I. Judul: Analisis Nitrogen, Fosfor, Sulfur dan Besi dari Pupuk
SP-36 II. Latar Belakang Teknologi di bidang pemupukan merupakan
salah satu faktor penentu di dalam upaya meningkatkan produksi
pangan. Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan teknologi di
bidang pemupukan serta terjadinya perubahan status hara di dalam
tanah maka rekomendasi pemupukan yang telah ada perlu dikaji lagi
dan disempurnakan. Pupuk juga telah menjadi kebutuhan penting dalam
kegiatan pertanian guna mendapatkan produktifitas dan mutu hasil
yang optimal. Sebagai akibat meningkatnya kebutuhan pupuk seperti
(urea, SP-36, ZA, TSP, dan KCl), maka pupuk menjadi komoditi yang
menarik bagi pelaku usaha, hal ini dibuktikan dengan semakin
banyaknya jenis pupuk yang terdaftar dan diizinkan oleh Menteri
Pertanian. Menyadari akan pentingnya peranan pupuk dalam
peningkatan produksi hasil pertanian dan menghadapi pesatnya
perkembangan rekayasa formula pupuk, pemerintah berkepentingan
untuk mengatur penyediaan pupuk yang memenuhi standar mutu dan
terjamin efektivitasnya. Oleh karena itu, pemerintah telah
mengamanatkan kepada Menteri Pertanian untuk melaksanakan
pendaftaran pupuk dan pengawasan pada tingkat rekayasa formula.
Pemberian unsur hara pada tanaman merupakan usaha kultur teknis
yang penting untuk meningkatkan produksi per satuan luas dengan
tujuan akhir keuntungan ekonomi yang maksimal. Unsur hara yang
dibutuhkan tanaman sendiri terdiri dari nitrogen, kalium, fosfor,
magnesium, sulfur, kalsium dan unsur hara mikro terdiri dari boron,
besi, tembaga, mangan, seng dan molybdenum. Purwaningrum (2008)
melaporkan bahwa pada tanaman kacang hijau menunjukkan hasil panen
biji kacang hijau lebih besar yang diperoleh dengan menggunakan
pupuk SP-36 bila dibandingkan dengan hasil panen biji kacang hijau
tanpa pupuk. Pupuk SP-36 merupakan hasil reaksi antara BP dengan
asam sulfat, bersifat tidak higroskopis dan larut dalam air
sehingga cepat tersedia bagi Pupuk SP-36 merupakan pilihan terbaik
untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan unsur hara fosfor karena
keunggulan yang dimilikinya, kandungan hara fosfor dalam bentuk
P2O5 tinggi yaitu sebesar 36%, unsur hara fosfor yang terdapat
dalam pupuk SP-36 hampir seluruhnya larut dalam air, tidak mudah
menghisap air, sehingga dapat disimpan cukup lama dalam kondisi
penyimpanan yang baik. Meningkatnya perkembangan pertanian saat ini
mulai bergerak kearah penggunaan pupuk yang ramah lingkungan
sehingga mampu mengembalikan dan meningkatkan kemampuan tanah untuk
memenuhi nutrisi yang dibutuhkan tanaman selama pertumbuhan. Dengan
mengetahui proses pemupukan yang tepat, maka perlu
dilakukan pengkajian penelitian tentang analisis bahan pupuk P
dari sumber pupuk SP-36 dari berbagai produk di pasaran. Pupuk yang
akan dipasarkan untuk keperluan sektor pertanian harus memenuhi
standar mutu dan terjamin efektivitasnya serta wajib didaftarkan
kepada Direktorat Pupuk. Dalam rangka mendukung terlaksananya
pengujian mutu dan uji efektivitas ini diperlukan adanya
standarisasi metode pengujian berupa petunjuk teknis metodologi
pengujian efektivitas pupuk pada praktikum analisis bahan pertanian
dan lingkungan yang berjudul Analisis Nitrogen, Fosfor, Sulfur dan
Besi dari Bahan Pupuk SP-36. Fosfor merupakan unsur hara esensial.
Tanaman membutuhkan fosfor yang cukup untuk pertumbuhannya secara
normal. Fosfor memiliki peranan penting dalam tanaman, yaitu
berperan dalam proses fotosintesis, respirasi, membantu mempercepat
perkembangan akar dan perkecambahan serta berperan dalam pembelahan
dan pembesaran sel. Pupuk SP-36 mengandung 36% fosfor dalam bentuk
P2O5 dan S dalam jumlah makro. Pupuk SP-36 berbentuk butiran dan
berwarna abu-abu. Pupuk SP-36 memiliki beberapa keunggulan, yaitu
Kandungan hara fosfor dalam bentuk P2O5 tinggi yaitu sebesar 36%.
Unsur hara fosfor yang terdapat dalam pupuk SP-36 hampir seluruhnya
larut dalam air. Tidak bersifat higroskopis, sehingga dapat
disimpan cukup lama dalam kondisi penyimpanan yang baik. Karena
peranan fosfor sangat penting pada tanaman, maka perlu dilakukan
analisis fosfor pada pupuk SP-36. Syarat mutu pupuk SP-36 No Uraian
Kadar unsur hara fosfor sebagai P2O5-
satuan
persyaratan Min.36 Min.34 Min.30
1.
P2O5 total
- P2O5 larut dalam asam sitrat 2 %
%
- P2O5larut dalam air 2 Kadar belerang (sebagai S) % Min.5 3
Kadar asam bebas (sebagai H3PO4) % Maks.6 4 Kadar air % Maks.5
Catatan semua persyaratan kecuali kadar air dihitung atas dasar
bahan SNI 02-3769-2005 Metode yang digunakan dalam analisis fosfor
pada pupuk SP-36 adalah spektrofotometri molibdovanadofosfat sesuai
standar SNI-02-3769-2005. Metode ini dipilih karena fosfor mampu
membentuk senyawa yang stabil dan memiliki warna kuning
sehingga dapat dianalisis dengan akurat. Metode penentuan fosfor
tidak dilakukan dengan metode asam askorbat, karena akan
menghasilkan warna biru dan reagent yang diapakai lebih tidak
stabil. Sebagai unsur hara, belerang mempunyai fungsi sebagai
pembentukan asam amino dan pertumbuhan tunas serta membantu
pembentukan bintil akar tanaman, pertumbuhan anakan pada tanaman,
berperan dalam pembentukan klorofil serta meningkatkan ketahanan
terhadap jamur, dan pada beberapa jenis tanaman antara lain
berfungsi membentuk senyawa minyak yang menghasilkan aroma dan juga
aktifator enzim membentuk papain. Gejala kekurangan sulfur pada
tanaman pada umumnya mirip kekurangan unsur nitrogen, misalnya daun
berwarna hijau mudah pucat hingga berwarna kuning, tanaman kurus
dan kerdil, perkembangannya lambat
(http://pupukdsp.com/index.php/Pupuk-Tanaman/Unsur-Hara-Sulfur-S.html").
Berdasarkan SNI no 02-3769-2005, keberadaan unsur belerang didalam
pupuk SP-36 minimal 5%. Untuk itu, dalam pengujian keberadaan unsur
belerang didalam pupuk SP-36 digunakan metode gravimetri. III.
Prinsip Dasar 3.1 Prinsip dasar untuk Penentuan N Penetapan jumlah
senyawa bernitrogen berdasarkan oksidasi bahan-bahan berkarbon
melalui proses destruksi menggunakan H2SO4 pekat dengan cara
pemanasan yang bertujuan untuk konversi atau merubah N menjadi
dalam bentuk (NH4)2SO4 dan sedikit dibasakan dengan NaOH. Kemudian
ditambahkan K-Na tartrat dan larutan Nessler sehingga apabila ion
ammonium direaksikan dengan reagen Nessler (larutan basa dari
Kalium tetra iodo merkurat (II) akan didapatkan larutan yang
berwarna kuning kecoklatan dengan intensitas warna yang dihasilkan
sesuai dengan jumlah kandungan ammonia atau ion ammonium.(Svehla,
1985). filtrat Kemudian dianalisa menggunakan spektronik 20 pada
panjang gelombang 490 nm. Reaksi yaitu: NH4+ + 2[HgI4]2 + 4OH
HgOHg(NH2)I + 7I + 3H2O
3.2 Prinsip dasar untuk Penentuan P Fosfor dalam bentuk P2O5
diukur secara spektrofotometri visible dari senyawa kompleks
phospovanadomolibdat (berwarna kuning) yang terbentuk hasil reaksi
dari
orthofosfat dengan amonium molibdat dan vanadat. Kemudian
dilakukan pengukuran dengan spektrofotometer sinar tampak pada 466
nm. Reaksinya sebagai berikut (Svehla, 1985) : HPO42- + 3NH4+ +
12MoO42- + 23H+ 3.3 Prinsip dasar untuk Penentuan S Sulfat dapat
ditentukan dengan cara mengendapkannya dengan barium khlorida
(BaCl2) untuk membentuk endapan barium sulfat (BaSO4). Partikel
endapan BaSO4 terlalu kecil untuk disaring sehingga perlu didigest
untuk membentuk kristal yang lebih besar. Proses ini menghasilkan
Ba2+ + SO42kristal yang sukar larut
(http://www.chem-istry.org/materi_kimia/instrumen_analisis/gravimetri/penentuan-sulfat/).
BaSO4(s) (NH4)3[P(Mo3O10)4]+ 12H2O
IV. Metode Penelitian 4.1 Alat dan bahan penelitian 4.1.1
Penentuan N Alat-alat yang digunakan ialah Neraca analitik Labu
Kjedalh 250 mL, seperangkat alat gelas, dan spektrofotometer sinar
tampak. Bahan-bahan yang digunakan ialah asam sulfat (H2SO4) pekat
(densitas1,84) Larutan NaOH 30%, KI, HgCl2, (NH4)2SO4 0,5 ppm; 1
ppm; 1,5 ppm; 2 ppm dan 2,5 ppm, larutan K. Na tartrat, dan garam
campuran (tablet kjedalh).
4.1.2 Penentuan P Alat-alat yang digunakan adalah neraca
analitik 3 desimal, seperangkat alat gelas, pemanas listrik/hot
plate, pengaduk magnet, dan spektrofotometer sinar tampak.
Bahan yang digunakan adalah sampel pupuk SP-36, akuades bebas
CO2, HCl pekat, HNO3 pekat, larutan amonium molibdat 1%, larutan
amonium vanadat 0,5%, dan larutan nasam sitrat 2%. 4.1.3 Penentuan
S dalam SO42Alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik 3
desimal, seperangkat alas gelas, pemanas listrik/hot plate,
pengaduk magnet, oven, dan desikator. Bahan-bahan yang digunakan
adalah sampel pupuk SP-36 HCl pekat, BaCl2 10%, dan aquades. 4.2
Prosedur Penelitian 4.2.1 Persiapan sampel Sampel pupuk SP-36
diperoleh dari 4 lokasi berbeda, yaitu toko pertanian di jalan raya
tegal gondo No.28 Batu, toko pertanian Plenum di jalan raya tegal
pendem no.28 Batu, toko pertanian makmur Sentosa di jalan
Kertanegara No.4 Karangkloso Malang, dan toko pertanian tani remaja
di jalan Diponegoro kecamatan Karangkloso Malang. masing-masing
sebanyak 1 kg. dari masing-masing sampel diambil 500 mg kemudian
dicampur menjadi satu, setelah itu dipisah menjadi 4 kuadran,
diambil kuadran yang bersebelahan dan dicampur lagi. Sampel yang
telah dicampur dibagi lagi menjadi 4 kuadran dan diambil lagi
kuadran yang bersebrangan Bagian ini kemudian digunakan sebagai
sampel karena diasumsikan semua sampel sudah tercampur secara
merata sehingga dapat mewakili pupuk dari setiap lokasi. Pupuk yang
digunakan mempunyai bentuk bulat dengan tekstur permukaan yang
kasar dengan bau yang cukup menyengat dari campuran pospor dan
belerang. Sampel kemudian digerus sampai halus dan diayak dengan
ukuran 100 mesh. Kadar air dari sampel dihitung dan diperoleh hasil
sebesar 1.6 %. Hasil ini sesuai dengan kadar air yang seharusnya
terdapat di dalam pupuk SP-36, yaitu kurang dari 5% (SNI
02-3769-2005).
4.2.2. Penentuan N 4.2.2.1 Larutan NesslerDituang 5 gram KI
dalam akuades ditambah HgCl2 dalam akuades (1:20) hingga
terbentuk endapan merah. Kemudian disaring dengan glass wool,
lalu ditambah 15 gram NaOH pekat dalam 30 mL akuades dan diencerkan
hingga 100 mL, biarkan mengendap.
4.2.2.2 Larutan K.Na TartratPadatan K. Na tartrat 5 gram
dilarutkan dalam 10 mL akuades dan dipanaskan. Setelah dingin
ditambah 0,5 mL pereaksi nessler dan didiamkan selama 2 hari
kemudian disaring.
4.2.2.3 Larutan standar (NH4)2SO4 Ditimbang 0,047143 gr masukan
kedalam erlenmeyer kemudian ditambah 10 mL akuades dimasukan ke
dalam labu ukur 100 mL tanda bataskan. Dibuat larutan standar 1
larutan standar 0,5 ppm, 1 ppm, 1,5 ppm, 2 ppm dan 2,5 ppm dari
larutan stok 100 ppm. Dipipet masing masing 0,5 mL ; 1 mL ; 1,5 mL
; 2 mL dan 2,5 mL kedalam labu ukur 100 mL, kemudian ditambah
akuades hingga tanda batas. Ambil 5 mL larutan, masukan ke dalam
tabung reaksi ditambah 0,5 mL larutan K.Na tartrat kocok, 0,5 mL
larutan Nessler kocok, dan 5 mL akuades kocok biarkan selama + 10
menit. Baca dengan spektronik 20 pada panjang gelombang 490 nm,
catat absorbansinya. Diperoleh absorbansi larutan standar. 4.2.2.4
Prosedur penentuan N Ditimbang contoh 1,004 gr masukan ke dalam
labu kjedalh, kemudian tambahkan 0,25 gr garam campuran (tablet
kjedalh), 10 mL H2SO4 pekat, dan 2 butir batu didih.Dipanaskan pada
alat destruksi sampai warna hijau jernih. Dinginkan selama kurang
lebih 1 jam. Netralkan dengan NaOH 30% atau agak basa sedikit
dengan ditandai endapanDinginkan (rendam) ke air kemudian saring ke
labu 250 mL + akuades sampai tanda batas, kocok. Dipipet 2 mL
larutan dimasukan kedalam labu ukur100mL ditambah akuades sampai
tanda batas Ambil 5 mL larutan, masukan ke dalam tabung reaksi +
0,5 mL larutan K.Na tartrat kocok + 0,5 mL larutan Nessler kocok +
5 mL akuades kocok biarkan selama + 10 menit. Baca dengan
spektronik 20 pada panjang gelombang 490 nm, catat absorbansinya.
Buat larutan standar 0.5 ppm, 1 ppm, 1.5ppm, 2 ppm dan 2.5 ppm sama
seperti cara diatas dengan menggunakan standar (NH4)2SO4 4.2.3
Penentuan P 4.2.3.1 Pembuatan HCl 25 % HCl pekat (37%, Bj = 1,19)
dienncerkan 169 mL dengan akuades bebas CO2 menjadi 250 mL.
4.2.3.2 Pembuatan Larutan blangko Dipipet 50 mL HCl 25% ke dalam
labu ukur 500 mL yang berisi kira-kira 200 mL akuades. Kocok
campuran dan tandabataskan dengan akuades bebas CO2. 4.2.3.3
Pembuatan Larutan Amonium Molibdat 1% dan Amonium vanadat 0,5%
Ditimbang 1 g NH4Mo7O24.4H2O dalam 100 mL akuades. Larutan Amonium
molibdat sebagai pereaksi I. Ditimbang sebanyak 0,5 g NH4VO3,
ditambah 7 ml HNO3 pekat dilarutkan dalam 100 mL akuades bebas CO2.
Larutan amonium vanadat sebagai pereaksi II. Kemudian campurkan
pereaksi I dan pereaksi II. Gunakan dalam keadaan segar, tidak
dapat dipakai lebih dari 1 malam. 4.2.3.4 Larutan standar P dalam
H2O 1. Standar 0 Larutan HCl 25% diambil sebanyak 10 mL dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL yang telah berisi sedikit air
bebas CO2. Air bebas CO2 ditambahkan ke dalam labu ukur hingga
tanda batas lalu dikocok hingga homogen. 2. Standar 500 ppm Larutan
standar induk P 2000 ppm diambil sebanyak 25 mL dan dimasukkan ke
dalam labu ukur 100 mL. Kemudian ditambahkan 10 mL larutan HCl 25%
dan air bebas CO2 hingga 100 mL, lalu dikocok hingga homogen. 3.
Standar 0-500 ppm Larutan standar induk P 500 ppm masing-masing
diambil sebanyak 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 mL. Masing-masing
larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan dengan
larutan standar 0 hingga tanda batas lalu dikocok hingga
homogen
4.2.3.5 Prosedur Penentuan kadar P a. Kadar P2O5 dalam asam
sitrat 2%
Timbang teliti 0,25 g contoh pupuk yang telah dihaluskan ke
dalam gelas kimia 100 mL. Tambahkan 50 mL asam sitrat 2%. Tutup dan
diaduk. Tambahkan akuades hingga tanda batas 100 mL. Kocok hingga
homogen. Pipet 1 mL filtrat, dituang ke dalam tabung reaksi.
Tambahkan masing-masing 9 mL pereaksi campuran I dan II. Ditunggu
10 menit kemudian diukur dengan spektrofotometer sinar tampak pada
panjang gelombang 466 nm dengan absorbansi larutan standar P
sebagai pembanding. b. Penentuan P2O5 larut dalam air Timbang
teliti 0,25 g contoh pupuk yang telah dihaluskan ke dalam gelas
kimia 100 mL. Tambahkan 50 mL akuades. Tutup dan diaduk. Tambahkan
akuades hingga tanda batas 100 mL. Kocok hingga homogen. Pipet 1 mL
filtrat, dituang ke dalam tabung reaksi. Tambahkan masing-masing 9
ml pereaksi campuran I dan II. Ditunggu 10 menit kemudian diukur
dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 466 nm
dengan absorbansi larutan standar P sebagai pembanding. c.
Penentuan P2O5 total Timbang teliti 0,25 g contoh pupuk yang telah
dihaluskan ke dalam gelas kimia 100 mL. Tambahkan 10 mL HCl 25%
menggunakan pipet volume 10 mL. Panaskan pada hot plate sampai
larut sempurna, didihkan selama 5 menit, lalu dinginkan. Setelah
dingin encerkan dengan akuades bebas CO2 hingga tanda batas, tutup
kemudian kocok hingga homogen. Pipet 1 mL filtrat, dituang ke dalam
tabung reaksi. Tambahkan masing-masing 9 ml pereaksi campuran I dan
II. Ditunggu 10 menit kemudian diukur dengan spektrofotometer sinar
tampak pada panjang gelombang 466 nm dengan absorbansi larutan
standar P sebagai pembanding. 4.2.4 Penentuan S 4.2.4.1 Penentuan S
dalam SO42Ditimbang sampel dengan berat 1 g, masukkan kedalam gelas
beker 500 mL. Kemudian tambahkan 200 mL H2O dan 15 mL HCl pekat,
setelah itu dididihkan dan biarkan mendidih selama 10 menit.
Campuran disaring dengan kertas saring bebas abu sambil dicuci
dengan air panas. Filtrate yang terbentuk dipanaskan dalam penangas
dan
ditambahkan 15 mL larutan 10% BaC2 tetes demi tetes sambil
diaduk selama 1 jam. Campuran kemudian didiamkan selama semalam
dalam suhu ruang. Endapan yang terbentuk kemudian disaring dengan
kertas saring bebas abu dan cuci dengan H2O panas dan keringkan
pada suhu 250oC, dan timbang. Cuci lagi dengan H2O panas, keringkan
dan timbang. 4.3 4.3.1 Analisis Data Penentuan Kadar N total
Absorbansi 1 x V lar (liter ) x fp x x 100% Slope Wsampel(mg )
%N =
4.3.2
Penentuan Kadar P2O5 larut dalam asam sitrat = ppm kurva x (mL
ekstrak 1.000 mL-1) x (100 mg contoh-1) x fp x (142/90)xfk = ppm
kurva x 100/1.000 x 100/250 x 142/190 x fk = ppm kurva x 0,04 x
142/190 x fk
Kadar P2O5 asam sitrat 2% (%)
4.3.3
Penentuan Kadar P2O5 larut dalam air = ppm kurva x (mL ekstrak
1.000 mL-1) x (100 mg contoh-1) x fp x (142/90)xfk = ppm kurva x
100/1.000 x 100/250 x 142/190 x fk = ppm kurva x 0,04 x 142/190 x
fk
Kadar P2O5 larut dalam air (%)
4.3.4
Penentuan Kadar P2O5 total
Kadar P2O5-total (%) = ppm kurva x (mL ekstrak 1.000 mL-1) x
(100 mg contoh-1) x fp x (142/90) xfk = ppm kurva x 100/1.000 x
100/250 x 142/90 x fk = ppm kurva x 0,04 x 142/190 x fk Keterangan:
fk fp 142/190 = faktor koreksi kadar air = 100/(100 % kadar air) =
faktor pengenceran = faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5
4.3.5
Penentuan Kadar S total
Penentuan SO42-
Penentuan S total mengguanakan data konversi
S total = gram SO4 x 0.334
BAB V. Pembahasan 5.1 Penentuan Kadar N Pada praktikum ini
bertujuan untuk menentukkan kadar nitrogen total dalam larutan
sampel pupuk SP-36 yang diperoleh dari 4 lokal yang berbeda, sampel
dilakukan preparasi sampel dengan cara dicampur secara rata-rata
yang berbeda masing-masing ditimbang sebesar 0.5 kg dibentuk 4
kuadran, diambil bagian yang berbeda. Dilakukan pengulangan, sampai
didapatkan bagian yang terkecil, kemudian sampel digerus hingga
halus dan disaring menggunakan ukuran saringan 100 mesh. Kadar
nitrogen dalam sampel pupuk SP-36 dianalisis menggunakan metode
spektonik 20 dengan menggunakan reagen nessler. Reagen nessler ini
merupakan reagen yang sering digunakan dalam analisa ammonia
ataupun nitrogen dengan kandungan yang terdapat dalam suatu sampel
dengan nilai treas concentration. Adapun metode Nesller (K2HgI4)
bila bereaksi dengan amoniak dalam larutan basa akan membentuk
disperse koloid yang berwarna kuning kecoklatan. Intesnistasnya
dari warna yang terjadi dari perbandingan lurus dengan konsentrasi
amoniak yang ada dalam contoh. Reaksinya: K2HgI4 (Nessler) +NH3 +
NaOH Hg2O(NH2)I +7NaI+2H2O
Reaksi menghasilkan larutan berwarna kuning coklat . Sehingga
dapat dibaca dengan menggunakan spektonik 20 yang mengikuti hukum
lambert-beer, dimana dalam hal ini tingkat ansorbansi berbanding
lurus dengan konsentrasi, sesuai rumus (Robert, dkk.2000) A= a b c
Kurva kalibrasi pada praktikum ini diukur pada panjang gelombang
490 nm dengan variasi konsentrasi (NH4)2SO4 yaitu 0,5 ppm ; 1 ppm ;
1,5 ppm ; 2 ppm ; 2,5 ppm. Variasi konsentrasi ini dibuat
sedemikian rupa hingga nilai 1 < % T < 100 atau
seluruhnya
sehingga hasil pengukuran absorbansi larutan kompleks bisa
dikatakan valid (Fahrullah dan Sukesi, 2006). Dari kurva kalibrasi
diperoleh persamaan garis y = 0.049 x dengan R2 = 0.946 sehingga
nilai R= 0,946. Nilai koefisien yang diperoleh menunjukkan hasil
yang baik karena mendekati nilai 1. Dengan demikian kurva kalibrasi
ini bisa dijadikan sebagai kurva standar karena sudah memenuhi
syarat 0,9 < R2 < 1. Dimana R2 menunjukkan bahwa antara
absorbansi dan konsentrasi memiliki potensi korelasi yang linier,
dimana semua titik terletak pada satu garis lurus dengan gradient
yang positif. Pada penentuan kadar nitrogen menggunakan pereaksi
nessler sebanyak 0.5 mL yang diukur dengan panjang gelombang 490
nm, dari analisis data konsentrasi amoniak diperoleh dalam satuan
ppm. Dimana nilai tersebut merupakan absorban terhadap perlakuan
sesuai dengan persamaan regresi yang didapat y =0.049 x.
berdasarkan hasil analisis diketahui kadar atau konsentrasi
Nitrogen 1,016 % atau hampir mendekati standar mutu SNI
02-3769-2005, pupuk SP-36 dengan batas minimum yang disarankan 4 %.
5.2 Penentuan Kadar P Penentuan kandungan P pada pupuk SP-36
dianalisis menggunakan metode spektrofotometri sinar tampak.
Kandungan P total dapat dilakukan dengan melarutkan sampel pupuk
yang telah halus dengan HCl 25%. Semua pospor dalam bentuk apapun
larut dalam HCl 25% sehingga dapat ditentukan kandungan P secara
keseluruhan. Selain menentukan P total, ditentukan juga kandungan P
yang larut dalam air dan kandungan P yang larut dalam asam sitrat
2%. Pupuk SP-36 seharusnya memiliki kandungan P sebesar 36%. Pada
penelitian ini diperoleh Kandungan P total, P yang larut dalam air,
dan P yang larut dalam asam sitrat masing-masing sebesar 12,16%,
6,3%, dan 9,91%. Kandungan P total yang diperoleh lebih kecil
daripada standar yang telah ditetapkan oleh SNI (SNI-023769-2005).
Jumlah kandungan P yang larut dalam asam sitrat 2% dengan P yang
larut dalam air sebesar 16,21% lebih besar daripada kandungan P
total, hal ini menunjukkan bahwa ada sebagian P yang larut dalam
air yang juga mampu dalam pelarut asam sitrat 2%. Asam sitrat
digunakan untuk melarutkan karena, asam ini merupakan asam lemah
yang memiliki kemampuan yang sama dengan asam lemah yang ada di
dalam tanah untuk melarutkan fosfor. Jumlah P2O5 yang dapat diserap
oleh tanaman hampir sama dengan jumlah P2O5 yang laurt dalam asam
sitrat. Rumus asam sitrat ialah sebagai berikut :O OH
HO HO O O OH
citric acid
Asam sitrat merupakan golongan asam karboksilat yang bersifat
asam lemah. Unsur fosfor dapat diserap oleh tanaman berbentuk ion
HPO 42- atau ion H2PO4 dan hanya dapat mudah larut dalam asam,
bukan dengan pelarut air. Maka konsentrasi ion pospat dalam tanah
dipengaruhi oleh pH tanah. 5.2 Penentuan Kadar S Sampel pupuk SP-36
diperoleh dari 4 lokasi berbeda masing-masing sebanyak 1 kg. Kadar
air dari sampel dihitung dan diperoleh hasil sebesar 1.6 %. Hasil
ini sesuai dengan kadar air yang seharusnya terdapat di dalam pupuk
SP-36, yaitu kurang dari 5% (SNI 02-3769-2005). Pupuk SP-36 dibuat
dari campuran asam posfat dan asam sulfat yang komponen utamanya
mengandung unsure hara posfor berupa mono kalsium posfat
(Ca(H2PO4)). Oleh karena itu, untuk menentukan sulfur total dalam
sampel harus dicari kadar sulfatnya terlebih dahulu. Kadar sulfat
ditentukan dengan metode gravimetri menurut Official Methods of
Analysis of AOAC. Metode ini dipilih karena kadar belerang (sebagai
S) dalam pupuk SP-36 bersifat makro, yaitu minimal sebesar 5% (SNI
02-3769-2005). Prinsip dari metode gravimetri adalah mengendapkan
sulfat dalam bentuk garamnya. Dalam praktikum ini digunakan larutan
barium klorida (BaCl2) untuk mengendapkan sulfat. Pertama-tama
sampel yang sudah halus dilarutkan ke dalam aquades. Aquades adalah
pelarut yang bersifat universal, artinya biasa digunakan menjadi
pelarut. Awalnya sampel tidak larut sempurna walaupun sudah diaduk,
sampel yang larut menajdikan larutan menjadi keruh, sedangkan
sampel yang tidak larut kembali mengendap pada dasar gelas piala.
Untuk itu ditambahkan asam klorida pekat sebagai reagent agar
sampel lebih cepat larut. Agar proses pemanasan lebih cepat,
larutan sampel dipanaskan pada hotplate. Setelah pemanasan beberapa
saat, semua sampel pada larutan larut secara sempurna. Kecepatan
reaksi akan meningkat sejalan dengan kenaikan temperatur karena
tumbukan lebih sering terjadi diantara molekul-molekul reaktan
untuk kemudian melakukan reaksi, hal inilah yang menyebabkan sampel
cepat larut pada saat pemanasan (Widyastuti, 2007).
Setelah dipastikan sampel larut sempurna, pemansan dihentikan.
Larutan juga bisa dibiarkan mendidih selama 10 menit untuk
memastikan semua sampel larut secara sempurna. Akhir pemanasan
memberikan warna coklat bening pada larutan sampel. Larutan ini
kemudian disaring selagi hangat, karena jika dingin ditakutkan
sampel akan kembali mengendap. Filtrat yang diperoleh dihangatkan
lagi sambil ditambahkan 15 mL BaCl2 10% tetes demi tetes ke dalam
larutan sampel dipenangas air. Selama penambahan BaCl2, larutan
langsung menjadi putih keruh. Semakin banyak penambahan, semakin
keruh larutan tersebut. Setelah didiamkan selama 1 jam, semua
endapan yang terbentuk mengendap didasar gelas piala. Untuk
mendapatkan pengendapan yang maksimal, larutan didiamkan selama 1
malam pada suhu ruang. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan,
diperoleh berat endapan sebesar 0,372 gr dengan persentase sulfat
sebesar 5,1%. Untuk penentuan belerang total (Stot) dilakukan
dengan mengkonversi gram sulfat menjadi gram belerang. Dari hasil
perhitungan diperoleh kadar Stot sebesar 1,7%. Nilai yang didapat
lebih rendah dari hasil yang diharapkan. Berdasarkan hasil
tersebut, dapat ditarik 2 asumsi. Pertama, jika hasil yang didapat
benar berarti pupuk tersebut tidak sesua dengani syarat mutu yang
ditetapkan oleh SNI karena pupuk SP-36 harus mempunyai belerang
total minimal sebanyak 5%. Asumsi kedua, terjadi kesalahan pada
saat proses praktikum berlangsung. Kesalahan pertama terjadi karena
BaSO4 tidak mengendap sempurna, artinya masih ada BaSO4 yang
terlarut sehingga perlu didigest terlebih dahulu untuk menghasilkan
endapan secara maksimal. Kesalahan kedua mungkin terjadi karena
masih banyak ion SO42- yang belum terikat sehingga reagent BaCl2
perlu ditambahkan lebih banyak lagi agar semua ion SO42- membentuk
endapan BaSO4. Selain itu, perlu adanya pengulangan agar diperoleh
hasil yang lebih akurat. BAB VI. Kesimpulan Sampel pupuk yang
digunakan pada penelitian ini pupuk SP-36 . Metode analisa yang
digunakan untuk penentuan nitrogen total dalam pupuk SP-36
menggunakan metode spektrofotometer yaitu spektronik 20 dengan
pereaksi reagen nessler Persentase Nitrogen total, dengan kadar
nitrogen sebesar 1,016%.
Kandungan pospor dalam pupuk SP-36 yang diambil dari 4 lokasi
yang berbeda sebesar 12,16% lebih kecil dari standard yang sudah
ditetapkan. Kandungan Stot yang didapat sebesar 1,7%, nilai ini
lebih rendah dari nilai Stot yang ditetapkan oleh SNI 023769-2005
yaitu minimal sebesar 5%. Kadar air Sp-36 sebesar 6,4%
DAFTAR PUSTAKA AOAC, 1995, AOAC Official Methods of Analysis of
AOAC International, 16th ed, Vol. 1, Chapter 2,2.6.28, Method
980.02, Sulfur in Fertilizers, Gravimetric Method, USA Badan
Standarisasi Nasional Indonesia (BSNI), 1989, SNI 02-2811-2005.:
Pupuk Kalium Sulfat, Jakarta Badan Standarisasi Nasional Indonesia
(BSNI), 1989, SNI 02-2811-2005.: Pupuk SP36, Jakarta Fahrullah dan
Sukesi.2006. Pengaruh Ion Pengganggu Al (III) dan Fe (III) pada
Penentuan Zn (II) Dengan Alizarin Red S (ARS) Secara
Spektrofotometri, Surabaya: FMIPA Insitut Teknologi Sepuluh
November. Page, A.L., Miller R.H., and Keeney D.R. (Eds.). 1982.
Methods of Soil Analysis, Part 2 - Chemical and microbiological
properties, 2nd Edition. American Society of Agronomy, Madison,
Wisconsin. Robert L Pescok, L. Donald Shields, Thomas Cairns and
Ian G Mc Wiliam. 2000. Modern Methodsof Chemical Analysis. New
Yark: John Wiley and Sons. SNI 02-3769-2005. Sudarmadji,
slamet.1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian, Yogyakarta:
Liberty Suriardikarta, A.D., dkk, 2004, Uji Mutu dan Efektivitas
Pupuk Alternatif Anorganik, Balai Penelitian Tanah, Departemen
Pertanian. Svehla, G., 1985, Vogel : Buku Teks Analisis Anorganik
Kualitatif Makro dan Semi Mikro, Edisi ke-5, Penerjemah : L.setiono
dan A.H. Pudjaatmata, Pt. Kalaman Media Pustaka, Jakarta.
Widyastuti, L., 2007, Reaksi Metanolisis Minyak Biji Jarak Pagar
menjadi Metal Ester sebagai Bahan Bakar Pengganti Minyak Diesel
dengan Menggunakan Katalis KOH, skripsi, Universitas Negeri
Semarang, Semarang.
LAMPIRAN A. Penentuan N
Tabel 1. Hasil Pengamatan Larutan Standar
Larutan No Standar (ppm) 1 2 3 4 5 6 0 0.5 1 1.5 2 2.5
mL Larutan (NH4)2SO4 0 0.5 1 1.5 2 2.5
mL mL.P Nessler larutan K.Na tartrat 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5
0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 10 5 5 5 5 5 Kuning coklatan Kuning coklatan
Kuning coklatan Kuning coklatan Kuning coklatan Kuning coklatan 0
0.04 0.06 0.08 0.09 0.12 mL H2O Warna larutan Absorbansi
Tabel 2. Hasil Pengamatan Larutan Sampel Pupuk SP-36 No mL
Larutan 1 Sampel SP-36 5 mL.P Nessler 0.5 mL larutan K.Na tartrat
0.5 mL H2O 5 Warna larutan Kuning coklatan Absorbansi 0.1
A.1
Reaksi-reaksi CO2 + SO2 + (NH4)2SO4 + H2O NH3(g) + 2H2O + Na2SO4
Na2SO4 + 2 NH4OH 2NH3 + 2H2O Hg2O(NH2)I +7NaI+2H2O (NH4)2SO4 + 2
NaOH (NH4)SO4 + NaOH 2NH4OH K2HgI4 (Nessler) +NH3 + NaOH
Bahan organik (pupuk Sp-36) + H2SO4
A.2 No 1 2 3
Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Standar (ppm) (y) 0 0.5 1
Absorbansi (x) 0 0.04 0.06
4 5 6
1.5 2 2.5
0.08 0.09 0.12
A.3 No 1 2
Data Sampel Pupuk SP-36 Sampel Pengulangan I Blanko Absorbansi
0,1 0,000
A.4 Perhitungan A.4.1 Perhitungan Larutan Standar Pembuatan
larutan standar (NH4)2SO4 (0,5 mg/L) V1 . M1 = V2 . M2 V1.100 =100
mL x 0,5 mg/L V1 =50/100=0,5 mL V1 = 0.5 mL Untuk membuat larutan
standar (NH4)2SO4 (0.5 mg/L), dipipet sebanyak 0,5 mL larutan stok
NH4)2SO4 100 mg/L dan diencerkan dalam labu ukur 100 mL dengan
akuades sampai tanda batas. Pembuatan larutan standar (NH4)2SO4 (1
mg/L) V1 . M1 = V2 . M2 V1.100 =100 mL x 1 mg/L V1 =100/100=1 mL V1
= 1 mL Untuk membuat larutan standar (NH4)2SO4 (1 mg/L), dipipet
sebanyak 1 mL larutan stok NH4)2SO4 100 mg/L dan diencerkan dalam
labu ukur 100 mL dengan akuades sampai
tanda batas. Pembuatan larutan standar (NH4)2SO4 (1,5 mg/L) V1 .
M1 = V2 . M2 V1.100 =100 mL x 1,5 mg/L V1 =150/100=1,5 mL V1 = 1,5
mL Untuk membuat larutan standar (NH4)2SO4 (1,5 mg/L), dipipet
sebanyak 1,5 mL larutan stok (NH4)2SO4 100 mg/L dan diencerkan
dalam labu ukur 100 mL dengan akuades sampai tanda batas. Pembuatan
larutan standar (NH4)2SO4 (2 mg/L) V1 . M1 = V2 . M2 V1.100 =100 mL
x 2 mg/L V1 =200/100=2 mL V1 = mL Untuk membuat larutan standar
(NH4)2SO4 (2 mg/L), dipipet sebanyak 2 mL larutan stok (NH4)2SO4
100 mg/L dan diencerkan dalam labu ukur 100 mL dengan akuades
sampai tanda batas. Pembuatan larutan standar (NH4)2SO4 (2,5 mg/L)
V1 . M1 = V2 . M2 V1.100 =100 mL x 2,5 mg/L V1 =250/100=2,5 mL V1 =
2,5 mL Untuk membuat larutan standar (NH4)2SO4 (2.5 mg/L), dipipet
sebanyak 2.5 mL larutan stok (NH4)2SO4 100 mg/L dan diencerkan
dalam labu ukur 100 mL dengan akuades sampai tanda batas.
Penimbangan Sampel Pengulangan 1 Wgelas arloji = 13,121 Wtotal =
14,125 Wtotal = Wgelas arloji + Wsampel Wsampel = Wtotal Wgelas
arloji =14,125-14,125
= 1,004 Perhitungan %N Rumus Y = ax a = slope %N = Absorbansi 1
x V lar (liter ) x fp x x 100% Slope Wsampel(mg )
A.2 Perhitungan %N pada Sampel Pupuk2
Dari kurva standar diperoleh persamaan y = 0,049, dengan nilai
regresi R = 0,946
Pengulangan %N = 0,1 100 1 x100 mL x 10 3 L x x x 100% 0,049 2
1,004 x 1000 mg 1 = 2.0408 x 0,1L x 50 x x100% 1004mg = 1,016%
Pembuatan larutan standar Penimbanganberat N 100 ppm = 0.1L
Berat N = 100 ppm x 0,1 L = 10 mg = 0,01 gr W (NH 4)2
SO 4 =
BM (NH4) 2 SO 4 x0.01 gr A N r
66.031 x0.01 gr A N r = 0.047143 gr W=
B.
Penentuan P B.1 Pembuatan Kurva Baku Konsentrasi Standar P 0 50
100 200 300 400 500 Absorbansi 0 0,16 0,23 0,34 0,58 0,7 0,83
B.2
Perhitungan Kadar P A1 0,45 0,32 0,20 A2 0,36 0,31 0,19 A3 0,32
0,29 0,20 Arata-rata 0,38 0,31 0,197
Larutan Sampel P total P larut dalam as.sitrat 2% P larut dalam
air
B.2.1 Penentuan Kadar P2O5 larut dalam asam sitrat Kadar P2O5
asam sitrat 2% (%) = ppm kurva x (mL ekstrak 1.000 mL-1) x (100 mg
contoh-1) x fp x (142/90)xfk = ppm kurva x 100/1.000 x 100/250 x
142/190 x fk = ppm kurva x 0,04 x 142/190 x fk = 310 x 0,04 x
142/190 x 1,02% = 9,91% B.2.2 Penentuan Kadar P2O5 larut dalam air
Kadar P2O5 larut dalam air (%) = ppm kurva x (mL ekstrak 1.000
mL-1) x (100 mg contoh-1) x fp x (142/90)xfk = ppm kurva x
100/1.000 x 100/250 x 142/190 x fk = ppm kurva x 0,04 x 142/190 x
fk = 197 x 0,04 x 142/190 x 1,02% = 6,3%B.2.3 Penentuan Kadar P2O5
total
Kadar P2O5-total (%) = ppm kurva x (mL ekstrak 1.000 mL-1) x
(100 mg contoh-1) x fp x (142/90) xfk = ppm kurva x 100/1.000 x
100/250 x 142/190 x fk = ppm kurva x 0,04 x 142/190 x fk = 380 x
0,04 x 142/190 x 1,02% = 12,16% C. Penentuan S C. 1 Faktor konversi
hara Dari NO3 NH3 P2O5 KCl K2SO4 SO2 SO4 Kalikan dengan 0,226 0,777
0,436 0,830 0,449 0,500 0,334 Untuk dapat N N P K K S S
Sumber : Balai Penelitian Tanah, (2001)
C.2 Reaksi-reaksi BaCl2(s) + H2O BaCl2(aq) + SO42C.3 Perhitungan
Penentuan sulfat Berat endapan = 0,372 gram Berat sampel = 1,001
gram BaCl2(aq) BaSO4(s)
-
Penentuan belerang total (Stot) Belerang total diperoleh dengan
mengkonversi gram sulfat. Rumusnya :
D. Penentuan Kadar Air Sampel pupuk SP-36 yang telah halus
ditimbang dengan massa 0,5 gram, kemudian dikeringkan pada
temperatur 105 oC diperoleh massa akhir 0,468 gram. Kadar air dalam
sampel pupuk SP-36 dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Kadar air(%)
= ((0,5 0,468) g / 0,5 g) x 100% = 6,4%