0 LAPORAN PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR “SIBUSA” DARI SISA BUAH-BUAHAN DAN SAYURAN Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Mikrobiologi Industri DOSEN PENGAMPU: Prof. Dr. SUPARTONO, M.S. Dr. SITI HARNINA BINTARI, M.S. OLEH : NIGITA ARIYANI NIM.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
0
LAPORAN
PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR “SIBUSA”
DARI SISA BUAH-BUAHAN DAN SAYURAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Mikrobiologi Industri
DOSEN PENGAMPU:
Prof. Dr. SUPARTONO, M.S.
Dr. SITI HARNINA BINTARI, M.S.
OLEH :
NIGITA ARIYANI
NIM.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA (KIMIA, S2 REGULER)
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
1
JANUARI 2015
PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR “LIMBUSA”
DARI LIMBAH BUAH-BUAHAN DAN SAYURAN
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampah dapat membawa dampak yang buruk pada kondisi kesehatan
manusia. Bila sampah dibuang secara sembarangan atau ditumpuk tanpa ada
pengelolaan yang baik, maka akan menimbulkan berbagai dampak kesehatan yang
serius. Tumpukan sampah rumah tangga yang dibiarkan begitu saja akan
mendatangkan tikus got dan serangga (lalat, kecoa, lipas, kutu, dan lain-lain) yang
membawa kuman penyakit.
Di tengah kepadatan aktifitas manusia, penanganan sampah masih menjadi
permasalahan serius yang belum bisa tertangani dengan tuntas, terutama di kota-kota
besar. Pasalnya, rata-rata tiap orang perhari dapat menghasilkan sampah 1-2 kg dan
akan terus bertambah sejalan dnegan meningkatnya kesejahteraan dan gaya hidup
masyarakat. Sampah yang tidak mendapat penanganan yang serius bisa
mengakibatkan pencemaran, baik polusi udara, polusi air, maupun polusi tanah.
Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan beragam usaha yang dapat
merubah sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Salah satunya adalah dengan
memanfaatkan sampah khususnya sampah organik untuk bahan baku pupuk cair
sehingga dapat mengurangi penumpukan sampah dan dapat membantu petani dalam
menyediakan pupuk dikarenakan harga pupuk anorganik yang belakangan ini
semakin meningkat.
Sebenarnya permasalahan sampah bisa dikurangi jika penanganannya dimulai
dari rumah ke rumah dengan cara mengolahnya menjadi kompos. Selama ini pupuk
kompos yang dihasilkan dari sampah organik dalam bentuk padat memang banyak.
Namun, jarang yang berbentuk cair, padahal pupuk cair ini lebih praktis digunakan,
2
proses pembuatannya relatif mudah, dan biaya pembuatan yang dikeluarkan juga
tidak terlalu besar (Hardisuwito, 2007 dalam Sinaga, 2009).
Terdapat dua macam tipe pupuk organik cair yang dibuat melalui proses
pengomposan. Pertama adalah pupuk organik cair yang dibuat dengan cara
melarutkan pupuk organik yang telah jadi atau setengah jadi ke dalam air. Jenis
pupuk yang dilarutkan bisa berupa pupuk hijau, pupuk kandang, pupuk kompos atau
campuran semuanya. Pupuk organik cair semacam ini karakteristiknya tidak jauh
beda dengan pupuk organik padat, hanya saja wujudnya berupa cairan. Dalam bahasa
lebih mudah, kira-kira seperti teh yang dicelupkan ke dalam air lalu airnya dijadikan
pupuk. Pupuk cair tipe ini suspensi larutannya kurang stabil dan mudah mengendap.
Kita tidak bisa menyimpan pupuk tipe ini dalam jangka waktu lama. Setelah jadi
biasanya harus langsung digunakan. Pengaplikasiannya dilakukan dengan cara
menyiramkan pupuk pada permukaan tanah di sekitar tanaman, tidak disemprotkan
ke daun.
Kedua adalah pupuk organik cair yang dibuat dari bahan-bahan organik yang
difermentasikan dalam kondisi anaerob dengan bantuan organisme hidup. Bahan
bakunya dari material organik yang belum terkomposkan, yaitu bahan organik basah
atau bahan organik yang mempunyai kandungan air tinggi seperti sisa buah-buahan
atau sayur-sayuran. Selain mudah terkomposisi, bahan ini juga kaya akan nutrisi
yang dibutuhkan tanaman. Semakin besar kandungan selulosa dari bahan organik
(C/N rasio) maka proses penguraian oleh bakteri akan semakin lama (Purwendro dan
Nurhidayat, 2006 dalam Sinaga 2009).
Unsur hara yang terkandung dalam larutan pupuk cair dari bahan-bahan
organik yang difermentasikan ini benar-benar berbentuk cair. Jadi larutannya lebih
stabil dan bila dibiarkan tidak mengendap. Oleh karena itu, sifat dan karakteristiknya
pun berbeda dengan pupuk cair yang dibuat dari pupuk padat yang dilarutkan ke
dalam air.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukanlah percobaan
pembuatan pupuk organik cair dari campuran limbah buah-buahan dan sayuran ini.
3
1.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan percobaan ini adalah untuk:
1. Mengetahui teknik dan komposisi yang tepat dari pembuatan pupuk organik cair
dengan bahan berupa campuran limbah buah-buahan dan sayuran.
2. Mengetahui ada tidaknya mikroba dari produk pupuk organik cair yang
dihasilkan.
3. Mengetahui pengaruh pemberian pupuk organik cair pada tanaman.
4. Mengetahui konsentrasi yang tepat dari pupuk organik cair untuk digunakan
pada tanaman.
II. LANDASAN TEORI
2.1 Pupuk Organik Cair
Pupuk cair organik atau ada juga yang menyebut dengan pupuk organik cair,
adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisa -sisa
tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik cair menyediakan nitrogen dan unsur
mineral lainnya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, seperti halnya pupuk
nitrogen kimia. Kehidupan binatang di dalam tanah juga terpacu dengan penggunaan
pupuk cair. Pupuk organik cair tersebut dapat dibuat dari limbah (sisa) buah-buahan
atau sayuran, dan bisa juga campuran kedua limbah tersebut. Pupuk organik cair
adalah pupuk organik yang kebanyakan diaplikasikan melalui daun atau disebut
sebagai pupuk cair foliar. Pupuk ini mengandung hara makro dan mikro esensial (N,
P, K, S, Ca, Mg, B, Mo, Cu, Fe, Mn, dan bahan organik). Pupuk organik cair lebih
mudah terserap oleh tanaman karena unsur-unsur di dalamnya sudah terurai. Manfaat
dari pemberian pupuk cair organik adalah:
1. Merangsang pertumbuhan tunas baru.
2. Memperbaiki sistem jaringan sel dan memperbaiki sel-sel rusak.
3. Merangsang pertumbuhan sel-sel baru pada tumbuhan.
4. Memperbaiki klorofil pada daun.
5. Merangsang pertumbuhan kuncup bunga.
4
6. Memperkuat tangkai serbuk sari pada bunga.
7. Memperkuat daya tahan pada tanaman.
Adapun keuntungan (kelebihan) dari penggunaan pupuk organik cair adalah:
1. Praktis dalam aplikasinya di lapangan.
2. Tidak ada efek negatif yang diakibatkan, baik bagi pengguna maupun bagi
tanaman dan hewan ternak.
3. Hasil panen lebih sehat untuk dikonsumsi dan lebih tahan lama dalam
penyimpanan secara alami.
Sedangkan kelemahan yang umum terdapat pada pupuk organik cair, yaitu :
1. Viabilitas (daya hidup) mikroorganisme yang dikandungnya sangat rendah.
2. Populasi mikroorganisme kecil (< 106 cfu/mL), bahkan cenderung tidak
ada/mati seiring dengan waktu.
3. Nutrisi yang terkandung sedikit, umumnya nutrisi yang ada berupa tambahan
bahan kimia seperti pupuk NPK dan Urea.
4. Mikroorganisme di dalamnya sangat mudah berkurang bahkan mati.
5. Tingkat kontaminasi sangat tinggi .
6. Seringkali menghasilkan gas (kemasan rusak) dan bau tidak sedap (busuk).
7. Tidak tahan lama (kurang dari setahun).
8. Masalah dalam transportasi dan penyimpanan.
a. Perlu ketekunan dan kesabaran yang tinggi dalam membuatnya.
9. Hasilnya tidak bisa diproduksi secara masal
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan pupuk organik cair adalah
bahan-bahan yang mudah terurai seperti sisa buah-buahan dan sayuran. Untuk
membantu dan mempercepat proses fermentasi pupuk organik cair maka dalam
percobaan ini digunakan ragi tape. Ragi dapat menghasilkan senyawa-senyawa yang
bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman dari asam amino dan gula di dalam tanah
yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik dan bahan organik melalui fermentasi.
Ragi juga menghasilkan senyawa bioaktif seperti hormon dan enzim.
Dalam pembuatan pupuk organik cair ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi tingkat keberhasilan dan tingkat kegagalannya, yang nantinya dapat
5
mempercepat proses fermentasi. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi tingkat
keberhasilan dalam pembuatan pupuk organik cair diantaranya adalah:
1. Suhu
Suhu merupakan faktor yang penting bagi kehidupan bakteri, bakteri hidup
dalam kondisi suhu yang sangat beragam. Bakteri yang menguntungkan
umumnya hidup pada suhu optimum bagi pertumbuhan makhluk hidup lainnya
yakni berkisar 180C - 400C. Suhu lingkungan yang terlalu tinggi dapat
mengakibatkan denaturasi atau kerusakan protein dan komponen sel lainnya
pada bakteri dekomposer sehingga dapat mengakibatkan kematian. Sedangkan
suhu yang terlalu rendah dapat mengakibatkan mobilitas bakteri terhambat, dan
jika terjadi kenaikan suhu secara ekstrim bakteri akan mati.
Bakteri dekomposer populasinya sedikit atau berkurang dapat menghambat
proses dekomposisi bahan, suhu yang terlalu tinggi juga berdampak negatif
terhadap perkembangbiakan bakteri dekomposer. Pada suhu ekstrim bakteri yang
dapat berkembang cenderung bakteri yang bersifat patogenik, jadi jika suhu
terlalu tinggi besar kemungkinannya bahan terkontaminasi oleh bakteri
patogenik.
2. Kelembaban
Bakteri dapat berkembangbiak pada kondisi kelembaban yang relatif tinggi
yakni RH mencapai ± 60%, kelembaban tinggi berarti lingkungan cenderung
berair, bakteri sangat menyukai pada kondisi lingkungan yang relatif berair.
3. Intensitas Cahaya
Cahaya matahari merupakan sumber kehidupan bagi mahluk hidup termasuk
bakteri yang notabene merupakan makhluk tingkat rendah. Akan tetapi untuk
dapat berkembang biak dengan optimal media yang berisi fermentasi bahan
untuk pupuk cair sebaiknya diletakkan pada tempat yang tidak terkena sinar
matahari secara langsung. Sinar matahari secara langsung dapat meningkatkan
6
suhu pada media secara signifikan yang dapat merusak protein dan komponen
sel lainnya, sitoplasma bakteri bocor sehingga bakteri dapat mengalami kematian
yang berdampak pada lambatnya fermentasi bahkan bahan besar
kemungkinannya tidak terfermentasi.
4. Bahan
Sumber makanan bakteri dekomposer adalah bahan organik, termasuk buah dan
sayuran. Dekomposisi yang berhasil dicirikan dengan bahan yang
difermentasikan hancur yang menunjukan aktivitas bakteri yang tinggi. Sumber
makanan yang dimaksud adalah sayuran dan buah – buahan.
5. Komposisi media
Komposisi media yang digunakan harus seimbang dengan larutan yang
digunakan. Dalam pembuatan pupuk organik cair digunakan ragi tape, gula aren,
air cucian beras dan air bersih secukupnya. Komposisi ragi tape, gula aren, dan
air cucian beras harus sesuai dengan jumlah bahan yang akan digunakan.
Apabila komposisi bahan-bahan tersebut kurang atau lebih sedikit, maka
kemungkinan besar pupuk cair akan gagal dan bahan akan cepat membusuk.
6. Waktu pembuatan
Pembuatan pupuk organik cair sebaiknya dilakukan pada waktu sore hari atau
pagi hari dimana intensitas cahaya matahari relatif rendah dan kelembaban tidak
terlalu tinggi. Misalnya dilakukan pada siang hari diusahakan tempat pembuatan
pupuk dilakukan pada tempat yang terhalang intensitas cahaya matahari secara
langsung. Kontaminansi dengan bakteri patogenik pada awal pembuatan akan
sangat berbahaya, bakteri patogenik cenderung dapat berkembang biak dari suhu
yang relatif tinggi. Bakteri patogenik juga dapat menyebar dari penggunaan
bahan yang busuk.
Ciri-ciri dari pembuatan pupuk cair yang tidak jadi adalah dari bau yang
dihasilkan, apabila berbau busuk dan menyengat pupuk itu dinyatakan gagal, hal ini
7
mungkin disebabkan juga karena bahan yang digunakan sudah mengalami
pembusukan, sehingga pada saat proses fermentasi berlangsung mikroba di dalamnya
mengalami kompetisi dan pada akhirnya sama-sama mengalami kematian.
Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan kegagalan dalam pembuatan
pupuk organik cair yaitu kurang tertutupnya tempat pengomposan sehingga air dan
udara masih dapat masuk, tempat pengomposan terkena sinar matahari langsung
sehingga proses fermentasi menjadi terganggu, dll.
2.2 Kandungan Mineral yang Terdapat dalam Limbah Buah-Buahan dan
Sayuran yang Digunakan untuk Pembuatan Pupuk Organik Cair
Bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan pupuk organik cair ini berupa
campuran limbah buah-buahan dan sayuran, sehingga produk yang dihasilkan diberi
nama POC LIMBUSA yang merupakan singkatan dari Pupuk Organik Cair Limbah
Buah-Buahan dan Sayuran. Limbah yang digunakan terdiri dari kulit pisang, kulit
jeruk, kulit nanas, kulit pepaya, mentimun (kulit dan daging buahnya), sawi hijau,
kacang panjang, dan kangkung. Limbah yang digunakan ini merupakan limbah yang
belum busuk namun sudah tidak digunakan lagi yang diperoleh dari pasar tradisional
“Sampangan” dan hasil konsumsi di rumah. Pemilihan limbah yang belum busuk ini
dengan tujuan untuk mengoptimalkan produk yang dihasilkan.
2.2.1 Limbah kulit pisang
Pisang merupakan buah yang banyak mengandung vitamin C, A, mineral, serat
dan kandungan gizi lain yang bermanfaat untuk tubuh. Orang sudah banyak
mengakui kelezatan dan kandungan gizi pada buah pisang. Namun belum
banyak yang melirik kelezatan kulit pisang. Selama ini orang hanya menikmati
buahnya saja. Kulit pisang sering membuat orang jatuh terpeleset saat
menginjaknya, sehingga dianggap sebagai sampah yang paling menyebalkan.
Padahal sebenarnya kulit pisang punya beragam manfaat, mulai dari mengobati
kutil hingga mengkilapkan sepatu.
Kulit pisang merupakan hasil samping dari pemanfaatan pisang yang dapat
dijadikan makanan ringan seperti keripik kulit pisang. Walaupun kulit pisang