LAPORAN PRAKTIKUM ILMU REPRODUKSI TERNAK ACARA II HISTOLOGI ORGAN REPRODUKSI BETINA Disusun oleh : Yuni Setiyawati 13/346251/PT/06473 V Asisten : Zulfi Nur Amrina Rosyada LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK
LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU REPRODUKSI TERNAK
ACARA II
HISTOLOGI ORGAN REPRODUKSI BETINA
Disusun oleh :Yuni Setiyawati
13/346251/PT/06473V
Asisten : Zulfi Nur Amrina Rosyada
LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAKBAGIAN PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKANUNICERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA2015
HISTOLOGI ORGAN REPRODUKSI BETINA
Tinjauan Pustaka
Sistem reproduksi betina terdiri dari sepasang ovarium, sepasang
oviduct dan uterus. Dua hormon yang mengatur siklus estrus adalah FSH
(Folikel Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone) yang
disekresikan oleh kelenjar adenohypophysis. Sekresi FSH (Follicle
Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone) dipengaruhi oleh
neuron pada hypothalamus (Eroschenco, 2008). Hormon
adenohypophysis diproduksi di dalam kelenjar hypophysis itu sendiri.
Hormon-hormon tersebut meliputi FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan
LH (Luteinizing Hormone), prolactin, ACTH (Adrenocorticotropic Hormone)
dan TSH (Thyroid Stimulating Hormone) (Parker, 2013).
Hypophysis
Piraksa dan Bebas (2009) menyatakan bahwa kelenjar hypophysis
adalah kelenjar endokrin yang penting pada setiap fungsi tubuh.
Hypophysis mengatur mekanisme yang dapat menyelamatkan keturunan
mahkluk hidup. Perkembangan tubuh diatur oleh kelenjar hypophysis yang
berhubungan dengan perkembangan organ reproduksi. Kelenjar
hypophysis menyekresikan hormon seperti FSH (Follicle Stimulating
Hormone) yang pada hewan jantan berfungsi untuk mendorong
pertumbuhan tubulus seminiferus dan mempunyai peranan dalam proses
spermatogenesis. LH (Luteinizing Hormone) yang pada hewan jantan
disebut ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormone) berfungsi untuk
mendorong produksi dan sekresi hormone testosteron yang berperan
untuk menimbulkan sifat kelamin sekunder dan pendewasaan sel
spermatozoa.
Ovarium
Ovarium adalah tempat sintesis hormon steroids visual, tempat
gametogenesis dan tempat perkembangan pemasakan kuning telur
(folikel). Ovarium terbagi atas dua bagian yaitu cortex (bagian luar) dan
medulla (bagian dalam) (Yuwanta, 2004). Jalalludin (2014) mengatakan
bahwa ovarium mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai organ eksokrin
yang menghasilkan oosit (sel telur) dan sebagai organ endokrin yang
menghasilkan hormon steroid (estrogen dan progesteron). Ovarium
terletak di dalam kavum abdominalis, menggantung, dan bertaut melalui
mesovarium ke uterus.
Oviduct
Oviduct merupakan saluran telur dimana juga merupakan tempat
pembuahan atau terjadinya pertemuan antara sperma dan sel telur di
magnum isthmus junction. Oviduct merupakan penghubung antara
ovarium dan uterus. Epitel tuba uterina atau oviduct berbentuk silinder
sebaris atau silinder banyak dengan silia yang aktif (kinosilia) pada epitel
bagian terbesar. Oviiduct memiliki pembukaan yang mirip corong dan silia
pada epitelium bagian dalam yang melapisi dektus hingga menarik sel
telur dengan cara menarik cairan dari rongga tubuh ke dalam oviduct
(Campbell et al., 2004).
Uterus
Hademenos dan Fried (2006) menyatakan bahwa uterus
merupakan tempat berlangsunya perkembangan embrio hingga fetus.
Uterus akan terhubung ke sebuah saluran pendek bertepi tak rata yang
dikenal sebagai vagina. Uterus kaya akan otot dan tebal permukaannya.
Agustini et al. (2007) menambahkan bahwa uterus adalah salah satu
saluran reproduksi betina selain tuba fallopi, serviks dan vagina.
Perubahan struktur dan fungsi uterus ditentu-kan oleh siklus hormonal
betina. Setiap adanya siklus, awalnya fungsi uterus menyiapkan
penerimaan dan transportasi spermatozoa dari serviks ke oviduct. Bila
terjadi pembuahan, pada masa kehamilan, uterus menjadi tempat
tumbuhnya zygot, hingga kelahiran tiba.
Materi dan Metode
Materi
Alat. Alat yang digunakan pada praktikum histologi organ
reproduksi betina adalah mikroskop, laptop, papan tulis, spidol, dan
poster.
Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum histologi organ
reproduksi betina adalah preparat hypophysis, ovarium, oviduct, dan
uterus.
Metode
Metode yang digunakan pada praktikum histologi organ reproduksi
betina adalah mengamati, membedakan, mengetahui fungsi, dan
menggambar bagian-bagian dari organ reproduksi betina
(adenohypophysis, ovarium, uterus, dan oviduct). Pengamatan organ
reproduksi betina dilakukan dengan cara melihat praparat menggunakan
mikroskop dan membedakan struktur sel-sel penyusunnya dengan
penjelasan asisten menggunakan poster. Preparat kemudian digambar di
lembar kerja dengan pensil berwarna.
Hasil dan Pembahasan
Hypophysis
Kelenjar hypophysis memiliki tiga lobus. Lobus anterior atau
adenohypophysis secara embriologis berasal dari ectoderm di sepanjang
faring dorsal dan membentuk kantung yang dikenal sebagai kantung
Rathke. Lobus posterior atau neurohypophysis berukuran lebih kecil dan
secara embriologis berasal dari neuroektoderm. Pars intermedia
merupakan struktur kecil yang terletak di bagian tengah antara lobus
anterior dan posterior. Secara embriologis, kelenjar hypophysis berasal
dari sel-sel krista neural (Heffner dan Danny, 2005). Adenohypophysis
(lobus anterior) terdiri dari pars distalis, pars tuberalis dan pars intermedia.
Pars distalis adalah tonjolan lobus anterior, pars tuberalis merupakan
bagian paling vascular pada lobus anterior, dan pars intermedia
bersebelahan dengan bagian pars distalis. Adenohypophysis berasal dari
pertumbuhan, envaginasi, epitelium pada bagian dasar rongga mulut
masih primitif. Kelenjar adenohypophysis mengacu sistem portal
hypothalamus-hypophysis. Sistem portal hypothalamus-hipofisis dapat
dilalui oleh hormon pada hypothalamus langsung dibawa ke
adenohypophysis tanpa memasuki sirkulasi darah besar kembali (Sloane,
2004).
Gambar 1. Histologi Hypophysis(Anonim, 2015)
Eroschenko (2008) menyatakan bahwa pars distalis terdiri dari dua
tipe sel, yaitu chromophobe dan chromophile. Sel chromophobe
berukuran lebih kecil daripada sel chromophile, dengan warnanya yang
bercahaya. Sel chromophile dibagi menjadi dua macam yaitu acidophile
dan basophile. Acidophile menghasilkan hormon STH (Somatotropic
Hormone) dan basophile menghasilkan hormon FSH (Follicle Stimulating
Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone) dan thyrotrophie hormone.
Menurut Parker (2013), fungsi dari hormon STH (Somatotropic Hormone)
untuk menstimulasi pertumbuhan badan. STH (Somatotropic Hormone)
adalah hormon pertumbuhan yang berfungsi untuk sintesis protein dan
menyediakan konsentrasi asam amino intraseluler. STH (Somatotropic
Hormone) berfungsi untuk regulasi dengan thyroid hormone, tingkat
filtrasi, dan pengeluaran darah ke ginjal. Hormon FSH (Follicle Stimulating
Hormone) berfungsi sebagai pemeliharaan fungsi gonadal, dimana FSH
(Follicle Stimulating Hormone) akan merangsang pembentukan folikel
hingga matang. Fungsi LH (Luteinizing Hormone) untuk mensekresikan
estrogen, dan sekresi progesteron dari korpus luteum apabila terjadi
ovulasi. Fungsi thyrotrophie hormon untuk membebaskan tiroksin dari
glandula tiroid, selain itu juga dapat menambah presentase pengikatan
iodine pada tiroid. Pembebasan tiroksin akan mengontrol metabolisme.
Berikut merupakan bagan mekanisme feedback hormon.
Gambar 2. Mekanisme feedback hormone(Anonim, 2015)
GnRH (Gonatropin Releasing Hormone) disekresi oleh
hypothalamus berikatan dengan gonadotroph di hypophysis anterior
merangsang pengeluaran LH dan FSH. LH dan FSH menstimulasi hormon
steroids yaitu estrogen menurunkan sekresi FSH melalui feedback negatif.
Sekresi LH dihambat oleh estrogen melalui feedback negatif yang disisi
lain juga meningkatkan sekresi LH melalui feedback positif (Sloane, 2002).
Ovarium
Ovarium terkenal sebagai penghasil hormone kelamin betina yaitu
estrogen dan progesteron. Estrogen dihasilkan oleh sel-sel granulosa
yang mengubah androgen menjadi estrogen dihasilkan oleh sel teka
interna. Fungsi estrogen adalah untuk memproduksi LH, mendorong
pertumbuhan dinding rahim, dan perkembangan reproduksi sekunder.
Progesteron dihasilkan oleh sel lutein besar selama metestrus, estrus dan
kebuntingan. Fungsi Progesteron adalah untuk menghambat produksi LH,
mempertebal dinding endometrium setelah ovulasi, dan menghambat
laktasi. Ciri-ciri folikel berdasarkan proses ovulasi adalah folikel-folikel
tersebut meliputi folikel primordial, primer, sekunder (antral) , tersier dan
folikel de Graff (folikel matang). Bagian folikel primordial dilapisi oleh sel
skuamosa dan oosit yang besar. Nucleus dari folikel primordial pucat dan
mengandung nukleolus. Bagian folikel primer merupakan transisi dari
folikel primordial yang melibatkan sel-sel stroma berdekatan dan oosit
tumbuh besar. Bagian folikel sekunder (antral) dan tersier sel-sel
granulosanya mengalami proliferasi secara cepat hingga membentuk
ruang intraselular yang berisi cairan liquor folikuli yang mengandung
protein dan hormone estrogen. Tahapan folikel tersier mulai terbentuk
cumulus ooforus, corona radiata dan zona pelusida. Bagian terakhir
adalah folikel matang (de Graff) adalah vesikel translusen besar yang
membuat korteks menebal dan menonjol 1 cm atau lebih di atas
permukaan ovarium. Dindingnya tampak keras dan menyebabkan proses
ovulasi terjadi (Bloom dan Fawcett, 2002). Berikut merupakan grafik siklus
estrus.
Gambar 3. Grafik Siklus Estrus (Pond and Bell, 2005)Ovulasi terjadi di ovarium dan terbentuk selama 24 hingga 27 jam.
Ovulasi tidak akan terjadi apabila telur masih berada di dalam oviduct.
Ovum pada fase perkembangan cepat akan mensekresikan estrogen,
sementara itu teca interna akan mensekresikan testosteron. Sekresi
progesteron oleh granulosa dari folikel yang sudah masak terjadi setelah
ovulasi. Ovulasi terjadi dalam dua ritme. Pertama karena pengaruh
hormon yang dilepaskan oleh hipofisis yang dipengaruhi oleh cahaya.
Kedua tergantung dari ritme pemasakan ovum di ovarium. LH yang
diproduksi oleh hipofisis disekresikan 6 jam sebelum ovulasi di bawah
kontrol sekresi progesteron dari granulosa folikel. Produksi progesteron
sendiri sebetulnya juga tergantung pada sekresi LH. Asosiasi ini
menyebabkan terjadinya sinkronisasi antara derajat masaknya folikel dan
terjadinya ovulasi. Hasil ini merupakan implikasi progresif dan umpan balik
dari sekresi progesteron dan ini tidak mungkin terjadi di folikel dan LH dari
hipofisis. Umpan balik positif ini tidak mungkin terjadi selama periode 4
hingga 11 jam setelah penerangan. Ovulasi ditandai dengan robeknya
lapisan folikel dan keluarnya kuning telur masuk ke dalam infundibulum.
Lapisan folikel yang terdiri atas kolagen dan enzim protease ini diaktifkan
oleh plasminogen yang kaya akan sulfat terutama pada daerah stigma
folikel (Yuwanta, 2008).
Bloom dan Fawcett (2002) menyatakan bahwa corpus
haemorhagicum adalah bekas tempat ovum yang masih merah setelah
ovulasi. Corpus luteum merupakan lapisan lanjutan dari corpus
haemorhagicum. Corpus luteum akan mengalami regresi jika tidak terjadi
kebuntingan pada ternak yang akan menyebabkan terbentuknya corpus
albican, namun apabila terjadi kebuntingan maka corpus luteum berubah
menjadi corpus luteum gravidatum.
Saat masa proliferasi folikel mulai berkembang di ovarium dengan
pengaruh FSH dan LH dari pituitari produksi GnRH cukup tinggi. Folikel
tunggal tumbuh menghasilkan estradiol yang mempengaruhi pertumbuhan
endometrium. Ovulasi yang terjadi akan membuat penurunan kadar
estradiol dan peningkatan LH secara tajam. Pengaruh lain peningkatan
kadar LH adalah konversi folikel yang pecah melalui perubahan korpus
luteum yang berwarna kekuningan. Korpus luteum menyekresikan
progesteron yang membuat penebalan pada endometrium (Hademenos
dan Fried, 2006).
Gambar 4. Histologi Ovarium(Anonim, 2015)
Oviduct
Tuba uterina (oviduct) bersifat bilateral, strukturnya menjulur dari
daerah ovarium ke kornu uteri dan menyalurkan ovum, spermatozoa dan
zigot. oviduct dibagi menjadi tiga segmen pada oviduct meliputi
infundibulum, ampulla, dan isthmus. Bentuk daripada infundibulum,
ampulla, dan isthmus berturut-turut adalah corong besar, berdinding tipis,
dan mengarah ke belakang dari infundibulum. Oviduct dilapisi oleh lapisan
epitel kolumner selapis dengan lebih tinggi pada bagian fimbria.
Infundibulum dan ampulla akan berkurang tingginya mendekati uterus
(Bloom dan Fawcett, 2002).
Gambar 5. Histologi Oviduct (Sharaf et al., 2012)
Lapisan dari uterus terdiri dari tunika serosa, tunika muskularis dan
tunika mukosa. Tunika serosa tersusun atas jaringan ikat, tunika
muskularis sebagai lapisan tengah mengandung dua serabut otot
(musculus longitudinal dan musculus circuler. Bloom dan Fawcett (2002)
menyatakan bahwa tunika serosa sebagai lapisan terluar berfungsi untuk
melindungi sel yang terdiri atas mesotel. Lapisan tengah yaitu tunika
muskularis yang terdiri dari dua lapisan otot polos dengan sel-sel lapis.
Tunika muskularis terutama terdiri dari berkas otot polos melingkar,
memanjang dan miring. Lapis otot tersebut memberikan jalur radial
memasuki mukosa. Khusus pada infundubulum dan ampula, tunika
muskularis yang tipis dan tersusun oleh lapis dalam melingkar. Lapisan
terdalam adalah tunika mukosa yang berlipat-lipat dan bercabang
sehingga terbentuk lumen. Fungsi dari tunika mukosa adalah sebagai
pembatas dan pelindung bagian lumen.
Uterus
Berdasarkan pengamatan praktikum uterus pada histologi organ
reproduksi betina menggunakan mikroskop dapat diketahui bahwa bagian
dari uterus antara lain perimetrium, miometrium, endometrium, sel stroma,
sel epitel, sel kelenjar, lumen longitudinal, dan sirkular. Agustini et al.
(2007) menyatakan bahwa histologi dinding pada organ uterus terdiri dari
tiga lapisan. Lapisan pertama yaitu membran serosa yang merupakan
dinding terluar dari uterus. Lapisan kedua adalah miometrium, berupa
lapisan otot polos yang terdiri dari tiga lapis dari luar ke dalam yaitu
serabut-serabut otot polos yang berjalan longitudinal, lapis tengah yang
mengandung urat syaraf dan pembuluh darah, serta lapisan serabut otot
polos yang ber bentuk sirkular. Lapisan ketiga adalah endometrium,
lapisan yang merupakan dinding lumen uterus dan terdiri atas epitel,
lapisan kelenjar-kelenjar uterus dan tenunan pengikat. Widayati dkk.
(2008) menyatakan bahwa uterus menghasilkan PGF2α untuk
menghancurkan corpus luteum sehingga dapat terjadi siklus estrus
kembali. Corpus luteum menghasilkan hormone progesterone yang
sangat penting untuk proses penempelan embrio (implantasi). Bloom dan
Fawcett (2002) menyatakan bahwa ukuran sel dalam miometrium
tergantung estrogen yang disekresi ovarium. Panjang sel otot polosnya
bervariasi pada fase siklus estrus yang berbeda. Uterus yang tidak dalam
keadaan bunting, terdapat kontraksi dangkal intermiten yang tidak disertai
oleh semua sensasi subyektif. Faktor yang mengontrol kontraksi ini tidak
dimengerti. Endometrium memiliki fungsi untuk mempersiapkan resepsi
blastokista untuk berperan pada implantasi dan nutrisinya serta
membentuk maternal plasenta.
Gambar 6. Histologi Uterus (Agustini et al., 2007)
Dinding uterus terdiri dari miometrium yang dapat berkontraksi dan
relaksasi, serta lapisan lainnya adalah endometrium yang dilapisi oleh
jaringan ikat. Fungsi dari endometrium sangat berpengaruh dengan
jumlah hormone steroid pada ovarium. Fungsi miometrium adalah
peregangan dan kontraksi (Hendrik, 2006).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa kelenjar
hypophysis terdiri atas adenohypophysis dan neurohyppphysis.
Adenohypophysis menghasilkan hormon seperti FSH, LH, prolaktin dan
sebagainya. Ovarium merupakan organ reproduksi primer betina yang
komponen utamanya terdiri dari corpus luteum dan folikel. Folikel dalam
pertumbuhannya terdiri atas folikel primer, folikel sekunder, folikel tersier
dan folikel de graaf. Oviduct terdiri dari lapisan tunika serosa yang
berfungsi sebagai pelindung, tunika muskularis sebagai bagian untuk
berkontraksi dan membrana mukosa sebagai lapisan agar saluran bisa
dilewati ovum dengan lancar. Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu,
endometrium sebagi tempat impalantasi, miometrium sebagai bagian
untuk berkontraksi dan perimetrium sebagai pelindung.
Daftar Pustaka
Agustini, K., S. Wiryowidagdo, dan D. Kusmana. 2007. Pengaruh Pemberian Pemberian Ekstrak Biji Klabet (Trigonella foenum – graecum L.) Terhadap Perkembangan Uterus Tikus Putih Betina Galur Wistar Prepubertal. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 9(1).
Anonim. Pituitary Gland (hypophysis): The anterior pituitary (adenohypophysis) and the posterior pituitary (neurohypophysis). Di unduh pada http://legacy.owensboro.kctcs.edu/gcaplan/anat2/histology/histo%20A%20endocrine.htm pada tanggal 7 Oktober 2015 pukul 21.15 WIB.
Anonim. Ovarian Follicle: Follicle with granulosa cells and oocyte and zona pellucida. Di unduh pada http://www.oecd.org/chemicalsafety/testing/43754807.pdf pada tanggal 7 Oktober 2015 pukul 21.45 WIB.
Anonim. Ovarian Follicle: Follicle with granulosa cells and oocyte and zona pellucida. Di unduh pada http://legacy.owensboro.kctcs.edu/gcaplan/anat2/histology/histo%20C%20female%20reproductive.htm pada tanggal 7 Oktober 2015 pukul 22.15 WIB.
Bloom dan Fawcett. 2002. Buku Ajar Histologi. Penerbit EGC. Jakarta.
Campbell, N.A., J.B. Reece dan L.G Mitchell. 2004. Biologi. Erlangga. Jakarta.
Eroschenko, V.C. 2008. Di Fiore’s Atlas of Histology with Functional Correlations. Williams and Wilkins. USA.
Hademenos, G.J dan G.J. Fried. 2006. Schaum’s Outlines of Theory and Problems of Biology. Erlangga. Jakarta.
Heffner, Linda.J. dan Danny J.S. 2005. At a Glance Sistem Reproduksi Edisi Kedua. Penerbit Erlangga. Jakarta
Piraksa, I.W. dan W. Bebas. 2009. Pengaruh Penyuntikan Ekstrak Hipofisis Terhadap Berat Testes, Gambaran Mikroskopis Testes dan Kualitas Semen Ayam Hutan Merah (Gallus gallus). Buletin Veteriner Udayana. Bali.
Pond, W.G. and Bell. A.W. 2005. Encyclopedia of Animal Science. Marcel Deeker. New York.
Sharaf A., W.Eid and A.A. Atta. 2012. Morphological Aspects of the Ostrich
Infundibulum and Magnum. Bulgarian Journal of Veterinary Medicine
Vil 15. No.3. Zagazig.
Widayati, D.T., Kustono, Ismaya, dan S. Bantara. 2008. Bahan Ajar Mata Kuliah Ilmu Reproduksi Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Yuwanta, Tri. 2008. Dasar Ternak Unggas Cetakan ke 5. Kanisius. Yogyakarta.