1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.504 pulau dan garis pantai lebih dari 81.000 km dengan luas perairan laut sekitar 5,8 juta km2 (75% dari total Wilayah Indonesia) (Reina,2004). Kondisi alam dan iklim yang tidak fluktuatif, menjadikan Indonesia mempunyai potensi sumber daya laut dengan keanekaragaman hayati yang sangat besar, walaupun belum terdayagunakan. Mengingat prospek ekonomi yang besar dari sumber sumber hayati di laut sebagai bahan obat-obatan itu, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menjadikan bioteknologi kelautan sebagai progam unggulan sejak tahun 2002. Bioteknologi kelautan yang berkembang pesat bertujuan memanfaatkan biota laut, salah satunya dengan ekstraksi senyawa bioaktif sebagai obat-obatan dan bahan farmasi (Dahuri, 2005). Dalam dunia farmasi banyak hal yang dipelajari. Bukan hanya cara membuat obat sintesis saja namun juga mengenali dan memanfaatkan hewan dan tanaman yang berkhasiat obat untuk dijadikan obat herbal ataupun disintesis. Sebagai seorang farmasis kita harus mengetahui dahulu kandungan apa yang ada di dalam tanaman tersebut sebelum dipasarkan. Salah satu caranya
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki
17.504 pulau dan garis pantai lebih dari 81.000 km dengan luas perairan laut
sekitar 5,8 juta km2 (75% dari total Wilayah Indonesia) (Reina,2004).
Kondisi alam dan iklim yang tidak fluktuatif, menjadikan Indonesia
mempunyai potensi sumber daya laut dengan keanekaragaman hayati yang
sangat besar, walaupun belum terdayagunakan.
Mengingat prospek ekonomi yang besar dari sumber sumber hayati di
laut sebagai bahan obat-obatan itu, Departemen Kelautan dan Perikanan
(DKP) menjadikan bioteknologi kelautan sebagai progam unggulan sejak
tahun 2002. Bioteknologi kelautan yang berkembang pesat bertujuan
memanfaatkan biota laut, salah satunya dengan ekstraksi senyawa bioaktif
sebagai obat-obatan dan bahan farmasi (Dahuri, 2005).
Dalam dunia farmasi banyak hal yang dipelajari. Bukan hanya cara
membuat obat sintesis saja namun juga mengenali dan memanfaatkan hewan
dan tanaman yang berkhasiat obat untuk dijadikan obat herbal ataupun
disintesis.
Sebagai seorang farmasis kita harus mengetahui dahulu kandungan
apa yang ada di dalam tanaman tersebut sebelum dipasarkan. Salah satu
caranya adalah memalui ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak yang nantinya
akan mempermudah proses identifikasi.
Untuk itu pada praktikum ini dilakukan percobaan ekstraksi dengan
metode ekstraksi refluks dan cairan penyari yang sesuai untuk mendapatkan
ekstrak dari sampel Bintang Laut (Linckia laevigata) dan kemudian di
identifikasi dengan cara KLT (Kromatografi Lapis Tipis).
I.2 Maksud dan Tujuan
I.2.1 Maksud percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini adalah:
- Mengetahui cara ekstraksi Bintang Laut (Linckia laevigata) dengan
metode refluks.
2
- Mengidentifikasi senyawa kimia yang terkandung dalam Bintang Laut
(Linckia laevigata) dengan metode refluks.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah:
- Menentukan cara ekstraksi Bintang Laut (Linckia laevigata) dengan
metode refluks.
- Menentukan senyawa kimia yang terkandung dalam Bintang Laut
(Linckia laevigata) dengan metode refluks.
3
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Ruang lingkup fitokimia, suatu bagian ilmu pengetahuan alam,
diartikan secara berbeda-beda. Istilah fitokimia (dari kata “phyto” =
tanaman). Dari maknanya dapat ditafsirkan bahwa fitokimia menguraikan
aspek kimia suatu tanaman. Sementara itu, penyelidikan tentang kehidupan
tanaman secara kimia merupakan tugas dari biokimia. Dengan demikian
fitokimia berarti kimia suatu tanaman, jadi meliputi dari biokimia sehingga
dinyatakan juga sebagai biokimia tanaman.
Kajian fitokimia meliputi (Sirait, 2007) :
1. Uraian tentang isolasi dan konstitusi senyawa kimia dalam tanaman.
2. Perbandingan struktur senyawa kimia tanaman; berdasarkan definisi ini
dilakukan penggolongan senyawa kimia yang ditemukan di alam.
3. Perbandingan komposisi senyawa kimia dari bermacam-macam jenis
tanaman atau penelitian untuk pengembangan senyawa kimia dalam
tanaman.
Fitokimia tidak hanya meliputi tentang tanaman tetapi juga dengan
hewan biota laut. Fitokimia pun mempunyai peran dalam penelitian obat yang
secara khusus dibahas dalam farmakoterapi, demikian pula dengan
farmakognosi. Pada umumnya dalam buku farmakognosi dibagian utamanya
diuraikan tentang senyawa kimia tanaman yang penting sebagai obat dan
uraian botanis tentang tanaman yang mengandung senyawa kimia berkhasiat
(Sirait, 2007).
Biota Laut
Biota laut adalah berbagai jenis organism hidup di perairan laut yang
menurut fungsinya digolongkan menjadi tiga, yaitu produsen merupakan
biota laut yang mampu mensintesa zat organic baru dari zat anorganik, kedua
adalah konsumen merupakan biota laut yang memanfaatkan zat organic dari
luar tubuhnya secara langsung. Dan yang ketiga adalah produsen merupakan
biota laut yang tidak mampu menelan zat organic dalam bentuk butiran, tidak
mampu berfotosintesis namun mampu memecah molekul organic menjadi
lebih sederhana (Dahuri, 2005).
4
Ekstraksi
Ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses pemisahan atau penyarian
komponen kimia dari suatu sampel dengan menggunakan pelarut tertentu.
Dimana ekstraksi ini bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat
dalam simplisia atau sampel. Ekstraksi dapat kita lakukan pada sampel yang
berasal dari tumbuhan atau tanaman, hewan dan mineral atau pelican (Dirjen
POM, 1995).
Dalam farmakope IV ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh
dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia
hewani menggunakan pelarut yang sesuai kemudian semua atau hampir
semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisisa diperlakukan
sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Sirait, 2007).
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang
terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa
komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi
pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.
Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi
(Sutriani, 2008):
1. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari
organisme. Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat
diikuti dan dibuat modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses
atau menyesuaikan dengan kebutuhan pemakai.
2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu,
misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia
sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui.
Dalam situasi seperti ini, metode umum yang dapat digunakan untuk
senyawa kimia yang diminati dapat diperoleh dari pustaka. Hal ini
diikuti dengan uji kimia atau kromatografik yang sesuai untuk kelompok
senyawa kimia tertentu
3. Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan
tradisional, dan biasanya dibuat dengan cara, misalnya Tradisional
Chinese medicine (TCM) seringkali membutuhkan herba yang
5
dididihkan dalam air dan dekok dalam air untuk diberikan sebagai obat.
Proses ini harus ditiru sedekat mungkin jika ekstrak akan melalui kajian
ilmiah biologi atau kimia lebih lanjut, khususnya jika tujuannya untuk
memvalidasi penggunaan obat tradisional.
4. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan
cara apapun. Situasi ini (utamanya dalam prog skrining) dapat timbul
jika tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara
acak atau didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui
adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus. Proses
pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut
organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel
yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di
luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini
akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi
cairan zat aktif di dalam dan di luar sel.
2.2 Refluks
Metode refluks adalah metode ekstraksi komponen dengan cara mendidihkan
campuran antara contoh dan pelarut yang sesuai pada suhu dan waktu tertentu.
Serta uap yang terbentuk diembunkan dalam kondensor agar kembali ke labu
reaksi. Pada umumnya metode refluks digunakan untuk ekstraksi bahan-bahan
yang sulit dipisahkan. Pada kondisi ini jika dilakukan pemanasan biasa maka
pelarut akan menguap sebelum reaksi berjalan sampai selesai (Sirait, 2007).
Prinsip dari metode refluks adalah Penarikan komponen kimia yang
dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat
bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan
penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan
penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari
kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya
berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna,
penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang
diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.Keuntungan dari metode ini adalah
digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur
kasar dan tahan pemanasan langsung. Sedangkan kerugian metode ini
6
adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dan sejumlah
manipulasi dari operator (Harbone, 1987).
Prosedur dari sintesis dengan metode refluks adalah semua reaktan atau
bahannya dimasukkan dalam labu bundar leher tiga. Kemudian dimasukkan
batang magnet stirer setelah kondensor pendingin air terpasang, campuran
diaduk dan direfluks selama waktu tertentu sesuai dengan reaksinya.
Pengaturan suhu dilakukan pada penangas air, minyak atau pasir sesuai
dengan kebutuhan reaksi. Gas N2 ¬ dimasukkan pada salah satu leher dari
labu bundar, berikiut ini adalah gambar dari rangkaian alat refluks :
Gambar 1. Rangkaian alat refluks
Keterangan alat beserta fungsinya :
1. Labu dasar bulat : Sebagai tempat zat cair dipanaskan
2. Kondensor spiral : Mendinginkan uap larutan
3. Kassa asbes : Untuk meratakan panas
4. Pembakar Bunsen : Untuk memanaskan larutan dalam labu dasar bulat
5. Kaki tiga : Untuk menyangga labu dasar bulat, kondensor saat
proses pemanasan
6. Statif : Untuk menyangga kondensor dan labu dasar bulat
7. Klem : Untuk menahan kondensor spiral dan labu dasar
bulat
7
8. Selang masuk : Sebagai penghubung air masuk dari sirkulator
menuju kondensor
9. Selang keluar : Sebagai penghubung keluarnya air dari kondensor
menuju ember
10. Sirkulator : Alat untuk mensirkulasikan air
11. Batu didih : Alat untuk mencegah terjadinya bumping
2.3 Uraian Bahan
1. Etanol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Aethanolum
Sinonim : Etanol, alcohol
RM/BM : C2H6O/46,07
Rumus struktur :
Pemerian : Jernih, tidak berbau, bergerak, cairan pelarut
menghasilkan bau yang khas dan rasa terbakar
pada lidah.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya, di tempat sejuk jauh dari nyala api.
Khasiat : Sebagai antiseptic
Kegunaan : Bakteriostatik
2. Bintang laut
a) Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Asteroidea
Ordo : Valvatida
Famili : Ophidiasteridae
Genus : Linckia
Spesies : Linckia laevigata
8
b) Morfologi
Bintang laut berbentuk simetris radial, berwarna biru, permukaan
bagian bawahnya memiliki kaki tabung, yang masing-masing dapat
bertindak sebagai cakram penyedot. Bintang laut mengkoordinasikan
kaki tabungnya untuk menempel pada bebatuan dan atau untuk
merangkak secara perlahan-lahan, sementara kaki tabung (Dahuri,
2005).
c) Habitat
Bintang laut hidup di dasar laut, bentuknya mengikuti kontur
permukaan bebatuan. Pada umumnya hewan ini selalu menempati
daerah yang digenangi air. Pada beberapa habitat yang mengalami
kekeringan pada saat air surut, terjadi beberapa penyesuaian, antara
lain pembenaman diri dalam pasir (Dahuri, 2005).
d) Prosedur Keja
Pertama- tama disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
Kemudian dihaluskan sampel bintang laut, setelah itu ditimbang
sampel sebanyak 30 g dengan menggunakan neraca mekanik.
Kemudian diukur etanol sebanyak 250 mL dengan menggunakan
gelas ukur, setelah itu dimasukkan sampel kedalam labu alas bulat
sebanyak 30 g dan dimasukkan kelereng sebanyak 2 butir kedalam
labu alas bulat. Sebelum diletakkan diatas hot plate dan alat refluks