1 TEKNIK BUDIDAYA CACING SUTRA (Tubifex sp) DI BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA AIR TAWAR(BBPBAT) SUKABUMI JAWA BARAT LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN ` Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Akhir Tahun Pelajaran 2017/2018 DISUSUN OLEH : NAMA : AFIFFAKHRUDDYN RUHIYAT NIS : - PRODI : AGRIBISNIS PERIKANAN AIR TAWAR DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SUBANG SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI CIJAMBE BUDIDAYA PERIKANAN 2017/2018 BAB I PEDAHULUAN
28
Embed
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN · mentolerir perairan dengan salinitas 10 ppt. Kemudian oleh Chumaidi (1986), dikatakan bahwa dua faktor yang mendukung habitat hidup cacing sutra
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
TEKNIK BUDIDAYA CACING SUTRA (Tubifex sp)
DI BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA AIR TAWAR(BBPBAT) SUKABUMI
JAWA BARAT
LAPORAN
PRAKTEK KERJA LAPANGAN
`
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
Ujian Akhir Tahun Pelajaran 2017/2018
DISUSUN OLEH :
NAMA : AFIFFAKHRUDDYN RUHIYAT
NIS : -
PRODI : AGRIBISNIS PERIKANAN AIR TAWAR
DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SUBANG
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI CIJAMBE
BUDIDAYA PERIKANAN
2017/2018
BAB I
PEDAHULUAN
2
1.1. Latar belakang
Menurut Khairuman dan Amri(2002),pakan merupakan unsur terpenting dalam
menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan.Ikan yang dipelihara
secara tradisional atau yang dipelihara bebas di alam, hanya memanfaatkan pakan yang
tersedia secara alami dan dapat menyebabkan laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan
hidup ikan yang dipelihara jauh lebih tinggi daripada ikan yang dipelihara secara tradisional
atau yang hidup di alam bebas. Salah satu pakan alami yang penting dan cocok untuk
kebutuhan larva ikan maupun ikan hias adalah Cacing sutera atau Tubifex sp.
Tubifex sp atau yang biasa disebut Cacing sutra. Tubifex sp. biasanya hidup di tempat
dengan aliran air yang lancar dan mengandung banyak limbah seperti di got atou pun
selokan. Tubifex sp memiliki manfaat yang besar bagi organisme lain. Sebagai contoh,
cacing ini dijadikan pakan untuk ikan. Protein dan lemak yang cukup akan membuat ikan
peliharaan menjadi sehat dan bernilai jual tinggi (Pennak, 1978).
Keberadaan Tubifex sp. di alam tidak menentu dan sangat tergantung pada musim jika
pada saat musim hujan Tubifex sp akan sulit di jumpai di alam di karnakan terbawa arus air
yang deras oleh sebab itu hal ini bisa menyebabkan kelangkaan pada pakan alami inih,dan
menyebabkan kenaikan harga yang tinggi akan Tubifex sp . Pemasaran Tubifex sp. sangat
terkait dengan kegiatan pembenihan ikan konsumsi dan pembudidayaan ikan hias (Kosiorek,
1974).
Menurut Yurisman dan Sukendi (2004), Tubifex sp. digunakan sebagai pakan alami
untuk benih yang agak besar. Pengkulturan Tubifex dilakukan dengan teknik kloning , yaitu
pertumbuhan cacing dalam klon (bedengan tanah). Siklus hidup yang cepat dan bentuknya
yang kecil, tidak memerlukan banyak tempat untuk pemeliharaan, reproduksi berlangsung
cepat, sehingga keuntungan yang akan diperoleh dari pemeliharaan dan usaha cacing sutera
cukup besar
Pakan alami yang tersedia di alam tidak lah cukup untuk melengkapi kebutuhan para petani
ikan ,oleh karna itu budidaya sangat di perlukan untuk melengkapi kebutuhan para petani
ikan,budidaya Tubifex sp ini juga bisa melengkapi kebutuhan para petani di saat musim hujan
yang sulit untuk mendapat kan cacing di alam,karna banyak ikan yang memijah itu di saat
musim penghujan sehingga kebutuhan pakan alami untuk larva yah harus terpenuhi.
3
1.2. Tujuan
1.Dapat mengetahui bagai mana cara budidaya Cacing sutra atau Tubifex sp
2.Dapat memenuhi/menghasilkan Cacing sutra sebagai pakan alami buat larva ikan
3.dapat mengetahui semua permasalahan yang di hadapi saat budidaya Tubifex sp dan cara
menanganinya.
4.dapat mengetahui karakter/sifat dari Cacing sutra tersebut.
1.3.Manfaat
Setelah melakukan praktek kerja lapangan adapun manfaat yang bisa saya ambil yaitu:
1.bisa mengetahui cara budidaya Cacing sutra yang bisa kita praktek kan sendiri secara
langsung.
2.menambah kemampuan,wawasan,dan ilmu tentang budidaya Cacing cutra atou Tubifex sp
sebagai pakan alami buat larva ikan.
3.bisa mengembangkan teknik budidaya Cacing sutra.
4
BAB II
TINJAUWAN PUSTAKA
2.1.Biologi Cacing sutra (Tubifex sp)
Cacing sutra atau cacing rambut termasuk kedalam kelompok cacing–cacingan (Tubifex
sp). Dalam ilmu taksonomi hewan, cacing sutra digolongkan kedalam kelompok Nematoda.
Embel–embel sutra diberikan karena cacing ini memiliki tubuh yang lunak seperti halnya
sutra. Sementara itu julukan cacing rambut diberikan lantaran bentuk tubuhnya yang panjang
dan sangat halus tak bedanya seperti rambut.
Klasifikasi Cacing Sutera menurut Gusrina (2008) adalah:
Phylum : Annelida
Class : Oligochaet
Ordo : Haplotaxida
Famili : Tubificidae
Genus : Tubifex
Spesies : Tubifex sp
Gambar 1. Siklus hidup Cacing Sutra
5
Cacing Sutra mulai berkembang biak pada usia 7-11 hari (Lukito dan surip 2007).Cacing
Sutra merupakan salah satu jenis benthos yang hidup di dasar perairan tawar daerah tropis
dan subtropis dengan air yang mengalir serta banyak mengandung lumpur dan limbah organic
yang sudah terurai dan mengendap di dasar perairan,cacing sutra merupakan organisme
hermaprodit yaitu memiliki dua kelamin sekaligus dalam
tubuh nyah ,ia berkembang biak dengan cara bertelur dengan membelah diri nyah,induk
yang usia 50-60 hari baru bisa menghasilkan kokon dan mengeluarkan telur,jumlah telur tiap
satu kokon berkisar 4-5 telur,waktu yang di perlukan saat penetasan telur menjadi embrio
cacing Tubifex yaitu 10-12 hari,sehinga perputar hidup cacing yaitu sekitar 55-60 hari .
Pada dasarnya Cacing sutra (Tubifex sp) tidak mempunyai insang dan bentuk tubuh yang
kecil dan tipis. Karena bentuk tubuhnya kecil dan tipis, pertukaran oksigen dan
karbondioksida sering terjadi pada permukaan tubuhnya yang banyak mengandung pembuluh
darah. Kebanyakan Tubifex membuat tabung pada lumpur di dasar perairan, di mana bagian
akhir posterior tubuhnya menonjol keluar dari tabung bergerak bolak-balik sambil melambai-
lambai secara aktif di dalam air, sehingga terjadi sirkulasi air dan cacing akan memperoleh
oksigen melalui permukaan tubuhnya. Getaran pada bagian posterior tubuh dari Tubifex
dapat membantu fungsi pernafasan.
2.2. Ekologi Cacing sutra (Tubifex sp)
menjelaskan bahwa cacing sutra (Tubifex sp) umumnya ditemukan pada daerah air
perbatasan seperti daerah yang terjadi polusi zat organik secara berat, daerah endapan
sedimen dan perairan oligotropis. Ditambahkan bahwa spesies cacing Tubifex sp ini bisa
mentolerir perairan dengan salinitas 10 ppt. Kemudian oleh Chumaidi (1986), dikatakan
bahwa dua faktor yang mendukung habitat hidup cacing sutra (Tubifex sp) ialah endapan
lumpur dan tumpukan bahan organik yang banyak.
Ketinggian air yang baik untuk cacing Tubifex sp berkisar 4-5cm dengan air mengalir
serta terdapat limbah makanan sedangkan jika air terlalu tinggi pertumbuhan cacing kurang
baik dan susah untuk berkembang biaknyah.
Setiap tubuh cacing sutra (Tubifex sp) pada bagian punggung dan perut kekar serta
ujung bercabang dua tanpa rambut. Sementara sifat hidup cacing sutra (Tubifex sp)
menunjukan organisme dasar yang suka membenamkan diri dalam lumpur seperti benang
6
kusut dan kepala terkubur serta ekornya melambai-lambai dalam air kemudian bergerak
berputar-putar.(Departemen Pertanian 1992).
Vincentius (1992) Menyatakan bahwa ketinggian air pada lingkungan pemeliharaan
Cacing Tubifex sp berpengaruh terhadap ketahanan hidup dan perkembangannyah.
2.3.Penanganan Cacing sutra(Tubifex sp)
Sebagian besar suplai cacing sutera berasal dari tangkapan alam. Cacing hasil
tangkapan ini memerlukan penanganan khusus agar dapat bertahan. Cacing hasil tangkapan
tersebut dikumpulkan, cacing dicuci terlebih dahulu sebelum dimasukan ke tempat
pengumpulan. Kemudian dilakukan pencucian untuk menghilangkan lumpur, lalu
diendapakan dan dicuci kembali. Setelah bersih, cacing ditempatkan dalam tempat
penanpung dan diberi air mengalir selama kurang lebih 20 menit lalu air dimatikan dan
cacing dibiarkan untuk bergerak kepermukaan untuk mengambil oksigen. Air dialirkan setiap
2 jam sekali untuk menjaga suplai air dan aerasi diberikan untuk menjaga suplai oksigen agar
cacing tetap hidup hingga dapat didistribusikan kepada pembeli.
Penanganan tersebut bisa disebut sebagai masa penangkaran. Masa penangkaran ini
dilakukan untuk menjaga stok produksi cacing agar tetap memenuhi kebutuhan. Biasanya
cacing ini akan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru selama beberapa hari. Cacing ini
mulai berkembang biak setelah 7-11 hari sejak penangkaran. Penting untuk menjaga suplai
air selama masa penangkaran, sebab cacing tidak dapat tumbuh dan berkembangbiak dalam
kondisi yang kekurangan air atau kering. Hasil penangkaran ini lah yang selajutnya
digunakan sebagai bibit pada produksi massal di tempat pemeliharaan yang ukurannya lebih
luas. Tujuan penangkaran ini adalah untuk mendapatkan bibit yang telah terbiasa hidup di
habitat buatan.
Pengembangan cacing sutera juga dapat dilakukan dengan budidaya pada kolam
maupun parit. Parit beton atau kayu dengan ukuran lebar 50 cm, panjang 5-10 m dan
tinggi 20-30 cm biasa digunakan sebagai wadah budidaya. Adapun media yang
digunakan untuk budidaya cacing ini ialah campuran antara pupuk kotoran ayam dan lumpur
kolam 1 : 1. Caranya, media dihamparkan dalam parit dengan ketebalan 5 cm kemudian air
dialirkan 900 ml/menit selanjutnya cacing bibit ditebar. Pemanenan dapat dilakukan dengan
menyerok cacing dengan serokan (Lukito dan Surip 2007).
7
2.4.Pemasaran
Pemasaran cacing sutera cukup luas terutama terkait dengan kegiatan pembenihan ikan
konsumsi dan budidaya ikan hias, baik daerah perkotaan maupun pedesaan. Pembenihan ikan
menjadi pasar yang besar karena biasanya dilakukan secara massal dan berkesinambungan.
Rentang waktu yang cepat dalam tiap tahap pembenihan menyebabkan pihak pembenih
membutuhkan suplai cacing sutra secara kontinu untuk menunjang keberhasilan produksi
benihnya hingga mencapai ukuran pasar (Khairuman et al. 2008).
Faktor lain yang secara tidak langsung mendongkrak permintaan cacing sutra adalah
pemeliharan ikan hias. Kebutuhan cacing sutra untuk kegiatan pembenihan tidak hanya
datang dari usaha pembenihan perorangan, tetapi permintaan juga datang dari usaha
pembenihan milik pemerintah, seperti Balai Benih Ikan (BBI) yang banyak tersebar di
berbagai daerah di tanah air (Khairuman et al. 2008).
Harga jual cacing sutra juga cukup menggiurkan. Namun, harganya fluktuatif dan tidak
terstandar sehingga berbeda antara daerah. Cacing sutra dalam kondisi hidup dijual dengan
harga lebih tinggi dibandingkan dengan cacing sutera kering atau beku. Harga cacing sutra di
Jakarta mencapai Rp 15.000-Rp 20.000 per liter, sementara itu di kota Sukabumi harganya
Rp 25.000-30.000 per liter (Khairuman et al. 2008).
8
BAB III
METODOLOGI
3.1.Waktu dan Tempat
Praktek kerja lapangan (PKL) dilaksanakan pada tanggal 04 Desember 2017-28
Februari 2018 di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar(BBPBAT),Sukabumi Provinsi
Jawa Barat.
3.2.Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang di gunakan selama budidaya cacing sutra (Tubifex sp )
yaitu dalam table 1.
No Alat Bahan
1 Cangkul Dedak
2 Pipa paralon Limbah sayuran
3 scoopnet Ampas tahu
4 Waring kecil Molase
5 Slaber EM4
6 Ember /Baskom Kotoran hewan
7 Tong Cacing sutra
8 Golok Limbah pakan buatan
9 Grobak kecil Tanah yang berlumpur
Tabel 1.alat dan bahan
3.3.Prosedur kerja
3.3.1.Pembuatan wadah kultur
Wadah kolam 1.5 x 10 meter dengan berbentuk persegi panjang dan di kasih atap
dengan paranet agar terlindung dari sinar matahari dan hujan.air di alirkan terus menerus
melalui pipa yang di ambil dari limbah kolam
3.3.2.Pembuatan Media Kultur
Media kultur terbuat dari lupur yang di campurkan dengan hasil fermentasi kotoran
puyuh,dedak,ampas tahu,molase,dan EM4 yang telah di satukan lalu di tebar merata ke kultur
Cacing tersebur dan setelah itu di aliri dengan air di diamkan selama 3-4 hari.
9
3.3.3. Penebaran Benih Cacing Sutra (Tubifex sp)
Walou pun tanpa di tebar bibit Cacing, Media yang sudah diberi campuran kotoran
hewan dia akan tumbuh sendiri dalam jangka waktu 1-2 bulan dari proses pembutan Media,
untuk lebih cepat nya maka di lakukan penebaran benih Cacing sutra Setelah 3-4 hari dari
proses Penebaran hasil fermentasi media dengan cara di tebar merata ke media Cacing sutra
tersebut,
Sebaik nya sebelum Cacing di tebar kita lakukan penimbangan agar kita bisa
mengetahui laju pertumbuhan Cacing dan berfungsi sebagai bahan penelitian Cacing sutra.
3.3.4.Pemeliharaan Cacing sutra (Tubifex sp)
Selama pemeliharaan,aliran air harus di perhatikan agar air trus mengalir dan oksigen
trus ada karna tanpa oksigen Cacing akan mati,dan setiap 3 hari sekali di kasih lagih
campuran kotoran hewan hasil fermentasi ke Media Cacing tersebut
Media nya juga harus di ratakan menggunakan slaber/sodokan agar menghalau lumut
jadi dan selain di kasih campuran hasil fermentasi di tambahkan juga dengan makanan
makanan busuk seperti pellet pakan buatan yang tidak terpakai dan makanan sisa.
3.3.5.Pemanenan Cacing Sutra (Tubifex sp)
Cacing sutra yang baik buat ukuran larva ikan atou benih ikan yaitu usia 10-15 hari
,biasa nyah panen pertama di lakukan setelah usia cacing 45 -50 hari setelah itu bisa di
lakukan tiap 10-15 hari sekali.
Pemanenan dilakukan pada pagi atou sore hari karna sifat Cacing sutra nih dia tidak
mau kena sinar matahari sehingga pada siang hari Cacing akan sembunyi di dalam
lumpur,pemanenan menggunakan scoopnet yang agak kasar biar pemisahan lumpur dan
Cacing mudah ,setelah Cacing di dapat masukkan kedam ember atou baskom lalu di isi air
sampai rata dan kita pasangkan waring sesuai ukuran baskom yang di ratakan dengan
permukaan nya lalu tutup agar gelap ,setelah 1-2 jam kita buka maka Cacing tersebut telah
naik ke waring yang kita pasang dan terpisah dari lumpur lalu Cacing siap di pasarkan/di
salurkan ke konsumen.
10
BAB IV
SEJARAH SINGKAT BBPBAT
4.1. Sejarah Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi berdiri pada saat
berakhirnya masa penjajahan pemerintahan Belanda. Pada tahun 1920 pemerintah Belanda
mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang berlatarkan pertanian Landbow School (Sekolah
Pertanian) di Sukabumi. Pada masa pemerintahan Jepang (1943-1945) lembaga Landbow
School diubah menjadi Noogako yang memliki arti yang sama yaitu sekolah pertanian. Pada
masa kemerdekaan tahun 1943-1945 nama tersebut berubah kembali menjadi Sekolah
Pertanian Menengah yang memliki tugas dan fungsi yang sama.
Pada tahun 1954-1967 namanya diubah menjadi Pusat Pelatihan Perikanan dan
Menjadi “Training Center Perikanan” pada tahun 1968-1975. Pada tahun 1976-1978
namanya kembali diubah menjadi Pangkalan Pengembangan Pola Keterampilan Budidaya
Air Tawar. Tahun 1978-2006 menjadi Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Sukabumi.
Pada tanggal 12 Januari 2006 sesuai dengan SK Menteri Kelautan dan Perikanan
No.PER.06/MEN/2006, lembaga ini berubah menjadi Balai Besar Pengembangan Budidaya
Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. Berdasarkan peraturan menteri tersebut kedudukan
BBPBAT adalah sebagai unit pelaksana teknis dibidang pengembangan budidaya air tawar
yang berada dibawah tanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan Budidaya,
Kementrian Kelautan dan Perikanan, dan untuk mengoptimalisasi pelaksanaan tugas dan
fungsi perikanan budidaya air tawar, melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
No.6/PERMEN-KP/2014 ditetapkan sebagai Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar
(BBPBAT).
Gamba 2. Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
11
4.2. Visi dan Misi
4.2.1 Visi
Visi BBPBAT Sukabumi mengacu pada visi yang telah ditetapkan Kementerian
Kelautan dan Perikanan yaitu :
“ Mewujudkan sektor kelautan dan perikanan Indonesia yang mandiri, maju, kuat dan
berbasis kepentingan nasional “
Selanjutnya Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya telah melakukan penyesuaian
visi yang ditetapkan sebangai berikut :
“ Mewujudkan perikanan budidaya ikan air tawar yang mandiri, berdaya saing dan
berkelanjutan berbasiskan kepentingan nasional “
4.2.2. Misi
1. Mewujudkan kemandirian perikanan pembudidaya melalui pemanfaatan sumber daya
berbasis pemberdayaan masyarakat.
2. Mewujudkan produksi perikanan budidaya berdaya saing melalui peningkatan teknologi
inovatif.
3. Memanfaatkan sumber daya perikanan budidaya secara berkelanjutan.
4.3. Tugas dan Fungsi
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi adalah Unit
Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, sebagaimana disebutkan
dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 6/PERMEN-KP/2014.
Menurut peraturan menteri tersebut, tugas BBPBAT Sukabumi adalah:
1. Melaksanakan uji terap teknik dan kerjasama.
2. Pengelolaan produksi.
3. Pengujian laboratorium, mutu pakan, residu, kesehatan ikan dan lingkungan.
4. Bimbingan teknis perikanan budidaya air tawar.
Adapun fungsinya adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi dan penyusunan rencana program teknis dan anggaran, pemantauan dan
evaluasi serta laporan.
2. Pelaksanaan uji terap teknik perikanan budidaya air tawar.
3. Pelaksanaan penyiapan bahan standar disasi perikanan budidaya air tawar.
12
4. Pelaksanaan sertifikasi system perikanan budidaya air tawar.
5. Pelaksanaan kerja sama teknis perikanan air tawar.
6. Pengelolaan dan pelayanan system informasi, dan publikasi perikanan budidaya air
tawar.
7. Pelaksanaan layanan pengujian laboratorium persyaratan kelayakan teknis perikanan
budidaya air tawar.
8. Pelaksanaan pengujian mutu pakan, residu, serta kesehatan ikan dan lingkungan