BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kira-kira 550 juta tahun yang longsoran lumpur terjadi di dasar laut purba. Tumbuhan dan binatang tersangkut pada proses tersebut ke dasar laut yang lebih dalam dan terjebak dalam lapisan sedimen lumpur yang kemudian mengalami lithifikasi menjadi serpih. Selanjutnya serpih megalami pengangkatan membentuk pegunungan yang tinggi. Pada batuan tersebut ditemukan sejumlah sisa-sisa organisme tadi yang beberapa jenis diantaranya masih tetap hidup sampai sekarang sedang lainnya telah musnah. Sisa-sisa kehidupan di masa lampau yang telah mengalami pembatuan disebut fosil. Fosil yang tertua adalah jejak yang sangat kecil dari organisme yang menyerupai bakteri yang pernah hidup sekitar 3000 juta tahun lalu. Cabang ilmu geologi yang mempelajari tentang PRAKTIKUM PALEONTOLOGI NAMA: St. Waiyah Andisa HARI/TGL : Senin,16-02-2015
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kira-kira 550 juta tahun yang longsoran lumpur
terjadi di dasar laut purba. Tumbuhan dan binatang
tersangkut pada proses tersebut ke dasar laut yang lebih
dalam dan terjebak dalam lapisan sedimen lumpur yang
kemudian mengalami lithifikasi menjadi serpih.
Selanjutnya serpih megalami pengangkatan membentuk
pegunungan yang tinggi. Pada batuan tersebut ditemukan
sejumlah sisa-sisa organisme tadi yang beberapa jenis
diantaranya masih tetap hidup sampai sekarang sedang
lainnya telah musnah.
Sisa-sisa kehidupan di masa lampau yang telah
mengalami pembatuan disebut fosil. Fosil yang tertua
adalah jejak yang sangat kecil dari organisme yang
menyerupai bakteri yang pernah hidup sekitar 3000 juta
tahun lalu. Cabang ilmu geologi yang mempelajari tentang
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
NAMA: St. Waiyah Andisa HARI/TGL :
Senin,16-02-2015
kehidupan yang pernah ada di masa lampau disebut
paleontologi. Paleontologi sangat membantu ahli geologi
dalam melakukan interpretasi mengenai sejarah bumi.
Oleh sebab itu, laporan ini merupakan bukti fisik
dari praktikum pengenalan fosil dan proses pemfosilan
yang telah kami lakukan pada Senin, 16 Februari 2015.
1.2 Maksud dan Tujuan
Praktikum ini bermaksud untuk membangun pemahaman
awal serta menambah ilmu mengenai fosil dan proses
pemfosilan.
Adapun tujuan dilaksanannya praktikum ini adalah:
1. Praktikan mampu menjelaskan pengertian dari fosil
2. Praktikan mampu menjelaskan proses pemfosilan
3. Praktikan mampu mengidentifikasi dan mengenali
jenis-jenis fosil tertentu
4. Praktikan mampu menjelaskan manfaat dari mempelajari
fosil.
1.3 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan selama berlangsungnya
praktikum adalah:
Alat:
1. Alat tulis menulis (pulpen, penggaris, pensil dan
penghapus)
2. Tabel determinasi
Bahan:
1. HCl 0,1 M
2. 8 sampel fosil
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Fosil
Fosil adalah sisa, jejak, atau bekas hewan maupun
tumbuhan yang hidup pada masa lampau yang terawetkan
maupun tertimbun secara alamiah. Syarat terbentuknya
suatu fosil adalah organisme memiliki bagian tubuh yang
keras., mengalami pengawetan, terbebas dari bakteri
pembusuk, terjadi secara alamiah tanpa rekaya manusia,
mengandung kadar O2 yang sedikit dan berumur lebih dari
10.000 tahun lamanya.
Menurut definisi tersebut, Mummy Mesir tidaklah dapat
dikategorikan sebagai fosil. Begitupula dengan peralatan-
peralatan hidup manusia purba. Batas antara masa lampau
dan masa kini adalah pada awa Holosen, atau kira-kira
11.000 tahun yang lalu.
2.2 Pengawetan Fosil
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
NAMA: St. Waiyah Andisa HARI/TGL :
Senin,16-02-2015
Suatu kehidupan dapat menjadi fosil melalu proses
pemfosilan. Proses ini merupakan proses dimana terekamnya
data-data kehidupan suatu organisme atau perubahan-
perubahanyang terjadi pada saat organisme tersebut mati
dan terkubur, serta terawetkan dengan baik dalam suatu
tubuh batuan sedimen, baik berupa sebagian atau seluruh
kehidupan organisme tersebut.
Adapun beberapa proses pemfosilan, adalah sebagai
berikut:
1. Petrifikasi, berubahnya organisme menjadi
batuan karena bahan-bahan seperti:
a. Silika (SiO2), berasal dari ledakan gunung api,
dapat berupa abu. Jika bercampur dengan air
kemudian memasuki pori-pori organisme dan
mengganti molekul-molekul organisme oleh komponen
silika dan kemudian mengalami proses pembatuan.
b. Kolofan, zat yang terdiri dari kalsium karbonat
(CaCO3), sulfat (SO4) dan air (H2O). Proses
pemfosilan oleh kolofan sama seperti yang terjadi
pada proses pemfosilan oleh silika (SiO2).
c. Kalsium karbonat (CaCO3), zat yang berasal dari
kapur yang terlapukkan dan terlarut dalam air
yang bercampur dengan bagian keras dari suatu
organisme dan terkompaksikan sehingga membentuk
sebuah fosil.
d. Oksida besi(FeO) dan sulfida besi (FeS), zat ini
berupa limonit, vivianit, atau hematit.
Pemfosilan dengan bahan ini dapat menyebabkan
fosil berwarna gelap karena mengandung unsur
besi.
2. Karbonisasi, penimbunan organisme sehingga
mengalami destilasi maupun kompresi sehingga
komponen gas dan air dalam tubuhnya hilang dan
tersisa unsur karbon (C).
a. Destilasi, proses dimana sutu tumbuhan atau bahan
organik lainnya yang telah mati dengan cepat
tertutup oleh tanah.
b. Kompresi, proses yang ditandai dengan organisme
tertimbun dalam lapisan tanah, maka air dan gas
yang terkandung dalam suatu organisme tertekan
keluar oleh bertanya lapisan tanah yang
menimbunnya.
3. Mineralisasi, proses penggantian sebagian atau
seluruh tubuh organisme oleh mineral yang lebih
tahan terhadap prose pelapukan. Meski material yang
menyusun organisme telah digantikan oleh mineral,
struktur sel dari organisme itu sendiri masih tampak
jelas dengan menggunakan mikroskop. Proses
mineralisasi dapat terjadi dengan tiga cara, yaitu:
a. Rekristalisasi, pengkristalan kembali mineral
penyusun rangka organisme menjadi mineral yang
lebih stabil. Perubahan ini terjadi karena atom-
atom penyusun mineral akan menyesuaikan diri dan
membentuk mineral yang lebih solid. Fosil yang
mengalami rekristalisasi akan mempunyai bentuk
dam struktur yang tetap. Tetapi hanya komposisi
mineralnya yang berubah.
b. Permineralisasi, proses dimana bagian lunak dari
suatu organisme berkontak langsung dengan air.
Dimana, air ini mengandung ion-ion terlarut
seperti silika, kalsium karbonat atau oksida
besi. Maka, unsur-unsur tadi mengisi rongga-
rongga dengan mineral. Dengan adanya proses ini,
fosil akan menjadi lebih berat dan tahan lama.
c. Replacement, material penyusun organisme yang
mengalami pelarutan dan digantikan oleh mineral
yang lain. Selama proses ini, volume dan bentuk
asli organisme tidaklah berubah, tetapi material
penyusunnya mengalami perubahan.
4. Pengawetan, proses yang menyebabkan suatu
organisme baik seluruh atau sebagian dari tubuhnya
tetap terawetkan dengan sedikit perubahan sifat
kimia maupun fisiknya.
5. Mold and cast, cangkang yang tertupi material
sedimen yang mengalami kompaksi mengalami pelarutan
dan meninggalkan cetakan pada batuan sedimen disebut
mold. Apabila mold terisi oleh mineral-mineral
sekunder lainnya disebut cast.
6. Organic trap, organisme yang secara utuh terjebak
pada suatu material sehingga tertimbun dan menjadi
fosil.
7. Tracks and Trails, jejak perpindahan suatu organisme
pada material-material lunak dan meninggalkan tapak
yang sangatlah jelas disebut track. Sedangkan trail
adalah jejak perpindahan organisme yang menimbulkan
kenampakan yang sangat halus.
8. Fake fosil, fosil rekayasa yang sengaja dibentuk
oleh manusia sebagai peraga.
9. Bekas gigtan, fosil tulang yang memiliki bekas
gigitan dari carnivora maupun hewan pengerat.
10. Koprolit, kotoran hewan yang terawetkan.
Koprolit digunakan untuk menentukan habitat, jenis
makanan serta memperkirakan ukuran hewan tersebut.
11. Gastrolit, batu yang permukaannya halus yang
ditemukan di dalam badan hewan yang telah menjadi
fosil.
2.3 Jenis Fosil
Berdasarkan tipe pengawetan, fosil dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Fosil tidak Terubah
Semua bagian organisme yang terawetkan, baik yang
lunak maupun yang keras. Misalnya, mammoth yang
terawetkan dalam es di Siberia.
2. Fosil yang Mengalami Perubahan
Perubahan dapat berupa:
a. Permineralisasi
b. Replacement
c. Rekristalisasi
3. Fosil berupa Jejak atau Bekas
Tidak semua fosil terawetkan dalam bentuk siap
dikenal, sering hanya bukti-bukti tidak langsung
dari jejak fosil yang ada untuk diinterpretasikan.
Contoh bukti tidak langsung adalah:
a. Mold and cast, cangkang yang tertupi material sedimen
yang mengalami kompaksi mengalami pelarutan dan
meninggalkan cetakan pada batuan sedimen disebut
mold. Apabila mold terisi oleh mineral-mineral
sekunder lainnya disebut cast
b. Imprint, jejak yang terbentuk pada sedimen yang
halus, pasir halus, maupun lumpur.
c. Tracks and Trails, jejak perpindahan suatu organisme
pada material-material lunak dan meninggalkan
tapak yang sangatlah jelas disebut track. Sedangkan
trail adalah jejak perpindahan organisme yang
menimbulkan kenampakan yang sangat halus.
d. Burrow, jejak dari organisme penggali. Lubang atau
galian ditinggalkan oleh organisme sering
terawetkan oleh pengisian mineral yang memiliki
komposisi yang berbeda.
e. Koprolit, kotoran hewan yang terawetkan. Koprolit
digunakan untuk menentukan habitat, jenis makanan
serta memperkirakan ukuran hewan tersebut.
4. Fosil Kimia
Jejak asam organik seperti yang dijumpai dalam
sedimen Prakambrium yang dipandang sebagai fosil
kimia.
2.4 Manfaat Fosil
Paleontologi adalah bagian dari ilmu geologi yang
menguraikan penyelidikan dan interpretasi fosil. Ilmu ini
banyak membantu ahli geologi dalam memahami sejarah masa
lalu. Ahli paleontologi menggunakan fosil untuk banyak
hal, beberapa diantaranya adalah:
1.Untuk menentukan umur relatif suatu batuan. Batuan
yang berasal dari zaman tertentu mengandung fosil
yang berbeda dengan zaman yang lainnya. Fosil pada
zaman yang lebih tua memiliki persebaran yang
sedikit dan bentuknya lebih primitif, sedangkan
fosil pada zaman yang lebih muda dapat dijumpai
lebih banyak dan bentuknya lebih kompleks.
2.Untuk menentukan keadaan lingkungan dan ekologi
suatu batuan sedimen yang mengandung fosil.
3.Untuk menentukan korelasi batuan, dengan
ditemukannya suatu fosil maka dapat ditarik
kesimpulanan bahwa lapisan yang juga terdapat fosil
tersebut terbentuk pada zaman yang sama.
4.Untuk mengetahui evolusi makhluk hidup. Setelah
meneliti isi fosil dari lapisan batuan-batuan yang
berbeda umurnya dapat disimpulkan bahwa batuan yang
lebih tua mengandung fosil yang lebih sedikit dan
bentuknya lebih primitif.
A
BAB III
PEMBAHASAN
V D S
Ket :
(1)Aperture (2)Test (3)Septa
No. Sampel : 1
No. Peraga : 1945
Family : Pleurotomanidae
Genus : Pleurotoma
Spesies : Pleurotoma steinworthi S.
Bentuk : Konikal
Komposisi Kimia : Kalsium Karbonat (CaCO3)
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
NAMA: St. Waiyah Andisa HARI/TGL :
Senin,16-02-2015
Proses Pemfosilan : Mineralisasi
Umur : Miosen Atas
Lingkungan Pengendapan : Laut Dangkal (Neritik-Abisal)
Ket :
Pleurotoma steinworthi S. termasuk dalam filum Molusca,
kelas Gastropoda, family Pleurotomanidae, genus Pleurotoma.
Fosil ini memiliki bentuk konikal, karena diameter dari
bawah ke atas semakin bertambah. Memiliki komposisi kimia
CaCO3, karena ketika ditetesi HCl 0,1 M cangkangnya
berbuih. Berdasarkan komposisi kimianya dapat ditarik
kesimpulan bahwa lingkungan pengendapan fosil ini adalah
pada zona laut dangkal.
Adapun bagian tubuh yang masih dapat diamati dari
fosil itu sendiri adalah, test yaitu bagian keseluruhan
dari suatu fosil, suture yaitu hubungan antar bagian yang
lain, aperture yaitu mulut bagian atas, dan septa yaitu
pembatas yang memisahkan rongga atau ruang.
Proses pemfosilan fosil ini dimulai dari organisme
yang mati, kemudian tertransportasikan oleh media geologi
berupa air yang mengubah bentuk dan kedudukannya. Selama
transportasi, material yang terdapat pada organisme ini
akan menyesuaikan diri dan berubah menjadi material yang
lebih stabil. Kemudian fosil ini akan terendapkan pada
daerah yang lebih rendah yang relatif kedudukannya berupa
cekungan.
Setelah itu organisme akan tertutupi oleh lapisan
batuan sedimen. Lapisan tersebut lama kelamaan akan
bertambah tebal yang mengakibatkan sinar matahari tidak
dapat menembus lapisan tersebut. Sehingga bakteri
pembusuk tidak dapat bekerja dan mempermudah proses
pemfosilan. Proses pemfosilan yang terjadi yaitu
permineralisasi, proses dimana bagian lunak dari suatu
organisme berkontak langsung dengan air yang mengandung
ion-ion terlarut seperti silika, kalsium karbonat atau