LAPORAN PRAKTIKUM SILVIKA I. PERKECAMBAHAN BIJI Oleh : EDI SUMARNO M1A1 13 136 UNIT LABORATORIUM KEHUTANAN JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN UNIVERSITAS HALU OLEO 2015
LAPORAN PRAKTIKUM SILVIKA
I. PERKECAMBAHAN BIJI
Oleh :
EDI SUMARNO
M1A1 13 136
UNIT LABORATORIUM KEHUTANAN
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2015
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia budi daya tanaman perkecambahan benih sudah tidak asing
lagi, karena setiap proses pembudidayaan tanaman, pastilah diawali dengan
perkecambahan benih. Benih secara umum adalah jenis varietas tanaman yang di
anggap bagus dengan kriteria tertentu untuk di tanam serta bisa menghasilkan
produksi yang baik di saat panen. Masalah benih atau bibit untuk di Indonesia
telah di atur oleh lembaga pertanian yang berwenang dalam memberikan
sertifikasi agar bisa di lepas dan di pasarkan ke petani yang tentunya peredarannya
di awasi.
Perbanyakan secara generatif yaitu perbanyakan yang dilakukan dengan
menggunakan biji atau benih yang berasal dari proses perkawinan atau
penyerbukan antara tepung sari jantan dan putik pada betina pada malai bunga.
Perbanyakan tanaman hutan sebagian besar perbanyakan dari generatif.
Perbanyakan dengan menggunakan biji atau benih enjadi dasar awal perbanyakan
tanaman dan pohon dalam kehutanan.
Perkecambahan merupakan permulaan atau awal pertumbuhan embrio di
dalam biji. Biji yang berkecambah dapat membentuk plumula karena di dalamnya
mengandung embrio. Embrio mempunyai 3 bagian, yaitu radikula (akar lembaga),
kotiledon (daun lembaga), dan kaulikalus (batang lembaga).
Jati lokal (Tectona grandis L.f) adalah pohon yang dapat tumbuh mencapai
tinggi 45 m dengan panjang bebas cabang 15 – 20 m, diameter dapat mencapai
220 cm,umummnya 50 cm, bentuk batang tidak teratur dan beratur. Ciri umum,
kayu teras berwarna coklat, coklat-kelabu, sampai coklat-merah tua, atau merah-
coklat. Jati lokal telah lama ditanam dan dibudidayakan di Indonesia oleh negara
(Perhutani) maupun oleh masyarakat. Pengetahuan dan pengalaman menanam jati
sudah banyak diketahui baik secara konvensional (biji) maupun secara terpadu yai
tu penerapan silvikultur intensif, penanaman jati klon unggul, rekayasa genetik da
n sebagainya. Secara garis besar, pengadaan bibit jati dapat dilakukan melalui dua
cara yaitu secara generatif dan secara vegetatif.
Oleh karena itu, penting di lakukan praktikum ini agar dapat mengetahui
cara yang tepat dalam melakukan budi daya tanaman jati lokal (Tectona grandis
L.f).
B. Tujuan dan Kegunaan Praktikum
Tujuan praktikum ini yaitu sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui bentuk perkecambahan benih tanaman hutan,
b. Untuk mengetahui kecepatan dan daya tumbuh kecambah, dan
c. Untuk mengetahui pengaruh cahaya terhadap perkecambahan benih
Manfaat praktikum ini yaitu sebagai berikut :
a. Agar dapat mengetahui bentuk perkecambahan benih tanaman hutan,
b. Agar dapat mengetahui kecepatan dan daya tumbuh kecambah, dan
c. Agar dapat mengetahui pengaruh cahaya terhadap perkecambahan benih.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Tanaman Jati lokal (Tectona grandis L.f)
1. Klasifikasi
Klasifikasi tanaman Jati Lokal (Tectona grandis L.f.) menurut
Plantamor 2015 adalah sebagai berikut :
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Asteridae
Ordo: Lamiales
Famili: Lamiaceae
Genus: Tectona
Spesies: Tectona grandis L.f.
(www.plantamor.com, 2015)
2. Morfologi
Habitus pohon dapat tumbuh mencapai tinggi 45 m dengan panjang bebas
cabang 15 – 20 m, diameter dapat mencapai 220 cm,umummnya 50 cm, bentuk
batang tidak teratur dan beratur. Ciri umum, kayu teras berwarna coklat, coklat-
kelabu, sampai coklat-merah tua, atau merah-coklat. Kayu gubal berwarna putih
atau kelabu kekuning-kuningan. Tekstur kayu agak kasar dan tidak merata. Arah
serat lurus atau kadang-kadang agak terpadu. Permukaan kayu licin atau agak
licin, kadang-kadang seperti berminyak. Lingkaran tumbuh nampak jelas , baik
pada bidang transversal maupun radial, seringkali menimbulkan gambar yang
indah. Pori sebagian besar atau hamper seluruhnya soliter dalam susunan tata
lingkar, diameter 20-40 µ, frekuensi 3-7 per mm². Penyusutan sampai kering tanur
2,8% (R) dan 5,2% (T).(Martawijaya., et al, 2005).
3. Ekologi
Secara umum tanaman jati idealnya ditanam di areal dengan tofografi yang
relatif datar (hutan dataran rendah) atau memiliki kemiringan lereng < 20%, selain
itu tanaman jati membutuhkan iklim dengan curah hujan minimum 750
mm/tahun, optimum 1000-1500 mm/tahun dan maksimum 2500 mm/tahun.
Walaupun demikian, tanaman jati masih dapat tumbuh di daerah dengan curah
hujan 3750 mm/tahun (Purwowidodo, 1992). Menurut Sumarna (2002) suhu
udara yang dibutuhkan tanaman jati minimum 13-17C dan maksimum 39-43°C.
pada suhu optimal, 32-42°C, tanaman jati akan menghasilkan kualitas kayu yang
baik. Adapun kondisi kelembaban lingkungan tanaman jati yang optimal sekitar
80% untuk fase vegetatif dan antara 60-70% untuk fase generatif.(Indah, 2012).
4. Kegunaan
Kayu jati merupakan jenis kayu yang paling banyak dipakai untuk
berbagai keperluan terutama di Pulau Jawa karena sifat-sifatnya yang baik. Kayu
jati praktis sangat cocok untuk segala jenis konstruksi seperti untuk pembuatan
tiang, balok dan gelagar pada bangunan rumah, jembatan, mebel dan sebagainya.
Meskipun kayu jati mempunyai kegunaan yang luas, tetapi karena sifatnya yang
agak rapuh sehingga kurang baik untuk digunakan sebagai bahan yang
memerlukan kelenturan yang tinggi seperti alat olah raga, tangkai perkakas dan
lain-lain. Kayu jati merupakan kayu yang paling baik untuk pembuatan kapal dan
biasa dipakai untuk papan kapal, terutama untuk kapal yang berlayar di daerah
tropis serta mempunyai daya tahan terhadap berbagai bahan kimia (Ilyasa, 2008).
B. Definisi Perkecambahan Benih
Secara teknis agronomis perkecambahan adalah permulaan munculnya
pertumbuhan aktif yang menghasilkan pecah kulit biji dan kemudian munculnya
semai di permukaan tanah (Santoso.B.,et al, 2007).
Perkecambahan adalah muncul dan berkembangnya radikula dan plumula
dari benih/biji. Secara visual dan morfologis suatu benih yang berkecambah
ditandai dengan terlihatnya radikula dan plumula dari biji (Marthen., et al, 2013).
Perkecambahan benih merupakan batas antara benih yang masih
tergantung pada sumber makanan dari induknya dengan tanaman yang mampu
berdiri sendiri dalam mengambil hara (Hj.Husna., et al, 2015).
C. Faktor – Faktor Yang Memperngaruhi Perkecambahan Benih
Faktor-faktor penghambat perkecambahan benih dapat dibedakan menjadi
dua yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam terdiri dari tingkat
kemasakan benih, ukuran benih, dormansi benih, zat penghambat perkecambahan
misalnya larutan NaCl, herbisida dll. Faktor luar yang menghambat
perkecambahan benih terdiri dari air, temperatur, cahaya, nutrisi, oksigen, dan
media tumbuh (Sutopo, 2002., dalam Siregar AF, 2011).
Dormansi adalah masa istirahat, artinya kemampuan biji untuk
menangguhkan perkecambahannya sampai pada saat dan tempat yang
mengguntungkan baginya untuk tumbuh.Hal yang menyebabkan terjadinya
dormansi yaitu adanya rudimentary embryo. Di dalam keadaan seperti ini, embrio
belum mencapai tahap kematangan (immature embryo) sehingga memerlukan
waktu untuk siap berkecambah. Faktor lain yang cukup menentukan terhadap
keberhasilan perkecambahan adalah faktor kematangan biji (seed
maturity).Hubungan antara faktor kematangan biji dengan persentase
perkecambahan, telah dilakukan penelitian oleh Kinch dan Termunde (1957) pada
biji Perenial Sow Thistle dan Canada Thistle. Dari hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa persentase perkecambahan yang paling tinggi (83 %) untuk
biji yang diambil pada 9 hari setelah berbunga. Sedangkan untuk Canada Thistle
yaitu 90% untuk biji yang diambil pada 10 hari setelah berbunga. Adapun faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap proses perkecambahan yaitu air, udara,
temperatur, cahaya, dan zat kimia yang mendukung pada proses
perkecambahan.Air adalah salah satu faktor lingkungan yang sangat diperlukan
dalam perkecambahan. Adanya air sangat penting untuk aktivitas enzim dan
penguraiannya, translokasi dan untuk keperluan fisiologis lainnya.
Faktor lingkungan lain yang berpengaruh dalam proses perkecambahan
yaitu udara. Udara terdiri dari 20 % oksigen, 0,03 % karbon dioksida, dan 80 %
nitrogen. Adanya oksigen di dalam proses respirasi pada perkecambahan, sangat
berpengaruh. Apabila konsentrasi oksigen di udara sangat rendah, menyebabkan
terhambatnya perkecambahan.
Cahaya adalah faktor lingkungan lain yang menentukan kemampuan biji
berkecambah. Penelitian pengaruh cahaya terhadap perkecambahan telah
dilakukan oleh Borthwick et al (1952) dan Flint (1936) pada biji lettuce
.(Abidin,Z. 1991., dalam Amaturrahim RA, 2013).
Hoesen (1997); Annonim (2006), mengemukakan ada dua faktor yang
mempengaruhi perkecambahan benih., yaitu :
i. kondisi benih yang meliputi : kemasakan biji/benih,kerusakan mekanik dan
fisik, serta kadar air biji.
ii. faktor luar benih, yang meliputi : suhu, cahaya, oksigen, kelembaban nisbi serta
komposisi udara di sekitar biji. (Mudiana, 2006).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan, di Unit. Laboratorium Kehutanan, Jurusan
Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, Universitas Halu
Oleo,Kendari, pada hari Kamis, 12 Maret 2015, Pukul 13.00 WITA sampai
selesai.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum yaitu : Talang, Hand Spray, dan alat
tulis menulis, kamera, dan tally sheet.
Bahan yang digunakan pada praktikum yaitu : Kertas Label, benih Jati
Lokal (Tectona grandis L.f), Tanah, Pupuk Kandang, Pasir, dan Air.
C. Prosedur Pelakasanaan
Prosedur pelakasanaan praktikum perkecambahan biji adalah sebagai berikut:
1. Menyiapakan alat dan bahan praktikum, member perlakuan awal benih
meliputi control pada 100 biji sebagai perlakuan pertama, 100 biji benih
lainya direndam pada air dingin selama 1x24 jam sebagai perlakuan ke
dua, benih sebanyak 100 biji direndam ke dalam air dingin selama 2x24
jam sebagai perlakuan ke tiga.
2. Menyiapkan bak kecambah sebagai tempat proses perkecambahan.
3. Mencampurkan antara tanah, pasir, dan pupuk kandang dengan
perbandingan (3:1:1).
4. Memasukkan media kecambah ke dalam bak kecambah yang telah dilapisi
dengan kertas Koran.
5. Menaburkan biji tanaman jati lokal (Tectona grandis L.f) di atas
permukaan media kecambah dengan cara meletakkan benih masing-
masing berjarak 3 cm, kemudian dilapisi dengan tanah yang sudah
dicampurkan tadi kemudian melakukan penyiraman pada media
perkecambahan tersebut setiap hari.
6. Melakukan pengamatan pertumbuhan kecambah setiap minggu dan
dilakukan selama satu bulan, perubahan yang diamati dalah model
perkecambahan, waktu perkecambahan, dan presentasi perkecambahan.
7. Mendokumentasikan hasil pengamatan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan pada praktikum ini disajikan pada table 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Perkecambahan Benih Jati Lokal
(Tectona grandis L.f)
No.
Jenis Tanaman P
erlakuan
Jumlah Tumbuh (minggu)
(Tectona grandis L.f) I
II
III
IV
1 Jati Lokal K
ontrol 1 2
1 1 1
9
2 Jati Lokal 2 1 1
1 4 1
3 Jati Lokal 3 1 9 4 0
Jumlah 3 4
1 9 2
0
∑ Banyaknya biji yang berkecambah X 100%
Banyaknya biji yang di kecambahkan
∑ 64 X 100% = 21,4%
B. Pembahasan
Praktikum ini dilaksanakan selama satu bulan pengamatan di mulai
tanggal 12 Maret – 2 April 2015. Dalam praktikum perkecambahan benih dengan
memberi tiga perlakuan pada benih tanaman jati lokal (Tectona grandis L.f) yaitu
kontrol atau tanpa perlakuan, perlakuan 2 yang mula-mula benih di cuci dengan
larutan byclean selama + 15 menit setelah itu benih direndam selama 1 X 24 jam
dengan air hangat hingga menjadi dingin, dan perlakuan 3 sama dengan perlakuan
2 namun benih direndam selama 2 X 24 jam dengan air hangat hingga menjadi
dingin. Pada minggu pertama pengamatan, benih Tectona grandis L.f yang
tumbuh hanya masing-masing satu benih pada setiap perlakuan. Pada pengamatan
minggu ke dua lebih banyak benih yang tumbuh pada kontrol/tanpa perlakuan
sebanyak 21 benih sedangkan p2 dan p3 hanya masing-masing 11 dan 9 benih.
Pada pengamatan minggu ke tiga benih yang muncul lebih sedikit dari minggu ke
dua, yaitu kontrol hanya 1 benih, p2 dan p3 masing-masing 4 benih. Pada
pengamatan minggu terakhir, benih yang muncul lebih banyak pada kontrol yaitu
19 benih sedangkan pada p2 dan p3 masing-masing 1 benih dan 0 benih.
Pada pengamatan perkecambahan benih, 300 benih yang dikecambahkan
hanya 64 benih yang berkecambah atau sekitar 21,4% saja selama satu bulan (4
minggu). Hal ini dapat disebabkan oleh faktor internal yaitu kematanagan biji,
kerusakan/kesehatan biji, serta kadar air yang terkandung padabiji saat di lakukan
perlakuan. Sedangkan faktor eksternal yaitu meliputi suhu, cahaya, oksigen,
kelembapan, serta komposisi udara disekitar biji yang dikecambahkan.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
a. Bentuk perkecambahan terdiri atas dua kelompok yaitu hypogeal dan
epigeal. Benih jati lokal termasuk dalam kelompok hypogeal.
b. Kecepatan dan daya tumbuh tanaman dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan seperti air, cahaya, suhu, konsentrasi oksigen, media
perkecambahan dan kelembapan serta hama penyakit. Pada praktikum ini
perlakuan yang paling baik adalah control karna lebih banyak yang
tumbuh disbanding perlakuan lainnya.
c. Cahaya sangat berpengaruh terhadap perkecambahan benih, baik intensitas
cahaya, kualitas cahaya dan lama penyinaran. Karna cahaya diperlukan
untuk proses fotosintesis. Semakin baik intensitas cahaya maka
pertumbuhan tanaman akan semakin baik begitupun sebaliknya.
B. Saran
Saran yang dapat saya ajukan untuk praktikum perkecambahan benih
adalah benih-benih yang sudah berhasil dikecambahkan agar dapat dirawat
dengan baik sehingga dapat digunakan untuk praktikum selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahim Martawijaya., Iding Kartasujana., Kosasi Kadir., dan Soewanda
Among Prawira, 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Departemen Kehutanan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan : Bogor, Indonesia.
Abidin,Z.1991., dalam RA Amaturrahim, 2013. Perkecambahan. Universitas
Sumatera Utara : Aceh, Indonesia.
Anonim, 2015. Http ://www.plantamor.com/Klasifikasi Tectona grandis L.f.
Bambanag B. Santoso., Hariyadi., dan Bambang S. Purwoko, 2007. Tinjauan
Agro-Morfologi Perkecambahan Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.).
Jurnal Penelitian UNRAM Edisi A. Sain dan Teknologi Vol.2 : Bogor,
Indonesisa.
Deden Mudiana, 2006. Perkecambahan Syzygium cumini (L.) Skeels. Balai
Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI). Pasuruan : Jawa Tengah, Indonesia.
Indah Asmayannur., Chairul., dan Zuhri syam, 2012. Analisis Vegetasi Dasar di
Bawah Tegakan Jati Emas (Tectona grandis L.) dan Jati Putih (Gmelina
arborea Roxb.) di Kampus Universitas Andalas. Laboratorium Riset
Ekologi Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA Universitas Andalas, Kampus
UNAND : Limau Manis Padang, Sumatra Barat.
Ir.Hj. Husna, Mp., Faisal Danu Tuheteru, S.Hut., M.Si., Ld. Alimuddin, SP.,
M.Si., dan Asrianti Arif, Sp. M.Si, 2015. Penuntun Praktikum Silvika.
Laboratorium Kehutanan, Fakultas Kehutanan Dan Ilmu Lingkungan,
Universitas Halu Oleo : Kendari, Indonesia.
Martawijaya ., et al., dalam Ilyasa Yanu Novendra, 2008. Karakteristik Biometrik
Pohon Jati (Tectona grandis l.f.). Departemen manajemen hutan Fakultas
kehutanan Institut Pertanian Bogor : Bogor,Indonesia.
Marthen E. Kaya dan H.Rehatta, 2013. Pengaruh Perlakuan Pencelupan dan
Perendaman Terhadap Perkecambahan Benih Sengon (paraserianthes
falcataria l.). Program Studi Pengelolaan Lahan Pascasarjana Fakultas
Pertanian Universitas Pattimura: Ambon, Maluku.
Setyamidjaja, D. 2002. Bertanam Kelapa. Kansius: Yogyakarta
Sutopo., 2002 dalam AF Siregar, 2011. Botani Tanaman. Universitas Sumatera
Utara : Aceh, Indonesia.