LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN PUSAT PENELITIAN FISIKA (P2 FISIKA) LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI) Kawasan Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan, 15314 Telp. +62(21)7560556 PRAKTIK FISIKA TEORITIS DAN KOMPUTASI UNTUK ANALISIS FENOMENA TEROBOSAN KLEIN DALAM MATERIAL GRAPHENE Disusun sebagai syarat tugas akhir matakuliah Praktik Kerja Lapangan Oleh: ASSA EKA OKTAVIANI NIM 160322605244 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA DESEMBER 2019
55
Embed
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN PUSAT PENELITIAN FISIKA …fisika.lipi.go.id/layanan/berkas/laporan/LA2147.pdf · LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN PUSAT PENELITIAN FISIKA (P2 FISIKA)
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
PUSAT PENELITIAN FISIKA (P2 FISIKA) LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI) Kawasan Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan, 15314
Telp. +62(21)7560556
PRAKTIK FISIKA TEORITIS DAN KOMPUTASI UNTUK ANALISIS FENOMENA TEROBOSAN KLEIN DALAM MATERIAL GRAPHENE
Disusun sebagai syarat tugas akhir matakuliah Praktik Kerja Lapangan
Oleh: ASSA EKA OKTAVIANI
NIM 160322605244
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FISIKA DESEMBER 2019
8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era disruptif masa kini, teknologi menjadi aspek yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari [1]. Teknologi telah berkembang
dan bertransformasi ke dalam sektor produksi dengan tingkat efisiensi yang tinggi
dan ukuran yang kecil. Pembuatan teknologi menjadi lebih hemat dan ramah
lingkungan dikarenakan hanya memerlukan bahan yang sedikit namun berkualitas
[2].
Perkembangan teknologi khususnya pada bidang elektronika telah mencapai
ukuran skala nanometer (10-9 meter) – selanjutnya disebut dengan nanotechnology
(teknologi nano) [3][4]. Aplikasi teknologi nano pada bidang elektronika bertujuan
untuk meningkatkan tenaga, kapasitas, serta kecepatan piranti beberapa kali lipat
dari yang ada sekarang ini.
Salah satu teknologi yang dimungkinkan untuk dibuat dalam skala nano
adalah transistor. Transistor adalah devais yang berfungsi sebagai “saklar listrik”.
Pada awal penemuannya, transistor sudah mencapai ukuran 1 cm dan berkurang
hingga sepersejuta meter beberapa tahun kemudian. Arnold Thackray dalam buku
“Moore’s Law: The Life of Gordon Moore, Silicon Valley’s Quiet Revolutionary”
menyebutkan bahwa pada tahun 2016, 100 miliar transistor tercipta untuk
memenuhi kebutuhan satu manusia [5]. Angka tersebut menunjukkan bahwa
tingkat kebutuhan akan transistor sangat tinggi. Transistor penting dalam
pembuatan perangkat elektronik karena berhubungan dengan pemrosesan bilangan
biner. Semakin banyak transistor yang menjalankan fungsi on‒off, semakin banyak
kerja komputasi yang bisa dilakukan.
Perkembangan teknologi saat ini, selain telah merambah pada teknologi nano,
juga mengembangkan devais yang lentur. Devais yang lentur dapat dibuat
menggunakan material 2D. Transistor sebagai salah satu devais yang tinggi angka
kebutuhannya bagi manusia juga tak luput dari upaya pengembangan transistor
nano dan lentur. Upaya ini dapat dilakukan dengan menggunakan material
9
9
graphene sebagai bahan pembuatan transistor.
Graphene adalah material dua dimensi (2D) yang ditemukan oleh K.S.
Novoselov dan A.K. Geim pada tahun 2004. Graphene telah lazim pada sebagian
besar bahan berbasis karbon. Terlepas dari sifat elektroniknya, graphene
merupakan makromolekul yang mampu menghantarkan listrik dan panas dengan
baik dalam dua dimensi [6]. Sebagai material dengan mobilitas elektron yang tinggi,
graphene sangat cocok digunakan untuk komponen elektronik berfrekuensi tinggi
[7][8], salah satunya adalah transistor. Fenomena tak lazim yang dijumpai pada
monolayer graphene adalah elektron yang mampu menembus perintang kuantum
secara sempurna pada kondisi tertentu [9]. Hal ini disebut dengan terobosan Klein,
yaitu sebuah fenomena yang awalnya diprediksi terjadi pada ranah relativistik [9],
sementara kecepatan elektron di dalam graphene tidaklah seorde dengan kecepatan
cahaya. Akan tetapi, kelebihan pada monolayer graphene tersebut tidak dapat
langsung dimanfaatkan karena kondisi demikian tidak memungkinkan untuk dibuat
transistor. Oleh karena itu, perlu dilakukan controlling terobosan elektron pada
perintang potensial [9]. Solusinya yang lain untuk diuji adalah dengan bilayer
graphene [10].
Berdasarkan topik penelitian yang akan dilakukan untuk Praktik Kerja
Lapangan (PKL), penulis memilih Pusat Penelitian Fisika (P2 FISIKA)‒Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai tempat PKL. P2 FISIKA‒LIPI
memiliki grup fisika komputasi dengan spesialisasi material berdimensi rendah
(material nano), sehingga sesuai untuk melakukan PKL dengan topik di atas.
1.2 Tujuan Praktik Kerja Lapangan
1. Memahami cara kerja sehari-hari para peneliti, khususnya di bidang
fisika teori dan komputasi material.
2. Sarana belajar untuk menjadi fisikawan profesional dalam bidang teori
dan komputasi material.
3. Mempersiapkan penelitian skripsi.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup PKL adalah mereproduksi hasil penelitian tentang efek
terobosan Klein pada monolayer graphene dan bilayer graphene sebagai titik awal
10
10
persiapan skripsi. PKL belum bisa menghasilkan penelitian yang orisinal, tetapi
hasil belajar selama PKL akan dilanjutkan untuk memberikan keluaran riset yang
orisinal dan dipaparkan dalam skripsi di semester berikutnya.
1.4 Metodologi Praktik Kerja Lapangan
Metodologi yang digunakan dalam PKL adalah:
1. Studi Literatur
Membaca dan mereproduksi hasil perhitungan dalam berbagai literatur yang
berkaitan dengan topik penelitian. Literatur utama yang dibaca adalah:
• Makalah:
▪ Klein Tunneling in Graphene: optics with massless electrons oleh P.E.
Allain dan J.N. Fuchs.
▪ Chiral Tunneling in Single-layer and Bilayer Graphene oleh T.
Tudorovskiy, K.J.A. Reijnders, dan M.I. Katsnelson.
• Buku:
▪ Quantum Mechanics 1: The Fundamentals, oleh S. Rajasekar dan R.
Velusamy.
▪ Fisika Kuantum (Edisi ke-2), oleh Agus Purwanto.
• Catatan Kuliah:
▪ Graphene: an introduction oleh Geerts Brocks, Computational Material
Science, University of Twente.
▪ Mekanika Kuantum oleh Eny Latifah, Universitas Negeri Malang
• Tesis Master:
Electron Tunneling and Confinement in Bilayer Graphene oleh Y. Inou,
Department of Physics, Tohoku University, Japan.
2. Komputasi dan Visualisasi
• Pemrograman dengan Python.
• Memplot gambar menggunakan Python.
11
BAB II
IHWAL TEMPAT PRAKTIK KERJA LAPANGAN
2.1 Sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
LIPI adalah lembaga penelitian pertama, terbesar dan terbaik di Indonesia.
Pembentukan LIPI memiliki sejarah yang panjang. Setelah melewati beberapa fase
kegiatan ilmiah sejak abad ke-16 hingga tahun 1956, pemerintah Indonesia
membentuk Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI) melalui Undang-Undang
(UU) No.6 Tahun 1956. Tugasnya adalah membimbing perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta memberi pertimbangan kepada pemerintah dalam
hal kebijaksanaan ilmu pengetahuan.
Pada tahun 1962, pemerintah membentuk Departemen Urusan Riset Nasional
(DURENAS) dan menempatkan MIPI di dalamnya dengan tugas tambahan
membangun dan mengasuh beberapa lembaga riset nasional. Pada tahun 1966,
DURENAS bertransformasi menjadi Lembaga Riset Nasional (LEMRENAS).
Sejak Agustus 1967, pemerintah membubarkan LEMRENAS dan MIPI dengan SK
Presiden RI No. 128 Tahun 1967.
Setelah itu, pemerintah berdasarkan Keputusan MPRS No. 18/B/1967
membentuk LIPI dan menampung seluruh tugas LEMRENAS dan MIPI ke dalam
lembaga tersebut. Tugas pokoknya adalah (1) membimbing perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang berakar di Indonesia agar dapat dimanfaatkan bagi
kesejahteraan rakyat Indonesia pada khususnya dan umat manusia pada umumnya;
(2) mencari kebenaran ilmiah dengan kebebasan ilmiah, kebebasan penelitian serta
kebebasan mimbar diakui dan dijamin, sepanjang tidak bertentangan dengan
Pancasila dan UUD 1945; (3) mempersiapkan pembentukan Akademi Ilmu
Pengetahuan Indonesia (sejak 1991, tugas pokok ini selanjutnya ditangani oleh
Menteri Negara Riset dan Teknologi dengan Keputusan Presiden (Keppres) No.
179 tahun 1991).
Seiring perkembangan kemampuan nasional dalam bidang iptek, lembaga
ilmiah di Indonesia pun mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Menyikapi
hal tersebut, peninjuan dan penyesuaian tugas pokok dan fungsi serta susunan
organisasi LIPI terus dilakukan. Di antaranya, penetapan Keppres No.128 Tahun
12
12
1967 tanggal 23 Agustus 1967 diubah dengan Keppres No.43 Tahun 1985. Hal
tersebut masih disempurnakan lebih lanjut dengan Keppres No. 1 Tahun 1986
tanggal 13 Januari 1986 tentang Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Terakhir,
penyempurnaan dilakukan dengan penetapan Keppres No. 103 Tahun 2001.
2.2 Visi, Misi, dan Tujuan Pendirian LIPI
Visi LIPI adalah menjadi lembaga ilmu pengetahuan berkelas dunia dalam
penelitian, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan
daya saing bangsa. Sementara itu, misi LIPI adalah:
1. Menciptakan invensi ilmu pengetahuan yang dapat mendorong inovasi dalam
rangka meningkatkan daya saing ekonomi bangsa;
2. Mengembangkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk konservasi dan
pemanfaatan Sumber Daya berkelanjutan;
3. Meningkatkan pengakuan internasional dalam bidang ilmu pengetahuan; dan
4. Meningkatkan kualitas SDM Indonesia melalui aktivitas Ilmiah.
LIPI juga memiliki beberapa tujuan pendirian seperti:
1. Peningkatan temuan, terobosan dan pembaharuan ilmu pengetahuan serta
pemanfaatannya dalam mewujudkan daya saing bangsa;
2. Peningkatan nilai tambah dan kelestarian Sumber Daya Indonesia;
3. Peningkatan posisi dan citra Indonesia di komunitas global dalam bidang ilmu
pengetahuan; dan
4. Peningkatan budaya ilmiah masyarakat Indonesia.
2.3 Struktur Organisasi LIPI
Organisasi LIPI secara garis besar terdiri atas Kepala LIPI yang dibantu oleh
Sekretaris Utama dengan 5 Kedeputian yang terkait penelitian: (1) Ilmu
Pengetahuan Kebumian, (2) Ilmu Pengetahuan Hayati, (3) Ilmu Pengetahuan
Teknik, (4) Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan, serta (5) Bidang Jasa
Ilmiah. Selain itu, ada 4 pusat layanan yang berperan aktif internal maupun
eksternal, yakni (1) Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan, (2) Pusat Data
dan Dokumentasi Ilmiah, (3) Pusat Pemanfaatan dan Inovasi Iptek, dan (4) LIPI
Press.
13
13
Gambar 2.1 Struktur organisasi LIPI.
14
14
2.4 Pusat Penelitian Fisika LIPI
Pusat Penelitian Fisika (P2 FISIKA) didirikan pada tahun 1967 dengan nama
Lembaga Fisika Nasional (LFN). Pada tahun 1986 Lembaga Fisika Nasional (LFN)
berubah nama menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Fisika Terapan (P3FT)
dan bergabung dengan LIPI. Berdasarkan SK Kepala LIPI No.1151/M/2001, sejak
tanggal 5 Juni 2001 Pusat Penelitian dan Pengembangan Fisika Terapan berubah
nama menjadi Pusat Penelitian Fisika (P2 FISIKA) sampai sekarang. Secara
institusi, P2 Fisika berada di bawah Kedeputian Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik
(IPT) LIPI.
Tugas dan Fungsi P2 FISIKA-LIPI dituangkan pada bagian ketiga Pasal 128
Peraturan Kepala LIPI No. 1 Tahun 2019 yaitu melaksanakan penelitian di bidang
fisika dengan fungsi
a. penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penelitian fisika;
b. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penelitian fisika;
c. pelaksanaan pengelolaan penelitian di bidang penelitian fisika;
d. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang penelitian fisika; dan
e. pelaksanaan urusan tata usaha.
Berdasarkan Peraturan Kepala LIPI No. 1 Tahun 2019, P2 FISIKA-LIPI yang
dipimpin oleh seorang Kepala Pusat setingkat eselon IIa membawahi satu eselon
IIIa dan membawahi langsung kelompok penelitian (“keltian”) yang dikoordinir
oleh seorang ketua kelompok penelitian. Struktur demikian diharapkan dapat
mensinergikan semua potensi yang ada dalam menjalankan Tugas dan Fungsi P2
FISIKA–LIPI.
P2 FISIKA-LIPI berkomitmen untuk mengoptimalkan seluruh potensi
organisasi melalui dukungan sumber daya manusia (SDM), dana, sarana, dan
prasarana yang ada, serta terus menerus melaksanakan, memantau,dan
mengevaluasi seluruh kegiatan untuk meningkatkan koordinasi dan sinergi baik
secara internal maupun kerjasama institusional dengan pihak lain.
Visi dituangkan dalam Rencana Strategis Implementatif menjadi Pusat
Penelitian Berkelas Dunia di bidang fisika dengan moto memasyarakat dan
mendunia diharapkan mampu memberikan semangat menghasilkan kebaharuan
dan inovasi riset di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi fisika.
15
15
P2 FISIKA-LIPI memiliki 9 keltian, yakni:
(1) Material Nano Magnetik,
(2) Material Berketahanan Tinggi,
(3) Baterai Lithium dan Superkapasitor,
(4) Teknologi Fuel Cell dan Hidrogen,
(5) Laser,
(6) Fisika Teori Energi Tinggi,
(7) Fisika Komputasi,
(8) Optoelektronik, dan
(9) Fisika Tektonik.
Gambar 2.2 Struktur P2-FISIKA LIPI. Kelompok Jabatan Fungsional di sini adalah kelompok-
kelompok penelitian (keltian).
16
16
P2 FISIKA-LIPI beralamat di Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang
Selatan 15314. Ada 3 gedung yang terkait dengan P2-FISIKA di Kawasan
Puspiptek, yakni gedung 440, 441, dan 442.
2.5 Kelompok Penelitian Fisika Komputasi
Keltian Fisika Komputasi dulunya adalah bagian dari “Grup Fisika Teori dna
Komputasi” di P2 FISIKA-LIPI. Namun, seiring dengan perkembangan riset
komputasi, beberapa peneliti memutuskan untuk membentuk keltian tersendiri
mulai tahun 2015 dengan ketua Dr. Suharyo Sumowidagdo, seorang fisikawan
partikel yang pernah terlibat dalam penemuan partikel Higgs di CERN. Saat ini
keltian Fisika Komputasi memiliki 7 anggota yang terbagi menjadi dua spesialisasi
besar, yakni high-energy physics computation dan theoretical and computational
condensed matter physics. Pembimbing yang dipilih penulis masuk ke dalam
spesialisasi yang kedua atau dikenal juga dengan istilah komputasi fisika material.
Meskipun hanya mengandung nama “komputasi”, seluruh anggota Keltian Fisika
Komputasi pada dasarnya adalah juga fisikawan teoretis. Riset yang dilakukannya
cukup beragam, dari aspek fundamental maupun aplikatif.
Gambar 2.3 Riset komputasi fisika material yang dilakukan anggota Keltian Fisika Komputasi.
Tanda jempol menandakan topik-topik yang sudah pernah dikerjakan, sementara topik yang tidak
ada tanda jempol berarti masih dalam proses pengerjaan.
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Mekanika Kuantum Relativistik
Pada tahun 1925 – 1926, Erwin Schrödinger, Werner Heisenberg, dan lain-
lain mengembangkan pendekatan pada gejala atomik dengan cara yang lebih umum,
berangkat dari kelemahan pada teori atom Bohr[1]. Pendekatan ini disebut
mekanika kuantum. Mekanika kuantum mempelajari tetang materi dan radiasi pada
tingkat atomik dengan perangkat matematika untuk memprediksi perilaku partikel-
partikel mikroskopik[2].
Schrödinger melakukan peninjauan terhadap partikel dengan kelajuan rendah
(nonrelativistik). Akan tetapi, partikel di alam yang memiliki kelajuan tinggi tidak
dapat ditinjau menggunakan persamaan Schrödinger, sehingga diperlukan tinjauan
mekanika kuantum relativistik yang bersesuaian dengan teori relativitas khusus[3].
Mekanika kuantum relativistik digunakan untuk menjelaskan persamaan
gerak dari partikel relativistik, yaitu partikel yang bergerak dengan kelajuan tinggi
mendekati kelajuan cahaya. Oskar Klein dan Walter Gordon mengajukan sebuah
persamaan gelombang relativistik untuk partikel bebas dan dikenal dengan
persamaan Klein-Gordon. Namun persamaan ini tidak selalu menghasilkan rapat
probabilitas yang positif berhingga, sehingga tidak dapat memenuhi persamaan
kontinuitas pada keadaan tertentu. Pada tahun 1928, Paul Adrian Mauric Dirac
memperkenalkan persamaan gelombang untuk elektron relativistik yang dikenal
dengan persamaan Dirac. Persamaan Dirac dianggap sebagai salah satu capaian
tertinggi Fisika abad 20[2].
3.1.1 Persamaan Klein-Gordon
Persamaan Klein-Gordon menggunakan hubungan energi dan momentum
partikel relativistik untuk menggambarkan persamaan energi,
42222 cmcE += p . (3.1)
Jika −= ip , maka persamaan energi menjadi
422222 cmcE +−= , (3.2)
18
18
sehingga diperoleh Hamiltonian
42222ˆ cmcEH +−== . (3.3)
Kemudian, Hamiltonian yang sudah diperoleh dimasukkan ke dalam
hubungan operator energi, EH =ˆ , dengan t
iEE
=→ ˆ menghasilkan
42222 cmct
i +−=
. (3.4)
Supaya ruas kanan tidak mengandung akar, maka Hamiltonian diambil bentuk
kuadrat, sehingga
01
0
2
22
2
2
22
1
422
22222
422222
22
22
=
−
−
=
−
−
+−=
−
cm
tc
cmt
c
cmct
c
(□2 −𝑚2𝑐2
ℏ2)𝜓 = 0, (3.5)
□2 disebut sebagai operator D’Alembertian. Persamaan (3.5) disebut persamaan
Klein-Gordon untuk partikel bebas.
Jika partikel dipengaruhi oleh potensial ( )xV , persamaan Klein-Gordon
menjadi
( )
( )
( ) ( ) . 01
0
422
222
2
1
422
2
222
422222
22
=−−+
=
−−+
+−=−
cmxVEcdx
d
cmxVEdx
dc
cmcxVE
c
(3.6a)
Dalam bentuk persamaan Schödinger, persamaan (3.6a) ditulis
( ) ( )
( ) ( )( )
( ) ( )0
2
021
01
22
2
22
422
2
2
4222222
2
422
222
2
=
−−
−+
=−+−+
=−−+
c
xVxEV
c
cmE
dx
d
cmxVxEVEcdx
d
cmxVEcdx
d
19
19
( ) . 02
2
=−+
effeff VEdx
d (3.6b)
Disumsikan solusi dari persamaan (3.5) adalah ( ) ( ) rkr = ietft, dan
disubstitusikan ke persamaan (3.5) akan menghasilkan persamaan diferensial untuk
( )tf :
( )
( ) ( )( )
( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( )
( ) ( )
( ) ( ) . 0
0
0
01
01
01
2
2
4222
2
4222
2
22
22
2
22
2
2
22
2
2
22
2
2
22
2
=+
=
++
=++
=−
−−
=−
−
=
−
−
−
tftf
tfcm
cktf
tfcm
tfcktf
etfcm
etfc
etfk
etfcm
t
etf
c
etf
etfcm
tc
ie
c
iii
iii
i
rk
rkrkrk
rkrkrk
rk
r
(3.7)
Dengan menggunakan solusi persamaan differensial orde 2, diperoleh solusi dari
persamaan (3.7) adalah ( ) tietf = . Perhitungan lebih lanjut dari persamaan (3.7)
menghasilkan
4222
42222
2
4222
2
2
2
42222 ; ,
cmcE
cmcE
cmck
E
kpE
Ecm
ck
+=
+=
+=
==→=+=
p
p
(3.8a)
dan
( ) ( ) ( )Eti
ti eet
==rprkr , . (3.8b)
Persamaan (3.8a) menunjukkan bahwa energi partikel dapat bernilai negatif,
sementara energi negatif menunjukkan adanya energi ikat. Hal ini menimbulkan
pertanyaan bagaimana partikel bebas bisa memiliki energi negatif. Oleh karena itu,
perlu dilakukan uji lanjutan kesesuaian persamaan Klein-Gordon dengan
persamaan kontinuitas,
20
20
0=+
J
t
, (3.9)
dengan = adalah rapat probabilitas keberadaan partikel yang positif
berhingga.
Untuk menguji kesesuaian ini, pertama-tama persamaan Klein-Gordon
dikalikan dengan dari sebelah kiri
. 01
01
2
22
2
2
22
2
22
2
2
22
=−
−
=
−
−
cm
tc
cm
tc (3.10a)
Kemudian, persamaan Klein-Gordon di-konjugat-kan dan dikalikan dengan dari