Page 1
0
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH
(PNT 1201)
Disusun oleh :
1. Ady Bayu Prakoso (13286)
2. Annisa Mega Rachmadina (13098)
3. Chailendriani Pradaneira A. (13390)
4. Felisitas Syntia Herliandy (13224)
5. Rifqi Sulthan (13391)
6. Riya Fatma Sari (13284)
Golongan/Kelompok : A1/2
Nama Asisten : Ricky Christo Ajiputro
LABORATORIUM TANAH UMUM
JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
Page 2
1
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH (PNT 1201A1)
ACARA I
KADAR LENGAS TANAH
Disusun oleh :
1. Ady Bayu Prakoso (13286)
2. Annisa Mega Rachmadina (13098)
3. Chailendriani Pradaneira A. (13390)
4. Felisitas Syntia Herliandy (13224)
5. Rifqi Sulthan (13391)
6. Riya Fatma Sari (13284)
Hari/Tanggal Praktikum : Senin, 3 Maret 2014
Golongan/Kelompok : A1/2
Nama Asisten : Ricky Christo Ajiputro
LABORATORIUM TANAH UMUM
JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
Page 3
2
ACARA I
KADAR LENGAS TANAH
ABSTRAK
Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah dengan judul “Kadar Lengas Tanah” dilakukan
pada hari Senin, 3 Maret 2014 di Laboratorium Ilmu Tanah Umum, Jurusan Ilmu Tanah,
Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tujuan dari praktikum ini
adalah untuk mengetahui kadar lengas kering angin (udara) pada beberapa jenis tanah,
serta faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu, untuk mengetahui kadar lengas
suatu tanah dilakukan melalui perhitungan Kadar Lengas (KL). Kadar lengas (KL)
sering disebutkan sebagai kandungan air (moisture) yang terdapat dalam tanah. Alat dan
bahan yang digunakan selama percobaan berlangsung yaitu 6 buah botol timbang, contoh
tanah Ø 2,0 mm; Ø 0,5 mm; tanah bongkah (agregat utuh), timbangan dan oven. Metode
yang digunakan adalah metode gravimetri yaitu metode dengan menghitung selisih berat
lengas tanah antara sebelum dan sesudah dikeringkan. Hasil yang diperoleh dari
percobaan kadar lengas yaitu pada tanah Entisol dengan diameter 2 mm memiliki kadar
lengas 5,61%, Ø 0,5 mm memiliki kadar lengas 5,15% dan bongkah 1,93%. Tanah Alfisol
Ø 2mm kadar lengasnya 14,708%, pada diameter 0,5 mm kadar lengas yang dihasilkan
sebesar 11,449% dan tanah bongkah 7,566%. Untuk tanah Vertisol, Ø 2 mm memiliki
kadar lengas 13,741%, Ø 0,5 mm kadar lengasnya 13,332% dan bongkah kadar
lengasnya 12,858%. Pada tanah Ultisol Ø 2 mm kadar lengas yang dihasilkan adalah
13,547%, diameter 0,5 mm memiliki kadar lengas 8,544% dan tanah bongkah kadar
lengasnya sebesar 8,77%. Sedangkan tanah yang terakhir yaitu tanah Molisol, kadar
lengas 17,69% dimiliki oleh tanah dengan Ø 2mm, kadar lengas Ø 0,5 mm sebesar
16,005% serta pada tanah bongkah kadar lengasnya 15,48%.
Kata Kunci : Kadar lengas, contoh tanah, metode gravimetri.
I. PENGANTAR
Tanah merupakan lapisan
permukaan bumi yang sangat penting
keberadaannya. Selain sebagai tempat
berpijaknya manusia dan hewan, tanah juga
menjadi tempat tumbuhnya akar-akar
tanaman serta berbagai organisme yang
hidup di dalam tanah. Tanah mengandung
berbagai macam komponen penyusun tanah
yang berpengaruh terhadap pembentukan
tanah dan menjadi satu kesatuan yang utuh
yang akan membentuk bagian baru. Bahan
mineral, bahan organik, air serta udara
merupakan bahan utama penyusun tanah.
Adapun hal-hal yang mempengaruhi proses
pembentukan tanah yaitu bahan induk,
topografi, iklim dan organisme yang
bekerja pada waktu tertentu. Pengaruh
tersebut mengakibatkan kenampakan dan
sifat-sifat tanah di daerah yang satu dengan
daerah yang lain berbeda. Dengan kata lain,
karena intensitas tanah tiap daerah berbeda,
maka tanah yang terbentuk pun juga akan
berbeda.
Keberadaan kadar lengas sangat
penting di dalam bidang pertanian, karena
melalui proses pengaturan lengas akan
dikontrol, begitu pula dengan serapan hara
Page 4
3
dan pernapasan akar-akar tanaman yang
dapat berpengaruh pada pertumbuhan dan
produksi tanah. Kandungan lengas dalam
tanah juga berbeda-beda, baik itu pada
setiap lapisan maupun pada tiap jenis tanah.
Berdasarkan uraian tersebut, perlu
dilakukan percobaan untuk mengetahui
kadar lengas suatu tanah yang tersedia di
laboratorium (entisol, alfisol, ultisol,
vertisol dan molisol).
Tanah memiliki kualitas yang
berbeda di setiap wilayah. Pada tahun 1994,
Soil Science Society of America (SSSA)
telah mendefinisikan kualitas tanah sebagai
kemampuan tanah untuk menampilkan
fungsi-fungsinya dalam penggunaan lahan
atau ekosistem untuk menopang
produktivitas biologis, mempertahankan
kualitas lingkungan dan meningkatkan
kesehatan manusia, hewan, serta tumbuhan
(Agehara and Warncke, 2005).
Keberadaan air dalam tanah
mempunyai tingkat tegangan yang berbeda-
beda (Sutedjo dan Kartasapoetra, 1991).
Kemampuan tanah menahan air antara lain
dipengaruhi oleh tekstur tanah. Tanah-tanah
yang bertekstur kasar mempunyai daya
menahan air lebih kecil dibandingkan tanah
bertekstur halus.
Lengas tanah merupakan air yang
terdapat dalam tanah yang terikat oleh
berbagai kakas (matrik, osmosis dan
kapiler). Kakas ini meningkat sejalan
dengan peningkatan permukaan jenis zarah
dan kerapatan muatan elektrostatik zarah
tanah. Tegangan lengas tanah juga
menentukan berapa banyak air yang dapat
diserap tumbuhan. Bagian lengas tanah
yang mampu diserap oleh tumbuhan
dinamakan air ketersediaan
(Notohadiprabowo, 2006).
Kandungan air tanah memiliki peran
penting terhadap lingkungan dan iklim.
Kandungan air tanah mempengaruhi
hidrologi dan proses pertanian dan berbagai
proses lainnya. Demikian juga berdampak
pada sistem iklim melalui umpan balik
atmosfer (Anonim, 2010). Dalam kaitannya
dengan daya penyimpanan air, tanah
pasiran mempunyai daya pengikat terhadap
lengas tanah pasiran yang didominasi oleh
pori-pori mikro satu. Oleh karena itu, air
yang jatuh ke tanah pasiran akan segera
mengalami perkolasi dan air kapiler akan
mudah lepas karena adanya proses
evaporasi (Mukhid, 2010).
II. METODOLOGI
Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah
dengan judul “Kadar Lengas” ini
dilaksanakan pada hari Senin, 3 Maret 2014
di Laboratorium Ilmu Tanah Umum,
Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Bahan-bahan yang digunakan selama
percobaan dilakukan yaitu contoh tanah
Entisol, Alfisol, Vertisol, Ultisol dan
Page 5
4
Molisol yang masing-masing berdiameter 2
mm dan diameter 0,5 mm. Selain itu,
digunakan juga contoh tanah bongkah
(agregat utuh). Adapun alat yang digunakan
yaitu 6 buah botol timbang, timbangan serta
oven.
Cara kerja pada praktikum “Kadar
Lengas” ini adalah mula-mula enam buah
botol timbang kosong diberi label, lalu
masing-masing botol dengan tutupnya
ditimbang dan dimisalkan sebagai a gram.
Kemudian, diisi dua per tiga volume botol
dengan contoh tanah Ø 2 mm, Ø 0,5 mm
dan tanah bongkah yang masing-masing
dibuat dua kali ulangan (duplo). Setelah
diisi dengan tanah, botol ditimbang kembali
dengan tutupnya dan dimisalkan b gram,
lalu ditulis pada label yang telah ditempel
pada masing-masing botol. Ke-enam botol
timbangtersebut dimasukkan ke dalam oven
dengan tutup sedikit terbuka pada suhu
105°-110° C selama satu malam. Setelah
dioven, botol dikeluarkan dari oven lalu
ditutup rapat dan dibiarkan dingin di dalam
desikator kira-kira selama 15-30 menit.
Langkah akhir yaitu botol ditimbang dalam
keadaan ditutup rapat dan hasil timbangan
dimisalkan sebagai c gram, kemudian
dihitung kadar lengasnya dengan rumus:
Kadar Lengas (KL) = ( 𝑏−𝑐 )
( 𝑐−𝑎 )x 100%
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Kadar Lengas Tanah
KELOMPOK CONTOH TANAH KL (%)
1. Alfisol
Ø 2 mm (1)
14,708 Ø 2mm (2)
Ø 0,5 mm (1)
11,4495 Ø 0,5 mm (2)
Bongkah (1)
7,566 Bongkah (2)
2. Entisol
Ø 2 mm (1)
5,61 Ø 2mm (2)
Ø 0,5 mm (1)
5,15 Ø 0,5 mm (2)
Page 6
5
Bongkah (1)
1,93 Bongkah (2)
3. Vertisol
Ø 2 mm (1)
13,7415 Ø 2mm (2)
Ø 0,5 mm (1)
13,3325 Ø 0,5 mm (2)
Bongkah (1)
12,8586 Bongkah (2)
4. Ultisol
Ø 2 mm (1)
13,547 Ø 2mm (2)
Ø 0,5 mm (1)
8,544 Ø 0,5 mm (2)
Bongkah (1)
8,779 Bongkah (2)
5. Mollisol
Ø 2 mm (1)
17,65 Ø 2mm (2)
Ø 0,5 mm (1)
16,005 Ø 0,5 mm (2)
Bongkah (1)
15,48 Bongkah (2)
Pada praktikum kali ini, dilakukan
percobaan kadar lengas suatu tanah dari
contoh tanah yang tersedia seperti pada
tabel di atas. Dari data hasil percobaan di
atas, dapat diketahui bahwa kadar lengas
pada tanah alfisol Ø 2 mm sebesar 14,708
%, Ø 0,5 mm sebesar 11,4495 % dan kadar
lengas pada tanah bongkah yaitu 7,566 %.
Pada tanah entisol Ø 2 mm kadar lengasnya
adalah 5,61 %, Ø 0,5 mm kadar lengasnya
5,15 % dan pada tanah bongkah sebesar
1,93 %. Tanah vertisol Ø 2mm memiliki
Page 7
6
kadar lengas sebesar 13,7415 %, Ø 0,5 mm
sebesar 13,3325 % dan tanah bongkah
kadar lengasnya sebesar Ø 12,8586 %.
Tanah ultisol Ø 2 mm kadar lengasnya
sebesar 13,547 %, Ø 0,5 mm kadar
lengasnya 8,544 % dan tanah bongkah
memiliki kadar lengas 8,779 %. Sedangkan
kadar lengas tanah mollisol dengan Ø 0,5
mm adalah 16,005 %, Ø 2 mm adalah 17,65
% dan pada tanah bongkah memiliki lengas
sebesar 15,48 %. Jika data tersebut
diurutkan dari yang terendah hingga ke data
yang tertinggi, maka diperoleh hasil bahwa
untuk tanah dengan Ø 0,5 mm Entisol <
Ultisol < Alfisol < Vertisol < Mollisol. Pada
tanah Ø 2 mm, Entisol < Ultisol < Vertisol
< Alfisol < Mollisol. Sedangkan untuk
tanah bongkah diperoleh data bahwa tanah
Entisol < Alfisol < Ultisol < Vertisol <
Mollisol.
Entisol memliki kadar lengas tanah
terendah dibanding jenis tanah lainnya baik
pada diameter 0.5 mm, 2 mm, maupun
bongkah. Hal tersebut terjadi karena tekstur
entisol berupa pasiran dengan tekstur
tersebut meabilitasnya rendah sehingga
kurang menangkap air, oleh karena itu
tanah entisol perlu banyak membutuhkan
air, karena air yang hilang akibat infiltrasi
sangat besar. Tanah mollisol merupakan
tanah yang memliki bahan organik yang
cukup tinggi sehingga tanahnya pun subur
dengan hanya sedikit pencucian, dengan
tekstur lempung debuan jenis tanah ini pada
diameter 0.5 mm dan 2 mm memiliki kadar
lengas tertinggi, dan pada bongkahan pada
urutan kedua. Ultisol bersifat lembab serta
terjadi pembentukan plinthite dan fragipan
yang mengakibatkan gerakan air dalam
tanah sehingga memungkinkan tanah jenis
ini untuk bisa menyimpan air cukup baik.
Lengas tanah adalah air yang terikat
di dalam pori tanah bersama-sama dengan
garam yang larut di dalamnya membentuk
larutan tanah yang penting sebagai
perantara untuk memberikan unsur-unsur
hara tanah. Berdasarkan ketersediaannya,
lengas dibagi menjadi : 1) air kelebihan, 2)
air tersedia dan 3) air tidak tersedia. Air
kelebihan merupakan air yang terikat di atas
kapasitas lapang dan tidak menguntungkan
bagi tanaman tingkat tinggi. Air tersedia
merupakan air yang terikat di atas kapasitas
lapang dan titik layu permanen, serta air
tidak tersedia merupakan air yang terikat
dalam tanah pada titik layu permanen.
Tanah Alfisol adalah tanah yang
berkembang di daerah hutan humid, di
mana perpindahan lempung menghasilkan
horizon Bt, yang mengandung 20% atau
lebih daripada horizon A, dan tanahnya
cukup mengalami pencucian dalam
pelapukan. Akumulasi liat dalam horizon
organic b (Bt) dapat menyebabkan
kapasitas tukar kation horizon B maksimum
pada sejumlah tanah. Reaksi tanah
Page 8
7
bervariasi antara masam hingga netral
(Foth, 1998). Menurut Purwanto (2009)
dalam Anggrahini (2009),tanah Alfisols
mempunyai kandungan C-Organik tanah
tinggi sebesar 3.89, tingginya kandungan
C-Organik dikarenakan adanya
pengelolaan dengan penambahan bahan
organik sehingga kandungan C-Organik
ditanah Alfisols tinggi. Sedangkan menurut
Munir, (1992) pada umumnya tanah Alfisol
mempunyai kandungan C-Organik sedang
hingga rendah. Tanah Alfisols mempunyai
pH 5.2 (masam), tanah pada pH dibawah
5,0 proses nitrifikasi menurun, namun
seringkali masih dijumpai bakteri nitrifikasi
dan NO3- pada pH 4,5. Hal tersebut
kemungkinan karena adanya bakteri
nitrifikasi asidofilik, nitrifier heterotrop dan
atau terdapat situs mikro (niche)Alfisol
dicirikan oleh horizon elluviasi dan illuviasi
yang jelas. yang alkalin (Myrold cit
Purwanto, 2009). Kadar lengas tanah
Alfisols 4,86 %, sedangkan proses
nitrifikasi berlangsung optimal pada tanah-
tanah dengan kadar lengas kapasitas
lapangan 60 % dari ruang pori yang terisi
air. Jika dibandingkan dengan data
percobaan kami, kadar lengas yang didapat
dari hasil praktikum kami dengan hasil
penelitian orang lain sangat berbeda. Hal
tersebut terjadi karena pengaruh
lingkungan.
Tanah entisol cenderung memiliki
tekstur yang kasar dengan kadar organik
dan nitrogen rendah, tanah ini mudah
teroksidasi dengan udara, untuk tanah
entisol, kelembapan dan pH nya selalu
berubah, hal ini karena tanah entisol selalu
basah dan terendam dalam cekungan. Dan
tanah yang memiliki kadar asam yang
kurang baik untuk ditanami, karena
memiliki kadar asam yang sangat tinggi
atau sangat rendah.Berdasarkan hasil
penelitian Dahlan, dkk (2008) diperoleh
data bahwa kadar lengas tanah entisol
sebesar 5,10 %, kandungan C-organiknya
1,26 %, pH H2O tanah sebesar 5,80 dan
C/Nnya 11,50. Kadar lengas dari data
percobaan kami sesuai dengan hasil data
penelitian orang lain.
Ultisol bervariasi dalam warna dari
ungu-merah, orange kemerahan dengan
terang-menyilaukan, untuk oranye pucat
kekuningan-dan bahkan beberapa nada
kekuningan-coklat tenang. Mereka
biasanya cukup asam, sering memiliki pH
kurang dari 5. Hasil warna merah dan
kuning dari akumulasi oksida besi (karat)
yang sangat tidak larut dalam air. Banyak
nutrisi, seperti kalsium dan potasium.
Menurut M. Dahlan, Mulyati dan Ni Wayan
Dwiani Dulur dalam Jurnal Agroteksos
Vol. 18 No. 1-3 bulan Desember 2008
halaman: 20-26, menerangkan bahwa kadar
lengas untuk tanah Ultisol adalah sebesar
Page 9
8
kurang lebih 5,6%. Ultisol memiliki tekstur
lempung dan berasal dari bahan induk
lempung. Hal ini menyebabkan daya
permeabilitasnya rendah sehingga mampu
menahan air.
Mollisols adalah bagian tanah di
taksonomi tanah USDA. Mollisols ada di
daerah semi-kering untuk wilayah semi-
lembab, biasanya di bawah penutup padang
rumput. Dengan beberapa daerah padang
pasir adalah area bercurah hujan tinggi yang
mendukung rumput cenderung menutupi
tanah dengan sempurna dan menghasilkan
bahan organik. Mollisols telah mendalam,
bahan organik tinggi, diperkaya gizi-
permukaan tanah (horizon A), biasanya
antara 60-80 cm. Permukaan horison ini
subur, dikenal sebagai epipedon mollic,
adalah fitur diagnostik mendefinisikan
Mollisols. Sangat dipengaruhi oleh
kebakaran dan pedoturbation berlimpah
dari organisme seperti semut dan cacing
bumi. epipedons Mollic hasil dari
penambahan jangka panjang dari bahan
organik berasal dari akar tanaman, dan
biasanya memilikI lembut, butiran, struktur
tanah. Berdasarkan penelitian Novrizal dan
Suwardji dalam Prospek Pengembangan
Tanaman Jarak Pagar (Jatropacurcas) pada
Berbagai Order Tanah di Pulau
Lombok dalam Jurnal Pertanian,
Rendzina memiliki kadar lengas sebesar
35,18%. Rendzina memiliki kadar
lempung yang tinggi, bertekstur halus, dan
daya permeabilitas rendah sehingga
kemampuan menahanairnya besar.
Tanah yang termasuk ordo Vertisol
merupakan tanah dengan kandungan liat
tinggi (lebih dari 30%) di seluruh horizon,
mempunyai sifat mengembang dan
mengkerut. Kalau kering tanah mengkerut
sehingga tanah pecah-pecah dan keras.
Vertisols sangat cocok untuk padi karena
mereka hampir kedap saat jenuh. Pertanian
tadah hujan sangat sulit karena vertisols
dapat bekerja hanya dalam jarak yang
sangat sempit kondisi kelembaban: mereka
sangat keras ketika kering dan sangat
lengket bila basah. Menurut penelitian
Novrizal dan Suwardji dalam Prospek
Pengembangan Tanaman Jarak Pagar
(Jatropa curcas) pada Berbagai Order
Tanah di Pulau Lombok disebutkan bahwa
Vertisol memiliki kadar lengas kapasitas
lapang sebesar 29,36 persen dan tekstur
tanah liat berpasir. Tanah Vertisol memiliki
pasir yang lebih dominan yaitu sebesar
57%, liat sebesar 38%, dan debu sebesar
5%. Dari jumlah persen pasir, liat, dan debu,
Vertisol yang digunakan memiliki kelas
tekstur liat berpasir (Suwardji dkk., 2006).
Yasin (2004) menyebutkan tanah Vertisol
memiliki kadar liat yang tinggi ( > 35%).
Vertisol dapat menyimpan air dalam jumlah
yang lebih besar dan pengikatan antar
partikel tanah yang kuat.
Page 10
9
Kadar lengas merupakan kandungan
air yang terdapat dalam pori tanah. Faktor-
faktor yang mempengaruhi kadar lengas
yaitu, anasir iklim, kandungan bahan
organik dan fraksi lempung tanah, topografi
dan adanya bahan penutup tanah (bahan
organik maupun anorganik). Iklim
berpengaruh pada sedikit banyaknya air
pada tanah. Metode ini dilakukan berdasar
selisih antara curah hujan dan penguapan
atau evaporasi. Bahan organik dan lempung
berguna sebagai penyimpan air. Bahan
organik dan lempung berbentuk koloid dan
mempunyai luas permukaan yang besar
sehingga dapat menyimpan air dalam
jumlah banyak. Topografi atau relief
berpengaruh pada kecepatan infiltrasi air
dan mempercepat bekurangnya kadar
lengas melalui permukaan tanah. Relief
datar dan cekung akan mengalami infiltrasi
yang besar, sedangkan relief curam akan
megalami kehilangan air yang besar.
Penutup tanah seperti mulsa organik,
plastik, kain atau kertas akan mengurangi
terjadinya penguapan atau evaporasi
sehingga kandungan lengas dalam tanah
lebih awet.
Lengas tanah memiliki fungsi yang
penting dalam pembentukan tanah dan
pertumbuhan tanaman. Dalam
pembentukan tanah, lengas tanah berfungsi
untuk membantu proses pelapukan batuan
baik secara fisik maupun kimia, serta
menjaga suhu tanah agar tidak terlalu panas
maupun terlalu dingin. Sedangkan fungsi
lengas tanah bagi pertumbuhan tanaman
yaitu mengantar unsur hara ke tanaman,
mengisi bagian sel-sel tanah dan
menetralkan suhu tubuh tanaman. Fungsi
mengetahui kadar lengas tanah dalam
pertanian yaitu untuk mengetahui serapan
hara serta pernafasan akar tanaman yang
selanjutnya akan berpengaruh pada
pertumbuhan dan produksi tanaman. Kadar
lengas dapat digunakan untuk menduga
kebutuhan air dalam persawahan, proses
irigasi, mengetahui suatu jenis tanah
terhadap daya penyimpanan air dan
digunakan dalam
perhitungan nilai perbandingan dispersi
(NPD)serta untuk mengetahui daya tahan
terhadap erosi yang semuanya ditu berguna
dalam menentukan jenis tanaman serta
lokasi yang tepat untuk bertanam.
Kadar lengas dapat diketahui
dengan menggunakan berbagai macam
metode, antara lain: gravimetri,
tensiometer, pancaran neutron, dan
kalsium. Metode ini masing-masing
mempunyai keunggulan dan kelemahan.
Metode gravimetris yaitu menghitung
selisih berat lengas antara sebelum dan
setelah dikeringkan, namun dalam
pemakaiannya timbangan harus sensitive
karena diperlukan ketelitian yang
tinggi dalam baca data agar hasil tidak salah
Page 11
10
dan menyimpang. Untuk itulah, diperlukan
timbangan yang sama untuk a,b, dan c
dalam menimbang berat, keunggulannya
harganya murah dan dalam menentukan
nilai berat suatu percobaan akan lebih cepat.
Metode tensiometer yaitu mengkalibrasikan
antara ketinggian air raksa dalam
kelemahannya yang terdesak oleh air dalam
tanah dengan kurva standard,
kelemahannya adalah harus dengan kurva
standard dan butuh waktu lama dalam
pengukurannya. Keunggulannya dapat
melihat fluktuasi air tanah. Pancaran
neutron digunakan untuk menghitung
partikel neutron yang tertabrak oleh air
tanah dan tercatat oleh detektor tetapi
detektor harus sensitif dan harganya sangat
mahal, kelebihan yang dimiliki adalah
metode ini hasilnya sangat rinci. Metode
kalsium adalah kandungan lengas terukur
yaitu tekanan yang dicatat oleh manometer
akibat desakan gas hasil reaksi antara bahan
karbit dengan air tanah, dan lain-lain,
kelemahan dari metode ini, kadar yang kecil
tidak dapat terdeteksi dan keunggulannya
murah. Serta dapat dilakukan langsung
dilapangan, dari semua metode yang
digunakan dalam praktikum pengukuran
kadar lengas ini adalah metode gravimetris.
Alasannya karena metode ini lebih cepat
dan murah. Akan tetapi penimbangannya
harus dilakukan seteliti mungkin sebab jika
terjadi kekeliruan dalam penimbangan
maka hasil akan menyimpang dari tensi.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Lengas tanah merupakan air yang
terdapat dalam tanah yang terikat
oleh berbagai kakas (matrik,
osmosis dan kapiler)
2. Metode yang digunakan adalah
metode gravimetri
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kadar lengas yaitu, anasir iklim,
kandungan bahan organik dan
fraksi lempung tanah, topografi dan
adanya bahan penutup tanah
4. Urutan data dari yang terendah
hingga ke data yang tertinggi, maka
diperoleh hasil bahwa untuk tanah
dengan Ø 0,5 mm Entisol < Ultisol
< Alfisol < Vertisol < Mollisol. Pada
tanah Ø 2 mm, Entisol < Ultisol <
Vertisol < Alfisol < Mollisol.
Sedangkan untuk tanah bongkah
diperoleh data bahwa tanah Entisol
< Alfisol < Ultisol < Vertisol
<Mollisol
V. PENGHARGAAN
Puji syukur kami panjatkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya, sehingga kami
dapat mengikuti praktikum dan
menyelesaikan laporan dasar-dasar ilmu
Page 12
11
tanah acara IX yang berjudul Kadar Kapur
Setara Tanah. Kami mengucapkan terima
kasih kepada dosen-dosen pengampu mata
kuliah dasar-dasar ilmu tanah. Orang tua
kami yang senantiasa memberi dukungan
kepada kami. Ricky Christo Ajiputro selaku
asisten praktikum kelompok kami
(kelompok 2), dan seluruh asisten
praktikum dasar-dasar ilmu tanah yang
telah membimbing sehingga laporan ini
dapat terselesaikan, serta kepada teman-
teman kelompok 2 dan teman-teman
golongan A1 yang telah membantu dan
bekerjasama dalam proses pengerjaan
laporan maupun ketika praktikum
berlangsung. Semoga ilmu yang diperoleh
dapat bermanfaat bagi banyak pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Anggrahini, N., 2009. Dinamika N NH4+, N
NO3-dan potensial nitrifikasi tanah di
alfisols, jumantono dengan berbagai
perlakuan kualitas seresah (Albisia
falcataria (sengon laut) dan Swietenia
mahogani (mahoni))
Dahlan, M., Mulyati dan N. W. D. Dulur,
2008. Studi aplikasi pupuk organik
dan anorganik terhadap perubahan
beberapa sifat tanah entisol. Jurnal
Agroteksos. Mataram (18) 1-3: 20-26
Foth, Henry D. 1984. Dasar-Dasar Ilmu
Tanah, Edisi Ketujuh, Diterjemahkan
oleh: Endang Dwi Purbayanti, dkk.
Jogjakarta: Gadjah Mada University
Press.
Novrizal dan Suwardji.
2007. Prospek pengembangan
tanaman jarak pagar (Jatropa Curcas)
pada berbagai order tanah di pulau
Lombok. Jurnal Pertanian. Lombok :
23-30.
Purwanto, H. 2009. Biologi Tanah (Kajian
Pengelolaan Tanah Berwawasan
Lingkungan). Penerbit Indonesia
Cerdas. Yogyakarta.
Sasongko, Katon 2013. DDIT Kadar
Lengas
Tanah.<http://katonsasongko.wordpr
ess.com/2013/03/05/ddit-kadar-
lengas-tanah/>. Diakses pada 11
April 2014.
Suwardji dan Joko. 2003. Inventarisasi
Luas Lahan Kritis Propinsi Nusa
Tenggara Barat, Mataram.
Yasin. 2004. Pengantar Klasifikasi Tanah:
Bahan Ajar MK Klasifikasi Tanah.
Mataram, Fakultas Pertanian
Universitas Mataram.
Page 13
12
LAMPIRAN
A. Perhitungan
1. Alfisol
a. Diameter 0,5mm (I)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 45,484 − 43,738
43,738 − 28,204× 100%
= 11,239%
b. Diameter 0,5mm (II)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 40,858 − 39,009
39,009 − 22,679× 100%
= 11,658%
Rata-rata
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 11,239 + 11,658
2
= 11,4485%
c. Diameter 2mm (I)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 66,087 − 63,937
63,937 − 45,815× 100%
= 11,644%
d. Diameter 2mm (II)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 40,858 − 39,009
39,009 − 22,679× 100%
= 17,773%
Rata-rata
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 11,4485 + 17,773
2
= 14,708%
e. Bongkah (I)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 30,469 − 29,827
29,827 − 21,047× 100%
= 13,007%
f. Bongkah (II)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 31,827 − 30,183
30,183 − 21,055× 100%
= 2,126%
Page 14
13
Rata-rata
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 13,007 + 2,126
2
2. Entisol
a. Diameter 0,5mm (I)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 39,687 − 39,190
39,190 − 30,282× 100%
= 5,63%
b. Diameter 0,5mm (II)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 54,659 − 54,034
54,034 − 42,954× 100%
= 5,64%
Rata-rata
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 5,63 + 5,64
2
= 5,15%
c. Diameter 2mm (I)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 56,501 − 55,921
55,921 − 44,600× 100%
= 5,123%
d. Diameter 2mm (II)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 38,199 − 37,431
37,431 − 22,598× 100%
= 5,177%
Rata-rata
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 5,123 + 5,177
2
= 5,61%
e. Bongkah (I)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 64,271 − 64,072
64,072 − 52,935× 100%
= 1,786%
f. Bongkah (II)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 40,258 − 40,075
40,075 − 31,235× 100%
= 2,07%
Page 15
14
Rata-rata
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 1,786 + 2,07
2
= 1,93%
3. Vertisol
a. Diameter 0,5mm (I)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 55,79 − 53,93
53,93 − 40,03× 100%
= 13,38%
b. Diameter 0,5mm (II)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 47,89 − 46,09
46,09 − 32,54× 100%
= 13,284%
Rata-rata
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 13,38 + 13,284
2
= 13,3325%
c. Diameter 2mm (I)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 50,05 − 48,53
48,53 − 37,48× 100%
= 13,7556%
d. Diameter 2mm (II)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 36,09 − 34,09
34,09 − 22,598× 100%
= 17,4034%
Rata-rata
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 13,7556 + 17,4034
2
= 13,7415%
e. Bongkah (I)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 44,79 − 43,38
43,38 − 32,46× 100%
= 12,912%
f. Bongkah (II)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 45,09 − 43,83
43,83 − 33,99× 100%
Page 16
15
= 12,804%
Rata-rata
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 12,912 + 12,804
2
= 12,8586%
4. Ultisol
a. Diameter 0,5mm (I)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 55,623 − 54,601
54,601 − 41,029× 100%
= 7,53%
b. Diameter 0,5mm (II)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 39,437 − 38,214
38,214 − 25,432× 100%
= 9,568%
Rata-rata
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 7,53 + 9,568
2
= 8,779%
c. Diameter 2mm (I)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 41,195 − 45,139
45,139 − 31,794× 100%
= 29,554%
d. Diameter 2mm (II)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 57,137 − 55,622
55,622 − 46,531× 100%
= 16,664%
Rata-rata
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 29,554 + 16,664
2
= 13,547%
e. Bongkah (I)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 59,027 − 58,262
58,262 − 47,604× 100%
= 7,177%
f. Bongkah (II)
Page 17
16
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 59,802 − 58,661
58,661 − 47,671× 100%
= 10,382%
Rata-rata
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 7,177 + 10,382
2
= 8,779%
5. Mollisol
a. Diameter 0,5mm (I)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 43,060 − 40,867
40,867 − 27,159× 100%
= 15,997%
b. Diameter 0,5mm (II)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 45,612 − 43,483
43,483 − 30,186× 100%
= 16,011%
Rata-rata
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 15,997 + 16,011
2
= 16,005%
c. Diameter 2mm (I)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 55,482 − 53,154
53,154 − 38,009× 100%
= 15,371%
d. Diameter 2mm (II)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 32,655 − 30,788
30,788 − 18,815× 100%
= 15,593%
Rata-rata
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 15,371 + 15,593
2
= 17,65%
e. Bongkah (I)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 33,291 − 31,823
31,823 − 23,536× 100%
= 17,714%
Page 18
17
f. Bongkah (II)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 46,302 − 44,798
44,798 − 36,249× 100%
= 17,592%
Rata-rata
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 (𝐾𝐿) = 17,714 + 17,592
2
= 15,48%
Data Hasil Praktikum
Gambar 1. Hasil Analisa Kadar Lengas
Page 19
18
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH (PNT 1201A1)
ACARA II
NILAI PERBANDINGAN DISPERSI (NPD)
Disusun oleh :
1. Ady Bayu Prakoso (13286)
2. Annisa Mega Rachmadina (13098)
3. Chailendriani Pradaneira A. (13390)
4. Felisitas Syntia Herliandy (13224)
5. Rifqi Sulthan (13391)
6. Riya Fatma Sari (13284)
Hari/Tanggal Praktikum : Senin, 10 Maret 2014
Golongan/Kelompok : A1/2
Nama Asisten : Ricky Christo Ajiputro
LABORATORIUM TANAH UMUM
JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
Page 20
19
ACARA II
NILAI DISPERSI TANAH
ABSTRAK
Praktikum Nilai Perbandingan Dispersi dilaksanakan pada hari Senin, 3 Maret 2014 di
laboratorium Tanah Umum, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah
Mada. Nilai Perbandingan Dispersi (NPD) merupakan perbandingan antara partikel
lempung dan debu yang mudah terdispersi oleh air. Metode yang digunakan dalam
praktikum ini adalah metode sedimentasi (analisis granuler cara pipet) terhadap jenis
tanah Entisol. Praktikum penentuan NPD tanah ini dilakukan untuk mengetahui
kepekaan suatu tanah terhadap air yang kita ketahui bahwa tanah terdiri dari tiga fraksi
yaitu debu, pasir, danlempung. Ketiga fraksi inilah yang nantinya akan mentukan besar
kecilnya NPD suatu tanah. Dapat dikatakan bahwa nilai dispersi suatu tanah merupakan
tingkat fraksi tanah yang akan terdispersi oleh air. Semakin tinggi NPD tanah berarti
semakin tinggi juga suatu tanah akan terbawa oleh air (erosi). Tingkat ketahanan tanah
terhadap erosi berbeda-beda, sesuai dengan jenis, unsur, dan kemampuan fisik tanah.
Dari praktikum Nilai Perbandingan Dispersi (NPD) untuk jenis tanah Entisol diperoleh
NPD tanah sebesar
Kata kunci: nilai dispersi tanah, sedimentasi, fraksi
I. PENGANTAR
Tanah merupakan komponen
penting yang terdapat di bumi dan
merupakan elemen yang sangat penting
baik kehidupan manusia, hewan,maupun
tumbuahan. Tanah berfungsi sebagai
tempat berpijak,media tumbuh tanaman.
Tanah sendiri mengandung 5 komponen
dasar yaitu batu-batua mineral, bahan
organik, air, dan zat-zat terlarut serat udara.
Selain kandungannya tanah juga tersusun
atas 3 fraksi yaitu debu, pasir, dan
lempung.Fraksi penyusun tanah inilah yang
menentukan karakteristik tanah tersebut,
termasuk didalam nya adalah tingakat
kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas)
yang dapat diketahui dengan menghitung
Nilai Perbandingan Dispersi (NPD) oleh
air.
Tingkat erosi tanah dipengaruhi
oleh 2 faktor yaitu faktor luar dan faktor
dalam.Faktor luar yang mempengaruhi
erosi diantaranya iklim, topografi, vegetasi,
dan kegiatan manusia.Sedangkan faktor
dalam yang mempengaruhi kepekaan erosi
tanah adalah fraksi penyusun tanah.Kadar
lempung dan debu yang tinggi dalam tanah
cenderung membuat sifat tanah menjadi liat
karena memiliki ikatan antar partikel debu
dan lempung. Dalam berbagai jenis tanah
tentunya memiliki kadar debu dan lempung
yang beragam, hal ini juga menyebabkan
nilai perbandingan dispersi berbagai
macam tanah berbeda
Suatutanah akan tahan terhadap
erosi apabila NPD tanah kecil (erodibilitas
kecil) dan sebaliknya, jika NPD tanah besar
berarti tanah tersebut peka terhadap erosi.
Page 21
20
Perhitungan NPD tanah dilakukan dengan
membandingkan jumlah partikel debu dan
lempung yang terdisperi dalam air
(ditentukan dengan percoban) dengan
jumlah partikel debu dan lempung total
(data tetap/tabel). Praktikum ini bertujuan
untuk menentukan debu dan lempung total,
debu dan lempung actual, dan nilai
perbandingan disperse (NPD).
Sifat fisik tanah adalah suatu sifat
karakteristik tanah yang dapat diamati
secara fisik (tidak terjadi reaksi kimia) yang
diantaranya adalah kerapatan partikel,
konsistensi, temperatur, warna tanah,
tekstur tanah, dan erodibilitas (kepekaan
terhadap erosi). Pada penentuan erodibilitas
tanah dikenal dengan NPD (Nilai
Perbandingan Dispersi) yaitu perbandingan
antara jumlah debu dan lempung dalam
tanah yang terdisapersi oleh air dengan
kadar lempung dan debu total pada tanah.
Kepekaan tanah terhadap erosi
(erodibilitas) adlah cirri dari bahan yang
terkena erosi yang berhubungan dengan
kepekaannya terhadap kekuatan-kekuatan
yang mempu mengerosi (Arief, 2001).
Tanah tersusun dari 3 fraksi yaitu
debu , pasir, dan lempung yang saling
memiliki karakteristik masing-masing.
Penyusun tanah oleh ketiga fraksi ini
dengan kadar yang berbeda-beda akan
menyebabkan pori-pori tanah yang berbeda
pada akhirnya mempengaruhi tingkat
penyerapan air dalam tanah. Erodibilitas
dan NPD tanah tidak dapat dipisahkan
karena NPD dapat menentukan tingkat
dispersi tanah yang secara langsung akan
menentukan kepekaan tanah terhadap erosi
(erodibilitas). Semakin kecil NPD dan nilai
erodiblitas, tanah memiliki ketahanan
terhadap erosi semakin besar (Kastsberg et
al,2007 ). Erodibilitas tanah sangat penting
untuk diketahui dalam rangka konservasi
tanah, karena adanya erosi yang berlebihan
terhadap suatu tanah akan menurunkan
mutu atau kualitas tanah tersebut. Pengaruh
erosi terhadap menurunnya kuaitas tanah
ditandai dengan terjadinya penghanyutan
partikel tanah, perubaan struktur tanah,
penurunan kapasitas infiltrasi dan
menghanyutkan pula sebagian unsure hara
tanaman, baik terbawa dalam aliran
permukaan atau terhanyu bersama-sama
tanah yang tererosi (Seta, 2007).
Erosi secara sederhana diartikan
sebagai berpindahnya butiran tanah dari
suatu tempat secara alamiah atau oleh
aktifitas manusia maupun kombinasi
keduanya.Erosi dapat menjadi masalah
apabila kejadiannya dipercepat oleh
aktifitas manusia dan karena Indonesia
memiliki curah hujan tinggi. Aktifitas
manusia dimaksud didorong oleh
kebutuhan akan lahan untuk pemukiman,
pembangunan sarana prasarana dan
aktifitas produksi. Dari beberapa kejadian
Page 22
21
diketahui adanya peran erosi sebagai sebab
utama bencana banjir dan penurunan
jumlah maupun kualitas ketersediaan air.
Oleh karenanya pengendalian erosi
merupakan bagian dari kegiatan
pengelolaan sumberdaya air (Saptarini,
2007).
Hampir semua tanah yang
miring,kurang dapat menyerap air, air yang
jatuh di atasnya hilang karena run off aliran
permukaan. Hilangnya air yang harus
masuk ke dalam tanah dan dapat digunakan
oleh tumbuhan dan tersangkutnya tanah
yang biasa jika mengalir terlalu cepat.
Pengambilan dan pemindahan ini disebut
erosi (Buckman and Brady,1982).
Sifat fisika tanah yang didasarkan di
atas derajat ketahananterhadap dispersi
(NPD) mencerminkan bahwa pada tanah-
tanah ini peka sehingga sangat peka
terhadap dispersi.Terdapat kecenderungan
bahwa tanah lapisan atas nilai NPD nya
tampak lebih kecil dibandingkan dengan
lapisan bawah. Kemungkinan hal ini
disebabkan oleh adanya bahan organik yang
lebih tinggi pada lapisan atas dan proses
strukturisasinya dan agregasi telah berjalan
lebih baik(Notohadiprawiro, 1998).
Faktor erodibilitas (kepekaan tanah)
adalah besarnya erosi per unit indeks, erosi
hujan pada tanah tertentu yang di berakar
dengan kemiringan lereng 9% dan panjang
72,6 kaki. Sifat-sifat tanah yang
menentukan erodibilitas yaitu sifat-sifat
yang menentukan pasitas infiltrasi,
permeabilitas dan daya menahan air dan
Sifat-sifat yang menentukan ketahanan
terhadap dispersi dan ketahanan tanah
(Syukur, 2005).
Empat sifat tanah yang terpenting
dalam menentukan erodibilitas adalah 1)
Tekstur Tanah, yang biasanya berkaitan
dengan ukuran dan porsi partikel-partikel
tanah dan akan membentuk tipe tanah
tertentu. Tiga unsur tanah adalah pasiran,
lempung, dan debu.Tanah yang didominasi
unsur liat mempunyai ikatan partikel yang
tergolong kuat sehingga tidak mudah
tererosi.Begitu juga tanah yang didominasi
oleh unsur pasir (tekstur kasar),
kemungkinan untuk terjadi erosi pada tanah
ini tinggi karena laju infiltrasi tinggi
sehingga menurunkan laju air larian.
Sebaliknya pada tanah yang didominasi
unsur debu dan pasir lembut serta
kandungan bahan organik yang rendah
memberikan kemungkinan yang besar
untuk tererosi; 2) Unsur Organik, yaitu
terdiri atas limbah tanaman dan hewan
sebagai proses dekomposisi. Unsur organik
cenderung memperbaiki struktur tanah dan
bersifat meningkatkan permeabilitas tanah,
kapasitas dan kesuburan tanah; 3) Struktur
Tanah yaitu merupakan susunan partikel
tanah yang membentuk agregat.Struktur
tanah mempengaruhi kemampuan tanah
Page 23
22
dalam menyerap air; serta 4) Permeabilitas,
yang menunjukan kemampuan tanah dalam
meloloskan air.Struktur dan tekstur tanah
serta unsur organik ikut ambil bagian dalam
menentukan permeabilitas tanah.Tanah
dengan permeabilitas tanah tinggi
menaikan laju infiltrasi dan dengan
demikian menurunkan laju air larian.
Erosivitas adalah kemampuan air
hujan untuk menghancurkan dan
menghanyutkan partikel tanah.Jadi
merupakan fungsi sifat fisik tanh dan sifat
fisik curah hujan yang menentukan untuk
menghancurkan dan menghanyutkan
partikel tanah (erosi).Di sini energi
kinetiknya yang terpenting merupakan
kekuatan utama penghancur agregat-
agregat tanah (Sutejo, 2002).Faktor
pengelolaan tanaman memberikan andil
yang besar dalam mengurangi laju
erosi.Jenis dan kondisi semak (bush) dan
tanaman pelindung yang bisa memberi
peneduh (canopy) untuk tanaman
dibawahnya cukup besar dampaknya
terhadap laju erosi. Untuk kondisi lahan
padang rumput, padang gurun dan tanah
yang tak ditanami maka laju erosi dapat
mencapai sangat ekstrim sebesar 150 kali
(Kadoatie and Roestam, 2010).
II. METODOLOGI
Praktikum Nilai Perbandingan
Dispersi (NPD) dilakukan pada hari Senin
tanggal 3 Maret 2014 di Laboratorium
Tanah Umum, Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Gadjah
Mada.Adapun praktikan dilakukan dengan
metode sedimentasi.Bahan yang diperlukan
dalam praktikum ini adalah tanah Entisol
dengan spesifikasi tanah
sebanyak 15 gram.Sedangkan alat yang
diperlukan adalah beaker glass 500 ml
digunakan untuk menuang aquadest atau
bisa langsung dituangkan dalam botol
aquadest, tabung sedimentasi 1 liter
digunakan sebagai wadah pasir dan
aquadest, cawan penguap(porselin) 50 ml
digunakan untuk wadah suspensi, dan
termometer sebagai pengukur suhu
campuran atau suspensi.
Cara kerja praktikum ini, pertama
contoh tanah 2mm ditimbang seberat 15
gram. Tabung sedimentasi dibersihkan dna
dikeringkan. Dimasukkan contuoh tanah
kedalam tabung sedimentasi 1000 ml.
contoh tanah dilebarkan sepanjang 4-5 cm,
dengan cara tabung sedimentasi
dimiringkan. Air aquadest ditambahkan
dengan botol pancar dan dibiarkan air
aquadest menembus perlahan secara
kapilaritas, bukan karena dituangi. Setelah
tanah menjadi basah, air aquadest
ditambahkan lewat dinding tabung sampai
volume 250 ml. kemudian didiamkan
selama 15 menit agar dispersi oleh air
aquadest sempurna. Aquadest
ditambahkandengan beker gelas atau
dengan botol pancar lewat dinding tabung
Page 24
23
dan jadikan volume menjadi 300 ml, dan
dilanjutkan sampai 1000 ml. Setelah itu
suhu air didalam tabung di ukur dan
ditentukan waktu pemipetannya (entisol:
28C, 1 menit 25 detik). Cawan penguap
kosong disiapkan, diberi label dan
ditimbang.Tabung sedimentasi ditutup
dengan plastic dan di gojoksecara kuat
denga dibolak balik 15 kali dengan
kecepatan 2 detik bolak balik.Tabung
diletakkan secara hati-hati dan waktu
tunggu pemipetan dimulai. Setelah waktu
pemipetan kurang beberapa detik (5-10
detik) pipet volume 25 ml dimasukkan
perlahan (jangan sampai terjadi
pengadukan) sampai kedalaman 20 cm.
Pipet suspense diangkat kemudian dituang
kedalam cawan penguap dan di oven pada
suhu 102- C hingga keesokan hari.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 2. Nilai Perbandingan Dispersi Tanah
No. Jenis Tanah NPD (%) Daya Tahan
1. Alfisol 15,9 Agak peka
2. Entisol 93,87 Peka
3. Vertisol 12,642 Tahan
4. Ultisol 30,887 Peka
5. Mollisol 15,397 Agak peka
Praktikum penentuan Nilai
Perbandingan Dispersi (NPD) tanah
dilakukan dengan metode sedimentasi,
metode ini merupakan metode yang
dilakukan untuk membuat susunan tanah
bersedimen atau dapat dikatakan tersusun
berdasarkan fraksi penyusunnya. Dengan
metode tersebut maka saat dilakukan
penambahan aquadest dalam tabung
sedimentasi yang berisi dengan sampel
tanah, aquadest dimasukkan lewat dinding
tabung supaya tanah yang ada didalam
tabung tersebut dapat menyerap air secara
perlahan-lahan sehingga akan terjadi proses
kapilaritas oleh tanah. Hal tersebut
bertujuan agar lapisan tanah tersusun sesuai
dengan masa fraksi yang membentuknya.
Nilai Perbandingan Dispersi (NPD)
tanah merupakan hal penting dalam
penentuan ketahanan suatu tanah karena
dengan mengetahui kadar NPD tanah kita
dapat menentukan ketahan suatu tanah
terhadap erodibilitas tanah. Berdasarkan
percobaan dan perhitungan yang telah
Page 25
24
dilakukan diperoleh NPD tanah dari yang
prosentase NPD yang terbesar yaitu tanah
Entisol (93,87%); tanah Ultisol (30,887%);
tanah Alfisol (15,9%); tanah Mollisol
(15,397%); dan tanah Vertisol (12,642%).
Dari prosentase yang telah diperoleh
tersebut dapat dikatakan bahwa tanah yang
memiliki kerentanan terbesar terhadap erosi
tanah adalah tanah Entisol, dimana tanah
Entisol ini merupakan tanah yang memiliki
fraksi pasir dan fraksi debu yang dominan
fraksi lempungnya. Apabila dilihat dari sisi
daya tahan suatu tanah terhadap erosi, yaitu
jika tanah memiliki NPD kurang dari 15%
maka tanah tersebut tahan terhadap erosi,
jika memiliki NPD antara 15 hingga 19%
maka tanah tersebut peka terhadap erosi,
dan jika memiliki NPD lebih dari 15%
maka tanah tersebut peka terhadap erosi.
Sehingga, apabila ditinjau kembali dari
hasil yang didapat dari praktikum yang
telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
tanah yang peka terhadap erosi adalah tanah
Entisol dan tanah Ultisol, sedangkan yang
agak peka terhadap eosi adalah tanah
Alfisol dan tanah Mollisol, untuk tanah
yang tahan dengan adanya erosi adalah
tanah Vertisol.
Berdasarkan tabel data Undang
Kurnia dan Suwardjo, 1984 (dalam Dariah
et. al, 2005) menyatakan bahwa tanah
Entisol (Regosol) memiliki faktor kepekaan
terhadap erosi berkisar 0,11-0,16 dengan
rata-rata 0,14 yang menempati kelas
erodibilitas rendah, selain itu juga
disebutkan bahwa prosentase dari fraksi
penyusun tanahnya yaitu pasir (0,6%), pasir
halus (2,1%), debu (26,1%), lempung
(71,2%), dan C-organik (0,73%). Dari
prosentase tersebut dapat dijelaskan bahwa
pasir halus dan debu merupakan partikel-
partikel tanah yang berpengaruh pada
kepekaan tanah terhadap erosi, tanah akan
lebih mudah tererosi apabila memiliki
kandungan debu tinggi disertai dengan
bahan organic yang cukup rendah, dan
tanah dengan kandungan debu berkisar
antara 40 hingga 60% merupakan tanah
yang memiliki kepekaan terhadap erosi
yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, hasil dari
praktikum yang kita dapat apabila dikaji
dengan hasil penelitian tersebut maka hasil
praktikum kami kurang sesuai dengan hasil
penelitian, yaitu tanah Entisol memiliki
NPD diatas 15%.Akan tetapi apabila dilihat
dari segi kandungan fraksi penyusun tanah,
hasil dari praktikum kami menunjukkan
bahwa tanah Entisol memiliki fraksi pasir
dan fraksi debu yang cukup dominan.
Untuk tanah Vertisol memiliki nilai
NPD 12,6% yang berarti tanah Vertisol
merupakan tanah yang tahan terhadap erosi.
Hal itu disebabkan karena rata-rata pada
tanah Vertisol memiliki fraksi lempung
sekitar 78% yang memiliki struktur kuat
dan tahan terhadap erosi. Tanah Vertisol
memiliki fraksi debu sebesar 18%, dan
fraksi pasir yang hanya sebesar 4%. Kadar
Page 26
25
lempung yang tinggi serta kadar debu dan
pasir yang rendah pada Vertisol sangat
berpengaruh terhadap hasil Nilai
Perbandingan Dispersi, atau ketahanan
suatu jenis tanah terhadap erosi.
Pada tanah Alfisol, dari percobaan
yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa
tanah Alfisol memiliki Nilai Perbandingan
Dispersi sebesar 15,9%, yang berarti agak
peka terhadap erosi. Padahal secara teori,
tanah Alfisol memiliki fraksi lempung yang
lumayan tinggi, yakni sekitar 90%, dengan
fraksi debu sebesar 9%, dan fraksi pasir
sebesar 1%. Tingginya fraksi lempung pada
Alfisol dan rendahnya fraksi debu, yakni
hanya sebesar 9% dan fraksi pasir yang
hanya sebesar 1% harusnya menyebabkan
tanah jenis ini memiliki ketahanan terhadap
erosi yang lebih baik dibandingkan dengan
Vertisol yang memiliki fraksi lempung
yang lebih rendah dibandingkan Vertisol.
Kesalahan hasil NPD ini dapat disebabkan
oleh praktikan, yaitu ketika melakukan
penggojokan tabung, atau ketika melakukan
pengambilan sampel.
Pada umumnya tanah Ultisol
memiliki fraksi lempung yang cukup tinggi,
yakni mencapai 70%, hamper mendekati
Vertisol yang memiliki rata-rata fraksi
lempung sebesar 78%. Tanah Ultisol
memiliki fraksi debu sebesar 28%, cukup
besar jika dibandingkan dengan Vertisol
dan Alfisol, dan memiliki fraksi pasir yang
sangat rendah, yakni hanya sebesar 2%.
Secara teori, tanah Ultisol memiliki Nilai
Perbandingan Dispersi kurang dari 15%,
karena tanah Ultisol cukup tahan akan erosi.
Kadar lempung yang tinggi, serta kadar
debu dan pasir yang cukup rendah
mempengaruhi Nilai Perbandingan
Dispersi. Pada praktikum kali ini,
didapatkan hasil yang kurang valid, karena
diketahui bahwa tanah Ultisol peka
terhadap erosi. Padahal, dari keempat tanah
yang telah diuji, hanya Entisol yang secara
teori memiliki Nilai Perbandingan Dispersi
yang tinggi, yang berarti tanah tersebut
peka terhadap erosi.
Besarnya faktor erodibilitas tanah
ditentukan oleh beberapa parameter,
diantaranya yaitu tekstur tanah, bahan
organik tanah, struktur dan permeabilitas
tanah. Selain itu faktor terpenting
erodibilitas tanah dapat dipengaruhi oleh
sifat-sifat bahan induk tanah dan sifat-sifat
tanah yang meliputi berat isi, ruang pori
total, permeabilitas, dan distribusi pori
tanah. Sedangkan terjadinya erosi juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor antar lain
erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang
dan kemiringan lereng, serta pengolahan
tanaman dan tanah. Faktor erosibilitas
berhubungan dengan jumlah dan intensitas
hujan. Faktor ini sulit untuk dimodifikasi
atau dipengaruhi sehinnga debit air tidak
membahayakan. Hal yang bisa dilakukan
yaitu memodifikasi lingkungan supaya
curahan air hujan dapat meresap sehingga
Page 27
26
dalam tanah menjadi air bawah tanah
(ground water), tidak langsung mengalir
dari hulu ke hilir (laut).
Faktor erodibilitas berhubungan
dengan sifat atau karakteristik tanah yang
menyatakan tingkat kepekaan atau
ketahanan tanah terhadap erosi oleh air
hujan. Erodibilitas ini diperoleh sesuai
dengan kondisi lingkungan tempat tanah itu
berada. Tanah Ultisol memiliki erodibitas
sangat rendah dan memiliki kecepatan
infiltrasi tinggi sehingga agak tahan
terhadap erosi.Vertisol memiliki
erodibilitas tinggi dan kecepatan infiltrasi
rendah sehingga sangat tahan terhadap
erosi.Demikian juga dengan tanah Redzina.
Nilai erodibilitas ini juga berkaitan dengan
NPD, semakin kecil nilai NPD maka tanah
akan semakin tahan terhadap erosi. Pada
percobaan diperoleh hasil nilai NPD Entisol
yang menunjukkan peka terhadap erosi
karena nilai NPD mendekati 100% atau >
19%.
Dalam bidang pertanian,
mengetahui Nilai Perbandingan Dispersi
(NPD) suatu tanah sangatlah penting, dan
mempengaruhi pertanian tersebut. Dengan
mengetahui NPD tanah pada suatu lahan,
dapat diambil antisipasi jika tanah tersebut
peka terhadap erosi, sehingga tidak terjadi
longsor ketika hujan deras. Dengan
mengetahui NPD tanah pada suatu daerah,
kita dapat memilih dan mencari lahan atau
daerah yang paling cocok untuk pertanian.
Selain itu, dengan memanfaatkan tanah
dengan nilai NPD yang rendah, yaitu tanah
yang tahan terhadap erosi dapat mengurangi
terjadinya pengikisan bahan organik dan
kesuburan oleh tanah pada suatu lahan.
IV. KESIMPULAN
1. Dari berbagai jenis tanah yang telah
dicoba tanah Entisol mempunyai
kepekaan terhadap erosi yang paling
tinggi dibandingkan dengan jenis
tanah lain.
2. Nilai Perbandingan Dispersi dari
hasil perhitungan tanah Enisol
adalah 93,87 % sehinnga tanah
tersebut peka terhadap erosi.
3. NPD tanah memiliki prosentase
tinggi dan tanah memiliki
erodibilitas rendah dapat dikatakan
bahwa tanah tersebut rentan
terhadap erosi, sedangkan NPD
tanah memiliki prosentase rendah
dan tanah memiliki erodibilitas
tinggi maka tanah tersebut tahan
terhadap erosi.
4. Faktor yang berpengaruh terhadap
NPD tanah adalah sifat-sifat bahan
induk tanah dan sifat-sifat tanah
yang meliputi berat isi, ruang pori
total, permeabilitas, dan distribusi
pori tanah.
Page 28
27
V. PENGHARGAAN
Puji syukur penulis panjatkan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya serta
memberikan kekuatan iman dan kesehatan,
sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan resmi tanpa memiliki kendala berat.
Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan rasa terimakasih atas
arahan,bimbingan, dan bantuannya dalam
pelaksanaan praktikum dan penyusunan
laporan resmi ini, kepada:
1. Kedua orang tua kami yang selalu
mendoakan dan mendukung kami.
2. Kak Ricky Christo Ajiputro, selaku
asisten pendamping kami dan juga
para kakak asisten yang lainnya.
3. Teman-teman yang selalu
membantu dalam penyusunan
laporan resmi ini.
4. Semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian laporan resmi
ini.
Semoga segala bantuan dan
penghargaan yang telah diberikan dapat
memberikan manfaat dan kebahagiaan yang
tiada ternilai.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan.
Kanisius. Yogyakarta.
Katsberg, S., O. Torres, M. Grant and D.
Masters. 2007. Ulilizing calibrate
GPS reflected signal to estimate oil
reflecsivity and dielectrict constant.
Result from SMEXO, Remote Sons.
Environ Vol. 100 : 17-28.
Dariah, A. H. Subagyo, Chendy
Tafakresnanto, dan Setiari
Marwanto. 2005. “Kepekaan Tanah
Terhadap Erosi”. Dalam
blog.ub.ac.id/indah19/files/2014/01
/sturktur-tanah.pdf. Diakses Rabu,
19 Maret 2014 pukul 11.00.
Saptarini, C.L., Bambang A. K., And
Rachmad, J. 2007. Kajian
perubahan erosi permukaan akibat
pembangunan hutan tanaman
industri di areal pencadangan HTI
Kabupaten Ketapang Propinsi
Kalimantan Barat. Forum Teknik
sipil 17:478.
Notohadiprawiro. T. 1998. Tanah dan
Lingkungan. Direktorat Jendral
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Jakarta.
Kadoatie, R.J. and Roestam S. 2010.Tata
Ruang Air. C.V Andi Offset.
Yogyakarta.
Sutejo.M.M. dan A.G. Kartasaputra.2002.
Pengantar Ilmu Tanah. Rineka
Cipta, Jakarta.
Seta, A. K. 2007, Konservasi Sumber Daya
Tanah dan Air. Kolam Mata,
Jakarta.
Syukur, A. 2005.Pengaruh pemberian
bahan organik terhadap sifat-sifat
tanah dan pertambahan cassim di
tanah pasir pantai. Jurnal Ilmu
Tanah dan Lingkungan Vol. 5 : 30-
38.
Page 29
28
LAMPIRAN
Perhitungan nilai perbandingan dispersi
(D + L)aktual = (c - b) * 1000 (100 + KL) %
a 25
NPD = (debu + lempung)aktual * 100%
(debu + lempung)total
Alfisol
a = 15 gram
b = 32,192 gram
c = 32,245 gram
(D + L)aktual
= (32,245 - 32,192) * 1000 (100 + 14,708) %
15 25
= 0,053 * 40 (114,708) %
15
= 0,00353 * 4588,32 %
= 16,196 %
NPD = 16,196 * 100 %
99
= 16,36 %
Entisol
a = 15 gram
b = 51,13 gram
c = 51,18 gram
(D + L)aktual
= (51,18 - 51,13) * 1000 (100 + 5,61) %
15 25
= 0,05 *40 (105,61) %
15
= 0,00333 * 4224,4 %
= 14,081%
NPD = 14,081 * 100%
15
= 93,875 %
Vertisol
a =15 gram b=32,87 gram c= 32,91 gram
(D+L)actual
= (32,91-32,87)*1000(100+13,75)% 15 25 = 0.0027*40 (113,75)% = 0.108 (113,75)% = 12,285% NPD = 12,285*100%
96 = 12,797%
Ultisol
a= 15 gram
b= 34,75 gram
c= 34,85 gram
suhu = 270 C
waktu tunggu = 86 detik
(D + L) aktual
= 34,85 – 34,75 X 40 X (100 + 13,547)%
15
= 30,27%
(D + L) total = 98
NPD = (30,27%) X 100% = 30,887%
98
Molisol a = 15 gram b = 31,797 gram c = 31,840 gram
(D+L)actual
= (31,840-31,797)*1000(100+17,65)% 15 25 = 0,00287*40(117,65)% = 0,1147(117,65)% = 13,494% NPD = 13,494*100% 86
= 15,69%
Page 30
29
LAMPIRAN
Gambar 2. Hasil Analisa NPD
Page 31
30
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH (PNT 1201A1)
ACARA III
TEKSTUR TANAH (KUALITATIF)
Disusun oleh :
1. Ady Bayu Prakoso (13286)
2. Annisa Mega Rachmadina (13098)
3. Chailendriani Pradaneira A. (13390)
4. Felisitas Syntia Herliandy (13224)
5. Rifqi Sulthan (13391)
6. Riya Fatma Sari (13284)
Hari/Tanggal Praktikum : Senin, 10 Maret 2014
Golongan/Kelompok : A1/2
Nama Asisten : Ricky Christo A.
LABORATORIUM TANAH UMUM
JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
Page 32
31
ACARA III
TEKSTUR TANAH (KUALITATIF)
ABSTRAK
Pratikum penetapan Tekstur Tanah (Kualitatif) dilaksanakan pada hari Senin, 10 Maret
2014 di Laboratorium Ilmu Tanah Umum, jurusan Ilmu Tanah, fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada. Praktikum ini bertujuan untuk menentukan tekstur tanah
secara kualitatif dalam keadaan basah. Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif
berbagai ukuran partikel (sparasi/fraksi) dalam tanah, dinyatakan dalam %.
Sparasi/fraksi tanah adalah pasir (sand), debu (salt), dan lempung (clay). Dalam
pelaksanaan praktikum ini dilakukan dengan metode kualitatif, yaitu secara pilinan
dengan cara merasakan (perabaan) fraksi-fraksi apa saja yang ada dalam tanah dengan
merasakannya menggunakan tangan. Dengan menggunakan metode kualitatif, tekstur
tanah akan terpilah ke dalam duabelas(12) tekstur tanah USDA. Hasil yang telah
diperoleh pada penetapan tekstur tanah (kualitatif) pada jenis tanah Entisol, bahwa
tanah ini masukkedalam kelas tekstur geluh pasiran dengan panjang 0,5-2,5 cm apabila
dibuat pita dalam keadaan basah; tanah Alfisol termasuk dalam kelas tekstur lempung
debuan; tanah Ultisol termasuk dalam kelas tekstur lempung debuan; tanah Vertisol
termasuk dalam kelas tekstur lempung; dan tanah Mollisol termasuk dalam kelas tekstur
lempung.
Kata kunci: tekstur tanah, lempung, debu, pasir
I. PENGANTAR
Ilmu pertanian sekarang ini telah
mengalami kemajuan yang begitu pesat,
sehingga bidang-bidang pengetahuan yang
dulunya merupakan cabang dari ilmu
pertanian sekarang ini menjadi ilmu yang
berdiri sendiri. Seperti Ilmu Tanah, tanah
mempunyai peranan yang penting yang
sangat dibutuhkan tanaman. Semakin
majunya peradaban manusia yang sejalan
dengan perkembangan pertanian dan
disertai perkembangan penduduk yang
begitu pesat, memaksa manusia mulai
menghadapi masalah-masalah tentang
tanah, terutama untuk pertanian sebagai
mata pencaharian pokok pada waktu itu.
Tanah mempunyai sifat dinamis, dimana
tanah mengalami perkembangan setiap
waktunya. Karakteristik tanah di setiap
daerah tentunya berbeda dengan daerah
lainnya. Tanah dapat dikelompokkan
berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat yang
dimilikinya. Sifat fisik tanah, salah satunya
yaitu mengenai tekstur tanah. Tekstur tanah
merupakan perbandingan relatif dari
komposisi fraksi penyusun tanah.
Penentuan tekstur tanah mempunyai
peranan penting dalam bidang pertanian,
oleh karena itu dalam praktikum ini
dilakukan percobaan penentuan tekstur
tanah (kualitatif) yang bertujuan untuk
mengetahui kelas tekstur tanah, untuk
Page 33
32
menduga asal mula bahan batuan induk
tanah, dan proses-proses yang berlangsung
pada suatu bentang lahan, seperti penentuan
kadar beberapa jenis tekstur tanah yang
telah kita lakukan.
Tanah Entisol merupakan tanah
yang dicirikan oleh bahan mineral tanah
yang belum membentuk horizon pedogenik
yang nyata, karena pelapukan baru diawali,
atau hasil bahan induk yang sukar lapuk
seperti pasir kuarsa, atau terbentuk dari
batuan keras yang larutnya lambat seperti
batu gamping, atau topografi sangat miring
sehingga kecepatan erosi melebihi
pembentukan horizon pedogenik, atau
pencampuran horizon oleh pengolahan
tanah atau hewan. Profil tanahnya tidak
memperlihatkan translokasi bahan
(Darmawijaya, 1990). Entisol mempunyai
kadar lempung dan bahan organik rendah,
sehingga daya menahan airnya rendah,
struktur remah sampai berbutir dan sangat
sarang, hal ini menyebabkan tanah tersebut
mudah melewatkan air dan air mudah
hilang karena perkolasi. Entisol mempunyai
sifat fisik dan kimia yang kurang baik bagi
pertumbuhan tanaman. Tanah ini umumnya
bertekstur pasir sehingga struktur lepas,
porositas aerasi besar dan permeabilitas
cepat. Selain itu kadar lempung dan bahan
organic rendah, menyebabkan kapasitas
menahan air dan unsur hara rendah,
agregasi lemah, kemantapan agregat
rendah.
Tanah alfisol memiliki tekstur geluh
lempung pasiran pada saat diuji pada
praktikum ini. Bila dibandingkan dengan
penelitian orang lain, hal ini sedikit berbeda
karena tanah alfisol memiliki tekstur tanah
lempung. Perbedaan kondisi tanah dan
perlakuan pembasahan pada tanah menjadi
salah satu faktor perbedaan hasil uji. Tanah
alfisol sering dijumpai dalam bentuk
granuler kasar dan agak teguh aat
keringsedangkan saat lembab/basah bersifat
lekat dan licin (Serangmo dan lily, 2008).
Sifat-sifat penting pada tanah
Ultisol berkaitan dengan jumlah fosfor dan
mineral-mineral resisten dalam bahan
induk, komponen-komponen ini umumya
terdapat dalam jumlah yang tidak
seimbang, walupun tidak terdapat beberapa
pengecualian. Ultisol yang berkembang
pada bahan induk dengan kandungan fosfor
yang lebih tinggi.
Translokasi/pengangkutan liat yang
ekstensif berlangsung meninggalkan residu
yang cukup untuk membentuk horizon-
horison permukaan bertekstur kasar atau
sedang (Lopulisa, 2004).
Kejenuhan basa yang tinggi, KTK
yang tinggi, tekstur yang relatif halus,
permeabilitas yang rendah dan pH yang
relatif tinggi dan status hara yang tidak
seimbang merupaka karakteristik Vertisol
(Hardjowigeno, 1985). Tanah humus dari
Mollisols bersifat gelap dan kaya dengan
Page 34
33
bahan organik, memberikan banyak
kesuburan alam. Tanah ini biasanya juga
jenuh dengan kation dasar (Ca2 +, Mg2 +,
Na +, K + dan) yang adalah nutrisi tanaman
penting. Ciri-ciri Mollisols menempatkan
mereka di antara tanah paling subur yang
ditemukan di Bumi (Anonim, 2014).
Tekstur tanah adalah perbandingan
relatif (dalam persen) fraksi-fraksi pasir-
debu dan lempung. Tekstur tanah penting
kita ketahui, oleh karena komposisi ketiga
fraksi butir –butir tanah tersebut akan
menentukan sifat-sifat fisika, fisika-kimia,
dan kimia tanah. (Bailey, 1984). Menurut
Pandutama dkk (2003), tekstur tanah yaitu
perbandingan relatif berbagai ukuran
partikel (sparasi/fraksi) dalam tanah,
dinyatakan dalam %. Sparasi/fraksi tanah
adalah pasir (sand), debu (salt), dan
lempung (clay). Tekstur tanah dapat
diperoleh dengan membandingkan rasio
presentase pasir, debu dan lempung yang
terkandung dalam tanah menggunakan
segitiga tekstur (Moya and Perezz, 2007).
Tekstur tanah menunjukkan kasar
halusnya dari fraksi tanah halus. Berdasar
atas perbandingan banyaknya butir-butir
pasir, debu, liat maka tanah dikelompokkan
kedalam beberapa kelas tekstur. Dalam
klasifikasi tanah tingkat famili kasar
halusnya tanah ditunjukkan dalam kelas
sebaran besar butir yan mencakup seluruh
tanah. Kelas besar butir merupakan
penyederhanaan dari kelas tekstur tanah
tetapi dengan memperhatikan pula
banyaknya fragmen batuan atau fragsi tanah
yang lebih besar dari pasir. Tanah-tanah
bertekstur liat ukuran butienya lebuh halus
maka setiap satuan berat mempunyai luas
luas permukaan yang lebih besar sehingga
kemampuan menahan air dan menyediakan
unsur hara tinggi. Tanah yang bertekstur
halus lebih aktif dalam reaksi kimia
daripada tanah bertekstur kasar
(Hardjowigeno,2003).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
tekstur tanah antara lain komposisi mineral
dan batuan atau bahan induk, sifat dan
proses cepatnya pembentukan tanah lokal,
serta umur relatif tanah. Hubungan antara
tekstur dan kesuburan tanah tidak selalu ada
meskipun tekstur tanah dapat menentukan
atau berpengaruh dalam beberapa hal. Hal
tersebut antara lain pengerjaan tanah
(Donahue, 1983).
Penentuan tekstur tanah dapat
ditentukan dengan metode analisis
kualitatif, dengan merasakan tanah
langsung menggunakan jari tangan
sehingga dapat diketahui tingkat kehalusan
dan kekasarannya. Hal ini disebabkan
karena penentuan tekstur tanah merupakan
perbandingan fraksi tanah yang meliputi
kandungan liat, debu, dan pasir dalam suatu
massa tanah yang memiliki bentuk partikel
yang berbeda-beda. Bila terasa halus maka
Page 35
34
tanah memiliki kandungan liat yang
dominan dan bila kasar maka kandungan
pasirnya dominan. (Hardjowigeno, 2003).
Salah satu penyebab perbedaan
tekstur tanah adalah pengaruh bahan
organik tanah. Pada proses dekomposisi
bahan organik akan menghasilkan asam-
asam organik yang merupakan pelarut
efektif bagi batuan dan mineral-mineral
primer (pasir dan debu) sehingga lebih
mudah pecah menjadi ukuran yang lebih
kecil seperti lempung. Selain itu, jumlah
dan kerapatan akar lebih tinggi pada suatu
lahan tanah akan mempercepat
penghancuran secara fisika sehingga fraksi
yang lebih halus akan cepat terbentuk.
Tekstur tanah sangat menentukan
kecepatan infiltrasi dan kemampuan tanah
menahan air. Tanah yang didominasi oleh
fraksi pasir mempunyai infiltrasi yang
tinggi tetapi kemampuan mengikat air yang
rendah. Kandungan fraksi lempung yang
sedikit, menyebabkan tanah mempunyai
kemantapan agregat yang kurang baik
sehingga sering kehilangan unsur hara
lewat pelindihan dan erosi. Secara tidak
langsung tekstur tanah juga menentukan
struktur tanah yang penting bagi gerakan
udara, air, dan zat-zat hara di dalam tanah,
dan juga berpengaruh terhadap kegiatan
makro dan mikroorganisme tanah (Arifin,
2011).
II. METODOLOGI
Praktikum Dasar-Dasar
Ilmu Tanah yang berjudul “Tekstur Tanah
(Kualitatif) ini dilaksanakan pada hari
Senin, 10 Maret 2014 di Laboratorium
Tanah Umum, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Bahan yang digunakan pada percobaan ini
adalah contoh tanah kering udara (Alfisol,
Entisol, Vertisol, Ultisol dan Molisol)
dengan ukuran diameter 2 mm.
Mula-mula diambil
segenggam tanah Ø 2mm dan dibuat seperti
adonan kue dengan ditambahkan air sedikit
demi sedikit sambil diremas-remas sampai
pasta tanah benar-benar homogen.
Kemudian adonan dicoba dibuat bola
dengan dikepal-kepal (jika adonan tidak
dapat dibuat bola, maka kelas tekstur tanah
tersebut berupa pasir). Adonan dibuat pita
tipis dengan ditekan dan didorong hati-hati
antara ibu jari dengan jari telunjuk. Panjang
pita diukur, lalu adonan tanah (sesuai
ukuran) dibuat bubur di atas telapak tangan
dan digosok-gosok dengan jari sambil
dirasakan. Jika panjang pita 0,5-2,5 cm,
rasa kasar termasuk kelas tekstur geluh
pasiran, rasa halus licin kelas teksturnya
geluh debuan, rasa halus licin mutlak kelas
tekstur debu, serta rasa kasar dan halus
seimbang termasuk kelas tekstur geluh.
Untuk pita ukuran 2,5-5,0 cm, rasa kasar
termasuk kelas tekstur geluh lempung
Page 36
35
pasiran, rasa halus licin kelas teksturnya
geluh lempung debuan, serta rasa kasar dan
halus seimbang termasuk kelas tekstur
geluh lempungan. Sedangkan pita ukuran
lebih dari 5,0 cm, rasa kasar termasuk kelas
tekstur lempung pasiran, rasa halus licin
kelas teksturnya lempung debuan, serta rasa
kasar dan halus seimbang termasuk kelas
tekstur lempung.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 3. Tekstur Tanah
CONTOH
TANAH
KELAS
TEKSTUR
Alfisol Lempung Debuan
Entisol Geluh Pasiran
Vertisol Lempung
Ultisol Lempung Debuan
Molisol Lempung
Setelah dilakukan percobaan
tentang tekstur tanah, diperoleh hasil data
pada tabel di atas. Pada tabel tersebut
menunjukkan bahwa tanah Tanah Alfisol
dan Ultisol termasuk ke dalam kelas tekstur
berupa lempung debuan karena pada saat
diuji dengan metode perabaan termasuk
kelompok lempungan (panjang pita > 5cm)
dan ketika tanah dibuat bubur terasa
dominan halus licin saat digosokkan dengan
jari pada telapak tangan. Tanah entisol
memiliki kelas tekstur berupa geluh pasiran
karena termasuk dalam kelompok geluhan
(panjang pita 0,5-2,5cm) dan ketika tanah
dibuat bubur terasa dominan kasar saat
digosokkan dengan jari pada telapak
tangan, sedangkan pada tanah Vertisol dan
tanah Molisol memiliki kelas tekstur berupa
lempung, karena pada saat diuji dengan
metode perabaan tanah termasuk kelompok
lempungan (panjang pita > 5cm) dan ketika
tanah dibuat bubur lalu digosokkan dengan
jari pada telapak tangan, dominan rasa kasar
dan halus terasa sama.
Alfisol pada kondisi kering terasa
agak keras dan tanah alfisol berwarna
merah kecoklatan. Tekstur lempung
biasanya memiliki gerakan air dan aerasi
yang buruk. Karena kemampuan untuk
mengalirkan air ke bawah sangat rendah,
membuat alfisol sebagai tanah lempung
terlihat kedap air. Alfisol permeabilitasnya
lambat,daya menahan air sedang, dan
kepekaan terhadap erosi cukup besar.
Tanah Alfisol yang memiliki kemiripan
dalam Soil Taxonomy dengan Mediteranian
bervariasi antara lempung sampai liat
(Silalahi, 2013).
Entisol merupakan tanah yang baru
berkembang. Walaupun demikian tanah ini
tidak hanya berupa bahan asal atau bahan
induk tanah saja tetapi harus sudah terjadi
proses pembentukan tanah yang
menghasilkan epipedon okhrik. Banyak
tanah Entisol yang digunakan untuk usaha
Page 37
36
pertanian misalnya di daerah endapan
sungai atau daerah rawa-rawa pantai
(Hardjowigeno, 1993). Bahan penyusun
tanah ini kebanyakan berupa bahan yang
lepas-lepas (Burringh, 1993 cit. Wigati dkk,
2006), dan terdiri atas pecahan-pecahan
batuan maupun kuarsa yang merupakan
mineral yang paling banyak dalam fraksi
ini. Karena pasir dan debu dikuasi kuarsa,
maka kedua fraksi ini umumnya secara
kimiawi, kurang aktif. Mineral-mineral
primer dalam susunan kimiawinya
mengandung unsur yang pada umumnya
sukar larut, sehingga kemampuan
menyediakan unsur-unsur esensial dapat
dikatakan kurang sekali (Soegiman, 1977
cit. Wigati dkk, 2006), dan karena
teksturnya pasiran, tanah ini mempunyai
permeabilitas dan infiltrasi yang cepat, daya
menahan air yang rendah sehingga
kapasitas air tersedia rendah.
Kandungan lempung total pada
vertisol dapat berkisar antara 30% dan 80%.
Di tanah lapisan atas konten tanah lempung
biasanya lebih rendah karena akibat erosi
dan evaluasi yang menyebabkan terjadinya
gerakan latelar atau ke bawah dari fraksi
lempung tersebut. Kandungan liat total
tinggi dan agak seragam di seluruh profil
dengan peningkatan kecil dengan
kedalaman. di samping bahan induk, curah
hujan, karakteristik kemiringan dan
stabilitas aggregrat adalah faktor prinsip
dalam tanah liat hubungan mendalam profil
(Kamara and Haque, 1988).
Tanah Vertisol dan tanah Mollisol
termasuk kelas tekstur lempung, sedangkan
tanah Ultisol termasuk di dalam kelas
tekstur lempung debuan, namun
berdasarkan teori Tanah Vertisol, Ultisol,
dan Mollisol termasuk tanah lempung
debuan dengan klasifikasi lempung debuan,
maka pada kondisi lempung strukturnya
berupa gumpal dan konsistensinya teguh.
Hampir seluruhnya terdiri dari bahan-bahan
sangat halus, sifat licin dari debu sampai
tingkat tertentu dapat menutupi sifat lekat
lempung (Foth, 1998).
Tanah terdiri dari empat komponen
: mineral , udara, air , dan bahan organik .
Dalam kebanyakan tanah mineral mewakili
sekitar 45 % dari total volume , air dan
udara sekitar 25 % masing-masing , dan
bahan organik dari 2 % sampai 5 % . Bagian
mineral terdiri dari tiga ukuran partikel
yang berbeda diklasifikasikan sebagai pasir,
debu dan lempung. Fraksi pasir berukuran 2
mm – 50 µ lebih kasar dibanding debu (50µ
- 2µ) dan lempung yang berukuran kurang
dari 2µ. Karena teksturnya yang kasar,
tanah yang didominasi oleh fraksi pasir ini
akan melakukan infiltrasi dan permeabilitas
dengan kapasitas yang tinggi, serta pada
umumnya memiliki tingkat erodibilitas
tanah yang rendah.
Page 38
37
Di tanah bertekstur kasar itu
tergantung pada keberadaan unsur-unsur
yang meningkatkan kohesi antara partikel
(materi organik misalnya), agregat di tanah
bertekstur halus terbentuk setelah
pembengkakan dan penyusutan proses yang
conduce untuk pembentukan retak (Horn
dan Smucker , 2005). Selama pembentukan
agregat , penataan partikel tanah tergantung
pada jumlah dan intensitas pembasahan dan
pengeringan siklus , stabilitas mekanik dan
keberadaan senyawa organik. Yang terakhir
ini relevan karena memungkinkan sistem
tiga fase tanah untuk mencapai
kesetimbangan (Horn et al,1994)
menentukan kemampuan tanah untuk
menyimpan dan mengalirkan air , udara dan
panas ( Horn dan Smucker , 2005).
Faktor yang mempengaruhi tekstur
tanah yaitu bahan organik, proses genesis
dan umur. Bahan organik sangat berperan
pada proses pembentukan dan pengikatan
serta penstabilan agregat tanah. Bahan
organik yang masih berbentuk seresah yang
menutupi
Bahan organik dapat merubah sifat
kimia tanah, yaitu melalui proses
dekomposisi yang dilakukan oleh mikroba
yang memang selalu menempel pada bahan
organik. Hal ini menjadikan tanah
mempunyai kemampuan menyimpan
unsur-unsur hara yang semakin baik,
mengurangi penguapan Nitrogen, maupun
pencucian hara-hara kation lain. Pada
saatnya berarti pula meningkatkan
kapasitas tanah untuk melepas hara kation
bagi kebutuhan tanaman, baik melalui
proses pertukaran secara langsung maupun
pasif oleh proses difusi (Kusumanto, 2009)
Pemberian bahan organik ke dalam
tanah adalah membangun kesuburan tanah,
mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologi
tanah , dan yang paling besar adalah dalam
kaitannya dengan sifat fisik tanah. Dalam
pertanian konvensional penggunaan pupuk
kimia (pupuk nitrogen)hanya untuk
mendorong kesuburan tanaman, dan tidak
menyumbang kepada perbaikan kesuburan
tanah (Sukana dkk, 2006).
Dalam penetapan tekstur tanah ada
tiga jenis metode yang biasa digunakan
yaitu metode feeling yang dilakukan
berdasarkan kepekaan indra perasa (kulit
jari jempol dan telunjuk), metode pipet atau
biasa disebut dengan metode kurang teliti
dan metode hydrometer atau disebut dengan
metode lebih teliti yang didasarkan pada
perbedaan kecepatan jatuhnya partikel-
partikel tanah di dalam air dengan asumsi
bahwa kecepatan jatuhnya partikel yang
berkerapatan sama dalam suatu larutan akan
meningkat secara linear apabila radius
partikel bertambah secara kuadratik
(Hardjowigeno, 1995). Metode hidrometer
ini membutuhkan ketelitian dalam
pelaksanaannya (Hakim, 1986).
Page 39
38
Sifat fisik adalah mereka yang dapat
diukur dan dijelaskan dengan pengukuran
seperti panjang, volume, massa, dan suhu.
Karakteristik fisik tanah menentukan
apakah suatu tanah cukup kuat untuk
menahan berat lalu lintas atau jika tanah
tersebut adalah lemah maka tanah akan
runtuh di bawah tekanan.Pertanian dan
teknik sangat tergantung pada kemampuan
fisik tanah itu. Selain itu, hubungan tekstur
tanah dengan daya menahan air dan
ketersediaan hara tanah bertekstur liat
mempunyai luas permukaan yasng lebih
besar sehingga kemampuan menahan air
dan menyediakan unsur hara tinggi. Tanah
bertekstur halus lebih aktif dalam reaksi
kimia daripada tanah bertekstur kasar.
Tanah bertekstur pasir mempunyai luas
permukaan yang lebih kecil sehingga sulit
menyerap (menahan) air dan unsur hara.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Tekstur tanah dapat diartikan
sebagai perbandingan relatif
(proporsi) dari komposisi fraksi-
fraksi penyusun tanah, yaitu pasir
(sand), debu (silt), dan lempung
(clay).
2. Metode yang digunakan
adalahmetode kualitatif.
3. Hasil pengamatan berupa tanah
Alfisol memiliki kelas tekstur
lempung debuan, tanah Entisol
termasuk kelas tekstur geluh
pasiran, tanah Vertisol kelas tekstur
berupa lempung, tanah Ultisol
berupa lempung debuan, sedangkan
tanah Mollisol kelas teksturnya
berupa lempung.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi
tekstur tanah antara lain komposisi
mineral dan batuan atau bahan
induk, sifat dan proses cepatnya
pembentukan tanah lokal, serta
umur relatif tanah.
V. PENGHARGAAN
Puji syukur kami panjatkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya, sehingga kami
dapat mengikuti praktikum dan
menyelesaikan laporan dasar-dasar ilmu
tanah acara III yang berjudul TeksturTanah.
Kami mengucapkan terima kasih kepada
dosen-dosen pengampu mata kuliah dasar-
dasar ilmu tanah. Orang tua kami yang
senantiasa memberi dukungan kepada
kami. Ricky Christo Ajiputro selaku asisten
praktikum kelompok kami (kelompok 2),
dan seluruh asisten praktikum dasar-dasar
ilmu tanah yang telah membimbing
sehingga laporan ini dapat terselesaikan,
serta kepada teman-teman kelompok 2 dan
teman-teman golongan A1 yang telah
Page 40
39
membantu dan bekerjasama dalam proses
pengerjaan laporan maupun ketika
praktikum berlangsung. Semoga ilmu yang
diperoleh dapat bermanfaat bagi banyak
pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Soil Genesis and
Development, Lesson 5 - Soil
Classification and Geography.
http://plantandsoil.unl.edu/pages/in
formationmodule.php?idinformatio
nmodule=1130447032&topicorder
=7&maxto=16&minto=1. Diakses
pada 7 April 2014.
Arifin, Z. 2011. “Analisis Nilai Indeks
Kualitas Tanah Entisol pada
Penggunaan Lahan yangBerbeda”.
Agroteksos Vol. 21.
Bailey, H. 1984. Kuliah Ilmu Tanah.
Badan Kerjasama Ilmu Tanah,
Palembang.
Darmawijaya. 1990. Klasifikasi Tanah.
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Donahue. 1983. Soil, An Introduction to
Soils and Plant Growth. Printice
Hall, New Jersey.
Foth, H. D. 1998. Fundamentals of
SoilScience ( Dasar-Dasar Ilmu
Tanah).Gadjah Mada University,
Yogyakarta.
Hakim, N.M.Y. Nyakpa, A.M.Lubis,
S.Ghani,Nugroho,M.R.Soul,
M.A.Diha, G.B.Hong, N.H.Balley.
1986. Dasar-Dasar Ilmu
Tanah.Universitas Lampung,
Lampung.
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah
dan Pedogenesis. Akademika
Pressindo, Jakarta.
Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah.
Mediyatama Sarana Perkasa,
Jakarta.
Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah
dan Pedogenesis. Edisi Revisi.
Akademika Pressindo, Jakarta.
Hardjowigeno, S. 1985. Ilmu
Tanah.Akademika Pressindo,
Jakarta
Horn, R., and Smucker, A. 2005. Structure
formation and its consequences for
gas and water transport in
unsaturated arable and forest soils.
Soil Till. Res. 82, 5-14.
Horn, R., Taubner, H., Wuttke, M.,
Baumgartl, T. 1994. Soil physical
properties related to soil structure.
Soil Till. Res. 35, 23-36
Lopulisa.2004.Dasar-Dasar Ilmu
Tanah.PT.Rajagara Findo Persada,
Jakarta.
Moya, R and D. Perezz. 2007. Effects of
physical and chemical soil
properties on physical wood
characteristics of Tectona grandis
plantations in Costa Rica. Dalam
Journal of Tropical Forest Science
20(4): 248–257.
Notohadiprawiro, T., S.
Soekadarmodjodan E. Sukana.
2006. Pengelolaan Kesuburan tanah
dan Peningkatan Efisiensi
Pemupukan. Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian UGM.
Pandutama, M.H., dkk. Buku Ajar Dasar-
Dasar Ilmu Tanah. Jember: Jurusan
Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Jember.
Serangmo, Diana YL., dan Lily F
Ishaq.2008. Pengaruh dosis pupuk
kandang kotoran sapi terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman
sorghum (Sorghum bicolor) pada
tanah alfisol. Jurnal NTT
Flobamora(IV) :263-354.
Page 41
40
Silalahi, I.I., Sumono, S.B. Daulay, E.
Susanto. 2013. Efisiensi irigasi
tetes dan kebutuhan air tanaman
bunga kol pada tanah andosol (the
efficiency of drip irrigation and
crop water requirement of
cauliflower on andosol land). Jurnal
Rekayasa Pangan dan Pertanian:
96-100.
Soil Survey Staff. 1992. Kunci
TaksonomiTanah. USDA
Stevenson, F. J. 1994. Humus Chemistry:
Genesis, Composition, Reactions. 2
th ed. John Wiley & Sons Inc.,
New York.
Wigati, ES., A. Syukur, Bambang DK.
2006. Pengaruh takaran bahan
organik dan tingkat kelengasan
tanah terhadap serapan fosfor oleh
kacang tunggak di tanah pasir
pantai. Jurnal Ilmu Tanah dan
Lingkungan: 52-58.
Page 42
41
LAMPIRAN
Gambar 3. Hasil Analisa Tekstur Tanah dan Struktur Tanah
Page 43
42
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH (PNT 1201A1)
ACARA IV
STRUKTUR TANAH
Disusun oleh :
1. Ady Bayu Prakoso (13286)
2. Annisa Mega Rachmadina (13098)
3. Chailendriani Pradaneira A. (13390)
4. Felisitas Syntia Herliandy (13224)
5. Rifqi Sulthan (13391)
6. Riya Fatma Sari (13284)
Hari/Tanggal Praktikum : Senin, 10 Maret 2014
Golongan/Kelompok : A1/2
Nama Asisten : Ricky Christo A.
LABORATORIUM TANAH UMUM
JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
Page 44
43
ACARA IV
STRUKTUR TANAH
ABSTRAK
Praktikum Struktu Tanah dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 2014 di Laboratorium Tanah
Umum, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Struktur tanah
merupakan penggabungan antara partikel-partikel primer tanah (debu, pasir, dan lempung)
yang membentuk unit-unit struktur yang lebih besar (agregat). Metode yang dilakukan dalam
praktikum Struktur Tanah ada dua metode yaitu metode lilin dan metode piknometri. Metode
lilin dilakukan dengan cara membentuk tanah menjadi bulatan kemudian dilapisi dengan lilin
panas dan ditimbang, setelah itu dimasukkan ke dalam gelas ukur yang berisi air yang nantinya
akan menghasilkan nilai BV (kerapatan bongkah tanah). Metode piknometri dilakukan dengan
menggunakan alat piknometer bersumbat, cara ini dilakukan untuk mendapatkan nilai BJ
(kerapatan partikel tanah). Praktikum Struktur tanah ini bertujuan untuk menentukan BV dan
Bj tanah sehingga nantinya akan didapatkan nilai porositas total tanah (n). Nilai porositas total
tanah sangat menentukan tingkat penyerapan air oleh tanah, dimana semakin besar nilai
porositas tanah maka semakin banyak pori-pori pada tanah dan juga semakin cepat pula tanah
dapat menyerap air. Dari hasil praktikum untukl tanah Entisol diperoleh nilai BV sebesar 1,6;
BJ sebesar 2,14; dan n sebesar 25%.
Kata kunci: struktur tanah, piknometri, porositas, dan Entisol.
\
I. PENGANTAR
Secara umum sifat tanah terbagi
dalam dua kategori yaitu sifat fisik tanah
dan sifat kimia tanah. Dalam sifat fisik
tanah (sifat fisika tanah) tercakup dalam
semua penampilan tanah yang berkaitan
dengan komposisi fraksi-mineral tanah, tata
ruang udara tanah, proporsi dan komposisi
udara-air dalam tanah, perilaku udara-air
dalam tanah, dan perilaku tanah. Pada hal
ini yang nantinya akan dibahas merupakan
salah satu dari sifat fisik tanah yaitu struktur
tanah, struktur tanah adalah penggabungan
antara partikel-partikel primer tanah (debu,
pasir, dan lempung) yang membentuk unit-
unit struktur yang lebih besar (agregat).
Percobaan yang telah dilakukan mengenai
struktur tanah bertujuan untuk menentukan
tiga aspek, berupa BV (kerapatan bongkah
tanah), BJ (kerapatan partikel tanah), dan n
(porositas total tanah) dengan metode lilin
untuk penetapan BV dan metode pikometri
untuk penetapan BJnya.
Tanah adalah campuran mineral,
bahan organik, gas, cairan, dan segudang
mikro dan makro-organime yang dapat
mendukung kehidupan tanaman. Ini adalah
tubuh alamiah yang ada sebagai bagian dari
pedhospere dan ia melakukan empat fungsi
penting yaitu media untuk pertumbuhan
tanaman yang merupakan sarana
penyimpanan air, pasokan dan pemurnian
yang merupakan modifikator atmosfer. Hal
tersebut merupakan habitat bagi organisme
yang mengambil bagian dalam dekomposisi
dan penciptaan habitat bagi organism lain
Page 45
44
(Anongmous, 2014). Partikel-partikel
primer didalam tanah tergantung dalam
suatu kelompok yang dinamakan sebagai
agregat tanah yang merupakan satuan dasar
struktur tanah. Agregat terbentuk diawali
dengan suatu mekanisme yang menyatukan
pertikel-partikel primer yang membentuk
kelompok atau gugus (duster) dan
dilanjutkan dengan adanya sesuatu yang
dapat mengikat menjadi lebih kuat (Baroto
dan Siradz, 2006).
Salah satu sifat fisik yang paling
penting dari tanah adalah susunan partikel
individu dalam hubungannya satu sama
lain, atau strukturnya. Ada jumlah tak
terbatas kemungkinan dimana partikel-
partikel dapat diatur. Struktur tanah adalah
susunan partikel kedalam kelompok-
kelompok kecil atau agregat. Agregat ini
dapat diikat oleh agregat lain ke massa yang
lebih besar yang disebut peds. Peds ada
dalam berbagai bentuk yang berbeda,
menyerupai bola, balok, kolom, dan plat.
Mereka mungkin memilki tepi bulat atau
tajam pada sudutnya. Jumlah ruang
poridalam agregat terutama pada tekstur
tanah dan jumlah ruang pori antar agregat
tergantung pada pengaturan merekasatu
sama lain, seperti pada ukuran kamar pada
rumah yang tergantung pada pengaturan
dinding. Jika partikel individu tersebut
diatur dalam agregat kecil dan dengan
ujung bulat.kita berbicara tentangstruktur
granuler, hal ini sangat diinginkan untuk
pertumbuhan tanaman karena dapat
menyediakan pori-pori besar dan kecil
(Khonke, et, al., 1995).
Dalam tinjauan morfologi, struktur
tanah diartikan sebagai susunan partikel-
partikel primer menjadi satu kelompok
partikel (duster) yang disebut agregat yang
dapat dipisah-pisahkan kembali serta
mempunyai sifat yang berbeda dari
sekumpulan parikel primer yang tidak
teragregasi (Wiyono, et, al. 2006).
Berikut merupakan macam-macam
bentuk struktur tanah dan sifat
penciriannya:
1. Remah
Merupakan bentuk strukturtanah yang
dominan debu dan terletak di horizon A,
satuan struktur membentuk bola, partikel-
partikel tersusun longgar, berpori banyak,
contoh horizon tanah permukaan yang kaya
bahan organik. Ukuran struktur:
Sangat halus : <1 mm
Halus : 1-2 mm
Sedang : 2-5 mm
2. Granuler
Satuan struktur membentukbola, partikel
tersusun lebih rapat, berpori lebih sedikit,
terletak pada horizon A; contoh: pasir.
Ukuran struktur
Sangat halus: <1mm
Halus: 1-2 mm
Sedang: 2-5 mm
Kasar:5-10 mm
Page 46
45
Sangat kasar: >10 mm
3. Gumpal
Satuan strukturberbentuk bak
kubus,partikel tersusun rapat,
berporisedikit, terletak di horizon B,
contoh: horizon bawah yang terbentuk di
kawasan beriklim bermusim kemarau tegas.
Struktur ini terbagi menjadi 2:
a. Gumpal membulat, bersudut
tumpel, berbidang cembung, dan berpori
banyak. Ukuran struktur:
Sangat halus: <5 mm
Halus: 10 mm
Sedang: 10-20 mm
Kasar: 20-50 mm
Sangat kasar: >50 mm
b. Gumpal menyudut, kubus
menyudut tajam dan berbidang rata,
berpori sedikit. Ukuran struktur:
Sangat halus: <5 mm
Halus: 10 mm
Sedang: 10-20 mm
Kasar: 20-50 mm
Sangat kasar: >50 mm
4. Prismatik
Satuan tekstur bersumbu tegak lebih
panjang dari pada sumbu datar, berpori
terbatas, terutama berarah tegak, bidang
atas tegak mendatar terletak di horizon B;
contoh: horizon bawah tanah yang
terbentuk dikawasan iklim kering
sampaisetengah kering.
5. Tiang
Satuan strukturbersumbu tegak lebih
pendek dari pada sumbu datar, berpori
terbatas terutama berarahtengah, terletak di
horizon E. Ukuran struktur:
Sangat tipis: <10 mm
Tipis: 10-20 mm
Sedang: 20-50 mm
Tebal: 50-100 mm
Sangat tebal: >100 mm
6. Lempeng
Satuan struktur bersumbu tegak lebih
pendek dari pada sumbu datar, berpori
terbatas terutama berarah mendatar, terletak
di horizon E dan D; contoh: horizon tanah
dibawah horizon permukaan berwarna
pucat. Ukuran sruktur:
Sangat tipis: <1 mm
Tipis: 1-2 mm
Sedang: 2-5 mm
Tebal: 5-7 mm
Sangat tebal: 7-10 mm
(Sutanto, 2005)
Konsep sentral Entisol adalah
bahwa tanah memiliki sedikit kesamaan
tentang bukti perkembangan cakrawala
pedogenic. Kebanyakan Entisol tidak
memiliki cakrawala diagnostic selain
epipedon ochric. Pada banyak landscape,
material tanah tidak berada ditempat cukup
lama untuk proses pedogenic yang
membentuk cakrawala khas. Beberapa
diantaranya adalah tanah yang berbeda
ditempat yang curam, tanah yang aktif
Page 47
46
mengikis pada lereng dan tanah yang berada
didataran banjir atau dataran outwash
glacial, yang menerima deposito baru dari
alluvium pada interval yang sarang.
Beberapa Entisol cukup tua untuk
membentuk cakrawala diaknostik, tapi
sebagian besar terdiri dari kuarsa atau
mineral lainnya yang tahan terhadap
pelapukan dan dibutuhkan untuk
membentuk cakrawala diagnostic (Gokkan,
et, al. 2011)
II. METODOLOGI
Praktikum dasar-dasar ilmu tanah
acara IV yang berjudul Struktur Tanah ini
dilakukan dengan bahan yaitu contoh tanah
bongkah kering udara, sedangkan alata
yang diperlukan yaitu cawan pemanas lilin,
lampu spiritus, penumpang kaki tiga, gelas
ukur, pepet ukur 10 ml, dan thermometer.
Pelaksanaan praktikum ini terbagi
menjadi 2 bagian, yaitu:
a. Kerapatan bongkah atau volume
tanah (BV)
Sebongkah tanah diambil dan dibuat
membulat sehingga dapat masuk ke dalam
gelas ukur dengan longgar. Permukaan
bongkah tanah yang dibuat bulat
dibersihkan dari butir-butir tanah yang
menempel, kemudian tanah diikat dengan
menggunakan benang hingga dapat
digantung. Tanah yang sudah diikat
selanjutnya ditimbang sebagai berat “a” (a
gram),. Sementara itu, lilin dicairkan
hingga suhu 65-70C, bongkah tanah
dicelupkan pada lilin selama 2-3 detik
hingga lilin menutupi permukaan bongkah
tanah. Bongkahan tanah selanjutnya
didinginkan dan ditimbang sebagai “b”
gram. Tabung ukur diisi akuades sebanyak
“p” ml, kemudian bongkahan tadi di
masukkan dan apabila permukaan air belum
mencapai titik tertentu, akuades
ditambahkan kembali sebagai “r” ml,
dengan pipet sehingga mencapai tepat di
skala tertentu dan dicatat sebagai “q” ml.
Bongkah tanah diangkat dan alat
dibersihkan. Hasil yang didapat dihitung
dengan rumus:
BV =87x a
[100 + KL][0,87(q − p − r)] − (b − a)gr/cm3
b. Kerapatan partikel tanah (BJ)
Piknometer kosong dibersihkan dan
dikeringkan, lalu ditimbang lengkap dengan
sumbunya sebagai “a” gram. Tanah 2
mm diambil kemudian diisikan kedalam
piknometer hingga setengah bagian dan
akuades ditambahkan hingga 2 3⁄ bagian
piknometer. Setelah itu diaduk, pastikan
tidak ada udara yang terjebak. Piknometer
disumbat dan didiamkan selama 1 jam.
Suhu suspensi diukur untuk melihat BJ
suspensi di table BJ (𝑇1 𝑑𝑎𝑛 𝐵𝐽1).
Piknometer diaduk kembali dengan kawat
dan kawatnya di cuci. Secara perlahan
ditambahkan akuades hingga 2/3 leher
pikno, lalu disumbat dan dipastkan air
mengisi pipa kapiler hingga penuh. Dinding
Page 48
47
permukaan pikno dikeringkan dan
ditimbang (d gram), suhunya di ukur (𝑇2)
dan BJnya dilihat pada table (𝐵𝐽2). Semua
alat di bersihkan dan dikeringkan, lalu hasil
yang didapat dihitung dengan rumus:
𝐵𝐽
=100(𝑏 − 𝑎)𝐵𝐽1𝐵𝐽2
(100 + 𝐾𝐿)[𝐵𝐽1(𝑑 − 𝑎) − 𝐵𝐽2(𝑐 − 𝑏)]
gr/cm3
c. Porositas total tanah
Setelah mengetahui nilai BV dan BJ
pada tanah, nilai porositas tanah dapat
dihitung. Porositas tanah adalah prosentase
volume pori total ynag ada pada tanah.
Porositas total tanah (n) dapat decari
dengan rumus berikut:
𝑛 = [1 −𝐵𝑉
𝐵𝐽] 𝑥100%
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4. Struktur Tanah
Jenis BV BJ Porositas
Entisol 1,6 2,14 25%
Alfisol 1,44 1,9 24%
Ultisol 2,17 2,25 3,24%
Vertisol 1,325 1,93 31,34%
Mollisol 1,51 1,82 15,89%
Contoh perhitungan pada tanah Entisol:
1) BV
p= 30 ml
a1= 4,74 gr a2= 5,90 gr
b1= 4,97 gr b2= 6,18 gr
q1= 33 ml q2= 34 ml
𝐵𝑉1 =87𝑥4,74
[100 + 1,93][0,87(33 − 30) − (4,97 − 4,74)]
=412,38
242,59
= 1,7 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
Page 49
48
𝐵𝑉2 =87𝑥5,90
[100 + 1,93][0,87(34 − 30) − (6,18 − 5,90)]
=513,3
326,18
= 1,6 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
2) BJ
a= 32,44 gr T1= 32C
b= 62,02 gr B1= 0,995 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
c= 98,14 gr T2= 31C
d= 81,64 gr B2= 0,995 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
𝐵𝐽 =100 (62,02 − 32,44)
(100 + 5,15)[0,995(81,64 − 32,44)
0,995 𝑥 0,995
−(98,14 − 62,02)]
= 2,14 𝑔𝑟/𝑐𝑚 3
3) Porositas (n)
𝑛1 = [1 −1,7
2,14] 𝑥 100%
= 20,56%
𝑛2 = [1 −1,6
2,14] 𝑥 100%
= 25,23%
Page 50
49
Struktur tanah merupakan gabungan
atas partikel-partikel primer (pasir, debu,
dan lempung) yang membentuk unit-unit
struktur yang lebih besar (agregat). Gaya
yang bekerja pada unit struktur lebih
didominasi oleh gaya kohesi antar partikel
dari pada gaya adhesinya. Gaya kohesi
sendiri memiliki penegrtian gaya tarik antar
partikel padat tanah, sedangkan gaya adhesi
adalah gaya tarik menarik antara partikel
tanah dengan zat cair (air). Kedua hal ini lah
yang membuat unit-unit partikel tanah
memiliki bentuk, ukuran, dan derajat yang
berbeda-beda. Dalam analisis struktur tanah
perlu dilakukan analisa berat volume (BV),
berat jenis (BJ), dan porositas (n).
Berat volume atau yang sering
disebut kerapatan tanah adalah berat
bongkah tiap satuan volume total bongkah
tanah dan dinyatakan dalam 𝑔𝑟/𝑐𝑚3. Dapat
dikatakan pula berat volume adalah berat
per satuan volume yang membandingkan
berat kering bongkah dengan volume
bongkah. Volume bongkah sendiri
merupakan volume padatan dan volume
pori dalam bongkah tanah tersebut. Karena
pori-pori tanah ikut dihitung dalam volume
bongkah maka untuk pengujian volume
bongkah ini menggunakan prinsip
sederhana hukum Archimedes. Bongkah
tanah yang sudah dilapisi lilin dimasukkan
kedalam air. Pelapisan lilin bertujuan untuk
membuat sampel tanah kedap air, agar air
tidak masuk kedalam pori-pori tanah. Lilin
yang digunakan ketika pelapisan bersuhu
65-70C, selama 2-3 detik. Jika suhu
terlalu tinggi, cairan lilin dapat masuk
dalam pori-pori tanah, jika pencelupan
terlalu lama, lapisan lilin akan menjadi tebal
dan dapat mengurangi keakuratan hasil.
Sampel yang digunakan kali ini
adalah bongkah Entisol, berat 4,74 gram
dan 5,9 gram. Setelah dilakukan percobaan,
ditemukan bahwa terjadi kenaikan volume
aquades dari 30 ml menjadi 33 ml.setelah
dihitung dapat diketahui bahwa BV dari
kedua sampel tersebut adalah 17 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
dan 1,6 𝑔𝑟/𝑐𝑚3.
Berat jenis adalah perbandingan
relative antara berat padatan tanah dengan
volume padatan. Perbedaan yang mendasar
dari berat volume dan berat jenis adalah,
jika berat volume baik tanah maupun
porinya dihitung, maka ketika penentuan
berat jenis hanya dihitung berat butir
tanahnya saja. Untuk penentuan berat jenis
kali ini menggunakan metode piknometer,
prinsipnya adalah mengetahui berat tanah
tanpa pori-pori. Untuk menghilangkan pori-
pori yang ada didalam tanah digunakan
akuades dan tabung piknometer. Massa
udara yang lebih ringan dari air akan
membuat udaramuncul kepermukaan.
Tanah diaduk supaya pori terbuka, dan
udara yang terjebak dapat keluar.
Kemudian didiamkan selama 1 jam supaya
air benar-benar masuk kepori-pori tanah
dan mendorong udara keluar. Ketika
Page 51
50
ditambahkan dengan aquades hingga 2/3
leher, harus sudah dipastikan bahwa
suspensi bebas dari gelembung udara yang
tersekap dan buih-buih pada permukaan.
Selanjutnya, piknometer yang berisi tanah
dan air tanpa udara ditimbang. Dalam hal
ini yang dibutuhkan hanyalah berat
tanahnya saja, sehingga diperlukan
percobaan blangko yang piknometernya
diisi dengan akuades saja. Berat piknometer
yang hanya berisi akuades ini digunakan
sebagai pembanding untuk menghitung
berat jenis tanah yang ada. Selain itu, suhu
cairan dalam piknometer (T1 dan T2) juga
diperlukan dan diperhitungkan, karena suhu
tersebut digunakan untuk melihat berat
jenis larutan dalam piknometer.
Pada percobaan sampel yang
digunakan adalah tanah Entisol dengan
diameter 2 mm. Sampel tanah dimasukkan
dalam piknometer hingga 1/2 botol setelah
botol piknometer ditimbang terlebih
dahulu. Akuades ditambahkan kedalam
piknometer hingga 2/3 volume piknometer
dan dilakukan pengadukan dengan kawat
pengaduk. Fungsi pengadukan untuk
membebaskan udara yang tersekap.
Didiamkan 1 jam untuk memastikan udara
telah keluar dari pori tanah. Pengecekan
suhu dengan cara memasukkan ujung
thermometer kedalam air tanpa menyentuh
tanah. Tambahkan air hingga 2/3 leher
piknometer dan hilangkan buih yang tersisa
pada piknometer. Hal ini dilakukan supaya
ketika piknometer ditutup, yang masuk
kedalam celah kapiler adalah air, bukan
buih gelembung pada permukaan air.
Penimbangan dilakukan setelah melalui
seluruh tahapan diatas. Selanjutnya
piknometer dibersihkan dan dilakukan
penimbangan piknometer berisi air sebagai
pembanding dan dilakukan pencatatan suhu
pada piknometer pertama dan kedua.
Setelah dilakukan percobaan dan
perhitungan, diketahui bahwa berat jenis
sampel Entisol adalah 2,14 𝑔𝑟 𝑐𝑚3⁄ .
Setelah dilakukan percobaan dan
ditemukan niali BV dan BJ tanah pada
sampel tanah Entisol maka dapat diketahui
nilai porositas total tanah dengan
menghitung menggunakan rumus yang ada,
dan ditemukan bahwa porositas tanah
Entisol sebesar 25%. Entisol mempunyai
sifat fisik dan kimia yang kurang baik bagi
pertumbuhan tanaman. Tanah ini umumnya
bertekstur pasir sehingga struktur lepas,
porositas aerasi besar dan permeabilitas
cepat (Jamilah, 2003) sehingga Entisol
seharusnya memiliki nilai porositas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan jenis
tanah lainnya, karena memiliki kandungan
pasir sebesar 85%. Porositas sendiri adalah
kadar pori-pori yang terdapat dalam tanah,
jadi apabila diperoleh hasil porositas tanah
sebesar 25% berarti dapat dikatakan bahwa
25% dari tanah merupakan pori-pori.
Sedangkan untuk tanah yang lainnya kadar
porositas yang diperoleh adalah untuk tanah
Page 52
51
Alfisol nilai BV sebesar 1,44 𝑔𝑟 𝑐𝑚3⁄ , BJ
sebesar 1,9 𝑔𝑟 𝑐𝑚3⁄ , dan porositas sebesar
24%. Pada tanah Vertisol nilai BV sebesar
1,325 𝑔𝑟 𝑐𝑚3⁄ , BJ sebesar 1,93 𝑔𝑟 𝑐𝑚3⁄ ,
dan porositas sebesar 31,34%. Pada tanah
Ultisol nilai BV sebesar 2,17 𝑔𝑟 𝑐𝑚3⁄ , BJ
sebesar 2,25𝑔𝑟 𝑐𝑚3⁄ , dan porositas sebesar
3,24%. Sedangkan pada tanah Mollisol nilai
BV sebesar 1,51𝑔𝑟 𝑐𝑚3⁄ , BJ sebesar 1,82
𝑔𝑟 𝑐𝑚3⁄ , dan porositas sebesar 15,89%.
Berdasarkan nilai porositas tanahnya dapat
disimpulkan bahwa tanah yang memiliki
pori-pori tanah dari yang terbesar yaitu
tanah Vertisol, Entisol, Alfisol, Mollisol,
dan Ultisol.
Struktur tanah sangat dipengaruhi
oleh tempat pengambilan sampel, karena
jika tempat pengambilan sampel sudah
berbeda mak kandungan baik zat organik
maupun fraksi penyusun tanahnya juga
berbeda dan hasil perhitungan BV, BJ, dan
porositas tanahnyapun juga berbeda.
Seperti dilihat pada tingkat kesuburan tanah
Entisol dengan pendekatan nilai Indeks
Kualitas Tanah yang digunakan sebagai
lahan hutan dan lahan pertanian di Kebun
Pendidikan, Penelitian, Pengembangan
Pertanian Universitas Gadjah Mada (KP4
UGM) Yogyakarta dalam Arifin, 2011
diperoleh hasil lahan pertanian mempunyai
BV sebesar 1,60 𝑔𝑟 𝑐𝑚3⁄ , dan BJ sebesar
2,75 𝑔𝑟 𝑐𝑚3⁄ . Sedangkan pada hutan
memiliki BV sebesar 1,51 𝑔𝑟 𝑐𝑚3⁄ , dan BJ
sebesar 2,51 𝑔𝑟 𝑐𝑚3⁄ . Penyebabnya adalah
kandungan bahan organik dalam tanah, jika
bahan organic dalam tanah semakin
banayak maka nilai BJ tanah akan semakin
sedikit (Arifin, 2011). Selain itu perbedaan
nilai BV, BJ, dan porositas tanah juga
sangat dipengaruhi oleh faktor teknis
selama praktikum seperti pembacaan skala
dan pembulatan saat melakukan
perhitungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
struktur tanah diantaranya adalah bahan
organic dimana bahan organik yang ada
didalam tanah akan menyebabkan
berkurangnya BV maupun BJ tanah.seperti
yang terjadi pada praktikum ini yang
hasilnya bberbeda dengan teori, tanah
Entisol yang memilki kandungan pasir
tinggi malah belum memiliki porositas yang
cukup tinggi. Selain kandungan bahan
organik yang mempengaruhi struktur tanah
adalah bahan induk pembentuk tanah.
Tekstur tanah yaitu kandungan fraksi-fraksi
penyusun tanah yang berupa lempung,
pasir, dan debu yang masing-masing
memiliki ciri khas sesuai dengan proporsi
kandungan fraksi-fraksinya. Selain itu
aktivitas organism juga dapat
mempengaruhi struktur tanahnya. Contoh:
pada kegiatan manusia, pembuangan
sampah pada tanah tertentu dapat
mengubah struktur tanah tersebut. Erosi
juga berpengaruh terhadap struktur tanah,
sebagai contoh apabila suatu daratan
Page 53
52
mengalami erosi maka tanah yang mudah
terdispersi kan terbawa oleh air dan
hasilnya terjadi penumpukan hasil
sedimentasi ditempat lain. Hal ini tentunya
akan mengubah baik struktur tanah yang
terkena erosi maupun struktur tanah di
lokasi sedimentasi/pengendapan.
Praktikum struktur tanah ini pada
dasarnya adalah untuk mengetahui struktur
tanah, karena fungsi struktur tanah dalam
bidang pertanian adalah untuk mengetahui
tingkat penyerapan air oleh tanah dan
irigasinya, seperti yang kita ketahui
semakin besar nilai porositas tanah berarti
semakin banyak pori-pori tanah tersebut
dan itu berarti penyerapan air oleh tanah
akan semakin cepat. Metode yang
dilakukan untuk analisa struktur tanahpun
memiliki kelebihan dan kekurangan, yaitu
pada metode lilin memang lebih mudah,
cepat, dan hemat, tetapi hasil yang di
peroleh memiliki tingkat akurasi yang
rendah, karena volume lilin yang
menyelubungi bongkah tanah dianggap
sebagai volume tanah, dan hal tersebut yang
mempengaruhi hasil. Selain itu kesalahan
dalam membaca skala pada gelas ukur dapat
menurunkan keakuratan hasil, karena gelas
ukur memiliki skala yang terbatas, jadi
volume akuades tidak dapat terbaca dengan
akurat. Untuk metode piknometer memiliki
kelebihn mudah, cepat, dan murah, tetapi
kekurangannya adalah waktu yang cukup
lama, dan ketelitian dalam memastikan
bahwa tidak ada udara yang terjebak dalam
tanah.
IV. KESIMPILAN
1. Struktur tanah merupakan
gabungan atas partikel-partikel primer
(pasir, debu, dan lempung) yang
membentuk unit-unit struktur yang lebih
besar (agregat). BV merupakan berat
bongkah tiap satuan volume total bongkah
tanah dan dinyatakan dalam 𝑔𝑟/𝑐𝑚3,
sedangkan BJ merupakan perbandingan
relative antara berat padatan tanah dengan
volume padatan
2. Faktor-faktor yang
mempengaruhi struktur tanah diantaranya
adalah bahan organik, bahan induk tanah,
struktur tanah, aktivtas organisme lain, dan
kerusakan tanah. Sedangkan struktur tanah
dalam bidang pertanian berfungsi untuk
mengetahui tingkat penyerapan air oleh
tanah dan irigasinya, karena semakin besar
nilai porositas tanah maka semakin banyak
pori-pori tanah tersebut sehingga
penyerapan air oleh tanah akan semakin
cepat.
3. Tingkat porositas total tanah
dari berbagai jenis tanah yang digunakan
yaitu tanah Vertisol (31,34%) > Entisol
(25%) > Alfisol (24%) > Mollisol (15,89%)
> Ultisol (3,24%).
Page 54
53
V. PENGHARGAAN
Pada praktikum kali ini penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih kepada orang tua kami yang
telah mendukung kami dan selalu
mendoakan kami, kepada koordinator
praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah Ir. Suci
Handayani, M.P. yang telah memberikan
kesempatan untuk melakukan praktikum.
Kepada asisten pembimbing kami, kak
Ricky Christo Ajiputro, dan kepada seluruh
asisten praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah
yang telah membimbing kami ,dan kepada
semua pihak yang terkait yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2014,
http://en.wikipedia.org/wiki/Soil
diakses tanggal 15 Maret 2014
pukul 19:30 WIB
Arifin, Zaenal. 2011. Analisis nilai indeks
kualitas tanah entisol pada
penggunaan lahan yang berbeda.
Jurnal Agroteksos Vol.21 No. 1
April 2011
Baroto dan Siradz. 2006. Kandungan tanah
dan air di daerah aliran sungai code.
Jurnal Ilmu Tanah 6 : 110-111
Gokhan Ozsoy and Ertugrul Aksoy Journal
of Food, Agriculture &
Environment Vol.9 (3&4): 998-
1004. 2011
Helmut Kohnke, D. P. Franzmeier. Soil
Science Simplifed Fourth Edition.
Waveland Press, 1995
Sutanto, Rachman. 2005. Dasar-dasar Ilmu
tanah. Kanisius. Yogyakarta
Wiyono, A., Syamsul, dan E. Hanudin.
2006. Aplikasi soil taxonomy pada
tanah-tanah yang berkembang dari
bentukan karst gunung kidul. Jurnal
Ilmu Tanah 6 : 13-26.
Page 55
54
LAMPIRAN
A. Perhitungan
a) Kelompok 1 (Alfisol)
BV
p= 30 ml
a= 2,758 gr
b= 2,947 gr
q= 32 ml
𝐵𝑉 =87𝑥2,758
[100 + 7,566][0,87(32 − 30) − (2,947 − 2,758 )]
=239,946
166,835
= 1,44 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
BJ
a= 27,908 gr T1= 34C
b= 58,888 gr B1= 0,994 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
c= 94,050 gr T2= 32C
d= 77,252 gr B2= 0,995 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
𝐵𝐽 =100 (30,98) 0,994 𝑥 0,995
(100 + 14,708)[0,994(77,252 − 27,908) − 0,995(94,050 − 58,888)]
=3064,01494
1612,9947602
= 1,899 𝑔𝑟/𝑐𝑚 3
= 1,9 𝑔𝑟/𝑐𝑚 3
Porositas (n)
𝑛 = [1 −1,44
1,9] 𝑥 100%
= 24%
b) Kelompok 2 (Entisol)
BV
p= 30 ml
a1= 4,74 gr a2= 5,90 gr
b1= 4,97 gr b2= 6,18 gr
q1= 33 ml q2= 34 ml
𝐵𝑉1 =87𝑥4,74
[100 + 1,93][0,87(33 − 30) − (4,97 − 4,74)]
=412,38
242,59
= 1,7 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
Page 56
55
𝐵𝑉2 =87𝑥5,90
[100 + 1,93][0,87(34 − 30) − (6,18 − 5,90)]
=513,3
326,18
= 1,6 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
BJ
a= 32,44 gr T1= 32C
b= 62,02 gr B1= 0,995 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
c= 98,14 gr T2= 31C
d= 81,64 gr B2= 0,995 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
𝐵𝐽 =100 (62,02 − 32,44) 0,995 𝑥 0,995
(100 + 5,15)[0,995(81,64 − 32,44) − (98,14 − 62,02)]
= 2,14 𝑔𝑟/𝑐𝑚 3
Porositas (n)
𝑛1 = [1 −1,7
2,14] 𝑥 100%
= 20,56%
𝑛2 = [1 −1,6
2,14] 𝑥 100%
= 25,23%
c) Kelompok 3 (Vertisol)
BV
p= 30 ml
a= 3,99 gr
b= 4,19 gr
q= 33 ml
𝐵𝑉 =87𝑥3,99
[100 + 12,859][0,87(33 − 30) − (4,19 − 3,99 )]
= 1,325 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
BJ
a= 23,34 gr T1= 28C
b= 56,63 gr B1= 0,996 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
c= 91,62 gr T2= 28C
d= 73,41 gr B2= 0,996 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
𝐵𝐽 =100 (56,63) 0,996 𝑥 0,996
(100 + 13,74)[0,996(73,41 − 23,34) − 0,996(91,62 − 56,63)]
= 1,933 𝑔𝑟/𝑐𝑚 3
Porositas (n)
Page 57
56
𝑛 = [1 −1,325
1,933] 𝑥 100%
= 31,35%
d) Kelompok 4 (Ultisol)
BV
p= 30 ml
a= 1,903 gr
b= 2,074 gr
q= 35 ml
𝐵𝑉 =87𝑥1,903
[100 + 8,779][0,87(35 − 34 − 0) − (2,074 − 1,903 )]
=165,561
76,036521
= 2,177 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
BJ
a= 20,78 gr
b= 52,30gr B1= 0,996 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
c= 88,31 gr
d= 70,70 gr B2= 0,996 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
𝐵𝐽 =100 (52,3 − 20,78) 0,996 𝑥 0,996
(100 + 0,13547)[0,996(70,70 − 20,78) − 0,996(88,31 − 52,30)]
=3126,834432
1387,31285
= 2,25 𝑔𝑟/𝑐𝑚 3
Porositas (n)
𝑛 = [1 −2,177
2,25] 𝑥 100%
= 0,0324 x 100%
= 3,24 %
e) Kelompok 5 (Mollisol)
BV
p= 30 ml
a1= 5,991 gr a2= 1,771 gr
b1= 6,325 gr b2= 1,905 gr
q1= 34 ml q2= 31 ml
𝐵𝑉1 =87𝑥5,991
[100 + 17,65][0,87(34 − 30) − (6,325 − 5,991)]
= 1,27 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
𝐵𝑉2 =87𝑥1,771
[100 + 17,65][0,87(31 − 30) − (1,905 − 1,771)]
Page 58
57
= 1,51 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
BJ
a= 28,428 gr T1= 26C
b= 58,461 gr B1= 0,997 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
c= 93,172 gr T2= 27C
d= 77,338 gr B2= 0,997 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
𝐵𝐽 =100 (58,461 − 28,428) 0,997 𝑥 0,997
(100 + 15,450)[0,997(77,328 − 28,428) − (93,172 − 58,461)]
= 1,826 𝑔𝑟/𝑐𝑚 3
Porositas (n)
𝑛 = [1 −1,51
1,82] 𝑥 100%
= 15,89%
B. Data
Gambar 3. Hasil Analisa Tekstur Tanah dan Struktur Tanah
Page 60
59
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH
(PNT 1201A1)
ACARA V
KONSISTENSI TANAH KUALITATIF
Disusun oleh :
1. Ady Bayu Prakoso (13286)
2. Annisa Mega Rachmadina (13098)
3. Chailendriani Pradaneira A. (13390)
4. Felisitas Syntia Herliandy (13224)
5. Rifqi Sulthan (13391)
6. Riya Fatma Sari (13284)
Hari/Tanggal Praktikum : Senin, 17 Maret 2014
Golongan/Kelompok : A1/2
Nama Asisten : Ricky Christo Ajiputro
LABORATORIUM TANAH UMUM
JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
Page 61
60
ACARA V
KONSISTENSI TANAH KUALITATIF
ABSTRAK
Praktikum Konsistensi Tanah Kualitatif dilaksanakan pada tanggal 17 maret 2014, di
Laboratorium Tanah Umum, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah
Mada. Pada praktikum kali ini bertujuan untuk menentukan konsistensi tanah dalam 2
perlakuan, yaitu kering dan basah. Konsistensi kering diukur dengan cara memecahkan
agregat sedangkan konsistensi basah ditentukan berdasarkan kelekatan dan plastisitas
tanah yang diamati pada saat tanah dalam keadaan basah atau berada diatas kapasitas
lapang. Tanah yang digunakan adalah tanah bongkah untuk konsistensi kering, dan
tanah Ø 2mm untuk konsistensi basah. Hasil yang diperoleh adalah bahwa tanah Entisol
berkonsistensi lunak, tanah Ultisol berkonsistensi agak keras, tanah Alfisol
berkonsistensi keras, sedangkan tanah Vertisol dan Molisol berkonsistensi sangat keras
dalam keadaan kering. Dalam keadaan basah dari tingkat kelekatannya tanah Entisol
tidak lekat, tanah Ultisol lekat, dan tanah Alfisol, Vertisol, dan Molisol sangat lekat,
sedangkan dari tingkat plastisitasnya, tanah Entisol tidak plastis dan tanah lainnya
plastis.
Kata kunci: konsistensi, Entisol, kelekatan, plastisitas.
I. PENGANTAR
Konsistensi tanah merupakan salah
satu sifat fisik tanah yang berperan penting,
karena dengan mengetahui konsistensi
suatu tanah dapat pula dilakukan
penanganan pada tanah sesuai dengan
kebutuhan dari tanaman yang nantinya akan
ditanam pada suatu lahan. Dalam
konsistensi suatu tanah sifat fisik yang
ditunjukkan yaitu keteguhan, keliatan, dan
kelekatan tanah, hal tersebut merupakan
penentuan konsistensi tanah secara
kualitatif. Konsistensi tanah bertujuan
untuk menetapkan batas lekat,indeks
plastisitas, dan juga tingkat kekerasan suatu
tanah yang dipengaruhi oleh fraksi-fraksi
penyususn tanah.
Konsistensi tanah adalah salah satu
hal yang perlu diketahui ketika melakukan
pengolahan suatu lahan, karena konsistensi
tanah adalah daya kohesi dan adhesi
diantara partikel-partikel tanah dan
ketahanan (resistensi) massa tanah tersebut
terhadap perubahan bentuk oleh tekanan
atau berbagai kekuatan yang dapat
mempengaruhi bentuk tanah tersebut
(Ardana, 2008). Sifat konsistensi tanah
pada kandungan air berbeda-beda yaitu
konsistensi basah (kelekatan dan keliatan),
konsistensi lembap, dan konsistensi kering.
Kelekatan (stickness) artinya tanah dapat
melekat atau menempel pada benda-benda
yang mengenainya. Beberapa macam dari
sifat kelekatan tanah yaitu tidak melekat,
sedikit melekat, lekat, dan sangat lekat.
Page 62
61
Keliatan (plasticity) artinya tanah mudah
diubah-ubah bentuknya. Beberapa macam
dari sifat keliatan yaitu agak plastis, plastis,
sangat plastis. Konsistensi lembap
merupakan tanah yang gembur, beberapa
macam dari konsistensi ini yaitu lepas,
sangat gembur, gembur, teguh, sangat
teguh, dan ekstrem teguh. Konsistensi
kering merupakan tanah yang keras,
macam-macam dari konsistensi ini yaitu
lepas, lunak, sedikit keras, keras, sangat
keras, dan ekstrem keras (Hakim et al,
1986).
Pada status air tanah antara
kapasitas lapang (KL) dan 80 % KL maka
pada kondisi ini tanah sangat mudah diolah
karena alat tidak melekat pada alat, tanah
tidak keras dan struktur hasil olah menjadi
mekar. Hal ini disebabkan daya adhesi dan
kohesi tanah sama kuat. Pada status kadar
air tanah di bawah kapasitas lapang 80 %
dan kadar air tanah semakin menurun
sampai pada batas 40 % KL tanah semakin
sulit diolah karena semakin keras yang
disebabkan daya adhesi lebih lemah dari
daya kohesi (kondisi kering). Pada kondisi
tanah terlalu kering kadar air < 40 % dari
kapasitas lapang, kembali tanah mudah
diolah karena daya adhesi dan kohesi tanah
keduanya sangat lemah. Demikian pula
status air tanah lebih besar dari kondisi
jenuh air (tergenang), daya adhesi dan
kohesi tanah keduanya sangat lemah
sehingga tanah mudah diolah, hanya saja
kualitas hasil olahan adalah lumpur, alat
dan kendaraan yang digunakan mudah
tergelincir dan tenggelam ke dalam tanah
karena daya dukung tanah sangat rendah.
Kondisi tanah kering, daya dukung tanah
sangat tinggi (mekanik). Tekstur tanah
sangat menentukan kelekatan tanah
kaitannya dengan status air tanah. Semakin
halus kelas tekstur tanah atau semakin
tinggi kadar liat suatu tanah maka makin
tinggi daya lekat tanah terhadap alat
pengolah. Konsistensi kelekatan tanah juga
dipengaruhi oleh status kadar bahan organik
tanah, makin tinggi kadar bahan organik
tanah makin lemah daya lekat tanah,
walaupun kehalusan kelas tekstur semakin
halus. Sebaliknya semakin rendah kadar
bahan organik tanah, makin rendah daya
lekat tanah. Sedangkan kepadatan tanah
dapat dilihat dari kerapatan isi tanah atau
Bulk Density (BD) tanah dan konsistensi
tanah. BD tanah lebih dari 1.3 g/𝑐𝑚3
termasuk padat. Kerapatan isi (BD) tanah
ditentukan oleh tekstur, struktur, bahan
organik tanah yang menentukan ruang pori
total tanah. Makin padat tanah makin
rendah/sedikit ruang pori tanah, disertai
status air yang rendah sampai mencapai
konsistensi yang teguh membuat tanah
makin sulit untuk diatasi (Mustafa, et, al.
2012)
Konsistensi tanah menunjukkan
derajat kohesi dan adhesi diantara partikel –
Page 63
62
partikel tanah. Hal ini ditunjukkan oleh
ketahanan massa tanah terhadap perubahan
bentuk yang diakibatkan oleh tekanan dan
berbagai kekuatan yang mempengaruhi
bentuk tanah. Tanah – tanah yang
mempunyai konsistensi yang baik
umumnya mudah diolah dan tidak melekat
pada alat pengolah tanah. Oleh karena itu
tanah dapat ditemukan dalam keadaan
basah, lembab dan kering maka penyifatan
konsistensi tanah harus disesuaikan dengan
keadaan tanah tersebut. Konsistensi tanah
dapat ditentukan secara kualitatif dan
kuantitatif. Secara kualitatif dilakukan
dengan cara memijat dan memirit atau
membuat bulatan atau gulungan.
Sedangkan secara kuantitatif dilakukan
dengan cara penentuan angka Atterberg
(Nurhidayati, 2006).
Albert Atterberg menerapkan lima
bentuk konsistensi tanah berdasarkan
kelembapan tanah, yang biasa disebut Batas
Atterberg. Tanah keras, memiliki
konsistensi keras saat disentuh. Tingkat
kekerasan tergantung pada tekstur dan
bahan organik tanah. Tanah gembur
merupakan tanah yang memiliki sifat
mudah hancur menjadi butiran atau remah,
sedangkan tanah lunak adalah tanah yang
dalam keadaan basah terlihat lunak. Tanah
lengket yaitu ketika air terhubung ke
sebagian besar tanah pada tekanan yang
sama, titik lengket terjadi ketika proses
adhesi maksimum. Tanah cair memiliki
kelembapan tanah mendekati saturasi
(jenuh) dan sifat tanah seperti cairan dan
kental (Lal and Shukla, 2004). Batas-batas
Atterberg atau batas-batas konsistensi
adalah persen berat kadar lengas tanah
(Eurocansult, 1989). Nilai-nilai Atterberg
adalah batas liat atas (BLA) atau batas cair
(BC), Batas lekat (BL), Surplus (S), batas
liat bawah (BLB) atau batas gulung (BG),
indeks keliatan (Ip), batas berubah warna
(BBW) atau batas kerut (BK), dan jangka
olah (JO) (Notohadiprawiro, 2000).
Konsistensi tanah juga mempunyai
hubungan dengan tekstur tanah. Tanah pasir
biasanya tak lekat, tak liat dan lepas.
Sebaliknya tanah lempung-berat ber-
konsistensi sangat liat, sangat teguh, dan
keras. Tanah geluh di antara kedua sifat
konsistensi yang ekstrim itu (Darmawijaya,
1997). Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi konsistensi tanah adalah
kadar air dalam tanah, bahan-bahan
penyemen agregat tanah, bahan dan ukuran
agregat tanah, tingkat agregasi tanah, dan
faktor-faktor penentu struktur tanah
(tekstur, prosentase lempung, debu, dan
pasir, serta kadar bahan organik di dalam
tanah) (Cornelis, et. Al, 2005).
II. METODOLOGI
Praktikum acara V Konsistensi
Tanah Kualitatif, dilaksanakan pada hari
senin tanggal 17 Maret 2014 di
Page 64
63
Laboratorium Tanah Umum, Jurusan
Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas
Gadjah Mada. Adapun praktikum ini
dilakukan dengan dua cara, yaitu
konsistensi kering dan konsistensi
basah/lembab. Bahan yang dibutuhkan
dalam konsistensi kering adalah tanah
bongkah, sedangkan pada konsistensi
basah/lembab adalah tanah kering udara
2 mm. Pelaksanaannya menggunakan
tangan sebagai media ujinya.
Cara kerja untuk praktikum
konsistensi kering yaitu agregat tanah
bongkah ± 1 cm diambil, kemudian ditekan
diantara ibu jari dengan telunjuk, apabila
tanpa ditekan hancur maka konsistensinya
lepas-lepas; apabila sedikit ditekan hancur
konsistensinya lunak; dan apabila ditekan
kuat hancur maka konsistensinya agak
keras. Setelah itu, agregat tanah ditekan
diantara pangkal telapak tangan kiri dengan
ibu jari kanan, apabila ditekan kuat hancur
maka konsistensinya keras dan apabila
ditekan kuat tidak hancur maka
konsistensinya sangat keras. Cara kerja
untuk konsistensi basah/lembab yaitu
contoh tanah 2 mm diambil secukupnya
dan dibasahi dengan aquades hingga
homogeny menjadi pasta. Untuk tingkat
kelekatan tanah dilakukan dengan memijat
pastatanah antara ibu jari dan telunjuk, jika
tidakada tanah yang menempel maka
konsistensinya tidak lekat; jika menempel
sedikit maka konsistensinya agak lekat; jika
menempel disalah satu jari maka
konsistensinya lekat; dan jika menempel
banyak maka konsistensinya sangat lekat.
Untuk tingkat plastisitas tanah, pasta dibuat
pita ± 2-3 mm, jika tidak dapat dibuat pipa
konsistensinya tidak plastis; jika pipa rusak
dan tidak dapat dibikin bentuk tertentu
konsistensinya agak platis; jika dapat
dibentuk (seperti O, S, dan 8) maka
konsistensinya plastis; dan jika dapat
dibentuk (seperti O, S, dan 8) tanpa retak
maka konsistensinya sangat plastis.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 5. Konsistensi Tanah
Tanah Konsistensi Kering
Konsistensi Basah
Plastis Lekat
Entisol Lunak Tidak plastis Tidak lekat
Ultisol Agak keras Plastis Lekat
Alfisol Keras Plastis Sangat lekat
Page 65
64
Vertisol Sangat keras Plastis Sangat lekat
Molisol Sangat keras plastis Sangat lekat
Pada percobaan tentang konsistensi
tanah kualitatif diperoleh data seperti pada
tabel di atas. Pada tabel tersebut
menunjukkan bahwa tanah Entisol
memiliki konsistensi kering yaitu lunak dan
konsistensi basah dengan tingkat plastisitas
tidak plastis dan tingkat kelekatan termasuk
tidak lekat. Tanah Ultisol memiliki
konsistensi kering berupa agak keras dan
konsistensi basah dengan tingkat plastisitas
berupa plastis serta tingkat kelekatan
termasuk lekat. Alfisol memiliki
konsistensi kering yaitu keras, dan
konsistensi basah dengan tingkat plastisitas
termasuk plastis, serta tingkat kelekatan
berupa sangat lekat, sedangkan pada tanah
Vertisol dan Molisol memiliki persamaan
pada konsistensi kering berupa sangat
keras, begitu juga pada konsistensi basah
dengan tingkat plastisitas dan tingkat
kelekatan yang sama yaitu masing-masing
termasuk plastis dan sangat lekat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
konsistensi tanah yaitu tekstur tanah, sifat
dan jumlah koloid organik maupun
anorganik, struktur tanah (porositas) berat
isi dan kadar air tanah. Apabila tekstur
tanah didominasi pasir maka konsistensi
tanah rendah (tidak plastis, tidak lekat, dan
lunak) dan bila dominan lempung maka
konsitensi tanah tinggi (plastis, lekat, dan
keras). Kadar bahan organik yang tinggi
mengakibatkan tanah gembur dan plastis.
Sifat atau jenis koloid tanah apabila
dominan koloid silikat maka tanah plastis
dan bila dominan sesquioksida maka tanah
tidak plastis. Porositas rendah maka tanah
berkonsistensi tinggi, dan kadar air yang
tinggi maka tanah akan plastis dan lekat
begitupun sebaliknya.
Tanah Entisol mempunyai
konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi
rendah, peka terhadap erosi dan kandungan
hara tersediakan rendah, namun pada
percobaan ini diperoleh konsistensi kering
pada tanah Entisol berupa lunak, dan pada
konsistensi basah dengan tingkat
plastisitas( Tan, 1986 cit. Siti Lestari,
2011). Bahan penyusun tanah Entisol
kebanyakan berupa bahan yang lepas-lepas
(Burringh, 1993 cit. Wigati et all, 2006 ),
dan terdiri atas pecahan-pecahan batuan
maupun kuarsa yang merupakan mineral
yang paling banyak dalam fraksi ini. Karena
pasir dan debu dikuasi kuarsa, maka kedua
fraksi ini umumnya secara kimiawi, kurang
aktif. Mineral-mineral primer dalam
susunan kimiawinya mengandung unsur
Page 66
65
yang pada umumnya sukar larut, sehingga
kemampuan menyediakan unsur-unsur
esensial dapat dikatakan kurang sekali
(Soegiman, 1977), dan karena teksturnya
pasiran, tanah ini mempunyai permeabilitas
dan infiltrasi yang cepat, daya menahan air
yang rendah sehingga kapasitas air tersedia
rendah. Dengan melihat ciri-ciri tersebut
maka tidak sesuai dengan hasil percobaan.
Adanya perbedaan pada hasil percobaan
dapat diakibatkan karena standar keras-
lunak, kelekatan, dan plastisitas yang
berbeda pada setiap praktikan (penetapan
konsistensi tanah secara kualitatif ini
bersifat subjektif sehingga memungkinkan
adanya kesalahan penilaian dan juga adanya
perbedaan penilaian). Menurut
Soepraptohardjo (1997), Tanah Alfisol
memiliki konsistensi teguh atau dapat
dikatakan keras, lekat dan plastis, hasil
percobaan hampir menunjukkan kesamaan.
Menurut Sarief (1985), Ultisol memiliki
konsistensi gembur (lunak), sedangkan
pada percobaan didapat hasil agak keras.
Menurut Darmawidjaya (1997), Ciri - ciri
tanah Vertisol adalah- (1) tekstur
lempungan,(ii) tanpa horison elluvial dan
struktur lapisan atas granuler dengan
lapisan bagian bawah gumpal atau pejal.
(iv) mengandung kapur, (v) Koefisien
pemuaian dan pengkerutan tinggi dengan
berubahnya kadar air (vi) konsistensi luar
biasa liat (extremely plastic). Dengan
melihat ciri-ciri tersebut maka sesuai
dengan hasil percobaan. Tanah Mollisol
memiliki kemiripan dengan vertisol pada
hasil percobaan sehingga dapat dikatakan
memiliki konsistensi yang sama dengan
vertisol karena keduanya memiliki kadar
lempung yang cukup tinggi. Untuk hasil
dari percobaan juga didapatkan hasil yang
sama sehingga dapat memungkinkan bahwa
data hasil praktikum memiliki nilai
keakuratan, dan dari setiap praktikan
hampir memiliki penilaian yang sama
terhadap konsistensi tanah.
Konsistensi sangatlah penting
dalam menentukan daya guna tanah secara
praktis. Konsistensi dipakai untuk
menggambarkan sifat tanah yang sangat
penting yaitu hubungannya dengan
pengolahan tanah dan pemadatan mesin
pertanian. Dengan mengetahui konsistensi
tanah, akan mempermudah pengolahan
tanah karena tiap tanah mempunyai
konsistensi yang berbeda-beda, dengan
begitu maka diharapkan mampu membuat
konsistensi tanah sesuai dengan jenis
tanaman yang ditanam sehingga mampu
meningkatkan produksi pertanian.
Penentuan nilai konsistensi dapat
dilakukan dengan 2 metode, yaitu (1)
kualitatif dan (2) kuantitatif. Pada
praktikum ini menggunakan metode
kualitatif, metode ini dipilih karena mudah,
cepat dan membutuhkan alat dan bahan
yang sederhana. Penentuan konsistensi
Page 67
66
secara kualitatif dilakukan pada kondisi
kering dan kondisi basah. Pada metode
kualitatif dilakukan dengan cara menekan
bongkah tanah di antara ujung telunjuk
dengan ibu jari atau ibu jari dengan pangkal
telapak tangan. Metode ini biasanya dapat
dilaksanakan di lapangan maupun di
laboratorium. Pada keadaan kering, tanah
tidak mengandung air, sehingga kekerasan
tanah dapat diukur. Dari hasil praktikum
diperoleh konsistensi kering tanah Entisol
termasuk lunak, Ultisol agak keras, Alfisol
keras, Vertisol dan Molisol sangat keras.
Tanah Entisol berkonsistensi lunak karena
ketika sedikit ditekan antara ibu jari dengan
jari telunjuk tanahnya kan hancur. Tanah
Ultisol ketika ditekan kuat antara ibu jari
dengan telunjuk akan hancur, sehingga
memiliki konsistensi agak keras. Tanah
Alfisol berkonsistensi keras, karena
tanahnya hancur ketika ditekan kuat antara
pangkal telapak tangan kiri dengan ibu jari
kanan. Tanah Vertisol dan Molisol
berkonsistensi sangat keras karena
tanahnya tidak hancur meskipun ditekan
kuat antara pangkal telapak tangan kiri
dengan ibu jari kanan. Jenis tanah yang
konsistensi keringnya sangat keras adalah
Vertisol dan Molisol, karena dipengaruhi
oleh tekstur tanahnya yaitu didominasi oleh
lempung, struktur tanahnya yang
mampat(gumpal kuat), kondisi kelengasan
tanahnya kering, serta kandungan air
tanahnya yang bisa dikatakan tidak ada,
sedangkan tanah dengan konsistensi kering
berupa keras adalah jenis tanah Alfisol,
agak keras adalah Ultisol, dan
berkonsistensi kering berupa lunak adalah
Entisol, sehingga urutan jenis tanah yang
memiliki kekerasan tertinggi hingga
terendah adalah Vertisol, Molisol, Alfisol,
Ultisol, dan Entisol.
Pada keadaan basah, indikator
konsistensi tanah dilihat pada tingkat
kelekatan dan plastisitas tanah. Kelekatan
tanah menunjukkan keadaan adhesi tanah
terhadap benda lain. Dari hasil praktikum
diperoleh hasil kelekatan pada tanah Entisol
tidak lekat karena tidak ada tanah yang
menempel pada jari telunjuk dan ibu jari
ketika pasta tanah dipijit. Tanah Ultisol
memiliki kelekatan yang lekat karena pada
saat pasta tanah dipijit antara jari telunjuk
dan ibu jari, sisa pasta tanah menempel
banyak di salah satu jari, jari yang lain
sedikit, sedangkan pada tanah Alfisol,
Vertisol, dan Molisol memiliki tingkat
kelekatan sangat lekat karena ketika pasta
tanah dipijit antara jari telunjuk dan ibu jari,
sisa pasta tanah menempel banyak di kedua
jari. Jadi, urutan jenis tanah yang memiliki
kelekatan tertinggi hingga terendah adalah
Vertisol, Molisol, Alfisol, Ultisol, dan
Entisol.
Plastisitas merupakan kemampuan
bahan tanah yang secara mudah dapat
diubah bentuknya karena pengaruh tekanan
Page 68
67
dan tetap pada bentuk semula meskipun
tekanan dilepaskan. Dari hasil praktikum
diperoleh hasil bahwa tanah Entisol satu-
satunya jenis tanah yang tidak plastis
karena tidak dapat dibuat pipa(seperti
bakmi), sedangkan tanah Ultisol, Alfisol,
Vertisol, dan Molisol berupa plastis karena
pipa tanah dapat dibentuk dengan bentuk
tertentu seperti O, S, atau 8, sehingga urutan
tanah mulai dari tingkat plastisitas paling
tinggi hingga paling rendah adalah Vertisol,
Molisol, Alfisol, Ultisol, kemudian Entisol.
Adanya perbedaan kelekatan dan platisitas
pada jenis tanah yang satu dengan jenis
tanah lainnya dikarenakan tanah yang
kandungan lempungnya tinggi mempunyai
gaya adhesi terhadap benda lain( misalnya
air) yang tinggi akan sangat mudah untuk
dibentuk, sedangkan tanah yang kandungan
pasirnya tinggi akan sulit diubah
bentuknya(lepas-lepas). Ikatan massa yang
yang kuat maka pengolahannya akan sulit,
sedangkan ikatan massa tanha yang lemah
akan mudah dihancurkan sehingga
pengolahannya pun mudah, namun cepat
sekali kering/ boros air.
Konsistensi berhubungan erat
dengan derajat struktur dan juga kelas
tekstur tanah. Apabila suatu tanah dengan
tekstur pasir maka akan mempunyai
struktur butir tunggal dan sifat
konsistensinya lepas-lepas. Sebaliknya
tanah yang bertekstur lempung akan
mempunyai struktur gumpal dan
mempunyai konsistensi agak teguh pada
kondisi kering dan plastis bila basah. Hal
tersebut dikarenakan sifat partikel
penyusun tanah (pasir, debu, dan lempung)
yang terdapat pada suatu tanah akan
mempengaruhi gaya yang bekerja pada
partikel-partikel tanah sehingga
menghasilkan sifat fisik yang saling
berkaitan. Konsistensi tanah Entisol pada
umumnya kasar, struktur remah atau kersai,
konsistensinya lepas-lepas samapai gembur
dan pH pada umumnya 6-7 (Darmawijaya,
1990). berhubung dengan keadaan tekstrur
yang demikian maka tanah ini mempunyai
permeabilitas yang cepat sampai sangat
cepat, daya menahan air yang sangat rendah
dan sangat peka terhadap bahaya erosi
(Sarief,1986).
VI. KESIMPULAN
1. Konsistensi tanah adalah
daya kohesi dan adhesi diantara partikel-
partikel tanah dan ketahanan (resistensi)
massa tanah tersebut terhadap perubahan
bentuk oleh tekanan atau berbagai kekuatan
yang dapat mempengaruhi bentuk tanah
tersebut.
2. Faktor-faktor yang
mempengaruhi konsistensi tanah yaitu
tekstur tanah, sifat dan jumlah koloid
organik maupun anorganik, struktur tanah
(porositas) berat isi dan kadar air tanah.
Semakin banyak kandungan lempung
Page 69
68
dalam tanah maka semakin tinggi
konsistensi tanahnya, semakin banyak
kandungan pasir dalam tanah maka semakin
rendah konsistensi tanahnya.
3. Pada keadaan kering tanah
Entisol berkonsistensi lunak, tanah Ultisol
berkonsistensi agak keras, tanah Alfisol
berkonsistensi keras, sedangkan tanah
Vertisol dan Molisol berkonsistensi sangat
keras. Pada keadaan basah/ lembab dapat
dilihat tingkat kelekatan dan tingkat
plastisitas tanahnya. Tanah Entisol
memiliki kelekatan yang tidak lekat, tanah
Ultisol memiliki kelekatan yang lekat,
tanah Alfisol, Vertisol, dan Molisol
memiliki kelekatan yang sangat lekat.
Berdasarkan plastisitasnya, tanah Entisol
tidak plastis, sedangkan tanah Ultisol,
Alfisol, Vertisol, dan Molisol plastis.
V. PENGHARGAAN
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat
Allah SWT. karena atas limpahan rahmat
dan hidayahNya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan ini tanpa suatu
kendala yang berat. Pada kesempatan ini
penulis mengucapkan rasa terimakasih atas
arahan,bimbingan, dan bantuan dalam
pelaksanaan praktikum dan penyusunan
laporan resmi ini, kepada:
1. Kedua orang tua kami yang selalu
mendoakan dan mendukung kami
2. Kak Ricky Christo Ajiputro, selaku
asisten pendamping kami dan juga para
kakak asisten yang lainnya yang mengawal
dan membimbing dalam praktikum
3. Teman-teman yang selalu
membantu dalam penyusunan laporan ini
4. Semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian laporan ini
Semoga segala bantuan dan
penghargaan yang telah diberikan dapat
memberikan manfaat dan kebahagiaan yang
tiada ternilai.
DAFTAR PUSTAKA
Ardana, Wirya, 2008, Korelasi kekuatan
geser undrained tanah lempung
dari uji unconfined compression
dan uji laboratory vane shear
(studi pada remolded clay), Jurnal
Ilmiah Teknik Sipil Vol. 12 No 2,
Juli 2008.
Cornelis, W. M., J. Corluy, H. Medina, R.
Hartmann, M. Van Meirvenne and
M. E. Ruiz, 2005, A simplified
parametric model to describe the
magnitude and geometry of soil
shrinkage, European Journal of
Soil Science Volume 57, Issue 2,
pages 258–268, April 2006.
Darmawijaya, M. L. 1997. Klasifikasi
Tanah. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Darmawijya, Isa M. 1990. Klasifikasi
Tanah. Gadjah Mada University,
Yogyakarta.
Euroconsult. 1989. Agriculture
Compendium. Third Revised
Edition. Elsevier , Amsterdam.
Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S.
G. Nugroho, M. A. Diha, G. B.
Hong, dan H. H. Bailey. 1986.
Page 70
69
Dasar-dasar Ilmu Tanah.
Universitas Lampung Press,
Lampung.
Lal, R., Shukla, M. K. 2004. Principles of
Soil Physics. Marcel Dekker Inc.,
New York.
Lestari, Siti. 2011. Kajian Penambahan
Bahan Organik Dan Pupuk
Formula Biosulfo Terhadap
Ketersediaan Dan Serapan P Dan
S Serta Hasil Kedelai (Glycine
max L. Merrill) Pada Alfisols,
Entisols Dan Vertisols. Fakultas
Pertanian. Universitas Sebelas
Maret. Skripsi.
Mustafa, M., Asmita A., Muh. Ansar,
Masyhur S.. 2012. Hibah
Penulisan Buku Ajar Dasar-Dasar
Ilmu Tanah. Program Studi
Agroteknologi Jurusan Ilmu
Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin.
Makasar.
Notohadiprawiro, T. 2000. Tanah dan
Lingkungan. Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Nurhidayati, 2006. Bahan Ajar Dasar -
Dasar Ilmu Tanah. Fakultas
Pertanian Unisma. Malang
Sarief, S. 1985. Ilmu Tanah Umum.
Fakultas Pertanian Universitas
Padjajaran, Bandung.
Sarief, S.1986. Ilmu Tanah Pertanian.
Pustaka Buana, Bandung.
Siti Lestari. 2011. Kajian Penambahan
Bahan Organik Dan Pupuk
Formula Biosulfo Terhadap
Ketersediaan Dan Serapan P Dan
S Serta Hasil Kedelai (Glycine
max L. Merrill) Pada Alfisols,
Entisols Dan Vertisols. Fakultas
Pertanian. Universitas Sebelas
Maret. Skripsi.
Soegiman. 1977. The Nature and Properties
of Soil. Bharata Karya Aksara.
Jakarta
Soepraptohardjo, M. 1977. Jenis Tanah dan
Potensinya. Pusat Pendidikan
Interpretasi Citra Penginderaan
Jauh dan Survey Terpadu,
Yogyakarta.
Wigati, ES, Abdul Syukur, dan Bambang
DK. 2006. Pengaruh takaran
bahan organik dan tingkat
kelengasan tanah terhadap
serapan fosfor oleh kacang
tunggak di tanah pasir pantai.
Jurnal Ilmu Tanah dan
Lingkungan Vol 6 (1) (2006): 52-
58.
Page 71
70
LAMPIRAN
Gambar 4. Hasil Analisa Konsistensi Tanah dan Bahan Organik
Page 72
71
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH (PNT 1201A1)
ACARA VI
BAHAN ORGANIK TANAH
Disusun oleh :
1. Ady Bayu Prakoso (13286)
2. Annisa Mega Rachmadina (13098)
3. Chailendriani Pradaneira A. (13390)
4. Felisitas Syntia Herliandy (13224)
5. Rifqi Sulthan (13391)
6. Riya Fatma Sari (13284)
Hari/Tanggal Praktikum : Senin, 17 Maret 2014
Golongan/Kelompok : A1/2
Nama Asisten : Ricky Christo Ajiputro
LABORATORIUM ILMU TANAH UMUM
JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
Page 73
72
ACARA VI
BAHAN ORGANIK TANAH
ABSTRAK
Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah dengan judul “Bahan Organik Tanah” ini
dilakukan pada hari Senin, 17 Maret 2014 di Laboratorium Ilmu Tanah Umum, Jurusan
Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tujuan dari
praktikum ini adalah untuk menetapkan kadar C-organik tanah dan menetapkan kadar
bahan organik tanah. Untuk mengetahui kadar bahan organik tanah dalam praktikum
ini digunakan metode Walkey and Black, karena contoh tanah yang dipakai untuk
percobaan memiliki kadar bahan organik <10%. Alat dan bahan yang digunakan selama
percobaan beerlangsung yaitu contoh tanah kering Ø 0,5 mm, labu takar 50 ml, pipet
volume 10 mul, gelas ukur 10 ml, erlenmenyer 50 ml dan buret. Hasil yang diperoleh dari
perhitungan kadar bahan organik pada tanah Entisol adalah 3,263%. Tanah ultisol
memiliki kadar bahan organik sebesar 3,2068%. Tanah alfisol kadar bahan organiknya
yaitu 4,491%. Pada tanah vertisol, kadar bahan organik sebanyak 5,93%. Sedangkan
tanah molisol memiliki kadar bahan organik paling tinggi, yaitu sebesar 7,325%.
Sehingga, jika kadar bahan organik dari masing-masing tanah diurutkan, maka tanah
ultisol memiliki kadar bahan organik yang paling kecil.
Kata Kunci : Bahan Organik, Tanah, Entisol
I. PENGANTAR
Hampir seluruh makhluk hidup
yang terdapat di dalam tanah tergantung
pada bahan organik untuk energi dan bahan
makanannya. Bahan organik penting dalam
menciptakan kesuburan tanah, baik secara
fisik, kimia, maupun biologi tanah. Bahan
organik merupakan suatu bahan yang
berasal dari makhluk hidup seperti
tumbuhan, hewan dan manusia yang telah
terdekomposisi maupun yang sedang dalam
proses dekomposisi.
Menurut kadar bahan organiknya,
tanah yang memiliki kandungan bahan
organik >10% dapat ditetapkan
menggunakan metode pembakaran atau
metode pengabuan. Sedangkan untuk tanah
yang memiliki kadar bahan organik < 10 %,
penetapan dilakukan dengan menggunakan
metode Walkey and Black. Jenis tanah yang
dipakai selama percobaan yaitu Alfisol,
Entisol, Vertisol, Ultisol dan Molisol
memiliki kadar bahan organik yang < 10%.
Oleh karena itu, perlu dilakukan percobaan
menggunakan metode Walkey and Black
untuk mengetahui kandungan bahan
organik pada jenis-jenis tanah tersebut,
serta mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan bahan organik
di dalam tanah.
Tanah terdiri atas empat macam
komponen penyusun tanah, yang apabila
dinyatakan dalam persen (%) volume
komposisi tanah ideal adalah terdiri dari
mineral 45%, udara 20-30%, air 20-30%
dan bahan organik 5%. Meskipun
Page 74
73
komposisi bahan organik paling kecil jika
dibandingkan dengan bahan-bahan lainnya,
namun bahan organik memiliki peran
penting dalam sifat kimia, fisika, serta
biologis tanah (Sutanto, 2005). Bahan
organik merupakan unsur yang penting
dalam tanah. Menurut BP Tanah (2005)
bahan organik berperan dalam memperbaiki
sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Sifat
fisik berupa pembentukan agregat tanah dan
sifat kimia berupa penyedia hara mikro.
Sifat biologi berupa sumber energi dan
makanan mikroorganisme.
Interaksi bahan kimia ini dengan
bahan organik merupakan faktor yang
mempengaruhi pestisida dalam lingkungan
tanah. Peran bahan organik dalam pestisida
organik dapat dilihat dari dua aspek utama,
(1) adsorpsi pestisida dengan bahan organik
ini akan mengontrol jumlah pestisida yang
terlarut dalam tanah, (2) degradasi non-
biological pestisida dengan bahan organik
(Schnitzer, M. and S.U. Khan, 1978).
Bahan organik sangat bervariasi,
tergantung pada bahan dasar
pembentuknya. Bahan organik dapat
berasal dari sisa tanaman, sisa hewan dan
juga sisa industri yang dapat berupa limbah.
Kualitas bahan organik atau pupuk juga
bergantung pada kualitas bahan asalnya (BP
Tanah, 2005). Tanah yang kaya akan bahan
organik lebih bersifat terbuka sehingga
aerasi tanah lebih baik dan tidak mudah
mengalami pemadatan. Tanah yang
mengandung bahan organik juga berwarna
lebih kelam karena menyerap sinar
matahari lebih banyak. Apabila tanah
menyerap sinar lebih banyak, maka unsur
hara, oksigen dan air yang diserap melalui
perakaran tanaman juga lebih banyak
(Sutanto, 2002).
Hampir semua bahan organik
(humus) mengandung 20% Nitrogen, 80%
Phospor dan kemungkinan juga terkandung
sulfur (S). Di lahan kering, bahan organik
merupakan sumber utama N (Nitrogen),
demikian juga P (phospor) dan S (sulfur).
Di tanah sawah, bahkan yang secara rutin
diberi pupuk kimia, 50% - 80% Nitrogen
(N) tanah berasal dari bahan organik
(Broadbent, 1978 cit Sutanto, 2002).
Kandungan bahan organik merupakan
index untuk menentukan kapasitas
penyediaan nitrogen di tanah sawah
(Ponnamperuma, 1980 cit Sutanto, 2002).
Keuntungan lain bahan organik tanah
terhadap kesuburan tanah adalah
meningkatkan KTK dan meningkatkan
ketersediaan P dan Fe untuk tanaman.
Penyediaan bahan organik tanah secara
berlebihan, menyebabkan ketersediaan
kandungan bahan Zn menurun (Sutanto,
2002).
Fraksi ringan merupakan transit
pool antara bahan organik segar dengan
bahan organik yang terhumifikasi,
Page 75
74
berperanan dalam cadangan C dan sumber
energi mikroorganisme (Laik et al. 2009;
Burton et al., 2007). Fraksi labil dari bahan
organik (C dan N) mempunyai pengaruh
yang nyata terhadap cadangan bahan
organik tanah. Perubahan kuantitas dari
fraksi tersebut merupakan indikator awal
untuk menduga pengaruh penggunaan dan
pengelolaan tanah (Soon et al. 2007; Lou et
al. 2011). Ketersediaan hara dalam tanah
yang cukup dapat mendukung pertumbuhan
dan produksi tanaman yang tinggi. .
Ketersediaan hara N dalam tanah
dipengaruhi oleh laju mineralisasi bahan
organik, sehingga perlu dipelajari hubungan
antara parameter kinetika mineralisasi N
dengan ketersediaan hara N dan serapan N
oleh tanaman.
II. METODOLOGI
Praktikum pengujian bahan
organik tanah ini dilakukan pada hari Senin,
17 April 2014 di Laboratorium Ilmu Tanah
Umum, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta. Pengujian dilakukan dengan
lima jenis tanah sebagai sampel yaitu
entisol, ultisol, alfisol, vertisol dan mollisol.
Dalam pengujian ini menggunakan metode
Walkey and Black untuk menentukan kadar
bahan organik dalam tanah. Alat-alat yang
dibutuhkan adalah labu takar 50 ml sebagai
tempat destruksi dan mereaksikan serta
mengencerkan bahan, pipet volume 10 ml
sebagai alat untuk mengambil larutan, gelas
ukur 10 ml sebagai alat pengukur volume,
elenmeyer 50 ml dan buret untuk
melakukan titrasi dan alat lainnya yaitu
timbangan untuk menimbang sampel yang
akan dilakukan analisa. Sedangkan bahan
yang digunakan adalah tanah kering udara
∅ 0,5 mm sebagai sampel, asam sulfat pekat
sebagai media destruksi, garam kalium
dikromat 1 N sebagai oksidator, ferosulfat 1
N sebagai titran dan indikator difenilamin.
Pada pengujian, pertama-tama
contoh tanah kering udara ∅ 0,5 mm
ditimbang 0,5 gram (a) dan dimasukkan ke
labu takar 50 ml. Larutan K2CrO7 1 N
ditambahkan secara tepat sebanyak 10 ml
menggunakan pipet ukur. Setelah itu,
larutan asam sulfat (H2SO4) ditambahkan
ke labu takar sebanyak 10 ml dengan pipet
ukur secara perlahan. Penggojokan
dilakukan secara mendatar dan memutar
diatas meja. Pada proses ini, diperlukan
agar warna tidak berubah menjadi hijau,
apabila terjadi perlu ditambahkan lagi 10 ml
K2Cr2O7 1 N dan 10 ml H2SO4 pekat.
Larutan kemudian didiamkan selama 30
menit agar larutan menjadi dingin. Indikator
difenilamin ditambahkan sebanyak 2-3 tetes
kemudian aquadest ditambahkan hingga
volume 50 ml tepat dengan botol pancar.
Labu takar disumbat menggunakan plastik
dan digojok secara bolak balik hingga
homogen kemudian biarkan mengendap.
Page 76
75
Larutan yang jernih diambil sebanyak 10 ml
dengan pipet volume dan dimasukkan ke
dalam elenmeyer 50 ml. Pada elenmeyer
ditambahkan 15 ml aquadest dan dititrasi
dengan FeSO4 1 N hingga warna kehijauan
sam seperti pengujian blanko yang tanpa
menggunakan sampel tanah. Perhitungan
dilakukan dengan menggunakan rumus :
𝐶 =(100 + 𝐾𝐿) 𝑥 (𝑉𝑎 − 𝑉𝑏) 𝑥 𝑁𝐹𝑒𝑆𝑂4 𝑥 3
100 𝑥 1000 𝑥 𝑎𝑥
50
10𝑥
100
77𝑥 100%
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 = [𝐶] 𝑥100
58%
Keterangan :
KL : Kadar Lengas
Va : Volume Titrasi Blanko
Vb : Volume Titrasi Sampel
N : Normalitas
3 : Kesetaraan Berat Karbon ( 1 mgrek K2Cr2O7 = 3 mg C )
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 6. Bahan Organik Tanah
Jenis Tanah Bahan Organik
Entisol 3,263 %
Ultisol 3,206 %
Alfisol 4,491 %
Vertisol 5,930 %
Mollisol 7,325 %
Contoh perhitungan kadar bahan organik entisol
KL : 5,61 Va : 4,8 ml
a : 0,5 gram Vb : 2,5 ml
N FeSO4 : 0,2 N
Page 77
76
𝐶 =(100 + 5,61) 𝑥 (4,8 − 2,5) 𝑥 0,2 𝑥 3
100 𝑥 1000 𝑥 0,5𝑥
50
10𝑥
100
77𝑥 100%
𝐶 = 1,89 %
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 = [1,89] 𝑥100
58%
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 = 3,263 %
Bahan organik merupakan bahan di
dalam atau permukaan tanah yang berasal
dari sisa tumbuhan, hewan, dan manusia
baik yang telah mengalami dekomposisi
lanjut maupun yang sedang mengalami
proses dekomposisi. Bahan organik
memiliki beberapa faktor yang
mempengaruhi. Temperatur berpengaruh
pada kecepatan dekomposisi bahan organik.
Tanah tropika mempunyai kandungan
karbon organik rendah karena kondisi
lingkungan mendukung dekomposisi dan
mineralisasi bahan organik tanah.
Dekomposisi bahan organik di wilayah
tropika bisa mencapai 2-5x lebih cepat
dibandingkan di wilayah sedang. Setiap
peningkatan suhu 10oC menyebabkan
kecepatan meningkat menjadi dua kali. Hal
ini menyebabkan kandungan bahan organik
dalam tanah sulit mencapai kondisi
potensialnya; sehingga untuk
mempertahankan kandungan bahan organik
yang tinggi perlu masukan residu tanaman
dalam jumlah besar. Tekstur tanah
mempengaruhi Kandungan bahan organik
cenderung meningkat dengan
meningkatnya kandungan liat. Ikatan antara
liat dan bahan organik melindungi bahan
tersebut dari aksi dekomposisi oleh
mikrobia tanah. Tingginya kandungan liat
juga berpotensi tinggi untuk formasi
agregat. Agregat makro akan melindungi
bahan organik dari mineralisasi lebih lanjut.
Reaksi tanah yang digambarkan oleh
kondisi tanah asam atau alkali akan
berpengaruh pada produksi biomassa dan
aktivitas mikrobia dalam tanah. Tanah yang
terlalu asam atau basa akan mengurangi
aktivitas mikroorganisme. Pada kondisi
tanah asam fungi yang berperan dalam
kegiatan tersebut sehingga dekomposisi
residu tanaman lambat namun kerja fungi
lebih efisien dibandingkan bakteri.
Kuantitas dan kualitas input bahan organik
akan berpengaruh pada kandungan bahan
organik tanah. Substrat organik dengan C/N
rasio sempit (<25) menyebabkan
dekomposisi berjalan cepat, sebaliknya
pada bahan dengan C/N lebar (> 25) maka
mendorong immobilisasi, pembentukan
humus, akumulasi bahan organik, dan
peningkatan struktur tanah. Input bahan
yang mengandung lignin dan polyfenol
akan menghambat dekomposisi.
Page 78
77
Pengolahan tanah menyebabkan penurunan
kandungan bahan organik tanah sehingga
mengarah pada degradasi struktur.
Dekomposisi bahan organik adalah proses
aerob, oksigen akan mempercepat proses
tersebut. Dengan pengolahan tanah sisa
tanaman dibenamkan bersama udara dan
membuat kontak dengan organisme tanah,
sehingga mempercepat dekomposisi
menghasilkan CO2 yang dilepaskan ke
udara. Pengolahan yang berulang-ulang
bersamaan penurunan input bahan organik
ke dalam tanah menyebabkan disintegrasi
agregat sehingga menjadikan tanah peka
pada erosi dan pemadatan .
Dari hasil pegamatan yang kami
lakukan, diperoleh BO entisol 3,263%.
Menurut penelitian Aprile and Lorandi
(2012) di suatu daerah yang memiliki jenis
tanah yang sama, kadar bahan organik pada
tanah tersebut sebesar 3,59%. Data yang
kami peroleh lebih rendah dari data
penelitian tersebut karena entisol termasuk
salah satu tanah mineral. Karakteristik
tanah mineral memiliki kadar bahan
organik kurang dari 20% Tanah yang
mempunyai tekstur kasar berkadar bahan
organik dan nitrogen lebih rendah
dibandingkan tanah yang bertekstur lebih
halus. Hal ini disebabkan oleh kadar air
yang lebih rendah dan kemungkinan
oksidasi yang lebih baik dalam tanah yang
bertekstur kasar juga penambahan alamiah
dari sisa bahan organik kurang dari pada
tanah bertekstur halus.
Bahan organik sangat bermanfaat
untuk kesuburan tanah. Dari segi fisika,
bahan organik berfungsi dalam perbaikan
struktur tanah, melalui pembentukan
agregat yang lebih stabil, aerasi dan
drainase tanah yang baik. Infiltrasi air hujan
ke dalam tanah dapat berlangsung sengan
baik, sehingga run-off berkurang yang pada
gilirannya juga akan mengurangi erosi.
Bahan organik tanah juga meningkatkan
kemampuan tanah menahan air (water
holding capacity), sehingga jumlah air yang
tersedia bagi tanaman juga meningkat.
Dengan demikian tanaman yang ditanam
pada tanah yang cukup bahan organiknya
akan memperoleh air cukup. Segi kimia
Bahan organik meningkatkan ketersediaan
unsur hara, meningkatkan efesiensi
pengambilan unsur hara, meningkatkan
kapasitas tukar kation (Cation exchange
Capacity). Segi biologi dilihat dalam proses
meningkatkan populasi dan keragaman
mikroba tanah dan makrobia tanah. Bahan
organik sangat berperan dalam
meningkatkan keragaman mikroba tanah
yang berguna dan juga meningkatkan
keragaman mikroba tanah yang bersifat
heterotrof.
Bahan organik memiliki
kemampuan menyimpan unsur hara yang
secara perlahan akan dilepaskan kedalam
Page 79
78
larutan air tanah dan disediakan bagi
tanaman. Bahan organik dapat
meningkatkan kemampuan tanah menahan
air, sehingga persediaan air dalam tanah
untuk menyuplai tanaman cukup. Kedua
kemampuan bahan organik tersebut tentu
menguntungkan bagi pertanian.
Menentukan kandungan bahan
organik tanah dapat dilakukan dengan
berbagai metode. Pada praktikum kali ini
metode yang digunakan adalah Metode
Walkley and Black. Kandungan bahan
organik ditentukan oleh besarnya C-organik
hasil titrasi kemudian dikalikan dengan
konstanta tertentu.
Metode ini tentunya menggunakan
bahan kimia yang bermacam-macam yang
mempunyai fungsinya masing-masing,
kalium dikromat (K2Cr2O7) sebagai
oksidator bahan organik pada tanah, asam
sulfat (H2SO4) sebagai media destruksi
sampel tanah atau lebih tepatnya bahan
organiknya sehingga bahan organik tanah
dapat berpisah dari sampel tanah tersebut,
difinilanin pada H2SO4 pekat digunakan
sebagai petunjuk titik akhir titrasi dan
FeSO4 adalah tiran yang akan bereaksi
terhadap sisa K2Cr2O7 yang tidak
mengoksidasi bahan organik tanah. Secara
umum, reaksi oksidasi bahan organik
adalah sebagai berikut:
3 C + 2 Cr2O7 + 16 H 3 CO2 + 4 Cr2 +
8 H2O
IV. KESIMPULAN
Dari analisa kadar bahan organik
beberapa jenis tanah dapat disimpulkan
bahwa bahan organik merupakan suatu
bahan yang berasal dari makhluk hidup
seperti tumbuhan, hewan dan manusia yang
telah terdekomposisi maupun sedang dalam
proses dekomposisi. Faktor yang
mempengaruhi kadar bahan organik tanah
meliputi iklim, tipe penggunaan lahan,
relief dan bentuk lahan serta aktivitas
manusia. Kadar bahan organik untuk setiap
jenis tanah tidak mungkin sama dengan
kadar bahan organik jenis tanah lainnya
yang dapat dilihat dari hasil percobaan
bahwa kadar bahan organik jenis tanah
entisol 3,263%, ultisol 3,206%, alfisol
4,491%, vertisol 5,93% dan mollisol
7,325%. Dari percobaan juga diperoleh
kadar C-organik tanah yaitu entisol 1,89%,
ultisol 1,86%, alfisol 2,605%, vertisol
3,44% dan mollisol 4,24%.
V. PENGHARGAAN
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha
Esa karena dengan taufik dan hidayah-Nya,
kita dapat melaksanakan praktikum serta
menyelesaikan laporan Bahan Organik
Tanah ini. Laporan ini merupakan satu
tanda penghargaan kami kepada semua
Page 80
79
pihak yang telah membantu dan memberi
petunjuk selama kami melakukan
percobaan yang dilakukan pada hari Senin,
17 Maret 2014 di Laboratorium Ilmu Tanah
Umum, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Terlebih dahulu kami ucapkan
terima kasih kepada Laboratorium Ilmu
Tanah, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta yang telah mengizinkan kami
untuk melakukan praktikum. Tidak lupa
juga kami ucapkan terima kasih kepada
seluruh asisten yang membantu dan
mengarahkan kami selama percobaan
berlangsung, serta kami ucapkan terima
kasih kepada teman-teman satu golongan
atas kerja sama dan partisipasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Aprile, F. and R. Lorandi. 2012. Evaluation
of cation exchange capacity
(CEC) in tropical soil using
different analytical methods.
Jurnal of Agricultural 4 : 277-
289
BP Tanah, 2005. Pupuk organik tingkatkan
produksi pertanian. Warta
Penelitian dan Perkembangan
Pertanian (27): 6: 13-15.
Burton, J, C. Chen, Z. Xu and H. Ghadiri.
2007. Soluble organic nitrogen
pools in adjacent native and
plantation forests of subtropical
Australia. Soil Biology and
Biochemistry. 39 : 2723–2734.
Laik, R, K. Kumar, D.K. Das and O.P.
Chaturvedi. 2009. Labile soil
organic matter pools in a
Calciorthent after 18 years of
afforestation by different
plantations. Applied Soil
Ecology. 42 :71–78.
Lou, Y., J. Wang, and W. Liang. 2011.
Impacts of 22-year organic and
inorganic N managements on
soil organic C fractions in a
maize field, northeast
China.Catena 87 : 386– 390.
Schnitzer, M. and S.U. Khan, 1978. Soil
Organic Matter. New York:
Elsevier Science Publishing
Company Inc. p 137.
Soon, Y.K, M.A. Arshad, A. Haq and N.
Lupwayi. 2007. The influence
of 12 years of tillage and crop
rotation on total and labile
organic carbon in a sandy loam
soil.Soil and Tillage Research.
95 : 34-46.
Sutanto, R., 2002. Penerapan Pertanian
Organik: Pemasyarakatan dan
Pengembangannya. Hal 31.
Sutanto, R., 2005. Dasar-DasarIlmu Tanah.
Yogyakarta: Kanisius.
Page 81
80
LAMPIRAN
Perhitungan Bahan Organik Beberapa Jenis Tanah
1. Entisol
KL : 5,61% Va : 4,8 ml
a : 0,5 gram Vb : 2,5 ml
N FeSO4 : 0,2 N
𝐶 =(100 + 5,61) 𝑥 (4,8 − 2,5) 𝑥 0,2 𝑥 3
100 𝑥 1000 𝑥 0,5𝑥
50
10𝑥
100
77𝑥 100%
𝐶 = 1,89 %
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 = [1,89] 𝑥100
58%
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 = 3,263 %
2. Alfisol
KL : 11,45% Va : 4,9 ml
a : 0,5 gram Vb : 1,9 ml
N FeSO4 : 0,2 N
𝐶 =(100 + 11,45) 𝑥 (4,9 − 1,9) 𝑥 0,2 𝑥 3
100 𝑥 1000 𝑥 0,5𝑥
50
10𝑥
100
77𝑥 100%
𝐶 = 2,605 %
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 = [2,605] 𝑥100
58%
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 = 4,491 %
3. Vertisol
KL : 13,333% Va : 4,9 ml
a : 0,5 gram Vb : 1 ml
N FeSO4 : 0,2 N
𝐶 =(100 + 13,333) 𝑥 (4,9 − 1) 𝑥 0,2 𝑥 3
100 𝑥 1000 𝑥 0,5𝑥
50
10𝑥
100
77𝑥 100%
𝐶 = 3,44 %
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 = [3,44] 𝑥100
58%
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 = 5,93 %
4. Ultisol
KL : 8,544% Va : 4,9 ml
a : 0,5 gram Vb : 2,7 ml
Page 82
81
N FeSO4 : 0,2 N
𝐶 =(100 + 8,544) 𝑥 (4,9 − 2,7) 𝑥 0,2 𝑥 3
100 𝑥 1000 𝑥 0,5𝑥
50
10𝑥
100
77𝑥 100%
𝐶 = 1,86 %
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 = [1,86] 𝑥100
58%
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 = 3,207 %
5. Mollisol
KL : 16,005% Va : 4,9 ml
a : 0,5 gram Vb : 0,2 ml
N FeSO4 : 0,2 N
𝐶 =(100 + 16,005) 𝑥 (4,9 − 0,2) 𝑥 0,2 𝑥 3
100 𝑥 1000 𝑥 0,5𝑥
50
10𝑥
100
77𝑥 100%
𝐶 = 4,24 %
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 = [4,24] 𝑥100
58%
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 = 7,32 %
Gambar 4. Hasil Analisa Konsistensi Tanah dan Bahan Organik
Page 83
82
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH (PNT 1201A1)
ACARA VII
MUATAN TANAH (KPK DAN KPA KUALITATIF)
Disusun oleh :
1. Ady Bayu Prakoso (13286)
2. Annisa Mega Rachmadina (13098)
3. Chailendriani Pradaneira A. (13390)
4. Felisitas Syntia Herliandy (13224)
5. Rifqi Sulthan (13391)
6. Riya Fatma Sari (13284)
Hari/Tanggal Praktikum : Senin, 3 Maret 2014
Golongan/Kelompok : A1/2
Nama Asisten : Ricky Christo Ajiputro
LABORATORIUM TANAH UMUM
JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
Page 84
83
ACARA VII
MUATAN TANAH (KPK KUALITATIF)
ABSTRAK
Praktikum muatan tanah (KPK dan KPA Tanah Kualitatif) dilaksanakan pada tanggal
24 Maret 2014, bertempat di Laboratorium Tanah Umum, Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. KPK atau Kapasitas Pertukaran
Kation merupakan kapasitas lempung untuk mampu menyerap dan menukarkan kation,
sedangkan KPA atau Kapasitas Pertukaran Anion merupakan kapasitas lempung untuk
mampu menyerap dan menukarkan anion. Pada percobaan kali ini, metode yang
digunakan adalah metode kolorimetri. Metode ini dilakukan dengan cara menambahkan
zat warna eosin red (anion, memiliki ion -) dan gentian violet (kation, memiliki ion +). Zat
warna tersebut ditambahkan dalam larutan tanah. Apabila tanah tersebut memiliki ion
yang berbeda, warna campuran yang terbentuk akan jauh dari warna asli zat pewarna
larutan eosin red atau gentian violet. Dilaksanakannya praktikum Muatan Tanah (KPK
dan KPA Tanah Kualitatif) bertujuan untuk mengetahui tingkat kesuburan tanah,
dimana jika suatu tanah memiliki nilai KPK tinggi maka tanah akan mampu menyerap
unsur hara lebih banyak, sehinggatanah menjadi subur. Dalam praktikum yang telah
dilaksanakan, diperoleh hasil bahwa tanah Entisol memiliki nilai KPK yang paling tinggi,
diikuti dengan Ultisol, Vertisol, Alfisol, dan Molisol. Untuk nilai KPA, didapat bahwa
tanah Ultisol memiliki nilai KPA yang paling tinggi, diikuti dengan Molisol, Vertisol,
Alfisol, dan yang paling rendah adalah Entisol.
Kata Kunci : KPK, KPA, tanah, metode kolorimetri
I. PENGANTAR
Tanah sebagai bahan media tanam
sangatlah memiliki peranan penting dalam
menunjang pertumbuhan tanaman. Salah
satu hal yang paling penting adalah sifat
kimia tanah. Sifat kimia tanah ada beberapa
macam, yaitu koloid tanah, muatan pH
tanah, bahan organik tanah, dan kadar kapur
tanah. Semua dari sifat kimia tanah
memiliki peranan penting dalam
menentukan kesuburan tanah, hal yang
terpenting adalah muatan tanah yang berupa
KPK (Kapasitas Pertukaran Kation) dan
KPA (Kapasitas Pertukaran Anion).
Tanah adalah lapisan atas bumi
yang merupakan campuran dari pelapukan
batuan dan jasad makhluk hidup yang telah
mati dan membusuk, akibat pengaruh
cuaca, jasad makhluk hidup tadi menjadi
lapuk, mineral-mineralnya terurai
(terlepas), dan kemudian membentuk tanah
yang subur. Ada dua belas ordo tanah
menurut sistem pengelompokan USDA,
atau Soil Taxonomy pada tahun 1999 yaitu
Entisol, Inseptisol, Alfisol, Ultisol, Oxisol,
Vertisol, Molisol, Spodosol, Histosol,
Andosol, Aridisol, dan Gleisol (Agung et.
al, 2013). Pengidentifikasian sifat-sifat
kimia tanah sangatlah penting dilakukan
karena sifat tersebut sangatlah erat
kaitannya dengan kesuburan tanah dan
Page 85
84
merupakan dasar penyusun strategi
pengolahan tanah. Sifat-sifat tanah tersebut
berkaitan erat dengan dinamika berbagai
unsur hara dalam tanah, jenis dan jumlah
mineral liat berpengaruh terhadap
karakteristik kimiawi tanah, seperti
kapasitas tukar kation (KPK), besarnya
fiksasi hara, dan lain-lain (Havlin et. al,
2013).
Sumber muatan koloid tanah terdiri
dari muatan permanen (permanent charge)
dan muatan tergantung pH, atau muatan
variabel (pH demand charge atau variable
charge). Sumber muatan pada mineral liat
tipe 2:1 (smektit) didominasi oleh muatan
permanen, sedangkat pada liat tipe 1:1
(kaolinit) banak terdapat muatan tergantung
pH. Demikian pula mineral oksihidroksida
seperti goetit, hematit, ferrihidrit, gibsit,
dan mineral amorf lainnya umumnya
didominasi oleh sumber muatan tergantung
pH. Kapasitas tukar kation (KTP) tanah
dipengaruhi oleh sumber muatan koloid
tanah, mineral liat tipe 2:1 memiliki KTK
30 (illit) 144-207 (vermikulit), dan
70me/100g (smektit). Sementara itu
mineral lainnya yang didominasi oleh
sumber muatan variabel mampunyai KTK
1-10 (kaolinit), 20-50 (alofan) dan
135me/100g (imogolit). Ketersediaan unsur
hara dipengaruhi oleh dinamika hara atau
proses serapan dan pelepasan hara tersebut
yang semuanya dikendalikan oleh koloid
liat tanah. Besarnya serapan kation atau
anion oleh koloiod tanah tergantung dari
luas permukaan koloid. Semakin luas
permukaan koloid maka semakin banyak
ion yang dapat diserap (Tan, 1998).
KPK adalah kapasitas lempung
untuk menyerap dan menukar kation pada
komplek pertukaran yang dipengaruhi oleh
kandungan lempung, tipe lempung, dan
kandungan bahan organik. Nilai pH suatu
tanah dapat berpengaruh terhadap nilai
KPK dalam uji adsorpsi asam humat, hal
tersebut dapat dikarenakan kebanyakan
tempat pertukaran kation koloid organik
dan fraksi liat dan hidrogen (Sukmawati,
2011). Kapasitas pertukaran anion (KPA)
adalah kapasitas lempung untuk menyerap
dan menukar anion seperti 𝑆𝑖𝑂44−, 𝐻2𝑃𝑂4
− ,
𝑆𝑂42−, 𝑁𝑂3− dan 𝐶𝑙− (Hanudin, 2005).
Menurut Sukmawati, (2011) bahwa nilai
KPA tanah akan turun apabila pH anah
meningkat dalam uji arbsorpsi asam humat.
Pemberian asam humat dan asam silikat
pada alofan menurunkan KPK akibat
terjadinya pelepasan Si dari alofan yang
diketahui dengan mengukur Si dalam
kesetimbangan setelah adsorpsi sehingga
mengurangi muatan negatif pada
permukaan alofan sebagai sumber
pertukaran kation, akibatnya kation yang
dapat dijerap dan dipertukarkanpun menjadi
turun. Sebaliknya, asam humat dan asam
Page 86
85
silikat yang diberikan meningkatkan KPA
alofan.
Kapasitas tukar kation tanah
tergantung dari kandungan bahan organik,
jumlah dan jenis mineral liat. Nilai KTK
tanah dipengaruhi oleh jumlah muatan
negatif baik yang berasal dari proses
substitusi isomorfik maupun muatan
variabel yang berasal dari pinggir patahan
mineral liat dan oksihidroksida juga berasal
dari gugus fungsional bahan organik.
Perilaku tanah tergantung bahan induk,
tingkat pencucian, kapasitas tukar kation,
dan jenis mineral liat tanah. Selain itu
apabila kandungan mineral dalam tanah
masuk dalam kategori yang memiliki nilai
KPK rendah maka tanah tersebut juga akan
memiliki nilai KPK rendah (Nursyamsi dan
Suprihati, 2005). Ada hal lain yang dapat
mempengaruhi nilai KTK tanah yaitu bahan
organik tanah, KTK tanah sebagai sifat
tanah yang penting seperti pada tanah
Ultitisol yang memiliki jenis mineral liat
bermuatan rendah walaupun kadar litany
tinggi, sedangkan pada tanah Entisol bahan
organik memilki pengaruh kecil meskipun
bahan organik dalam tanah Entisol cukup
tinggi, sehingga dapat dikatakan bahwa
pada tanah Entisol memiliki muatan liat
yang berkontribusi tinggi terhadap KTK
tanah, hal tersebut dapat dibuktikan dengan
table sifat fisik dan kimia tanah Ultisol dan
tanah Entisol sebelum dan sesudah bahan
organiknya dihilangkan berikut ini
(Muktamar, Z. et. al. 2003):
Tabel 7. Sifat fisik dan kimia tanah Entisol dan Ultisol
Sifat Tanah
Ultisol Entisol
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
pH 𝐻2𝑂 5.0 5.6 7.5 8.6
pH KCl 3.5 4.1 6.8 7.9
DHL (uS 𝑐𝑚−1) 35 20 191.6 272.0
C-organik (%) 0.22 - 0.68 -
Page 87
86
KPK (𝑐𝑚𝑜𝑙 𝐾𝑔−1) 22.5 14.5 11.5 10.5
Liat (%) 54.41 38.41 - -
Konstanta Langmuir
menggambarkan kekuatan energi ikatan
terjerap pada tapak reaktif yang terdapat
dalam tanah. Artinya konstanta merupakan
ukuran kestabilan jerapan kation-kation
pada tapak jerapan. Makin tinggi nilai
konstanta Langmuir, makin kuatlah ikatan
yang terjadi antara koloid tanah dengan
kation. Hasil penelitian Silahooy 2008 yang
memberikan nilai k negatif dan positif.
Nilai k negatif menunjukkan kation Kalium
yang diberikan tidak dapat diikat oleh
tanah, atau mungkin dijerap secara fisik,
kemudian dilepaskan kembali. Selain itu
kation K yang diberikan diduga diluar jarak
jangkauan dari permukaan tanah (Silahooy,
2008). Dalam teori Debye Huckel
menjelaskan bahwa pada kenyataannya ion
dan asosiasinya dengan molekul air
memiliki ukuran fisik tertentu, yang dapat
dijerap bila berada pada jangkauan
permukaan tanah (jari-jari Debye Huckel)
(Bohn et al, 1988 cit. Silahooy, 2008).
II. METODOLOGI
Praktikum muatan tanah (KPA dan
KPK tanah kualitatif) dilakukan di
Laboratorium Tanah Umum, Jurusan
Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta pada hari senin,
tanggal 24 maret 2014 pukul 13:30 WIB.
Alat dan bahan yang digunakan dalam
praktikum ini adalah contoh tanah diameter
0.5mm, untuk kelompok kami, tanah yang
digunakan adalah tanah Entisol. Tabung
reaksi sebanyak 2 buah, dan larutan eosin
red serta gentian violet.
Pertama-tama, kedua tabung reaksi
diisi dengan tanah sampel diameter 0.5mm
sebanyak 2 gram, kemudian ditambahkan
dengan larutan gentian voilet pada tabung
pertama, dan larutan eosin red pada tabung
kedua. Tabung tersebut digojok homogen,
kemudian dibiarkan mengendap selama
beberapa saat hingga terpisah antara tanah
dengan filtratnya. Warna filtrat pada tabung
reaksi diperhatikan dan dibandingkan
intensitas warna larutan dengan warna
blanko (warna larutan gentian violet dan
eosin red tanpa tanah). Kemudian intensitas
warna larutan dibandingkan dengan tanah
yang lainnya, dan diurutkan dari warna
yang paling mendekati blangko, hingga
warna yang paling menjauhi blangko, dan
Page 88
87
dilakukan pencatatan terhadap hasil
pengamatan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 8. Muatan Tanah
Tanah Gentian Violet Eosin Red
Entisol +++++ +
Ultisol ++++ +++++
Alfisol ++ ++
Vertisol +++ +++
Molisol + ++++
Berdasarkan praktikum Dasar-
Dasar Ilmu Tanah acara Bahan Organik
pada hari Senin tanggal 17 Maret 2014
golongan A1, dapat diketahui konsentrasi
atau kadar organik yang terdapat pada jenis
tanah dimana pada teori mengungkapkan
bahwa semakin tinggi kadar bahan organik
akan semakin meningkatkan nilai KTK
atau KPK suatu tanah. Sehingga jika
diurutkan mulai dengan kadar bahan
organik tinggi (KPK paling tinggi) adalah
sebagai berikut Ultisol, Entisol, Alfisol,
Vertisol, dan Mollisol. Sedangkan urutan
tanah dengan nilai KPA yang paling tinggi
adalah Ultisol, Molisol, Vertisol, Alfisol,
dan Entisol.
Dari hasil pengamatan tersebut
terjadi kesalahan susunan hasil percobaan,
yang seharusnya antara percobaan gentian
violet dan eosin Red harus saling terbalik
(berbanding terbalik) karena tidak mungkin
satu jenis tanah memiliki dominansi muatan
positif (+) dan negatif (-) yang sama.
Kesalahan mungkin terjadi pada masalah
Page 89
88
teknis dimana tabung reaksi yang
digunakan belum dipastikan benar-benar
bersih sehingga apabila ada ion-ion yang
masih menempel pada dinding tabung
reaksi akan mempengaruhi hasil, selain itu,
pengamatan dilakukan dengan waktu cepat
padahal sebelumya sampel dilakukan
penggojokan sehingga belum semua tanah
mengendap dan pengamatan warna juga
relatif sulit dilakukan.
Tanah merupakan media tumbuh
bagi tanaman. Walaupun saat ini sudah
ditemukan media tumbuh tanaman yaitu
dengan menggunakan media selain tanah
(hidroponik dan aeroponik) tetapi fungsi
tanah sebagai tempat tumbuh tanaman
belum bisa digantikan sepenuhnya. Sebagai
media tumbuh, tanah harusnya memberikan
unsur-unsur kepada tanaman sehingga
proses pertumbuhan tanaman akan optimal.
Unsur-unsur ini yang sering disebut hara
(unsur hara). Pada kenyataannya, unsur
hara dibagi menjadi dua bagian, yaitu unsur
mikro dan unsur makro, yang berasal dari
berbagai sumber sehingga konsentrasi
untuk masing-masing jenis tanah sangat
bervariasi. Namun, kecukupan hara belum
tentu menghasilkan produktivitas tanaman
yang maksimal, ini semua tergantung
masalah penyerapan hara tanaman, kondisi
tanah apakah dapat tertembus akar atau
tidak dan terakhir adalah tipe kation-kation
unsur tanah apakah mudah dilepas atau
tidak. Unsur hara yang tinggi berarti tanah
itu mengandung unsur-unsur kimia yang
cukup tinggi, dan setiap unsur-unsur kimia
memiliki muatan tertentu (positif maupun
negatif). Muatan inilah yang nantinya akan
diikat atau dilepaskan kembali dari dan ke
dalam tanah. Kemampuan tanah untuk
mengikat atau melepas unsur ini yang
disebut Kapasitas Pertukaran Kation (KPK)
yang akan dibahas lebih lanjut dalam
laporan ini.
Kapasitas pertukaran kation (KPK)
atau sering disebut Kapasitas Tukar Kation
(KTK) adalah jumlah total kation yang
dapat dipertukarkan (cationexchangable)
pada permukaan koloid yang bermuatan
negatif. Kapasitas Pertukaran Kation pada
tanah berbanding terbalik dengan Kapasitas
Pertukaran Anion (KPA) dengan kata lain
apabila KPK tanah semakin tinggi maka
KPA tanah akan semakin rendah begitu
pula sebaliknya. besar kecilnya nilai KPK
atau KPA akan menentukan muatan tanah
yang diuji. satuan untuk menyatakan KPK
tanah adalah me% atau me/100 gram. Pada
analisa kali ini yang dilakukan merupakan
pengujian muatan tanah secara kualitatif
dengan metode kolorimetri. Disebut
kualitatif karena dalam percobaan kali ini
yang dilakukan hanya sebatas menguji
muatan tanahnya saja belum sampai
mengukur Kapasitas Pertukaran Kation.
Metode kolorimetri sendiri merupakan
Page 90
89
metode analisis kimia dengan warna
sebagai indikator pengukuran. Biasanya
metode kolorimeter membutuhkan suatu
panel penilaian atau pembanding warna
dapat pula menggunakan blangko yang
pada percobaan ini menggunakan larutan
pengujinya sendiri yaitu gentian violet dan
eosin Red.
Secara garis besar, pengujian kali ini
dilakukan dengan menambahkan larutan
bermuatan positif dan negatif pada sampel
tanah (entisol). Larutan bermuatan positif
yang digunakan adalah gentian violet
sedangkan larutan bermuatan negatif yang
digunakan adalah eosin Red. Prinsip
pengujianya sendiri adalah apabila larutan
bermuatan positif (gentian violet) yang di
campurkan pada tanah sampel berubah
warna, itu berarti terjadi reaksi yaitu muatan
positif terikat ke partikel tanah yang
bermuatan negatif (ikatan antara ion + dan -
) sehingga dapat dikatakan bahwa tanah
sampel tersebut bermuatan negatif, begitu
pula sebaliknya. Banyak sedikitnya reaksi
yang terjadi diamati dengan intensitas
perubahan warna larutan yang
dibandingkan dengan larutan blangko,
sehingga dalam hal ini dapat diketahui
tanah sampel mana yang bermuatan positif
atau negatif yang lebih tinggi dan yang lebih
rendah.
Fungsi larutan gentian violet dan
eosin Red adalah sebagai penentu muatan
tanah. Gentian violet yang bermuatan
positif apabila dicampurkan ke tanah akan
bereaksi dengan muatan negatif tanah.
Setelah dilakukan percobaan terhadap 5
jenis tanah yang berbeda akan diketahui
seberapa besar reaksi yang terjadi dengan
mengamati warna larutan yang
dibandingkan dengan larutan blangko,
semakin warna berbeda menjauhi gentian
violet maka semakin besar reaksi yang
terjadi antara muatan positif (gentian violet)
dengan muatan negatif (tanah). Begitu pula
yang terjadi dengan eosin Red, semakin
berbeda warna larutan (tanah dan eosin
Red) maka semakin besar reaksi yang
terjadi antara muatan negatif dari eosin Red
dan muatan positif tanah, sehingga semakin
tinggi pula nilai KPA tanah.
KPK tanah sangat beragam dan
tergantung pada beberapa hal mengenai
tanah tersebut, yaitu :
1. Reaksi tanah atau pH. Semakin
tinggi pH tanah akan menyebabkan
semakin tinggi nilai KPK.
2. Tekstur Tanah. Semakin tinggi
kadar liat tanah akan semakin
meningkatkan nilai KPK.
3. Kadar BO (Bahan Organik).
Semakin tinggi kandungan bahan
organik akan semakin
meningkatkan kemampuan dalam
Page 91
90
mengikat atau melepaskan kembali
kation dari dan ke dalam tanah.
Seperti pada penelitian Muktamar
dkk. (2003), penghilangan bahan
organik pada tanah ultisol dan
entisol akan menurunkan nilai KPK
tanah sebesar 35,6 % dan 9,5 %
untuk masing-masing tanah.
4. Pengapuran dan Pemupukan juga
menjadi faktor tinggi rendahnya
nilai KPK, semakin sering
pemupukan dilakukan akan semakin
mengurangi kapasitas tanah dalam
mengikat kation.
Sebenarnya, yang menentukan
muatan tanah adalah kadar lempung dari
jenis tanah tersebut. Semakin tinggi kadar
lempung dalam suatu tanah akan
meningkatkan KTK atau KPA tanah, karena
kandungan lempung itulah yang dapat
mengikat atau melepaskan kembali kation
atau amnion berdasarkan muatan tanahnya.
Apabila suatu tanah lebih banyak mengikat
kation (+) maka tanah itu bermuatan negatif
(-), begitupula sebaliknya. setelah
dilakukan percobaan, diketahui bahwa
tanah entisol yang sudah diberi gentian
violet memiliki warna yang paling
mendekati larutan blangko, hal ini berarti
tanah entisol memiliki muatan positif yang
paling kuat dibandingkan tanah yang yang
lain. Pada saat tanah entisol ditambahkan
eosin Red, warnanya adalah yang paling
menjauhi larutan blangko, hal ini berarti ion
negatif dari eosin Red bereaksi dengan ion
positif dari tanah, sehingga dapat dikatakan
pula bahwa entisol adalah tanah yang
bermuatan positif. Untuk hasil percbaan
tanah lainnya adalah sebagai berikut:
entisol, ultisol, vertisol, alfisol dan mollisol
yaitu merupakan tanah dengan warna yang
paling mendekati gentian violet hingga
yang paling menjauhi, sedangkan yang
menggunakan eosin Red adalah sebagai
berikut : ultisol, mollisol, vertisol,alfisol
dan entisol yang merupakan urutan dari
warna yang paling mendekati blangko
hingga yang paling menjauhi. Apabila
warna semakin menjauhi gentian violet
maka nilai KPK tanah semakin tinggi
sedangkan apabila semakin menjauhi warna
eosin Red maka nilai KPA tanah yang
semakin tinggi.
KTK atau KPK memiliki pengaruh
yang besar atas kelangsungan pertanian,
karena dengan diketahuinya nilai KTK atau
KPK tanah kita sebagai orang pertanian
akan mengetahui seberapa besar pengaruh
dan efisiensi penyerapan unsur-unsur hara
dalam tanah baik yang sifatnya alami
maupun buatan (pemupukan). Semakin
tinggi nilai KPK tanah akan semakin
memudahkan pengikatan dan pelepasan
kation oleh tanah begitu pula sebaliknya.
Akan tidak berguna jika suatu tanah yang
ditambahkan unsur-unsur penyubur
Page 92
91
(pupuk) tetapi oleh larutan tanah tidak bisa
diikat, sehingga unsur yang berguna untuk
tumbuhan akan tetap dalam bentuk pupuk
yang sulit untuk diambil tanaman dan
dimanfaatkan.
IV. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa tanah
yang warnanya paling mendekati blangko
memiliki nilai KPK atau KPA yang paling
tingi. Sehingga jika diurutkan mulai dengan
kadar bahan organik tinggi (KPK paling
tinggi) adalah sebagai berikut Ultisol,
Entisol, Alfisol, Vertisol, dan Mollisol.
Sedangkan urutan tanah dengan nilai KPA
yang paling tinggi adalah Ultisol, Molisol,
Vertisol, Alfisol, dan Entisol.
V. PENGHARGAAN
Ucapan terima kasih kepada Tuhan
Yang Maha Esa, sehingga kami masih
diberikan kesempatan untuk melakukan
praktikum ini. Dan kepada seluruh
praktikan golongan A1 kelompok 2, yang
bersama-sama telah menyelesaikan laporan
ini, kepada ketua golongan A1, kepada
seluruh asisten praktikum yang tidak dapat
disebutkan namanya satu-persatu, dan
kepada koordinator praktikum Dasar-Dasar
Ilmu Tanah, Ir. Suci Handayani, M.P, dan
semua yang telah berjasa dalam
penyusunan laporan ini yang tidak dapat
disebutkan satu-persatu.
DAFTAR PUSTAKA
Agung A.R.S, G., I Wayan D.A., I Made
M.. 2013. Perbedaan sifat biologi
tanah pada beberapa tipe
penggunaan lahan di tanah Andisol,
Inceptisol, dan Vertisol. Dalam E-
jurnal Agroekoteknologi Tropika
ISSN: 2301-6515 Vol. 2, No. 4,
Oktober 2013. Program Studi
Agroekoteknologi, Fakultas
Pertanian, Universitas Udayana.
Bali.
Havlin, J.l., J.D. Beaton, S.M. Tisdale, W.L.
Nelson. 1999. Soil Fertility and
Fertilizers. An Introduction to
Nutrient Management. Prentice
Hall, Upper Saddle River, New
Jersey. p. 154-194.
Hanudin E. 2005. Kimia Tanah. Bahan
Kuliah Program Ilmu Tanah
Fakultas Pertanian UGM.
Yogyakarta.
Muktamar, Z.. Silmi F. dan Nanik S.. 2003.
Paraquate adsorption by Ultisol and
Entisol inorganic materials at
various concentration. Dalam Jurnal
Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia.
Volume 5, No. 2, 2003. Hlm. 40-47
ISSN 1411-0067
Nursyamsi, D. dan Suprihati. 2005. Soil
chemical and mineralogical
characteristics and its relationship
with the fertilizers requirement for
rice (Oriza sativa), maize (Zea
mays) and soybean (Glycine max).
Dalam Bul. Agron. (33) (3) 40 – 47
(2005).
Silahooy, Ch. 2008. The potassium sorption
and its relation with zero point of
charge (ZPC) in some
decomposition levels of tidal flat
Page 93
92
soil. Dalam Jurnal Budidaya
Pertanian, Vol. 4. No 1, Juli 2008,
Halaman 1-9.
Sukmawati, S. 2011. Beberapa perubahan
sifat kimia alofan dari Andisol
setelah menjerap asam humat
danasam silikat. Dalam Media
Litbang Sulteng IV (2) : 118 – 124 ,
Desember 2011 ISSN : 1979 – 5971
Tan, K.H. 1998. Principles of Soil
Chemistry. 3rd Ed. Marcel Decker,
Inc. New York, Basel, Hong Kong.
Page 94
93
LAMPIRAN
Gambar 5. Hasil Analisa Muatan Tanah dan pH
Page 95
94
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH(PNT 1201A1)
ACARA VIII
REAKSI TANAH( pH TANAH )
Disusun oleh :
1. Ady Bayu Prakoso (13286)
2. Annisa Mega Rachmadina (13098)
3. Chailendriani Pradaneira A. (13390)
4. Felisitas Syntia Herliandy (13224)
5. Rifqi Sulthan (13391)
6. Riya Fatma Sari (13284)
Hari/Tanggal Praktikum : Senin, 3 Maret 2014
Golongan/Kelompok : A1/2
Nama Asisten : Ricky Christo A.
LABORATORIUM ILMU TANAH UMUM
JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
Page 96
95
ACARA VIII
REAKSI TANAH ( pH TANAH )
ABSTRAK
Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah acara VIII yang berjudul “Reaksi Tanah (pH
Tanah)” dilaksanakan pada hari Senin, 24 Maret 2014 di Laboratorium Ilmu Tanah
Umum, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Praktikum ini bertujuan untuk menetapkan pH aktual (H2O) dan pH potensial (KCl).
Reaksi tanah merupakan sifat kimia tanah yang berpengaruh pada proses-proses di
dalam tanah, seperti laju dekomposisi bahan organik, mineral, pembentukan mineral
lempung, dan ketersediaan unsur hara. Metode yang digunakan untuk menetapkan pH
H2O dan KCl tanah pada praktikum ini adalah metode pengukuran secara elektrometri
(elektrode gelas) dengan menggunakan pH meter dan metode kolorimetri. Hasil yang
diperoleh pada percobaan reaksi tanah (pH tanah), nilai pH H2O pada tanah yang diuji
yaitu Ø 2mm Entisol = 6,26; Ø 2mm Ultisol= 6,14; Ø 2mm Alfisol= 7,83; Ø 2mm Vertisol=
8,16; Ø 2mm Mollisol= 7,12. Nilai pH KCl pada tanah yang diuji yaitu Ø 2mm Entisol=
5,18; Ø 2mm Ultisol=5,20; Ø 2mm Alfisol= 6,79; Ø 2mm Vertisol= 7,15; Ø 2mm Mollisol=
6,08. Faktor yang mempengaruhi nilai pH tanah adalah bahan induk, iklim, bahan
organik dan perlakuan manusia.
Kata kunci: pH, kolorimetri, KCl
I
. PENGANTAR
Tanah merupakan bagian kerak
bumi yang tersusun dari mineral dan
berbagai bahan organik. Dalam
menciptakan pertumbuhan dan produksi
optimal tanaman, maka pH tanah
merupakan salah satu faktor penting yang
dapat mempengaruhi hal tersebut. pH
merupakan ukuran derajat keasaman. Setiap
jenis tanah memiliki kadar pH tertentu
sebagai kadar yang sesuai untuk bertumbuh
dan berkembang. Tanah yang tumbuh
dalam keadaan basa akan memiliki pH >7.
Sedangkan tanah yang tumbuh dalam
keadaan asam akan memiliki pH<7,
sedangkan menurut ilmu kimia murni pH
dikatakan netral bila nilainya 7, namun
menurut ilmu kimia tanah, pH netral yaitu
pH yang menciptakan kondisi optimum
ketersediaan hara tanaman(pH 6,5) Selain
berpengaruh terhadap reaksi kimia tanah,
pH juga dapat berpengaruh pada proses
pembentukan mineral lempung dan status
hara tanah, pH yang sesuai penting untuk
diketahui karena dapat mendukung
pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, pH
dipelajari pada praktikum kali ini pada 5
jenis tanah yang berbeda, yaitu tanah
Entisol, Ultisol, Alfisol, Vertisol dan
Mollisol.
Reaksi tanah menunjukkan reaksi
asam dan basa di dalam tanah. Reaksi tanah
tersebut akan mempengaruhi proses-proses
di dalam tanah, seperti laju dekomposisi
bahan organik, mineral, pembentukan
mineral lempung, dan secara tidak langsung
Page 97
96
mempengaruhi pertumbuhan tanaman lewat
pengaruhnya terhadap ketersediaan unsur
hara. Suatu tanah dapat bereaksi asam atau
alkalis tergantung pada konsentrasi ion H
dan OH. Reaksi pertama akan terjadi bila
kadar ion H lebih besar dibanding ion OH
dan sebaliknya. Untuk mencirikan reaksi
tanah tersebut dipakai istilah pH yang
diartikan sebagai nilai logaritma negatif
dari konsentrasi ion H (Mass, 1996).
Pertumbuhan tanaman dipengaruhi
oleh pH tanah melalui dua cara, yaitu
pengaruh langsung ion hidrogen dan
pengaruh tidak langsung, yakni tidak
tersedianya unsur hara tertentu dan adanya
unsur-unsur yang beracun. Dari berbagai
jenis penelitian diketahui bahwa batas
maksimum dari pH tanah untuk berbagai
jenis tanaman yang masih perlu diberi kapur
(Kartasapoetra, 1985).
Tanah asam terkadang dianggap
tidak subur karena menyebabkan penurunan
ketersediaan beberapa nutrisi dan
peningkatan logam berat ke tingkat
beracun. Dalam hal ini, curah hujan yang
tinggi dapat menyebabkan tanah menjadi
asam (Shi et al., 2009). Logam berat
menyerap ke tanah sangat dipengaruhi oleh
pH tanah solusi. Limbah industri dengan
terkonsentrasi tinggi membuat kondisi pH
tidak terkendali (Fonseca et al., 2009).
Keasaman tanah biasa terdapat di
semua daerah dengan curah hujan tinggi
sehingga cukup banyak basa dapat tertukar,
terlindi dari lapisan permukaan tanah. Hal
ini terjadi sangat luas dan pengaruhnya
begitu nyata pada tanaman, sehingga
kemasaman tanah merupakan salah satu
sifat tanah yang penting, sedangkan
kebasaan tanah terjadi karena derajat
kejenuhan basa relatif tinggi, terdapat
garam-garam karbonat terutama kalsium,
magnesium dan natrium juga memberikan
ion OH lebih besar dari ion H dalam larutan
tanah. Sehingga dalam keadaan demikian
tanah menjadi basa (alkali) dan kadang-
kadang sangat kuat, terutama jika terdapat
natrium karbonat, sehingga pH 9 dan pH 10
tidaklah aman. Tanah basa merupakan ciri
daerah kering atau setengah kering
(Buckman and Brady, 1952).
PH tanah atau reaksi tanah
merupakan indikasi dari keasaman atau
kebasaan tanah dan diukur dalam satuan
pH. PH tanah didefinisikan sebagai
logaritma negatif dari konsentrasi ion
hidrogen. Skala pH pergi dari 0 sampai 14
dengan pH 7 sebagai titik netral. Sebagai
jumlah ion hidrogen dalam tanah
meningkatkan pH tanah menurun sehingga
menjadi lebih asam. Dari pH 7-0 tanah
semakin lebih asam dan pH dari 7 sampai
14 tanah semakin lebih basa atau
dasar(Anonim, 2014).
PH larutan sangat penting karena
larutan tanah mengandung unsar hara
seperti N, P, dan K. Jika pH larutan tanah
meningkat hingga di atas 5,5 maka Nitrogen
Page 98
97
(dalam bentuk nitrat) menjadi tersedia bagi
tanaman. Di sisi lain, fosfor akan tersedia
bagi tanaman pada PH antara 6,0-7,0
(Siradz, 2006).
Ada dua faktor utama yang
menyebabkan perubahan dalam pH tanah,
yaitu faktor yang menghasilkan
peningkatan hidrogen yang di arbsorpsi dan
selanjutnya aluminium dan faktor yang
meningkatkan kandungan basa yang
diabsorpsi. Faktor pembentuk asam yang
paling banyak terdapat adalah asam
karbonat (H2CO3) yang dihasilkan dari
reaksi CO2 dengan air. Asam anorganik
seperti H2SO4 dan HNO3 merupakan asam
yang memberikan banyak ion hidrogen
dalam tanah. Faktor pembentuk basa
diantaranya adalah Ca, Mg, Na, dan K
(Mellanby, 1967).
Tanah dengan pH 8 dan diatasnya
biasanya didominasi oleh hidrolisa
karbonat, terutama dikembangkan dari
bahan induk yang berkapur. Pelapukan dan
pencucian berlangsung minimal. Hidrolisis
karbonat dan untuk mengurangi perluasan
hidrolisa, basa dapt ditukar mengendalikan
pH pada beberapa Entisol muda dan
inceptiol, tanah dengan regim kelembaban
tanah ridic, ridisol dan beberapa vertisol
dimana kandungan liat yangmenggembung
tinggi menghambat pemindahan basa dan
karbonat melalui pencucian (Foth, 1994).
pH tanah yang tinggi menunjukkan
peningkatan jumlah kation yang terjerap.
Kenaikan pH tanah menyebabkan disosiasi
ion H+ dari gugus OH- pada tepi kristal
mineral lempung sehingga permukaan
mineral lempung menjadi bermuatan
negative yang dapat menyebabkan
peningkatanKPK tanah. Peningkatan pH
tanah menyebabkan ion-ion Al+ dan Fe3+
terjerap dan selanjutnya terhidrolisis
menjadi ion-ion Al hidroksida Al(OH)2+
dan Al(OH)+2 atau Fe hidroksida
Fe(OH)2+ dan Fe(OH)+2 yang larut. Hal
ini menyebabkan Al hidroksida atau Fe
hidroksida menjadi mudah terlindi dari
profil tanah sehingga nilai Al dan Fe
menjadi rendah (Rajamuddin dkk, 2006).
II. METODOLOGI
Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah
yang berjudul “Reaksi Tanah (pH Tanah)”
ini dilaksanakan pada hari Senin, 24 Maret
2014 di Laboratorium Ilmu Tanah Umum,
Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Selama percobaan berlangsung, bahan yang
digunakan yaitu contoh tanah (alfisol,
Entisol, vertisol, ultisol dan mollisol) yang
berdiameter 2 mm, aquadest dan larutan
KCl 1 N. Sedangkan alat-alat yang
digunakan adalah timbangan, dua (2) buah
cepuk pH, gelas ukur, serta alat pH meter.
Metode yang dipakai selama percobaan
adalah metode elektrometri yaitu dengan
digunakan pH meter.
Page 99
98
Tahapan awal percobaan ini yaiitu
masing-masing contoh tanah diameter 2
mm ditimbang sebanyak 10 gram (dibuat 2
ulangan) dan dimasukkan ke dalam cepuk
pH. Kemudian 1 buah cepuk ditambah air
aquadest sebanyak 25 ml dan satu cepuk
lagi ditambahkan larutan KCl 1 N sebanyak
25 ml juga. Diaduk secara merata dan
didiamkan selama 30 menit, lalu diukur pH
tanah dengan digunakan pH meter.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 9. Reaksi Tanah (pH Tanah)
TANAH pH Tanah
H2O KCl
Entisol 6,26 5,18
Alfisol 6,14 5,20
Ultisol 7,83 6,79
Vertsiol 8,16 7,15
Molliso 7,12 6,08
Keasaman tanah diukur pada skala
pH dari angka dari 1 hingga 14. Pada pH
dengan angka 6,5 , maka tanah adalah
netral, tetapi lebih rendah dari 6,5 disebut
tanah masam sedangkan pH tanah diatas 7
adalah basa atau alkali. Jika pH tanah terlalu
rendah (asam) atau terlalu tinggi (basa),
maka pertumbuhan tanaman bisa
berkurang.
Reaksi tanah suatu istilah yang
dipakai untuk menyatakan reaksi asam basa
dalam tanah. Reaksi kimia dan biokimia
tanah hanya dapat berlangsung pada reaksi
tanah yang spesifik. Laju dekomposisi
mineral tanah dan bahan organik
dipengaruhi oleh reaksi tanah.
Pembentukan mineral lempung bergantung
pada reaksi tanah. Pertumbuhan tanaman
juga di pengaruhi oleh reaksi asam dan basa
dalam tanah, baik langsung maupun tidak
langsung. Pengaruh tidak langsung
terhadap tanaman adalah melalui
pengaruhnya terhadap kelarutan dan
ketersediaan hara tanaman. Perubahaan
konsentrasi fosfat dengan perubahaan pH
tanah, secara langsung ion H+ mempunyai
pengaruh meracun terhadap tanaman jika
terdapat dalam konsentrasi tinggi. Partikel
koloidal dapat juga berkelakuan sebagai
Page 100
99
suatu asam atau suatu basa. Lempung
hidrogen atau jenuh Al biasanya
berperilaku sebagai suatu asam dan dapat
bereaksi dengan basa ( Kim H.Tan, 1991 cit
Puteri, 2012).
Reaksi tanah (pH tanah dapat) di
pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bahan
organik, bahan induk tanah, pengendapan,
vegetasi alami, pertumbuhan tanaman,
kedalaman tanah dan pupuk nitrogen.
Bahan organik tanah memiliki pengaruh
terhadap pH tanah, karena bahan organik
secara terus menerus akan terdekomposisi
oleh mikroorganisme kedalam bentuk asam
asam organik, CO2 dan H2O, serta senyawa
pembentuk asam karbonat. Selanjutnya,
asam karbonat bereaksi dengan Ca dan Mg
karbonat di dalam tanah untuk membentuk
bikarbonat yang lebih larut, yang bisa
tercuci keluar, yang akhirnya meninggalkan
tanah lebih masam.
Bahan induk berpengaruh terhadap
reaksi tanah, sebab tanah berkembang dari
bahan induk yang berupa batuan. Batuan
basa umumnya mempunyai nilai pH lebih
tinggi jika dibandingkan dengan tanah yang
berkembang dari batuan masam. Pengaruh
pengendapan pada pH tanah yaitu jika air
hujan melewati tanah, maka kation-kation
basa seperti Ca dan Mg akan tercuci dan
tergantikan oleh kation-kation masam
seperti Al, H serta Mn. Oleh karena itu,
tanah yang berada pada curah hujan tinggi
biasanya nilai pHnya lebih masam
dibandingkan pada tanah berlahan kering.
Pengaruh vegetasi alami adalah tanah-tanah
yang berada di bawah kondisi vegetasi
hutan akan cenderung lebih masam
dibandingkan dengan tanah yang
berkembang di bawah padang rumput.
Sedangkan penaruh pertumbuhan tanaman
yaitu terletak pada tanah yang sering
menjadi masam jika digunakan untuk
aktivitas pertanian, sebab basa-basa akan
ikut terpanen (hilang).
Berdasarkan data yang diperoleh
dari hasil percobaan yang telah dilakukan,
tanah Entisol memiliki pH aktual sebesar
6,26 dan pH potensial sebesar 5,18. Tanah
ultisol pH aktualnya 6,14 serta pH potensial
bernilai 5,20. Untuk tanah alfisol, pH aktual
bernilai 7,82, sedangkan pH potensial
sebesar 6,79. Tanah vertisol memiliki pH
aktual 8,16 dan pH potensial 7,15. Dan yang
terkahir yaitu tanah mollisol dengan pH
aktual sebesar 7,12 serta pH potensial
sebesar 6,08. Jika diurutkan dari pH yang
terkecil ke yang paling besar untuk pH
aktual adalah Ultisol < Entisol < Mollisol <
Alfisol < Vertisol, sedangkan untuk pH
potensial adalah Entisol < Ultisol < Mollisol
< Alfisol < Vertisol.
Dari hasil analisis awal tanah
menujukkan bahwa sifat fisik tanah
memiliki tekstur Lempung dengan masing-
masing fraksi, Pasir 46,01%, Debu 34,88%,
Page 101
100
Liat 20,11% dengan tingkat permeabilitas
4,18 cm jam-1(sedang), sedangkan berat
jenis volume (ρ) 1,33 g cm-1 dengan ruang
pori tanah 48,96%. Kondisi pH tergolong
sangat masam di mana pH aktualnya 4,22
dan pH potensial 3,21 (Cyio, 2008). Ultisol
merupakan tanah yang telah berkembang
lanjut sehingga semua unsurnya telah
terfeolindida kandungan bahan organik
serta silika yang kecil sehingga warna tanah
berwarna merah. Dengan kadar bahan
organik yang rendah, maka tingkat
kesuburannya juga rendah. Dari hasil
praktikum dan teori yang ada telah
berkesesuaian karena sama-sama bersifat
masam, meskipun memiliki selisih pH.
Alfisol mempunyai pH aktual 5,6
dan pH potensial 5,1 yang bersifat masam.
Tanah ini terbentuk dari batuan kapur keras
(limstone) dan tuff vulkanik yang bersifat
basa dengan kandungan bahan organik
rendah. Alfisol mempunyai jumlah
Magnesium dan Kalsium yang tinggi.
Tanah ini mempunyai kecenderungan pH
netral sampai basis. Hasil dari pengukuran
pH dengan hasil penelitian orang lain
sesuai. Dalam percobaan ini, pH aktual
alfisol dan pH potensialnya cenderung
bersifat masam hingga agak alkalis.
Entisol mempunyai pH aktual 6,3
dan pH potensial 5,58 yang bersifat
mendekati netral. Tanah ini merupakan
tanah yang masih muda dan mengalami
perkembangan sehingga sebagian unsur
haranya masih dalam bentuk terikat mineral
primer (belum tersedia bagi perakaran
tanaman. Tanah ini memiliki kandungan
bahan organik yang sangat rendah kurang
dari 0,8%. Karena masih dalam proses
perkembangan tanah ini mempunyai pH
dengan kecenderungan agak masam.
Pada tanah Mollisol, jika
ditambahkan larutan KCl maka didapatkan
pH sebesar 4,87. Sedangkan penmabahan
aquadest menyebabkan pH tanah Mollisol
menjadi aik sebesar 6,53. Tanah Mollisol
dicirikan kaya kerakal, tekstur geluh
pasiran, struktur granuler, pH berkisar 6,5-
7,8, tergantung pada posisi profil dan reaksi
CaCO3 (Nurcholis, dkk. 2003). Memiliki
warna gelap, kandungan bahan organik
lebih dari 1% dan kejenuhan basa 50%.
Vertisol mempunyai pH akual 6,67 dan
pH potensial 5,7 yang bersifat mendekati
netral. Tanah ini merupakan tanah yang
terbentuk dari batuan induk kapur, batu
napal, endapan, alluvial, dan abu vulkan
yang sudah melapuk. Vertisol memiliki
kandungan lempung montmorillonit yang
tinggi. Lempung ini mempunyai kejenuhan
basa yang tinggi. Kejenuhan basa
mencerminkan perbandingan kation basa
dengan kation Hidrogen dan Alumunium.
Tanah ini mengandung kapur (Ca2+)
Page 102
101
sehingga bersifat basis. Ketidaksesuaian
hasil dengan teori disebabkan percampuran
bahan lain atau penggunaan pupuk dalam
tanah.
pH tanah atau tepatnya pH larutan
tanah sangat penting karena larutan tanah
mengandung unsur hara seperti
Nitrogen (N), Potassium/kalium (K), dan
Pospor (P) dimana tanaman membutuhkan
dalam jumlah tertentu untuk tumbuh,
berkembang, dan bertahan terhadap
penyakit. Jika pH larutan tanah meningkat
hingga di atas 5,5; Nitrogen (dalam bentuk
nitrat) menjadi tersedia bagi tanaman. Di
sisi lain, Pospor akan tersedia bagi tanaman
pada Ph antara 6,0 hingga 7,0.
Beberapa bakteri membantu tanaman
mendapatkan N dengan mengubah N di
atmosfer menjadi bentuk N yang dapat
digunakan oleh tanaman. Bakteri ini hidup
di dalam nodule akar tanaman legume
(seperti alfalfa dan kedelai) dan berfungsi
secara baik bilamana tanaman dimana
bakteri tersebut hidup tumbuh pada tanah
dengan kisaran pH yang sesuai. Jika larutan
tanah terlalu masam, tanaman tidak dapat
memanfaatkan N, P, K dan zat hara lain
yang mereka butuhkan. Pada tanah masam,
tanaman mempunyai kemungkinan yang
besar untuk teracuni logam berat yang pada
akhirnya dapat mati karena keracunan
tersebut. Di bidang pertanian pengukuran
pH tanah juga digunakan untuk memonitor
pengaruh praktek pengolahan pertanian
terhadap efisiensi penggunaan N dan
hubungannya dengan dampak lingkungan.
PH diklasifikasikan berdasarkan bahan
pengekstrak menjadi dua yaitu pH aktual
dan pH potensial. PH aktual (pH H2O)
adalah pH yang menunjukkan konsentrasi
H+ dalam larutan tanah sesuai dengan
kondisi alam sebenarnya. Bahan
pengekstraknya adalah air aquadest (H2O),
sedangkan pH tanah potensial adalah pH
yang menunjukkan nilai pH tanah setelah
H+ dalam kompleks jerapan atau didesak
keluar dan masuk kedalam larutan tanah
oleh kation lain. pH tanah potensial juga
merupakan potensial yang mungkin dapat
terjadi karena pengaruh lain. Larutan
pengekstrak adalah KCl.
Cara untuk menaikkan pH dibawah
7 maka perlu diperbaiki dengan
menambahkan kapur (CaCO3) pada tanah
tersebut sehingga PH-nya mendekati netral.
Campur kapur tersebut dengan tanah yang
akan kita netralkan dengan dosis ½ kg tiap
m2, biarkan selama kurang lebih 1 bulan
(pengapuran diusahakan agar tidak terkena
hujan). Setelah 1 bulan atau lebih, kita ukur
kembali pH tanah tersebut hingga mendapat
pH 7. Jika tanah bersifat basa,
menggunakan belerang dan lakukan cara
yang sama apa bila akan dilakukan
pemupukan.
Page 103
102
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil pengamatan
di atas, dapat disimpulkan bahwa :
1. pH tanah adalah ukuran derajat
keasaman suatu tanah yang
akanmengindikasikan apa tanah
bersifat asam atau basa.
2. Faktor yang memperngaruhi pH
bahan organik, bahan induk tanah,
pengendapan, vegetasi alami,
pertumbuhan tanaman, kedalaman
tanah dan pupuk nitrogen.
3. pH aktual tanah Entisol 6,26; tanah
ultisol 6,14; tanah alfisol 7,83; tanah
vertisol 8,16 dan tanah mollisol
7,12. Jika diurutkan dari yang
masam hingga basa, maka tanah
Ultisol < Entisol < Mollisol <
Alfisol < Vertisol. pH potensial
tanah pada tanah Entisol 5,18; tanah
Ultisol 5,20; tanah Alfisol 6,79;
tanah Vertisol 7,15 dan tanah
Mollisol 6,08. Jika diurutkan, maka
tanah Entisol < Ultisol < Mollisol <
Alfisol < Vertisol.
V. PENGHARGAAN
Puji syukur kami panjatkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya, sehingga kami
dapat mengikuti praktikum dan
menyelesaikan laporan dasar-dasar ilmu
tanah acara VIII. Kami mengucapkan
terima kasih kepada dosen-dosen pengampu
mata kuliah dasar-dasar ilmu tanah. Orang
tua kami yang senantiasa memberi
dukungan kepada kami. Ricky Christo
Ajiputro selaku asisten praktikum
kelompok kami (kelompok 2), serta seluruh
asisten praktikum dasar-dasar ilmu tanah
yang telah membimbing sehingga laporan
ini dapat terselesaikan. Teman-teman
kelompok 2 serta teman-teman golongan
A1 yang telah membantu dan bekerjasama
dalam proses pengerjaan laporan maupun
ketika praktikum berlangsung. Semoga
ilmu yang diperoleh dapat bermanfaat bagi
banyak pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2014.Soil pH: What it Means.
<http://www.esf.edu/pubprog/broch
ure/soilph/soilph.htm . >Diakses 31
Maret 2014.
Buckman, H.O and N.C. Brady. 1952. The
Nature and Properties of Soils. The
Macmillan Company, New York.
Cyiao, M. Basir, 2008. Efektivitas bahan
organik dan tinggi genangan
terhadap perubahan Eh, pH dan
status Fe, P, Al terlarut pada tanah
Ultisol. Jurnal Agroland, Sulawesi
Tengah (4): 257-263.
Fonseca, B., A. Teixeira, H. Figueiredo, dan
T. Tavares. 2009. Modelling of the
Cr(VI) transport in typical soils of
the North of Portugal. Journal of
Hazardous Materils 167: 756–762.
Foth, H.D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.
Erlangga, Jakarta.
Page 104
103
Kartasapoetra, A.G. 1985. Teknologi
Konsevasi Tanah dan Air. Rineka
Cipta,Jakarta.
Mass, A. 1996. Ilmu Tanah dan Pupuk.
Akademi Penyuluh Pertanian
(APP), Yogyakarta.
Mellanby, K 1967. Pesticide and Pollution.
Collins, London.
Puteri, W., 2012. Sifat dan reaksi kimia
tanah.
<sifatreaksitanah.blogspot.com>
Diakses pada tanggal 31 Maret
2014.
Rajamuddin, Ulfiyah A., Syamsul A.
Siradz, Bostang Radjagukguk.
2006. Karakteristik kimiawi dan
mineralogi tanah pada beberapa
ekosistem bentang lahan karst di
Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal
Ilmu Tanah dan Lingkungan 6 : 1-
12
Siradz, S. A. 2006. Degradasi lahan
persawahan akibat produksi
biomassa di DI-Jogjakarta. Jurnal
Ilmu Tanah dan Lingkungan 6:47-
51
Shi, W., J. Liu, Z. Du, Y. Song, C. Chen,
dan T. Yue. 2009. Surface
modelling of soil pH. Geoderma
150:113–119.
Page 105
104
LAMPIRAN
Gambar 5. Hasil Analisa Muatan Tanah dan pH
Page 106
105
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH(PNT 1201A1)
ACARA IX
KADAR KAPUR SETARA TANAH
Disusun oleh :
1. Ady Bayu Prakoso (13286)
2. Annisa Mega Rachmadina (13098)
3. Chailendriani Pradaneira A. (13390)
4. Felisitas Syntia Herliandy (13224)
5. Rifqi Sulthan (13391)
6. Riya Fatma Sari (13284)
Hari/Tanggal Praktikum : Senin, 5 April 2014
Golongan/Kelompok : A1/2
Nama Asisten : Ricky Christo A.
LABORATORIUM ILMU TANAH UMUM
JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
Page 107
106
ACARA IX
KADAR KAPUR SETARA TANAH
ABSTRAK
Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah acara IX yang berjudul Kadar Kapur Setara Tanah
dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 5April 2014 di Laboratorium Ilmu Tanah Umum,
Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tujuan
dari praktikum ini adalah untuk menentukan kandungan kapur pada beberapa jenis
tanah sekaligus menguji penggunaan metode calsimeter dan metode titrasi(cottenie).
Kapur tanah berhubungan erat dengan sifat kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation
dalam tanah.Kedua sifat itu akan berpengaruh pada ketersediaan unsur hara yang
diperlukan tanaman dan tingkat kesuburan tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi
besar kecilnya kadar kapur adalah PH, KPK, dan kejenuhan basa di mana bila PH, KPK,
dan kejenuhan basa rendah maka mengakibatkan kurangnya kadar kapur pada tanah.
Berdasarkan praktikum diperoleh kadar kapur setara tanah pada tanah Alfisol 1,013%,
Entisol 2,40%, Vertisol 7,21%, Ultisol 1,19%, Mollisol 2,59%, sehingga urutan kadar
kapur tanah Vertisol> Mollisol> Entisol> Ultisol>Alfisol pada metode calsimetri,
sedangkan untuk metode titrasi(cottenie) kadar kapur tanah Alfisol 2,1398%, Entisol
2,53%, Vertisol 6,26%, Ultisol 1,3025%, dan Mollisol 4,73%, sehingga diperoleh urutan
dari yang terbesar hingga terkecil yaitu tanah Vertisol> Mollisol> Entisol> Alfisol>
Ultisol.
Kata kunci : Kapur tanah, calsimetri dan titrasi (cottenie)
I. PENGANTAR
Kandungan kapur dalam tanah
sangat dipengaruhi batuan induk yang ada
dilokasi. Jika batuan induk menganduk
bahan kapur, maka tanahnya akan
mengandung kapur. Tanah yang berasal
dari bahan induk kapur (karst) memiliki
sifat basis dan berwarna gelap. Keberadaan
kapur sendiri, erat dengan calsium atau
magnesium karena kedua unsur tersebut
berasosiasi dengan karbonat.
Kapur memiliki sifat sebagai bahan
ikat antara lain: sifat plastis baik (tidak
getas), mudah dan cepat mengeras,
workability baik dan mempunyai daya ikat
baik untuk batu dan bata. Bahan dasar kapur
adalah batu kapur atau dolomit, yang
mengandung senyawa kalsium karbonat
(CaCO3) (Tjokrodimuljo,1992).
Penilaian bahan kapur biasanya
didasarkan pada dua pertimbangan yaitu,
kemampuan mengoreksi keasamaan tanah,
dan jumlah yang diperlukan untuk
mengoreksi keasaman tanah ini.
Kemampuan koreksi atau nilai netralisasi
diukur ekuivelen dengan CaCO3 atau CaO
suatu bahan. Ekuivalen CaO sering disebut
ekuivalen kapur oksida atau ekuivalen
kapur saja. Ukuran partikel bahan kapur
dapat dijadiakn petunjuk yang baik untuk
Page 108
107
penentuan jumlah yang diperlukan untuk
koreksi keasaman (Kuswandi, 1993).
Pengapuran tanah mampu
menetralkan senyawa-senyawa beracun dan
menekan penyakit tanaman. Aminisasi,
amonifikasi, dan oksidasi belerang nyata
dipercepat oleh meningkatnya pH yang
diakibatkan oleh pengapuran. Dengan
meningkatnya pH tanah, maka akan
menjadikan tersedianya unsur N, P, dan S,
serta unsur mikro bagi tanaman. Kapur
yang banyak digunakan di Indonesia dalam
bentuk kalsit (CaCO3) dan dolomite
(CaMg(CO3)2) (Soepardi, 1983). Selain itu
penggunaan kapur bertujuan untuk
menaikkkan pH tanah hingga tingkat yang
dikehendaki dan mengurangi atau
meniadakan keracunan Al. Di samping itu
juga meniadakan keracunan Fe dan Mn
serta hara Ca dan meningkatkan serapan
hara dan produksi tanaman pangan pada
umumnya (padi, kedelai, jagung, kacangan
lainnya, tomat, cabai) (Komprat, 1970).
Bahan kapur pertanian ada tiga
macam, yaitu CaCO3 atau CaMg(CO3)2,
CaO atau MgO dan Ca(OH)2. Kapur yang
disarankan adalah CaCO3 atau
CaMg(CO3)2yang digiling dengan
kehalusan 100 % melewati saringan 20
mesh dan 50 % melewati saringan80 – 100
mesh. Pemberian kapur dapat menaikkan
kadar Ca dan beberapa hara lainnya, serta
menurunkan Al dan kejenuhan Al, juga
memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah.
Pemberian kapur yang menyebabkan sifat
dan ciri tanah membaik, meningkatkan
produksi tanaman (Bailey, 1986 ).
Penambahan kapur menimbulkan
muatan positif (kation) dalam air pori.
Penambahan kation ini memungkinkan
terjadinya proses tarik menarik antara an-
ion dari partikel tanah dengan kation dari
partikel kapur serta kation dari partikel
kapur dengan anion dari partikel air (proses
pertukaran ion/cation exchange). Proses ini
mengganggu proses tarik menarik antara
an-ion dari partikel tanah dengan kation dari
partikel air serta proses tarik menarik antara
an-ion dan kation dari partikel air, sehingga
partikel tanah kehilangan daya tarik antar
partikelnya. Berkurangnya daya tarik antar
partikel tanah dapat menurunkan kohesi
tanah. Penurunan kohesi ini menyebabkan
mudah terlepasnya partikel tanah dari
ikatannya. Penambahan kapur yang
semakin banyak akan menyebabkan
semakin turunnya nilai kohesi. Dengan
turunnya nilai kohesi akan menyebabkan
turunnya nilai batas cair pada tanah
(Wiqoyah, 2006). Namun apabila
berlebihan, pengapuran dapat berdampak
negatif berupa penurunan ketersediaan Zn,
Mn, Cu, B yang dapat menyebabkan tanah
menjadi devisiensi keempat unsur ini, serta
dapat mengalami keracunan Mo (Hanafiah,
2005).
Page 109
108
Kapur yang mengandung sejumlah
besar Mg dapat mengurangi Ca: rasio Mg
dalam tanah. Kapur dari dolomit
mengandung Mg 10 sampai 15%,
sedangkan kalsit kapur mengandung kurang
dari 1% Mg. The University of Missouri
program uji tanah, yang menggunakan
filosofi SL, merekomendasikan dan
menerapkan bahan penetral yang efektif
(ENM) kapur untuk meningkatkan pH
tanah garam menjadi antara 6,1 dan 6,5,
yang pH garamnya sasaran kisaran untuk
kapas. ENM digunakan untuk menunjukkan
efektivitas pengapuran bahan yang
didasarkan pada kalsium karbonat diukur
kesetaraan dan ukuran partikel. Jika tanah
yang kekurangan Mg, kapur dolomit dapat
direkomendasikan untuk memperbaiki
keasaman tanah dan meningkatkan Mg
tanah (Stevens, 2005).
II. METODOLOGI
Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah
acara IX dengan judul Kadar Kapur Setara
Tanah ini dilakukan pada hari Sabtu,
tanggal 5 April 2014 di Laboratorium
Tanah Umum, Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta. Selama praktikum
berlangsung, bahan-bahan yang digunakan
adalah contoh tanah (Alfisol, Entisol,
Vertisol, Ultisol dan Mollisol) dengan
ukuran Ø 0,5 mm, selain itu, bahan
khemikalia yang digunakan yaitu larutan
HCl 2 N, H2SO4 0,5 N, NaOH 0,48 N serta
indikator phenolphthalein (pp). Adapun alat
yang dipakai adalah timbangan analitik,
pipet 5 ml dan 50 ml, buret dan statif,
erlenmeyer 250 ml, labu ukur 50 ml,
pemanas, serta calsimeter.
Pada praktikum kadar kapur ini,
digunakan 2 metode percobaan, yaitu
metode calsimetri dan metode titrasi. Untuk
metode calsimetri, langkah awal yang
dilakukan adalah ditimbang calsimeter
kosong dengan dimisalkan sebagai a gram.
Lalu, ditimbang contoh tanah seberat 5
gram dan dimasukkan ke dalam calsimeter
kemudian ditimbang lagi dengan
dimisalkan sebagai b gram. Calsimeter diisi
dengan HCl 2 N sampai hampir penuh lalu
ditimbang sebagai c gram. Kran calsimeter
dibuka perlahan hingga HCl mengalir
setetes sambil digoyangkan secara datar.
Calsimeter dihangatkan selama 1 menit.
Kemudian, calsimeter diangkat dan
dibiarkan selama 30 menit lalu ditimbang
sebagai d gram. Hasil percobaan dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
𝐶𝑎𝐶𝑂3 =(c − d) 𝑥 (100 + KL)
44 𝑥 (𝑏 − 𝑎)𝑥 100%
Sedangkan untuk metode titrasi, tahapan
awal yang dilakukan yaitu ditimbang
contoh tanah seberat 5 gram lalu
dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml.
Kemudian ditambahkan 20 ml H2SO4 0,5 N
Page 110
109
melalui pipet volume dan digoyang secara
datar. Setelah itu, labu ukur dipanaskan
selama 3 menit kemudian didinginkan.
Setelah dingin, ditambahkan aquadest
sampai tanda batas dan digojok bolak-balik,
kemudian dibiarkan larutan tersebut
terbentuk endapan. Diambil 10 ml larutan
jernih dengan pipet volume dan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 ml.
Kemudian ditambahkan 15 ml aquadest dan
2 tetes indikator phenolphthalein lalu
digoyang agar rata. Selanjutnya, larutan
dititrasi dengan 0,48 N NaOH hingga
berubah warna menjadi kemerahan. Hasil
percobaan dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
𝐶
𝑎𝐶𝑂3 =(Va − Vb) 𝑥 N NaOH x 5
𝑎 𝑥 100
𝑥 𝑉1
𝑉2 𝑥 (100 + 𝐾𝐿) %
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 10. Kadar Kapur Setara Tanah
CONTOH
TANAH
METODE
CALSIMETRI (%) TITRASI (%)
ALFISOL 1,013 2,1398
ENTISOL 2,40 2,53
VERTISOL 7,212 6,26
ULTISOL 1,19 1,3025
MOLLISOL 2,59 4,73
Page 111
110
Praktikum kadar kapur setara tanah
dilakukan dengan dua metode yaitu metode
calcimetri dan metode kolorimetri-titrasi.
Kedua metode tersebut merupakan metode
yang memilki kesamaan yaitu
menyetarakan berat CaCO_3dengan CO_2
yang hilang. Dalam metode calcimetri
digunakan alat calcimeter dan bahan
khemikalia HCl, proses yang terjadi yaitu
apabila tanah ditetesi dengan HCl akan
terjadi reaksi yang akan menghasilkan gas
CO_2. Untuk lebih jelasnya dapat ditulis
reaksi kimia sebagai berikut:
CaCO_3+2HCl→CaCl_2+H_2 O+CO_2
Pada proses reaksi CaCO_3dengan
HCl dibantu dengan proses pemanasan,
namun proses pemanasan hanya dilakukan
sebentar karena apabila terlalu lama
nantinya H_2 O juga akan ikut menguap.
Sedangkan untuk metode kolori metri-
titrasi dilakukan dengan mentitrasi H_2
SO_4 0,5 N dengan NaOH 0,5 N, proses
pentitrasian ini dilakukukan dengan
menyamakan warna hasil titrasi tanah yang
telah tercampur H_2 SO_4 0,5 N dengan
hasil pentritasian H_2 SO_4 0,5 N tanpa
tanah (blangko), warna yang diperoleh
adalah warna kemerahan. Pada titrasi ini
pengukurannya berdasarkan sisa H_2 SO_4
0,5 N yang dihasilkan yang dititrasi dengan
basa NaOH, caranya dengan menselisihkan
volume NaOH 0,5 N yang digunakan untuk
mentitrasi blangko dengan volume NaOH
yang digunakan untuk mentitrasi tanah dari
hasil tersebut akan diperoleh gram
ekivalennya yang merupakan gram ekivalen
CaCO_3tanah. Adapun secara kimia dapat
ditulis sebagai berikut:
CaCO3+H2SO4→ CaSO4+H2O+CO2
Dalam proses ini yang paling
menetukan adalah prosen pengambilan
sampel air sisa endapan dan proses
pergantian warna hasil titrasi yang
disamakan dengan blangko.
Adanya perbedaan kadar kapur didalam
tanah antara lain dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu bahan induk tanah dan iklim.
Kedua faktor tersebut merupakan
komponen perkembangan tanah yang
berhubungan dengan kadar lengas tanah,
terbentuknya lapisan tanah, dan jenis
vegetasinya. Pada umumnya batuan kapur
lebih tahan terhadap perkembangan tanah.
Pelarutan dan kehilangan karbonat
dibutuhkan sebagai pendorong dalam
pembentukan tanah pada batuan kapur.
Garam-garam yang mudah larut (seperti Na,
K, Ca, CaMg dan sulfat, NaCO3) dan garam
alkali yang agak mudah larut (seperti Ca,
Mg ) memiliki karbonat yang akan
berpindah bersama air yang dapat mencapai
kedalaman tanah tertentu. Berdasarkan hal
tersebut dapat menyebabkan pengayaan
garam/kapur pada horizon tertentu dengan
variasi yang berbeda, karena adanya
perbedaan mobilitas dan kelarutan maka
Page 112
111
yang terendap dahulu adalah karbonat. Pada
kondisi ekstrem kerak garam dan kapur
dapat terbentuk di permukaan tanah. Oleh
karena itu, kaadar kapur dalam tanah dapat
berbeda-beda (Tan, 1991).
Kadar kapur tanah memiliki asosiasi
dengan keberadaan kalsium (Ca) dan
magnesium (Mg) dalam tanah, karena
keberadaan kedua unsur tersebut dapat
berasosiasi dengan karbonat. Kandungan
Ca dan Mg dalam tanah ataupun Na
bikarbonat tanah yang tinggi dapat
menghambat perkembangan profil tanah,
sedangkan akumulasi Ca, CaMg dapat
menetukan indeks horizon tanah. Selain hal
itu, bahan induk tanah yang merupakan
faktor penting dari adanya kadar kapur
didalam tanah. Adapun jenis tanah yang
berasal dari bahan induk kapur yaitu:
mollisol dan aridisol (Pandutama, et. al.
2003). Menurut Adinugraha dalam Agung,
et. al. 2013, tanah vertisol juga berasal dari
tanah mineral yang berkembang dari batuan
kapur.
Berdasarkan percobaan diperoleh
hasil kadar kapur dalam tanah yang
dilaksanakan dengan dua metode,
calcimetri dan kolori-titrasi dari yang paling
tinggi keyang paling rendah yaitu tanah
Vertisol, Mollisol, Entisol, Alfisol, dan
Ultisol. Pada tanah Vertisol diperoleh kadar
kapur dengan metode calsimetri sebesar
7,21% dan dengan metode titrasi sebesar
6,26%, tanah ini bersifat Alkali dengan
kandungan hara yang tinggi. Vertisol juga
mengandung lempung yang tinggi pada
semua lapisan horizon, dan tidak ada
perpindahan lempung. Kapur berada
didalam bahan induk dimana jumlah kapur
yang besar terdapat pada horizon paling
atas. Ini merupakan buktibahwa vertisol
adalah tanah yang tertutup dengan proses
pencucian yang relative kecil sehingga
mengakibatkan tanah ini mengandung
kapur yangcukup tinggi..
Tanah Alfisol, kandungan kapur
pada jenis tanah ini sebesar 1,03% dan
2,1398%, tanah ini berbahan induk tanah
yang kaya akan kandungan kapur dan
mengandung konkresi kapur dan besi,
diperkirakan kandungan basanya lebih
rendah dibandingkan dengan mollisol,
karena basa yang dilepas tanah akibat
pelapukan hampir sama dengan pencucian,
kandungan pH yang relative lebih rendah
menyebabkan tanah ini memiliki
kandungan kapur yang rendah pula.
Tanah Entisol memiliki kandungan
kapursebesar 2,40% dan 2,53% , kandungan
kapur pada tanah ini relative lebih rendah
dibandingkan dengan tanah vertisol karena
tanah ini didominasi oleh fraksi pasir.
Tanahyangmemiliki kadar pasir yang
relative tinggi cenderung memilki
kandungan kapur dalam tanah rendah dan
pada umumnya kadar kapur yang tinggi
Page 113
112
berada pada tanah yang memilkifraksi
lempung yang cukup tinggi.
Tanah Mollisol memiliki kadar
kapur sebesar 2,59% dan 4,73%,
berdasarkan data tersebut bahwa tanah ini
memiliki kandungan kapur yang tinggi
karena bahan induk Mollisol adalah batuan
kapur sehingga tidak mungkin dipungkiri
bahwa tanah mollisol memiliki kandungan
kapur yang cukup tinggi. Molisol bertekstur
lempung strukturnya menggumpal banyak
mengandung konkresi kapur batuan kapur
napal dan dolomite.
Tanah Ultisol memiliki kandungan
kapur sebesar 1,19% dan 1,3025% , tanah
ini mengalami pelapukan yang besar dan
terjadi pada pencucian yang terakhir. Tanh
Ultisol memiliki horizon argilik dan
kejenuhan basa rendah , berdasaran tinjauan
lingkungan tanah ini banyak dijumpai pada
daerah yangbercurah hujan yang lebih besar
dibanding dengan evapotranspirasi yang
menyebab kan tanah ini mengalami
pelindihan berat sehingga meningkatkan
keasaman tanah. Oleh karena itu tanah
Ultisol memiliki kandungan kapur yang
cukup rendah.
Dalam dunia tanah tidahlah asing
dengan kata kapur, karena bahan induk
tanah saja ada yang berasal dari kapur
(lime). Pada tahun 1825 – 1840, Edmund
Ruffin, ahli pertanian dari Virginia, adalah
yang pertama kali menggunakan kapur
untuk memperbaiki produktivitas yang
rendah dari suatu tanah yang disebabkan
oleh kemasaman tanahnya. Tanah yang
merupakan sebagai pensuplai nutrisi bagi
tanaman, nutrisi tersebut antara lain yaitu
Ca dan Mg (kapur), namun kapur bukan
merupakan pupuk tetapi memiliki efek
nutrisi yang nyata. Kapur dalm tanah juga
mampu meningkatkan kadar pH dalam
tanah, sehingga apabila tanah diketahui
memiliki kadar asam yang tinggi dapat di
netralkan ataupun di masukkan dalam
suasana basa dengan melakukan
penambahan kapur didalam tanah, karena
kebanyakan tumbuhan tidak mapu hidup
dalam keadaan tanah yang terlalu masam
(Pandutama, et. al. 2003).
Dengan mengetahui kandungan
kapur di dalam tanah, kita dapat mengetahui
tingkat kesuburan tanah yang berpengaruh
terhadap pengolahan lahan, sehingga dapt
mengoptimalkan potensilahan untuk
budidaya pertanian. Proses pengapuran
tanah juga berpengaruh terhadap nilai KPK
tanah, dimana tanah yang bermuatan itu
bergantung pada pH tanah, sedangkan pH
tanah dapat dinaikkan dengan adanya
penambahan kapur dalam tanah. Sedangkan
pada tanah kadang tidak membutuhkan
kapur karena adanya kejenuhan Al dalam
tanah yang rendah dan karena adanya bahan
organic pula dalam tanah sehingga
memungkinkan tanah tersebut tidak perlu
Page 114
113
ditambah kapur untuk menaikkan pH
tanahnya (Nursyamsi dan Suprihati, 2005 ).
Pengaruh tidak langsung dari adanya kapur
tanah yaitu terjadinya perbaikan cirri
kimia,seperti pH,Ca, P, dan hara lainnya
yang mengikat Al dapat ditukar sehingga
kejenuhan Al dapat berkurang.
Berdasarkan hasil praktikum ini
diperoleh kadar kapur setara tanah dengan
dua metode yang berbeda memiliki angka
akhir yang berbeda pula. Contohnya pada
tanah entisol, hasil pengujian kadar kapur
dengan metode calsimetri mendapat hasil
2,4 % sedangkan dengan metode Cottenie
mendapatkan hasil 2,53 %. Perbedaan ini
tentu diakibatkan perbandingan ketelitian
antara kedua metode yang masing-masing
memiliki kekurangan dan kelebihan yang
nantinya mempengaruhi perbedaan
ketelitian dari kedua metode ini. Metode
calsimetri sendiri pada prinsipnya adalah
pengujian metode gravimetri dimana yang
diperhitungkan adalah perubahan berat
sampel dan perlakuannya yang tentu saja
ketelitian timbangan sangat menentukan
hasil akhir pengujian sedangkan metode
Cottenie yang pada dasarnya adalah metode
titrasi asam-basa (volumetri) yang hasil
akhirnya sangat dipengaruhi dengan
keakuratan Normalitas larutan yang
digunakan, volume khemikalia yang
digunakan dan keakuratan perubahan warna
dari indikator PP untuk menentukan titik
akhir titrasi. Untuk meningkatkan
keakuratan hasil pada metode calsimetri,
calsimetri kosong sebelum digunakan harus
benar-benar bersih baik dari tanah sampel
sisa praktikum sebelumnya, sisa air yang
terjebak di pipa calsimeter dan lain
sebagainya, sehingga faktor ini tidak
mempengaruhi hasil akhir pengujian ini,
perlu diperhatikan pula, dalam langkah
pemanasan calsimetri tidak bisa dilakukan
terlalu lama karena pada tahap ini yang
diharapkan adalah penguapan CO2, dan
apabila suhu terlalu tinggi, kandungan air
(H2O) dan senyawa lain dapat ikut
menguap dan mengacaukan hasil
perhitungan kadar kapur dalam tanah.
Untuk metode cottenie yang perlu
dilakukan adalah menstandarisasi larutan
NaOH yang digunakan untuk mentitrasi
sehingga normalitasnya diketahui dengan
pasti dan perhitungan akhir juga dapat
ditekan kesalahannya. Selain itu, perlu
diketahui bahwa indikator PP
(Phenolphthalein) akan berwarna merah
jambu ketika suasana basa (pH lebih dari 7).
Pada praktikum penentuan kadar
kapur tanah ini menggunakan beberapa
bahan kimia yang sangat penting. Pada
pengujian kadar kapur metode calsimetri
menggunakan larutan HCl 2 N yang
ditambahkan pada sampel tanah untuk
kemudian di hangatkan. Fungsi dari larutan
ini adalah untuk mereaksikan kapur
Page 115
114
(CaCO3) untuk dijadikan CO2 yang akan
diamati. Reaksi kimia yang terjadi adalah
sebagai berikut:
CaCO3 + 2HCl CaCl2 + H2O + CO2
Setelah terjadi reaksi, CO2 yang
terbentuk tidak langsung menguap
melainkan masih terjebak di tengah-tengah
sampel, untuk itulah dilakukan
penghangatan (pemanasan dengan api
kecil) sehingga CO2 yang masih terjebak
dapat naik ke permukaan dan keluar dari
larutan.
Pada pengujian Cottenie bahan
kimia yang digunakan adalah H2SO4 0,5 N,
NaOH 0,5 N dan indikator PP
(Phenolphthalein). Seperti HCl, H2SO4
berfungsi sebagai pereaksi kandungan
kapur dalam sampel dengan reaksi sebagai
berikut :
CaCO3+H2SO4 CaSO4 + H2O + CO2
+ sisa H2SO4
Terdapatnya sisa H2SO4 ini yang
menjadikan larutan tanah menjadi asam,
sehingga perlu dilakukan titrasi asam basa
yang bertujuan menghitung berapa banyak
h2SO4 yang digunakan dalam mereaksikan
CaCO3 dalam tanah. Dalam titrasi asam-
basa ini, karena sampel cenderung asam,
maka tiran yang digunakan adalah basa
NaOH dan indikator sebagai pemantaunya
adalah PP (phenolphthalein) yang akan
berwarna jernih apabila dalam suasana
asam dan berwarna merah jambu dalam
suasana basa, sehingga dapat diperoleh
kesimpulan bahwa titik akhir titrasi adalah
larutan berwarna merah jambu karena
seluruh sisa H2SO4 sudah bereaksi dengan
NaOH dan apabila titrasi diteruskan akan
terjadi kelebihan NaOH yang menyebabkan
suasana basa pada larutan sampel. Pada
metode titrasi ini perlu dilakukan perlakuan
blangko yang bertujuan untuk menghitung
banyaknya H2SO4 yang bereaksi terhadap
kapur tanah yang diasumsikan H2SO4 yang
bereaksi menghasilkan gas CO2. Reaksi
yang terjadi pada titrasi adalah sebagai
berikut :
Sisa H2SO4 + 2 NaOH Na2SO4 + 2
H2O + kelebihan NaOH
Kelebihan NaOH + Indikator PP
Indikator PP berwarna Merah Jambu
Kandungan kapur dalam tanah
berfungsi sebagai menaikkan pH tanah
terutama tanah yang mengandung banyak
bahan organik, menambah unsur Ca dan Mg
dalam tanah, menambah ketersediaan unsur
P dan MO karena unsur Ca dalam tanah
cenderung mengikat P sehingga unsur P
tidak mudah terlindi atau terbilas oleh air,
mengurangi keracunan Fe, Mn dan Al
karena keadaan tanah tidak terlalu masam
(netral-basa), memperbaiki kehidupan
mikroorganisme tanah dan memperbaiki
pembentukan bintil-bintil akar. Walaupun
kapur dibutuhkan di dalam tanah akan tetapi
Page 116
115
kandungan kapur yang berlebih dapat
menyebabkan kerugian bagi lingkungan
yaitu kekurangan besi, mangan, tembaga,
dan seng yang diperlukan dalam fisiologis
tanaman, tersedianya fosfat dapat
berkurang karena terbentuknya kalsium
fosfat yang tidak dapat larut, absorpsi fosfor
oleh tanaman dan metabolisme tanaman
terganggu, dan perubahan pH yang
melonjak (pH terlalu tinggi) akan dapat
merugikan bagi aktivitas mikroorganisme
dalam tanah serta ketersediaan unsur hara
dalam tanah tidak seimbang. Karena
keberadaan kapur memang dibutuhkan
dalam tanah tetapi juga tidak boleh terlalu
tinggi maka pada pengelolaan lahan
(pertanian) sering dilakukan pengapuran
tanah (penambahan kapur dalam tanah)
apabila tanah terlalu masam dan
menghentikannya atau menambah bahan-
bahan organik ke dalam tanah ketika tanah
sudah terlalu basa, karena tanah yang baik
adalah tanah yang mempunyai pH yang
netral (menciptakan kondisi optimum
ketersediaan hara dalam tanah).
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
5. Kapur tanah berhubungan erat
dengan kejenuhan basa dan
kapasitas tukar kation dalam tanah
6. Metode yang digunakan adalah
metode calsimetri dan metode
titrasi (cottenie)
7. Faktor yang mempengaruhi kadar
kapur tanah yaitu bahan induk, pH
tanah dan iklim
8. Hasil kadar kapur tanah pada
metode calsimetri adalah tanah
alfisol 1,013 %, tanah entisol 2,40
%, vertisol 7,21 %, ultisol 1,19 %
dan mollisol 2,59 %.
9. Sedangkan hasil kadar kapur tanah
metode titrasi dari yang tinggi
hingga ke yang rendah yaitu
vertisol 6,26 %, mollisol 4,73 %,
entisol 2,53 %, alfisol 2,193 % dan
ultisol 1,3025 %.
V. PENGHARGAAN
Puji syukur kami panjatkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya, sehingga kami
dapat mengikuti praktikum dan
menyelesaikan laporan dasar-dasar ilmu
tanah acara IX yang berjudul Kadar Kapur
Setara Tanah. Kami mengucapkan terima
kasih kepada dosen-dosen pengampu mata
kuliah dasar-dasar ilmu tanah. Orang tua
kami yang senantiasa memberi dukungan
kepada kami. Ricky Christo Ajiputro selaku
asisten praktikum kelompok kami
(kelompok 2), dan seluruh asisten
praktikum dasar-dasar ilmu tanah yang
telah membimbing sehingga laporan ini
Page 117
116
dapat terselesaikan, serta kepada teman-
teman kelompok 2 dan teman-teman
golongan A1 yang telah membantu dan
bekerjasama dalam proses pengerjaan
laporan maupun ketika praktikum
berlangsung. Semoga ilmu yang diperoleh
dapat bermanfaat bagi banyak pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, G.A.R.S., I Wayan D.A dan I
Made M. 2013. Perbedaan sifat
biologi tanah pada beberapa tipe
penggunaan lahan di tanah
Andisol, Inceptisol, dan Vertisol.
E-Jurnal Agroekoteknologi
Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 2,
No. 4. Program Studi
Agroteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Udayana.
Bali.
Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.
Universitas Lampung. Lampung.
Hanafiah Kemas Ali, 2005. Dasar-Dasar
Ilmu Tanah. PT. RajaGrafindo
Persada, Jakarta.
Komprat, E. J. 1970. Exchange Able
Alumunium as Creation for
Liming Leached Mineral Soils.
Soilsci, soc. Amer Proc.
Kuswandi. 1993. Pengapuran Tanah
Pertanian. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Nursyamsi, D., K. Loris, S. Sobiham, D.
A Radhim, A. Sofyan. 2008.
Pengaruh asam oksalat, Na+,
NH4+ dan Fe3+ terhadap
ketersediaan K tanah, serapan N,
P, dan K tanaman serta produksi
jagung pada tanah-tanah yang
didominasi smektit. Jurnal Tanah
dan Iklim 28.
Nursyamsi, D. dan Suprihati. 2005. Sifat-
sifat kimia dan mineralogi tanah
serta kaitannya dengan
kebutuhan pupuk untuk padi
(Oryza sativa), jagung (Zea
mays), dan kedelai (Glycine
max).Bul. Agron. (33) (3) 40 –
47.
Pandutama, M.H., Arie M, Suyono, dan
Wustamidin. 2003. Buku Ajar
Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jurusan
Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Jember. Jember.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri
Tanah. Saduran The Nature and
Properties of Soils by Brady.
1983. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Stevens Gene , Gladbach Tina, Motavalli
Peter, Dunn David. 2005. Soil
Calcium: Magnesium Ratios and
Lime Recommendations for
Cotton. The Journal of Cotton
Science 9:65–71.
Tan, K. H. 1991. Principles of Soil
Chemistry ( Dasar-Dasar Kimia
Tanah, Alih Bahasa : Ir. Didiek
Hadjar Goenadi, Msc. Phd. ).
Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Tjokrodimuljo, K., 1992, Bahan
Bangunan, Jurusan Teknik Sipil
FT UGM, Yogyakarta.
Wiqoyah, Q, 2006, Pengaruh kadar kapur,
waktu perawatan dan
perendaman terhadap kuat
dukung tanah lempung.
Dinamika Teknik Sipil (6) : 16-
24.
Page 118
117
LAMPIRAN
Perhitungan:
1. ALFISOL
Kadar Kapur Metode Cottenie
𝐶𝑎𝐶𝑂3 =(4,3 − 3,5) 𝑥 0,48 x 5
5 𝑥 100 𝑥
50
10 𝑥 (100 + 11,4495) %
𝐶𝑎𝐶𝑂3 = 2,1398 %
Kadar Kapur Metode Calsimetri
𝐶𝑎𝐶𝑂3 =(191,78 − 191,76) 𝑥 (100 + 11,4495)
44 𝑥 (158,23 − 153,23)𝑥 100%
𝐶𝑎𝐶𝑂3 = 1,013 %
2. ENTISOL
Kadar Kapur Metode Cottenie
𝐶𝑎𝐶𝑂3 =(4,3 − 3,3) 𝑥 0,48 x 5
5 𝑥 100 𝑥
50
10 𝑥 (100 + 5,61) %
𝐶𝑎𝐶𝑂3 = 2,53 %
Kadar Kapur Metode Calsimetri
𝐶𝑎𝐶𝑂3 =(170,16 − 170,11) 𝑥 (100 + 5,61)
44 𝑥 (137,44 − 132,44)𝑥 100%
𝐶𝑎𝐶𝑂3 = 2,40 %
3. VERTISOL
Kadar Kapur Metode Cottenie
𝐶𝑎𝐶𝑂3 =(4,3 − 2) 𝑥 0,48 x 5
5 𝑥 100 𝑥
50
10 𝑥 (100 + 13,3325) %
𝐶𝑎𝐶𝑂3 = 6,26 %
Kadar Kapur Metode Calsimetri
𝐶𝑎𝐶𝑂3 =(164,91 − 164,77) 𝑥 (100 + 13,3325)
44 𝑥 (132,24 − 127,24)𝑥 100%
𝐶𝑎𝐶𝑂3 = 7,212 %
Page 119
118
4. ULTISOL
Kadar Kapur Metode Cottenie
𝐶𝑎𝐶𝑂3 =(4,3 − 3,8) 𝑥 0,48 x 5
5 𝑥 100 𝑥
50
10 𝑥 (100 + 8,544) %
𝐶𝑎𝐶𝑂3 = 1,3025 %
Kadar Kapur Metode Calsimetri
𝐶𝑎𝐶𝑂3 =(148,485 − 148,461) 𝑥 (100 + 8,544)
44 𝑥 (118,315 − 113,354)𝑥 100%
𝐶𝑎𝐶𝑂3 = 1,19 %
5. MOLLISOL
Kadar Kapur Metode Cottenie
𝐶𝑎𝐶𝑂3 =(4,3 − 2,6) 𝑥 0,48 x 5
5 𝑥 100 𝑥
50
10 𝑥 (100 + 16,005) %
𝐶𝑎𝐶𝑂3 = 4,73 %
Kadar Kapur Metode Calsimetri
𝐶𝑎𝐶𝑂3 =(161,026 − 160,977) 𝑥 (100 + 16,005)
44 𝑥 (129,187 − 124,206)𝑥 100%
𝐶𝑎𝐶𝑂3 = 2,59 %
Gambar 6. Hasil Analisa Kapur Tanah