1 BAB I PENDAHULUAN Benih adalah alat untuk mempertahankan kelanjutan hidup spesies tumbuhan tertentu dengan cara memperpanjang kehidupan embrio. Biasanya benih legum kebanyakan mempunyai kulit yang keras, sehingga untuk membantu proses perkecambahan perlu dilakukan skarifikasi sehingga dapat mengubah kulit yang tidak permeabel menjadi permeabel terhadap gas dan air. Skarifikasi dapat dilakukan dengan perlakuan fisik, mekanik dan kimia. Praktikum Ilmu Tanaman Pakan dengan materi skarifikasi mempunyai tujuan yaitu mengidentifikasi tipe dormansi benih, mampu menentukan cara skarifikasi benih sesuai dengan tipe dormansinya dan mampu menyemai benih secara baik dan benar. Manfaat dari praktikum Ilmu Tanaman Pakan adalah mengetahui teknik penanaman atau pengadaan hijauan pakan bagi ternak sehingga diperoleh hasil yang optimal.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
Benih adalah alat untuk mempertahankan kelanjutan
hidup spesies tumbuhan tertentu dengan cara
memperpanjang kehidupan embrio. Biasanya benih legum
kebanyakan mempunyai kulit yang keras, sehingga untuk
membantu proses perkecambahan perlu dilakukan
skarifikasi sehingga dapat mengubah kulit yang tidak
permeabel menjadi permeabel terhadap gas dan air.
Skarifikasi dapat dilakukan dengan perlakuan fisik,
mekanik dan kimia.
Praktikum Ilmu Tanaman Pakan dengan materi
skarifikasi mempunyai tujuan yaitu mengidentifikasi
tipe dormansi benih, mampu menentukan cara skarifikasi
benih sesuai dengan tipe dormansinya dan mampu menyemai
benih secara baik dan benar. Manfaat dari praktikum
Ilmu Tanaman Pakan adalah mengetahui teknik penanaman
atau pengadaan hijauan pakan bagi ternak sehingga
diperoleh hasil yang optimal.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Skarifikasi
Skarifikasi merupakan salah satu upaya perawatan
benih, yang ditujukan untuk mematahkan dormansi, serta
mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam
(Schmidt, 2000). Salah satu cara untuk mempercepat masa
dormansi adalah dengan cara skarifikasi. Benih yang
diberi perlakuan skarifikasi memungkinkan masuknya air
ke dalam benih sehingga imbibisi sebagai proses awal
perkecambahan benih dapat terjadi. Skarifikasi
3
bertujuan untuk mengubah kulit benih yang mengandung
kulit biji yang tidak permeabel menjadi permeabel
terhadap gas- gas dan air (Minarno, 2002).
2.1.1. Skarifikasi Fisik
Skarifikasi fisik dilakukan dengan merendam biji
dalam air panas atau biji juga bisa di oven lebih
dahulu sebelum meredam dengan air panas (Ilyas, 2007).
Perlakuan fisik dengan perendaman benih pada air panas
selama 7-10 menit. Hal ini bertujuan supaya benih lebih
lunak sehingga memudahkan terjadinya perkecambahan
(Pramono et al., 2010).
2.1.2. Skarifikasi Kimia
Skarifikasi kimia dilakukan dengan menggunakan
bahan kimia yang bertujuan supaya kulit biji yang
digunakan sebagai benih lebih bersifat permeabel dan
lebih lunak sehingga lebih mudah untuk menyerap air dan
udara pada masa imbibisi. Biji dilindungi oleh kulit
biji yang terdiri atas jaringan yang secara identik
4
dengan tanaman induknya dan biasanya berkembang dari
intergumen biji (Yahya, 2002). Larutan kimia yang biasa
digunakan adalah asam sulfat pekat (H2SO4 96 %) dengan
cara merendam benih kedalam larutan atau menggunakan
KNO3, sebagai pengganti fungsi cahaya dan suhu serta
untuk mempercepat masuknya oksigen kedalam benih
(Muharni, 2002).
2.1.3. Skarifikasi Mekanik
Skarifikasi secara mekanik umumnya digunakan untuk
memecah dormansi benih akibat impermeabilitas kulit,
baik terhadap air maupun gas, resisten mekanisme kulit
perkecambahan yang terdapat pada kulit benih. Dormansi
benih adalah ketidakmampuan benih hidup untuk
berkecambah pada lingkungan yang optimum untuk
perkecambahannya (Saleh, 2004). Cara mekanisme yang
dilakukan adalah dengan menggosok kulit biji
menggunakan amplas, sedangkan perlakuan “impaction”
(goncangan) dilakukan untuk benih yang memiliki sumbang
gabus. Skarifikasi dengan cara mekanik pada setiap
5
benih dapat diberi perlakuan individu sesuai dengan
ketebalan biji. Semua benih dibuat permeabel dengan
resiko kerusakan kecil, asal daerah radikel tidak rusak
(Schmidt, 2002).
2.2. Perkecambahan
Proses perkecambahan biji tanaman merupakan suatu
rangkaian komplek dari perubahan - perubahan morfologi,
fisiologi, dan biokimia yang terjadi pada biji. Proses
perkecambahan yang baik menjadi salah satu syarat utama
tanaman akan tumbuh baik dan subur dimasa muda. Proses
perkecambahan dimulai dengan penyerapan air oleh benih,
melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma
(Nawi, 2000). Pertumbuhan kecambah dipengaruhi beberapa
faktor salah satunya adalah cahaya. Proses
perkecambahan benih ada yang memerlukan cahaya untuk
mempercepat pertumbuhan dan ada yang tidak memerlukan
cahaya karena akan menghambat perkecambahan,namun ada
pula yang berkecambah sama baik ditempat gelap atau
terang (Mustika, 2010).
6
2.3. Uji Muncul Tanah
Uji muncul tanah merupakan cara untuk mengetahui
kualitas biji dengan media tanam tanah, namun sebelum
ditanam benih sudah melalui proses skarifikasi terlebih
dahulu. Pengujian kualitas tanah berhubungan dengan
ketersediaan unsur hara dan zat - zat yang terkandung
di dalam tanah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
tanaman. Pertumbuhan tanaman yang baik membutuhkan
tanah yang baik pula, yaitu tanah yang banyak
mengandung unsur hara (Nawi, 2000). Uji muncul tanah
dipengaruhi oleh keadaan biji dan medium tanah. Keadaan
biji dipengaruhi tekstur, proporsi, struktur, suhu, dan
konsistensi tanah (Sutopo, 2002).
2.4. Benih
Benih adalah biji yang dipersiapkan untuk tanaman
yang telah melalui proses seleksi sehingga diharapkan
dapat mencapai proses tumbuh besar. Pertumbuhan benih
salah satunya dipengaruhi oleh kedalaman tanah.
7
Kedalaman akan mempengaruhi perkecambahan benih, jika
benih ditanam terlalu lama maka akan menghambat proses
perkecambahan (Sutopo, 2002). Suatu benih dikatakan
sebagai benih dorman apabila benih dari tanaman tidak
berkecambah meskipun ditempatkan pada kondisi
lingkungan optimum. Kegagalan dalam mengatasi masalah
dormansi akan berakibat pada kegagalan perkecanbahan
pada benih tanaman (Lensari, 2009).
2.4.1. Sentro (Centrosema pubescens)
Centrosema pubescens adalah jenis legum yang berasal
dari Amerika Selatan, merupakan tumbuhan parennial,
pertumbuhan tanaman membelit, menjalar, batang berbulu
dan tidak berkayu, tipe daun trifoliate, berambut,
panjangnya 5-12 cm dan lebar 3-10 cm (Umiyasih dan
Anggraeni, 2003). Sentro dapat tumbuh didaerah tropis,
tidak tahan dengan suhu dingin, dapat tumbuh pada musim
kemarau panjang, responsif terhadap pupuk P dan
termasuk tanah masam dengan kesuburan sedang
(Soemarsono, 2007).
8
2.4.2. Puero (Pueraria phaseoloides)
Tanaman ini berasal dari India Timur, dengan jenis
tanaman yang berumur panjang dengan ciri - ciri tumbuh
merambat, memanjat dan membelit. Sifat perakaran dalam,
daun muda tertutup bulu berwarna coklat, daunnya
berwarna hijau tua dan bunganya berwarna ungu kebiruan
(Pramono et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh baik pada
berbagai jenis tanah serta tahan terhadap tanah asam
dan permukaan air yang tinggi (Rukmana, 2005).
2.4.3. Kalopo (Calopogonium mucunoides)
Kalopo berasal dari Amerika Selatan dengan siklus
hidup perennial. Tanaman kalopo tidak tahan terhadap
penggembalaan, tidak tahan naungan yang lebat akan
tetapi dapat tumbuh baik didaerah lembab (Susilawati,
2011). Tanaman ini dapat beradaptasi di daerah tropis
dengan curah hujan 1.000-1.400 mm/th dengan ketinggian
200-1.000 m, struktur tanah sedang sampai berat, dan
tahan genangan air (Soemarsono, 2007).
9
BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Ilmu Tanaman Pakan dengan acara
Skarifikasi dan Uji Muncul Tanah dilaksanakan pada
tanggal 13April 2013 pukul 07.30 – 09.30 di
10
Laboratorium Ekologi dan Produksi Tanaman, Fakultas
Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,
Semarang.
3.1. Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum skarifikasi
dan uji muncul tanah adalah bak perkecambahan yang
digunakan sebagai tempat perkecambahan, tissue
digunakan sebagai media tanam pada uji perkecambahan,
polibag sebagai media perkecambahan pada uji muncul
tanah, amplas digunakan pada perlakuan secara mekanis
pada biji legum, label digunakan untuk memberi tanda
pada setiap perlakuan dan untuk memudahkan pengamatan
serta inkubator untuk mempertahankan suhu dalam proses
perkecambahan. Bahan yang digunakan adalah legum puero,
sentro, dan kalopo, air panas 60o C dan H2 SO4 96%.
3.2. Metode
3.2.1. Skarifikasi
11
Metode yang digunakan dalam praktikum skarifikasi
menggunakan tiga metode yaitu skarifikasi secara
mekanik, fisik, dan kimia. Metode skarifikasi secara
mekanik yaitu dengan cara mengamplas 20 biji sentro.
Skarifikasi secara fisik adalah dengan cara memasukkan
20 biji sentro ke dalam air panas dengan suhu 60oC
selama 7 menit. Skarifikasi secara kimia dengan cara
memasukkan 20 biji sentro ke dalam larutan H2SO4 selama
7 menit. Kemudian meniriskan biji sentro pada masing-
masing perlakuan dan meletakkan biji sentro ke dalam
medium tissue yang telah disiapkan dan dibasahi dengan
air supaya lembab. Menyimpan dalam suhu kamar,
menyirami secara teratur dengan air dan mencatat jumlah
biji yang berkecambah setiap hari sampai hari ke-14,
membuang benih yang busuk dan berjamur.
3.2.2. Perkecambahan
Mengkecambahkan benih legum sentro yang telah
diberi perlakuan tersebut pada media tissue dengan
menyusun biji sebanyak 10 butir untuk U1 dan 10 butir
12
untuk U2. Mengamati dan menyiram setiap hari selama 14
hari, menghitung benih yang sudah tumbuh serta membuang
benih yang busuk dan berjamur.
3.2.3. Uji Muncul Tanah
Praktikum ilmu tanaman pakan dalam uji muncul
tanah menggunakan metode yaitu dengan melakukan
skarifikasi secara mekanik, fisik, dan kimia. Penanaman
pada polibag sebanyak 10 benih pada setiap perlakuan,
setiap polibag berisi media tanah dengan kedalaman kira
- kira 2 cm pada masing-masing benih. Menyimpan benih
dalam suhu kamar, menyiram benih setiap hari selama 14
hari, menghitung jumlah benih yang muncul diatas tanah
dan menghitung persen perkecambahan dengan menggunakan
Coefisien Vigor (CV) serta Vigor indeks kecambah (VI).
Persentase Perkecambahan
% perkecambahan = jumlah kecambah x 100%Total benih
Vigor indeks dan Coefisien Vigor dapat dihitung
dengan :
13
V1 = + + ........ + ( 1 )
V1 : Vigor IndexC : Jumlah kecambah pada hari tertentuD : Waktu yang berkorespondensi dengan jumlah itu
CV = ( 2 )
CV : Coefisien VigorT : Waktu yang berkorespondensi dengan AA : Jumlah benih yang berkecambah pada waktu tertentu
BAB IV
14
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Perkecambahan
4.1.1. Perkecambahan dengan Skarifikasi Mekanik
Berdasarkan praktikum Ilmu Tanaman Pakan dengan
materi perkecambahan yang dilaksanakan selama dua
minggu diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 1. Perkecambahan dengan Skarifikasi Mekanik
JenisLegum
Indek Vigor Coefisien Vigor PresentasePerkecambah
an (%)U1 U2 Rata-
RataU1 U2 Rata
-Rata
Sentro 4,3 3 3,65 40 45,45 42,72
60
Puero 4,11 1,6 3,29 33,33 12,5 22,91
65
Kalopo 7,2 5,1 6,15
40 66,67 53,34
90
Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Tanaman Pakan, 2013.
Berdasarkan praktikum perkecambahan secara
skarifikasi mekanik dengan mengamplas biji sentro,
puero, dan kalopo menggunakan amplas diperoleh hasil
bahwa rata - rata perkecambahan pada benih sentro 60%,
puero 65%, dan kalopo 90%. Pengamplasan bertujuan untuk
15
menghilangkan kulit keras yang menyelimuti biji
sehingga benih mudah menyerap air dan gas pada proses
imbibisi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutopo (2002)
yang menyatakan bahwa tahap pertama suatu perkecambahan
benih dimulai dengan proses penyerapan air, dan
melunaknya kulit benih. Namun pada skarifikasi mekanik,
pengamplasan harus dilakukan dengan hati-hati supaya
tidak merusak benih. Hal ini sesuai pendapat Saleh
(2002) bahwa skarifikasi mekanik harus dilakukan secara
hati - hati pada benih karena apabila terlalu keras
maka dapat merusak benih yang berkulit tipis, dan
apabila telalu pelan maka kulit keras tidak akan
terkelupas, dan hal itu akan mempengaruhi perkecambahan
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tanaman Pakan,
2013.
Berdasarkan praktikum uji muncul tanah secara
skarifikasi kimia dengan merendam biji sentro, puero,
dan kalopo menggunakan larutan H2SO4 96% diperoleh hasil
bahwa rata - rata pada benih sentro 100%, puero 40%,
kalopo 30%. Dari data tersebut diperoleh bahwa benih
sentro rata-rata uji muncul tanah tertinggi. Hal ini
dikarenakan sentro memiliki kulit yang tipis
dbandingkan dengan puero dan kalopo sehingga mematahkan
dormansi benih cepat pada waktu perendaman dalam asam
sulfat. Hal ini sesuai pendapat Mistiani et al. (2012)
yang menyatakan bahwa perlakuan dengan menggunakan
bahah kimia sering digunakan dengan tujuan agar kulit
biji lebih mudah dimasuki air pada proses imbibisi
sehingga memecahkan dormansi lebih cepat. Selain itu
kepadatan tanah juga berpengaruh pada laju uji muncul
tanah. Hal ini sesuai pendapat Haridjaja et al. (2010)
24
bahwa tanah yang padat akan memberikan hambatan fisik
pada penerobosan akar sehingga mengendalikan kapasitas
kemampuan memanen air dan unsur hara.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
25
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan
bahwa pada uji perkecambahan biji sentro, kalopo, dan
puero lebih cepat tumbuh dengan menggunakan scarifikasi
mekanik. Sedangkan pada uji muncul tanah biji sentro,
kalopo, dan puero lebih cepat tumbuh pada skarifikasi
fisik dan mekanik. Hal ini disebabkan karena proses
perendaman yang cukup lama yang mengakibatkan banyak
air yang masuk kedalam biji dan pengamplasan yang
mengakibatkan kulit dari biji menjadi lebih tipis
sehingga biji cepat berkecambah.
5.2. Saran
Dalam praktikum Ilmu Tanaman Pakan sebaiknya lebih
memperhatikan metode yang telah ditentukan baik fisik,
mekanik maupun kimiawi karena sangat mempengaruhi
proses perkecambahan pada benih. Kemudian lebih
memperhatikan prosedur penyimpanan dalam inkubator
serta lebih rajin untuk mengecek perkecambahannya.
26
DAFTAR PUSTAKA
Haridjaja, O. 2010. Pengaruh Isi Bobot Tanah teradap Sifat Fisik Tanah dan Perkecambahan Benih Kacang Tanah dan Kedelai. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 15(3): 147-152.
Ilyas, S. 2007. Persistensi dan Pematahan Dormansi Benih pada beberapa Varietas Padi Gogo. Jurnal Agrista 11 ( 2 ) : 92-101.
Lensari, Delfy. 2009. Pengaruh Perlakuan PertahananDormansi Terhadap Kemampuan Perkecambahan BenihAngsana. Departemen Silvikultur FakultasKehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Minarno, E. B. 2002. Pengaruh Skarifikasi GiberellinKyowa terhadap pertumbuhan palem putri (Vetchiamerilli, Becc, H.E Moore). UniversitasMuhammadiyah Malang, Malang. Pramono, A.A, Fauzi,M.A., Widyani, N. Heriansyah, I. Dan Roshetko,J.M. 2010. Panduan Lapangan Untuk Pertanian.CIFOR, Bogor.
Muharni, S. 2002. Pengarah Metode Pengerigan danPerlakuan Pematahan Dormansi terhadap ViabilitasBenih Kayu Afrika (Maesopsis emiini Engler).Fakultas Pertanian IPB, Bogor
Nawi, M. 2000. SkarifikasiTanamanPakan. Erlangga,Jakarta.
Pramono, A.A, Fauzi, M.A., Widyani, N. Heriansyah, I.Dan Roshetko, J.M. 2010. Panduan Lapangan UntukPertanian. CIFOR, Bogor.
27
Rukmana. 2005. Rumput Unggul Hijauan Makanan Ternak. Kanisius, Yogyakarta.
Saleh, M.S., 2002 .Perlakuan Fisik dan Kalium Nitrat UntukMempercepat Perkecambahan Benih Aren dan PengaruhnyaTerhadap Pertumbuhan Kecambah. J.Agroland 9 (4): 36–330.
Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih TanamanHutan Tropis dan Sub
Tropis (terjemahkan) Dr. Mohammad Na’iem dkk.Bandung.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih (Edisi Revisi).Fakultas Pertanian UNIBRAW. PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta.
Susilawati, I., dkk. 2011. Peningkatan Berat Akar,Berat Nodul Efektif dan Hasil Hijauan Legum denganPemberian Molibdenum dan Inokulasi Rhizobium.Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran,Bandung
Soemarsono. 2007. Ilmu Tanaman Makanan Ternak. FakultasPeternakan Universitas Diponegoro, Semarang
Umiyasih, U dan Y.N. Anggraeni. 2003. KeterpaduanSistem Usaha Perkebunan dengan Ternak : TinjauanTentang Ketersediaan Hijauan Pakan Untuk SapiPotong di Kawasan Perkebunan Kelapa Sawit.Prosiding Lokakarya Nasional Sistem IntegrasiKelapa Sawit - Sapi. Departemen Pertanian.
Yahya. 2002. Ilmu Pertanian. Erlangga, Jakarta.
28
BAB I
PENDAHULUAN
Hijauan pakan merupakan makanan untuk ternak yang
dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Hijauan pakan
berasal dari bangsa rumput (Gramineae), leguminosa dan
hijauan dari tumbuh-tumbuhan lain. Kelompok hijauan
pakan biasanya disebut pakan kasar, hijauan sebagai
makanan ternak biasanya diberikan dalam dua macam
bentuk yakni hijauan segar dan hijauan kering.
Penyediaan pakan yang baik merupakan faktor yang
mendukung dalam terpenuhnya nutrisi ternak.
Tujuan dari Praktikum Pengenalan Jenis Hijauan
Pakan adalah mampu mengenali dan memahami tentang
karakteristik jenis-jenis penting rumput dan legum
pakan serta mampu mengenali ciri khas masing-masing
jenis hijauan pakan. Manfaat dari Praktikum Pengenalan
Jenis Hijauan Pakan adalah untuk memahami tentang
29
karakteristik jenis - jenis dan ciri khas masing-masing
jenis hijauan pakan baik rumput maupun legum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput (Gramineae)
2.1.1. Pennisetum purpureum (Rumput gajah)
Pennisetum purpureum adalah tanaman yang dapat
tumbuh di daerah dengan minimal atau tanpa tambahan
nutrien, sehingga dapat memperbaiki kondisi tanah yang
rusak akibat erosi, juga dapat hidup pada tanah kritis
dimana tanaman lain relatif tidak dapat tumbuh dengan
30
baik (Sanderson dan Paul, 2008). Rumput gajah secara
umum merupakan tanaman tahunan yang berdiri tegak,
berakar dalam, tinggi batang mencapai 2-4 meter, tumbuh
membentuk rumpun, pelepah daun gundul hingga garis
berbulu pendek, helai daun bergaris dengan dasar yang
lebar, ujungnya runcing (Yahya, 2002).
2.1.2. Pannicum maximum (Rumput benggala)
Rumput benggala berasal dari Afrika tropik dan
subtropik. Ciri-cirinya bersifat perennial atau tanaman
tahunan, batang tegak, kuat dan membentuk rumpun,
akarnya membentuk serabut dalam dan mempunyai lidah
daun yang berbulu (Pramono et al., 2010). Pannicum
maximum tumbuh pada daerah daratan rendah sampai
pegunungan, dapat bertoleransi dengan berbagai jenis
tanah, tahan naungan, responsif terhadap pupuk nitrogen
(Sumarsono, 2007).
2.1.3. Brachiaria brizantha (Rumput bebe)
31
Brachiaria brizantha berasal dari Afrika, rumput ini
memiliki karakteristik tumbuh tegak, pangkal batang
banyak bercabang, tinggi hamparan kurang lebih satu
meter dan pangkal daun berbulu lebat (Rukmana, 2005).
Proses penanaman rumput ini menggunakan pols, hidup
ditanah struktur ringan, sedang sampai berat. Pada
proses penanaman rumput bebe, juga harus memperhatikan
faktor lingkungan antara lain adalah ketersediaan
nutrien yang berdampak langsung pada pertumbuhan
produksi dan persistensi tanaman (Sumarsono, 2007).
2.1.4. Setaria sphacelata (Rumput setaria)
Setaria sphacelata ini termasuk dalam golongan rumput
potong atau gembala di daerah dataran tinggi, berasal
dari Afrika tropis dan memiliki siklus hidup parennial,
termasuk tanaman yang kering dan teduh tetapi lebih
suka pada tanah yang lembab dan subur, pertumbuhan
setelah pemotongan cepat, pangkal batang pipih, dan
pelepah daun pada pangkal batang coklat kemerahan
tersusun seperti kipas (Rukmana, 2005). Setaria sphacelata
32
dapat dikembangkan dengan menggunakan pols (Umiyasih,
2006).
2.1.5. Pennisetum purpupoides (Rumput raja)
Pennisetum purpupoides merupakan hasil persilangan
antara Penissetum purpureum dengan Pennisetum typhoides.
Rumput raja merupakan jenis rumput yang dapat hidup
dalam waktu panjang dan memiliki batang yang tebal,
juga memiliki daun yang lebar, tajam dan berbulu
(Yahya, 2002). Rumput raja berasal dari Afrika Selatan.
Rumput raja termasuk tanaman perennial, beradaptasi
dengan baik di daerah tropis dengan struktur tanah
yang tidak terlalu lembab dengan drainase yang baik
(Mufarihin, 2012)
2.2. Legum (Leguminoceae)
2.2.1. Centrosema pubescens (Sentro)
Centosema pubescens mempunyai ciri morfologi antar
lain tumbuh secara menjalar hampir menutupi permukaan
33
tanah. Sehingga tanaman sentro dapat digunakan sebagai
penutup tanah pada budidaya tanaman hutan atau
agroforestri (Lukiwati, 2007). Sentro merupakan
tumbuhan parennial, tipe daun trifoliate dan lebih
runcing dibandingkan dengan puero dan kalopo, tumbuh
membelit dan menjalar atau memanjang (Pudjiarti, 2004).
2.2.2. Calopogonium muconoides (Kalopo)
Calopogonium muconoides berasal dari Amerika Selatan
Tropik bersifat perennial, pertumbuhan kalopo menjalar,
merambat, tidak tahan terhadap penggembalaan, tidak
tahan naungan yang lebat tetapi dapat tumbuh dengan
baik didaerah yang lembab (Sukamto, 2006). Kalopo biasa
dikembangbiakan dengan biji dan mampu tumbuh baik pada
tanah sedang sampai berat pada ketinggian 200 - 1000 m
diatas permukaan laut dan membutuhkan curah hujan
tahunan sebesar 1270 mm (Rahman, 2006).
2.2.3. Desmodium cinereum (Desmodium)
34
Desmodium cinereum merupakan salah satu tanaman
semak tegak berumur pendek yang digunakan pada teras
tanaman pagar untuk tanaman tumpang sari (Russel,
2008). Daun Desmodium cinereum biasanya berukuran
panjang 5 - 7 cm, ditutupi oleh bulu yang halus, bunga
berwarna ungu berada pada panikel terbuka. Buah polong
dengan 6 - 8 biji (Pramono et al., 2010 ).
2.2.4. Gliricida sepium (Gamal)
Gamal adalah tanaman leguminosa yang bersifat
tahunan, merupakan tanaman berkayu. Selain sebagai
tanaman pakan, gamal dapat dimanfaatkan sebagai tanaman
pagar atau tanaman pencegah erosi (Yahya, 2002). Ciri-
ciri pada gamal diantaranya adalah pohonnya meranggas
yang tingginya mencapai 12 m, batang pendek, daunnya
berseling, menyirip, warnanya kuning hijau dan berambut
halus (Pramono et al., 2010).
2.2.5. Leucaena leucocephala (Lamtoro)
35
Leucaena leucocephala merupakan hijauan pakan yang
sering diberikan kepada ternak tetapi mengandung zat
anti nutrisi yaitu mimosin, untuk mengurangi kandungan
mimosin lamtoro harus dijemur sehari lebih dulu sebelum
diberikan pada ternak (Harjadi, 2002). Lamtoro
mempunyai ciri-ciri fisik seperti tumbuh tegak, berupa
pohon, tidak berduri, sistem perakarannya dalam,
daunnya berkarang dan bunga berbentuk bola putih
kekuningan (Bahar, 2008).
BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Ilmu Tanaman Pakan dengan acara
Pengenalan Jenis Hijauan Pakan dilakukan pada hari
Sabtu tanggal 27 April 2013 Pukul 07.30-11.00 WIB di
Laboratorium Ekologi dan Produksi Tanaman, Fakultas
Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,
Semarang.
36
3.1. Materi
Bahan yang digunakan yaitu Pennisetum purpureum
(rumput gajah), Panicum maximum (rumput benggala),
ciri fisik seperti daunnya bulat dan kecil yang tumbuh
pada tiap-tiap ruas daun, mempunyai tulang daun
menyirip. Leguminosa pohon seperti kaliandra, gamal dan
lamtoro merupakan sumber pakan ternak yang mampu
menyediakan protein by-pass, karena mengandung tannin
yang dapat memproteksi protein dari pencernaan mikroba
rumen. Pendapat ini diperkuat oleh Bahar (2008) yang
menyatakan bahwa lamtoro mempunyai ciri fisik seperti
tumbuh tegak, berupa pohon, tidak berduri, sistem
perakarannya dalam, daunnya berkarang dan bunga
berbentuk bola putih kekuningan atau merah muda.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Hasil praktikum yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa rumput dan leguminosa memiliki ciri
yang berbeda. Rumput umumnya memiliki ciri-ciri umum
seperti daun menyirip, tumbuh berumpun, batang dan
permukaan daun berbulu, serta memiliki akar serabut.
53
Sedangkan pada leguminosa memiliki ciri-ciri umum
seperti batang nodus dan internodus menyatu, daunnya
trifoliate atau lebih, bunga tumbuh pada setiap cabang,
biji polong dan ada yang tumbuh membelit, menjalar dan
tegak, serta memiliki akar tunggang.
5.2. Saran
Dalam praktikum pengenalan jenis tanaman pakan,
sebaiknya praktikan lebih teliti dan cermat dalam
menganalisis ciri-ciri khusus dari masing-masing
tanaman pakan. Untuk praktikum selanjutnya, sebaiknya
tamanan pakan yang yang akan diamati memiliki bagian-
bagian yang lebih lengkap (daun, akar, batang, bunga,
dan biji).
54
DAFTAR PUSTAKA
Bahar, S. 2008. Balai Pengkajian Teknologi PertanianSulawesi Selatan. Produktivitas Hijauan Pakanuntuk Produksi Sapi Bali di Sulawesi Selatan. 233-237.
Christians, N. 2001. Fundamentals of TurfgrassManagement. Ann Arbor Press. Chelsea, Michigan,301 p.
Lukiwati, D.R. 2007. Peningkatan Prduksi dan KecernaanBahan Kering Centrosema pubescens dan Puerariaphaseoloides oleh Pemupukan Batuan Posfat danInokulasi MVA. Vol 9. No.1, 2007, Hal 1-5.
Mufarihin, A; Lukiwati, D.R dan Sutarno. 2012. Animal
Agriculture Journal. Pertumbuhan dan Bobot BahanKering Rumput Gajah dan Rumput Raja pada PerlakuanAras Auksin yang Berbeda. Vol 1.No. 2, 2012, p1-15.
Guntoro, S. 2009. Membuat Pakan Ternak dari LimbahPerkebunan. Agro.
Harjadi, S. 2002. Pengantar Agronomi Edisi 2. PTGramedia, Jakarta.
Mannetje dan R.M.Jones. 2000. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara. PT Balai Pustaka, Jakarta.
Pramono, A.A, Fauzi, M.A., Widyani, N. Heriansyah, I.Dan Roshetko, J.M. 2010. Panduan Lapangan UntukPertanian. CIFOR, Bogor.
Pudjiarti. 2004. Produksi Bahan Kering Serapan N dan PHijauan pada Pertamanan Ganda Setaria dan Pueroatau Centro dengan Pemupukan Fosfat dari Sumberyang Berbeda. 1-65.
Rahman, S.Y. 2006. Respons Pertumbuhan dan Adaptasi Terhadap Cekaman Kekeringan 3 Jenis Tanaman Legum Pakan yang Diinokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskuladan Rhizobium di Ultisol. 1-134.
Rukmana, R. 2005. Rumput Unggul Hijauan Makanan Ternak.Kanisius, Yogyakarta.
Russel. 2008. Pertanian Umum. Erlangga, Jakarta.
Sanderson, M. A. and R. A., Paul. 2008. Perennialforages as second Generation bioenergy crops.International Journal of Molecular Sciences, 9, 768-788.
Sukamto, B. 2006. Ilmu Tanaman Makanan Ternak. JurusanNutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas PeternakanUniversitas Diponegoro, Semarang.
Sumarsono. 2007. Ilmu Tanaman Makanan Ternak. FacultasPeternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
Turgeon, A.J. 2002. Turfgrass Management. 6th ed.Prentice-Hall, New Jersey. 400 p.
Umiyasih, U dan Yenny N.Y. 2006. Respons PerbaikanPakan Terhadap Produktivitas Sapi Potong IndukPeriode Post Partum Di Kabupaten Probolinggo. Hal1-7.
Yahya. 2002. Ilmu Pertanian. Erlangga, Jakarta.
56
BAB 1
PENDAHULUAN
Hijauan pakan yang sering digunakan untuk ternak
adalah legum dan rumput. Bahan tanam untuk rumput
57
berupa biji, pols, dan stek, sedangkan legum berupa
biji dan stek. Pemilihan bahan tanam dan pengolahan
lahan yang tepat dengan lingkungannya dapat memberikan
produksi yang tinggi. Produksi hijauan pakan di
Indonesia masih terhitung rendah karena banyak dari
peternak tidak mempertimbangkan ketersedian lahan untuk
tanaman pakan terutama peternak skala kecil, sehingga
perlu diadakan pengolahan lahan agar dengan lahan yang
minimum dapat menghasilkan produksi hijauan pakan yang
maksimum.
Dalam bidang peternakan produksi hijauan memegang
peranan sangat penting. Faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi hijauan adalah intensitas cahaya, curah hujan,
benih atau bibit yang digunakan dan manajemen sistem
pengolahan lahan. Pengolahan lahan yang biasa dilakukan
meliputi pembersihan, pembajakan, penggaruan dan
penyiapan bibit.
Tujuan dalam praktikum ini adalah mengetahui cara
pengolahan lahan yang benar, mampu memilih bahan tanam
yang sesuai, mengetahui cara tanam yang benar,
58
mengetahui jarak tanam yang tepat, mampu memupuk yang
benar, mengetahui interval pemotongan yang tepat, mampu
memprediksi produksi hijauan pakan. Manfaat dari
praktikum ini adalah praktikan mampu memilih bahan
tanam yang sesuai sehingga dapat menghasilkan hasil
yang optimum dari tanaman pakan yang dikembangkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hijauan Pakan
2.1.1. Jagung
Jagung (Zea mays) merupakan salah satu komoditas
pertanian yang ekonomis dan berpeluang untuk
dikembangkan. Jagung biasanya digunakan sebagai bahan
baku industri makanan, indutri kimia, industri
fermentasi dan pakan ternak. Secara umum jagung
mempunyai pola pertumbuhan yang sama, namun interval
waktu antar tahap petumbuhan dan jumlah daun yang
berkembang berbeda. Pertumbuhan jagung dapat
59
dikelompokkan menjadi ke dalam tiga tahap yaitu fase
perkecambahan, saat proses ambibisi air yang ditandai
dengan pembengkakan biji sampai dengan sebelum
munculnya daun pertama fase pertumbuhan vegetatif, fase
ini di identifikasikan dengan jumlah daun yang
terbentuk (Prasnasari et al., 2012). Pertambahan jumlah
daun akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur
tanaman dan sampai pada umur tertentu akan terhenti
atau menurun karena tanaman memasuki fase reproduktif
(Rahni, 2012).
2.1.2. Rumput Setaria
Rumput Setaria sphacelata merupakan salah satu rumput
yang produktif, bisa digunakan untuk konservasi tanah
dilahan kering. Selain itu rumput ini juga mempunyai
protein kasar yang tinggi (Hartanto dan Mulyono, 2001).
Untuk mendapatkan bahan kering dari setaria, maka harus
dikalikan antara kadar (%) bahan keringnya terhadap
produksi segar hijauan (Anwar, 2003). Produksi bahan
kering ini merupakan bobot rumput yang telah
60
dikeringkan dalam oven selama 1 hari pada suhu 1050 C
dan beratnya stabil. Kandungan bahan kering ini semakin
meningkat seiring dengan semakin tua umur tanaman
tersebut. Sedangkan untuk mendapatkan produksi berat
segar, bisa diukur dari jumlah hijauan yang dihasilkan
pada saat panen, dan untuk pengukuran produksi bahan
kering dengan cara pengambilan tanaman pada saat
defoliasi (Suswati, 2012).
2.2. Teknik Budidaya Tanaman
2.2.1. Pengolahan Lahan
Pengolahan tanah merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman karena
dapat menciptakan struktur tanah yang remah, aerase
tanah yang baik dan menghambat pertumbuhan tanaman
pengganggu (Ohorella, 2011). Sistem olah tanah sempurna
akan memberikan jumlah daun yang lebih banyak pada
tanaman dari pada sistem tanpa olah tanah (Ma’sumah,
2002). Perbedaan kondisi tanah pada sistem olah tanah
61
sempurna dapat mengakibatkan perbedaan ketersediaan air
dan unsur hara yang dapat diserap tanaman sehingga
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman
(Mahmud et al., 2002).
2.2.2 Penanaman
Penanaman tanaman erat kaitannya dengan jarak
tanam dan berpengaruh terhadap produksi yang akan
dicapai. Jarak tanam yang tidak teratur akan
memungkinkan terjadinya kompetisi terhadap individu
tanaman lain, sehingga pengaturan jarak tanam yang
sesuai dapat mengurangi terjadinya kompetisi terhadap
faktor–faktor tumbuh tanaman (Ariwibawa et al., 2007).
Bahan penanaman yang digunakan dalam penanaman hijauan
makanan ternak yaitu biji, stek atau sobekan rumpun,
untuk jenis stolon atau rhizoma penanamanya dilakukan
62
dengan potongan stolon atau rhizome (Muliwarni dan
Wawo, 2011).
2.2.3. Pemupukan
Pemupukan merupakan faktor terpenting dalam
penanaman karena unsur hara yang terdapat di dalam
tanah jumlahnya terbatas dan tidak selalu ada untuk
diserap oleh tanaman secara terus menerus sehingga
harus ada unsur hara yang diberikan secara teratur
yaitu berupa pupuk. Tidak semua pupuk yang diberikan
kedalam tanah dapat diserap oleh tanaman. Pupuk NPK
sangat dibutuhkan untuk merangsang pembentukan akar
yang akan menunjang berdirinya tanaman disertai
pembentukkan tinggi tanaman (Mamonto, 2005). Pemupukkan
berimbang berarti menyediakan semua unsur hara yang
cukup sehingga menghasilkan pertumbuhan tanaman yang
baik (Pusri, 2008). Pupuk N, P dan K adalah pupuk
majemuk yang dibuat dengan mencampurkan unsur unsur
pupuk yaitu N, P dan K.
63
2.3.4. Pengairan
Pengairan merupakan proses pemberian air pada
tanah untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Kegiatan
pengairan meliputi penampungan dan pengambilan air dari
sumbernya, mengalirkannya melalui saluran-saluran ke
tanah atau lahan pertanian, dan membuang kelebihan air
ke saluran pembuangan. Pengairan bertujuan untuk
memberikan tambahan air pada air hujan dalam jumlah
yang cukup dan pada waktu diperlukan tanaman (Kurnia,
2004). Interval pemberian air sangat berpengaruh
terhadap kelembaban tanah, baik untuk setiap jenis
tanaman maupun fase pertumbuhannya (Kurnia et al., 2002).
2.3.5. Penyiraman
Pemberian air atau irigasi dapat dilakukan dengan
cara Subsurface irrigation, dilakukan dengan mengatur
drainage dibawah permukaan tanah. Pemberian air dibawah
permukaan tanah dimaksudkan agar perakaran tanah tetap
64
basah. Subsurface irrigation dilakukan melalui pipa-pipa yang
ditanam di bawah permukaan tanah. Surface irrigation
dilakukan dengan cara menyiram air ke tanaman. Surface
irrigation dapat dilakukan dengan cara mengairi lahan
melalui parit-parit yang disiapkan. Sprinker irrigation
merupakan cara penyiraman dengan penyemprotan melalui
sprinkler. Penyiraman dengan cara ini lebih sedikit
membutuhkan air. Trickle irrigation atau Drip irrigation, disebut
irigasi tetes. Dilakukan dengan cara memberi air dengan
jumlah sangat sedikit dan terus menerus (Purbajanti,
2013). Penyiraman dengan interval yang panjang juga
dapat menghindari tanah di pembibitan yang menjadi
padat karena penyiraman yang sering dilakukan (Haryati,
2003).
2.3.6. Defoliasi
Defoliasi adalah pemotongan atau pengambilan
bagian tanaman yang ada di atas permukaan tanah, baik
oleh manusia maupun oleh renggutan hewan itu sendiri
diwaktu ternak itu digembalakan (Efendi, 2008).
65
Defoliasi dengan waktu yang tepat dapat menghasilkan
tunas yang lebih tinggi dan diameter tunas yang lebih
besar perbedaan waktu defoliasi tidak memberikan
pengaruh pada persentase sambung jadi, diameter tunas
dan luas daun (Muthohar, 2008).
66
BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Ilmu Tanaman Pakan dengan materi
Pengolahan Lahan Hijauan Pakan dilaksanakan pada
tanggal 15 April 2013 sampai 22 Juni 2013 di Lahan
Laboratorium Ekologi dan Produksi Tanaman, Fakultas
Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,
Semarang.
2.1. Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum Ilmu Tanaman
Pakan dengan materi pengolahan lahan antara lain yaitu
sabit untuk menyiangi lahan dari tanaman liar, cangkul
untuk menggemburkan tanah, meteran untuk mengukur
tinggi tanaman, tali rafia digunakan untuk memberi
batas disekeliling lahan, oven digunakan untuk mengoven
bahan segar, kantong sampel digunakan untuk tempat
potongan bahan segar, timbangan digunakan untuk
67
menimbang sampel, lahan seluas 3 x 3 meter untuk jagung
dan 2 x 2 meter untuk rumput setaria, dan alat tulis
digunakan untuk mencatat hasil pengamatan. Bahan yang
digunakan adalah rumput setaria, jagung, pupuk urea,
pupuk SP36 dan pupuk KCl.
2.2. Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum pengolahan
lahan adalah menyiapkan lahan yang akan dipakai dengan
ukuran 3 x 3 m sebanyak 1 petak dan ditanami sesuai
jagung dengan jarak tanam 50 x 50 cm memakai bahan
tanam benih sebanyak 36 biji, dan menyiapkan lahan 2 x
2 m sebanyak satu petak untuk ditanami rumput setaria
dengan jarak 50 x 50 cm memakai bahan tanam pols
sebanyak 16 buah. Sebelum ditanami lahan dibersihkan
dari rumput liar dan di cangkul supaya tekstur dari
tanah menjadi gembur. Pemupukan pertama dilakukan
bersamaan waktu tanam untuk semua dosis urea 1/3 dosis,
SP36 dan KCl sesuai dosis anjuran. Penempatan pupuk
sesuai dengan perlakuan yang diterapkan. Penyiraman
68
dilakukan sesuai kebutuhan tanaman dan pengamatan
dilakukan tiap minggu terhadap pertumbuhan. Pemotongan
paksa dilakukan pada minggu 9 setelah tanam. Menimbang
bobot dari hasil defoliasi kemudian mengambil sampel
sekitar 1 kg dan diangin-anginkan. Ambil sampel 100 gr
dan masukan ke dalam amplop, setalah itu masukan oven
selama 24 jam. Menimbang bobot akhir setelah dioven.
69
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pertumbuhan Jagung
4.1.1. Pertambahan Jumlah Daun Jagung
Berdasarkan hasil pengamatan jumlah daun jagung
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 7. Hasil Pengamatan Pertambahan Jumlah Daun JagungParameter
Minggu ke-n (cm)1 2 3 4 5 6 7 8 9
Rata-ratajumlahdaun
2,77
3,90
4,76
6.27
7,40 8,0 8,3 8,6
58,93
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tanamn Pakan, 2013.
Grafik 1. Hasil Pengamatan Pertambahan Jumlah Daun
70
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tanaman Pakan,
2013.
Berdasarkan data pengamatan terhadap pertambahan
jumlah daun jagung diperoleh hasil bahwa jumlah daun
dari minggu ke minggu mengalami kenaikan. Data diatas
menunjukkan bahwa rata – rata perumbuhan daun tercepat
terjadi pada minggu ketiga dan keempat, sedangkan pada
minggu berikutnya rata – rata pertambahan jumlah daun
hampir sama karena pertambahan daun ini meningkat
seiring dengan pertambahan umur tanaman jagung
tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahni (2012)
yang menyatakan bahwa pertambahan jumlah daun akan
71
meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman dan
sampai pada umur tertentu pertambahan jumlah daun akan
terhenti atau menurun karena tanaman memasuki fase
reproduktif. Diperkuat oleh Hermanuddin (2012) bahwa
meningkatnya jumlah daun tanaman jagung sangat
ditentukan oleh umur tanaman. Pertambahan jumlah daun
ini juga dipengaruhi oleh pemupukan. Sesuai dengan
pendapat Walalangi (2007) bahwa pemupukan yang kurang
tepat adalah suatu faktor yang sangat penting dalam
hubungannya dengan pertumbuhan dan produktivitas
tanaman jagung.
4.1.2. Pertambahan Tinggi Tanaman Jagumg
Berdasarkan hasil pengamatan tinggi jagung dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 8. Hasil Pengamatan Pertambahan Tinggi JagungParameter
Minggu ke-n (cm)1 2 3 4 5 6 7 8 9
Rata-ratatinggi
11 22 21,9
37,6
63,2
104,2
110,7
133,1
152,1
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tanamn Pakan, 2013.
72
Grafik 2. Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman Jagung
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tanaman Pakan,
2013.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan
terhadap tanaman jagung mendapat hasil bahwa
pertumbuhan tanaman jagung terus meningkat. Pada minggu
pertama hingga minggu kedua tanaman telah menunjukkan
pertumbuhan yang berarti, pada pengukuran awal
diperoleh rata-rata tinggi tanaman yaitu 11 – 22 cm
karena sel akan terus membelah. Hal ini sesuai dengan
pendapat Champbell (2002) pertumbuhan tanaman ditandai
dengan sel terus membeleh dan berdiferensiasi dan
73
merupakan akibat dari aktivitas meristem lateral.
Kecepatan pertumbuhan tanaman jagung mengalami sedikit
penurunan pada minggu ketiga yaitu 21,9 cm, pada minggu
keempat mengalami kenaikan yaitu 63,2 cm. Penurunan
kecepatan pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan salah satunya akibat pertumbuhan gulma dan
pemupukan.Hal ini sesuai dengan pendapat Salisbury dan
Cleon (2002) yang menyatakan bahwa pertumbuhan dan
perkembangan dapat dipengaruhi lingkungan. Persaingan
pertumbuhan jagung dengan gulma merupakan salah satu
faktor penyebab penurunan pertumbuhan jagung. Hal ini
ditambahkan Soejono (2004) yang menyatakan bahwa
hambatan pertumbuhan akibat adanya allelopati pada
gulma dapat menyebabkan hambatan pada pembelahan sel.
4.2. Pertumbuhan Rumput Setaria
4.2.2. Pertambahan Jumlah Daun Rumput Setaria
Berdasarkan hasil pengamatan pertambahan daun
rumput setaria dapat dilihat pada tabel berikut ini:
74
Tabel 9. Hasil Pengamatan Pertambahan Jumlah Daun Rumput SetariaParameter
Minggu ke-n (cm)1 2 3 4 5 6 7 8 9
Rata-ratajumlahdaun
3,06
4,52
17
33,35
56,4
111,58
134,05
168,4
210,1
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tanamn Pakan, 2013.
Grafik 3.Hasil Pengamatan Jumlah Daun Rumput Setaria
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tanaman Pakan,
2013.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pertambahan
jumlah daun rumput setaria diperoleh hasil bahwa jumlah
daun terus mengalami kenaikan dari minggu ke minggu.
Data diatas menunjukkan bahwa pertambahan awal daun
berlansung lambat dan mengalami percepatan pada minggu
75
kelima. Hal ini disebabkan karena sel daun terus
membelah pada pembelahan dimeristem apikal. Hal ini
sesuai dengan pendapat Sri Mulyani (2006) bahwa
pertumbuhan daun terus menerus memanjang dari
pertumbuhan apikal. Pertambahan jumlah daun rumput
setaria dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
cahaya matahari. Semakin bayak cahaya matahari yang
masuk kedalam tanaman maka tanaman tersebut akan
semakin cepat tumbuh dengan cara berfotosintesis. Hal
ini sesuai dengan pendapat Farizaldi (2011) yang
menyatakan bahwa cahaya termasuk faktor lingkungan
terpenting karena cahaya mempengaruhi secara langsung
melalui proses fotosintesis dan secara tidak langsung
melalui pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
4.2.1. Pertambahan Tinggi Rumput Setaria
Berdasarkan hasil pengamatan tinggi rumput setariadapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 10. Hasil Pengamatan Pertambahan Tinggi Rumput Setaria Parameter
Minggu ke-n (cm)1 2 3 4 5 6 7 8 9
Rata- 13, 15, 21, 25, 25, 36, 39, 42,
76
ratatinggi 2 8 17,7 84 30 30 31 84 03
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tanamn Pakan, 2013.
Grafik 4. Hasil Pengamatan Pertambahan Tinggi
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tanaman Pakan,
2013.
Berdasarkan data pengamatan terhadap tinggi rumput
setaria diperoleh data bahwa dari tiap minggu tinggi
tanaman setaria terus mengalami pertambahan yang
menandakan adanya pertumbuhan, pertumbuhan tanaman
terdiri atas fase vegetatif dan fase generative. Hal
ini sesuai dengan pendapat Purbajanti (2013) bahwa
pertumbuhan tanaman terdiri atas fase vegetatif dan
77
fase generative, fase vegetatif terutama terjadi pada
perkembangan akar, daun dan batang baru. Pertambahan
tinggi tanaman setaria dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya jarak tanam, unsur tanah, dan perlakuan.
Jarak tanam akan mempengaruhi tinggi tanaman karean
semakin rapat jarak tanam maka tanaman akan bersaing
untuk mendapatkan sinar matahari dan unsur hara yang
terkandung dalam tanah. Hal ini sesuai pendapat
Suminarti (2000) bahwa melalui pengaturan jarak tanam
yang tepat tingkat persaingan antar maupun inter
tanaman dapat ditekan serendah mungkin.
4.3. Produksi Jagung
4.3.1. Produksi Bahan Segar Jagung
Hasil pengamatan bahan segar tanaman jagung adalah
sebagai berikut :
Tabel 11. Hasil Produksi Bahan Segar JagungParameter Jagung (kg/ha)
Produksi Bahan Segar 90.000
78
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tanaman Pakan,
2013.
Berdasarkan hasil perhitungan didapat bahwa
produksi bahan segar jagung sebesar 90 ton/ha/th. Hasil
bahan segar ini lebih besar dibandingkan dengan data
literatur dari Rahmat (2005) bahwa produksi bahan segar
sebesar 2,8 ton/ha/th. Bahan segar merupakan hasil
produksi yang diperoleh pada saat defoliasi. Produksi
bahan segar berbeda – beda setiap tahunnya karena
dipengaruhi beberapa faktor yaitu frekuensi defoliasi,
musim dan kesuburan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Purbajanti (2013) bahwa produksi hijauan pakan selama
setahun akan berbeda – beda karena dipengaruhi oleh
frekuensi defoliasi, musim dan kesuburan tanah.
Struktur tanah dan sistem pemupukan juga sangat
mempengaruhi hasil produksi bahan segar dari tanaman
jagung. Hal ini ditambahkan dengan pendapat Purwono dan
Hartono (2005) bahwa tanaman jagung akan tumbuh baik
pada tanah yang subur, gembur dan kaya humus.
79
4.3.2. Produksi Bahan Kering Jagung
Hasil pengamatan bahan segar tanaman jagung adalah
sebagai berikut :
Tabel 12. Hasil Produksi Bahan Kering JagungParameter Jagung (kg/ha)
Produksi Bahan Kering 29.000Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tanaman Pakan,
2013.
Berdasarkan hasil perhitungan didapat bahwa
produksi bahan kering jagung sebesar 29.000 kg/ha/th.
Biji jagung mempunyai kemampuan untuk menimbun bahan
kering. Hal tersebut dikarenakan bahan kering yang
disimpan dalam biji berasal dari daun dan sebagian
kecil berasal dari bahan yang tersimpan dalam batang
sebagai hasil metabolisme sebelum tanaman berbunga.
Oleh karena itu kerusakan daun pada saat berbunga atau
setelah tanaman berbunga akan mengurangi suplai bahan
kering ke biji. Hal ini sesuai pendapat Surtinah (2005)
yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan berat kering,
maka pertumbuhan vegetatif tanaman perlu ditingkatkan
80
karena pertumbuhan yang baik akan memacu proses
fisiologi tanaman. Peningkatan berat tongkol ada
kaitannya dengan lamanya waktu panen jagung manis,
semakin lama waktu panen maka semakin banyak waktu yang
digunakan oleh tongkol untuk menghimpun bahan kering
yang ada di bagian sumber dan dipindahkan ke tongkol.
Hal ini ditambahkan oleh pendapat Surtinah (2008) yang
menyatakan bahwa lamanya waktu panen maka peluang untuk
menghimpun bahan kering ke dalam biji menjadi lebih
lama dan lebih banyak.
4.4. Produksi Rumput Setaria
4.4.1. Produksi Bahan Segar Rumput Setaria
Hasil pengamatan bahan segar tanaman rumput
setaria adalah sebagai berikut :
Tabel 13. Hasil Produksi Bahan Segar Rumput SetariaParameter Rumput Setaria (kg/ha)
Produksi Bahan Segar 84.000Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tanaman Pakan,
2013.
81
Berdasarkan hasil perhitungan didapat bahwa
produksi bahan setaria adalah sebesar 84.000 kg/ha/th.
Hal ini sesuai pendapat Suswati (2012) menyatakan bahwa
produksi hijauan segar diukur dari jumlah hijauan yang
dihasilkan pada saat panen dan untuk pengukuran
produksi bahan kering dengan cara pengambilan tanaman
pada saat defoliasi. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi produksi bahan segar yaitu faktor
pencahayaan yang rendah mengakibatkan produksi bahan
segar menurun. Cahaya sangat berguna dalam proses
fotosintesis tumbuhan sehingga peran cahaya sangat
dibutuhkan dalam peningkatan produksi bahan segar.
Interaksi antara naungan dan jenis rumput juga
berpengaruh sangat nyata pada produksi berat segar.
Naungan mempengaruhi kecepatan fotosintesa. Hal ini
sesuai pendapat Kurniawan et al., (2007) berpendapat
bahwa hal ini dapat mengakibatkan terjadinya perubahan
produksi rumput. Hal ini sesuai pendapat Purbajanti et
al., (2007) menambahkan bahwa selain itu jenis
82
rumputdan perlakuan salinitas menunjukkan pengaruh
nyata terhadap produksi hijauan segar.
4.4.2. Produksi Bahan Kering Rumput Setaria
Hasil pengamatan bahan segar tanaman rumput
setaria adalah sebagai berikut :
Tabel 14. Hasil Produksi Bahan Kering Rumput SetariaParameter Rumput Setaria (kg/ha)
Produksi Bahan Segar 20.832Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tanaman Pakan,
2013.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan
diperoleh hasil perhitungan produksi bahan kering dari
rumput setaria yaitu 20,832 ton/ha/th. Hal ini sangat
berbeda jauh dengan produksi bahan kering rata-rata
dari rumput setaria. Hal ini sesuai pendapat Hartadi
(1993) berat kering rumput setaria adalah 25 ton/ha/th.
Produksi bahan kering rumput setaria dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu faktor eksternal dan faktor
internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi
diantaranya yaitu pemberian pupuk, jarak tanam, dan
83
faktor biotik tempat tanaman tersebut hidup. Hal ini
sesuai pendapat Purbajanti (2013) menyatakan bahwa
kurangnya unsur hara akan berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan produksi yang rendah. Hal ini ditambahkan oleh pendapat
Cherney dan Cherney (2008) bahwa pertumbuhan daun pada
rumput sangat dirangsang oleh adanya pupuk nitrogen.
Jarak tanam juga sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan rumput setaria. Jarak tanam rumput setaria
berkisar antara 60 x 60 cm atau 70 x 90 cm. Hal ini
sesuai dengan pendapat Cherney dan Cherney (2008) yang
menyatakan bahwa jarak tanam rumput setaria berkisar
antara 70 x 90 cm. Hal ini diperkuat oleh pendapat
Sutopo (2000) yang menyatakan bahwa pembiakan rumput
setaria dapat dilakukan dengan memisahkan rumpun dan
menanamnya dengan jarak 60 x 60 cm. Selain jarak
pemberian pupuk dan jarak tanam, faktor biotik juga
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput
tersebut, faktor biotik yang sangat mempengaruhi
diantaranya adalah tanaman gulma dan hama. Hal ini
sesuai dengan pendapat Purbajanti (2013) yang
84
menyatakan bahwa beberapa hal yang merupakan faktor
biotik penentu pertumbuhan tanaman adalah kompetisi,
alelopati, keterbatasan kemampuan simbiosis, aktifitas
manusia, hama dan penyakit. Faktor-faktor di atas
merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi produksi
bahan kering dari ruput setaria. Selain faktor
eksternal, faktor internal juga sangat berpengaruh
terhadap produksi bahan kering dari rumput setaria,
salah satunya adalah sifat genetik dari rumput
tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Purbajanti
(2013) yang menyatakan bahwa sifat genetik tanaman
menentukan pertumbuhan tanaman karena kemampuan tanaman
berproduksi sangat ditentukan oleh faktor genetik.
85
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum Ilmu Tanaman Pakan
dengan materi pengolahan lahan yang telah dilakukan
dapat diambil kesimpulan bahwa rata- rata pertumbuhan
jagung dan rumput setaria mengalami kenaikan setiap
minggunya, pertumbuhan jumlah daun setiap minggunya
terjadi penambahan dan penurunan pada minggu tertentu
yang disebabkan faktor luar seperti pemberian pupuk
yang berlebih dan air. Produksi bahan segar dan bahan
kering tanaman jagung dan rumput setaria berbeda dengan
literatur disebabkan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhinya.
5.2. Saran
86
Sebaiknya praktikan melakukan penyiangan,
pemupukan serta penyiraman tanaman secara teratur agar
tanaman dapat tumbuh dengan baik dan menghasikan
produksi bahan segar serta bahan kering yang cukup
tinggi.
87
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, 2003. Toleransi Morfologi dan Faisiologi TanamanRumput Pakan Terhadap Cekaman Alumunium. FakultasPeternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
A.T. Soejono, (2004). Komunitas Ilmu Gulma [Online]. Available: www.elisa.ugm.ac.id.
Champbell. N A. 2002. Biologi Jilid 2. Erlangga, Jakarta.
Cherney, J. H. and Cherney, D. J. R. 2008. Grass for Dairy Cattle. CAB International. Wallingford. UK.
Efendi, 2008. Pengaruh Jarak Tanamdan DefoliasiTerhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman JagungManis (Zea mays saccharata Sturt). Agronomy.
Haryati. 2003. Pengaruh Cekaman Air TerhadapPertumbuhan dan Hasil Tanaman. Fakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara, Medan.
Hermanuddin, Nurdin, dan Fitriah S. Jamin. 2012. Uji kurang satu pupuk N, P, dan K terhadap pertumbuhanjagung di Dutohe Kabupaten Bone Bolango. JAAT Vol.1 No. 2, Agustus 2012: 67-73 ISSN 2252-3774
Kurniawan W. Produksi dan Kualitas Rumput Brachiariahumidicola (Rend.) Sch, Digitaria decumbens StentdanStenotaphrum secundatum (Walter) O.Kunt. diBawah Naungan Sengon, Karet dan Kelapa Sawit.Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.Vol. 30 No. 1
Mahmud, A., B. Guritno dan Sudiarso. 2002. PengaruhPupuk Organik Kascing Dan Tingkat Air TerhadapPertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine maxL.).
Ma’sumah. 2002. Pengaruh Macam Media Tanam Dan KonsentnFrasi Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan DanHasil Buah Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentumMill.) Secara Hidroponik. (Skripsi). FakultasPertanian UNS Surakarta.
Muthohar, Fendra.B.2008. Respon Beberapa VarietasEntres Mangga (Mangifera indica L) Pada PerbedaanWaktu Defoliasi Terhadap Pertumbuhan Bibit SecaraGrafting. Agronomy.
Ohorella, Z. 2011. Respon Pertumbuhan dan ProduksiTanaman Kedelai pada Sistem Olah Tanah yangBerbeda. J. Agronomika (2011) Vol 1 No.2, 92-98.
Purbajanti, E.D. 2013. Rumput dan Legum sebagai HijauanMakanan Ternak. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Rahni, Nini Mila.2012. Karakteristik pertumbuhan dan hasil jagung (Zea mays L.) pada ultisols yang diberipupuk hayati dan pupuk hijau. Agriplus, Volume 22 Nomer : 03 September 2012, ISSN 0854-0128
Salisbury, Frank B dan Cleon W Ross. 2002. Fisiologi Tumbuhan Jilid III. Institut Teknik Bandung, Bandung.
Soegiri, H. S., Ilyas dan Damayanti. 1992. Mengenal Beberapa Jenis Makanan Ternak Daerah Tropis. Direktorat Biro Produksi Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta.
Suminarti, N. E.2000. Pengaruh Jarak Tanam danDefoliasi Daun terhadap Hasil Tanaman Jagung (Zeamays L.) Varietas Bisma. Habitat. Vol. 11 (110): 58-64
89
Surtinah. 2005. Hubungan Pemangkasan Organ bagian AtasTanaman Jagung (Zea mays L.) dan Dosis Urea terhadapPengisian Biji. Staf Pengajar Fakultas PertanianUniversitas Lancang Kuning. Jurnal Ilmiah PertanianVol. 1 No. 2.
Suswati. 2012. Pertumbuhan dan Produksi RumputBenggala (Panicum maximum) pada Berbagai UpayaPerbaikan Tanah Salin. Indonesian Jurnal of FoodTechnology Vol. 1 No.1
Sutopo, L. 2000. Bercocok Tanam. CV Rajawali, Jakarta.
Walalangi, I. Th. 2007. Pemupukan Nitrogen dan Ketahanan Jagung Terhadap Kekeringan. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Fisiologi Tumbuhan Fakultas Pertanian Unsrat