : Plantae  

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Alismatales

Famili : Cymodoceaceae  

Genus : Thalassodendron

Spesies : Thalassodendron ciliatum

(Kikuchi ,1977)

II.2.4. Cymodocea rotundata

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Alismatales

Family : Cymodoceaceae  

Genus : Cymodocea

Spesies : Cymodocea rotundata

(Kikuchi ,1977)

II.2.5. Cymodocea serulata

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Liliopsida

Page 18 of 92

Page 19: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Ordo : Alismatales

Famili : Potamogetonaceae

Genus : Cymodocea

Spesies :  Cymodocea serrulata

(Kikuchi ,1977)

II.2.6. Syringodium isoetifolium

Kingdom : Plantae           

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Alismatales

Famili : Cymodoceaceae

Genus : Syringodium

Spesies : Syringodium isoetifolium

(Kikuchi ,1977)

II.3. Klasifikasi Rumput Laut

II.3.1. Halimeda micronesica Yamada 1941

Kingdom : Plantae

Division : Chlorophyta

Class : Ulvophyceae

Order : Bryopsidales

Family : Halimedaceae

Genus : Halimeda

Spesies : Halimeda micronesica

II.3.2. Halimeda macroloba Decaisne 1841

Kingdom : Plantae

Division : Chlorophyta

Class : Ulvophyceae

Order : Bryopsidales

Page 19 of 92

Page 20: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Family : Halimedaceae

Genus : Halimeda

Spesies : Halimeda macroloba

II.3.3. Sargassum polycystum C.Agardh 1824

Kingdom : Plantae

Division : Phaeophyta

Class : Phaeophyceae

Subclass : Fucophycidae

Order : Fucales

Family : Sargassaceae

Genus : Sargassum

Spesies : Sargassum polycystum

II.3.4. Gracilaria salicornia (C.Agardh) E.Y.Dawson 1954

Kingdom : Plantae

Division : Rhodophyta

Subdivision : Eurhodophytina

Class : Florideophyceae

Subclass : Rhodymeniophycidae

Order : Gracilariales

Family : Gracilariaceae

Genus : Gracilaria

Spesies : Gracilaria salicornia

2.3.5. Caulerpa racemosa (Forsskål) J.Agardh 1873

Kingdom : Plantae

Division : Chlorophyta

Class : Ulvophyceae

Order : Bryopsidales

Family : Caulerpaceae

Genus : Caulerpa

Spesies : Caulerpa racemosa

2.3.6. Galaxaura rugosa (J.Ellis & Solander) J.V.Lamouroux 1816

Kingdom : Plantae

Division : Rhodophyta

Subdivision : Eurhodophytina

Page 20 of 92

Page 21: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Class : Florideophyceae

Subclass : Nemaliophycidae

Order : Nemaliales

Family : Galaxauraceae

Genus : Galaxaura

Spesies : Galaxaura rugosa

2.3.7. Acanthophora muscoides (Linnaeus) Bory de Saint-Vincent 1828

Kingdom : Plantae

Divisiion : Rhodophyta

Subdivision : Eurhodophytina

Class : Florideophyceae

Subclass : Rhodymeniophycidae

Order : Ceramiales

Family : Rhodomelaceae

Tribe : Chondrieae

Genus : Acanthophora

Spesies : Acanthophora muscoides

2.3.8. Udotea sp. J.V. Lamouroux, 1812

Kingdom : Plantae

Division : Chlorophyta

Class : Bryopsidophyceae

Order : Bryopsidales

Family : Udoteaceae

Genus : Udotea

Spesies : Udotea sp.

2.3.9. Caulerpa sp.

Kingdom : Plantae

Division : Chlorophyta

Class : Bryopsidophyceae

Order : Bryopsidales

Family : Caulerpaceae

Genus : Caulerpa

Spesies : Caulerpa sp.

Page 21 of 92

Page 22: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

III. CIRI KHAS MANGROVE, LAMUN, DAN RUMPUT LAUT

III.1. Ciri Khas Mangrove

3.1.1. Rhizopora Mucronata

Nama lokal : Bangka itam, dongoh korap, bakau hitam, bakau korap, bakau

merah, jankar, lenggayong, belukap, lolaro.

Deskripsi umum : Pohon dengan ketinggian mencapai 27 m, jarang melebihi 30

m. Batang memiliki diameter hingga 70 cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga

hitam dan terdapat celah horizontal. Akar tunjang dan akar udara yang tumbuh dari

percabangan bagian bawah.

Daun : Daun berkulit. Gagang daun berwarna hijau, panjang 2,5-5,5

cm. Pinak daun terletak pada pangkal gagang daun berukuran 5,5-8,5 cm. Unit &

Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips melebar hingga bulat memanjang.

Ujung: meruncing. Ukuran: 11-23 x 5-13 cm.

Page 22 of 92

Page 23: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Bunga : Gagang kepala bunga seperti cagak, bersifat biseksual,

masing-masing menempel pada gagang individu yang panjangnya 2,5 - 5 cm. Letak :

di ketiak daun. Formasi : Kelompok (4-8 bunga per kelompok). Daun mahkota: 4;

putih, ada rambut. 9 mm. Kelopak bunga: 4; kuning pucat, panjangnya 13-19 mm.

Benang sari: 8; tak bertangkai.

Buah : Buah lonjong/panjang hingga berbentuk telur berukuran 5-7

cm, berwarna hijaukecoklatan, seringkali kasar di bagian pangkal, berbiji tunggal.

Hipokotil silindris, kasar dan berbintil. Leher kotilodon kuning ketika matang.

Ukuran: Hipokotil: panjang 36-70 cm dan diameter 2-3 cm.

Ekologi : Di areal yang sama dengan R.apiculata tetapi lebih toleran

terhadap substrat yang lebih keras dan pasir. Pada umumnya tumbuh dalam

kelompok, dekat atau pada pematang sungai pasang surut dan di muara sungai, jarang

sekali tumbuh pada daerah yang jauh dari air pasang surut. Pertumbuhan optimal

terjadi pada areal yang tergenang dalam, serta pada tanah yang kaya akan humus.

Merupakan salah satu jenis tumbuhan mangrove yang paling penting dan paling

tersebar luas. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Anakan seringkali dimakan oleh

kepiting, sehingga menghambat pertumbuhan mereka. Anakan yang telah dikeringkan

dibawah naungan untuk beberapa hari akan lebih tahan terhadap gangguan kepiting.

Hal tersebut mungkin dikarenakan adanya akumulasi tanin dalam jaringan yang

kemudian melindungi mereka

Penyebaran : Afrika Timur, Madagaskar, Mauritania, Asia tenggara,

seluruh Malaysia dan Indonesia, Melanesia dan Mikronesia. Dibawa dan ditanam di

Hawaii.

Manfaat : Kayu digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Tanin dari

kulit kayu digunakan untuk pewarnaan, dan kadang-kadang digunakan sebagai obat

dalam kasus hematuria (perdarahan pada air seni). Kadang-kadang ditanam di

sepanjang tambak untuk melindungi pematang.

Page 23 of 92

Page 24: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Gambar 1. Rhizopora mucronata

3.1.2. Ipomea pes-capre

Nama lokal : Batata pantai, daun katang, tapak kuda, katang-katang, dalere,

watata ruruan, alere, leleri, andali arana, daredei, dolodoi, tilalade, mari-mari, wedor,

tati raui, wedule, bulalingo, loloro, balim-balim, kabai-kabai, ketepeng, daun kacang,

daun barah.

Deskripsi umum : Herba tahunan dengan akar yang tebal. Batang panjangnya 5-

30 m dan menjalar, akar tumbuh pada ruas batang. Batang berbentuk bulat, basah dan

berwarna hijau kecoklatan.

Daun : Tunggal, tebal, licin dan mengkilat. Unit & Letak: sederhana

dan bersilangan. Bentuk: bulat telur seperti tapak kuda. Ujung: membundar membelah

(bertakik). Ukuran: 3-10 x 3-10,5 cm.

Bunga : Berwarna merah muda - ungu dan agak gelap di bagian

pangkal bunga. Bunga membuka penuh sebelum tengah hari, lalu menguncup setelah

lewat tengah hari. Letak bunga: di ketiak daun pada gagang yang panjangnya 3-16

cm. Formasi: soliter. Daun mahkota: berbentuk seperti terompet/corong, panjang 3-5

cm, diameter pada saat membuka penuh sekitar 10 cm.

Buah : Berbentuk kapsul bundar hingga agak datar dengan empat biji

berwarna hitam dan berambut rapat. Ukuran: buah 12-17 mm, biji 6-10 mm.

Page 24 of 92

Page 25: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Ekologi : Tumbuh liar mulai permukaan laut hingga 600 m, biasanya di

pantai berpasir, tetapi juga tepat pada garis pantai, serta kadang-kadang pada saluran

air.

Penyebaran : Pan-tropis.

Manfaat : Bijinya dilaporkan sebagai obat yang baik untuk sakit perut

dan kram. Daunnya untuk obat reumatik/nyeri persendian/pegal-pegal, wasir dan

korengan, sedangkan akarnya sebagai obat sakit gigi dan eksim. Cairan dari

batangnya digunakan untuk mengobati gigitan dan sengatan binatang. Wanita hamil

dilarang memakai tanaman obat ini.

Kelimpahan : Sangat umum

Catatan : Dua anak jenis dikenali oleh beberapa penulis, yaitu I. pes-

caprae ssp. pescaprae yang memiliki cuping daun yang dalam, dan I. pes-caprae ssp.

brasiliensis yang memiliki takik pada ujung daun. Keduanya terdapat di Indonesia,

meskipun anak jenis yang terakhir hanya diketahui dari Sumatera Barat dan Pulau

Krakatau.

Gambar 2. Ipomea pes-capre

3.1.3. Sesuvium portulacastrum

Nama lokal : Gelang (-laut), saruni air, krokot, gelan-pasir, sesepi.

Page 25 of 92

Page 26: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Deskripsi umum : Herba tahunan, menjalar, seringkali memiliki banyak cabang.

Panjangnya hingga 1 m dengan batang berwarna merah cerah, halus dan ditumbuhi

akar pada ruasnya.

Daun : Tebal berdaging. Unit & Letak: sederhana dan berlawanan.

Bentuk: bulat memanjang hingga lanset. Ujung: membundar. Ukuran: 2,5 - 7 x 0,5 -

1,5 cm.

Bunga : Kecil, warna ungu, memiliki tangkai panjangnya 3-15 mm

dan tabung panjangnya 3 mm. Letak bunga: di ketiak daun. Formasi: soliter. Daun

mahkota: 5 cuping, panjang 6-9 mm. Benangsari: banyak dan 3-4 tangkai putik.

Buah : Berbentuk kapsul, bundar dan halus, panjang melintang kira-

kira 8 mm. Terdapat beberapa biji hitam berbentuk kacang, halus dan panjangnya 1,5

mm.

Ekologi : Seringkali ditemukan di sepanjang bagian tepi daratan dari

mangrove, pada hamparan lumpur dan gundukan pasir, pada areal yang secara tidak

teratur digenangi oleh pasang surut. Substrat tumbuh berupa pasir, lumpur dan tanah

liat. Juga ditemukan di pantai berkarang, sepanjang pematang tambak dan kali pasang

surut. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Bunga diserbuki kumbang kecil

pengumpul madu serta ngengat yang terbang siang. Biji tidak mengapung.

Penyebaran : Jenis Pan-tropis; ditemukan di sepanjang pesisir Jawa,

Madura, Sulawesi dan Sumatera.

Manfaat : Daun dapat dimakan setelah berulangkali dicuci dan dimasak.

Juga digunakan sebagai makanan kambing.

Kelimpahan : Tidak diketahui

Page 26 of 92

Page 27: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Gambar 3. Sesuvium portulacastrum

3.1.4. Aegiceras corniculatum

Nama lokal : Teruntun, gigi gajah, perepat tudung, perpat kecil, tudung laut,

duduk agung, teruntung, kayu sila, kacangan, klungkum, gedangan, kacang-kacangan.

Deskripsi umum : Semak atau pohon kecil yang selalu hijau dan tumbuh lurus

dengan ketinggian pohon mencapai 6 m. Akar menjalar di permukaan tanah. Kulit

kayu bagian luar abu-abu hingga coklat kemerahan, bercelah, serta memiliki sejumlah

lentisel.

Daun : Daun berkulit, terang, berwarna hijau mengkilat pada bagian

atas dan hijau pucat di bagian bawah, seringkali bercampur warna agak kemerahan.

Kelenjar pembuangan garam terletak pada permukaan daun dan gagangnya. Unit &

Letak: sederhana & bersilangan. Bentuk: bulat telur terbalik hingga elips. Ujung:

membundar. Ukuran: 11 x 7,5 cm.

Bunga : Dalam satu tandan terdapat banyak bunga yang bergantungan

seperti lampion, dengan masing-masing tangkai/gagang bunga panjangnya 8-12 mm.

Letak: di ujung tandan/tangkai bunga. Formasi: payung. Daun Mahkota: 5; putih,

ditutupi rambut pendek halus; 5-6 mm. Kelopak Bunga: 5; putih - hijau.

Buah : Buah berwarna hijau hingga merah jambon (jika sudah

matang), permukaan halus, membengkok seperti sabit,. Dalam buah terdapat satu biji

yang membesar dan cepat rontok. Ukuran: panjang 5-7,5 cm dan diameter 0,7 cm.

Page 27 of 92

Page 28: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Ekologi : Memiliki toleransi yang tinggi terhadap salinitas, tanah dan

cahaya yang beragam. Mereka umum tumbuh di tepi daratan daerah mangrove yang

tergenang oleh pasang naik yang normal, serta di bagian tepi dari jalur air yang

bersifat payau secara musiman. Perbungaan terjadi sepanjang tahun, dan

kemungkinan diserbuki oleh serangga. Biji tumbuh secara semi-vivipar, dimana

embrio muncul melalui kulit buah ketika buah yang membesar rontok. Biasanya

segera tumbuh sekelompok anakan di bawah pohon dewasa. Buah dan biji telah

teradaptasi dengan baik terhadap penyebaran melalui air.

Penyebaran : Sri Lanka, Malaysia, seluruh Indonesia, Papua New Guinea,

Cina selatan, Australia dan Kepulauan Solomon.

Manfaat : Kulit kayu yang berisi saponin digunakan untuk racun ikan.

Bunga digunakan sebagai hiasan karena wanginya. Kayu untuk arang. Daun muda

dapat dimakan.

Kelimpahan : Umum, di beberapa daerah agak melimpah, seringkali tumbuh

dalam kelompok besar.

Gambar 4. Aegiceras corniculatum

3.1.5. Casuarina sp

Nama lokal

Deskripsi umum :

Daun

Page 28 of 92

Page 29: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Unit dan letak daun

Bentuk daun

Ujung daun

Ukuran daun

Bunga

Letak bunga

Formasi bunga

Daun mahkota

Kelopak bunga

Benang sari

Buah

Ukuran buah

Ekologi

3.1.6. Scaevola taccada

Nama lokal : Bakung-bakung, bako-bakoan, babakoan, gegabusan.

Deskripsi umum : Herba rendah/semak/pohon, dapat mencapai ketinggian

hingga 3m

Daun : Melebar kearah atas, berwarna hijau kekuningan dan

mengkilat, tepinya melengkung dan permukaan daun seperti berlapis lilin. Unit &

Page 29 of 92

Page 30: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Letak: sederhana dan bersilangan. Bentuk: bulat telur terbalik hingga elips. Ujung:

membundar. Ukuran: 16,5 - 30 x 7,5 - 9,5 cm

Bunga : Letak bunga: di ketiak daun. Formasi: mengelompok. Daun

mahkota: putih bersih, sering pada bagian dalamnya terdapat strip/garis berwarna

jingga. Tangkai Putik: membengkok.

Buah : Berbentuk kapsul, bulat. Ketika muda berwarna hijau muda,

lalu menjadi putih ketika sudah matang. Ukuran : diameter buah 8-12 mm.

Ekologi : Dijumpai secara soliter di bagian tepi daratan dari mangrove,

pada tepi pematang yang tidak terkena pengaruh pasang surut atau di daerah yang

sistem drainasenya baik dan lokasinya terbuka terhadap cahaya.

Penyebaran : Mungkin ditemukan di seluruh Indonesia.

Manfaat : Tidak diketahui.

Kelimpahan : Tidak diketahui

Gambar 6. Scaevola taccada

3.1.7. Sonneratia sp

3.1.7.1. Sonneratia alba

Nama lokal : Pedada, perepat, pidada, bogem, bidada, posi-posi, wahat,

putih, beropak, bangka, susup, kedada, muntu, sopo, barapak, pupat, mange-mange

Deskripsi umum : Pohon selalu hijau, tumbuh tersebar, ketinggian kadang-

kadang hingga 15 m. Kulit kayu berwarna putih tua hingga coklat, dengan celah

Page 30 of 92

Page 31: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

longitudinal yang halus. Akar berbentuk kabel di bawah tanah dan muncul

kepermukaan sebagai akar nafas yang berbentuk kerucut tumpul dan tingginya

mencapai 25 cm

Daun : Daun berkulit, memiliki kelenjar yang tidak berkembang pada

bagian pangkal gagang daun. Gagang daun panjangnya 6-15 mm. Unit & Letak:

sederhana & berlawanan. Bentuk: bulat telur terbalik. Ujung: membundar. Ukuran: 5-

12,5 x 3-9 cm.

Bunga : Biseksual; gagang bunga tumpul panjangnya 1 cm. Letak: di

ujung atau pada cabang kecil. Formasi: soliter-kelompok (1-3 bunga per kelompok).

Daun mahkota: putih, mudah rontok. Kelopak bunga: 6-8; berkulit, bagian luar hijau,

di dalam kemerahan. Seperti lonceng, panjangnya 2-2,5 cm. Benang sari: banyak,

ujungnya putih dan pangkalnya kuning, mudah rontok.

Buah : Seperti bola, ujungnya bertangkai dan bagian dasarnya

terbungkus kelopak bunga. Buah mengandung banyak biji (150-200 biji) dan tidak

akan membuka pada saat telah matang. Ukuran: buah: diameter 3,5-4,5 cm.

Ekologi : Jenis pionir, tidak toleran terhadap air tawar dalam periode

yang lama. Menyukai tanah yang bercampur lumpur dan pasir, kadang-kadang pada

batuan dan karang. Sering ditemukan di lokasi pesisir yang terlindung dari hempasan

gelombang, juga di muara dan sekitar pulau-pulau lepas pantai. Di lokasi dimana jenis

tumbuhan lain telah ditebang, maka jenis ini dapat membentuk tegakan yang padat.

Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Bunga hidup tidak terlalu lama dan mengembang

penuh di malam hari, mungkin diserbuki oleh ngengat, burung dan kelelawar

pemakan buah. Di jalur pesisir yang berkarang mereka tersebar secara vegetatif.

Kunang-kunang sering menempel pada pohon ini dikala malam. Buah mengapung

karena adanya jaringan yang mengandung air pada bijinya. Akar nafas tidak terdapat

pada pohon yang tumbuh pada substrat yang keras.

Penyebaran : Dari Afrika Utara dan Madagaskar hingga Asia Tenggara,

seluruh Indonesia, Malaysia, Filipina, Australia Tropis, Kepulauan Pasifik barat dan

Oceania Barat Daya.

Manfaat : Buahnya asam dapat dimakan. Di Sulawesi, kayu dibuat untuk

perahu dan bahan bangunan, atau sebagai bahan bakar ketika tidak ada bahan bakar

lain. Akar nafas digunakan oleh orang Irian untuk gabus dan pelampung.

Kelimpahan : Umum, melimpah setempat

Page 31 of 92

Page 32: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Gambar 7.1. Sonneratia alba

3.1.7.2. Sonneratia ovata

Nama lokal : Bogem, kedabu.

Deskripsi umum : Pohon berukuran kecil atau sedang, biasanya hingga 5 m,

kadang-kadang mencapai 20 m, dengan cabang muda berbentuk segi empat serta akar

nafas vertikal.

Daun : Gagang/tangkai daun panjangnya 2-15 mm. Unit & Letak:

sederhana & berlawanan. Bentuk: bulat telur. Ujung: membundar. Ukuran: 4-10 x 3-9

cm.

Bunga : Gagang/tangkai bunga lurus, panjang 1-2 cm, atau kadang-

kadang tidak ada. Pucuk bunga berbentuk bulat telur lebar dan ditutupi oleh tonjolan

kecil. Letak: di ujung. Formasi: soliter-kelompok (ada 1-3 bunga per kelompok).

Daun mahkota: tidak ada. Kelopak bunga: bagian dalam merah. Panjangnya 2,5 - 4,5

cm. Tabung seperti mangkok, muncul dari gagang yang pendek. Benang sari: banyak,

warnanya putih dan mudah rontok.

Buah : Seperti bola, ujungnya bertangkai dan bagian dasarnya

terbungkus kelopak bunga. Ukuran hampir sama dengan S.alba. Ukuran: buah:

diameter 3-5 cm.

Page 32 of 92

Page 33: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Ekologi : Tumbuh di tepi daratan hutan mangrove yang airnya kurang

asin, tanah berlumpur dan di sepanjang sungai kecil yang terkena pasang surut. Tidak

pernah tumbuh pada substrat karang. Perbungaan terjadi sepanjang tahun.

Penyebaran : Di Thailand, Malaysia, Kepulauan Riau, Sumatra, Jawa,

Sulawesi, Maluku, Sungai Sebangau/Kalimantan Tengah, dan Papua New Guinea.

Manfaat : Kayu bakar. Buah muda dapat dimakan sebagai rujakan.

Kelimpahan : Umum setempat tapi secara keseluruhan agak jarang.

Dapus : http://wetlands.or.id/mangrove/mangrove_species.php?id=43

Gambar 7.2. Sonneratia ovata

3.1.7.3. Sonneratia caseolaris

Nama lokal : Pedada, perepat, pidada, bogem, bidada, rambai, wahat merah,

posi-posi merah.

Deskripsi umum : Pohon, ketinggian mencapai 15 m, jarang mencapai 20 m.

Memiliki akar nafas vertikal seperti kerucut (tinggi hingga 1 m) yang banyak dan

sangat kuat. Ujung cabang/ranting terkulai, dan berbentuk segi empat pada saat muda

Daun : Gagang/tangkai daun kemerahan, lebar dan sangat pendek.

Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: bulat memanjang. Ujung:

membundar. Ukuran: bervariasi, 5-13 x 2-5 cm.

Bunga : Pucuk bunga bulat telur. Ketika mekar penuh, tabung kelopak

bunga berbentuk mangkok, biasanya tanpa urat. Letak: di ujung. Formasi: soliter-

Page 33 of 92

Page 34: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

kelompok (1-3 bunga per kelompok). Daun mahkota: merah, ukuran 17-35 x 1,5-3,5

mm, mudah rontok. Kelopak bunga: 6-8; berkulit, bagian luar hijau, di dalam putih

kekuningan hingga kehijauan. Benang sari: banyak, ujungnya putih dan pangkalnya

merah, mudah rontok.

Buah : Seperti bola, ujungnya bertangkai dan bagian dasarnya

terbungkus kelopak bunga. Ukuran lebih besar dari S.alba, bijinya lebih banyak (800-

1200). Ukuran: buah: diameter 6-8 cm.

Ekologi : Tumbuh di bagian yang kurang asin di hutan mangrove, pada

tanah lumpur yang dalam, seringkali sepanjang sungai kecil dengan air yang mengalir

pelan dan terpengaruh oleh pasang surut. Tidak pernah tumbuh pada pematang/

daerah berkarang. Juga tumbuh di sepanjang sungai, mulai dari bagian hulu dimana

pengaruh pasang surut masih terasa, serta di areal yang masih didominasi oleh air

tawar. Tidak toleran terhadap naungan. Ketika bunga berkembang penuh (setelah jam

20.00 malam), bunga berisi banyak nektar. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Biji

mengapung. Selama hujan lebat, kecenderungan pertumbuhan daun akan berubah dari

horizontal menjadi vertikal.

Penyebaran : Dari Sri Lanka, seluruh Asia Tenggara, termasuk Indonesia,

Malaysia, Filipina, hingga Australia tropis, dan Kepulauan Solomon.

Manfaat : Buah asam dapat dimakan (dirujak). Kayu dapat digunakan

sebagai kayu bakar jika kayu bakar yang lebih baik tidak diperoleh. Setelah direndam

dalam air mendidih, akar nafas dapat digunakan untuk mengganti gabus.

Kelimpahan : Umum, melimpah setempat.

Page 34 of 92

Page 35: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Gambar 7.3. Sonneratia casiolaris

3.1.8. Bruguiera cylindrica

Nama lokal : Burus, tanjang, tanjang putih, tanjang sukim, tanjang sukun,

lengadai, bius, lindur.

Deskripsi umum : Pohon selalu hijau, berakar lutut dan akar papan yang melebar

ke samping di bagian pangkal pohon, ketinggian pohon kadang-kadang mencapai 23

meter. Kulit kayu abu-abu, relatif halus dan memiliki sejumlah lentisel kecil.

Daun : Permukaan atas daun hijau cerah bagian bawahnya hijau agak

kekuningan. Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips. Ujung: agak

meruncing. Ukuran: 7-17 x 2-8 cm.

Bunga : Bunga mengelompok, muncul di ujung tandan (panjang

tandan: 1-2 cm). Sisi luar bunga bagian bawah biasanya memiliki rambut putih.

Letak: di ujung atau ketiak tangkai/tandan bunga. Formasi: di ujung atau ketiak

tangkai/tandan bunga. Daun Mahkota: putih, lalu menjadi coklat ketika umur

bertambah, 3- 4 mm. Kelopak Bunga: 8; hijau kekuningan, bawahnya seperti tabung

Buah : Hipokotil (seringkali disalah artikan sebagai “buah”)

berbentuk silindris memanjang, sering juga berbentuk kurva. Warna hijau didekat

pangkal buah dan hijau keunguan di bagian ujung. Pangkal buah menempel pada

kelopak bunga. Ukuran: Hipokotil: panjang 8-15 cm dan diameter 5-10 mm.

Page 35 of 92

Page 36: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Ekologi : Tumbuh mengelompok dalam jumlah besar, biasanya pada

tanah liat di belakang zona Avicennia, atau di bagian tengah vegetasi mangrove

kearah laut. Jenis ini juga memiliki kemampuan untuk tumbuh pada tanah/substrat

yang baru terbentuk dan tidak cocok untuk jenis lainnya. Kemampuan tumbuhnya

pada tanah liat membuat pohon jenis ini sangat bergantung kepada akar nafas untuk

memperoleh pasokan oksigen yang cukup, dan oleh karena itu sangat responsif

terhadap penggenangan yang berkepanjangan. Memiliki buah yang ringan dan

mengapung sehinggga penyebarannya dapat dibantu oleh arus air, tapi

pertumbuhannya lambat. Perbungaan terjadi sepanjang tahun.

Penyebaran : Asia Tenggara dan Australia, seluruh Indonesia, termasuk

Irian Jaya.

Manfaat : Untuk kayu bakar. Di beberapa daerah, akar muda dari

embrionya dimakan dengan gula dan kelapa. Para nelayan tidak menggunakan

kayunya untuk kepentingan penangkapan ikan karena kayu tersebut mengeluarkan

bau yang menyebabkan ikan tidak mau mendekat.

Kelimpahan : Umum

Gambar 8. Bruguiera cylindrica

3.1.9. Calotropis gigantea

Nama lokal : Biduri, modori, menori, widuri, mendori.

Page 36 of 92

Page 37: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Deskripsi umum : Herba rendah/semak, ketinggian mencapai 3 m. Memiliki

banyak getah

Daun : Posisi daun horizontal, permukaan daun (atas maupun bawah)

dilapisi oleh rambut-rambut halus yang berwarna agak putih seperti tepung. Unit &

Letak: sederhana dan berlawanan. Bentuk: bulat telur melebar. Ujung: membundar.

Ukuran: 10-20 x 3,5-5,5 cm.

Bunga : Memiliki tandan dan tangkai/gagang bunga yang panjang.

Letak: pada ketiak daun. Formasi: seperti payung yang sedang dibuka. Daun mahkota:

putih agak ungu, ukuran diameter 6-10 mm. Kelopak bunga: 5, seperti piramid, kekar

dan kaku, berwarna ungu agak putih, diameter 3-4 cm.

Benang sari

Buah : Berbentuk bulat seperti kapsul dan di dalamnya terdapat

banyak biji-biji yang permukaannya berambut halus. Ukuran: diameter buah 10-15

mm.

Ekologi : Tumbuh pada habitat yang tidak tergenang air, pantai berpasir

dan lahan berbatu, hingga ketinggian sekitar 300 m. Di Bali dijumpai mulai pada

daerah pantai yang gersang dan udaranya panas hingga ke lereng gunung Agung yang

suhu udaranya sejuk. Umumnya dijumpai di lahan-lahan pantai yang terbengkalai dan

terbuka (mendapat sinar matahari penuh).

Penyebaran : Kemungkinan terdapat di seluruh Indonesia, tercatat di Bali

dan Jawa.

Manfaat : Di Bali, daun dan bunganya sering digunakan sebagai

makanan jangkrik.

Kelimpahan : Umum

Page 37 of 92

Page 38: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Gambar 9. Calotropis gigantea

3.1.10. Excoecaria agallocha

Nama lokal : Buta-buta, menengan, madengan, kayu wuta, sambuta,

kalapinrang, mata huli, makasuta, goro-goro raci, kalibuda, betuh, warejit, bebutah.

Deskripsi umum : Pohon merangas kecil dengan ketinggian mencapai 15 m.

Kulit kayu berwarna abu-abu, halus, tetapi memiliki bintil. Akar menjalar di

sepanjang permukaan tanah, seringkali berbentuk kusut dan ditutupi oleh lentisel.

Batang, dahan dan daun memiliki getah (warna putih dan lengket) yang dapat

mengganggu kulit dan mata.

Daun : Hijau tua dan akan berubah menjadi merah bata sebelum

rontok, pinggiran bergerigi halus, ada 2 kelenjar pada pangkal daun. Unit & Letak:

sederhana, bersilangan. Bentuk: elips. Ujung: meruncing. Ukuran: 6,5-10,5 x 3,5-5

cm.

Bunga : Memiliki bunga jantan atau betina saja, tidak pernah

keduanya. Bunga jantan (tanpa gagang) lebih kecil dari betina, dan menyebar di

sepanjang tandan. Tandan bunga jantan berbau, tersebar, berwarna hijau dan

panjangnya mencapai 11 cm. Letak: di ketiak daun. Formasi: bulir. Daun mahkota:

hijau & putih. Kelopak bunga: hijau kekuningan. Benang sari: 3; kuning.

Buah : Bentuk seperti bola dengan 3 tonjolan, warna hijau,

permukaan seperti kulit, berisi biji berwarna coklat tua. Ukuran: diameter 5-7mm

Page 38 of 92

Page 39: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Ekologi : Tumbuhan ini sepanjang tahun memerlukan masukan air

tawar dalam jumlah besar. Umumnya ditemukan pada bagian pinggir mangrove di

bagian daratan, atau kadang-kadang di atas batas air pasang. Jenis ini juga ditemukan

tumbuh di sepanjang pinggiran danau asin (90% air laut) di pulau vulkanis Satonda,

sebelah utara Sumbawa. Mereka umum ditemukan sebagai jenis yang tumbuh

kemudian pada beberapa hutan yang telah ditebang, misalnya di Suaka Margasatwa.

Karang-Gading Langkat Timur Laut, dekat Medan, Sumatera Utara. Perbungaan

terjadi sepanjang tahun. Penyerbukan dilakukan oleh serangga, khususnya lebah. Hal

ini terutama diperkirakan terjadi karena adanya serbuk sari yang tebal serta kehadiran

nektar yang memproduksi kelenjar pada ujung pinak daun di bawah bunga.

Penyebaran : Tumbuh di sebagian besar wilayah Asia Tropis, termasuk di

Indonesia, dan di Australia.

Manfaat : Akar dapat digunakan untuk mengobati sakit gigi dan

pembengkakan. Kayu digunakan untuk bahan ukiran. Kayu tidak bisa digunakan

sebagai kayu bakar karena bau wanginya tidak sedap bagi masakan. Kayu dapat

digunakan sebagai bahan pembuat kertas yang bermutu baik. Getah digunakan untuk

membunuh ikan. Kayunya kadang-kadang dijual karena wanginya, akan tetapi

wanginya akan hilang beberapa tahun kemudian.

Kelimpah : Melimpah setempat.

Catatan : Getah putihnya beracun dan dapat menyebabkan kebutaan

sementara, sesuai dengan namanya, yaitu buta-buta.

Page 39 of 92

Page 40: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Gambar 10. Excoecaria agallocha

3.1.11. Terminalia catappa

Nama lokal : Ketapang, beowa, kilaula, ketapas, klihi, lisa, wewa, sabrise,

sarisei, talisei, dumpajang, luumpoyang, sadina, sarisa, sirisal, lisa, tasi, klis, tiliho,

indian or singapore almond.

Deskripsi umum : Pohon meluruh dengan ketinggian 10-35 m. Cabang muda

tebal dan ditutupi dengan rapat oleh rambut yang kemudian akan rontok. Mahkota

pohon berlapis secara horizontal, suatu kondisi yang terutama terlihat jelas pada

pohon yang masih muda.

Daun : Sangat lebar, umumnya memiliki 6-9 pasang urat yang

jaraknya berjauhan, dengan sebuah kelenjar terletak pada salah satu bagian dasar dari

urat tengah. Daun berubah menjadi merah muda atau merah beberapa saat sebelum

rontok, sehingga kanopi pohon tampak berwarna merah. Unit & Letak: sederhana dan

bersilangan. Bentuk: bulat telur terbalik. Ujung: membundar. Ukuran: 8- 25 x 5-14

cm (kadang panjangnya sampai 30 cm)

Bunga : Tandan bunga (panjangnya 8-16 cm) ditutupi oleh rambut

yang halus. Bunga berwarna putih atau hijau pucat dan tidak bergagang. Sebagian

besar dari bunga merupakan bunga jantan, dengan atau tanpa tangkai putik yang

pendek. Letak: di ketiak daun. Formasi: bulir. Kelopak bunga: halus di bagian dalam

Page 40 of 92

Page 41: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Buah : Penampilan seperti buah almond. Bersabut dan cangkangnya

sangat keras. Ukuran 5-7 cm x 4x5,5 cm. Kulit buah berwarna hijau hingga hijau

kekuningan (mengkilat) di bagian tengahnya, kemudian berubah menjadi merah tua

Ekologi : Sebarannya sangat luas. Tumbuh di pantai berpasir atau

berkarang dan bagian tepi daratan dari mangrove hingga jauh ke darat. Penyebaran

buah dilakukan melalui air atau oleh kelelawar pemakan buah. Pohon menggugurkan

daunnya (ketika warnanya berubah merah) sekali waktu, biasanya dua kali setahun (di

Jawa pada bulan Januari atau Februari dan Juli atau Agustus).

Penyebaran : Di seluruh Indonesia, tetapi agak jarang di Sumatera dan

Kalimantan. Tumbuh di bagian tropis Asia, Australia Utara dan Polinesia.

Manfaat : Sering ditanam sebagai pohon peneduh jalanan. Kayu

berwarna merah dan memiliki kualitas yang baik, digunakan sebagai bahan bangunan

dan pembuatan perahu. Biji buahnya dapat dimakan dan mengandung minyak yang

berlemak dan bening. Tanin digunakan untuk mengatasi disentri serta untuk

penyamakan kulit. Daun kerap digunakan untuk mengobati reumatik.

Kelimpahan : Umum, seringkali mendominasi vegetasi pantai.

Dapus : http://wetlands.or.id/mangrove/mangrove_species.php?id=67

Gambar 11. Terminalia catappa

3.1.12. Lumnitzera racemosa

Page 41 of 92

Page 42: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Nama lokal : Api-api balah, susup, lasi, duduk laki-laki, api-api jambu,

teruntum, adu- adu, duduk, knias, saman-sigi, kedukduk, truntun.

Deskripsi umum : Belukar atau pohon kecil, selalu hijau dengan ketinggian

mencapai 8 m. Kulit kayu berwarna coklat-kemerahan, memiliki celah/retakan

longitudinal (khususnya pada batang yang sudah tua), dan tidak memiliki akar nafas.

Daun : Daun agak tebal berdaging, keras/kaku, dan berumpun pada

ujung dahan. Panjang tangkai daun mencapai 10 mm. Unit & Letak: sederhana,

bersilangan. Bentuk: bulat telur menyempit. Ujung: membundar. Ukuran: 2-10 x 1-2,5

cm

Bunga : Bunga biseksual, tanpa gagang, berwarna putih cerah,

dipenuhi oleh nektar. Panjang tandan 1-2 cm. Memiliki dua pinak daun berbentuk

bulat telur, panjangnya 1,5 mm pada bagian pangkalnya. Letak: di ujung atau di

ketiak. Formasi: bulir. Daun mahkota: 5; putih, 2-4 x 7-8 mm. Kelopak bunga: 5;

hijau (6-8 mm). Benang sari: <10; Panjang benang sari sama atau sedikit lebih

panjang dari daun mahkota.

Buah : Buah berbentuk kembung/elips, berwarna hijau kekuningan,

berserat, berkayu dan padat. Ukuran: panjang 7-12 mm; Diameter 3-5 mm.

Ekologi : Tumbuh di sepanjang tepi vegetasi mangrove. Menyukai

substrat berlumpur padat. Mereka juga terdapat di sepanjang jalur air yang

dipengaruhi oleh air tawar. Bunga putih, agak harum dan kaya akan nektar, diserbuki

oleh serangga. Buah berserat teradaptasi untuk penyebaran melalui air.

Penyebaran : Dari bagian timur Afrika tropis dan Madagaskar sampai

Malaysia, di seluruh Indonesia, PNG, Australia utara dan Polinesia. Hampir tidak

ditemukan di sepanjang pantai yang menghadap Samudera India.

Manfaat : Kayunya keras dan tahan lama, cocok untuk berbagai

keperluan bahan bangunan, seperti jembatan, kapal, furnitur dan sebagainya.

Ukurannya lebih kecil dari L. littorea, sehingga sangat jarang ditemukan kayu yang

berukuran besar. Kulit kayu kadang-kadang digunakan sebagai bahan pelapis.

Kelimpahan : Agak umum

Catatan : Meskipun ditemukan di seluruh Malaysia dan Indonesia, L.

littorea dan L. racemosa tidak pernah ditemukan pada habitat dan lokasi yang sama.

Penyebab persis dari perbedaan karakter ekologis tersebut sampai saat ini belum

diketahui. Cuping daun kelopak bunga dengan ujung berkelenjar ditemukan di Irian

Jaya, PNG dan Filipina. Bahan bakar yang baik.

Page 42 of 92

Page 43: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Gambar 12. Lumnitzera racemosa

3.1.13. Vitex ovata

Nama lokal : Lagundi, sangari, tuban, dunuko, galumi, lawarani, lilegundi, rala

Deskripsi umum :

Daun

Unit dan letak daun

Bentuk daun

Ujung daun

Ukuran daun

Bunga

Letak bunga

Formasi bunga

Daun mahkota

Kelopak bunga

Benang sari

Buah

Ukuran buah

Ekologi

Gambar

Page 43 of 92

Page 44: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Gambar 13. Vitex ovate

III.2. Ciri Khas Lamun

III.2.1. Enhalus acoroides

Enhalus acoroides dapat mencapai panjang lebih dari 1 meter

Memilki rhizoma (batang) yang tertanam di dalam substrat

Diameter rhizoma lebih dari 1,5 cm

Pada rhizoma menempel akar-akar yang sangat padat dengan diameter 2–5 mm dan

panjang lebih dari 15 cm

Daun berwarna hijau

Daun tumbuh sebanyak 3 atau 4 helai berasal langsung dari rhizoma

Helai-helai daun linier (sejajar) dengan panjang mencapai 1 m dan lebar 1,5 cm

Daun panjang dan pipih, serta kaku seperti ikat pinggang

Ujung daun membulat, kadang-kadang terdapat serat-serat kecil yang menonjol pada

waktu muda.

Tepi daun seluruhnya jelas, bentuk garis tepinya seperti melilit.

Memiliki buah dengan bentuk bulat telur,

Buah memiliki panjang 4–7 cm

Seluruh permukaan buah ditutupi tonjolan-tonjolan yang tidak beraturan

Tumbuh di perairan dangkal dengan substrat berpasir dan berlumpur, namun kadang

juga dapat ditemui hidup di terumbu karang

Page 44 of 92

Page 45: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Gambar 1. Enhalus acorodes

III.2.2. Thallasia hemprichii

Memiliki rhizoma dengan tebal sampai dengan 5 mm

Helaian daun berbentuk pita

Pada helaian daun terdapat ruji-ruji hitam yang pendek

Daun yang masih muda memiliki panjang berkisar antara 3–7 cm

Panjang daun mencapai 40 cm dan lebarnya berkisar antaranya 0,4-1,0 cm

Terdapat 10–17 tulang-tulang daun yang membujur

Ujung daun membulat

Tidak memiliki ligule

Tumbuh di perairan dangkal dengan substrat berpasir dan berlumpur atau kadang-

kadang di terumbu karang

Page 45 of 92

Page 46: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Gambar 2. Thallasia hemprichii

III.2.3. Thallassodendron ciliatum

Akar berjumlah 1–5

Tebal akar mencapai 0,5–2 mm

Tebal rhizoma mencapai 5 mm

Rhizomanya sangat keras dan ‘berkayu’

Terdapat bekas-bekas goresan di antara rhizoma dan tunas

Tunas tegak dapat mencapai panjang 10–65 cm

Daun memiliki panjang 10–15 cm dan lebar 0,5–1,4 cm

Helaian daunnya lebar, pipih dan sering berwarna ungu pada tumbuhan yang masih

hidup

Daun-daunnya berbentuk sabit, dimana agak menyempit pada bagian pangkalnya

Ujung daun membulat seperti gigi

Memiliki tulang daun lebih dari 3

Terdapat 17–27 tulang-tulang daun yang membujur

Mempunyai ligule

Tumbuh di perairan dangkal dengan substrat berpasir dan berlumpur atau kadang-

kadang di terumbu karang

Page 46 of 92

Page 47: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Gambar 3. Thallassodendron ciliatum

III.2.4. Cymodocea rotundata

Memiliki rhizoma yang halus dan bersifat herbaceous

Tunas pendek dan tegak lurus pada setiap node

Tunas mempunyai 2–7 helai daun

Helaian daunnya berkembang dengan baik dan berwarna ungu muda

Helai daun sejajar sampai agak berbentuk kurva dan rata

Pada helai daun tersebut terdapat 7–15 tulang-tulang daun yang membujur

Panjang helai daun berkisar antara 7–15 cm dan lebar 2–4 mm

Jika helaian daun ini lepas atau gugur, maka akan meninggalkan bekas goresan yang

berbentuk sirkuler (bundar) pada tunasnya

Ujung daun halus (licin) membulat dan tumpul serta kadang-kadang tampak seperti

bentuk hati

Tepi daun seluruhnya samar-samar

Memiliki ligule

Tumbuh di perairan dangkal dengan substrat berpasir dan berlumpur atau kadang-

kadang di terumbu karang

Page 47 of 92

Page 48: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Gambar 4. Cymodocea rotundata

III.2.5. Cymodocea serulata

Memiliki rhizoma yang halus dan susunan rhizomanya bersifat herbaceous (sedikit

lebih kuat)

Tunas pendek dan tegak serta berakar serabut pada setiap node

Tiap-tiap tunas terdiri dari 2 – 5 helai daun

Helaian daunnya berbentuk segitiga yang lebar dan menyempit -pada bagian

pangkalnya

Helaian daun linier (sejajar) sampai agak berbentuk kurva

Panjang helai daun berkisar antara 6–15 cm dan lebar 4–9 cm

Pada helaian daun tersebut terdapat 13–17 tulang-tulang daun yang membujur

Jika helaian daunnya lepas atau gugur, maka akan meninggalkan bekas goresan yang

terbuka dan berbentuk sirkuler (bundar) pada tunasnya

Daunnya berwarna ungu pada tumbuhan yang masih hidup

Pada bagian pangkal daun menyempit dan ujung daun seperti gergaji

Tepi daun tampak jelas

Tumbuh di perairan dangkal dengan substrat berpasir dan berlumpur atau kadang-

kadang di terumbu karang

Page 48 of 92

Page 49: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Gambar 5. Cymodocea serulata

III.2.6. Syringodium isoetifolium

Akarnya serabut dan memiliki ruas-ruas pada tiap tegakan

Mempunyai Rhizoma tipis dan bersifat herbaceous

Pada setiap node terdapat tunas tegak yang terdiri dari 2–3 helai daun

Memiliki panjang daun berkisar antara 7–30 cm

Daun-daunnya pipih atau agak tipis dengan diameter 1–2 mm

Daun-daunnya menyempit pada bagian pangkal dan berangsur--angsur meruncing

pada ujung daun

Memiliki bentuk daun yang panjang dan kecil dengan bentuk silindris menyerupai

lidi

Ujung daun runcing dengan daun berwarna hijau

Tumbuh di perairan dangkal dengan substrat berpasir dan berlumpur atau

kadang-kadang dapat ditemui di kawasan terumbu karang

Page 49 of 92

Page 50: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Gambar 6. Syringodium isoetifolium

III.3. Ciri Khas Rumput Laut

III.3.1. Halimeda Micronesia

Spesifikasi : Pertumbuhan thalli kompak, menjalar tinggi mencapai 10 cm.

Percabangan utama trichotomus, segment lebar 7 mm, panjang 5 mm, berbentuk

subcuneate atau discoidal. Basal segment lebar 7 mm, panjang 5 mm, berbentuk

ginjal, kadang-kadang berbentuk silinder.

Sebaran : Tumbuh pada substrat karang batu menempel diantara sela-sela

karang hidup berlebihan. Keberadaannya di daerah tubir dengan kedalaman 5-50 m

terutama pantai berkarang dapat dijumpai di perairan laut Indonesia kawasan tengah

dan timur.

Potensi : Sebagai sumber karbonat di laut, belum dimanfaatkan.

III.3.2. Halimeda macroloba

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, diketahui bahwa Halimeda

macroloba termasuk dalam kelas Chlorophyta yang telah diamati memiliki ciri-ciri

thallusnya membentuk seperti rumpun, memiliki bentuk blade yang bercabang-cabang

dan bentuk bladenya adalah seperti kipas yang sedikit membulat. Panjang Halimeda

macroloba secara keseluruhan adalah 16 cm, panjang dan lebat setiap blade berbeda-

beda yaitu 1-1,5 cm. tekstur bladenya tebal dan sedikit licin dengan warna bladenya

adalah hijau terang.

Ciri – ciri Halimeda macroloba menurut (Sulisetjono, 2009 : 136) talusnya seperti

lembaran-lembaran, termasuk koloni parenkimatus, bersegmen daun tebal, bentuk

bladenya hampir seperti kipas, warna bladenya hijau pudar agak keputihan,

Page 50 of 92

Page 51: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

melekatkan diri pada substrat pada substrat dengan rhizoid, thalus berupa segmen

ringan, substansinya gelatinous.

Sisa kapur yang terakumulasi dari Halilmeda menetap secara khusus untuk membantu

pertumbuhan bertahap pada terumbu karang. Bukti dari pendapat ini datang dari studi

penggalian dasr dari karang atoll Funafuti, yang memperlihatkan bahwa 20 m pertama

dari sedimen terdiri dari 80-95% segmen-segmen Halimeda yang dikenali (Bold dan

Wynne,1985). Halimeda menghasilkan kerak kapur (CaCO), karenanya dapat

memberi sumbangan yang sangat berarti di daerah tropik. Sendi-sendi dari jenis

Halimeda ini tidak berkapur, karenanya lentur dan alga ini dapat bergerak-gerak

dalam air jika air bergerak. (Romimohtarto,2001 : 76)

Deskripsi dan ciri-ciri alga ini menurut (Tjitrosoepomo, 2005 : 112 ) bahwa alga ini

mempunyai bentuk lempengan yang saling sambung-menyambung, tersusun dari zat

kapur yang mengeras dan diselingi oleh calcareous (jaringan non kapur) yang

fleksibel. Antar lempengan dihubungkan oleh sendi yang tersusun oleh crystal

aragonite secara acak dan bergerombol. Thallus tertambat pada substrat pasir dengan

holdfast fibrous. Secara lebih spesifikasi, spesifikasi alga ini adalah pertumbuhan

thalli kompak kandungan karbonat tinggi, tinggi 7 cm. Percabangan utama

dichotomus atau trichotomus. Segmen berlekuk-lekuk lebar 29 mm. Panjang 15 mm.

Basal segmen lebar 21 mm dan panjang 20 mm. Holdfast lebar 17 mm dan panjang 15

mm.

Perbandingan antara pengamatan yang telah dilakukan pada Halimeda macroloba

dengan literature yang telah digunakan terdapat perbadaan, dimana pada pengamatan

menunjukkan bahwa warna bladenya adalah hijau terang yang tersebar merata,

sedangkan pada hasil dari literature (Taylor, 1960 : 87 ) dan (Tjitrosoepomo, 2005 :

112 ) disebutkan bahwa warna blade alga ini adaalah hijau keputihan. Sehingga

terjadi perbedaan antara hasil pengamatan dengan literature yang telah digunakan, hal

ini karena pada saat perendaman menggunakan larutan fiksasi dan tenbaga sulfat

semua spesies dari alga yang telah ditemukan dijadikan dalam suatu wadah tanpa

dipisah terlebih dahulu antara kelas Rhodophyta, Chlorophyta, maupun Paeophyta.

Sehingga karena tercampurnya semua jenis dari kelas alga yang berlainan tersebut

menyebabkan hampir dari semua alga berubah warnanya menjadi hijau, karena pada

hasil pengamatan juga alga hijau yang berjumlah banyak (dominan).

Page 51 of 92

Page 52: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Percabangan pada alga ini adalah dikotom atau trikotom. Cabang pada alga ini

berbatas dan membentuk rumpun, blade bulat seperti kipas dan melekat pada stipe

yang pendek. Bentukan alga yang telah diamati dengan literature telah sesuai, pada

alga ini memiliki holdfast yang digunakan untuk melekat pada substrat.

(Tjitrosoepomo, 2005 : 112), maka antara pengamatan dengan literatur telah sesuai.

Bahwa pada alga ini terdapat holdfast yang digunakan untuk melekatkan tubuhnya

pada substrat, terlihat pada saat pengamatan alga ini melekat pada substrat batu

karang sebagai substrat yang ditempelinya.

Habitat Halimeda macroloba menurut (Pelczar, 1993: 78 ) dapat ditemukan dapat

tumbuh di paparan terumbu karang, pada substrat pasir dengan kedalaman 2-30 m.

Keberadaanya berada di perairan laut, di kawasan Indonesia timur dan tengah.

Sedangkan dalam sebuah literature (Kuncoro,2004 : 81 ) disebutkan bahwa

persebarannya banyak dijumpai pada substrat pasir, pasir lumpuran dan pecahan

karang. Dipaparan pasir tumbuh berasosiasi dengan tumbuhan lamun. Keberadaan

jenis ini banyak dijumpai di perairan laut.

Sesuai dengan literature, alga yang telah diamati terdapat di pantai yang berzona

pasang surut. Alga ini juga melekat pada batu-batu karang. Alga ini terdapat pada

tepi-tepi pantai yang terbawa ombak. Sehingga, pengamatan dengan literature tersebut

adalah sesuai.

Manfaat dari Halimeda macroloba adalah memiliki kemampuan untuk menghasilkan

zat bioaktif untuk antifouling. Zat aktif yang dihasilkan untuk biofouling tersebut

dikenal dengan halimedatrial atau halimeda tetra asetat. Halimeda trial adalah

diterpenoid yang belum pernah terjadi tryale dehide, dikenal sebagai metabolit

sekunder yang utama dalam enam jenis ganggang yang mengandung zat kapur

halimeda. Di laboratorium bioassays, halimedatrial memiliki sifat toksik dan beracun

ke arah batu karang , ikan, dan mempunyai cytotoxix dan antimicrobial. Halimedatrial

yang disekresikan keluar dapat menghadirkan suatu proses metabolisme tertentu yang

menjadi sistem pertahanan pada berbagai jenis ganggang blaut terhadap musuh

alaminya (Roimil, 2001 :84 ).

III.3.3. Sargassum polycstum

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan diketahui panjang dari Sargassum

polycystum 9 cm dengan lebar 4cm. Holdfast memiliki tekstur yang keras dan kaku,

dengan panjang 1 cm. Stipe juga memiliki tekstur yang keras dan kaku seperti pada

holdfastnya. Panjang dari stipe ini adalah 2,5 cm. Sedangkan pada blade dan air

Page 52 of 92

Page 53: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

bladder teksturnya lebih lunak dibandingkan tekstur pada holdfast dan stipe

Sargassum polycystum. Panjang dari bladenya sekitar 1,5 cm dan air bladdernya

sekitar 1,5 cm.

Pada Sargassum polycystum talus berbentuk pita pada bagian tengah-tengahnya dan

diperkuat oleh suatu rusuk tengah. Terdapat air bladder yang berfungsi untuk

memungkinkan pada Sargassum polycystum terapung-apung bila terendam pada

waktu pasang.

Sargassum polycystum berwarna coklat. Mempunyai holdfast, stipe dan blade. Tubuh

Sargassum polycystum ini didominasi oleh warna coklat dengan bentuk talus silindris

atau gepeng. Tubuh utama bersifat diploid atau merupakan sporofit, yang mana talus

mempunyai cabang yang menyerupai tumbuhan angiospermae. Dengan bentuk agak

gepeng licin dan batang utama agak kasar. Sargassum polycystum memiliki air badder

yang berfungsi untuk mengapung jika terendam air pada saat air di daerah intertidal

pasang dan juga sebagai cadangan air saat terhempas ke tepi pantai (Sulisetjono,

2009).

Holdfast pada Sargassum polycystum keras dan kaku ketika dipegang. Begitu juga

tekstur pada stipenya. Akan tetapi, berbeda dengan bladenya. Apabila dipegang akan

terasa lebih lunak dan mudah untuk dipatahkan (Tjitrosoepomo, 1989).

Berdasarkan literatur dan hasil pengamatan yang telah dilakukan, apabila

dibandingkan terdapat kesamaan dari ciri-ciri morfologi dari Sargassum polycystum

ini. Warna talus Sargassum polycystum adalah coklat dan memiliki holdfast, stipe,

blade serta air bladder. Tekstur pada pada holdfast serta stipenya keras dan kaku.

Sedangkan pada blade dan air bladdernya cenderung lebih lunak.

Warna yang tampak pada Sargassum polycystum ini memang tidak coklat seperti

pertama kali ditemukan. Akn tetapi sedikit berubah menjadi hijau. Hal ini

dikarenakan Sargassum polycystum diberi perlakuan dengan larutan fiksatif dan

tembaga sulfat pada proses pengawetan.

Habitat dari Sargassum polycystum ini di zona pasang surut karena membutuhkan

cahaya matahari untuk berfotosintesis. ini di zona pasang surut karena membutuhkan

cahaya matahari untuk berfotosintesis. Pigmen fotosintesis yang dimiliki oleh divisi

Phaeophyta ini adalah klorofil a dan c. Dengan pigmen lain yang dimilikinya adalah

karoten serta xantofil. Cadangan makan pada Sargassum polycystum berupa laminarin

dan manihol. Sedangkan dinding sel pada spesies ini adalah selulosa, pectin serta

asam algin.

Page 53 of 92

Page 54: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Sulisetjono (2009) menyatakan, Phaeophyta hanya mempunyai satu kelas yaitu

Phaeophyceae. Phaeophyceae pada umumnya hidup di laut, hanya beberapa saja yang

hidup di air tawar. Kebanyakan Phaeophyceae hidup sebagai litofit, tetapi beberapa

jenis dapat sebagai epifit atau endofit pada tumbuhan lain atau alga makroskopik lain.

Sargasum polycystum bereproduksi secara vegetative, sporik dan gametik. Reproduksi

vegetative umumnya dilakukan ragmentasi talus. Secara sporik dengan zoozpora atau

aplanospora yang masing-masing tidak berdinding. Zoozpora dibentuk dalam

sporangium bersel tunggal atau bersel banyak. Sedangkan reproduksi gametik

dilakukan secar isogami, anisogami dan oogami (Sulisetjono, 2009)

Manfaat Sargassum polycystum adalah sebagai produsen pada habitatnya. Dapat juga

dimanfaatkan sebagai bahan ekstraksi alginat. Manfaat lainnya belum diketahui.

Alginat merupakan polimer organic yang tersusun dari dua unit monomer yaitu L-

asam guluronat dan D-asam manuronate.

III.3.4. Gracilaria solicornia

Thalli terdiri dari padat, rapuh, silinder untuk cabang dikompresi, 2 – 5 mm diameter.

Sumbu 3-18 cm dan 1,5 mm luas, dengan cabang-cabang biasanya tidak teratur diatur.

Kedua sumbu dan cabang-cabang secara teratur atau tidak teratur terbatas atau terus-

menerus, dengan kedua kondisi yang terjadi pada tanaman yang sama atau tanaman

tetangga. Tanaman sering bersujud dan tumpang tindih, dengan cabang-cabang lateral

di sepanjang substrat, tersebar di tikar sampai 30 cm atau lebih luas, dengan batu dan

kerikil antar cabang, atau tegak dengan lampiran diskoid mencolok sekunder

pegangan erat dan sesekali. Gracilaria sangat bervariasi di perairan Hawaii. Meskipun

biasanya silinder, cabang-cabang sering ditemukan diratakan, dan kadang-kadang

tanaman yang dikompresi seluruhFitur Struktural Cortex berlapis 1-2, 4-6 oleh sel 10-

12 mm, sel-sel rambut basal umum; sel meduler relatif kecil (. Gracilaria sp lain)

Tertrasporangia tersebar di atas permukaan, 16-20 40-45 mm dengan. Spermatangia

dalam lubang. Cystocarps bulat, terbatas di dasar, 1,4-1,8 mm diameter, dengan

sedikit banyak nutrisi sel tubular; sel pericarp dalam baris-baris Anticlinal oval yang

relatif lurus ke sel-sel bulat.

Page 54 of 92

Page 55: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

III.3.5. Caulerpa racemosa

Menurut kadi dan atmaja dalam Sedjati (1999), ciri-ciri umum dari Genus Caulerpa

adalah :

Thallus utama tumbuh menjalar;

Ruas batang utama ditumbuhi akar yang menyerupai akar serabut

Bentuk percabangan seperti bentuk daun yang beragam menyerupai daun tunggal,

bundar (anggur, daun pakis, daun kelapa, daun ketela pohon).

Caulerpa racemosa memiliki ciri-ciri khusus yaitu tanaman dapat tumbuh mencapai

ketinggian 8,5 cm, cabang yang berdiri memiliki bentuk daun seperti anggur, warna

thallus hijau, bentuknya tubular , dan terdapat bintil-bintil kecil, hidup sebagai bentos

(melekat pada batu) pada perairan dangkal.

Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan. Spesies ini merupakan spesies dari

kelas chlorophyceae. Dengan nama spesies Caulerpa racemosa. Dengan cirri-ciri

sebagai berikut : wanra thallus hijau, bentuknya tubular , dan tedapat bintil-bintil

kecil, hidup sebagai bentos (melekat pada batu) pada perairan dangkal.

Caulerpa racemosa termasuk ke dalam algae hijau (Chlorophyceae). Bentuk tubuh

dari spesies ini adalah senositik. Alga jenis ini memiliki bentuk tubuh yang sangat

spesifik karena menyerupai segerombolan buah anggur yang tumbuh pada tangkainya.

Spesies mempunyai cabang utama yang berupa axis/stolon sehingga dimasukkan

sebagai bangsa siphonales (stolon berbentuk seperti pipa). Holdfast yang terdapat

menyebar di seluruh axis berfungsi untuk melekat pada substrat. Alga ini terdiri dari

banyak spesies yang umumnya banyak dijumpai pada pantai yang memiliki rataan

terumbu karang. Spesies ini tumbuh pada substrat karang mati, pasir yang berlumpur

dan lumpur. Kebanyakan jenis ini tidak tahan terhadap kondisi kering, oleh karena itu

tumbuh pada saat surut terendah yang masih tergenang air (Aslan, 1991).

Page 55 of 92

Page 56: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Caulerpa remosa adalah salah satu rumput laut hijau yang tumbuh secara alami di

perairan Indonesia. Caulerpa racemosa ditemukan tumbuh pada substrat koral atau

pada substrat pasir-pecahan karang. Caulerpa racemosa bersifat edible atau dapat

dikonsumsi oleh manusia. Di Indonesia Caulerpa racemosa telah dimanfaatkan

sebagai sayuran segar atau lalap, namun konsumennya masih terbatas pada keluarga

nelayan atau masyarakat pesisir (Novaczek.2001).

III.3.6. Galaxura rugosa

Galaxaura rugosa mempunyai ciri-ciri  morfologi antara lain : thallus lebat, kaku,

kompak, membentuk gundukan hemispherical, tinggi talus  5-7 (-12) cm, warna talus

gelap merah-coklat, percabang dikotomis. Cabang berbentuk  silinder, dengan

diameter 5-1,5 (-3) mm, mempunyai  Holdfast untuk menempel pada substrat.  

Substrat yang dapat digunakan sebagai tempat melekat adalah pasir, batuan karang,

coral mati, tanaman lain, dan mungkin benda-benda padat yang kebetulan tenggelam di

dalam laut. Alga melekatkan dirinya pada substrat dengan perantaraan organnya yang

disebut dengan holdfast. Berbeda dengan tumbuhan darat, alga tidak memerlukan

struktur jaringan untuk menyokong tegaknya tubuh dalam air. Hal ini dimungkinkan

karena air telah menyediakan daya apung yang membuat bagian-bagian tubuh alga

dapat terangkat ke atas di dalam kolom air. Disamping itu, pada spesies alga tertentu

ditemukan struktur organ menyerupai bola-bola kecil yang dapat menyerap udara dan

berperan sebagai pelampung, sehingga bagian-bagian tubuh alga tersebut dapat

Page 56 of 92

Page 57: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

terangkat ke atas untuk memaksimalkan penyerapan cahaya (Sze, 1993, Bold dan

Wynne, 1985 dalam Jelantik, 2003).

Galaxaura terdiri dari empat jenis, yakni G. kjelmanii, G. subfruticulosa, G.

subverticillata, dan G. rugosa. Mereka tumbuh melekat pada substrat batu di rerataan

terumbu. Rhodophyta memiliki thallus yang bersel banyak (multiseluler), hanya

beberapa jenis yang bersel tunggal. Thallus mempunyai bentuk yang beranekaragam.

Sel memiliki plastida yang mengandung klorofil a, d, dan pigmen fotosintetik lainnya

yaitu xantofil, fikobiliprotein (fikoeritrin dan fikosianin). Jjumlah kedua pigmen ini

sangat banyak sehingga menutupi klorofil dan menyebabkan ganggang ini berwarna

merah. Semua pigmen berada dalam tilakoid kecuali fikobiliprotein yang terdapat pada

bagian permukaan. Pigmen-pigmen ini dapat mengabsorpsi cahaya energi matahari

yang kemudian cahaya itu ditransfer ke klorofil a, sehingga adanya pigmen ini

mempunyai pengaruh langsung dalam proses fotosintesis (Gupta, 1981 dalam Dewi

2006).

Cadangan makanan berupa tepung floridae, yaitu suatu karbohidrat dalam bentuk

butiran-butiran kecil yang tersimpan dalam sitoplasma dan di luar plastid. Pada

beberapa alga juga terdapat gula floridasida galaktosida dan gliserol.

Dinding sel terdiri dari selulosa dan polisakarida yang menyerupai lender. Polisakarida

ini adalah agar dan keragenan yang menyusun 70% dari berat kering dinding sel.

Komponen dinding sel ini sangat menarik dan memiliki nilai komersiil yang sangat

tinggi sebagai bahan stabilizer.

Reproduksi pada jenis primitif secara aseksual, yaitu dengan cara membelah sel atau

dengan spora, sedangkan reproduksi seksualnya belum banyak diketahui. Pada jenis-

jenis yang lebih maju umumnya terdapat reproduksi aseksual dan seksual (Gupta, 1981

dalam Dewi 2006). Sel kelamin jantan dari alga ini tidak berflagel yang disebut

spermatium. Spermatium ini secara pasif terbawa oleh arus air, kemudian melekat pada

alat kelamin betina (karpogonium). Setelah itu inti dari masing-masing sel kelamin

bersatu dan membentuk zigot.

III.3.7. Achantopora muscoides

Achantopora spcifora memiliki cirri-ciri morfologi diantaranya : Thallus silindris,

percabangan bebas, tegak, terdapat duri-duri pendek sekitar thallus yang merupakan

karakteristik jenis ini. Substansi cartilaginous, warna coklat tua atau kekuning-

kuningan. Mempunyai holdfast utuk menempel pada substrat. Rumpun lebat dengan

Page 57 of 92

Page 58: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

percabangan ke segala arah umbuh pada substrat batu atau substrat keras lainnya, dapat

bersifat epifit.  

Alga melekatkan dirinya pada substrat dengan perantaraan organnya yang disebut

dengan holdfast. Berbeda dengan tumbuhan darat, alga tidak memerlukan struktur

jaringan untuk menyokong tegaknya tubuh dalam air. Hal ini dimungkinkan karena air

telah menyediakan daya apung yang membuat bagian-bagian tubuh alga dapat

terangkat ke atas di dalam kolom air. Disamping itu, pada spesies alga tertentu

ditemukan struktur organ menyerupai bola-bola kecil yang dapat menyerap udara dan

berperan sebagai pelampung, sehingga bagian-bagian tubuh alga tersebut dapat

terangkat ke atas untuk memaksimalkan penyerapan cahaya (Sze, 1993, Bold dan

Wynne, 1985 dalam Jelantik, 2003).

Acanthophora terdiri dari dua jenis yang tercatat, yakni A. spicipera dan A. muscoides.

Alga ini hidup menempel pada batu atau benda keras lainnya. Jenis yang pertama

sebarannya di Indonesia sangat luas sedangkan yang kedua sebarannya kurang meluas

dan terdapat di tempat tertentu. Sel memiliki plastida yang mengandung klorofil a, d,

dan pigmen fotosintetik lainnya yaitu xantofil, fikobiliprotein (fikoeritrin dan

fikosianin). Jjumlah kedua pigmen ini sangat banyak sehingga menutupi klorofil dan

menyebabkan ganggang ini berwarna merah. Semua pigmen berada dalam tilakoid

kecuali fikobiliprotein yang terdapat pada bagian permukaan. Pigmen-pigmen ini dapat

mengabsorpsi cahaya energi matahari yang kemudian cahaya itu ditransfer ke klorofil

a, sehingga adanya pigmen ini mempunyai pengaruh langsung dalam proses fotosintesis

(Gupta, 1981 dalam Dewi 2006).

Cadangan makanan berupa tepung floridae, yaitu suatu karbohidrat dalam bentuk

butiran-butiran kecil yang tersimpan dalam sitoplasma dan di luar plastid. Pada

beberapa alga juga terdapat gula floridasida galaktosida dan gliserol.

Dinding sel terdiri dari selulosa dan polisakarida yang menyerupai lender. Polisakarida

ini adalah agar dan keragenan yang menyusun 70% dari berat kering dinding sel.

Komponen dinding sel ini sangat menarik dan memiliki nilai komersiil yang sangat

tinggi sebagai bahan stabilizer.

Reproduksi pada jenis primitif secara aseksual, yaitu dengan cara membelah sel atau

dengan spora, sedangkan reproduksi seksualnya belum banyak diketahui. Pada jenis-

jenis yang lebih maju umumnya terdapat reproduksi aseksual dan seksual (Gupta, 1981

dalam Dewi 2006). Sel kelamin jantan dari alga ini tidak berflagel yang disebut

spermatium. Spermatium ini secara pasif terbawa oleh arus air, kemudian melekat pada

Page 58 of 92

Page 59: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

alat kelamin betina (karpogonium). Setelah itu inti dari masing-masing sel kelamin

bersatu dan membentuk zigot.

III.3.8. Udotea sp

Udotea  adalah sala satu alga hijau yang termasuk dalam ordo Bryopsidales dengan 

genus Udotea. Ganggang ini ditemukan di dasar perairan laut dan menempel di dasar,

Penampakan alga ini hampir mirip dengan Halimeda hanya mempunyai thalli yang

lebih tipis berbentuk lembaran dan tidak membentuk segmen-segmen yang jelas.

Bentuknya menyerupai kipas yang berlipat-lipat berwarna hijau pada bagian

permukaan (Ali, 2010).

Udotea merupakan golongan divisi Chlorophyta atau Alga hijau yang  merupakan

kelompok terbesar dari vegetasi algae. Algae hijau berbeda dengan devisi lainnya

karena memiliki warna hijau yang jelas seperti tumbuhan tingkat tnggi karena

mengandung pigmen klorofil a dan klorofil b lebih dominan dibandingkan karoten

dan xantofit (Sulisetjono,2009:65).

Udotea  memiliki beberapa karakteristik yaitu talusnya berbentuk kipas, sedang

kalsifikasi, soliter dengan porsi melampirkan pendek tebal memperluas segera

menjadi pisau datar berbentuk tali, sering lobed, sangat zonate, dibedakan ke dalam

zona terang dan gelap, fleksibel, baik kalsifikasi, melekat pada dasar melalui suatu

memanjang , bulat, massa akar. Luas tidak teratur terbagi menjadi beberapa segmen.

Daun yang terdiri internal filamen pluriseriate, sangat tegas koheren ke dalam korteks

perusahaan. Pada filamen padat bercabang, dengan berbagai teratur ditempatkan

pedicellate pelengkap lateral, padat dan fasciculanya  bercabang dan terminating di

truncate atau apieces dactyline. Blade sifon konstriksi atas dikotomi tidak ada atau

sedikit jarang simetris; pelengkap lateral yang tidak teratur spasi, panjang bertangkai,

bercabang dikotom, Apeks ramai, pendek, bulat.

Habitat dari makroalga hijau ini adalah di air laut, biasanya di zona pasang surut yang

berdasar pasir bercampur Lumpur. Sering tumbuh dibawah kanopi padang lamun.

Sebaran. Asli sebagai alge tropis. Banyak ditemukan di perairan Kepulauan

Nusantara. Tumbuh di daerah terumbu karang umumnya.

Cadangan makanan pada ganggang hijau berupa amilum, tersusun sebagai rantai

glukosa tidak bercabang yaitu amilose dan rantai yang bercabang yaitu amilopektin

seringkali amilum terbentuk dalam granula bersama dengan bahan protein dalam

plastida disebut pirenoid (Tjitrosoepomo,2009 :55).

Page 59 of 92

Page 60: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Dalam pemanfaatan secara ekonomis Udotea masih sangat minim,atau bahkan belum

dimanfaatkan. Bila ditinjau secara biologi, alga merupakan kelompok tumbuhan yang

berklorofil yang terdiri dari satu atau banyak sel dan berbentuk koloni. Di dalam alga

terkandung bahan-bahan organik seperti polisakarida, hormon, vitamin, mineral, dan

juga senyawa bioaktif. Sejauh ini pemanfaatan alga sebagai komoditi perdagangan

atau bahan baku industri masih relatif kecil jika dibandingkan dengan

keanekaragaman jenis alga yang ada di Indonesia. Padahal komponen kimiawi yang

terdapat dalam alga sangat bermanfaat bagi bahan baku industri makanan, kosmetik,

farmasi dan lain-lain (Ali,2010).

III.3.9. Caulerpa sp

Caulerpa sp termasuk dalam ganggang hijau yang berhabitat di air laut, melekat pada

batu karang dengan rizoid. Termasuk dalam clasis chlorophyceae karena tubuh berupa

sel tunggal soliter atau berkoloni. Yang bersel banyak seperti filament. Mengandung

klorofil a, klorofil b, serta karotenoid. Termasuk dalam ordo Shiponales karena

bentuknya bermacam-macam. Thalusnya tidak mempunyai dinding pemisah

melintang sehingga dinding selnya menyelubungi massa plasma yang mengandung

banyak inti dan kloroplas. Termasuk family Caulerpaceae karena thalus bagian atas

menyerupai daun dan besarnya beberapa dm. berguna untuk asimilas. Bagian bawah

merupakan sumbu merayap terdapat leukoamiloplas dan rizoid. Perkembangbiakan

seksual dengan anisogami. Seluruh tubuh jantan dan betina mengeluarkan gamet dan

akhirnya mati.

Page 60 of 92

Page 61: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

III. DISTRIBUSI MANGROVE, LAMUN, DAN RUMPUT LAUT

III.1. Distribusi Mangrove

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh

beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah

pasang-surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah

intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air, dan terlindung dari

gelombang besar dan arus pasang-surut yang kuat. Karena itu hutan mangrove banyak

ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang

terlindung. Mangrove terdistribusi dengan baik di daerah pantai tropis yaitu antara

32° LU hingga 38° LS meliputi wilayah Afrika, Asia, Australia, dan Amerika. Pada

daerah subtropis mangrove sebenarnya juga masih dapat dijumpai namun menurun

kelimpahan jenisnya seiring dengan bertambahnya derajat lintang (Tomlinson, 1994;

Hogarth, 2007). Indonesia adalah negara yang mempunyai ekosistem hutan mangrove

terluas di dunia dengan luas sekitar 3,8 juta ha, diikuti Brazil, Australia, Nigeria dan

Page 61 of 92

Page 62: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Mexico. Indonesia memiliki sekitar 40 % dari total hutan mangrove di dunia, dan dari

jumlah itu sekitar 75 % berada di Papua (http:/ferthobhades.wordpress.com).

Selanjutnya, Nontji (1993) dalam Giesen et al. (2007), mengatakan daerah yang luas

akan hutan mangrove diantaranya terdapat di pesisir Timur Sumatra, pesisir

Kalimantan, dan pesisir selatan Irian Jaya. Tahun 1980 jumlah hutan mangrove di

Indonesia sekitar 4,25 juta ha, tetapi pada tahun 2000 telah mengalami penurunan

menjadi 3 juta ha.

Peta Persebaran Mangrove di Indonesia

Menurut Macnae (1966), distribusi mangrove dan zonasinya merupakan interaksi

antara :

Frekuensi pasang surut

Salinitas air tanah

Kandungan air tanah

Pada Chapman (1976) : faktor yang paling penting adalah jumlah hari tanpa

penggenangan pasut , dan Jonstone and Frodin (1982) menganalisis lebih jauh bahwa

zonasi dan penggenangan tergantung dari :

Penggenangan dan ketinggian kolom air

Gelombang

Drainase

Salinitas/pengaruh air tawar

Substrat

Interaksi Biota dan biotik

Menurut Bangen (1999), Jenis-jenis bakau (Rhizophora spp.) biasanya tumbuh di

bagian terluar yang kerap digempur ombak. Bakau Rhizophora apiculata dan R.

mucronata tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan bakau R. stylosa dan perepat

(Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir berlumpur. Pada bagian laut yang lebih tenang

hidup api-api hitam (Avicennia alba) di zona terluar atau zona pionir ini. Pada bagian

lebih ke dalam, yang masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran bakau

R. mucronata dengan jenis-jenis kendeka (Bruguiera spp.), kaboa (Aegiceras

corniculata) dan lain-lain. Sedangkan di dekat tepi sungai, yang lebih tawar airnya,

biasa ditemui nipah (Nypa fruticans), pidada (Sonneratia caseolaris) dan bintaro

(Cerbera spp.). Pada bagian yang lebih kering di pedalaman hutan didapatkan nirih

Page 62 of 92

Page 63: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

(Xylocarpus spp.), teruntum (Lumnitzera racemosa), dungun (Heritiera littoralis) dan

kayu buta-buta (Excoecaria agallocha).

Hutan mangrove juga dapat dibagi menjadi zonasi-zonasi berdasarkan jenis vegetasi

yang dominan, mulai dari arah laut ke darat sebagai berikut:

1. Zona Avicennia, terletak paling luar dari hutan yang berhadapan langsung dengan

laut. Zona ini umumnya memiliki substrat lumpur lembek dan kadar salinitas tinggi.

Zona ini merupakan zona factor karena jenis tumbuhan yang ada memilliki perakaran

yang kuat untuk menahan pukulan gelombang, serta mampu membantu dalam proses

penimbunan sedimen.

2. Zona Rhizophora, terletak di belakang zona Avicennia. Substratnya masih berupa

lumpur lunak, namun kadar salinitasnya agak rendah. Mangrove pada zona ini masih

tergenang pada saat air pasang.

3. Zona Bruguiera, terletak di balakang zona Rhizophora dan memiliki substrat tanah

berlumpur keras. Zona ini hanya terendam pada saat air pasang tertinggi atau 2 kali

dalam sebulan.

4. Zona Nypa, merupakan zona yang paling belakang dan berbatasan dengan daratan.

Bengen (1999) menyatakan bahwa zonasi mangrove Indonesia dari laut ke darat pada

umumnya;

1. Daerah paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi

Avicennia sp. Biasanya berasosiasi dengan Sonneratia sp. yang bisa tumbuh pada

lumpur dalam yang kaya bahan-bahan.

2. Lebih actor darat, umumnya didominasi Rhizophora. Selain itu juga dijumpai

Bruguiera dan Xylocarpus.

3. Zona yang didominasi Bruguiera.

4. Zona transisi antara mangrove dengan hutan dataran rendah yang biasanya ditumbuhi

oleh Nypa fruticans dan pandan laut (Pandanus sp.)

Noor et.al., (2006) menyatakan bahwa zona mangrove bila dikaitan dengan pasang

surut terbagi sebagai berikut:

1. Areal yang selalu digenangi air walaupun saat pasang terendah. Didominasi

Avicennia dan Sonneratia.

2. Areal yang digenangi oleh pasang sedang. Dominasi Rhizophora.

3. Areal yang digenangi hanya pada saat pasang tinggi, areal ini lebih ke daratan.

Umumnya didominasi oleh Bruguiera dan Xylocarpus. Areal yang digenangi hanya

Page 63 of 92

Page 64: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

pada saat pasang tertinggi (hanya beberapa hari dalam sebulan). Didominasi B.

sexangula dan L. littorea.

Penyebaran hutan mangrove ditentukan oleh berbagai faktor lingkungan, salah satu

diantaranya adalah salinitas. Berdasarkan salinitas kita mengenal zonasi hutan

mangrove sebagai berikut (De Haan dalam Russell & Yonge, 1968):

Zona air payau hingga air laut dengan salinitas pada waktu terendam air pasang

berkisar antara 10 – 30 0/00 :

1. (A1) Area yang terendam sekali atau dua kali sehari selama 20 hari dalam sebulan:

hanya Rhizophora mucronatayang masih dapat tumbuh.

2. (A2) Area yang terendam 10 – 19 kali per bulan: ditemukan Avicennia (A. alba, A.

marina), Sonneratia griffithii dan dominan Rhizophora sp.

3. (A3) Area yang terendam kurang dari sembilan kali setiap bulan: ditemukan

Rhizophora sp., Bruguiera sp.

4. (A4) Area yang terendam hanya beberapa hari dalam setahun: Bruguiera

gymnorhizadominan, dan Rhizophora apiculata masih dapat hidup

(B) Zona air tawar hingga air payau, dimana salinitas berkisar antara 0 – 10 0/00 :

1. (B1) Area yang kurang lebih masih dibawah pengaruh pasang surut: asosiasi Nypa.

2. Area yang terendam secara musiman: Hibiscus dominan.

Salah satu tipe zonasi hutan mangrove

di Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Daerah yang paling dekat dengan laut sering ditumbuhi Avicennia dan Sonneratia.

Sonneratia biasa tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.

2. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora sp. Di

zona ini juga dijumpai Bruguiera dan Xylocarpus.

Page 64 of 92

Page 65: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

3. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp. Selanjutnya terdapat zona transisi

antara hutan mangrove dan hutan dataran rendah yang biasanya ditumbuhi oleh nipah

(Nypa fruticans), dan pandan laut (Pandanus spp.).

Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan  mangrove di suatu

lokasi adalah :

1. Fisiografi pantai (topografi)

Fisiografi pantai dapat mempengaruhi komposisi, distribusi spesies dan lebar hutan

mangrove. Pada pantai yang landai, komposisi ekosistem mangrove lebih beragam

jika dibandingkan dengan pantai yang terjal. Hal ini disebabkan karena pantai landai

menyediakan ruang yang lebih luas untuk tumbuhnya mangrove sehingga distribusi

spesies menjadi semakin luas dan lebar. Pada pantai yang terjal komposisi, distribusi

dan lebar hutan mangrove lebih kecil karena kontur yang terjal menyulitkan pohon

mangrove untuk tumbuh.

2. Pasang (lama, durasi, rentang)

Pasang yang terjadi di kawasan mangrove sangat menentukan zonasi tumbuhan dan

komunitas hewan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove. Secara rinci

pengaruh pasang terhadap pertumbuhan mangrove dijelaskan sebagai berikut:

Lama pasang :

a. Lama terjadinya pasang di kawasan mangrove dapat mempengaruhi perubahan

salinitas air dimana salinitas akan meningkat pada saat pasang dan sebaliknya akan

menurun pada saat air laut surut

b. Perubahan salinitas yang terjadi sebagai akibat lama terjadinya pasang merupakan

faktor pembatas yang mempengaruhi distribusi spesies secara horizontal.

c. Perpindahan massa air antara air tawar dengan air laut mempengaruhi distribusi

vertikal organisme

Durasi pasang :

a. Struktur dan kesuburan mangrove di suatu kawasan yang memiliki jenis pasang

diurnal, semi diurnal, dan campuran akan berbeda.

b. Komposisi spesies dan distribusi areal yang digenangi berbeda menurut durasi pasang

atau frekuensi penggenangan. Misalnya : penggenagan sepanjang waktu maka jenis

yang dominan adalah Rhizophora mucronata dan jenis Bruguiera serta Xylocarpus

kadang-kadang ada.

Rentang pasang (tinggi pasang):

Page 65 of 92

Page 66: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

a. Akar tunjang yang dimiliki Rhizophora mucronata menjadi lebih tinggi pada lokasi

yang memiliki pasang yang tinggi dan sebaliknya

b. Pneumatophora Sonneratia sp menjadi lebih kuat dan panjang pada lokasi yang

memiliki pasang yang tinggi.

3. Gelombang dan arus  

a. Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem mangrove. Pada

lokasi-lokasi yang memiliki gelombang dan arus yang cukup besar biasanya hutan

mangrove mengalami abrasi sehingga terjadi pengurangan luasan hutan.

b. Gelombang dan arus juga berpengaruh langsung terhadap distribusi spesies misalnya

buah atau semai Rhizophora terbawa gelombang dan arus sampai menemukan

substrat yang sesuai untuk menancap dan akhirnya tumbuh.

c. Gelombang dan arus berpengaruh tidak langsung terhadap sedimentasi pantai dan

pembentukan padatan-padatan pasir di muara sungai. Terjadinya sedimentasi dan

padatan-padatan pasir ini merupakan substrat yang baik untuk menunjang

pertumbuhan mangrove

d. Gelombang dan arus mempengaruhi daya tahan organisme akuatik melalui

transportasi nutrien-nutrien penting dari mangrove ke laut. Nutrien-nutrien yang

berasal dari hasil dekomposisi serasah maupun yang berasal dari runoff daratan dan

terjebak di hutan mangrove akan terbawa oleh arus dan gelombang ke laut pada saat

surut.

4. Iklim (cahaya,curah hujan, suhu, angin)

Mempengaruhi perkembangan tumbuhan dan perubahan faktor fisik (substrat dan air).

Pengaruh iklim terhadap pertimbuhan mangrove melalui cahaya, curah hujan, suhu,

dan angin. Penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

a. Cahaya berpengaruh terhadap proses fotosintesis, respirasi, fisiologi, dan struktur fisik

mangrove. berpengaruh terhadap perbungaan dan germinasi dimana tumbuhan yang

berada di luar kelompok (gerombol) akan menghasilkan lebih banyak bunga karena

mendapat sinar matahari lebih banyak daripada tumbuhan yang berada di dalam

gerombol.

b. Intensitas, kualitas, lama (mangrove adalah tumbuhan long day plants yang

membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi sehingga sesuai untuk hidup di daerah

tropis) pencahayaan mempengaruhi pertumbuhan mangrove

c. Laju pertumbuhan tahunan mangrove yang berada di bawah naungan sinar matahari

lebih kecil dan sedangkan laju kematian adalah sebaliknya

Page 66 of 92

Page 67: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

d. Curah hujan

Jumlah, lama, dan distribusi hujan mempengaruhi perkembangan tumbuhan mangrove

Curah hujan yang terjadi mempengaruhi kondisi udara, suhu air, salinitas air dan

tanah

Curah hujan optimum pada suatu lokasi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan

mangrove adalah yang berada pada kisaran 1500-3000 mm/tahun

e. Suhu

Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi)

Produksi daun baru Avicennia marina terjadi pada suhu 18-20C dan jika suhu lebih

tinggi maka produksi menjadi berkurang

Rhizophora stylosa, Ceriops, Excocaria, Lumnitzera tumbuh optimal pada suhu 26-

28C

Bruguiera tumbuah optimal pada suhu 27C, dan Xylocarpus tumbuh optimal pada

suhu 21-26C

f. Angin

Angin mempengaruhi terjadinya gelombang dan arus

Angin merupakan agen polinasi dan diseminasi biji sehingga membantu terjadinya

proses reproduksi tumbuhan mangrove 

5. Salinitas

a. Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar antara 10-30 ppt

b. Salinitas secara langsung dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan zonasi

mangrove, hal ini terkait dengan frekuensi penggenangan

c. Salinitas air akan meningkat jika pada siang hari cuaca panas dan dalam keadaan

pasang

d. Salinitas air tanah lebih rendah dari salinitas air

6. Oksigen terlarut

a. Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi serasah karena bakteri dan

fungsi yang bertindak sebagai dekomposer membutuhkan oksigen untuk

kehidupannya.

b. Oksigen terlarut juga penting dalam proses respirasi dan fotosintesis 3.    Oksigen

terlarut berada dalam kondisi tertinggi pada siang hari dan kondisi terendah pada

malam hari

7. Tanah

Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan mangrove

Page 67 of 92

Page 68: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

a. Rhizophora mucronata dapat tumbuh baik pada substrat yang dalam/tebal dan

berlumpur

b. Avicennia marina dan Bruguiera hidup pada tanah lumpur berpasir

c. Tekstur dan konsentrasi ion mempunyai susunan jenis dan kerapatan tegakan

Misalnya jika komposisi substrat lebih banyak liat (clay) dan debu (silt) maka tegakan

menjadi lebih rapat

d. Konsentrasi kation Na>Mg>Ca atau K akan membentuk konfigurasi hutan

Avicennia/Sonneratia/Rhizophora/Bruguiera

e. Mg>Ca>Na atau K yang ada adalah Nipah

f. Ca>Mg, Na atau K yang ada adalah Melauleuca

8. Hara

Unsur hara yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri dari hara inorganik dan

organik.

a. Inorganik : P, K, Ca, Mg, Na

b. Organik : Allochtonous dan Autochtonous (fitoplankton, bakteri, alga)

III.2. Distribusi Lamun

Mukai (1993) mengatakan bahwa pola penyebaran modern dari lamun dibarat Pasifik

merupakan fungsi dari arus laut dan jarak dari pusat asal usul (Malesia). Datanya

menjelaskan bahwa jika mengikuti arus laut utama yang berasal dari pusat asal usul

(Malesia) dengan keanekaragaman lamun tinggi, maka akan terjadi penurunan

keanekaragaman lamun secara progresif kearah tepi (Jepang, Selatan Quensland, Fiji)

yang memiliki lebih sedikit jenis lamun tropis. Yang perlu dicermati bahwa distribusi

lamun sepanjang utara-mengalirnya Kuroshio dan selatan-aliran timur arus Australia

juga merefleksikan gradient lintang. Hal lainnya adalah penyebaran lamun sepanjang

Gradient ini juga dipengaruhi oleh temperatur.

Di Indonesia ditemukan jumlah jenis lamun yang relatif lebih rendah dibandingkan

Filipina, yaitu sebanyak 12 jenis dari 7 marga. Namun demikian terdapat dua jenis

lamun yang diduga ada di Indonesia namun belum dilaporkan yaitu Halophila beccarii

dan Ruppia maritime* (Kiswara 1997). Dari beberapa jenis yang ada di Indonesia,

terdapat jenis lamun kayu (Thalassodendron ciliatum) yang penyebarannya sangat

terbatas dan terutama di wilayah timur perairan Indonesia, kecuali juga ditemukan di

daerah terumbu tepi di kepulauan Riau (Tomascik et al 1997). Jenis-jenis lamun

tersebut membentuk padang lamun baik yang bersifat padang lamun monospesifik

Page 68 of 92

Page 69: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

maupun padang lamun campuran yang luasnya diperkirakan mencapai 30.000 km2

(Nienhuis 1993).

Lamun secara internasional dikenal sebagai seagrass merupakan tumbuhan tingkat

tinggi dan berbunga (angiospermae) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup

terbenam di dalam laut. Keberadaan bunga dan buah ini adalah faktor utama yang

membedakan lamun dengan jenis tumbuhan lainnya yang hidup terbenam dalam laut

lainnya, seperti rumput laut (seaweed).

Lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas di dasar laut yang masih dapat

dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun hidup

di perairan yang dangkal dan jernih, dengan sirkulasi air yang baik. Air yang

bersirkulasi diperlukan untuk menghantarkan zat-zat hara dan oksigen, serta

mengangkut hasil metabolisme lamun ke luar daerah padang lamun.

Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 60 jenis lamun, yang terdiri atas 2

suku dan 12 marga (Kuo dan Mccomb 1989), dimana di Indonesia ditemukan sekitar

13 jenis yang terdiri atas 2 suku dan 7 marga. Mereka hidup dan berkembang baik

pada lingkungan perairan laut dangkal, muara sungai, daerah pesisir yang selalu

mendapat genangan air atau terbuka ketika saat air surut. Tempat tumbuhnya adalah

dasar pasir, pasir berlumpur, lumpur dan kerikil karang bahkan ada jenis lamun yang

mampu hidup pada dasar batu karang. Habitat tempat hidup lamun adalah perairan

dangkal agak berpasir dan sering juga dijumpai di terumbu karang.

Berdasarkan genangan air dan kedalam, sebaran lamun secara vertikal dapat

dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu (Kiswara 1997) :

1. Jenis lamun yang tumbuh di daerah dangkal dan selalu terbuka saat air surut yang

mencapai kedalaman kurang dari 1 meter saat surut terendah.

Contoh: Halodule pinifola, Halodule uninervis, Halophila minor/ovata, Halophila

ovalis, Thalassia hemprichii, Cymodoceae rotundata, Cymodoceae serrulata,

Syringodinium isotifolium dan Enhalus acaroides.

2. Jenis lamun yang tumbuh di daerah kedalaman sedang atau daerah pasang surut

dengan kedalaman perairan berkisar antara 1-5 meter. Contoh: Halodule uninervis,

Halophila ovalis, Thalassia hemprichii, Cymodoceae rotundata, Cymodoceae

serrulata, Syringodinium isotifolium, Enhalus acaroides dan Thalassodendron

ciliatum.

Page 69 of 92

Page 70: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

3. Jenis lamun yang tumbuh pada perairan dalam dengan kedalaman mulai 5-35 meter.

Contoh: Halophila ovalis, Halophila decipiens, Halophila spinulosa, Thalassia

hemprichii, Syringodinium isotifolium dan Thalassodendron ciliatum.

Lamun terdapat di semua wilayah pesisir di dunia, kecuali di sepanjang pantai

Antartika, diperkirakan karena ice scouring, yang mana sangat merusakan lamun

(Robertson & amp; Mann 1984 in Hemminga dan Duarte 2004), mengubah daerah

menjadi tidak cocok untuk kehidupan lamun. Spesies Lamun sering dipisahkan

menjadi genus tropis dan subtropis (temperate). Yang pertama dianggap terdiri dari

tujuh marga, sedangkan yang kedua terdiri dari lima genus yang tersisa. Namun

demikian, pengecualian terlalu banyak untuk divisi ini agar bisa digunakan sebagai

klasifikasi umum. Sebagai contoh, Cymodocea nodosa dianggap sebagai genus tropis,

tersebar luas di sepanjang pantai beriklim temperate Laut Mediterranean, Pantai

Atlantik di Portugal selatan dan bagian utara Afrika Barat (den Hartog 1970 in

Hemminga dan Duarte 2004), sedangkan spesies Zostera, dianggap sebagai genus

temperate, juga ditemui di sepanjang pesisir tropis, seperti populasi Zostera japonica

di sepanjang pantai Vietnam. Hal ini mungkin lebih akurat untuk membedakan antara

sembilan flora lamun yang berbeda (Tabel 1, Gambar 2), yang dapat diringkas,

mengikuti kriteria parsimonic, menjadi:

1. Flora subtropis Laut Atlantik Utara (A temperate North Atlantic flora)

2. Flora subtropis Laut Pasifik Timur (A temperate East Pacific flora)

3. Flora subtropis Laut Pasifik Barat (A temperate West Pacific flora)

4. Flora subtropis Laut Atlantik Selatan (A temperate South Atlantic flora)

5. Flora Laut Mediterranenan (A Mediterranean flora)

6. Flora Laut Caribbean (A Caribbean flora)

7. Flora Laut Hindia-Pasifik (An Indo-Pacific flora)

8. Flora Laut Australia Selatan (A South Australia flora)

9. Flora Laut Selandia Baru (A New Zealand flora)

Sedangkan UNEP-WCMC (United Nations Environment Programme – World

Conservation Monitoring Centre) menyiapkan penyajian peta kepada Global Lamun

Workshop di Florida tahun 2001, dimana telah diperiksa oleh para ahli lamun regional

dan nasional. Akibatnya, data baru poin ditambahkan, dataset baru dan referensi

diberikan, dan lokasi yang salah atau data poin palsu (spurious)

Page 70 of 92

Page 71: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

dihapus. Bioregion disusun untuk menggambarkan distribusi lamun dan kumpulan

spesies (Short et al. 2001 in Short et al 2007).

Lamun secara global memiliki lima pusat diversitas tinggi , semua yang terjadi di

belahan bumi timur dan empat yang terjadi pada bioregion Indo-Pasifik Tropis; itu,

kelima Australia barat daya, terjadi dalam bioregion Beriklim berdekatan Samudera

Selatan. Yang pertama dan terbesar, dengan jumlah terbesar spesies lamun (19),

terletak di kepulauan Asia Tenggara dan meluas ke seluruh bagian tropis Australia

utara, termasuk Great Barrier Reef; semua kecuali dua spesies (Z. muelleri dan Z.

japonica), lamun tropis berkontribusi pada keragaman tinggi daerah ini. Kedua, pusat

yang jauh lebih kecil keanekaragamannya ditemukan di bagian tenggara India,

diwakili oleh 13 spesies tropis. Tiga pusat lainnya keragaman yang tinggi secara

global, terletak di Afrika bagian timur, Jepang selatan dan Australia barat daya,

dengan terletak atau didekat antarmuka bioregional, meliputi baik spesies lamun

tropis dan temperate. Afrika Timur, dengan 12 spesies, hanya memiliki satu

spesies temperate (Z. capensis), berkontribusi terhadap campuran sebagian besar

spesies tropis. Bagian selatan Jepang juga memiliki 12 spesies, dengan Z.

Japonica adalah satu spesies temperate yang memberikan kontribusi terhadap

keragaman daerah tropis ini. Dalam bioregion temperate Southern Ocean, Australia

barat daya dengan 13 spesies memiliki 4 spesies tropis yang berkontribusi terhadap

keragaman yang tinggi. Melihat pola keragaman lebih terinci (Gambar 4), dan juga di

rentang spesies individu yang mendukung mereka (Green dan Short, 2003 in Short et

al 2007), bioregion lamun dibahas dari keanekaragaman lamun terbesar sampai yang

terkecil.Ada beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap distribusi dan

kestabilan ekosistem padang lamun antara lain kecerahan, temperature, salinitas,

substrat, kecepatan arus.

1. Kecerahan

Penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan sangat mempengaruhi proses

fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan lamun. Lamun membutuhkan intensitas

cahaya yang tinggi untuk proses fotosintesa tersebut dan  jika suatu perairan mendapat

pengaruh akibat aktivitas pembangunan sehingga meningkatkan sedimentasi pada

badan air yang akhirnya mempengaruhi turbiditas maka akan berdampak buruk

Page 71 of 92

Page 72: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

terhadap proses fotosintesis. Kondisi ini secara luas akan mengganggu produktivitas

primer ekosistem lamun.

2. Temperature

Secara umum ekosistem padang lamun ditemukan secara luas di daerah bersuhu

dingin dan di tropis. Hal ini mengindikasikan bahwa lamun memiliki toleransi yang

luas terhadap perubahan temparatur. Kondisi ini tidak selamanya benar jika kita hanya

memfokuskan terhadap lamun di daerah tropis karena kisaran lamun dapat tumbuh

optimal hanya pada temperatur 28-300C. Hal ini berkaitan dengan kemampuan proses

fotosintesis yang akan menurun jika temperatur berada di luar kisaran tersebut.

3. Salinitas

Kisaran salinitas yang dapat ditolerir lamun adalah 10-40‰ dan nilai optimumnya

adalah 35‰. Penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan lamun untuk

melakukan fotosintesis. Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi juga terhadap 

jenis dan umur. Lamun yang tua dapat mentoleransi fluktuasi salinitas yang besar.

Salinitas juga berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun

dan kecepatan pulih. Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya

salinitas.

4. Substrat

Padang lamun hidup pada berbagai macam tipe sedimen, mulai dari lumpur sampai

karang. Kebutuhan substrat yang utama bagi pengembangan padang lamun adalah

kedalaman sedimen yang cukup. Peranan kedalaman substrat dalam stabilitas sedimen

mencakup 2 hal yaitu : pelindung tanaman dari arus laut dan tempat pengolahan dan

pemasok nutrien.

5. Kecepatan arus

Produktivitas padang lamun dipengaruhi oleh kecepatan arus.

Berbagai penelitian yang dilakukan di beberapa tempat seperti Samudra Hindia,

Samudra Pasifik, dan Mozambique membuktikan bahwa lamun berfungsi sebagai

habitat untuk ikan (Kopalit 2010). Lamun yang kaya akan nutrien menjadi sumber

makanan bagi ikan muda. Helai daun lamun menjadi tempat perlindungan yang ideal

dari ancaman predator dan sengatan matahari serta menjadi tempat penempelan epifit

yang menjadi makanan bagi beberapa ikan (Baker dan Sheppard 2006). Diduga

beberapa ikan muda masuk ke padang lamun saat masa planktonik hingga usia muda.

Setelah ikan menjadi berukuran dewasa, lamun tidak lagi menjadi tempat yang baik

untuk bersembunyi dari predator. Peranan padang lamun sebagai tempat mencari

Page 72 of 92

Page 73: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

makan diperlihatkan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Roblee dan Ziemann

1984) sekitar 15 spesies yang ditemukannya adalah ikan nokturnal yang berpindah

tempat di malam hari untuk mencari makan, dan lebih dari 87% pengunjung nokturnal

didominasi oleh ikan karang. Tidak hanya terbatas pada ikan nokturnal, lamun juga

dapat dijadikan sebagai feeding ground bagi juvenile ikan karang yang bermigrasi di

siang hari. Menurut (Dolar 1989 dalam Kopalit 2010) menyebutkan, keanekaragaman

dan kelimpahan spesies ikan di padang lamun berhubungan dengan kelimpahan

Crustacea seperti udang. Hal ini dikarenakan beberapa ikan menjadi predator penting

bagi juvenile udang yang bermigrasi dari mangrove ke lamun. Pada ekosistem padang

lamun berasosiasi berbagai jenis biota laut yang bernilai penting dengan tingkat

keragaman yang sangat tinggi. Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi

produktifitas organiknya dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Menurut

(Azkab 1999) pada ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal

yang paling produktif. Di samping itu juga ekosistem lamun mempunyai peranan

penting dalam menunjang kehidupan dan penguraian organisme yang telah mati di

laut dangkal (Bengen 2001), seperti :

a. Sebagai produsen primer : Lamun memiliki tingkat produktifitas primer tertinggi bila

dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada dilaut dangkal seperti ekosistem

terumbu karang

b. Sebagai habitat biota : Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat

menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang

lamun dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makanan

berbagai jenis ikan herbivora dan ikan-ikan karang (coral fishes)

c. Sebagai penangkap sedimen : Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang

disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan disekitarnya menjadi tenang.

Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen,

sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaan. Jadi, padang lamun

disini berfungsi sebagai penangkap sedimen dan juga dapat mencegah erosi.

III.3. Distribusi Rumput Laut

III.3.1. Halimeda micronesica

Africa: Kenya (Silva, Basson & Moe 1996, Bolton, Oyieke & Gwanda 2007),

Madagascar (Silva, Basson & Moe 1996), Tanzania (incl. Zanzibar) (Coppejans,

Leliaert & De Clerck 2000).

Page 73 of 92

Page 74: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Indian Ocean Islands: Aldabra Islands (Silva, Basson & Moe 1996), Chagos

Archipelago (Silva, Basson & Moe 1996), Maldives (Silva, Basson & Moe 1996),

Seychelles (Silva, Basson & Moe 1996).

Asia: China (Tseng 1984, Liu 2008), Japan (Yoshida, Nakajima & Nakata 1990,

Yoshida 1998).

South-east Asia: Indonesia (Verheij & Prud'homme van Reine 1993, Silva, Basson &

Moe 1996, Atmadja & Prud'homme van Reine 2014), Philippines (Silva, Meñez &

Moe 1987, Ang, Sin Man Leung & Mei Mei Choi 2014), Vietnam (Tien 2007).

Australia and New Zealand: Papua New Guinea (Coppejans et al. 2001), Queensland

(Lewis 1987, Phillips 1997, Phillips 2002, Verbruggen et al., Kraft 2007, Bostock &

Holland 2010).

Pacific Islands: Central Polynesia (Tsuda & Walsh 2013), Federated States of

Micronesia (Lobban & Tsuda 2003, Tsuda 2006), Fiji (N'Yeurt, South & Keats 1996,

South & Skelton 2003, Littler & Littler 2003), French Polynesia (Payri, N'Yeurt &

Orempuller 2000), Mariana Islands (Tsuda 2003), Marshall Islands (Taylor 1950),

Republic of Palau (Ohba et al 2007), Solomon.

Islands (Womersley & Bailey 1970), Wake Atoll (Ysuda et al. 2010), Wallis &

Futuna Is. (Verbruggen et al.).

III.3.2. Halimeda macroloba

Africa: Djibouti (Silva, Basson & Moe 1996), Egypt (Papenfuss 1968), Kenya (Silva,

Basson & Moe 1996, Bolton, Oyieke & Gwanda 2007), Madagascar (Silva, Basson &

Moe 1996), Somalia (Silva, Basson & Moe 1996), Tanzania (incl. Zanzibar) (Silva,

Basson & Moe 1996, Oliveira, Österlund & Mtolera 2005, Verbruggen et al 2005,

Verbruggen et al.).

Indian Ocean Islands: Aldabra Islands (Silva, Basson & Moe 1996), Andaman Islands

(Silva, Basson & Moe 1996), Comoros and Mayotte (Silva, Basson & Moe 1996),

Laccadive Islands (Silva, Basson & Moe 1996), Nicobar Islands (Silva, Basson &

Moe 1996), Seychelles (Silva, Basson & Moe 1996).

Page 74 of 92

Page 75: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

South-west Asia: India (Silva, Basson & Moe 1996, Sahoo et al. 2001,

Suryanarayanan et al. 2010), Jordan (Papenfuss 1968), Sri Lanka (Silva, Basson &

Moe 1996), Yemen (Silva, Basson & Moe 1996).

Asia: China (Dong & Tseng 1980, Tseng 1984, Liu 2008, Titlyanov et al. 2011),

Japan (Okamura 1936, Segawa 1981, Yoshida, Nakajima & Nakata 1990, Yoshida

1998), Taiwan (Lewis & Norris 1987, Shao 2003-2014, Anon. 2012, Anon. 2012).

South-east Asia: Indonesia (Verheij & Prud'homme van Reine 1993, Silva, Basson &

Moe 1996, Atmadja & Prud'homme van Reine 2014), Malaysia (Silva, Basson & Moe

1996), Philippines (Silva, Meñez & Moe 1987, Verbruggen et al 2005, Ang, Sin Man

Leung & Mei Mei Choi 2014), Singapore (Pham et al. 2011), Thailand (Silva, Basson

& Moe 1996, Coppejans et al. 2011, Tsutsui et al. 2012), Vietnam (Tsutsui et al.

2005, Tien 2007, Titlyanov & Titlyanov 2012).

Australia and New Zealand: Northern Territory (Womersley 1958, Lewis 1987),

Papua New Guinea (Coppejans et al. 2001), Queensland (Lewis 1987, Cribb 1996,

Phillips 1997, Phillips 2002, Verbruggen et al 2005, Kraft 2007, Bostock & Holland

2010), Western Australia (Huisman & Borowitzka 2003, Verbruggen et al 2005,

Huisman et al. 2009).

Pacific Islands: American Samoa (Littler & Littler 2003, Skelton et al. 2004), Central

Polynesia (Tsuda & Walsh 2013, Tsuda & Walsh 2013), Federated States of

Micronesia (Lobban & Tsuda 2003, Tsuda 2006), Fiji (N'Yeurt, South & Keats 1996,

South & Skelton 2003, Verbruggen et al 2005), French Polynesia (Payri, N'Yeurt &

Orempuller 2000), Hawaiian Islands (Abbott & Huisman, 2004), Mariana Islands

(Tsuda 2003), Northwestern Hawaiian Islands (Tsuda 2014), Republic of Palau (Ohba

et al 2007), Samoan Archipelago (Skelton & South 1999), Solomon Islands

(Womersley & Bailey 1970), Tahiti (Verbruggen et al 2005, Verbruggen et al.).

III.3.3. Sargassum polycystum

Atlantic Islands: Canary Islands (Price, John & Lawson 1978, Gil-Rodríguez &

Afonso-Carrillo 1980).

Africa: Kenya (Silva, Basson & Moe 1996, Bolton, Oyieke & Gwanda 2007),

Madagascar (Silva, Basson & Moe 1996), Mauritius (Silva, Basson & Moe 1996),

Page 75 of 92

Page 76: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Tanzania (incl. Zanzibar) (Silva, Basson & Moe 1996, Oliveira, Österlund & Mtolera

2005, Matteo & Payri 2010).

Indian Ocean Islands: Andaman Islands (Silva, Basson & Moe 1996), Mascarene

Islands (Mattio et al. 2013), Réunion (Silva, Basson & Moe 1996), Rodrigues Island

(De Clerck et al. 2004), Seychelles (Silva, Basson & Moe 1996).

South-west Asia: India (Chiang, Yoshida, Ajisaka, Trono, Tseng & Lu Baoren 1992,

Silva, Basson & Moe 1996), Pakistan (Silva, Basson & Moe 1996), Sri Lanka (Silva,

Basson & Moe 1996, Coppejans et al. 2009).

Asia: China (Tseng 1984, Tseng & Lu Baoren 1988, Phillips 1995, Tseng & Lu 2000,

Liu 2008), Japan (Okamura 1936, Yoshida 1988, Yoshida, Nakajima & Nakata 1990,

Chiang, Yoshida, Ajisaka, Trono, Tseng & Lu Baoren 1992, Ajisaka, Noro &

Yoshida 1995, Phillips 1995, Yoshida 1998), Taiwan (Lewis & Norris 1987, Yoshida

1988, Chiang, Yoshida, Ajisaka, Trono, Tseng & Lu Baoren 1992, Shao 2003-2014,

Anon. 2012, Anon. 2012), Xisha Islands (Chiang, Yoshida, Ajisaka, Trono, Tseng &

Lu Baoren 1992).

South-east Asia: Indonesia (Tseng & Lu Baoren 1988, Chiang, Yoshida, Ajisaka,

Trono, Tseng & Lu Baoren 1992, Phillips 1995, Silva, Basson & Moe 1996, Atmadja

& Prud'homme van Reine 2014), Malaysia (Phillips 1995, Silva, Basson & Moe 1996,

Ajisaka, Phang & Yoshida 1999, Ajisaka 2002), Myanmar (Burma) (Chiang,

Yoshida, Ajisaka, Trono, Tseng & Lu Baoren 1992, Silva, Basson & Moe 1996),

Philippines (Silva, Meñez & Moe 1987, Trono 1992, Chiang, Yoshida, Ajisaka,

Trono, Tseng & Lu Baoren 1992, Phillips 1995, Liao, Belleza & Gerldino 2013, Ang,

Sin Man Leung & Mei Mei Choi 2014), Singapore (Teo & Wee 1983, Phillips 1995,

Silva, Basson & Moe 1996, Ajisaka 2002, Pham et al. 2011), Thailand (Phillips 1995,

Coppejans et al. 2011, Tsutsui et al. 2012), Vietnam (Pham-Hoàng 1969, Chiang,

Yoshida, Ajisaka, Trono, Tseng & Lu Baoren 1992, Phillips 1995, Stiger et al. 2000,

Yoshida, Stiger, Ajisaka & Noro 2002, Abbott, Fisher & McDermid 2002, Stiger et

al. 2004, Tsutsui et al. 2005, Dai 2007, Titlyanov et al. 2011, Titlyanov & Titlyanov

2012).

Australia and New Zealand: Lord Howe Island (Kraft 2009), Papua New Guinea

(Mattio & Payri 2009), Queensland (Lewis 1985, Chiang, Yoshida, Ajisaka, Trono,

Page 76 of 92

Page 77: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Tseng & Lu Baoren 1992, Cribb 1996, Phillips 1997, Phillips 2002, Mattio & Payri

2009, Kraft 2009, Bostock & Holland 2010), Western Australia (Dixon et al. 2012).

Pacific Islands: Central Polynesia (Tsuda & Walsh 2013), Federated States of

Micronesia (Tsuda 1988, Phillips 1995, Lobban & Tsuda 2003, Tsuda 2006), Fiji

(Chiang, Yoshida, Ajisaka, Trono, Tseng & Lu Baoren 1992, Phillips 1995, N'Yeurt,

South & Keats 1996, South & Skelton 2003, Littler & Littler 2003, Mattio et al. 2009,

Mattio & Payri 2009), Guam (Chiang, Yoshida, Ajisaka, Trono, Tseng & Lu Baoren

1992), Mariana Islands (Tsuda 2003), New Caledonia (Chiang, Yoshida, Ajisaka,

Trono, Tseng & Lu Baoren 1992, Noro & Abbott 1994, Mattio & Payri 2009),

Northern Mariana Islands (Chiang, Yoshida, Ajisaka, Trono, Tseng & Lu Baoren

1992), Republic of Palau (Ohba et al 2007), Solomon Islands (Mattio et al. 2009,

Mattio & Payri 2009), Tonga (Chiang, Yoshida, Ajisaka, Trono, Tseng & Lu Baoren

1992), Vanuatu (Mattio et al. 2009, Mattio & Payri 2009, Kraft 2009), Wallis &

Futuna Is. (Mattio et al. 2009).

III.3.4. Gracilaria salicornia

Africa: Eritrea (Ateweberhan & Prud'homme van Reine 2005), Kenya (Silva, Basson

& Moe 1996, Bolton, Oyieke & Gwanda 2007), Madagascar (Silva, Basson & Moe

1996), Mauritius (Silva, Basson & Moe 1996), Mozambique (Silva, Basson & Moe

1996), South Africa (Silva, Basson & Moe 1996, De Clerck, Tronchin & Schils 2005,

Iyer et al 2005), Tanzania (incl. Zanzibar) (Silva, Basson & Moe 1996, Oliveira,

Österlund & Mtolera 2005).

Indian Ocean Islands: Aldabra Islands (Silva, Basson & Moe 1996), Andaman Islands

(Silva, Basson & Moe 1996), Laccadive Islands (Silva, Basson & Moe 1996), Nicobar

Islands (Silva, Basson & Moe 1996), Réunion (Silva, Basson & Moe 1996),

Seychelles (Silva, Basson & Moe 1996).

South-west Asia: Arabian Gulf (John & Al-Thani 2014), India (Silva, Basson & Moe

1996, Sahoo et al. 2001, Pareek et al. 2010), Iran (Silva, Basson & Moe 1996,

Sohrabipour & Rabii 1999), Kuwait (Silva, Basson & Moe 1996), Oman (Silva,

Basson & Moe 1996), Pakistan (Silva, Basson & Moe 1996), Sri Lanka (Silva,

Basson & Moe 1996, Coppejans et al. 2009), Yemen (Silva, Basson & Moe 1996).

Page 77 of 92

Page 78: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Asia: China (Tseng 1984, Bangmei 1985, Xia & Zhang 1999, Liu 2008), Japan

(Yoshida, Nakajima & Nakata 1990, Yoshida 1998), Taiwan (Chiang 1985, Chiang

1985, Lewis & Norris 1987, Shao 2003-2014, Anon. 2012, Anon. 2012).

South-east Asia: Indonesia (Verheij & Prud'homme van Reine 1993, Silva, Basson &

Moe 1996, Tseng & Xia 1999, Atmadja & Prud'homme van Reine 2012), Malaysia

(Phang 1994, Silva, Basson & Moe 1996, Yamamoto & Phang 1997, Lim, Thong &

Phang 2001, Pletikapic et al. 2012), Philippines (Abbott 1985, Silva, Meñez & Moe

1987, Abbott 1994, Tseng & Xia 1999, Kraft et al. 1999, Kapraun & Dunwoody

2002, Gurgel & Fredericq 2004, Liao, Belleza & Gerldino 2013, Ang, Sin Man Leung

& Mei Mei Choi 2014), Singapore (Phang 1994, Silva, Basson & Moe 1996, Pham et

al. 2011), Thailand (Lewmanomont 1994, Silva, Basson & Moe 1996, Tseng & Xia

1999, Terada, Yamamoto & Muraoka 1999, Coppejans et al. 2011, Tsutsui et al.

2012), Vietnam (Nguyen H. Dinh 1992, Tseng & Xia 1999, Ohno, Terada &

Yamamoto 1999, Abbott, Fisher & McDermid 2002, Tsutsui et al. 2005, Titlyanov et

al. 2011, Titlyanov & Titlyanov 2012, Nguyen et al. 2013).

Australia and New Zealand: Papua New Guinea (Coppejans & Millar 2000),

Queensland (Lewis 1984, Cribb 1996, Phillips 1997, Millar & Xia 1997, Phillips

2002, Bostock & Holland 2010), Western Australia (Huisman & Borowitzka 2003).

Pacific Islands: Federated States of Micronesia (Meneses & Abbott 1987, Lobban &

Tsuda 2003, Tsuda 2006), Fiji (South & Skelton 2003, Littler & Littler 2003), Guam

(Tsuda 1985, Meneses & Abbott 1987), Hawaiian Islands (Magruder & Hunt 1979,

Abbott 1985, Abbott 1999, Smith, Hunter & Smith 2002, McDermid et al. 2005,

Huisman, Abbott & Smith 2007 ), Mariana Islands (Tsuda 2003), Northern Mariana

Islands (Meneses & Abbott 1987), Republic of Palau (Ohba et al 2007), Solomon

Islands (Womersley & Bailey 1970).

III.3.5. Caulerpa racemosa

Europe: Balearic Islands (Ballesteros, Grau & Riera 1999, Verlaque, Boudouresque,

Meinesz & Gravez 2000), Croatia (Nuber et al. 2007, Blazina, Ivesa & Najdek 2009),

Cyprus (Verlaque, Boudouresque, Meinesz & Gravez 2000), France (Verlaque,

Boudouresque, Meinesz & Gravez 2000, Renoncourt & Meinesz 2002, Anon. 2012),

Greece (Verlaque, Boudouresque, Meinesz & Gravez 2000), Italy (Alongi, Cormaci,

Page 78 of 92

Page 79: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Furnari & Giaccone 1993, Verlaque, Boudouresque, Meinesz & Gravez 2000,

Verlaque, Boudouresque, Meinesz & Gravez 2000, Rindi, Sartoni & Cinelli 2002,

Serio et al 2006, Valera-Alvarez et al 2006), Sardinia (Verlaque, Boudouresque,

Meinesz & Gravez 2000), Spain (Pena Martín et al. 2003 ), Turkey (Europe)

(Verlaque, Boudouresque, Meinesz & Gravez 2000, Einav 2007, Taskin et al. 2008 ),

Veneto (Sfriso 2011).

Atlantic Islands: Bermuda (Taylor 1960, Maloney et al. 2011 ), Canary Islands (Gil-

Rodríguez & Afonso-Carrillo 1980, Haroun Trabaue et al. 1985, Gil-Rodriguez,

Afonso-Carrillo & Wildpret de la Torre 1987, Ballesteros, Sansón, Reyes, Afonso-

Carrillo & Gil-Rodríguez 1992, Guadalupe et al. 1995, Haroun et al. 2002,

Aldanondo-Aristizábal, Domínguez-Alvarez & Gil-Rodríguez 2003, Gil-Rodríguez et

al. 2003, John et al. 2004, Barberá et al 2005, Barquín-Diez et al. 2005, Moreira-

Reyes, Soler-Onís & Gil-Rodríguez 2005, Aldanondo-Aristizábal et al. 2005, Anon.

2011, Anon. 2011, Anon. 2011, Anon. 2011, Anon. 2011, Afonso-Carrillo 2014),

Cape Verde Islands (John et al. 2004, Prud'homme van Reine, Haroun & Kostermans

2005), Madeira (Neto, Cravo & Haroun 2001, John et al. 2004), Salvage Islands (John

et al. 2004).

North America: Florida (Taylor 1960, Dawes 1974, Stam et al 2006), Mexico (Taylor

1960, Robledo & Freile-Pelegrín 2005).

Central America: Belize (Taylor 1960, Norris & Bucher 1982, Littler & Littler 1997),

Costa Rica (Taylor 1960, Fernández-García et al. 2011), El Salvador (Fernández-

García et al. 2011), Islas Revillagigedo (Taylor 1945), México (Pacific) (Pedroche et

al. 2005), Panama (Taylor 1960, Taylor 1960, Kooistra 2002, Famà, Wysor, Kooistra

& Zuccarello 2002, Wysor & Kooistra 2003, Wysor 2004, Fernández-García et al.

2011).

Caribbean Islands: Bahamas (Taylor 1960), Barbados (Taylor 1960, Taylor 1969),

Caicos Islands (Taylor 1960), Caribbean (Littler & Littler 2000), Cuba (Taylor 1960,

Cabrera, Moreira & Suárez 2004, Suárez 2005), Hispaniola (Taylor 1960), Jamaica

(Taylor 1960), Lesser Antilles (Taylor 1960, Taylor 1969), Martinique (Rodríguez-

Prieto, Michanek & Ivon 1999), Netherlands Antilles (Taylor 1960), Puerto Rico

Page 79 of 92

Page 80: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

(Taylor 1960), Trinidad & Tobago (Taylor 1960, Richardson 1975, Duncan & Lee

Lum 2006), Virgin Islands (Taylor 1960).

Western Atlantic: Trop. & Subtrop. W. Atlantic (Wynne 2011, Mendes Crespo et al.

(2014).

South America: Aves (Taylor 1960), Brazil (Taylor 1930, Taylor 1960, Joly 1965,

Oliveira Filho 1977, Falcão & Menezes de Széchy 2005, Moura 2010, Batista et al.

2014), Colombia (Taylor 1960, Schnetter 1969), Galápagos Islands (Ruiz &

Ziemmeck 2011), Peru (Ramírez & Santelices 1991), Temperate South America

(Ramírez & Santelices 1991), Venezuela (Taylor 1960, Ganesan 1990).

Africa: Algeria (Bachir Bouiadjra et al. 2010), Côte d'Ivoire (John et al. 2004),

Djibouti (Silva, Basson & Moe 1996), Egypt (Aleem 1950, Papenfuss 1968,

Papenfuss 1968, Aleem 1993, Verlaque, Boudouresque, Meinesz & Gravez 2000,

Einav 2007, Marconi et al. 2011, Marconi et al. 2011), Equatorial Guinea (John,

Lawson & Ameka, 2003, John et al. 2004), Eritrea (Lipkin & Silva 2002), Ethiopia

(Papenfuss 1968), Gabon (Lawson & John 1987, John, Lawson & Ameka, 2003, John

et al. 2004), Ghana (Lawson & John 1987, John, Lawson & Ameka, 2003, John et al.

2004), Kenya (Silva, Basson & Moe 1996, Bolton, Oyieke & Gwanda 2007), Liberia

(John, Lawson & Ameka, 2003, John et al. 2004), Madagascar (Silva, Basson & Moe

1996), Mauritius (Børgesen 1940, Silva, Basson & Moe 1996), Morocco (Conde

Poyales 1992, Benhissoune, Boudouresque & Verlaque 2001), Mozambique (Silva,

Basson & Moe 1996), São Tomé & Príncipe (Lawson & John 1987, John, Lawson &

Ameka, 2003, John et al. 2004), Senegal (John et al. 2004), Sierra Leone (Lawson &

John 1987, John, Lawson & Ameka, 2003, John et al. 2004), Somalia (Silva, Basson

& Moe 1996), South Africa (Silva, Basson & Moe 1996), Sudan (Papenfuss 1968),

Tanzania (incl. Zanzibar) (Silva, Basson & Moe 1996, Oliveira, Österlund & Mtolera

2005), Tunisia (Ben Maiz, Boudouresque & Quahchi 1987, Verlaque, Boudouresque,

Meinesz & Gravez 2000).

Indian Ocean Islands: Aldabra Islands (Silva, Basson & Moe 1996), Andaman Islands

(Silva, Basson & Moe 1996), Laccadive Islands (Silva, Basson & Moe 1996),

Maldives (Silva, Basson & Moe 1996), Nicobar Islands (Silva, Basson & Moe 1996),

Page 80 of 92

Page 81: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Réunion (Silva, Basson & Moe 1996), Rodrigues Island (De Clerck et al. 2004),

Seychelles (Silva, Basson & Moe 1996).

South-west Asia: Bangladesh (Silva, Basson & Moe 1996), Cyprus (Einav 2007,

Taskin et al. 2013), India (Silva, Basson & Moe 1996, Sahoo et al. 2001,

Suryanarayanan et al. 2010), Iran (Sohrabipour & Rabii 1999), Israel (Verlaque,

Boudouresque, Meinesz & Gravez 2000, Einav 2007), Jordan (Papenfuss 1968),

Lebanon (Verlaque, Boudouresque, Meinesz & Gravez 2000, Einav 2007), Pakistan

(Silva, Basson & Moe 1996), Saudi Arabia (Papenfuss 1968), Sri Lanka (Silva,

Basson & Moe 1996, Coppejans et al. 2009), Syria (Verlaque, Boudouresque,

Meinesz & Gravez 2000, Einav 2007), Turkey (Asia) (Taskin et al. 2008 ), Yemen

(Papenfuss 1968, Silva, Basson & Moe 1996).

Asia: China (Liu 2008, Liu 2008, Liu 2008, Titlyanov et al. 2011), Hong Kong (Wang

et al. 2008), Korea (Lee & Kang 2001), Taiwan (Lewis & Norris 1987, Anon. 2012,

Anon. 2012).

South-east Asia: Indonesia (Verheij & Prud'homme van Reine 1993, Silva, Basson &

Moe 1996, Atmadja & Prud'homme van Reine 2014), Malaysia (Silva, Basson & Moe

1996), Myanmar (Burma) (Silva, Basson & Moe 1996), Philippines (Silva, Meñez &

Moe 1987, Verlque, Durand ,Huisman, Boudouresque & Le Parco 2003, Liao,

Belleza & Gerldino 2013, Ang, Sin Man Leung & Mei Mei Choi 2014), Singapore

(Silva, Basson & Moe 1996, Pham et al. 2011), Thailand (Coppejans et al. 2011),

Vietnam (Pham-Hoàng 1969, Hodgson et al. 2004, Tien 2007, Titlyanov et al. 2011,

Titlyanov & Titlyanov 2012).

Australia and New Zealand: Houtman Abrolhos (Huisman 1997, Huisman 1997,

Huisman 1997, Huisman 1997, Huisman 1997, Huisman 1997), Lord Howe Island

(Lewis 1987, Millar & Kraft 1994, Kraft 2000, Kraft 2007), New Zealand (Adams

1994, Broady et al. 2012), Norfolk Island (Millar 1999), Papua New Guinea

(Coppejans et al. 2001, Littler & Littler 2003), Queensland (Lewis 1987, Phillips

1997, Phillips 2002, Verlque, Durand ,Huisman, Boudouresque & Le Parco 2003,

Kraft 2007, Bostock & Holland 2010, Bostock & Holland 2010), Western Australia

(Huisman & Borowitzka 2003).

Page 81 of 92

Page 82: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Pacific Islands: American Samoa (Skelton et al. 2004), Central Polynesia (Tsuda &

Walsh 2013), Federated States of Micronesia (Lobban & Tsuda 2003, Tsuda 2006),

Fiji (N'Yeurt, South & Keats 1996, South & Skelton 2003), French Polynesia (Payri,

N'Yeurt & Orempuller 2000), Hawaiian Islands (Magruder & Hunt 1979, Abbott &

Huisman, 2004, Hodgson et al. 2004, Beach et al. 2006, Huisman, Abbott & Smith

2007), Mariana Islands (Tsuda 2003), Marshall Islands (Dawson 1957), Northwestern

Hawaiian Islands (Tsuda 2014), Republic of Palau (Ohba et al 2007), Samoan

Archipelago (Skelton & South 1999), Wake Atoll (Tsuda, Abbott & Foster 2006).

III.3.6. Galaxaura rugosa

Atlantic Islands: Bermuda (Taylor 1960), Canary Islands (Viera-Rodriguez et al.

1987), Cape Verde Islands (Otero-Schmitt & Sanjuan 1992).

North America: Florida (Taylor 1960), Mexico (Taylor 1960).

Central America: Belize (Norris & Bucher 1982, Littler & Littler 1997), Panama

(Taylor 1960).

Caribbean Islands: Bahamas (Taylor 1960), Barbados (Taylor 1960), Cuba (Taylor

1960), Jamaica (Taylor 1960), Lesser Antilles (Taylor 1960, Taylor 1969), Puerto

Rico (Taylor 1960), Virgin Islands (Taylor 1960).

South America: Brazil (Oliveira Filho 1977), Colombia (Taylor 1960), Venezuela

(Ganesan 1990).

Africa: Egypt (Papenfuss 1968 ), Ethiopia (Papenfuss 1968 ), Mauritius (Børgesen

1942).

South-west Asia: Iran (Sohrabipour & Rabii 1999), Israel (Papenfuss 1968 ), Jordan

(Papenfuss 1968 ).

Asia: Japan (Yoshida 1998), Taiwan (Lewis & Norris 1987, Shao 2003-2014, Anon.

2012).

South-east Asia: Vietnam (Tsutsui et al. 2005).

Page 82 of 92

Page 83: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Pacific Islands: Fiji (N'Yeurt, South & Keats 1996).

III.3.7. Acanthophora muscoides

Europe: Turkey (Europe) (Gómez Garreta et al. 2001, Einav 2007).

Atlantic Islands: Ascension (Price, John & Lawson 1986, John et al. 2004).

North America: Florida (Taylor 1960, de Jong, Hitipeuw & Prud'Homme van Reine

1999, Littler, Littler & Hanisak 2008), Mexico (Taylor 1960).

Central America: Belize (Taylor 1960), Costa Rica (Taylor 1960), Panama (Taylor

1960, de Jong, Hitipeuw & Prud'Homme van Reine 1999).

Caribbean Islands: Bahamas (Taylor 1960), Barbados (Taylor 1960, Taylor 1969,

Wynne, Bradshaw & Carrington 2014), Caribbean (Littler & Littler 2000), Cuba

(Taylor 1960, Suárez 2005), Hispaniola (Taylor 1960), Jamaica (Taylor 1960), Lesser

Antilles (Taylor 1960, Taylor 1969), Martinique (Rodríguez-Prieto, Michanek & Ivon

1999), Puerto Rico (de Jong, Hitipeuw & Prud'Homme van Reine 1999), Trinidad &

Tobago (Taylor 1960, Richardson 1975, Duncan & Lee Lum 2006), Virgin Islands

(Taylor 1960), West Indies (de Jong, Hitipeuw & Prud'Homme van Reine 1999).

Western Atlantic: Trop. & Subtrop. W. Atlantic (Wynne 2011).

South America: Brazil (Taylor 1930, Taylor 1960, Oliveira Filho 1977, de Jong,

Hitipeuw & Prud'Homme van Reine 1999, Creed et al. 2010), Colombia (Taylor

1960, Schnetter 1969).

Africa: Angola (Price, John & Lawson 1986, John et al. 2004), Cameroon (Price, John

& Lawson 1986, Lawson & John 1987, John, Lawson & Ameka, 2003, John et al.

2004), Equatorial Guinea (Price, John & Lawson 1986, Lawson & John 1987, John,

Lawson & Ameka, 2003, John et al. 2004), Gabon (Price, John & Lawson 1986,

Lawson & John 1987, John, Lawson & Ameka, 2003, John et al. 2004), Gambia

(Price, John & Lawson 1986, Lawson & John 1987, John, Lawson & Ameka, 2003,

John et al. 2004), Kenya (Silva, Basson & Moe 1996, Bolton, Oyieke & Gwanda

2007), Madagascar (Silva, Basson & Moe 1996), Mozambique (Silva, Basson & Moe

1996), São Tomé & Príncipe (Price, John & Lawson 1986, John, Lawson & Ameka,

2003, John et al. 2004), Senegal (de Jong, Hitipeuw & Prud'Homme van Reine 1999),

Page 83 of 92

Page 84: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Tanzania (incl. Zanzibar) (Silva, Basson & Moe 1996, Oliveira, Österlund & Mtolera

2005).

Indian Ocean Islands: Laccadive Islands (Silva, Basson & Moe 1996), Réunion

(Silva, Basson & Moe 1996), Seychelles (Silva, Basson & Moe 1996).

South-west Asia: Arabian Gulf (John & Al-Thani 2014), India (Silva, Basson & Moe

1996, Sahoo et al. 2001), Iran (Sohrabipour & Rabii 1999), Kuwait (Silva, Basson &

Moe 1996), Oman (Wynne & Jupp 1998), Turkey (Asia) (Taskin et al. 2008), Yemen

(Silva, Basson & Moe 1996).

Asia: China (Tseng 1984, Liu 2008), Japan (Yoshida, Nakajima & Nakata 1990,

Yoshida 1998), Korea (Lee 2008), Taiwan (Lewis & Norris 1987, Shao 2003-2014,

Anon. 2012).

South-east Asia: Indonesia (Verheij & Prud'homme van Reine 1993, Atmadja &

Prud'homme van Reine 2012), Philippines (Silva, Meñez & Moe 1987, Kraft et al.

1999, Ang, Sin Man Leung & Mei Mei Choi 2014), Singapore (Teo & Wee 1983,

Silva, Basson & Moe 1996, Pham et al. 2011), Vietnam (Titlyanov & Titlyanov 2012,

Nguyen et al. 2013).

Australia and New Zealand: Auckland Islands (Papenfuss 1964), Queensland (Lewis

1984, Cribb 1996, Phillips 1997, Phillips 2002).

Pacific Islands: Federated States of Micronesia (Tsuda 2006).

III.3.8. Udotea sp.

South-east Asia: Indonesia (Silva, Basson & Moe 1996, Atmadja & Prud'homme van

Reine 2014).

III.3.9. Caulerpa sp.

Pacific Islands: Solomon Islands (Womersley & Bailey 1970).

Western Atlantic: Trop. & Subtrop. W. Atlantic (Wynne 2011).

South-west Asia: Sri Lanka (Silva, Basson & Moe 1996).

Page 84 of 92

Page 85: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

V. MANFAAT MANGROVE, LAMUN, DAN RUMPUT LAUT

V.1. Manfaat Mangrove

V.1.1. Fungsi Fisik

Menjaga garis pantai agar tetap stabil dan kokoh dari abrasi air laut

Melindungi pantai dan tebing sungai dari proses erosi atau abrasi serta menahan atau

menyerap tiupan angin kencang dari laut ke darat pada malam hari

Menahan sedimen secara periodik sampai terbentuk lahan baru

Sebagai kawasan penyangga proses intrusi atau rembesan air laut ke danau, atau

sebagai filter air asin menjadi air tawar

(Budiman ,1977)

V.1.2. Fungsi Kimia

Sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen

Sebagai penyerap karbondioksida

Page 85 of 92

Page 86: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Sebagai pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapal di laut

(Budiman ,1977)

V.1.3. Fungsi Biologi

Sebagai kawasan untuk berlindung, bersarang serta berkembangbiak bagi burung dan

satwa lain

Sebagai sumber plasma nutfah dan sumber genetika

Sebagai habitat alami bagi berbagai jenis biota darat dan laut

Sebagai penghasil bahan pelapukan yang merupakan sumber makanan penting bagi

invertebrata kecil pemakan bahan pelapukan (detritus) yang kemudian berperan

sebagai sumber makanan bagi hewan yang lebih besar

Sebagai kawasan pemijahan (spawning ground) dan daerah asuhan (nursery ground)

bagi udang

Sebagai daerah mencari makanan (feeding ground) bagi plankton

(Budiman ,1977)

V.1.4. Fungsi Ekonomi

Penghasil bahan baku industri, misalnya pulp, tekstil, makanan ringan

Penghasil bibit ikan, udang, kerang dan kepiting, telur burung serta madu (nektar)

Penghasil kayu bakar, arang serta kayu untuk bangunan dan perabot rumah tangga

(Budiman ,1977)

V.2. Manfaat Lamun

V.2.1. Biologi

Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem bahari yang produktif. ekosistem

lamun perairan dangkal mempunyai fungsi antara lain:

Menstabilkan dan menahan sedimen–sedimen yang dibawa melalui.

Daun-daun memperlambat dan mengurangi arus dan gelombang serta

mengembangkan sedimentasi.

Memberikan perlindungan terhadap hewan–hewan muda dan dewasa yang

berkunjung ke padanglamun.

Daun–daun sangat membantu organisme-organisme epifit.

Mempunyai produktifitas dan pertumbuhan yang tinggi.

Menfiksasi karbon yang sebagian besar masuk ke dalam sistem daur rantai makanan.

(Menez ,1983)

V.2.2. Ekonomi

Page 86 of 92

Page 87: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Lamun juga sebagai komoditi yang sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat baik

secara tradisional maupuin secara modern. Secara tradisional lamun telah

dimanfaatkan untuk:

Digunakan untuk kompos dan pupuk

Cerutu dan mainan anak-anak

Dianyam menjadi keranjang

Tumpukan untuk pematang

Mengisi kasur

Ada yang dimakan dan dibuat jarring ikan

(Menez ,1983)

V.2.3. Teknologi

Pada zaman modern ini, lamun telah dimanfaatkan untuk:

Penyaring limbah

Stabilizator pantai

Bahan untuk pabrik kertas

Makanan

Obat-obatan

Sumber bahan kimia

(Menez ,1983)

V.3. Manfaat Rumput Laut

Antikanker Penelitian Harvard School of Public Health di Amerika mengungkap,

wanita premenopause di Jepang berpeluang tiga kali lebih kecil terkena kanker

payudara dibandingkan wanita Amerika. Hal ini disebabkan pola makan wanita

Jepang yang selalu menambahkan rumput laut di dalam menu mereka.

Antioksidan Klorofil pada gangang laut hijau dapat berfungsi sebagai antioksidan. Zat

ini membantu membersihkan tubuh dari reaksi radikal bebas yang sangat berbahaya

bagi tubuh. 

Mencegah Kardiovaskular Para Ilmuwan Jepang mengungkap, ekstrak rumput laut

dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Bagi pengidap stroke,

mengkonsumsi rumput laut juga sangat dianjurkan karena dapat menyerap kelebihan

garam pada tubuh.

Makanan Diet Kandungan serat (dietary fiber) pada rumput laut sangat tinggi. Serat

ini bersifat mengenyangkan dan memperlancar proses metabolisme tubuh sehingga

Page 87 of 92

Page 88: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

sangat baik dikonsumsi penderita obesitas. Karbohidratnya juga sukar dicerna

sehingga Anda akan merasa kenyang lebih lama tanpa takut kegemukan.

Secara tradisional, rumput laut dipercaya dapat mengobati batuk, asma, bronkhitis,

TBC, cacingan, sakit perut, demam, influenza, dan artritis

(Anggadiredja ,2006)

DAFTAR PUSTAKA

Ali,Ashgar. 2010. Constributionto the AlgaFlora (Chlorophyta)offresh waters of Distryc

swat. N.W.F.P.

Amien, Moh. 1995. Biologi 3. Depdikbud, Jakarta

Anggadiredja, 2006. Manfaat Rumput Laut. Usaha Nasional, Jakarta

 Aslan, L. M. 1991. Budidaya Rumput Laut. Kanisius, Yogyakarta.

Azkab, M.H.1988. Pertumbuhan dan produksi lamun, Enhalus acoroides di rataan  terumbu

di Pari Pulau Seribu.Dalam: P3O-LIPI, Teluk Jakarta

Azkab,M.H.1999. Kecepatan tumbuh dan produksi lamun dari Teluk

Kuta, Lombok.Dalam:P3O-LIPI, Dinamika komunitas biologis pada ekosistemlamun

di Pulau Lombok, Balitbang Biologi Laut. PustlibangBiologi Laut-LIPI, Jakarta.

Page 88 of 92

Page 89: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Azkab, M.H., 1999. Pedoman Inventarisasi Lamun. Oseana Volume XXIV (1) :1-16

Azkab MH. 1999. Pedoman Inventarisasi Lamun. Balai Penelitian Biologi Laut, Puslitbang

Oseanologi LIPI. Jakarta.

Bengen, D.G. 2001 . Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove.

Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor, Indonesia

Bolt, H.C dan M.J Wynne. 1977. Introduction to The Algae : Structure and Reproduction.

Grenticehal Biological Sciences W. D. Mc. Elroy and C.P Swanson (Eds) 760 pp.

Bouly, A.D. 1965. Aspect of The Biology of The Seaweeds of Economics Importance, pp

205-253 dalam Russel, F.S (Ed). Advances in Marine Biology.

Budiman, A. Dan D. Daernaedi. 1977. Struktur Komunitas Moluska di Hutan Mangrove

Morowali, Sulawesi Tengah. Pros. Sem. II Ekos. Mangrove. MAB-LIPI: 175-182

Budiman, A., M. Djajasasmita dan F. Sabar. 1984. Penyebaran Keong dan Kepiting Hutan

Bakau Wai Sekampung, Lampung. Ber. Biol. 2:1-24

Dewi, Puspita. 2006. Keanekaragaman Alga Makroskopis Pada Zone Litoral di Beberapa

Pantai Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng. Tidak diterbitkan

Duarte, C. M. 1991. Seagrasss Depth Limits. Aqquatic Biology, 40 : 363 – 377.

Hartog, C.den. 1970 . Seagrass of the world. North-Holland Publ.Co.,Amsterdam

Hemminga M dan Duarte C. 2004. Seagrass Ecology. Digital Printing (edition).Cambridge

University Press. United Kingdom. 296 halaman. www.gigapedia.com

Hutomo, M.; M. H. Azkab dan W. Kiswara. 1988. The Status of Seagrass Ecosystem in

Indonesia : Resources, Problems, Research and Management. Paper Presented at

SEAGRAM I, Manila, Philippines, january 17 – 22, 1988.

Jelantik Swasta, Ida Bagus. 2003. Diktat Ekologi Hewan. IKIP Negeri Singaraja, Singaraja

Jelantik Swasta, Ida Bagus. 2003. Tinjauan Singkat Tentang Aspek Biologi dan Ekologi

Rumput Laut. Makalah Seminar. Tidak diterbitkan.

Kadi, A dan W.S. Atmadja. 1988. Rumput Laut (Algae). Lembaga Oseanologi Nasional-

LIPI. Jakarta.

Page 89 of 92

Page 90: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Kartawinata, K., S. Adisoemarto, S.Soemodiharjo dan I. G. M. Tantra. 1979. Status

Pengetahuan Hutan Bakau di Indonesia Pros. Sem. Ekos. Hutan Mangrove: 21-39

Kementerian Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup

Nomor 200/2004 Tentang Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status

Padang Lamun. Jakarta

Kikuchi dan J.M. Peres. 1977. Consumer ecology of seagrass beds, pp. 147-193. In P. McRoy

and C.helferich (eds). Seagrass ecosystem. A scientific prespective. Mar.Sci.Vol

4.Marcel Dekker Inc, New York.

Kuncoro, Eko Budi. 2004. Akuarium Laut. Kanisus, Yogyakarta

Kuo, J. dan A. J. Mc. Comb. 1989. Seagrass Taxonomy, Structure and Development. In A.

W. D. Larkum, A. J. Mc. Comb. & SA. Shepherd (EDS). Biology of Seagrass :

Atreatise on The Biology of Seagrass With Special Reference to The Australian

Region. Elsivier, Amsterdam.

M.D. Guiry in Guiry, M.D. & Guiry, G.M. 2015. AlgaeBase. World-wide electronic

publication, National University of Ireland, Galway.

Menez, E.G.,R.C. Phillips dan H.P.Culampong. 1983. Sea Grass from the Philippines.

Smithsonian Cont.Mar.Sci.21.Smithsonian Inst.Press, Waashington

Noor, Y., R. Khazali, M dan Suryadiputra. I N. N. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di

Indonesia. PHKA/WI-IP, Bogor.

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan, Jakarta.

Nontji. A. 2007. Laut Nusantara. Edisi Revisi. Djambatan, Jakarta

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia, Jakarta

Pakistan.Vol 42 no.5. Department of Botany, G.P.G. Jahanzeb College Saidu Sharif Swa.7

November 2011

Pelczar, dkk. 1993. Microbiology Consept And Applycations. New York : MC Graw Hill

Phillips, R.C. dan E.G. Menez, 1988. Seagrasses. Smithsonion Institution Press. Washington

D.C. 104 hal.

Raffaelli D dan Hawkins S. 1996. Intertidal Ecology. Chapman dan Hall, London.

Page 90 of 92

Page 91: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Raharjo,Y.1996. Community based management di wilayah pesisir. PelatihanPerencanaan

Wilayah Pesisir Secara Terpadu. Pusat Kajian Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Romimohtarto Kasijan-Sri Juwana. 2001. Biologi Laut-Ilmu Pengetahuan Tentang Biota

Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta.

Sedjati, S. 1999. Makalah Ilmiah : Kadar Proksimat Rumput Laut Caulerpa racemosa Dan

C. serulata Di Perairan Teluk Awur, Jepara. Universitas Diponegoro Semarang,

Semarang.

Short F, Carruthers T, Dennison W dan Waycott M. 2007. Global seagrass distribution and

diversity: A Bioregional model. Jurnal of Experimental Marine Biology and Ecology

350. Halaman 3 – 20. www.springerlink.com

Soemodihardjo, S. 1977. Beberapa Segi Biologi Fauna Hutan Payau dan Tinjauan

Komunitas Mangrove di Pulai Pari.Oseana 4 & 5 :24-32

Soerianegara, I .1987. Masalah Penentuan Jalur Hujan Hutan Mangrove. Pros. Sem. III

Ekos. Mangrove. MAB-LIPI:3947

Sulisetjono, Drs. 2009. ALGA. UIN Press, Malang

Sutomo ,2006. Rumput Laut. Pita Merahh, Jakarta.

Tjitrosoepomo. Gembong. 1989. Taksonomi Tumbuhan (Cryptogamae). UGM PRESS,

Yogyakarta

Tomlison, P.B., 1974. Vegetative morphology and meristem dependence – The Foundation of

Productivity in Seagrass. Aquaculture 4:107-130.

Trono, G.C dan E.T. Ganzon-Fortes. 1988. Philiphines Seaweed. National Book Store, Inc.

Quezon City. 330 pp.

Page 91 of 92

Page 92: Laporan Resmi Praktikum Botani Laut New

Page 92 of 92