LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK II KESETIMBANGAN UAP – CAIR PADA SISTEM BINER Nama : Fajrin Nurul Hikmah NIM : 121810301022 Kelompok : 1 Kelas : A Asisten : Siti Rofiqoh LABORATORIUM KIMIA FISIKA JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2014
23
Embed
laporan praktikum kesetimbangan uap cair pada sistem biner
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK II
KESETIMBANGAN UAP – CAIR PADA SISTEM BINER
Nama : Fajrin Nurul Hikmah
NIM : 121810301022
Kelompok : 1
Kelas : A
Asisten : Siti Rofiqoh
LABORATORIUM KIMIA FISIKA
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Larutan adalah fase yang homogen yang mengandung lebih dari
satu komponen. larutan biner yaitu larutan yg mengandung dua
atau lebih zat yg dapat melarut dengan baik. Suatu zat cair
ketika dipanaskan dalam wadah yang tertutup akan lebih cepat
mendidih dibanding dengan zat cair yang dipanaskan dalam wadah
terbuka. Hal itu terjadi karena pengaruh tekanan uap cairan,
ketika tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap luar saat
itulah dikatakan mendidih. Karena wadah tertutup, maka dapat
diketahui batas antara fase uap dan fase cair yang tidak
setimbang. Tahap dimana rapatan uap sama dengan rapatan sisa
cairan, dan batas antar fase hilang disebut kesetimbangan
antara uap dan cair. Temperature pada keadaan tersebut adalah
temperature kritis. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui
indeks bias larutan biner maka dilakukan percobaan
“Kesetimbangan Uap-Cair Pada Sistem Biner” ini.
1.2 Tujuan
Tujuan dari percobaan ini yaitu mempelajari sifat larutan
biner dengan membuat digram temperatur versus komposisi.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Material Safety Data Sheet
2.1.1 Aquades
Bahan yang digunakan adalah air atau akuades. Aquades
berbentuk cairan dan tidak berwarna. Aquades tidak berbau dan
tidak mempunyai rasa yang khusus. Berat molekul aquades adalah
18,2 g/mol. pH aquades adalah 7 yang berarti aquades ber-pH
normal. Titik didih aquades yaitu sebesar 100°C (212°F).
Tekanan uap pada aquades adalah 2,3 kPa dengan densitas uap
sebesar 0,62. Massa jenis dari aquades adalah 1 g/L. Potensi
Efek Kesehatan Akut yang bisa ditimbulkan bila terkena aquades
yaitu tidak korosif bagi kulit. tidak iritasi bagi kulit.
tidak sensitizer untuk kulit. tidak mengiritasi mata. tidak
berbahaya apabila tertelan, tidak berbahaya apabila terhirup.
Tidak menimbulkan iritasi bagi paru-paru dan tidak sensitizer
untuk paru-paru. Potensi Efek Kesehatan kronis yang mungkin
bisa ditimbulkan oleh bahan ini yaitu tidak korosif bagi
kulit. tidak mengiritasi kulit. tidak mengiritasi mata. Bahan
ini tidak memiliki efek karsinogenik, efek mutagenik dan efek
teratogenik bagi manusia. Aquades adalah bahan yang tidak
mudah terbakar sehingga penanganan pada kebakaran tidak
diperlukan. Apabila bahan ini tumpah dalam volume yang kecil
maka cukup ditangani dengan mengepel tempat yang terkena bahan
atau menyerap dengan bahan kering inert dan menempatkan dalam
wadah pembuangan limbah yang baik. Apabila bahan yang tumpah
dalam volume banyak maka bisa ditangani dengan diserap memakai
bahan inert dan menempatkan bahan yang tertumpah dalam
pembuangan limbah yang baik. Penyimpanan bahan ini tidak
dmemerlukan tempat yang khusus. Bahan bisa disimpan di tempat
yang bersih dan bersuhu normal. Alat pelindung diri yang bisa
di pakai saat memakai bahan ini adalah memakai jas lab. Kaca
mata pelindung. masker dan sarung tangan (Anonim, 2014).
2.1.2 Etanol
Bahan selanjutnya yaitu ethanol. Etanol juga disebut grain
alcohol. Hal ini karena etanol juga digunakan sebagai bahan
dasar pada minuman, bukan methanol atau grup alkohol lainnya.
Senyawa ini berbentuk cairan yang tidak berwarna dan memiliki
sifat yang mudah menguap pada suhu rendah serta mudah terbakar
pada suhu tinggi. Etanol memiliki rumus molekul CH3CH2OH.
Etanol memiliki kerapatan 0,79 g/cm³ dan titik didih 78°C
(351oK), sedangkan titik bekunya sebesar -113,84°C (-172,90F).
Alkohol dapat bercampur dengan air dan mudah bercampur dengan
pelarut organic lainnya. Bagian tubuh yang terkena ethanol
akan terasa dingin(Anonim, 2014).
2.2 Kesetimbangan uap – cair pada sistem biner
Larutan dapat didefinisikan sebagai suatu sistem homogen
yang terdiri dari dua komponen atau lebih. Istilah pelarut dan
zat terlarut sebenarnya biasa dipertukarkan, tetapi istilah
pelarut biasanya digunakan untuk cairan, bila larutan terdiri
dari padatan atau gas dalam cairan. Istilah ini untuk jenis
larutan lain biasa digunakan untuk menyatakan zat yang
terdapat dalam jumlah yang lebih banyak. Komponen–komponen
yang terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit biasanya
dinamakan zat terlarut (Bird,1993).
Jika kita menghendaki komposisi uap yang dalam
kesetimbangan dengan campuran air, tidak cukup bila kita hanya
mengetahui sifat-sifat campuran cair pada komposisi seperti
itu saja; sekarang kita juga harus mengetahui sampai sejauh
mana sifat-sifat itu (khususnya energi Gibbs) bergantung pada
komposisi. Pengaruh temperatur yang pokok pada kesetimbangan
uap-cair terdapat dalam tekanan uap komponen murni atau lebih
tepatnya dalam fugasitas zat cair komponen murni. Sementara
koefisien aktivitas bergantung pada temperatur sebagaimana
halnya komposisi, ketergantungan itu biasanya kecil bila
dibandingkan dengan ketergantungan tekanan uap zat cair murni
pada temperatur. Dalam suatu campuran, kenaikan temperature
10oC meningkatkan tekanan uap zat cair sebesar 1,5 - 2 kali.
Oleh karena itu, kecuali pada perubahan temperatur yang besar
sering lebih mudah bila pengaruh temperatur terhadap gE
diabaikan saja ketika menghitung kesetimbangan uap-cair (Reid,
1990).
Bila seluruh larutan biner diuapkan secara parsial,
komponen yang mempunyai tekanan uap lebih tinggi akan
terkonsentrasi pada fase uapnya, hingga terjadi perbedaan
komposisi antara cairan dengan uap yang setimbang. Uap
tersebut dapat diembunkan sebagai kondensat. Uap yang
diperoleh dengan menguapkan secara parsial kondensat itu akan
mempunyai komposisi yang lebih kaya lagi akan komponen yang
mudah menguap (Alberty, 1987 ).
Larutan dikatakan ideal jika larutan tersebut mengikuti
hukum Roult pada seluruh kisaran komposisi sistem. Hukum Roult
dalam bentuknya yang lebih umum didefinisikan sebagai
fugasitas dari tiap komponen dalam larutan yang sama dengan
keadaan serta fraksi molnya dalam larutan tersebut, yakni:
f1 = X1 . f1*
Sedangkan hubungan antara tekanan parsial dan
komposisinya dalam larutan merupakan pendekatan dalam hal
larutan yang mempunyai komponen tekanan parsial kecil.
P1 = X1 . P1o.
Dimana : p1 = tekanan uap larutan po = tekanan uap larutan
murni X1 = mol fraksi larutan Potensial kimia dari tiap
komponen dalam larutan didefinisikan sebagai : µ1 = µ1o + R T ln
X1 (Dogra, 1990).
Komponen (pelarut dan zat terlarut) larutan ideal
mengikuti Hukum Roult pada seluruh selang konsentrasi. Larutan
encer yang tak mempunyai interaksi kimia di antara komponen-
komponennya, Hukum Roult berlaku bagi pelarut, baik ideal
maupun tak ideal. Tetapi Hukum Roult tak berlaku pada zat
terlarut pada larutan tak ideal encer. Perbedaan ini bersumber
pada kenyataan : molekul-molekul pelarut yang luar biasa
banyaknya. Hal ini menyebabkan lingkungan molekul terlarut
sangat berbeda dalam lingkungan pelarut murni. Zat terlarut
dalam larutan tak ideal encer mengikuti Hukum Henry, bukan
Hukum Roult (Petrucci, 1992).
Larutan juga dapat dikatakan sebagai larutan ideal apabila :
1. Homogen pada seluruh system mulai dari mol fraksi 0-1
2. Tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen-
komponen dicampur membentuk larutan ( ∆H pencampuran =
0 )
3. Tidak ada beda volume pencampuran, artinya volume larutan
sama dengan jumlah komponen yang dicampurkan ( ∆V
pencampuran = 0 )
(Tim Penyusun, 2014).
komponen larutan ideal adalah komponen yang satu akan
mempengaruhi sifat komponen yang lain, sehingga sifat larutan
yang dihasilkan terletak diantara sifat kedua komponennya.
Contoh, sistem benzene-toluena. Larutan non ideal adalah
larutan yang tidak memiliki sifat di atas. Larutan ini dibagi
dua golongan yaitu : Larutan non ideal deviasi positif yang
mempunyai volume ekspansi, dimana akan menghasilkan titik
didih maksimum pada sistem campuran itu. Contoh : sistem
aseton-karbondisulfida. Larutan non ideal deviasi negative
yang mempunyai volume kontraksi, dimana akan menghasilkan
titik didih minimum pada sistem campuran itu. Contoh : sistem
benzene-etanol dan aseton-kloroform (Tim Penyusun, 2014).
-diambil 15 mL dari masing – masing konsentrasi lalu
dimasukkan dalam destilator
Alkohol 70%
-diambil sisanya lalu diukur massa jenisnya dengan
digunakan piknometer
-diambil residunya dengan pipet
-ditentukan komposisi alkohol dalam destilatnya demikian
juga residunya
-dilakukan pada setiap konsentrasi
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Konsentrasi
Massajenis
Titikdidih
% alkohol fraksimoldesti
latresidu
10%0,934g/mL 98 °C
49,892 4,103 0,0592
20%0,931g/mL 91 °C
46,095 7,788 0,13
30%0,899g/mL 84 °C 58,35
29,923 0,213
40%0,886g/mL 79 °C 58,35
38,235 0,32
50%0,851g/mL 73 °C
51,219
42,562 0,46
60%0,821g/mL 75 °C
59,881
56,856 0,66
Hasil
70%0,785g/mL 70 °C 58,35
36,225 1
4.2 Pembahasan
Larutan biner adalah larutan yang mengandung dua komponen.
Komponen dalam jumlah yang sedikit disebut zat terlarut.
Komponen dalam jumlah yang terbanyak disebut pelarut. Larutan
biner dapat bersifat ideal dan dapat bersifat tidak ideal.
Larutan ideal adalah larutan yang gaya intermolekul baik
gaya intermolekul pada molekul–molekul sejenis (pelarut–
pelarut) atau pada molekul yang tidak sejenis (pelarut–zat
terlarut) adalah sama. Syarat dari larutan ideal adalah
sebagai berikut :
1. Homogen pada seluruh sistem mulai dari mol fraksi 1-0
2. Tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen – komponen
dicampur membentuk larutan (∆H pencampuran = 0)
3. Tidak ada beda volume pencampuran artinya volume larutan
sama dengan jumlah komponen yang dicampurkan (∆V pencampuran
= 0)
4. Memenuhi hukum Raoult
Larutan non ideal idak memiliki sifat diatas, yaitu antara
sifat komponen satu tidak mempengaruhi sifat komponen lainnya.
Larutan non ideal dibagi menjaadi dua golongan :
1. Larutan non ideal deviasi positif yang memiliki volume
ekspansi, dimana akan menghasilkan titik didih maksimum
pada sistem campuran itu. Deviasi positif menunjukkan
adanya kerusakan ikatan intermolekul dalam system. ∆H(l) > 0,
maka proses pelarutan adalah endoterm. karena pada
pembentukan larutan diserap oleh kalor, maka komponen –
komponen berada pada tingkat energi yang lebih tinggi
setelah terjadi interaksi dibanding sebelumnya. Contoh :
sistem aseton-karbondisulfida.
2. Larutan non ideal deviasi negative yang mempunyai volume
kontraksi, dimana akan menghasilkan titik didih minimum
pada sistem campuran itu. Penyimpangan negatif / deviasi
negatif biasanya disebabkan terbentuknya ikatan
intermolekul antara komponen – komponen yang terdapat dalam
system, proses pelarutan eksoterm dan ∆H(l) < 0. Contoh :
sistem benzene-etanol dan aseton-kloroform.
Campuran alkohol dengan akuades akan membentuk azeotrop.
Azeotrop adalah campuran dari dua atau lebih cairan dalam
sedemikian rupa sehingga komponen tidak dapat diubah dengan
distilasi sederhana. Hal ini terjadi karena ketika azeotrop
direbus uap memiliki proporsi yang sama dari konstituen
sebagai campuran direbus. Adapun prinsip kerja dari percobaan
ini adalah perbedaan tekanan uap dan titik didih serta berat
jenis suatu pelarut/zat yang dimana saat titik didih terjadi,
akan dapat kembali menjadi cair setelah menguap serta
ketetapan saat larutan itu menguap sama dengan kecepatan pada
saat zat/larutan itu kembali ke fase cairan. Proses distilasi
dihentikan bila campuran tersebut sudah mencapai suhu
kesetimbangan saat cairan yang berada di dalam labu leher tiga
mendidih untuk pertama kali. Cairan yang jatuh dalam labu
distilat pada saat proses distilasi disebut distilat yang
berupa larutan alkohol karena memiliki titik didih yang lebih
rendah dibandingkan akuades. Sedangkan cairan yang masih
tertinggal di dalam labu leher tiga dinamakan residu yang
berupa akuades. Besarnya nilai densitas juga dipengaruhi oleh
titik didih campuran. Namun densitas juga sangat dipengaruhi
oleh komposisi komponen tertentu.
Percobaan ini tentang kesetimbangan uap cair pada sistem
biner. Kesetimbangan uap cair dipengaruhi oleh suhu dan
komposisi dari larutan tersebut. Dalam percobaan ini larutan
yang digunakan adalah akuades dan alkohol 70%, dimana titik
didih alkohol lebih rendah dibandingkan dengan akuades.
Sehingga apabila komposisi alkohol dalam suatu larutan semakin
besar, maka titik didih larutan akan menjadi semakin rendah.
Alkohol dengan konsentrasi 70 % diencerkan menjadi konsentrasi
10, 20, 30, 40, 60 % dengan volume masing larutan sebesar 25
mL. 10 mL dari masing – masing larutan diukur massa jenisnya
dengan menggunakan piknometer. Sisa dari masing – masing
larutan diambil untuk dimasukkan dalam destilator. Tujuan dari
langkah ini yaitu untuk mendestilasi larutan agar mendapatkan
destilat dan residunya. Residu dan destilat yang sudah didapat
kemudian diukur komposisi alkoholnya dengan menggunakan alat
sensor alkohol.
Pengukuran massa jenis larutan alkohol ini digunakan untuk
menghitung fraksi molnya. Langkah selanjutnya yaitu dibuat
grafik hubungan fraksi mol dengan destilat. Fraksi mol dengan
residu dan fraksi mol dengan temperatur.
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.20
20
40
60
80f(x) = 62.4380788220166 x + 14.648356053152R² = 0.920827866741556
Hubungan fraksi mol dengan % alkohol
Series2Linear (Series2)
fraksi mol alkohol
% Al
koho
l
Grafik diatas menunjukkan hubungan antara fraksi moldengan alkohol. Menurut literatur semakin besar nilai fraksimolnya maka komposisi % alkohol dalam larutannya semakinbesar. Hal ini sudah sesuai dengan hasil grafik diatas yangdidapat dari percobaan ini.
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.20204060
f(x) = 38.7316009870099 x + 15.0870062392458R² = 0.462526984075359
Hubungan fraksi mol alkohol dengan % alkohol
residuSeries2Linear (Series2)
fraksi mol
alko
hol
resi
du
Grafik diatas menunjukkan hubungan antara fraksi moldengan % residunya. Menurut bliteratur semakin tinggi nilaifraksi molnya maka semakin kecil nilai % residunya. Namun padagrafik diatas tidak menunjukkan demikian. Grafik yang didapatjustru tidak menunjukkan bahwa hasilnya sama dengan literatur.Hal ini mungkin diakibatkan karena proses destilat yangdilakukan belum selesai, sehingga residu yang didapat masih
banyak mengandung alkohol. Kesalahan lain yang juga bisamenyebabkan perbedaan hasil dari praktikum dengan literaturadalah kurang bersihnya alat yang digunakan.
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2020406080100
f(x) = − 23.9182308752781 x + 90.4257708276736R² = 0.792477833983653
Hubungan fraksi mol dengan temperatur
Series2Linear (Series2)
fraksi mol
temp
erat
ur (
oC)
Menurut literatur, grafik yang didapat harus linear. Nilai
temperatur saharusnya semakin rendah apabila fraksi molnya
semakin besar. Namun hasil dari praktikumnya tidak demikian.
Hasil dari grafik menjadi tidak sesuai literatur karena adanya
kadar aquades yang masih tercampur dalam labu leher tiga.
Sehingga dapat mempengaruhi hasilnya.
BAB 5. PENUTUP
5.1 kesimpulan
Kesimpulan yang dapat tujuan praktikum kali ini yaitu
nilai temperatur saharusnya semakin rendah apabila fraksi
molnya semakin besar. Namun hasil dari praktikumnya tidak
demikian. Hasil dari grafik menjadi tidak sesuai literatur
karena adanya kadar aquades yang masih tercampur dalam labu
leher tiga. Sehingga dapat mempengaruhi hasilnya.
5.2 Saran
Praktikan harus menguasi materi praktikum sebelum
percobaan dilakukan. Selain itu alat yang digunakan harus
benar – benar bersih agar tidak mempengaruhi hasil akhirnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alberty, A. R.. 1987. Kimia Fisika, edisi kelima, jilid I. Jakarta: