BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tumbuhan dalam kehidupannya sering dihadapkan pada berbagai
gangguan, salah satunya adalah serangan dari penyakit tumbuhan yang
akan sangat berpengaruh terhadap hasil produksi. Adanya penyakit
tumbuhan sudah diketahui lama sebelum masehi, bahkan dilaporkan
bahwa penyakit telah ada sebelum manusia membudidayakan
tanaman.Penyakit tumbuhan dapat didefinisikan sebagai gagalnya sel
atau jaringan melaksanakan fungsi-fungsi fisiologgisnya akibat
gangguan terus menerus oleh agen atau penyebab primer dan
menimbulkan gejala. Sementara itu gejala penyakit adalah kelainan
atau penyimpanagan keadaan normal tanaman akibat adanya gangguan
penyebab penyakit dan dapat dilihat oleh mata telanjang.Menurut
sifatnya gejala penyakit dapat dibedakan menjadi dua yaitu gejala
morfologi dan gejala histologi. Gejala morfologi adalah
penyimpanagan pada tanaman yang mudah dikenalai dengan panca indra
(lihat,raba,cium). Sedangkan gejala histologi adalah penyimpangan
pada tanaman yang dapat diketahui melalui pemeriksaan mikroskop
terhadap jaringan tanaman yang sakit
Analisis mengenai tingkat keparahan penyakit tumbuhan serta
keberadaan sangan dibutuhkan dalam mempelajari kehilangan hasil,
peramalan tingkat penyakit, dan sistem pengendalian yang harus
dilakukan untuk meminimalisasi kerugian yang disebabkan oleh
serangan penyakit. Berat atau ringannya penyakit dapat
diklasifikasikan dalam tiga kriterium utama, yaitu insidensi
penyakit (diseases insident), intensitas penyakit (diseases
severity), dan kehilangan hasil (crop loss).
Epidemic penyakit tanaman merupakan populasi dari tanaman yang
terinfeksi penyakit dalam populasi inang, dan perubahan penyakit
tanaman pada waktu dan ruang tertentu. Sebelum kita mengetahui
lebih jauh tentang epidemic penyakit, terlebih dahulu kita harus
memantaunya. Pemantauan terhadap penyakit tanaman dapat dilakukan
dengan mengetahui intensitas penyakit tanaman.
Intensitas penyaikit tanaman perlu diketahui untuk memudahkan
kita dalam member penanganan terhadap tanaman yang terserang
penyakit. Karena penyakit tanaman merupakan interaksi antara
tanaman dan pathogen yang disebabkan oleh lingkungan, maka perlu
pengukuran kuantitas tanaman, pathogen, dan lingkungan dalam
menimbulkan penyakit.
Intensitas penyakit mencakup isidensi (kejadian) penyakit dan
severitas (keparahan) penyakit. Dengan mengetahui waktu terjadi dan
keparahan penyakit, kita akan mampu mengetahui dampak ekonomi dan
lingkungan yang disebabkan oleh penyakit tersebut. Selauin itu,
penanganan terhadap tanaman yang terserang penyakit pun akan lebih
tepat.
B. Tujuan Praktikum
1) Mempelajari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan tanaman.
2) Mempelajari cara melakukan kuantifikasi penyakit tanaman
dengan latihan pengamatan gejala penyakit, penghitungan intensitas
penyakit, dan agihan penyakit tanaman.
3) Mempelajari teknik pendugaan kehilangan hasil akibat penyakit
tanaman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit tanaman dapat ditinjau dari dua sudut, dari sudut
biologi dan ekonomi. Secara biologis, penyakit tanaman dapat
diartikan sebagai suatu proses fisiologis yang abnormal dalam tubuh
tanaman yang berlangsung secara kontinyu yang disebabkan oleh
penyebab primer dan muncul sebagai suatu gejala. Secara ekonomis,
penyakit tanaman diartikan sebagai ketidakmampuan tanaman untuk
memberikan hasil seperti yang diharapkan (hasil yang normal). Kedua
pengertian tersebut mengandung informasi bahwa:
a. penyakit tanaman dapat menyebabkan gangguan secara fisiologis
dan menimbulkan kerugian secara ekonomis.
b. Karena penyakit merupakan suatu proses fisiologis, maka yang
bisa diamati adalah manifestasinya yaitu gejala penyakit
(symptom).
Gejala penyakit sebenarnya adalah perwujudan dari reaksi tanaman
terhadap aksi penyebab penyakit (patogen) sehingga dapat digunakan
sebagai salah satu ukuran untuk mengetahui seberapa parah suatu
penyakit. Keparahan suatu penyakit yang dinyatakan dalam intensitas
penyakit (disease intensity) dapat dikuantifikasi berdasarkan
gejala yang teramati pada individu tanaman. Untuk menghitung
intensitas penyakit biasanya dilakukan skoring terhadap gejala
penyakit pada beberapa tanaman contoh sebagai representasi dari
suatu populasi tanaman. Sementara itu, sebaran penyakit pada
populasi tanaman dinyatakan sebagai agihan penyakit (disease
incidence) yang menggambarkan seberapa luas suatu penyakit bisa
ditemukan di lapangan. Agihan penyakit dihitung berdasarkan
persentase tanaman yang menunujukkan gejala penyakit pada suatu
pupulasi tanaman. Untuk penyakit-penyakit tertentu dengan gejala
sistemik, intensitas penyakit dianggap identik dengan agihan
penyakit.Intensitas penyakit pada suatu tanaman dapat berubah atau
berkembang dengan laju tertentu. Laju perkembangan penyakit
bervariasi tergantung dari beberapa faktor seperti kondisi
lingkungan, ketahanan tanaman, praktek budidaya yang diterapkan,
pengelolaan penyakit yang dilakukan, atau keberadaan organisme
antagonis. Laju perkembangan penyakit juga dipengaruhi oleh tipe
penyakitnya apakah penyakit yang bersifat monosiklik (monocyclic
disease) atau penyakit polisiklik (polycyclic disease).
Perkembangan suatu penyakit hanya dapat diketahui dengan melakukan
monitoring yaitu pengamatan secara periodik dan kontinyu terhadap
intensitas penyakitnya. Di samping berfungsi untuk monitoring
perkembangan penyakit, pengamatan intensitas penyakit juga dapat
dimanfaatkan untuk dasar pengendalian penyakit tanaman dan
penaksiran kehilangan hasil karena penyakit tanaman.Faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan penyakit antara
lain adalah suhu, kelembaban udara atau kelembaban tanah,
intensitas sinar matahari, periode basah daun, pH tanah, dan
kandungan bahan organik tanah. Praktek budidaya yang dapat
mempengaruhi perkembangan penyakit antara lain pengolahan tanah,
pengaturan waktu tanam, pengaturan jarak tanam, pengairan,
pemupukan, pemangkasan, penggunaan mulsa, dan pengapuran (pemberian
kapur pertanian). Sementara itu, ketahanan tanaman terhadap suatu
penyakit dapat dipengarui oleh varietas, umur tanaman, bagian
tanaman atau organ, dan jenis tanaman. Di samping itu virulensi
patogen tentu saja dapat mempengaruhi laju perkembangan penyakit
tanaman.Penilaian penyakit dan estimasi penyakit adalah istilah
umum yang digunakan untuk mendiskribsikan pengukuran penyakit
tanaman. Data penilaian penyakit dapat berupa data kuantitatif,
kualitatif, atau gabungan keduanya. Suatu tanaman atau bagian
tanaman dikatakan terserang penyakit atau tidak tergantung dari
gejala-gejala yang tampak saat pengujian.
Intensitas penyakit terdiri dari insidensi penyakit (kejadian
penyakit) dan keparahan penyakit (severitas penyakit). Insidensi
penyakit merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan
perbandingan tanaman atau bagian tanaman yang terserang penyakit
dengan total populasi (N). Insiden penyakit merupakan variable
diskrit. Keparahan penyakit (sereviatas penyakit) adalah bagian
dari jaringan tanaman yang menunjukkan efek penyakit. Dengan sampel
tanaman, nilai rata-rata individual tanaman berlaku untuk
menentukan keparahan penyakit secara keseluruhan. Keparahan
penyakit juga dapat diartikan sebagai bagian dari tanaman yang
terserang penyakit atau daerah penyakit dari tanaman sampel. Namun,
pada kenyataannya, serevitas penyakit ditentukan dengan nilai kelas
atau kategori keparahan penyakit untuk setiap tanaman yang diuji.
Dengan demikian, keparahan penyakit merupakan sebaran diskrit,
meskipun mungkin dengan beberapa nilai yang berbeda.
Umumnya, pengertian dari serevitas penyakit adalah rata-rata
dari semua serevitas penyakit tanaman atau bagian tanaman, baik
yang terserang penyakit maupun tidak. Dengan kata lain, nilai
severitas penyakit nol digunakan untuk pengamatan tanpa ada
gejala-gejala penyakit, dan perhitungan berarti ukuran severitas
penyakit untuk sampel tanaman. Ukuran severitas penyakit tanaman
tergantung pada tanaman yang terinfeksi. Perbedaan severitas
penyakit tanaman ditentukan dari semua tanaman yang diuji
dibandingkan dengan tanaman yang terserang penyakit.
Penyakit bercak kacang tanah ( Cercospora aracidicola) merupakan
penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri. Bercak daun yang terdapat
banyak di negara ini disebut dengan tikka, terdapat disemua negara
penanam kacang tanah, termaksud di Indonesia. Menurut Raciborski,
pada tahun 1900 penyakit ini sudah tersebar di seluruh Jawa.
Penyakit bercak kacang tanah selalu terdapat pada daun-daun kacang
tanah yag menjelang masak. Hal ini sedemikian lajimnya dianggap
sebagai keadaan yang biasa, bahkan banyak petani yang masih
beranggapan bahwa datangnya penyakit ini menandakan bahwa
tanamannya sudah hampir masak.Menurut pengamatan iskandar muda
(1985) di Sumatera Barat intensitas penyakit berkisar antara
34-38%. Sedangkan menurut Jusfah (1985) di daerah yang sama bercak
daun mengurangi jumlah polong total, jumlah polong yang bernafas,
berat biji, jumlah biji, berat biji per tanaman. Tergan tung dari
cepat dan lambatnya timbulnya penyakit, bercak daun dapat
mengurangi produksi tanaman sampai 50%. Menurut Singh (1969) di
India dapat menurunkan produksi sampai 20%. Dari banyak percobaan
diketahui bahwa produksi tanaman akan mengkat jika penyakit ini
dikendalikan. Bahkan di Afrika diberitahukan bahwa pengendalian
bercak daun dengan fungisida dapat meningkatkan produksi sampai 60%
(Semangun, 1991).BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Pelaksanaan
Praktikum ini dilaksanakan pada Kamis, 27April-29 Juni 2015 di
Unit Percobaan Gunung Bulu dan Laboratorium Agroteknologi Fakultas
Agroindustri Universitas Mercu Buana Yogyakarta
B. Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai
berikut :
a) Bahan
1) Bibit kacang tanah2) Pupuk Urea3) Pupuk TSP4) Pupuk KCL5)
Pupuk SP-366) Air7) Lembar pengamatanb) Alat
1) Cangkul2) Gembor
3) Tali Nylon
4) Alat tulisC. Prosedur Praktikum
Dalam praktikum ini akan dilakukan penanaman kacang tanah untuk
mendapatkan populasi tanaman yang akan dijadikan obyek pengamatan.
Kacang tanah yang ditanam dipilih dari varietas yang rentan
terhadap penyakit tanaman agar nantinya diperoleh penyakit dengan
intensitas penyakit yang cukup. Penyakit yang akan dipelajari dalam
praktikum ini adalah penyakit bercak coklat (brown spot) yang
disebabkan oleh Cercospora spp. Penyakit ini selalu muncul pada
pertanaman kacang tanah saat tanaman sudah memasuki fase generatif.
Intensitas penyakit yang tinggi dapat menyebabkan daun mati dan
mengering sehingga mengurangi luasan daun yang dapat digunakan
untuk fotosintesis.
a) Penanaman Kacang TanahPengolahan tanah dilakukan untuk
memperoleh struktur tanah yang baik bagi perkembangan akar dan
polong kacang tanah. Setelah pengolahan petak-petak dibuat dengan
ukuran 2 x 3 m. Kacang tanah ditanam dalam petak-petak tersebut
dengan jarak tanam 40 x 20 cm. Pemupukan dilakukan dengan pemberian
urea (50 kg/ha), TSP (100 kg/ha) atau SP36 dan KCl (50 kg/h). Pupuk
urea diberikan dua kali yaitu setengah dosis pada saat tanam dan
setengahnya lagi pada umur 3 minggu setalah tanam. Pupuk TSP dan
KCl diberikan seluruhnya pada saat tanam. Pupuk kandang dengan
dosis 5 ton/ha diberikan setelah pengolahan tanah dengan
dicampurkan secara merata dengan tanah pada seluruh petak
penanaman. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan melakukan
pengairan yang cukup, penyiangan, dan pendangiran. Untuk tujuan
pendugaan kehilangan hasil akibat penyakit tanaman, dalam praktikum
ini dilakukan juga penanaman kacang tanah pada petak-petak yang
secara intensif dilakukan pengendalian penyakit bercak coklat
dengan fungisida yang efektif.b) Pengamatan Intensitas Penyakit dan
Agihan Penyakit
1. Penentuan tanaman contoh
Intensitas penyakit diamati pada tanaman contoh yang ditentukan
secara acak untuk setiap petak di luar tanaman pinggir.
2. Pengamatan intensitas penyakit dimulai saat tanaman memasuki
fase generatif. Untuk itu perlu diamati kapan gejala awal muncul.
Intensitas penyakit diamati setiap minggu sebanyak empat kali
pengamatan dengan cara skoring sebagai berikut:
SkorKriteriaKeterangan
0Tidakditemukangejalapenyakitsehat
10 25% permukaandaunnekrosisringan
225-50% permukaandaunnekrosissedang
350-75% permukaandaunnekrosisberat
4Lebihdari 75% pemukaandaunnekrosissangatberat
3. Intensitas penyakit dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
dengan IP = intensitas penyakit, n = jumlah daun dengan kriteria
tertentu, v = skor penyakit dari daun yang diamati, Z = skor
tertinggi, N = jumlah daun yang diamati.
4. Agihan penyakit diamati setiap minggu bersamaan dengan
pengamatan intensitas penyakit, kemudian dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
dengan A = agihan penyakit, n = jumlah tanaman yang menunjukkan
gejala penyakit, N = jumlah seluruh tanaman yang diamati.
c) Pendugaan Kehilangan Hasil akibat Penyakit TanamanPendugaan
kehilangan hasil dilakukan dengan model AUDPC (The Area under The
Disease Progress Curve). Model yang digunakan adalah Y = o 1X
dengan Y = hasil pada petak-petak tanaman yang terkena penyakit
(tidak dikendalikan), o = hasil pada petak-petak tanaman yang sehat
(dikendalikan penyakitnya), 1 = kehilangan hasil untuk setiap
peningkatan unit AUDPC, dan X = unit AUDPC.d) Pengamatan
Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Perkembangan
PenyakitFaktor lingkungan yang diamati dalam praktikum ini adalah
intensitas sinar matahari, suhu udara, dan kelembaban udara.
Pengamatan dilakukan secara periodik bersamaan dengan pengamatan
intensitas penyakit.BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 1. Jumlah daun dengan skor pengamatan penyakit
CercosporaPengamatan ke/tanggalperlakuanNo sampelJumlah daun dengan
skor
01234
1Fungisida1
27 April 20152
3
4
5
kontrol120
2201
315
417
514
861
2Fungisida1
04 Mei 20152
3
4
5
kontrol1251
2452
328
433
5271
1584
3Fungisida1
11 Mei 20152
3
4
5
kontrol1371
2591
3351
4421
5343
2076
4Fungisida1
18 Mei 20152
3
4
5
kontrol1441
26311
339
4472
54012
23326
Tgl. PengamatanPerlakuanNo tanamansampel
27 April 2015Kontrol13222,544045, 79
22840
32222
43628
53745
Nilai Intensitas Penyakit Cercospora
Pengamatan 1
Sampel 1=
=0 %
Sampel 2=
=0 %
Sampel 3=
=0 %
Sampel 4=
=0 %
Sampel 5=
=0 %
Rata-rata=
=
= 0 %Pengamatan 2
Sampel 1=
=0 %
Sampel 2=
=0 %
Sampel 3=
=0 %
Sampel 4=
=0 %
Sampel 5=
=0 %
Rata-rata=
=
= 0 %Pengamatan 3
Sampel 1=
=0 %
Sampel 2=
=
=0,76 %
Sampel 3=
=
=1,04 %
Sampel 4=
=0 %
Sampel 5=
=0 %
Rata-rata=
=
=
= 0,36 %Pengamatan 4
Sampel 1=
=0 %
Sampel 2=
=
=0,76 %
Sampel 3=
=
=1,04 %
Sampel 4=
=0 %
Sampel 5=
=0 %
Rata-rata=
=
=
= 0,36 %Tabel 2. Hasil pertumbuhan tanaman kacang tanahTgl.
PengamatanNo tanamansampelJumlah polong (bh)Bobot Polong (g)Bobot
Petak Panen (g)Bobot 100 bj (g)
29 Juni 20151293960043,5
22632
32635,5
45166,5
52026,5
Tabel 3. Intensitas penyakit bercak coklatTgl.
PengamatanPerlakuanNo tanamansampelIntensitas penyakit (%)Rata-rata
penyakit (%)
27 April 2015Fungisida10%0%
20%
30%
40%
50%
04 Mei 2015Fungisida10%0%
20%
30%
40%
50%
11 Mei 2015Fungisida10%0,36%
20,76%
31,04%
40%
50%
18 Mei 2015Fungisida10%0,37%
20,44%
30,89 %
40,52 %
50%
Rata-rata intensitas penyakit=
Ket : Perhitungan lengkap terdapat di lampiranTabel 4.
Intensitas penyakit bercak coklat seluruh
kelompokPerlakuanUlangan
123
Kontrol4,88%3,30%10%
Fungisida0%0,18%0,7%
Keterangan :
Perlakuan kontrol: Kelompok 1,3 dan 5
Perlakuan fungisida: Kelompok 2,4 dan 6
Agihan penyakitAgihan penyakit dihitung menggunakan rumus :
Keterangan :
A= Agihan penyakit
n= Jumlah tanaman yang menunjukkan gejala penyakitN= Jumlah
tanaman yang diamatiPengamatan 1=
=0 %Pengamatan 2=
=0 %
Pengamatan 3=
= 40 %
Pengamatan 4=
= 60 %
Rata-rata= Tabel 5. Hasil pertumbuhan tanaman kacang tanah
seluruh kelompokPerlakuanNo tanaman sampelJumlah polong (bh)Bobot
Polong (g)Bobot Polong/Petak Panen (g)Bobot 100 bj (g)
KontrolKel.114,232,5163043,3
Kel.313,417,55630040,78
Kel.51728,4939045,8
Rata-rata14,8726,1944043,29
FungisidaKel.23131,544045,74
Kel.430,439,960043,5
Kel.625,640,561554,25
Rata-rata2937,355247,83
Pendugaan kehilangan hasil dilakukan dengan model AUDPC (The
Area under The Disease Progress Curve).
Keterangan :
Y: hasil pada petak-petak tanaman yang terkena penyakit (tidak
dikendalikan)o : hasil pada petak-petak tanaman yang sehat
(dikendalikan penyakitnya)
1: kehilangan hasil untuk setiap peningkatan unit AUDPC
: unit AUDPC. Unit AUDPC dihitung dengan rumus :
Y: Intensitas penyakitt: waktun:jumlah pengamatan intensitas
penyakit Perlakuan Kontrol
= 28,63 = 46,55
=
=
= = 1,49Rumus regresi : Perlakuan Fungisida
= 0,63 = 3,08
=
=
= = 30,18Rumus regresi : Tabel 6. Hasil uji DMRT variabel
intensitas penyakit cercospora, jumlah polong, bobot polong, bobot
polong/petak panen dan bobot 100 bijiPerlakuanIntensitas
PenyakitJumlah polong (bh)Bobot Polong (g)Bobot Polong/Petak Panen
(g)Bobot 100 bj (g)
Kontrol6,06 a14,87 a26,19 a440 a43,29 a
Fungisida0,29 b29 b37,3 a551,67 a47,83 a
B. PembahasanGejala penyakit sebenarnya adalah perwujudan dari
reaksi tanaman terhadap aksi penyebab penyakit (patogen) sehingga
dapat digunakan sebagai salah satu ukuran untuk mengetahui seberapa
parah suatu penyakit. Keparahan suatu penyakit yang dinyatakan
dalam intensitas penyakit (disease intensity) dapat dikuantifikasi
berdasarkan gejala yang teramati pada individu tanaman. Untuk
menghitung intensitas penyakit biasanya dilakukan skoring terhadap
gejala penyakit pada beberapa tanaman contoh sebagai representasi
dari suatu populasi tanaman. Sementara itu, sebaran penyakit pada
populasi tanaman dinyatakan sebagai agihan penyakit (disease
incidence) yang menggambarkan seberapa luas suatu penyakit bisa
ditemukan di lapangan. Agihan penyakit dihitung berdasarkan
persentase tanaman yang menunujukkan gejala penyakit pada suatu
pupulasi tanaman. Untuk penyakit-penyakit tertentu dengan gejala
sistemik, intensitas penyakit dianggap identik dengan agihan
penyakit.Menurut sifatnya gejala penyakit dapat dibedakan menjadi
dua yaitu gejala morfologi dan gejala histologi. Gejala morfologi
adalah penyimpanagan pada tanaman yang mudah dikenali dengan panca
indra (lihat,raba,cium). Sedangkan gejala histologi adalah
penyimpangan pada tanaman yang dapat diketahui melalui pemeriksaan
mikroskop terhadap jaringan tanaman yang sakit. (Haryono, 1996)
Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan penyakit bercak
coklat yang disebabkan Cercospora spp. Gejala bercak daun awal pada
umumnya ditandai oleh bercak bulat berwarna coklat tua yang
dikelilingi oleh lingkaran halo berwarna kekuningan pada permukaan
atas daun. Bercak daun akhir bercaknya lebih bulat, ukurannya lebih
kecil dan berwarna lebih gelap (hitam) pada permukaan bawah daun
seperti gambar 1. Gejala penyakit ini biasanya muncul pada saat
fase generatif kacang tanah, lebih parah lagi pada saat fase
pembentukan polong. Suhu dan kelembaban tinggi mendorong timbulnya
peyakit. Jamurnya dapat bertahan pada sisa brangkasan dan tanaman
kacang tanah yang tumbuh setelah panen.
Gambar 1. Gejala penyakit bercak coklatIntensitas penyakit pada
suatu tanaman dapat berubah atau berkembang dengan laju tertentu.
Laju perkembangan penyakit bervariasi tergantung dari beberapa
faktor seperti kondisi lingkungan, ketahanan tanaman, praktek
budidaya yang diterapkan, pengelolaan penyakit yang dilakukan, atau
keberadaan organisme antagonis. Pada praktikum kali ini dilakukan
pengamatan bercak coklat pada dua perlakuan, yaitu kontrol dan
fungisida. Pada perlakuan kontrol diketahui bahwa intensitas
penyakit bercak coklat sebesar 6,06% sedangkan pada perlakuan
fungisida sebesar 0,29%.Setelah diuji dengan analisis varians
diketahui bahwa perlakuan fungisida berpengaruh terhadap laju
perkembangan (intensitas) penyakit bercak coklat. Fungisida
mengandung bahan yang dapat menekan perkembangan jamur
patogen.Intensitas penyakit yang tinggi dapat menyebabkan daun mati
dan mengering sehingga mengurangi luasan daun yang dapat digunakan
untuk fotosintesis. Gejala penyakit lebih banyak ditemukan pada
daun-daun bawah.Agihan penyakit (disease incidence) atau sebaran
penyakit menggambarkan seberapa luas suatu penyakit bisa ditemukan
di lapangan. Pada praktikum ini agihan penyakit bercak coklat pada
pengamatan 1 dan 2 sebesar 0% yang berarti penyakit ini belum
menyebar dilapangan. Namun pada pengamatan selanjutnya agihan
penyakit bercak coklat meningkat menjadi 40 % dan 60 %. Penyebaran
penyakit ini dapat meluas disebabkan oleh faktor lingkungan,
diantara angin, suhu dan kelembaban.Pendugaan kehilangan hasil
dilakukan dengan model AUDPC (The Area under The Disease Progress
Curve). Hal tersebut sesuai pernyataan Frey, et.al (1992)
menyatakan bahwa AUDPC dipergunakan untuk menentukan nilai reaksi
tanaman terhadap serangan Cercospora . Tanaman dikatakan tahan
terhadap penyakit bercak daun apabila nilai AUDPC kurang dari nilai
rata rata sedangkan apabila melebihi dari nilai rata rata maka
digolongkan sebagai tanaman peka. Setelah dilakukan perhitungan
diketahui rumus regresi AUDPC pada kontrol adalahdan perlakuan
fungisida .Dari rumus tersebut diketahui bahwa besarnya intensitas
penyakit sebanding dengan penurunan hasil kacang tanah. Berdasarkan
hasil uji DMRT pada taraf 5% diketahui bahwa perlakuan fungisida
berpengaruh terhadap intensitas penyakit, jumlah dan jumlah polong,
namun tidak berpengaruh terhadap bobot polong, bobot polong/petak
panen, dan bobot/100 biji.
BAB VKESIMPULAN
Dari uraian-uraian diatas dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut :
1) Penyakit bercak coklat muncul pada pertanaman kacang tanah
pada fase generatif
2) Gejala bercak coklat oleh Cercospora yaitu munculnya bercak
coklat kekuningan yang dikelilingi halo kuning yang terlihat
jelas3) Intensitas penyakit bercak coklat kacang tanah pada
perlakuan kontrol sebesar 6,06% sedangkan pada perlakuan fungisida
sebesar 0,29%.4) Agihan penyakit bercak coklat pada kacang tanah
sebesar 25%5) Rumus regresi AUDPC pada kontrol adalah dan perlakuan
fungisida 6) Perlakuan fungisida berpengaruh terhadapintensitas
penyakit bercak coklat pada kacang tanah.
7) Rumus regresi yang telah dibuat menunjukkan bahwa besarnya
intensitas penyakit sebanding dengan penurunan hasil kacang
tanah.8) Semakin besar nilai intensitas penyakit bercak coklat,
semakin besar penurunan hasil kacang tanah.DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G. N. 1988.Plant Pathology. Academic Press, Inc. San
Diego, California.
Alexopoulos, C. J. , C. W. Mims. 1979.Introductory Mycology.
John Wiley &Sons, New York.
Andrewartha, H. G. 1976.Introduction to The Study of Animal
Population. ELBS And Chapman & Hall Ltd., London.
Bessey, E. A. 1998.Morphology And Taxonomy of Fungi. Hafner
Press, A division of Macmillan Publishing Co., Inc. New York.
Borror, D. J. and D. M. Delong. 1970.An Introduction to the
Study of Insect. Halt Rimehart and Winston., New York.
Brown, J. F. , A. Kerr, F. D. Morgan. 1980.Plant Protection.
Press Etching Pty Ltd, Melbourne.
Chisaka, H. 1988.Kerusakan oleh Gulma pada Tanaman, Kerugian
Hasil Disebabkab oleh Persaingan Gulma dalam Penanggulangan Gulma
Secara Terpadu. PT Bina Aksara. Jakarta.
Crafts, A. S. & Robbin, W. W. 1973.A Textbook and Manual
Weed Control. Tata McGrow Hill Publishing Comp. Ltd., New
Delhi.
Erida, G. dan hasanuddin. 1996.Penentuan Periode Kritis Tanaman
Kedelai(Glycine max)terhadap Kompetisi Gulma. Prosiding Konf. 13
HIGI : 14-18.
Eussen, J.H.H. 1972.Losses Due to Weeds. Sec. Weed Sci. Training
Course, BIOTROP. 4pp.
Fryer, J.D. & S. Matsunaka. 1988.Penanggulangan Gulma Secara
Terpadu. PT Bina Aksara. Jakarta.
Goto, M. 1992.Fundamental of Bacterial Plant Pathology. Academic
Press, Inc. San Diego, California.
Horsfall, J. G. , E. B. Cowling. 1985.Plant Disease. Academic
Press. New York.
Ivens, G. W. 1971.East Aficant Weeds and Their Control. Oxford
Univercity Press. Nairobi.
LAMPIRANNilai Intensitas Penyakit Cercospora
Pengamatan 1
Sampel 1=
=0 %
Sampel 2=
=0 %
Sampel 3=
=0 %
Sampel 4=
=0 %
Sampel 5=
=0 %
Rata-rata=
=
= 0 %Pengamatan 2
Sampel 1=
=0 %
Sampel 2=
=0 %
Sampel 3=
=0 %
Sampel 4=
=0 %
Sampel 5=
=0 %
Rata-rata=
=
= 0 %Pengamatan 3
Sampel 1=
=0 %
Sampel 2=
=
=0,76 %
Sampel 3=
=
=1,04 %
Sampel 4=
=0 %
Sampel 5=
=0 %
Rata-rata=
=
=
= 0,36 %Pengamatan 4
Sampel 1=
=0 %
Sampel 2=
=
=0,44 %
Sampel 3=
=
=0,89 %
Sampel 4=
=
= 0,52 %
Sampel 5=
=0 %
Rata-rata=
=
=
= 0,37 %10