LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PEMBENIHAN PERIKANAN LAUT PEMBENIHAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) Oleh Nama : Dina Septalia Lestari NIM : B0A012003 Kelompok : 1 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PEMBENIHAN PERIKANAN LAUT
PEMBENIHAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)
Oleh
Nama : Dina Septalia LestariNIM : B0A012003Kelompok : 1
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGIPROGRAM STUDI D-III PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN
DAN KELAUTANPURWOKERTO
2013I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Udang putih Amerika (Litopenaeus vannamei) merupakan
salah satu pilihan jenis udang yang dapat dibudidayakan
di Indonesia. Udang Litopenaeus vannamei lebih dikenal
dengan nama udang vannamei. Udang vannamei masuk ke
Indonesia pada tahun 2001 dan pada bulan Mei 2002
pemerintah Indonesia memberikan ijin kepada perusahaan
swasta untuk mengimpor induk udang vannamei sebanyak
2.000 ekor. Induk dan benur tersebut kemudian
dikembangkan oleh hatchery pemula. Dengan adanya
pembenihan udang vannamei, baik dalam bentuk skala
kecil atau skala mini hatchery akan membantu pemerintah
dalam penyediaan benur bemutu bagi pembudidaya udang
vannamei. Sehingga target pemerintah meningkatkan
produksi udang dalam negeri dapat tercapai.
Menurut Ghufran (2006), Klasifikasi udang vaname
(Litopenaeus Vannamei) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Artrhopoda
Kelas : Malascostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah
satu jenis udang yang memiliki pertumbuhan cepat dan
nafsu makan tinggi, namun ukuran yang dicapai pada saat
dewasa lebih kecil dibandingkan udang windu (Paneus
monodon), habitat aslinya adalah di perairan Amerika,
tetapi spesies ini hidup dan tumbuh dengan baik di
Indonesia. Di pilihnya udang Vannamei ini di sebabkan
oleh beberapa faktor yaitu (1) sangat diminati dipasar
Amerika, (2) lebih tahan terhadap penyakit dibanding
udang putih lainnya, (3) pertumbuhan lebih cepat dalam
budidaya, (4) mempunyai toleransi yang lebar terhadap
kondisi lingkungan (Ditjenkan, 2006).
Udang vannamei adalah udang asli dari perairan
amerika latin yang kondisi iklimnya subtropics. Di
habitat alaminya dia suka hidup pada kedalaman kurang
lebih 70 meter.Udang vannamei bersifat nocturnal, yaitu
aktif mencari makan pada malam hari. Proses perkainan
pada udang vannamei ditandai dengan loncatan betina
secara tiba-tiba. Pada saat meloncat tersebut, betina
mengeluarkan sel-sel telur.Pada saat yang bersamaan,
udang jantan mengeluarkan sperma sehingga sel telur dan
sperma bertemu. Proses perkawinan berlangsung kira-kira
satu menit. Sepasang udang vannamei berukuran 30- 45
gram dapat menghasilkan telur sebanyak 100.000 -
250.000 butir. Siklus hidup udang vannamei sebelum
ditebar di tambak yaitu stadia naupli, stadia zoea,
stadia mysis, dan stadia post larva. Pada stadia naupli
larva berukuran 0,32 - 0,59 mm, sistim pencernaanya
belum sempurna dan masih memiliki cadangan makanan
berupa kuning telur. Stadia zoea terjadi setelah larva
ditebar pada bak pemeliharaan sekitar 15 - 24 jam.
Larva sudah berukuran 1,05 - 3,30 mm dan pada stadia
ini benih mengalami 3 kali moulting. Pada stadia ini
pula benih sudah bisa diberi makan yang berupa
artemia.Pada stadia mysis, benih udang sudah menyerupai
bentuk udang.Yang dicirikan dengan sudah terluhatnya
ekor kipas (uropoda) dan ekor (telson). Selanjutnya
udang mencapai stadia post larva, dimana udang sudah
menyerupai udang dewasa. Hitungan stadianya sudah
menggunakan hitungan hari.Misalnya, PL1 berarti post
larva berumur satu hari. Pada stadia ini udang sudah
mulai bergerak aktif.
Pada udang putih, ciri-ciri telur yang telah matang
adalah dimana telur akan terlihat berwarna coklat
keemasan (Wyban dan Sweeney,1991). Udang putih
mempunyai carapace yang transparan, sehingga warna dari
perkembangan ovarinya jelas terlihat. Pada udang
betina, gonad pada awal perkembangannya berwarna
keputih-putihan, berubah menjadi coklat keemasan atau
hijau kecoklatan pada saat hari pemijahan (Lightner et
al., 1996).
Telur jenis udang ini tergantung dari ukuran
individu, untuk udang dengan berat 30 gram sampai
dengan 45 gram telur yang di hasilkan 100.000 sampai
250.000 butir telur. Telur yang mempunyai diameter 0,22
mm, cleaveage pada tingkat nauplis terjadi kira-kira 14
jam setelah proses bertelur (Anonymous, 1979). Telur
yang dihasilkan dari udang vanname di CV. Mutiara Windu
Sakti adalah 60.000- 100.000 ribu. Survival rate
penetasan pada bulan pertama sebesar 50 %, bulan ke dua
hingga ke tiga adalah 90 % dengan suhu 28 – 320C, dan
salinitas 30-32 ppt. Menurut Lim et al., (1989),
perkembangan larva udang penaeid terdiri dari beberapa
stadia yaitu:
a. Stadia nauplius
Nauplius bersifat planktonik dan phototaxis
positif. Dalam stadia ini masih memiliki kuning telur
sehingga belum memerlukan makanan. Perkembangan stadia
nauplius terdiri dari enam sub stadium. Nauplius
memiliki 3 pasang organ tubuh yaitu antena pertama,
antena kedua dan mandible. Antena pertama uniramous,
sedangkan 2 alat lainnya biramous.
b. Stadia Zoea
Perubahan bentuk dari nauplius menjadi zoea
memerlukan waktu kira-kira 40 jam setelah penetasan.
Pada stadia ini larva dengan cepat bertambah besar.
Tambahan makanan yang diberikan sangat berperan dan
mereka aktif memakan phytoplankton. Stadia akhir zoea
juga memakan zooplankton. Zoea sangat sensitif terhadap
cahaya yang kuat dan ada juga yang lemah diantara
tingkat stadia zoea tersebut.
Zoea terdiri dari tiga substadia secara kasar
tubuhnya di bagi kedalam tiga bagian, yaitu carapace,
thorax dan abdomen. Tiga substadia tersebut dapat
dibedakan berdasarkan segmentasi abdomen dan
perkembangan dari lateral dan dorsal pada setiap
segmen.
c. Stadia mysis
Larva mencapai stadia mysis pada hari ke lima
setelah penetasan. Larva pada stadia ini kelihatan
lebih dewasa dari dua stadia sebelumnya. Stadia mysis
lebih kuat dari stadia zoea dan dapat bertahan dalam
penanganan. Stadia mysis memakan phytoplankton dan
zooplankton, akan tetapi lebih menyukai zooplankton
menjelang stadia mysis akhir (M3). Mysis memilki tiga
sub stadia dimana satu dengan lainnya dapat dibedakan
dari perkembangan bagian dada dan kaki renang.
d. Stadia post larva
Perubahan bentuk dari mysis menjadi post larva
terjadi pada hari kesembilan. Stadia post larva mirip
dengan udang dewasa, dimana lebih kuat dan lebih dapat
bertahan dalam penanganan. Kaki renang pada stadia post
larva bertambah menjadi tiga segmen yang lebih
lengkung. Post larva bersifat planktonik, dimana mulai
mencari jasad hidup sebagai makanan.
Menurut Haliman, R.W dan Adijaya, D.S (2005) tubuh
udang vaname dibentuk oleh dua cabang (biramous), yaitu
exopodite dan endopodite. Vaname memiliki tubuh
berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar atau
eksoskeleton secara periodik (moulting). Bagian tubuh
udang vannamei sudah mengalami modifikasi sehingga
dapat digunakan untuk keperluan sebagai berikut.
1. Makan, bergerak, dan membenamkan diri ke dalam
lumpur (burrowing).
2. Menopang insang karena struktur insang udang mirip
bulu unggas.
3. Organ sensor, seperti pada antena dan antenula.
Kepala (thorax).
Kepala udang vannamei terdiri dari antenula,
antena, mandibula, dan dua pasang maxillae. Kepala
udang vannamei juga dilengkapi dengan tiga pasang
maxillipied dan lima pasang kaki berjalan (periopoda)
atau kaki sepuluh (decapoda). Maxillipied sudah
mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk
makan. Endopodite kaki berjalan menempel pada
chepalothorax yang dihubugka oleh coxa.
Bentuk periopoda beruas-ruas yang berujung di
bagian dactylus. Dactylus ada yang berbentuk capit
(kaki ke-1, ke-2, dan ke-3) dan tanpa capit (kaki ke-4
dan ke-5). Di antara coxa dan dactylus, terdapat ruang
berturut-turut disebut basis, ischium, merus, carpus,
dan cropus. Pada bagian ischium terdapat duri yang bisa
digunakan untuk mengidentifikasi beberapa spesies
penaeid dalam taksonomi.
Kehadiran udang vannamei diakui sebagai penyelamat
dunia pertambakan udang di Indonesian. Petambak mulai
bergairah kembali begitu juga dengan para operator
pembenih udang. Operator mulai membenihkan udang
vannamei untuk memenuhi kebutuhan petambak. Awal mula
pembudidayaan udang vannamei dilakukan di Jawa Timur
dan memperoleh keuntungan yang cukup memuaskan sehingga
petambak di luar Jawa Timur sangat antusias untuk
membudidayakan terhadap udang vannamei, Bahkan hampir
90% petambak mengganti komoditas udang windu menjadi
udang vannamei. Hal ini dikarenakan produksi udang
windu pada saat itu yang sedang berkembang mengalami
penurunan karena serangan penyakit dan virus terutam
bercak putih WSSV (White Spot Syndrome Virus) , TSV (Taura
sundrome virus). Dengan semakin banyaknya petambak udang
vannamei maka diperlukan prosedur dan proses budidaya
yang benar bagi para hatchery baik dari guna memenuhi
permintaan para petambak khususnya petambak udang
vannamei.
Dengan demikian diharapkan produktivitas udang
vannamei dapat diangkat . Untuk melaksanakan usaha
perikanan budidaya yang berkelanjutan, maka penerapan
tatacara budidaya yang bertanggung jawab harus dimulai
dari kegiatan pembenihan sampai dengan pembesarannya.
Benih yang bermutu dicirikan antara lain : pertumbuhan
cepat, ukuran seragam sintasan tinggi,adaptif terhadap
lingkungan pembesaran, bebas parasit dan tahan terhadap
penyakit, efisien dalam menggunakan pakan serta tidak
mengandung residu bahan kimia dan obat-obatan yang
dapat merugikan manusia dan lingkungan. Agar dihasilkan
benih yang bermutu, maka dalam kegiatan usaha
pembenihan harus mendapatkan teknik pembenihan sesuai
dengan standard dan prosedur pembenihan yang baik.untuk
itu perlu adanya Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB)
yang dapat digunakan sebagai acuan para pelaku usaha
pembenihan udang dalam menghasilkan benih yang bermutu.
I.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui
teknik pemeliharaan indukan dan nauplii udang vaname
(Litopenaeus vannamei).
II. MATERI DAN METODE
II.1 Materi
Materi yang digunakan pada praktikum pembenihan
perikanan laut ini adalah lokasi hatchery skala rumah
tangga pembenihan udang vannamei yang bertempat di CV.
Mutiara Windu Sakti, Desa Tegal Kamulyan, Kabupaten
Cilacap. Adapun sarana dan prasarana yang digunakan
adalah bak pemeliharaan induk, bak pemeliharaan benur,
bak pakan alami,bak tandon, bak filter, aerator, pipa
PVC, send filter, pompa air, seser dengan berbagai ukuran,
ember a, nauplii, air laut, pupuk plankton, Artemia.
II.2 Metode
Metode yang digunakan pada praktikum pembenihan
perikanan laut adalah metode survey lapangan dan
diskusi tentang pembenihan udang vannamei dengan
pemilik hatchery CV. Mutiara Windu Sakti.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
Gambar 3.1.1. Kolam pemeliharaan induk jantan dan
betina
Gambar 3.1.2. Bak pemeliharaan larva (benur)
Gambar 3.1.3. Bak pemeliharaan pakan alamiSkeletonema sp. dan Artemia
Gambar 3.1.4. Pupuk plankton dan Obat
Gambar 3.1.5. Sampel nauplii dan benur yang siap di
jual
Gambar 3.1.6. Sand filter Gambar 3.1.7 Bak
Tandon
Gambar 3.1.8 Pompa Gambar 3.1.9 Seser berbagaisize
3.2. Pembahasan
3.2.1. Teknik Pemeliharaan Indukan Vannamei
Induk udang yang berkualiatas sangat menentukan
dalam keberhasilan memproduksi nauplii. Dalam memenuhi
kebutuhan induk vannamei, CV. Mutiara Windu Sakti yang
berdiri tahun 1989 dan memulai pembenihan udang
vanname tahun 2011 awalnya mendatangkan induk F1 dari
Florida dengan alasan sesuai dengan iklim tropis di
Indonesia. Namun untuk sekarang indukan yang di
gunakan untuk produksi nauplii di CV. Mutiara Windu
Sakti adalah indukan murni Nusantara. Untuk
menghindari stress terhadap induk yang dikirim
tersebut digunkan injeksi O2 dan penerunan suhu air
packing.
Setelah indukan diterima, hal yang dilakukan
adalah merangsang kematangan telur pada induk udang
betina agar cepat memijah yang disebut dengan ablasi
nata. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara :
- Pemijatan tangkai bola mata dan bola mata.
- Pembakaran tangkai mata dengan menggunkan solder
atau dengan benda perak nitrat.
- Peningkatan tangkai mata.
- Pemotongan atau pengguntingan tangkai mata
(ablasi).
Dari keempat cara tersebut, cara yang paling
praktis dan efektif serta menunjukan hasil yang baik
adalah dengan melakukan pemotongan tangkai mata
(ablasi). Ablasi pada induk udang berpedoman pada
perkembangan kelamin kepiting yang dihambat oleh hormon
yang dikeluarkan oleh kelenjar pada tangaki mata. Jika
tangkai mata kepiting dihilangkan, hormon yang
mengahmbat perkembangan alat kelamin tidak diproduksi
sehingga kepiting sangggup mematangkan telur dan
memijah (Cahyaningsih, 2006). Sebelum dilaksanakan
ablasi, sebaiknya induk udang memiliki berat minimal 35
gram umur 7 bulan dan setelah di ablasi induk bisa
mencapai berat 40 gram selain itu udang ditempatkan
dalam bak berisi air laut yang bersih dicampur larutan
formalin 70 % dengan dosis 4 ppm - 5 ppm. Larutan
formalin sangat bermanfaat untuk menghindarkan induk
dari serangan penyakit serta mempertinggi daya tahan
tubuh induk udang (Cahyaningsih, 2006). Pemeliharaan
induk dilakukan selama 4 bulan dan waktu pematangan
gonadnya adalah 4-5 hari.
Pakan alami yang cocok bagi induk udang untuk
mendukung proses pemijahan yang baik adalah cacing laut
yang di supply dari lampung dan kerangPemberian pakan
dilakukan 4x sehari yaitu 2000 gram untuk 350 ekor
udang dengan pemberian 2x cacing laut dan 2x kerang.
Waktu pemberian pakan adalah pukul 06.00, 12.00, 14.00
dan 16.00.
Proses pemijahan terjadi di dalam bak maturasi
yang padat penebaran untuk menghasilakan hasil yang
terbaik berkisar antaa 1-3 ekor per m³ dengan
perbandingan jumlah induk jantan dan betina adalah 1 :
2 (Iskandar dan Khairul A, 2008). Suhu air untuk
prmijahan adalah 24 – 28oC. Ruang meturasi diusahakan
gelap dengan suhu ruang berkisar antara 29° C - 32º C.
Setelah tiga hari dari proses ablasi pertama dapat
dilakukan sampling induk yang matang telur dan untuk
selanjutnya dapat dilakuakn setiap hari. Kegiatan ini
biasanya dilakukan ketinggian air dalam bak sebanyak 50
%. Seleksi dilakukan pada induk yang telah mencapai TKG
III, yang ditandai dengan ovari didaerah punggung dan
akan terlihar jelas bila disorot dengan senter halogen,
bahkan pada TKG ini ovari meluas sampai ke bagian
kepala. (Agustin, dkk, 1999 ). Proses pemijahan yang
terjadi kurang lebih 5 jam.
Adapun masalah terjadinya kegagalan dalam
pemijahan adalah saat pemijahan induk jantan mengalami
stress.
3.2.2. Teknik Pemeliharaan Nauplii Udang Vannamei
Hal – Hal yang dilakukan dalam pemeliharaan nauplii
udang vannamei adalah :
a) Bak pemeliharaan
Bak pemeliharaan yang akan digunakan harus disuci
hamakan sehingga bebas dari penyakit. Caranya, bak
dikeringkan (dijemur), kemudian dasar dan dinding bak
disikat. Agar lebih steril gunakan zat-zat kimia
seperti klorin dengan dosis 100 ppm, KMnO4 (kalium
permanganat) 10 ppm, dan formalin 50 ppm.
b) Perlakuan air media
Air media berasal dari air bak tandon yang telah
di filter dengan menggunakan sand filter dengan
penyaringan beberapa lapis yang di lapsi oleh kapas.
Air laut yang dibutuhkan adalah air yang berkadar garam
29-31 permil, dan bebas bahan pencemar. Menurut
Cahyaningsih (2006), sebelum naupli ditebar ke dalam
bak perlu diperhatikan salinitas, kondisi naupli, dan
suhu air media. Ciri naupli yang sehat, gerakannya
sangat aktif terutama jika kena sinar. Dan bila terjadi
perbedaan suhu dan salinitas, maka dilakukan proses
penyesuaian yang dikenal dengan proses aklimatisasi.
Aklimatisasi salinitas dilakukan dengan cara, air media
yang di dalam bak dialirkan ke dalam baskom yang berisi
naupli dengan menggunakan dengan menggunakan slang
plastik yang berdiameter kecil, sehingga aliran airnya
hanya sebesar benag jahit. Untuk penurunan kadar garam
sebesar 1 permil diperlukan waktu antara 15-30 menit.
Apabila salinitas antara air media pada bak
pemeliharaan sudah sama dengan air media pada baskom
naupli, maka proses akilmatisasi salinitas dianggap
selesai.
c) Penebaran nauplii dan pemberian pakan
Setelah aklimatisasi selesai naupli ditebarkan ke
dalam bak pemeliharaan dengan menjungkirkan baskom
yang berisi naupli perlahan-lahan. Padat tebar nauplii
yang aman berkisar 250 ekor/L. Jenis pakan yang
diberikan pada larva udang vannamei selama proses
pemeliharaan yaitu pakan alami. Pakan alami yang biasa
diberian pada larva uadang vannamei yaitu Skeletonema
costatum dan Artemia sp. Pakan alami ini sangat
dibutuhkan pada stadium akhir napulius (N-6) atau awal
stadium zoea. Sedangkan pakan buatan mulai diperlukan
ketika larva memasuki stadium zoea. Pakan buatan ini
ada yang dijual dalam bentuk kalengan maupun
bungkusan. Dosis pakan yang diberikan pada larva tidak
dihitung berdasarkan jumlah populasi larva, tetapi
diukur dengan satuan ppm, sebab larva membutuhkan
pakan yang tersedia setiap saat. Yang dimaksud dengan
ppm adalah gram/ton volume air media yang jika pakan
berbentuk tepung, sedangkan yang cair ml/ton. Dosis
terebut hanya untuk pakan buatan, sedangkan untuk
dosis pakan alami yaitu sel/cc/hari atau individu
/ekor larva/hari. Pemberian pakan dilakukan setiap 4-6
kali/hari dengan selang waktu 4-5 jam. Larva suka
makan pada malam hari maka pemberian pakan pada malam
hari lebih baik dari pada siang hari, yaitu pukul
05.00, 10.00, 15.00, 20.00 dan pukul 24.00.
Pemberian pakan dilakukan dengan cara dimasukkan
kedalam saringan yang kemudian dimaukkan ke dalam ember
yang berisi air tawar. Setelah itu saringn diremas-
remas sampai pakan yang ada dalam saringan habis,
kemudian ditambahkan pakan alami. Pakan yang berada
dalam ember yang berisi air tadi langsung ditebar ke
dalam bak pemeliharan (Farhan dkk, 2006).
Menurut Iskandar dan Khairul Amri (2008),
temperatur air untuk optimalkan pertumbuhan dan
transisi dari satu larva ke larva berikutnya adalah
280C, sedangkan salinitas adalah 26 - 30 dan pH sekitar
8,0, namun pH 7,8 sampai 8,4 sudah cukup. Menurut
Haliman, Rubiyanto W dan Dian Adijaya (2005) dalam
pengelolaan kualitas air ada beberapa perlakuan agar
air media tetap sesuai untuk pertumbuhan dan
kelangsungan hidup larva, diantaranya adalah
penyiponan. Penyimponan dilakukan agar sisa-sisa pakan
buatan maupun sisa-sisa metabolisme larva dapat
dikeluarkan sehingga tidak terjadi penumpukan dan
pembusukandalam air media. Penyimponan dapat dilakukan
setelah larva mencapai stadium mysis, frekuensinya 2
hari sekali, waktunya setelah 2 jam pemberian pakan.
Cara menyimpon adalah sebagai berikut :
Blower dimatikan,setelah itu slang yang akan
digunakan utuk menyedot air diisi air penuh dan
dipasang saringan pada salah satu ujungnya.
Kemudian slang dimasukkan kedalam bak dan
ujungnya yang dilepas tutupnya sehingga air
keluar dengan sendirinya.
d) Pemanenan
Pemanenan benur dilakukan mulai pada stadia PL10
atau ukuran PL telah mencapai 1 cm dan yang telah
memenuhi kriteria-kriteria benur yang siap dipanen.
Caranya adalah membuka saluran pembuangan yang telah
diberi saringan di dalamnya agar air yang keluar tidak
deras dan benur tidak ikut keluar. Sebelum hal
tersebut dilakukan terlebih dahulu mengurangi
ketinggian air hingga 6-10 cm sehingga benur mudah
ditangkap dengan menggunakan serok. Setelah ketinggian
air mencapai 5 cm hentikan penyerokan dan buka
saringan, sehinga sisa benur akan keluar bersama air
tersebut. Langkah berikutnya adaptasi salinitas,
penghitungan, dan pengemasan. Survival rate yang di
hasilkan dalam pemeliharaan larva dengan rata-rata
30% (Iskandar dan Khairul A, 2008).
Hasil panen benur udang vannamei biasanya
langsung dibeli oleh para petambak yang langsung dating
ke hatchery. Benur udang vannamei yang sering dibeli
yaitu benih vannamei yang sering tebar yang berumur
PL10-PL30. Harga jual udang sangat tergantung pada
kualitas benih . Benih tersebut harus sehat, kulit dan
tubuh bersih dari organisme parasit, tidak cacat, tubuh
tidak pucat, gesit, merespon cahaya dan bergerak aktif.
Selain itu harga benih udang juga dipengeruhi oleh
ukuran panjang dan bobot sesuai umur PL serta musim
penebaran benur di tambak (Haliman dan Adijaya, 2005).
Untuk memperoleh harga jual yang baik dan
pemasaran yang efisien, penyusunan program pemasaran
harus dilibatkan sedikit mungkin pemasaran. Dengan
demikian, jalur lembaga pemasaran yang sedikit akan
terbentuk margin pemasaran yang rendah sehingga harga
ditingkat hatchery tinggi dan harga ditingkat konsumen
layak jadi kedua belah pihak (pengusaha pembenihan atau
pemeliharaan larva dengan konsumen) sering
diuntungkan. Margin pemasaran adalah selisih antara
harga ditingkat konsumen dengan harga jual di tingkat
produsen benur (Haliman dan Adijaya, 2005).
Menurut Heryadi D dan Sutadi (1993)
pengangkutan benur ummnya dilakukan dengan cara
tertutup dan terbuka. Pengangkutan cara tertutup
disenangi karena pengirimannya dapat dilakukan dengan
menggunakan bus, kereta api, pesawat udara, dan
kendaraan lainnya. Cara ini membutuhkan es, kantong
pastik, tabung oksigen dan kardus Styrofoam.
Kunci keberhasilan dalam pengangkutan cara
tertutup adalah suhu dan kepadatan. Dalam pengangkutan
diusahakan agar suhu tetap rendah, oleh karena itu
setelah plastik diikat, maka bagian luarnya
digantungkan plastik berisi es. Untuk daerah tropis
suhu yang dianggap aman adalah 18-20 0 C.
Kepadatan yang aman dalam pengankutan cara tertutup
yaitu 4.000-6.000 ekor /kantong. Setiap kantong diisi
dengan 4 liter air dengan perbandingan oksigen dan air
5:1. Pengangkutan dengan cara ini akan aman jika lama
perjalanan maksimum 6 jam.
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang sudah di
uraikan di atas, dapat di simpulkan bahwa :
1. Indukan udang vannamei CV. Mutiara Windu Sakti
berasal dari indukan F1 Florida dan indukan murni
nusantara. Untuk mempercepat pematangan gonad
dilakukan dengan cara teknik ablasi yaitu
pemotongan tangkai mata udang vannamei dan kondisi
lingkungan harus baik supaya indukan tidak stress
dan tetap baik, terutama induk udang jantan yang
rentan terkena strees yang bisa mengakibatkan
pemijaahn menjadi gagal.
2. Pemeliharaan nauplii harus memperhatikan lingkungan
baik dan pakan yang mencukupi supaya pertumbuhan
dan perkembangannya bagus dan mencapai survival
rate yang tinggi selain itu padat penebaran dan
ketersediaan pakan alami seperti Skeletonema sp. dan
Artemia sp. juga menentukan kelangsungan hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, dkk. 1999. Pembenihan udang vannamei.IPB.Bogor.
Cahyaningsih, H. S. 2006. Petunjuk Teknis Produksi Pakan Alami.Direktorat Jendral Perikanan. Situbondo. 34hal.
Ditjenkan Budidaya, 2005. Profil Budidaya air payau.Direktorat Perikanan Budidaya, Departemen Kelautandan Perikanan. Jakarta Perikanan
Farhan, Goenawan M, Insani dan Marliani. 2006. JurnalBAPPL Sekolah Tinggi Perikanan. BagianAdministrasi Pelatihan Perikanan Lapangan.Serang.
Ghufran, M. 2006. Pemeliharaan Udang Vanname. Gramedia.Surabaya.
Haliman, Rubiyanto W dan Dian Adijaya. 2005. BudidayaUdang Vannamei. Penebar Swadaya. Jakarta.
Heryadi, D & Sutadi, 1993. Back Yard Usaha BudidayaUdang Skala Rumah Tangga. Penebar Swadaya. Jakarta
Iskandar dan Khairul Amri. 2008. Budidaya Udang Vannamei.Gramedia. Jakarta
Lightner at.all. 1996. Isolasi pathogenik pada udang.IPB. Bogor.