LAPORAN PRAKTIKUM TINGKAH LAKU IKAN OLEH : NAMA : M. IMRON RIZA KURNIAWAN NIM : 155080200111040 KELOMPOK : 06 KELAS : P03 PROGAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017
66
Embed
LAPORAN PRAKTIKUM TINGKAH LAKU IKAN OLEH : NAMA : … · telah berperan dalam penyusunan laporan praktikum ini. ... 2.1.1 Klasifikasi dan morfologi ikan ... 4.3.5 Analisa Hasil Tingkat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PRAKTIKUM
TINGKAH LAKU IKAN
OLEH :
NAMA : M. IMRON RIZA KURNIAWAN
NIM : 155080200111040
KELOMPOK : 06
KELAS : P03
PROGAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
LAPORAN PRAKTIKUM
TINGKAH LAKU IKAN
OLEH :
NAMA : M. IMRON RIZA KURNIAWAN
NIM : 155080200111040
KELOMPOK : 06
KELAS : P03
NAMA ASISTEN : ALYSSA NAIMATURRAHMA
PROGAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM TINGKAH LAKU IKAN
Sebagai salah satu syarat untuk LULUS
mata kuliah Tingkah Laku Ikan
Di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
2017
Disusun Oleh :
Nama : M. IMRON RIZA KURNIAWAN
NIM : 155080200111040
Kelas : P03
Progam Studi : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Malang, 06 Mei 2017
Mengetahui, Menyetujui,
Koordinator Asisten Asisten Pendamping
Tingkah Laku Ikan
PUTRA FIRDAUS ALYSSA NAIMATURRAHMA
NIM. 145080200111001 NIM. 145080200111040
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya sehingga penyusun berhasil menyelesaikan laporan
praktikum ini dengan tepat waktu.
Laporan praktikum ini membahas tentang materi praktikum matakuliah
Tingkah Laku Ikan yang dilaksanakan di kawasan Sendang Biru, kabupaten
Malang Selatan. Dalam laopran ini, penyusun juga memaparkan hasil data-data
selama praktikum berlangsung dengan membandingkan hasil pada literatur-
literatur yang sesuai dengan data yang diperoleh dalam praktikum Tingkah Laku
Ikan.
Penyusun menyadari bahwa laporan praktikum ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan laporan praktikum ini.
Akhir kata, penyusun sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan dalam penyusunan laporan praktikum ini. Semoga dari laporan ini,
kita bisa menambah wawasan tentang Tingkah laku Ikan dan lebih bisa
memperdalam lagi ilmu yang diberikan oleh para Dosen kepada kita semua
sehingga kita bisa mengaplikasikanya dalam dunia pendidikan dan bisa
bermanfaat untuk orang lain.
Malang, 5 Mei 2017
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. v
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan ...................................................................................................... 2
1.4 Kegunaan Praktikum ................................................................................ 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3
2.1 Identifikasi dan Morfologi .......................................................................... 3
2.1.1 Klasifikasi dan morfologi ikan ....................................................................... 3
2.1.2 Habitat ikan .................................................................................................... 7
2.1.3 Ciri khusus ikan .............................................................................................. 9
2.2 Hubungan Panjang Berat ..................................................................... 11
4.2.1 Analisa Prosedur Identifikasi dan Morfologi Ikan .................................... 36
4.2.2 Analisa Prosedur Length Frequency ......................................................... 36
4.2.3 Analisa Prosedur Hubungan Panjang dan Berat..................................... 37
4.2.4 Analisa Prosedur Food and Feeding Habbit ............................................ 37
4.2.5 Analisa Prosedur TKG dan IKG ................................................................. 38
4.3 Analisa Hasil ......................................................................................... 39
4.3.1 Analisa Hasil Klasifikasi Morfologi Ikan .................................................... 39
4.3.2 Analisa Hasil Length Frequency ................................................................ 42
4.3.3 Analisa Hubungan Panjang dan Berat ...................................................... 43
4.3.4 Analisa Hasil Food and Feeding Habbit ................................................... 44
4.3.5 Analisa Hasil Tingkat Kematangan Gonad dan Indeks Kematangan Gonad ............................................................................................................ 45
4.3.6 Manfaat Klasifikasi dan Morfologi dibidang TLI ....................................... 48
4.3.7 Manfaat Length Frequency dibidang TLI .................................................. 48
4.3.8 Manfaat Hubungan Panjang dan Berat dibidangTLI ............................... 48
4.3.9 Manfaat Food and Feeding Habbit dibidang TLI ..................................... 49
Gambar 1. Ikan Tuna (Thunus sp). ...................................................................... 3 Gambar 2. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis). ............................................... 4 Gambar 3. Ikan Salem (Scomber japonicas). ....................................................... 5 Gambar 4. Ikan Layang (Decapterus spp.). ......................................................... 6 Gambar 5. Grafik length Frequency ................................................................... 42 Gambar 6. Grafik Hubungan Panjang dan Berat ................................................ 43
v
DAFTAR TABEL
Table 1. Hubungan Bentuk Tubuh dan Tipe Ekor Terhadap Tipe Renang Ikan . 23 Table 2. Hubungan Tipe Sirip Terhadap Tipe Renang Ikan ............................... 24 Table 3. Hubungan Warna Tubuh Terhadap Jenis Ikan Terhadap Habitatnya ... 25 Table 4. Analisa Length frequency ..................................................................... 26 Table 5. Analisa Hubungan Panjang dan Berat ................................................. 28 Table 6. Hubungan Bentuk Mulut dan Isi Lambung Terhadap FFH .................... 32 Table 7. Hubungn Bentuk Gigi Dan Alat Tangkap Yang Digunakan Terhadap
FFH ...................................................................................................... 33 Table 8. Tingkat Kematangan Gonad Terhadap Spawning Migration ................ 34 Table 9. Indeks Kematangan Gonad Terhadap Spawning Migration.................. 35
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mngetahui tingkah laku ikan adalah hal yang bersifat mendasar bagi
seseorang atau peneliti yang tertarik dalam ilmu yang berhubungan dengan dunia
perikanan. Tingkah laku ikan dalam ilmu perikanan sangat bermanfaat sekali
khususnya untuk kegiatan penangkapan ikan. Dalam melakukan operasi
penangkapan pasti suatu nelayan harus mengetahui tingkah laku dari ikan target.
Hal ini dikarenakan pengetahuan ini akan menunjang keberhasilan operasi
penangkapan. Suatu contoh dalam penangkapan ikan salem yang merupakan
ikan pelagis digunakan alat tangkap purse seine, hal ini dikarenakan alat tangkap
ini mampu menangkap ikan salem yang bersifat sering bergerombol dan
meengatasi arah renang ikan salem yang menuju arah vertical ketika ada bahaya
dengan kecepatan pengerutannya serta arah renang ikan secara horizontal
dengan kecepatan meligkari gerombolan ikan aleem tersebut.
Menurut Bustari (2007), mengetahui tingkah laku ikan yang hendak
ditangkap merupakan hal yang penting dalam hubungannya dengan
meningkatkan hasil tangkapan. Tingkah laku renang ikan yang menunjang bidang
penangkapan antara lain adalah distribusi dan ruaya ikan, tingkah laku
berkelompok (schooling behaviour), keragaman renang, kebiasaan makan, pola
menyelamatkan diri, serta berbagai pola tingkah laku lainnya yang memungkinkan
ikan dapat tertangkap maupun meloloskan diri dari suatu alat tangkap. Selain itu
pengetahuan tentang tingkah laku ikan juga sebagai bahan pertimbangan penting
dalam pengelolaan sumberdaya perairan.
Tingkat kematangan gonad adalah tahap-tahap tertentu perkembangan
gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Penentuan tingkat kematangan gonad
antara lain dengan mengamati perkembangan gonad. Dalam proses reproduksi,
perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari proses
produksi ikan sebelum pemijahan. Selama itu, sebagian besar hasil metabolisme
tertuju pada perkembangan gonad. Berat gonad akan maksimal pada waktu ikan
akan memijah, kemudian akan menurun secara cepat dengan berlangsungnya
musim pemijahan hingga selesai (Rizal, 2009).
2
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengidentifikasi secara morfologi dan morfometri beserta
hubungannya terhadap tingkah laku ikan melalui metode observasi?
2. Bagaimana hubungan panjang dan berat ikan melalui distibusi normal?
3. Bagaimana hubungan Food and Feeding Habit (FFH) dan Tingkat
Kematangan Gonad (TKG) terhadap tingkah laku ikan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi secara morfologi dan morfometri
beserta hubungannya terhadap tingkah laku ikan melalui metode observasi.
2. Untuk mengetahui hubungan panjang dan berat ikan melalui distibusi
normal.
3. Untuk mengetahui hubungan Food and Feeding Habit (FFH) dan Tingkat
Kematangan Gonad (TKG) terhadap tingkah laku ikan.
1.4 Kegunaan Praktikum
Mahasiswa yang mengikuti praktikkum Tingkah Laku Ikan dapat mengetahui
secara langsung cara mengidentifikasi morfologi dan morfometri ikan. Mahasiswa
juga dapat melakukan analisis hubungan panjang dan berat ikan melalui distribusi
normal serta mengetahui FFH dan tingkat kematangan gonad ikan sampel yang
dipakai sebagai objek praktikum Tingkah Laku Ikan.
3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Identifikasi dan Morfologi
2.1.1 Klasifikasi dan morfologi ikan
A. Ikan Tuna (Thunus sp)
Klasifikasi
Menurut Saanin (1984), klasifikasi Ikan Tuna (Thunus sp) adalah sebagai
berikut:
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Teleostei
Subkelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Subordo : Scombridei
Family : Scombridae
Genus : Thunnus
Spesies : Thunnus sp.
Gambar 1. Ikan Tuna (Thunus sp) (Google Image, 2017).
Menurut Widiastuti (2008), Ikan Tuna (Thunus sp) memiliki warna biru
kehitaman pada bagian punggung dan berwarna keputih-putihan pada bagian
perut. Tubuh Ikan Tuna (Thunus sp) berbentuk cerutu menyerupai torpedo serta
tertutup oleh sisik sisik kecil. Ikan Tuna (Thunus sp) pada umumnya mempunyai
panjang antara 40–200 cm dengan berat antara 3-130 kg. Daging yang dimiliki
berwarna merah muda sampai merah tua. Hal ini karena otot tuna (Thunus sp)
lebih banyak mengandung myoglobin dari pada ikan lainnya.
Ikan Tuna (Thunus sp) mempunyai morfologi bentuk tubuh fushiform yang
menyerupai torpedo. Pada saat dewasa ukuran Ikan Tuna (Thunus sp) panjang
keseluruhan (FL) dapat mencapai 195 cm, namun pada umumnya adalah 150 cm.
4
Ikan ini berwarna biru kehitaman pada bagian dorsal dan putih keperakan pada
bagian ventral.
B. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Klasifikasi
Menurut Saanin (1984), klasifikasi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Perciformes
Sub Ordo : Scombroidea
Famili : Scombroidae
Sub Famili : Thunninae
Genus : Katsuwonus
Species : Katsuwonus pelamis
Gambar 2. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) (Google Image, 2017).
Morfologi
Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) memiliki tubuh yang membulat atau
memanjang dan garis lateral. Ciri khas dari Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
memiliki 4-6 garis berwarna hitam yang memanjang di samping bagian tubuh. Ikan
Cakalang (Katsuwonus pelamis) pada umumnya mempunyai berat sekitar 0,5 –
11,5 kg serta panjang sekitar 30-80 cm. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
mempunyai ciri-ciri khusus yaitu tubuhnya mempunyai bentuk menyerupai torpedo
(fusiform), bulat dan memanjang, serta mempunyai gill rakers (tapis insang) sekitar
53-63 buah. (Matsumoto et. al., 1984).
5
Morfologi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) adalah mempunyai bentuk
tubuh fushiform yang menyerupaii torpedo. Ikan ini berwarna biru kehitaman pada
bagian dorsal dan putih keperakkan pada bagian ventral. Terdapat garis-garis
hitam pada samping badan 4-6 buah. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
merupakan ikan perenang cepat yang sering bergerombol.
C. Ikan Salem
Klasifikasi
Menurut Hart (1973) dalam Paradipta (2014), klasifikasi ikan salem adalah
sebagaiberikut:
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Sub ordo : Scombroidea
Famili : Scombridae
Genus : Scomber
Spesies : Scomber japonicus
Gambar 3. Ikan Salem (Scomber japonicas) (Google Image, 2017).
Morfologi
Secara umum ikan salem (Scomber japonicus) memiliki tubuh berbentuk
compressed dan mempunyai batang ekor yang ramping. Ikan salem mempunyai
gigi-gigi kecil yang runcing pada rahang atas dan bawah, deretan gigi serupa juga
terdapat di langit-langit mulut. Ikan ini mempunyai tapisan insang (gill raker) 24-
28 pada bagian bawah busur insang pertama, dilengkapi juga dengan dua sirip
punggung yang saling berjauhan, dimana sirip punggung pertama berjari-jari keras
10-13 dan 12 jari-jari lemah pada sirip punggung kedua, diikuti lima finlet, begitu
6
pula pada sirip dubur. Terdapat dua lunas (keel) kecil pada pangkal sirip ekor,
tanpa lunas tengah. Bagian dorsal berwarna biru keabuan, sedangkan bagian
ventral berwarna putih perak. Pada bagian dorsal terdapat pita serong berwarna
hitam, bergelombang, kadang-kadang bersiku-sikuan. Sirip bewarna abu-abu
kekuningan (Paradipta, 2014).
Ikan salem mempunyai morfologi bentuk tubuh compressed. Ikan ini
mempunyai gill rackers 24-28 pada bagian bawah busur insang pertama. Ikan
salem mempunyai warna tubuh biru keabuan pada bagian dorsal, sedangkan di
bagian ventral berwarna putih keperak-perakan. Sirip ikan ini berwarna abu-abu
kekuningan.
D. Ikan Layang (Decapterus spp.)
Klasifikasi
Menurut Weber dan Beaufort (1931) dalam Arifin (2008) sistematika Ikan
Layang (Decapterus spp.) (Decapterus spp.) adalah sebagai berikut:
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Sub ordo : Percoidae
Divisi : Carangi
Famili : Carangidae
Sub family : Caranginae
Genus : Decapterus
Spesies : Decapterus spp..
Gambar 4. Ikan Layang (Decapterus spp.) (Google Image, 2017).
7
Morfologi
Nama Decapterus terdiri dari dua suku kata yaitu Deca artinya sepuluh dan
Pteron artinya sayap. Jadi Decapterus berarti ikan yang mempunyai sepuluh
sayap. Nama ini berkaitan dengan layang yang berarti jenis ikan yang mampu
bergerak sangat cepat di air laut. Kecepatan tinggi ini memang dapat dicapai
karena bentuknya seperti cerutu dan sisiknya halus. Selanjutnya dikatakan bahwa
genus marga ini mudah dibedakan dari 26 marga lainnya dalam suku Carangidae,
karena mempunyai tanda khusus yaitu terdapat finlet di belakang sirip punggung
dan sirip dubur, mempunyai bentuk tubuh yang bulat memanjang dan pada bagian
belakang garis sisi (lateral line) terdapat sisik-sisik berlengir (lateral scute)
(Burhanuddin et al.,1983 dalam Arifin, 2008).
Ikan Layang (Decapterus spp.) merupakan ikan yang mempunyai bentuk
tubuh bulat memanjang. Ikan ini merupakan perenang cepat karena bentuknya
yang menyerupai cerutu dan sisiknya halus. Ikan Layang (Decapterus spp.)
merupakan tipe ikan yang suka membentuk gerombolan besar. Warna ikan ini
adalah biru kehijauan dan hijau pupus pada bagian atas. Sedangkan pada bagian
bawahnya adalah putih keperak-perakkan. Sirip-siripnya berwarna abu-abu
kekuningan atau pucat dan satu totol hitam terdapat pada tepian atas penutup
insang.
2.1.2 Habitat ikan
A. Ikan Tuna (Thunus sp)
Ikan Tuna (Thunus sp) sirip kuning merupakan ikan epipelagis yang
menghuni lapisan atas perairan samudera, menyebar ke dalam kolom air sampai
di bagian atas termoklin. Ikan Tuna (Thunus sp) sirip kuning kebanyakan
mengarungi lapisan kolom air 100m teratas, dan relatif jarang menembus lapisan
termoklin, namun ikan ini mampu menyelam jauh ke kedalaman laut. Ikan Tuna
(Thunus sp) sirip kuning di Samudra Hindia menghabiskan 85% waktunya di
kedalaman kurang dari 75m (Sumadhiharga, 2009).
Ikan Tuna (Thunus sp) merupakan ikan pelagis besar yang hidup di kolom
perairan. Ikan Tuna (Thunus sp) mempunyai daya jelajah yang sangat jauh, yaitu
antar samudera. Ikan Tuna (Thunus sp) yang ada di perairan indonesa banyak
sekali jenisnya, namun yang bernilai ekonomis tinggi adalah yellow fin tuna
(Thunus sp) (madidihang) dan southern blue fin tuna (Thunus sp). Pada southern
8
blue fin tuna (Thunus sp) merupakan ikan yang sangat mempunyai nilai ekonomis
tinggi jika menuju pasar internasional atau diekspor.
B. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Khususnya di kawasan timur Indonesia, Ikan Cakalang (Katsuwonus
pelamis) tersebar di wilayah perairan terutama Laut Maluku, Laut Banda, Laut
Seram dan Laut Sulawesi. Perairan tersebut termasuk daerah migrasi kelompok
ikan di Samudera Pasifik bagian Selatan khusus jenis Ikan Cakalang (Katsuwonus
pelamis). Populasi cakalang (Katsuwonus pelamis) yang dijumpai memasuki
perairan Timur Indonesia terutama mengikuti arus. Fluktuasi keadaan lingkungan
mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap periode migrasi musiman serta
terdapatnya ikan di suatu perairan (Uktolseja et al., 1991 dalam Taeran 2007).
Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) memiliki habitat dan mencari makan di
daerah pertemuan arus air laut, yang umumnya terdapat di sekitar pulau-pulau.
Selain itu Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) juga menyukai perairan dimana
terjadi pertemuan antara masa air panas dan dingin. Penyebaran vertikal Ikan
Cakalang (Katsuwonus pelamis), dimulai dari permukaan sampai kedalaman 260
meter pada siang hari, sedangkan pada malam hari akan menuju ke sekitar
permukaan.
C. Ikan Salem
Habitat ikan salem (Scomber japonicus), yaitu pada perairan pantai, terumbu
karang, hidup secara menyendiri atau bergerombol kecil. Scomber japonicus
merupakan ikan pelagis pantai yang hidup di zona epipelagic sampai mesopelagic,
dimana banyak ditemukan di kedalaman 50-300 m. Pada siang hari, ikan ini tetap
berada di bagian bawah laut dengan kedalaman sekitar 300 m, sedangkan pada
malam hari secara bergerombol naik ke permukaan laut untuk memakan
euphausida, kopepoda, amphipoda, engraulidae dan cumi-cumi (Hernandez dan
Ortega, 2000 dalam Paradipta, 2014).
Ikan salem merupakan ikan yang hidup bebas di alam pada perairan
epipelagik hingga mesopelagik (biasanya pada kedalaman 50-300 m) dan hidup
bergerombol dengan sesama jenis dan ukurannya. Pada malam hari, secara
bergerombol ikan salem naik ke permukaan laut untuk memangsa euphausida,
kopepoda, amphipoda, engraulidae dan cumi-cumi kecil sehingga ikan salem
termasuk golongan ikan karnivora.
9
D. Ikan Layang (Decapterus spp.)
Penyebaran Ikan Layang (Decapterus spp.) sangat luas di dunia. Jenis-jenis
ikan ini mendiami perairan tropis dan sub tropis di Indo-Pasifik dan Lautan Atlantik.
Walaupun jenis ikan ini hidup di wilayah yang luas, namun setiap jenis mempunyai
wilayah sebaran tertentu. Ikan Layang (Decapterus spp.) di Perairan Indonesia
terdapat 5 jenis Ikan Layang (Decapterus spp.) yakni Decapterus russelli,
Decapterus kurroides, Decapterus lajang, Decapterus macrosoma dan
Decapterus maruadsi. Namun dari kelima spesies tersebut hanya Decapterus
russelli yang mempunyai daerah sebaran yang luas di Indonesia mulai dari
Kepulauan Seribu hingga Bawean dan Pulau Masalembo. Decapterus lajang
senang hidup di perairan dangkal seperti di Laut Jawa (termasuk Selat Sunda,
Selat Madura, dan Selat Bali), Ambon dan Ternate (Arifin, 2008).
Ikan Layang (Decapterus spp.) merupakan ikan yang tersebar luas di
periaran tropis sampai sub tropis. Ikan ini merupakan ikan pelagis kecil yang sering
membentuk gerombolan besar. Di Indonesia Ikan Layang (Decapterus spp.)
terbesar terpusat di perrairan utara jawa dan selatan Sulawesi. Persebaranya di
wilayah Indonesia mulai dari barat Sumatera, selatan Jawa, timur Kalimantan,
Nusa Tenggara, selatan dan barat Kalimantan, Maluku dan Irian Jaya.
2.1.3 Ciri khusus ikan
A. Ikan Tuna (Thunus sp)
Ikan Tuna (Thunus sp) sirip kuning merupakan ikan epipelagis yang
menghuni lapisan atas perairan samudera, menyebar ke dalam kolom air sampai
di bagian atas termoklin. Ikan Tuna (Thunus sp) sirip kuning kebanyakan
mengarungi lapisan kolom air 100m teratas, dan relatif jarang menembus lapisan
termoklin, namun ikan ini mampu menyelam jauh ke kedalaman laut. Ikan Tuna
(Thunus sp) sirip kuning di Samudra Hindia menghabiskan 85% waktunya di
kedalaman kurang dari 75m (Sumadhiharga, 2009).
Ikan Tuna (Thunus sp) mempunyai ciri khusus yang spesifik tergantung dari
spesies masing-masimg, misalnya yellow fin tuna (Thunus sp) atau madidihang
mempunyai ciri khusus, yaitu sirip berwarna kuning cerah pada sirip bagian dorsal
belakan dan sirip anal. Ikan madidihang memiliki garis berwarna kuning transparan
di atas sirip pectoral yang merupakan perbatasan warna antara warna tubuh dorsal
dan ventral.
10
B. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Jenis kelamin ditentukan secara morfologis, yaitu mengamati bentuk dan
warna gonad. Berdasarkan seluruh contoh gonad yang diamati, ternyata cakalang
(Katsuwonus pelamis) jantan dominan pada bulan September dan Desember;
proporsi sebaliknya yaitu pada bulan Oktober. Secara keseluruhan, proporsi jenis
kelamin selama penelitian sesuai hasil uji Chi-square menunjukkan tidak
berbedanya pada taraf nyata 0,95 (Manik, 2007).
Cakalang (Katsuwonus pelamis) termasuk ikan perenang cepat dan
mempunyai sifat makan yang rakus. Ikan jenis ini sering bergerombol yang hampir
bersamaan melakukan ruaya disekitar pulau maupun jarak jauh dan senang
melawan arus. Ikan ini biasa bergerombol diperairan pelagis hingga kedalaman
200 m dan mencari makan berdasarkan penglihatan sehingga rakus terhadap
mangsanya.
C. Ikan Salem
Perbedaan ikan salem dengan ikan jenis mackerel lainnya terletak pada
bagian dorsal tubuhnya yang mempunyai pita serong yang bergelombang
berwarna hitam. Ikan salem mempunyai panjang rata-rata 15-50 cm. Berdasarkan
ukurannya ikan salem dibagi menjadi tiga kategori, antara lain kategori juvenil
(dibawah 15 cm), muda (15-28 cm), dan dewasa (diatas 28 cm) (Hernandez dan
Ortega, 2000 dalam Paradipta, 2014).
Ikan salem mempunyai ciri khusus yaitu, memiliki tubuh berbentuk
compressed dan mempunyai batang ekor yang ramping. Ikan salem mempunyai
gigi-gigi kecil yang runcing pada rahang atas dan bawah, deretan gigi serupa juga
terdapat di langit-langit mulut. Ikan salem mempunyai pita sorong bergelombang
berwarna hitam pada bagian dorsal tubuhnya yang membedakan dengan jenis
ikan mackerel lainya.
D. Ikan Layang (Decapterus spp.)
Pada spesies khusus Ikan Layang (Decapterus spp.) seperti Decapterus
russelli mempunyai badan memanjang, agak gepeng. Dua sirip punggung, sirip
punggung pertama berjari-jari 9 (1 meniarap + 8 biasa), sirip punggung kedua
berjari-jari keras 1 dan 30–32 lemah. Sirip dubur berjari-jari keras 2 (lepas) dan 1
bergabung dengan 22–27 jari-jari sirip lemah. Baik dibelakang sirip punggung
kedua dan dubur terdapat 1 jari-jari sirip tambahan (finlet). Spesies ini termasuk
pemakan plankton (invertebrata) dan hidup di perairan lepas pantai, kadar garam
tinggi, membentuk gerombolan besar. Dapat mencapai panjang 30 cm umumnya
11
20–25 cm. Warna biru kehijauan, hijau pupus bagian atas, putih perak bagian
bawah. Sirip-siripnya abu-abu kekuningan atau pucat dan satu totol hitam terdapat
pada tepian atas penutup insang (Arifin, 2008).
Ikan Layang (Decapterus spp.) pada spesies Decapterus russelli
mempunyai ciri khusus membentuk gerombolan yang besar atau schoaling pelagic
fish. Hidup di peraiaran lepas pantai yang berkadar garam tinggi. Ikan Layang
(Decapterus spp.) sepesies jenis ini mempunyai warna tubuh biru kehijauan, hijau
pupus bagian atas, putih perak bagian bawah. Sirip-siripnya abu-abu kekuningan
atau pucat dan satu totol hitam terdapat pada tepian atas penutup insang.
2.2 Hubungan Panjang Berat
2.2.1 Pengertian pertumbuhan
Pertumbuhan adalah perubahan ikan, baik berat badan maupun panjang
dalam waktu tertentu. Pertumbuhan dalam individu adalah pertambahan jaringan
akibat pembelahan sel secara mitosis. Pertumbuhan merupakan salah satu faktor
penting dalam keberhasilan usaha budidaya perikanan. Pertumbuhan yang lambat
akan menyebabkan lamanya waktu pemeliharaan dan besarnya biaya yang harus
dikeluarkan, lamanya waktu pemeliharaan juga akan meningkatkan resiko-resiko
dalam pemeliharaan, seperti terserang penyakit, kematian massal, dan
sebagainya (Lesmana, 2010).
Pertumbuhan adalah suatu indikator yang baik untuk melihat kondisi
kesehatan individu, populasi, dan lingkungan. Laju pertumbuhan yang cepat
menunjukkan kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan tempat hidup yang
sesuai. Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai perubahan ukuran (panjang,
bobot) selama waktu tertentu. Pertumbuhan dari segi energi juga dapat diartikan
sebagai perubahan jaringan somatik dan reproduksi dilihat dari kalori yang
tersimpan. Definisi pertumbuhan dari segi energi berguna untuk memahami faktor-
faktor yang memengaruhi pertumbuhan ikan, yaitu asupan energi dari makanan,
keluaran energi untuk metabolisme, keluaran energi untuk pertumbuhan, dan
keluaran energi dalam ekskresi (Tutupoho, 2008).
Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam satu
ukuran waktu, sedangkan bagi populasi adalah pertambahan jumlah.
Pertumbuhan merupakan proses biologi yang kompleks, dimana banyak faktor
yang mempengaruhinya. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dibagi menjadi
dua bagian besar yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam adalah faktor
yang sukar untuk dikontrol, seperti keturunan, sex, umur, parasit, dan penyakit.
12
Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain jumlah dan
ukuran makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, dan faktor kualitas air.
2.2.2 Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam satu
ukuran waktu, sedangkan bagi populasi adalah pertambahan jumlah.
Pertumbuhan merupakan proses biologi yang kompleks, dimana banyak faktor
yang mempengaruhinya, seperti kualitas air, ukuran, umur, jenis kelamin,
ketersediaan organisme-organisme makanan, serta jumlah ikan yang
memanfaatkan sumber makanan yang sama. Faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dibagi menjadi dua bagian besar yaitu faktor dalam dan faktor luar.
Faktor dalam meliputi faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dari ikan, seperti
keturunan, sex, umur, parasit, dan penyakit. Sedangkan faktor luar yang
mempengaruhi pertumbuhan antara lain jumlah dan ukuran makanan yang
tersedia, suhu, oksigen terlarut, dan faktor kualitas air. Faktor ketersedian
makanan sangat berperan dalam proses pertumbuhan. Pertama ikan
memanfaatkan makanan untuk memelihara tubuh dan menggantikan sel-sel tubuh
yang rusak, kemudian kelebihan makanan yang tersisa baru dimanfaatkan untuk
pertumbuhan (Effendie 1997, dalam sutrisna, 2011).
Menurut Fujaya (1999) dalam Setya et al. (2014), dua faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam
ini sulit untuk dilakukan pengontrolan, sedangkan faktor luar mudah untuk
pengontrolannya. Adapun yang termasuk faktor dalam tersebut adalah faktor
keturunan, dimana faktor ini mungkin dapat dikontrol dalam suatu kultur, salah
satunya dengan mengadakan seleksi yang baik bagi pertumbuhannya sebagai
induk. Kemudian faktor jenis kelamin, kemungkinan tercapainya kematangan
gonad untuk pertama kali cenderung mempengaruhi pertumbuhan, yang menjadi
lambat karena sebagian makanan tertuju pada perkembangan gonad tersebut.
Terakhir faktor parasit dan penyakit dapat mempengaruhi pertumbuhan jika alat
pencernaan atau organ vital lainnya terserang, sehingga efisiensi makanan yang
berguna bagi pertumbuhan berkurang. Sedangkan yang termasuk faktor luar
adalah makanan, dalam hal ini makanan adalah faktor yang paling penting karena
dengan adanya makanan berlebih dapat menyebabkan pertumbuhan ikan menjadi
lebih pesat. Faktor luar lainnya yang mempengaruhi yaitu kualitas air, misalnya
suhu, oksigen terlarut dan karbondioksida.
13
Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran dari suatu individu ikan yang tidak
dapat kembali menjadi ukuran semula (irreversible). Pertumbuhan pada ikan
dipengaruhi pleh dua faktor, yaitu internal dan eksternal. Faktor internal adalah
faktor dari dalam yang mempengaruhi pertumbuhan ikan, misalnya gen, penyakit,
parasite, dan umur dari ikan tersebut. Sedangkan faktor ekstenal adalah faktor dari
luar yng mempengaruhi pertumbuhan dari ikan, yaitu kualitas perairan,
ketersediaan makanan, tingkat oksigen terlarut, dan masih banyak lagi.
2.2.3 Pertumbuhan alometrik dan isometric
Menurut Yuanda (2012), pada hubungan panjang- berat terdapat suatu
rumus yang terdiri dari konstanta a dan b. Nilai b menunjukkan bentuk
pertumbuhan ikan. Jika b bernilai 3 artinya pertambahan panjang dan bobot ikan
seimbang, disebut dengan pertumbuhan isometrik. Jika b ≠ 3 artinya pertambahan
panjang dan bobotnya tidak seimbang disebut dengan pertumbuhan allometrik
terbagi atas allometrik positif dan allometrik negatif. Pertumbuhan allometrik positif
(b>3) artinya bahwa pertambahan bobot lebih dominan daripada pertambahan
panjang. Pertumbuhan allometrik negatif (b<3) artinya pertambahan panjang lebih
dominan daripada pertambahan bobot.
Analisis hubungan panjang dan berat bertujuan mengetahui pola
pertumbuhan dengan menggunakan parameter panjang dan berat ikan. Hasil
analisis pertumbuhan panjang-berat akan menghasilkan suatu nilai konstanta (b),
yang akan menunjukkan laju pertumbuhan parameter panjang dan berat. Ikan
yang memiliki nilai b=3 (isometrik) menunjukkan pertambahan panjangnya
seimbang dengan pertambahan berat. Sebaliknya jika nilai b≠3 (allometrik)
menunjukkan pertambahan panjang tidak seimbang dengan pertambahan
beratnya. Jika pertambahan berat lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan
panjang (b>3), maka disebut sebagai pertumbuhan allometrik positif. Sedangkan
apabila pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan
berat (b<3), maka disebut sebagai pertumbuhan allometrik negatif. Allometrik
adalah perubahan yang tidak seimbang antara panjang dan berat dan dapat
bersifat sementara (Effendie, 1997 dalam Sutrisna, 2011).
Pola pertumbuhan terdiri atas dua macam, yaitu pola pertumbuhan isometrik
dan allometris. Pertumbuhan isometris adalah perubahan terus menerus secara
proporsional antara panjang dan berat dalam tubuh ikan. Jika ikan bentuknya
tetap, pertumbuhannya dikatakan isometrik dengan nilai b = 3, dengan asumsi
14
bahwa gravitasi spesifik ikan tidak berubah. Pertumbuhan allometrik adalah
perubahan yang tidak seimbang antara panjang dan berat dan dapat bersifat
sementara.
2.2.4 Hubungan panjang berat
Menurut Okgermen (2005) bahwa kajian hubungan panjang berat penting
diketahui karena dengan adanya informasi ini dapat diketahui pola pertumbuhan
spesies di alam, informasi mengenai lingkungan dimana spesies tersebut hidup
dan tingkat kesehatan secara umum. Lebih lanjut Frose dan Torres (2006)
menambahkan bahwa nilai faktor kondisi dapat menggambarkan keadaan
fisiologis dan morfologis spesies berkenaan misalnya bentuk tubuh, kandungan
lemak dan tingkat pertumbuhan. Faktor kondisi juga dapat mengambarkan
ketersediaan makanan di alam atau keseimbangan antara predator dan mangsa.
Pengukuran panjang–berat ikan bertujuan untuk mengetahui variasi berat
dan panjang tertentu dari ikan secara individual atau kelompok–kelompok individu
sebagai suatu petunjuk tentang kegemukan, kesehatan, produktifitas dan kondisi
fisiologis termasuk perkembangan gonad. Analisa hubungan panjang–berat juga
dapat mengestimasi faktor kondisi atau sering disebut dengan index of plumpness,
yang merupakan salah satu hal penting dari pertumbuhan untuk membandingkan
kondisi atau keadaan kesehatan relatif populasi ikan atau individu tertentu
(Everhart & Youngs, 1981).
Hubungan panjang berat menunjukkan pertumbuhan yang bersifat relatif
yang berarti dapat dimungkinkan berubah menurut waktu. Apabila terjadi
perubahan terhadap lingkungan dan ketersediaan makanan diperkirakan nilai ini
juga akan berubah. Hubungan panjang berat bertujuan untuk mengetahui pola
pertumbuhan ikan dengan menggunakan parameter panjang dan berat. Berat
dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Nilai yang didapat dari perhitungan
panjang dengan berat dapat digunakan sebagai pendugaan berat dari panjang,
dimana pertumbuhan panjang lebih cepat dari pada pertumbuhan beratnya.
2.3 Food and Feeding Habbit
2.3.1 Pengertian Food and Feeding Habbit
Kebiasaan makanan ikan (food habits) adalah kuantitas dan kualitas
makanan yang dimakan oleh ikan, sedangkan kebiasaan pola makan (feeding
habbits) adalah waktu, tempat dan caranya makanan itu didapatkan oleh ikan.
15
Kebiasaan makanan dan pola memakan ikan secara alami bergantung pada
lingkungan tempat ikan itu hidup (Effendie, 1997).
Menurut Niboy (2011), Kebiasaan makanan (feeding habbit) adalah tingkah laku
saat mengambil dan mencari makanan. Analisis Food and Feeding Habbit dilakukan
melalui pengamatan isi usus ikan tersebut. Ada jenis ikan yang aktif makan selama
24 jam dan adapula yang hanya pada waktu tertentu saja. Saat-saat ikan aktif
mengambil makanan dalam 24 jam disebut feeding perlodicity. Tipe-tipe makanan
ikan yang umum ditemukan adalah plankton, nekton, bentos, dan detritus.
Berdasarkan jenis kelompok makanannya ikan dibagi 3 kelompok besar yaitu
herbivore, karnivora, dan omnivore.
Food and Feeding Habbit adalah makanan dan kebiasaan makan dari ikan.
Makanan dari ikan dapat mempengaruhi kebiasaan makan dari ikan. Suatu contoh
ikan karnivora yang mendapatkan makanan dengan berburu mangsanya.
Otomatis kebiasaan makan dari ikan ini adalah menangkap mangsanya dengan
hati-hati dan teliti supaya target mangsa dapat tertangkap. Contoh dari ikan
predator ini adalah ikan napoleon yang berrkamuflase untuk menunggu mangsa
di suatu tempat dan menyergap mangsa tersebut saat sedang lengah.
2.3.2 Tingkah laku ikan berdasarkan food and feeding
Piscivora adalah memakan ikan secara utuh. Kemudian dikatakan bahwa
strategi memakan piscivora terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama
adalah yang aktif memburu mangsanya seperti yang ditemukan pada Xyphia sp.
dan Thunnus spp. Kelompok kedua, yaitu dengan cara menunggu dan menyerang
mangsanya secara tiba-tiba (sit-and wait piscivore) atau dikenal dengan istilah
ambush (Kamal et al., 2009).
Subfamili Etelinae dapat digolongkan sebagai karnivora yang cenderung
pemakan ikan(piscivora). Hasil pengamatan terhadap kondisi mangsanya,
menunjukkan bahwa mangsa pertama kali ditangkap dengan cara digigit kemudian
ditelan seluruhnya sebelum dicerna. Habitat ikan kekakapan laut dalam adalah
perairan yang banyak karang dan dasar berbatu. Habitat seperti ini umumnya
dicirikan oleh adanya celah, lubang atau tumpukan batu yang digunakan ikan
kekakapan sebagai tempat berlindung atau menunggu mangsanya yang lewat
(Anderson & Allen, 2001).
Tingkah laku ikan berdasrkan food and feeding adalah tingkah laku ikan
ketika memakan dan bagaimana cara mendapatkan makanan tersebut. Ikan yang
16
paling mencolok tingkah lakunya berdasrkan food and feeding adalah ikan
predator. Hal ini dikarenakan tingkah laku ikan ini sangat unuk untuk mendapatkan
mangsa. Sebagai contoh ikan kerapu yang merupakan pscivora cara
mendapatkan makanannya adalah dengan cara menunggu dan menyerang
mangsanya secra tiba-tiba saat mangsa tersebut lemah. Ikan kerapu ini
berkamuflase ditempat yang sukar diketahui oleh ikan korbannya.
2.3.3 Penggolongan ikan berdasarkan tipe usus
Menurut Lauder & Liem (1981) sebagai komparasi, posisi mulut ikan yang
dapat disembulkan (jaw protrusion) seperti yang ditemukan pada beberapa
kelompok ikan diduga dapat membantu meningkatkan keberhasilan menangkap
mangsa. Tingkah laku makan ikan Luciocephalus pulcher (ordo Anabantoidea)
yang memakan mangsa dengan cara sit-and-wait. Tidak hanya menyerang secara
tiba-tiba, tetapi saat akan menangkap mangsanya ikan ini mampu menyembulkan
mulutnya hingga menambah jarak sekitar 35% dari panjang kepala sehingga
memiliki daya jangkau yang lebih panjang untuk menangkap mangsanya.
Menurut Effendie (1997), pada rongga mulut terdapat gigi yang digunakan
untuk menghancurkan makanan. Secara struktur, ikan karnivora mempunyai gigi
yang berfungsi untuk menyergap, menahan dan merobek mangsa, dan jari-jari
tapis insang menyesuaikan untuk penahan, memegang, memarut dan menggilas
mangsa. Pada spesies A. rutilans jenis gigi tersebut tidak ditemukan, sehingga hal
ini diduga dapat menjelaskan fenomena bahwa preferensi makanan terhadap
udang (krustase) lebih besar daripada terhadap ikan. Dengan kata lain, absennya
gigi canine, menyebabkan ikan ini lebih memilih untuk memangsa hewan yang
lebih lunak.
Ikan berdasarkan jenis makanannya dibedakan menhajdi tiga, yaitu
herbivore, karnivora, dan omnivore. Ikan herbivore mempunyai usus yang paling
panjang, hal ini dikarenakan dalam proses pencernaanya ikan ini memerlukan
tenaga yang ekstra sehingga usus ikan tipe ini paling panjang. Pada ikan omnivora
ususnya adalah menengah, yaitu ukurannya berada diantara usus ikan herbivore
dan karnivora, karena kerja usus ikan ini adalah mencerna segala makanan baik
itu yang berasal dari tumbuhan atau hewan sehingga ususny tidak terlalu panjang
ataupun pendek. Ikan karnivora cenderung memiliki usus yang paling pendek, hal
ini dikarenakan usus ikan jenis ini tidak terlalu bekerjaa keras untuk mencerna
makanan.
17
2.4 TKG (Tingkat Kematangan Gonad)
2.4.1 Pengertian TKG
Tingkat kematangan gonad adalah tahapan perkembangan gonad sebelum
dan sesudah ikan memijah. Informasi mengenai tingkat kematangan gonad
diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan yang matang gonad dengan ikan
yang belum matang gonad dari stok ikan di perairan, selain itu dapat mengetahui
waktu pemijahan, lama pemijahan dalam setahun, frekuensi pemijahan dan umur
atau ukuran ikan pertama kali matang gonad. Ukuran matang gonad tiap spesies
ikan berbeda-beda dan juga pada spesies yang sama jika tersebar pada lintang
yang berbeda lebih dari lima derajat akan mengalami perbedaan ukuran dan umur
pertama kali matang gonad. (Sheima, 2011).
Tingkat kematangan gonad (TKG) merupakan suatu tingkatan kematangan
seksual pada ikan. Tingkat kematangan gonad dapat ditentukan dengan dua
metode yaitu metode morfologis yaitu dengan pengamatan secara visual terhadap
ukuran gonad ikan dan metode histologis yang dilakukan di dalam laboratorium
yaitu dengan mengamati perkembangan gonad melalui fase perkembangan sel
(Effendi, 1997).
Tingkat Kematangan Gonad (TKG) adalah tahap-tahap tertentu
perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Pencatatan tahap-
tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan
yang akan melakukan reproduksi dengan yang tidak.
2.4.2 Faktor yang mempengaruhi TKG
Faktor yang mempengaruhi saat pertama kali ikan matang gonad ada dua
yaitu faktor luar seperti suhu dan arus serta faktor dalam seperti umur, jenis
kelamin, perbedaan spesies, ukuran dan sifat-sifat fisiologis ikan seperti
kemampuan beradaptasi dengan lingkungan (Sheima, 2011).
Faktor-faktor utama yang mampu mempengaruhi kematangan gonad ikan
antara lain adalah suhu dan makanan. Gonad ikan pada daerah tropik dapat
masak lebih cepat, kualitas pakan yang diberikan harus mempunyai komposisi
khusus yang merupakan faktor penting dalam mendukung keberhasilan proses
pematangan gonad dan pemijahan (Effendie, 1997).
Faktor-faktor yang mempengaruhi saat pertama kali ikan matang gonad
adalah jenis spesies, umur, ukuran, dan sifat fisiologis. Sedangkan faktor luarnya
adalah suhu,arus, individu lawan jenis, dan tempat memijah yang sesuai.
18
2.4.3 GSI (Gonado Somatic Index)
Indeks kematangan gonad dapat menyatakan perubahan yang terjadi dalam
gonad. Indeks ini merupakan persentase perbandingan berat gonad dengan berat
tubuh ikan. Perubahan IKG erat kaitannya dengan tahap perkembangan telur.
Umumnya gonad akan semakin bertambah berat dengan bertambahnya ukuran
gonad dan diameter telur. Pada TKG yang sama, IKG ikan jantan akan berbeda
dengan ikan betina. Umumnya kisaran IKG ikan betina lebih besar dibandingkan
dengan kisaran IKG ikan jantan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan ukuran gonad
antara ikan jantan dan betina. Biasanya ovarium pada ikan betina akan lebih berat
daripada testis pada ikan jantan. Berat gonad mencapai maksimum sesaat
sebelum ikan akan memijah dan nilai IKG akan mencapai maksimum pada kondisi
tersebut (Sheima, 2011).
Gonado somatic index yaitu suatu nilai dalam persen sebagai hasil
perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk gonad kemudian
dikalikan 100 persen namun demikian nilai GSL saja tidak cukup memberikan
informasi karakteristik aktivitas reproduksi (Rustidja, 2001).
GSI (Gonade Somatic Index) atau IKG (indeks Kematangan Gonad) yaitu
nilai dalam persen (%) sebagai hasil perbandingan berat gonad dengan berat
tubuh ikan. Pertumbuhan IKG akan sama dengan TKG. IKG akan maksimal pada
saat akan terjadi pemijahan.
19
BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
Pada praktikum Tingkah Laku ikan untuk identifikasi dan morfologi ikan
digunakan alat sebagai berikut:
Sarung tangan : Untuk menjaga steril
Masker : Sebagai pelindung dan penutup mulut
Nampan : Sebagai wadah ikan yang diamati
Serbet : Sebagai alat untuk membersihkan alat setelah praktikum
Sedangkan bahan yang digunakan adalah Ikan Layang (Decapterus spp.),
salem, tuna (Thunus sp), dan cakalang (Katsuwonus pelamis).
Pada praktikum tingkah laku ikan untuk hubungan panjang berat digunakan
alat sebagai berikut:
Sarung tangan : Untuk menjaga steril
Masker : Sebagai pelindung dan penutup mulut
Nampan : Sebagai wadah ikan yang diamati
Serbet : alat untuk membersihkan alat setelah praktikum
Penggaris L : Untuk mengukur panjang ikan sampel
Timbangan digital : Untuk mengukur berat ikan sampel.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah Ikan Layang (Decapterus spp.),
salem, tuna (Thunus sp), dan cakalang (Katsuwonus pelamis).
Pada praktikum tingkah laku ikan untuk Food and Feeding Habbit digunakan
alat sebagai berikut:
Sarung tangan : Untuk menjaga steril
Masker : Sebagai pelindung dan penutup mulut
Nampan : Sebagai wadah ikan yang diamati
Serbet : alat untuk membersihkan alat setelah praktikum
Penggaris L : Untuk mengukur panjang ikan sampel
Timbangan digital : Untuk mengukur berat ikan sampel
Alat section : untuk membedah ikan sampel.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah Ikan Layang (Decapterus spp.),
salem, tuna (Thunus sp), dan cakalang (Katsuwonus pelamis).
Pada praktikum tingkah laku ikan untuk Tingkat Kematangan Gonad
digunakan alat sebagai berikut:
Sarung tangan : Untuk menjaga steril
20
Masker : Sebagai pelindung dan penutup mulut
Nampan : Sebagai wadah ikan yang diamati
Serbet : alat untuk membersihkan alat setelah praktikum
Timbangan digital : Untuk mengukur berat ikan sampel
Alat section : untuk membedah ikan sampel.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah Ikan Layang (Decapterus spp.),
salem, tuna (Thunus sp), dan cakalang (Katsuwonus pelamis).
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Identifikasi dan morfologi ikan
persiapan
pengamatan
Hasil
Siapkan alat dan bahan
yang digunakan
Lakukan identifikasi dan
pengamatan morfologi
sampel ikan yang
digunakan
Catat hasil pengamatan
pada form yang sudah
disediakan
21
3.2.2 Hubungan panjang berat
3.2.3 Food and Feeding Habbit
persiapan
pengamatan
Hasil
Siapkan alat dan bahan
yang digunakan
Lakukan pengukuran
panjang tubuh ikan
Lakukan penimbangan
berat ikan sampel
Catat hasil pengukuran
panjang dan berat pada
form yang sudah
disediakan
persiapan
pengamatan
Hasil
Siapkan alat dan bahan
yang digunakan
Lakukan pengamatan
pada ikan sampel
Lakukan pembedahan
ikan sampel
Catat hasil pengamatan
dan pembedahan pada
form yang sudah
disediakan
22
3.2.4 Tingkat Kematangan Gonad
persiapan
pengamatan
Hasil
Siapkan alat dan bahan yang
digunakan
Lakukan pembedahn ikan
sampel
Amati tingkat kematangan gonad
Timbang gonad
Timbang ikan
Isikan hasil pengamatan pada
form data yang sudah disediakan
23
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Praktikum
Table 1. Hubungan Bentuk Tubuh dan Tipe Ekor Terhadap Tipe Renang Ikan
No. Nama Ikan Gambar Lapang Analisis
Bentuk
Tubuh dan
Ekor
Tingkah
Laku Ikan
1. Layang
Fushiform
dan forked
Pelagis
sustained
2. Cakalang
(Katsuwonus
pelamis)
Fushiform
dan lunate
Pelagis
dan
prolonged
3. Tuna (Thunus
sp)
Fushiform
dan lunate
Pelagis
dan
prolonged
24
Table 2. Hubungan Tipe Sirip Terhadap Tipe Renang Ikan
No. Nama
Ikan
Gambar Lapang Analisis
Tipe Sirip
Tipe renang
ikan
1. Layang
Ikan
perenang
cepat
mengguna
kan sirip
caudal
Ikan
perenang
cepat
(Sustained).
Biasanya
bergerombol
(schooling
fish)
2. Cakalan
g
(Katsuw
onus
pelamis)
Ikan
perenang
cepat
mengguna
kan sirip
caudal
Ikan
perenng
cepat
(prolonged).
Bergerombo
l (schooling
fish).
3. Tuna
(Thunus
sp)
Ikan
perenang
cepat
mengguna
kan sirip
caudal
Ikan
perenang
cepat
(prolonged).
Bergerombo
l (schooling
fish).
25
Table 3. Hubungan Warna Tubuh Terhadap Jenis Ikan Terhadap Habitatnya