LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING III BLOK NEUROLOGY AND SPECIFIC SENSE SYSTEM (NSS) “Punggungku cenat cenut…” Tutor: dr. Evy Sulistyoningrum, M.Sc Oleh: Kelompok 1 Dandhy Dharma S. P. G1A010016 Nur Fitri Margaretna G1A010017 Ning Maunah G1A010031 Angkat Prasetya A.N G1A010038 Dasep Padilah G1A010062 Eviyanti Ratna Suminar G1A010063 Lina Sunayya G1A010075 Rona Lintang Harini G1A010094 Hesti Putri Anggraeni G1A010099 Yanuary Tejo Buntolo G1A009062 Tribuana Yogaswara G1A008102
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING III
BLOK NEUROLOGY AND SPECIFIC SENSE SYSTEM (NSS)
“Punggungku cenat cenut…”
Tutor: dr. Evy Sulistyoningrum, M.Sc
Oleh:
Kelompok 1
Dandhy Dharma S. P. G1A010016
Nur Fitri Margaretna G1A010017
Ning Maunah G1A010031
Angkat Prasetya A.N G1A010038
Dasep Padilah G1A010062
Eviyanti Ratna Suminar G1A010063
Lina Sunayya G1A010075
Rona Lintang Harini G1A010094
Hesti Putri Anggraeni G1A010099
Yanuary Tejo Buntolo G1A009062
Tribuana Yogaswara G1A008102
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2013
BAB IPENDAHULUAN
Proses belajar memiliki berbagai metode pembelajaran dalam rangka
mencapai sasaran belajar dan kompetensi yang diharapkan untuk mahasiswa yang
bersangkutan. Salah satu metode pembelajaran tersebut adalah dengan metode
Problem Based Learning, yakni suatu metode belajar dengan model diskusi
pembelajaran bersama terhadap skenario kasus tertentu yang menuntut mahasiswa
berperan aktif secara individu. Tujuan dari pbl ini yaitu :
a. Mengembangkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan dari
skenario masalah yang berisi patient problem.
b. Melatih kemampuan generic learning skills, dan memahami serta
menghubungkan basic sciences dengan clinical sciences.
c. Meningkatkan penguasaan soft skills yang meliputi kepemimpinan,
profesionalisme, ketrampilan komunikasi, kemampuan untuk bekerja sama dan
bekerja dalam tim, ketrampilan untuk berpikir secara kritis,serta kemampuan
untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
d. Melatih karakter student centred learning,self directed learning dan adult
learning.
Dalam memahami dan mendalami permasalahan yang telah tersedia melalui
penerapan seven jumps, yaitu:
1. Klarifikasi istilah
2. Batasan masalah
3. Analisa masalah
4. Pembahasan masalah
5. Kesimpulan
Pada kasus PBL (Problem Based Learning) ketiga blok NSS ini, kami
membahas mengenai Hernia Nukleus Pulposus. Pada pembahasan kali ini, kami
harus benar-benar memahami mulai dari struktur vertebrae, diskus
intervertebralis, nervus spinalis, dan sifat-sifat nyeri yang terjadi di punggung
bawah sehingga kami dapat mengetahui penyebab terjadinya penyakit ini, faktor
dan slipped disc yang semuanya itu adalah suatu keadaan dimana
annulus fibrosus beserta nucleus pulposusnya menonjol ke dalam
kanalis spinalis(Widhiana, 2002).
b. Etiologi
Hernia nukleus pulposus dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut :
1) Degenerasi diskus intervertebralis
2) Trauma minor pada pasien tua dengan degenerasi
3) Trauma berat atau terjatuh
4) Mengangkat atau menarik benda berat
c. Faktor Risiko
Faktor Risiko HNP ada yang dapat diubah dan ada yang tidak
dapat diubah, yaitu (Yulvitrawasih, 2011):
1) Faktor risiko yang tidak dapat diubah
a) Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi.
b) Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita.
c) Riwayat cidera punggung atau HNP sebelumnya.
2) Faktor risiko yang dapat diubah
a) Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama,
mengangkat atau menarik barang-barang serta, sering
membungkuk atau gerakan memutar pada punggung,
latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan
seperti supir.
b) Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak
berlatih, latihan yang berat dalam jangka waktu yang lama.
c) Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu
kemampuan diskus untuk menyerap nutrien yang
diperlukan dari dalam darah.
d) Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah
perut dapat menyebabkan strain pada punggung bawah.
e) Batuk lama dan berulang.
Selain itu juga terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi
antara lain (Yulvitrawasih, 2011):
1) Beban yang diperkenankan, jarak angkut dan intensitas
pembebanan.
2) Kondisi lingkungan kerja yaitu licin, kasar, naik atau turun.
3) Keterampilan pekerja.
4) Peralatan kerja beserta keamanannya.
d. Pathogenesis
Patogenesis HNP (Risbud, et al, 2010)
trauma, degeneratif
anulus fibrosus tergesek
cedera nukelus pulposus
nukleus pulposus merembes
membentuk tonjolan (protusio)
keluar dari diskus intervetrebalis
ke belakang lateral
mengencet canalis spinalis
menjepit radiks spinalis
e. Patofisiologi
Menjelang usia 30, mulailah terjadi perubahan-perubahan pada
annulus fibrosus dan nukleus pulposus. Pada beberapa tempat, serat-
serat fibroelastik terputus dan sebagian rusak diganti oleh jaringan
kolagen. Proses ini berlangsung terus menerus sehingga dalam
annulus fibrosus terbentuk rongga-rongga. Nukleus pulposus akan
melakukan infiltrasi ke dalam rongga-rongga tersebut dan juga
mengalami perubahan berupa penyusutan kadar air. Jadi terciptalah
suatu keadaan dimana disatu pihak volume materi nukleus pulposus
berkurang dan dipihak lain volume rongga antar vertebra bertambah
sehingga terjadilah penurunan tekanan intradiskal (Widhiana, 2002).
Sebagai kelanjutan dari proses tersebut, maka terjadilah
beberapa hal :
a. Penurunan tekanan intradiskal menyebabkan vertebra saling
mendekat. Hal ini mengakibatkan lepasnya ligamentum
longitudinale posterior dan anterior dari perlekatannya dan
bagian yang terlepas akan berlipat. Lipatan akan mengalami
fibrosis dan disusul kalsifikasi sehingga akan terbentuk osteofit.
b. Pendekatan 2 korpus vertebra akan mengakibatkan pendekatan
kapsul sendi artikulasio posterior sehingga timbul iritasi
synovial.
c. Materi nukleus pulposus yang mengisi rongga-rongga dalam
annulus fibrosus makin mendekati lapisan luar dan akhirnya
lapisan paling luar. Bila suatu ketika terjadi tekanan intradiskal
yang tiba-tiba meningkat, tekanan ini akan mampu mendorong
nukleus pulposus keluar. Hal ini merupakan awal terjadinya
HNP lumbal.
Herniasi umumnya terjadi pada 1 sisi dan jarang bersamaan
pada kedua sisi.Pada umumnya HNP lumbal terjadi akibat cedera
fleksi walaupun penderita tidak menyadari adanya trauma
sebelumnya.Trauma yang terjadi dapat berupa trauma tunggal yang
berat maupun akumulasi dari trauma ringan yang berulang. Berat
beban maksimal yang ditanggung oleh daerah lumbal adalah 11,3 kg
dan jarak minimal 25 inci. Pengulangan mengangkat beban lebih dari
25 kali sehari cenderung 3 kali lebih sering menimbulkan HNP.
Batuk, bersin dan mengejan akan menyebabkan kontraksi oto
rangka. Kontraksi ini akan menyebabkan tekanan intra abdominal dan
tekanan intra torakal meningkat yang berakibat terjadi pendesakan
pada pembuluh darah seluruh tubuh. Pemindahan sejumlah darah dari
perifer ke jantung dan paru akan menyebabkan curah jantung
meningkat 5-6 kali sehingga tekanan arteri akan meningkat sebesar
20-60%.
Venous return yang terganggu ini menyebabkan resorbsi cairan
serebro spinalis ke dalam aliran darah terhambat sehingga
mengakibatkan kenaikan tekanan CSS dengan agak cepat.
Peningkatan tekanan CSS ini akan diteruskan ke rongga
leptomeningeal spinal. Oleh karena pada HNP terjadi penonjolan
annulus ke dalam kanalis spinalis yang menekan radiks spinalis maka
batuk, bersin, dan mengejan dapat memprovokasi timbulnya nyeri
radikuler (Widhiana, 2002).
Mekanisme Nyeri
Gambar 2.8 Traktus Spinothalamicus (Pearson, 2011)
Nyeri merupakan sensasi tidak nyaman yang bersifat subjektif
pada seseorang sebagai mekanisme protektif untuk mencegah
komplikasi dari benda asing yang bersifat subjektif. Nyeri merupakan
peristiwa yang terjadi akibat sensor nyeri yang berasal dari
propioreseptor dan mekanoreseptor yang kemudian dihantarkan
melalui traktus menuju area pusat kesadaran: thalamus. Reseptor nyeri
menghantarkan impuls ke radiks ganglion posterior yang berperan
sebagai 1st order neuron, kemudian dihantarkan ke medulla oblongata
melalui medulla spinallis menuju 2nd order neuron do batang otak.
Impuls tersebut dihantarkan menuju nuclei intralaminar di thalamus
sebagai 3rd order neuron, lalu nyeri di persepsikan di capsula interna
gyrus post- sentral (Baehr dan Frotscher, 2012).
f. Penegakan diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis HNP lumbal, selain anamnesis
juga pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang.
1. Data anamnesis
a) “Low back pain” (sakit pinggang bawah) selalu emndahului
iskialgia
b) Kegiatan yang menimbulkan peninggian tekanan di dalam
ruang araknoid seperti batuk, bersin, dan mengejan
memprovokasi terasanya iskialgia
c) Faktor trauma hampir selamanya dapat ditemukan
2. Pemeriksaan Fisik
a) InspeksiGerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan
gerakan mana yang membuat nyeri dan juga bentuk
kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya
skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal
dapat disebabkan oleh spasme otot paravertebral.
Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah. Fleksi
kedepan secara khas akan menyebabkan nyeri pada tungkai
bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang
terinflamasi diatas suatu diskus protusio sehingga
meninggikan tekanan pada saraf spinal tersebut dengan
jalan meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di
sebelahnya (jackhammer effect). Lokasi dari HNP biasanya
dapat ditentukan bila pasien disuruh membungkuk ke depan
ke lateral kanan dan kiri.Fleksi ke depan, ke suatu sisi atau
ke lateral yang meyebabkan nyeri pada tungkai yang
ipsilateral menandakan adanya HNP pada sisi yang sama.
b) PalpasiAdanya nyeri/tenderness pada kulit bisa menunjukkan
adanya kemungkinan suatu keadaan psikologis di
bawahnya. Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen
yang menyebabkan nyeri dengan menekan pada ruangan
intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke kanan
ke kiri prosesus spinosus sambil melihat respons pasien.
Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya
ketidak- rataan (step-off) pada palpasi di tempat/level yang
terkena. Penekanan dengan jari jempol pada prosesus
spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada
vertebra. Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada
kelainan neurologis. Harus dicari pula refleks patologis
seperti babinski, terutama bila ada hiperefleksia yang
menunjukkan adanya suatu gangguan UMN. Dari
pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan
yang berupa UMN atau LMN. Pemeriksaan sensorik
pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena
membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang
keliru, tapi tetap penting arti diagnostiknya dalam
membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai
dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna
dalam menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris.
c) Tanda-tanda perangsangan meningeal :
Tanda Laseque menunjukkan adanya ketegangan
pada saraf spinal khususnya L5 atau S1.Secara klinis tanda
Laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut terlebih dahulu,
lalu di panggul sampai 900 lalu dengan perlahan-lahan dan
graduil dilakukan ekstensi lutut dan gerakan ini akan
menghasilkan nyeri pada tungkai pasien terutama di betis
dan nyeri akan berkurang bila lutut dalam keadaan fleksi.
Terdapat modifikasi tes ini dengan mengangkat tungkai
dengan lutut dalam keadaan ekstensi (stright leg rising).
Modifikasi-modifikasi tanda laseque yang lain semua
dianggap positif bila menyebabkan suatu nyeri radikuler.
Cara laseque yang menimbulkan nyeri pada tungkai kontra
lateral merupakan tanda kemungkinan herniasi diskus. Pada
tanda laseque, makin kecil sudut yang dibuat untuk
menimbulkan nyeri makin besar kemungkinan kompresi
radiks sebagai penyebabnya. Demikian juga dengan tanda
laseque kontralateral. Tanda Laseque adalah tanda pre-
operatif yang terbaik untuk suatu HNP, yang terlihat pada
96,8% dari 2157 pasien yang secara operatif terbukti
menderita HNP dan pada hernia yang besar dan lengkap
tanda ini malahan positif pada 96,8% pasien. Harus
diketahui bahwa tanda Laseque berhubungan dengan usia
dan tidak begitu sering dijumpai pada penderita yang tua
dibandingkan dengan yang muda (<30 tahun).
Tanda Laseque kontralateral(contralateral Laseque
sign) dilakukan dengan cara yang sama, namun bila tungkai
yang tidak nyeri diangkat akan menimbulkan suatu respons
yang positif pada tungkai kontralateral yang sakit dan
menunjukkan adanya suatu HNP.
Tes valsava pasien diminta mengejan/batuk dan
dikatakan tes positif bila timbul nyeri
3. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologis
1) Foto polos vertebra
Sebaiknya dilakukan dari 3 sudut pandang yaitu AP,
lateral, dan oblique. Informasi yang diperoleh dari
pemeriksaan ini adalah :
a. Adanya penyempitan ruang intervertebralis dapat
mengindikasikan adanya HNP
b. Pada HNP dapat juga dilihat scoliosis vertebra kesisi
yang sehat dan berkurangnya lordosis lumbalis
c. Dapat menyingkirkan kemungkinan kelainan
patologis lainnya seperti proses metastasis, fraktur
kompresi.
2) Mielografi
Mielografi adalah suatu pemeriksaan radiologis
dengan tujuan melihat struktur kanalis spinalis dengan
memakai kontras. Bahan kontras dibagai atas kontras
negatif yaitu udara, namun sudah tidak digunakan lagi
dan kontras positif yang larut dalam air (missal : Dimer-
X, Amipaque, Conray 280) dan yang larut dalam
minyak (misal : Pantopaque).
Gambaran yang khas pada HNP adalah terlihat
adanya indentasi pada kolom zat kontras di diskus yang
mengalami herniasi.
3) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan alat pemeriksaan diagnostic yang
dapat menghasilkan rekaman gambar potongan tubuh
atau organ manusia dengan menggunakan medan
magent berkekuatan antara 0,064-1,5 dan efek resonansi
yang timbul akibat getaran gelombang radio frekuensi
terhadap inti atom hydrogen. Melalui kecanggihan
computer, signal yang diterima dari getaran resonansi
diolah menjadi rekaman gambar penampang tubuh yang
kemudian dicetak pada selembar film.
Pada MRI, dapat terlihat gambaran bulging diskus
(annulus intak), herniasi diskus (annulus robek) dan
dapat mendeteksi dengan baik adanya kompresi akar-
akar saraf atau medulla spinalis oleh fragmen diskus
(Widhiana, 2002).
g. Diagnosis Banding
1) Neuropati diabetika
2) Tumor daerah lumbal
3) Fraktur vertebra lumbalis
4) Spondilosis lumbalis
5) Proses inflamasi tulang belakang di sekitar L5, S1 dan S2
misalnya artritis sakroiliaka (Widhiana, 2002).
h. Penatalaksanaan
1) Konservatif bila tidak dijumpai defisit neurologik :
a) Tidur selama 1 – 2 jam diatas kasur yang keras
b) Exercise digunakan untuk mengurangi tekanan atau
kompresi saraf
c) Terapi obat-obatan : muscle relaxant, nonsteroid, anti
inflamasi drug dan analgetik.
d) Terapi panas dingin.
e) Imobilisasi atau brancing, dengan menggunakan
lumbosacral brace atau korset.
f) Terapi diet untuk mengurangi BB
g) Traksi lumbal
2) Pembedahan
Laminectomy hanya dilakukan pada penderita yang
mengalami nyeri menetap dan tidak dapat diatasi, terjadi gejala
pada kedua sisi tubuh dan adanya gangguan neurology utama
seperti inkontinensia usus dan kandung kemih serta foot droop.
Laminectomy adalah suatu tindakan pembedahan atau
pengeluaran atau pemotongan lamina tulang belakang dan
biasanya dilakukan untuk memperbaiki luka pada spinal.
i. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul dari hernia nukleus pulposus
adalah atrofi otot-otot ekstremitas inferior.Otot-otot yang mengalami
atrofi tergantung dari radix saraf yang mengalami lesi.Lesi pada
radix saraf L4 menyebabkan atrofi pada m.quadriceps femoris, lesi
pada radix saraf S1 menyebabkan atrofi pada m.gastroknemius dan
m.soleus. Atrofi yang tidak mendaptkan rehabilitasi akan
menyebabkan kelumpuhan ekstremitas inferior (Sufitni, 1996).
j. Prognosis
Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan
terapi konservatif, sebagian kecil akan berkembang menjadi kronik
meskipun telah diterapi. Pada pasien dioperasi, 90% akan membaik
terutama nyeri tungkai, tetapi kemungkinan terjadinya kekambuhan
adalah 5% dan bisa pada diskus yang sama atau berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Baehr dan Frotscher. 2012. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Jakarta : EGC
Dewanto, George. Suwono, Wita J. Riyanto, Budi. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.
Harsono, DSS. 2005. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Mansjoer, Arief, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Penerbit FK UI.
Mardjono M, Sidharta P. 2008. Neurologi klinis dasar.Edisi 5. Jakarta: Dian Rakyat.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika
Risbud, Makarand V., Ernestina Schipani, Irving M. Shapiro. 2010. Hypoxic Regulation of Nucleus Pulosus Cell Survival. From Niche to Notch. The American Journal of Pathology, vol. 176 (4) : 1577-1583.
Sherwood, Lauralee. 2001.Fisiologi manusia: dari sel ke system. Jakarta:EGC
Sidharta, Priguna. 2009. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Jakarta : Dian Rakyat.
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC.
Widhiana, D. N. 2002. Sensitivitas dan Spesifisitas Tes Provokasi Batuk, Bersin, dan Mengejan Dalam Mendiagnosis Hernia Nukleus Pulposus Lumbal. Semarang: Fakultas Kedoketran Universitas Diponegoro
Yulvitrawasih. 2011. Hindari HNP. available at http://rumah-sakit-islam-cempaka-putih-Index2.php.htm. diakses tanggal 18 Maret 2013