LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERPROGRAM STUDI PROFESI
APOTEKERDI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTAPERIODE 01 APRIL 31 MEI
2013
Disusun oleh :Fetri Kristiani, S. FarmNancy, S.Farm
Ferliem, S. Si.Silvia Natalia, S.Farm
Melinda Christin A.Y, S. FarmLazwardy Perdana P., S.Farm
Candra Dwipayana, S.FarmWijayanti , S.Farm
Agatha Ratri, S. FarmKarlina, S.Farm
Hendras Saroso, S. FarmRatna Ajeng, S.Farm
Hayyul Muttakin, S.FarmYuliana Anggreani, S.Farm
Agnes Christie Rinda, S.FarmGetrudis Mariani U., S.Farm
Florensia Kurnia P., S.FarmIlham Taufikurrahman, S.Farm
Rizellia, S.FarmHaris Fadillah, S.Farm
Novisa, S.FarmNindhya Fitria Kiat, S.Farm
Bondhan Atieka W., S.FarmL. Evi Rahmawati, S.Farm
Suryadi, S.SiMeirisa Sandra, S.FarmViviane Theresia, S.Farm
2
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERRUMAH SAKIT
BETHESDAYOGYAKARTA2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERRUMAH SAKIT BETHESDAJalan
Jenderal Sudirman No. 70 YogyakartaPeriode April Mei 2013
Disusun Sebagai Salah Satu SyaratMenyelesaikan Program
Pendidikan Profesi Apoteker
Disusun Oleh :Fetri Kristiani, S. FarmNancy, S.Farm
Ferliem, S. Si.Silvia Natalia, S.Farm
Melinda Christin A.Y, S. FarmLazwardy Perdana P., S.Farm
Candra Dwijayana, S.FarmWijayanti , S.Farm
Agatha Ratri, S. FarmKarlina, S.Farm
Hendras Saroso, S. FarmRatna Ajeng, S.Farm
Hayyul Muttakin, S.FarmYuliana Anggreani, S.Farm
Agnes Christie Rinda, S.FarmGetrudis Mariani U., S.Farm
Florensia Kurnia P., S.FarmIlham Taufikurrahman, S.Farm
Rizellia, S.FarmHaris Fadillah, S.Farm
Novisa, S.FarmNindhya Fitria Kiat, S.Farm
Bondhan Atieka W., S.FarmL. Evi Rahmawati, S.Farm
Suryadi, S.SiMeirisa Sandra, S.FarmViviane Theresia, S.Farm
i
Disetujui Oleh :Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Bethesda
( Veronica Susi Purwanti Rahayu, S.Si., MBA., Apt. )KATA
PENGANTAR
AssalamualaikumAlhamdulillah puji syukur penulis ucapkan
kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Bethesda Yogkarta Periode 01 April
31 Mei 2013. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada
junjungan dan tauladan kita, Rasulullah Muhammad SAW, keluarga,
sahabat dan umatnya yang istiqomah di jalan-Nya.Selama melakukan
PKPA di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta, penulis telah banyak
memperoleh pengetahuan dan keterampilan mengenai fungsi dan tugas
farmasis di rumah sakit dalam mendukung pelayanan medik. Penulis
juga memperoleh berbagai motivasi dan dukungan terutama dalam hal
meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi apoteker yang
profesional di rumah sakit. Dalam pelaksanaan PKPA dan laporan ini,
tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :1. Ibu DR. Dyah
Aryani Perwitasari, Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. 2. Bapak Moch. Saiful Bachri,
P.hD., M.Si., Apt selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.3. Ibu Veronica Susi
Purwanti Rahayu, S.Si., MBA., Apt selaku Kepala Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melaksanakan PKPA, dan meluangkan waktunya
dalam memberikan bimbingan, saran dan kesabaran yang sangat berguna
demi terselesaikannya PKPA ini. 4. Ibu Woro Supadmi, M.Sc., Apt
selaku dosen pembimbing yang telah membekali kami untuk
melaksanakan PKPA serta segala bimbingan, dukungan, dan ilmu yang
telah diberikan kepada kami.
5. Segenap Apoteker Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang telah
meluangkan waktunya dalam memberikan pengetahuan, pengalaman,
masukan dan membimbing penulis selama PKPA.6. Seluruh karyawan dan
karyawati Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta, terutama yang berada di
bawah Instalasi Farmasi, atas kerjasama, bantuan dan dukungan
selama pelaksanaan PKPA berlangsung.7. Teman-teman PKPA periode
April-Mei 2013 di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang berasal dari
Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, Universitas Surabaya
(UBAYA), Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFAR) Yayasan Pharrmasi
Semarang, Universitas Hasanudin (UNHAS) Makasar, Universitas Islam
Indonesia (UII) Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada (UGM)
Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta dan
Universitas Setia Budi (USB) Solo, atas kebersamaan yang hangat,
dukungan, semangat, keceriaan, kesediaan saling berbagi dalam suka
maupun duka, dan kerja sama yang baik selama PKPA berlangsung
hingga terselesaikannya laporan PKPA di Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta. Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan laporan ini. Oleh karena itu penyusun mengharapkan
kritik dan saran dari berbagai pihak. Semoga laporan PKPA ini dapat
bermanfaat bagi Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta, almamater, serta
mahasiswa praktek kerja profesi apoteker dan semoga kerja sama yang
telah terbentuk saling menumbuh kembangkan satu sama lain.
Yogyakarta, Juni 2013
Penyusun
DAFTAR ISI HalamanHALAMAN PENGESAHAN iKATA PENGANTAR iiDAFTAR
ISI ivDAFTAR GAMBAR viiiDAFTAR TABEL xDAFTAR LAMPIRAN xiBAB
IPENDAHULUAN 1A.Latar Belakang Masalah 1B.Rumusan Masalah 3C.Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker4D.Manfaat Praktek Kerja Profesi
Apoteker 4BAB IITINJAUAN PUSTAKA5A. Definisi Rumah Sakit 5B.
Klasifikasi Rumah Sakit 5C. Struktur Organisasi Rumah Sakit 7D.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) 7 1. Definisi IFRS 7 2. Visi,
Misi, Tujuan IFRS 8 3. Tugas dan Fungsi IFRS 9 4. Struktur
Organisasi IFRS9E. Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) 10 1. Tujuan
dan Sasaran PFT 10 2. Fungsi PFT 10 3. Susunan Kepanitiaan PFT 10
4. Tugas dan Tanggung Jawab PFT 11F. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
12 1. Seleksi 13 2. Perencanaan 13 3. Pengadaan 15 4. Penerimaan 15
5. Penyimpanan 16 6. Pendistribusian 17 7. Penggunaan 24G.
Pelayanan Farmasi Rawat Jalan, Rawat Inap, dan Satelit Khusus 25 1.
Pelayanan Farmasi Rawat Jalan 25 2. Pelayanan Farmasi Rawat Inap25
3. Pelayanan Farmasi Satelit Khusus di Instalasi Bedah Sentral
(IBS), Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Intensive Care Unit
(ICU)26 4. Pelayanan Farmasi Klinik 26 5. Central Sterile Supply
Departement (CSSD) 32BAB IIITINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT BETHESDA 38A.
Sejarah Rumah Sakit Bethesda 38B. Perkembangan Rumah Sakit Bethesda
39C. Visi dan Misi Rumah Sakit Bethesda 40D. Falsafah dan Peran
Rumah Sakit Bethesda 41E. Tujuan Rumah Sakit Bethesda 42F. Visi,
Misi, Falsafah, Tujuan dan Struktur Organisasi Instalasi Farmasi
Rumah Sakit (IFRS) Bethesda 42G. Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)
Rumah Sakit Bethesda 48H. Formularium Rumah Sakit Bethesda 52BAB
IVKEGIATAN PKPA DAN PEMBAHASAN 54A. Satelit Farmasi Rawat Jalan
(Ambulatory) Rumah Sakit Bethesda 541. Alur Pelayanan Satelit
Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda (Standrad Procedure
Operational) 54 2. Fasilitas Satelit Farmasi Rawat Jalan Rumah
Sakit Bethesda 58 3. Sumber Daya Manusia di Satelit Farmasi Rawat
Jalan Rumah Sakit Bethesda 60 4. Pengelolaan Inventory di Satelit
Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda 61 5. Kegiatan Praktek
Kerja Profesi Apoteker 62 6. Evaluasi Satelit Farmasi Rawat Jalan
Rumah Sakit Bethesda 66B. Satelit Farmasi Rawat Inap Rumah Sakit
Bethesda 68 1. Sarana dan Prasarana Satelit Farmasi Rawat Inap
Rumah Sakit Bethesda 69 2. Alur Pelayanan CITO dan Reguler Satelit
Farmasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda 71 3. Sumber Daya Manusia
di Satelit Farmasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda 74C. Logistik
Rumah Sakit Bethesda77 1. Perencanaan 82 2. Pengadaan 83 3.
Penerimaan 86 4. Penyimpanan87D. Distribusi Perbekalan Farmasi
(Internal dan Eksternal) 92 1. Individual Prescribing 92 2. Partial
Ward Floor Stock 92 3. Once Daily Dose (ODD) 94E. Satelit Khusus
Rumah Sakit Bethesda98 1. Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat
(IGD) Rumah Sakit Bethesda 100 2. Satelit Farmasi Instalasi Bedah
Sentral (IBS) Rumah Sakit Bethesda 104 3. Evaluasi Farmasi Satelit
Khusus Rumah Sakit Bethesda 107F. Farmasi Klinik Rumah Sakit
Bethesda 1091. Analisis Drug Therapy Problem (DTP)1122. Continuing
Pharmacist Development (CPD)1143. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
1164. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) 1175. Drug Use Evaluation
118G. Instalasi Pusat Sterilisasi Perlengkapan Medik Rumah Sakit
Bethesda 119H. Pelayanan Operasional, Karyawan, dan Asuransi Rumah
Sakit Bethesda 1251. Pelayanan Operasional 1252. Pelayanan Resep
Karyawan1293. Pelayanan Asuransi Kesehatan (ASKES) 1314. Evaluasi
Pelayanan Operasional, Karyawan dan Asuransi Kesehatan (ASKES)
138BAB V KESIMPULAN DAN SARAN141A. Kesimpulan 141B. Saran1291.
Saran untuk Perkembangan IFRS Bethesda 1422. Saran untuk
Perkembangan PKPA 1423. Saran untuk Perkembangan Apoteker 143DAFTAR
PUSTAKA 144LAMPIRAN 146
DAFTAR GAMBAR
HalamanGambar 1Siklus Manajemen Obat 13Gambar 2Metode Distribusi
Obat Sentralisasi 17Gambar 3Metode Distribusi Obat
Desentralisasi18Gambar 4Proses Pharmaceutical Care29Gambar 5Alur
Kerja Instalasi Pusat Sterilisasi34Gambar 6Struktur Organisasi
Instalasi Pusat Sterilisasi34Gambar 7Struktur Organisasi Instalasi
Farmasi RS Bethesda 47Gambar 8Stempel Pelayanan Resep Rawat Jalan
54Gambar 9Alur Pelayanan Resep di Satelit Farmasi Rawat Jalan
55Gambar 10Denah Satelit Farmasi Rawat Jalan 59Gambar 11Denah
Satelit Farmasi Rawat Inap 70Gambar 12Alur Pelayanan Resep di
Satelit Farmasi Rawat Inap 71Gambar 13Struktur Bagian
Logistik78Gambar 14Denah Gudang Pusat Rumah Sakit Bethesda79Gambar
15Denah Ruang Produksi Rumah Sakit Bethesda80Gambar 16Alur
Pelayanan ODD97Gambar 17. Denah Satelit Farmasi IGD 101Gambar
18Alur Pelayanan di IGD103Gambar 19Denah Satelit IBS105Gambar
20Alur Pelayanan di Satelit Farmasi IBS109Gambar 21Alur Pelayanan
Operasional 126Gambar 22Denah Ruang Pelayanan Operasional128Gambar
23Alur Pelayanan Farmasi Karyawan130Gambar 24Denah Pelayanan
Farmasi Karyawan131Gambar 25Alur Pengadaan Obat dan Alat Kesehatan
ASKES132Gambar 26Alur Pelayanan ASKES Rawat Inap134Gambar 27Denah
Pelayanan Farmasi ASKES Rawat Inap135Gambar 28Alur Pelayanan ASKES
Rawat Jalan136Gambar 29Denah Pelayanan Farmasi ASKES Rawat
Jalan137
DAFTAR TABEL
Tabel 1Kelebihan dan Kekurangan Metode Distribusi Sentralisasi
dan Desentralisasi 18Tabel 2Kelebihan dan Kekurangan Sistem Floor
Stock 19Tabel 3Kelebihan dan Kekurangan Sistem Individual
Prescribing 20Tabel 4Kelebihan dan Kekurangan Sistem UDDD 20Tabel
5Kelebihan dan Kekurangan Sistem DDDD 22Tabel 6Masalah Terapi Obat
dan Deskripsi Masalah Terapi Obat 31Tabel 7Perbedaan antara Farmasi
IGD dan Farmasi IBS 100
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1Tugas Identifikasi Interaksi Obat147Lampiran 2Tugas
Debat149Lampiran 3Tugas Drug Usage Evaluation154Lampiran 4Tugas
Evaluasi Farmasi Klinik160Lampiran 5Tugas Etika165Lampiran 6Tugas
Analisis ABC-VEN, EOI dan EOQ167Lampiran 7 Daftar Emergency Kit
(Ruang C) 169Lampiran 8 Tugas PIO (Contoh Leaflet Cara Penggunaan
Inhaler) 173
144
xi
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang MasalahKesehatan menurut UndangUndang No.36
tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan merupakan hak asasi
manusia, karena itu setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak,
baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarga termasuk di dalamnya
mendapatkan pelayanan kesehatan (Anonim, 2009c)Sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah
Sakit, upaya kesehatan merupakan cerminan kegiatan untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan
diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan
penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang
dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.
Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan
bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk rumah sakit
(Anonim, 2004)Menurut UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
rumah sakit adalah institusi yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah Sakit merupakan
salah satu sarana kesehatan dan mempunyai peranan yang sangat
penting dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan sebab rumah
sakit merupakan satu-satunya tempat yang dituju untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang optimal. Rumah sakit juga merupakan sarana
yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan yang berfungsi
sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Peran
rumah sakit dalam mewujudkan tujuan tersebut tidak lepas dari mutu
pelayanan dan tenaga kesehatan.yang dimiliki. Mutu yang baik dan
tenaga kesehatan yang handal merupakan modal rumah sakit untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang optimal (Anonim,
2009d)Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang
berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu,
termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua
lapisan masyarakat. Undang-undang 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Pasal 15 ayat 1 menyatakan bahwa persyaratan kefarmasian di rumah
sakit harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman dan terjangkau. Bagian
yang melaksanakan pelayanan farmasi rumah sakit adalah Instalasi
Farmasi Rumah Sakit. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah
suatu bagian atau unit atau divisi atau fasilitas di rumah sakit,
tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang
ditujukan untuk keperluan rumah sakit yang bersangkutan (Anonim,
2004).Profesi farmasi termasuk profesi yang harus ditingkatkan
perannya. Peran tersebut kini didasari pada filosofi Pharmaceutical
Care atau diterjemahkan sebagai Asuhan Kefarmasian. Menurut
International Pharmaceutical Federation, asuhan kefarmasian adalah
tanggung jawab profesi dalam hal farmakoterapi dengan tujuan untuk
mencapai outcome yang dapat meningkatkan atau menjaga kualitas
hidup pasien. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian, menyatakan bahwa pekerjaan kefarmasian
adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau
penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan
obat, dan obat tradisional (Anonim, 2009b)Apoteker sebagai
profesional harus memiliki kemampuan dan pengetahuan yang memadai
tentang farmasi rumah sakit agar mampu mengelola bidang kefarmasian
di rumah sakit, baik aspek fungsional maupun manajerial dengan
berorientasi kepada pasien, berwawasan lingkungan, dan keselamatan
kerja berdasarkan kode etik. Apoteker memiliki tanggung jawab dan
menjamin sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diberikan kepada
pasien sesuai kebutuhan pasien, yakni aman, efektif, sesuai, dan
acceptable. Perubahan orientasi farmasi di Indonesia dari drug
oriented menjadi patient oriented bukan merupakan hal yang mudah.
Paradigma baru ini memberikan tantangan dan kesempatan bagi
farmasis untuk dapat menunjukkan keberadaannya dalam dunia
kesehatan yaitu sebagai tenaga kesehatan yang besar perannya dalam
keberhasilan terapi pasien dan mampu bekerja sama dengan dokter dan
tenaga medis lainnya di rumah sakit. Pelatihan bagi para calon
apoteker menjadi suatu hal yang mutlak sebelum berhadapan langsung
dengan masyarakat, yaitu melaksanakan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) sehingga dapat mempersiapkan mahasiswa calon
apoteker menjadi apoteker yang siap menjalankan perannya, tidak
hanya di bidang manajerial saja tetapi juga di bidang fungsional
secara profesional. Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam
kurikulum pendidikan program profesi apoteker, PKPA menjadi salah
satu mata kuliah yang sangat penting. Calon apoteker dalam
pelaksanakan PKPA diharapkan dapat menerapkan teori yang pernah
diperoleh selama pendidikan formal untuk diimplementasikan di dalam
dunia kerja sehingga membentuk apoteker yang berkompeten.
B. Rumusan MasalahPermasalahan timbul terkait dengan peran dan
fungsi apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit, maka
ditemukan rumusan permasalahan sebagai berikut:1. Apa peran,
fungsi, dan tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di
RS Bethesda?2. Apa peran apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi
(PFT) khususnya dalam seleksi obat di RS Bethesda?3. Bagaimana
pengelolaan perbekalan farmasi di RS Bethesda?4. Bagaimana sistem
distribusi perbekalan farmasi di RS Bethesda?5. Bagaimana proses
pelaksanaan farmasi klinik yang telah dilakukan di RS Bethesda?6.
Apa peran, fungsi dan tanggungjawab Apoteker dalam Instalasi Pusat
Sterilisasi Perlengkapan Medik?
C. Tujuan Praktek Kerja Profesi ApotekerSetelah menjalankan PKPA
ini, mahasiswa calon apoteker diharapkan:1. Mengetahui peran,
fungsi, dan tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di
RS Bethesda.2. Mengetahui peran apoteker dalam Panitia Farmasi dan
Terapi (PFT) khususnya dalam seleksi obat di RS Bethesda.3.
Mengetahui pengelolaan perbekalan farmasi di RS Bethesda4.
Mengetahui sistem distribusi perbekalan farmasi di RS Bethesda.5.
Mengetahui proses pelaksanaan farmasi klinik yang telah dilakukan
di RS Bethesda.6. Mengetahui peran, fungsi dan tanggungjawab
Apoteker dalam Instalasi Pusat Sterilisasi Perlengkapan Medik
D. Manfaat Praktek Kerja Profesi ApotekerAdapun manfaat dari
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta ini, yaitu agar mahasiswa mengetahui dan memahami tugas
serta tanggung jawab Apoteker dalam menjalankan pekerjaan
kefarmasian di rumah sakit, memperoleh pengetahuan dan pengalaman
mengenai praktek kefarmasian di Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
mengembangkan dan mempraktekkan ilmu yang diperoleh pada pendidikan
formal agar mampu diterapkan pada kenyataan di lapangan,
meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri dalam menjalankan
tugas dan tanggung jawab sebagai seorang apoteker yang
profesional.
1
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Rumah Sakit Menurut Undangundang RI No. 44 tahun
2009 tentang Rumah Sakit menjelaskan definisi Rumah Sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Menurut PERMENKES No.
340 Tahun 2010, Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan
pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Sedangkan
rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu,
berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis
penyakit. B. Klasifikasi Rumah Sakit Menurut Kepmenkes RI
No.983/MENKES/SK/XI/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit
Umum, rumah sakit umum pemerintah dapat dibedakan menjadi empat
tipe berdasarkan fasilitas dan jenis pelayanan yang tersedia,
yaitu:a. Rumah Sakit tipe A, mempunyai kapasitas 1.000 tempat tidur
dengan pelayanan spesialistik dan subspesialistik luas, serta dapat
juga digunakan sebagai rumah sakit pendidikan.b. Rumah Sakit tipe
B, mempunyai kapasitas 500 - 1.000 tempat tidur dengan pelayanan
sekurang-kurangnya 11 spesialistik luas dan subspesialistik
terbatas.c. Rumah Sakit tipe C, mempunyai kapasitas 100 - 500
tempat tidur dengan pelayanan spesialisik dasar.d. Rumah Sakit tipe
D, mempunyai kapasitas 100 tempat tidur dengan fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik dasar (Anonim, 1992).
Klasifikasi rumah sakit berdasarkan jenis pelayanan dan
pengelolaannya berdasarkan UU nomor 44 tahun 2009 terdiri dari
rumah sakit umum dan rumah sakit khusus, serta rumah sakit publik
dan rumah sakit privat.a. Rumah sakit umum dan rumah sakit khusus
Rumah sakit umum bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan
pada semua bidang dan jenis penyakit. Klasifikasi rumah sakit umum
berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit terdiri
dari Rumah sakit umum kelas A, rumah sakit umum kelas B, rumah
sakit umum kelas C, dan rumah sakit umum kelas D. Rumah sakit umum
kelas D memiliki pelayanan medik dasar, Rumah sakit umum kelas C
memiliki pelayanan medik spesialis dasar, Rumah sakit umum kelas B
memiliki pelayanan medik dengan sekurang-kurangnya 11 spesialitik
dan subspesialitik terbatas. Sedangkan rumah Sakit Umum kelas A
memiliki pelayanan medik spesialitik luas dan subspesialitik
luas.Rumah sakit khusus bertujuan untuk memberikan pelayanan utama
pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan
disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan
lainnya. Klasifikasi rumah sakit umum berdasarkan fasilitas dan
kemampuan pelayanan rumah sakit terdiri dari rumah sakit khusus
kelas A, B dan C.b. Rumah sakit publik dan rumah sakit privatRumah
sakit publik dapat dikelola pemerintah, pemerintah daerah dan badan
hukum yang bersifat nirlaba. Sedangkan rumah sakit privat dapat
dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk
Perseroan Terbatas atau Persero. Selain itu, ada rumah sakit
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara
terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan
kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan
lainnya.Menurut Siregar dan Amalia (2004), rumah sakit dapat
dibedakan berdasarkan kepemilikannya yang terdiri dari rumah sakit
pemerintah dan rumah sakit swasta. Rumah sakit pemerintah misalnya
RSU Pusat, RSU Daerah, RS Udara, RS Kepolisian, RS Angkatan Darat,
RS Angkatan Laut, dan RS Pertamina. Sedangkan rumah sakit swasta
dibedakan menjadi dua, yaitu rumah sakit swasta profit dan
non-profit.Selain itu, untuk rumah sakit swasta juga dapat
dibedakan berdasarkan fasilitas yang dimiliki yaitu rumah sakit
swasta tipe utama, tipe madya, dan tipe pratama. Rumah sakit swasta
tipe utama, memiliki fasilitas pelayanan umum, spesialis dan
subspesialis yang setara dengan RSU tipe B, dimungkinkan menjadi
rumah sakit pendidikan tertentu berdasarkan Memorandum of
Understanding (MoU) dengan rumah sakit pemerintah atau rumah sakit
luar negeri. Rumah sakit swasta tipe madya hanya memiliki fasilitas
pelayanan umum, empat spesialis dasar yang setara dengan RSU tipe
B. Sedangkan, Rumah sakit swasta tipe pratama, memiliki fasilitas
pelayanan umum yang setara dengan RSU tipe C.C. Struktur Organisasi
Rumah Sakit Struktur organisasi yang paling sederhana dimiliki oleh
Rumah Sakit kelas D yang terdiri dari direktur, seksi pelayanan,
sub bagian kesekretariatan dan rekam medik, sub bagian keuangan dan
program, instalasi serta komite medik dan staf medik fungsional.
Rumah sakit kelas C terdapat tambahan seksi keperawatan, dewan
penyantun dan satuan pengawas intern. Pada rumah sakit kelas B non
pendidikan terdapat tambahan dua wakil direktur di bidang
pelayanan. Sedangkan rumah sakit kelas A merupakan rumah sakit yang
paling lengkap struktur organisasinya dengan adanya empat wakil
direktur (membawahi bidang pelayanan medik, penunjang medik,
pendidikan dan pelatihan, umum dan keuangan).Menurut Siregar dan
Amalia (2004), pola organisasi rumah sakit swasta di Indonesia
umumnya terdiri dari badan pengurus yayasan, dewan pembina, dewan
penyantun, badan penasehat, dan badan penyelenggara seperti
direktur, wakil direktur, komite medik, satuan pengawas intern dan
berbagai instalasi lain. D. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) 1.
Definisi IFRSInstalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu
departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di bawah
pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker
yang memenuhi persyaratan peraturan perundang undangan yang berlaku
dan kompeten secara professional, tempat atau fasilitas
penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta
pelayana kefarmasian, yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit
itu sendiri (Siregar dan Amalia, 2004).
2. Visi, Misi, dan Tujuan IFRSVisi merupakan suatu pernyataan
tentang keadaan atau status suatu IFRS yang diinginkan oleh
pimpinan IFRS pada suatu titik waktu tertentu yang akan datang.
Visi rumah sakit dan IFRS adalah dasar bagi semua aspek dari
rencana strategis IFRS. Maksud suatu pernyataan misi adalah
mengartikulasikan cara visi itu akan dicapai. Pernyataan misi itu
harus secara jelas menunjukkan lingkup dan arah kegiatan IFRS dan
sejauh mungkin harus menyediakan suatu model untuk pembuatan
keputusan oleh personel pada semua tingkat dalam IFRS itu (Siregar
dan Amalia, 2004). IFRS harus mempunyai sasaran jangka panjang yang
menjadi arah dari kegiatan sehari-hari yang dilakukan. Oleh karena
itu, tujuan kegiatan harian IFRS antara lain: a. Memberi manfaat
kepada penderita, rumah sakit, sejawat profesi kesehatan, dan
kepada profesi farmasi oleh apoteker rumah sakit yang berkompeten
dan memenuhi syarat.b. Membantu dalam penyediaan perbekalan yang
memadai oleh apoteker rumah sakit yang memenuhi syarat.c. Menjamin
praktek profesional yang bermutu tinggi melalui penetapan dan
pemeliharaan standar etika profesional, pendidikan dan pencapaian,
dan melalui peningkatan kesejahteraan ekonomi.d. Meningkatkan
penelitian dalam praktek farmasi rumah sakit dan ilmu farmasetik
pada umumnya.e. Membantu menyediakan personel pendukung yang
bermutu untuk IFRS.f. Memperluas dan memperkuat kemampuan apoteker
rumah sakit.g. Membantu dalam pengembangan dan kemajuan profesi
kefarmasian (Siregar dan Amalia, 2004).3. Tugas dan Fungsi IFRS
Tugas utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung
pada penderita sampai dengan pengendalian semua sediaan farmasi dan
alat kesehatan yang beredar dan digunakan dalam rumah sakit. IFRS
bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas
dan terkoordinasi dengan baik dan tepat, untuk memenuhi kebutuhan
berbagai bagian/unit diagnosis dan terapi, untuk pelayanan
keperawatan, staf medik, dan rumah sakit keseluruhan untuk
kepentingan pelayanan penderita yang lebih baik (Siregar dan
Amalia, 2004).Menurut Kepmenkes RI No.1197/MENKES/SK/2004 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, tugas IFRS lainnya antara
lain:a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal.b.
Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi yang professional
berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi.c. Melaksanakan
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE).d. Memberi pelayanan
bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk meningkatkan mutu
pelayanan farmasi.e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan
yang berlaku.f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang
farmasi.g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang
farmasi.h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar
pengobatan dalam formularium rumah sakit. Fungsi IFRS antara lain
pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian dalam
penggunaan obat dan alat kesehatan.
4. Struktur Organisasi IFRSMenurut Kepmenkes RI
No.l197/MENKES/SK/X/2004 bagan organisasi merupakan gambaran
pembagian tugas, koordinasi dan kewenangan serta fungsi. Kerangka
organisasi minimal mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan
perbekalan, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu dan harus
selalu dinamis sesuai perubahan yang dilakukan dengan tetap menjaga
mutu sesuai harapan pelanggan. Organisasi IFRS harus didesain dan
dikembangkan sedemikian rupa agar faktor-faktor teknis,
administratif, dan manusia yang mempengaruhi mutu produk dan
pelayanannya di bawah kendali.
E. Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)Panitia Farmasi dan Terapi
adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para
staf medis dengan staf farmasi. Anggotanya terdiri dari dokter yang
mewakili tiap spesialisasi dan Apoteker wakil dari Farmasi Rumah
Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya (Green et al., 2003).1.
Tujuan Dan Sasaran PFT Tujuan dari PFT adalah untuk memastikan
bahwa pasien mendapatkan pelayanan dengan kualitas terbaik dengan
harga yang terjangkau dengan cara mendeterminasi obat-obat yang
tersedia, berapa harganya dan bagaimana obat itu akan digunakan
(Green et al., 2003).2. Fungsi PFTTerdapat beberapa fungsi dari PFT
dan harus dipilih salah satu untuk dijadikan prioritas utama.
Berikut beberapa fungsi dari PFT:a. Memberi arahan untuk staf
medik, administrasi, dan farmasi.b. Pengembangan
peraturan-peraturan tentang obat.c. Mengevaluasi dan memilih obat
yang akan masuk dalam formularium.d. Mengembangkan Standard
Treatment Guideline (STG).e. Menilai penggunaan obat untuk
mengidentifikasi masalah.f. Melakukan intervensi yang efektif untuk
meningkatkan penggunaan obat.g. Manajemen efek samping obat.h.
Manajemen Medication Error.i. Menyebarkan informasi (Green et al.,
2003).3. Susunan Kepanitiaan PFTMenurut Kepmenkes RI
No.1197/MENKES/SK/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit, keanggotaan organisasi dan kegiatan PFT yang disesuaikan
dengan kondisi rumah sakit setempat, meliputi:a. PFT harus
sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) dokter, Apoteker, dan
perawat. Rumah sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3
(tiga) orang yang mewakili semua staf medik fungsional yang ada.b.
Ketua PFT dipilih dari dokter yang ada dalam kepanitiaan dan jika
rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka
sebagai ketua adalah ahli Farmakologi. Sekretarisnya adalah
Apoteker dari Instalasi Farmasi atau Apoteker yang ditunjuk.c.
Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur,
sedikitnya dua bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya
diadakan sebulan sekali. Rapat PFT dapat mengundang pakar-pakar
dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan
masukan bagi pengelolaan PFT.d. Segala sesuatu yang berhubungan
dengan rapat PFT diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari
hasil-hasil rapat.e. Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam
rumah sakit yang sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat.4.
Tugas dan Tanggung Jawab PFTTugas pokok PFT di Rumah Sakit Bethesda
sesuai dengan SK Direktur No.3905/K.932/2004 adalah mengusulkan
kebijaksanaan penggunaan obat-obatan kepada para staf medis dan
administrasi rumah sakit tentang hal-hal yang berkaitan dengan
penggunaan obat sebagai sarana pengobatan. Uraian tugas PFT adalah
sebagai berikut:a. Memberikan rekomendasi dalam pemilihan
penggunaan obat-obatan.b. Menyusun formularium yang menjadi dasar
dalam penggunaan obat-obatan di rumah sakit dan apabila perlu dapat
diadakan perubahan secara berkala.c. Menyusun standar terapi
bersama-sama dengan staf medis.d. Melaksanakan evaluasi penulisan
resep dan penggunaan obat generik bersama-sama dengan IFRS.e.
Memberi masukan kepada Instalasi Farmasi di dalam mengembangkan dan
meninjau kebijakan, tata tertib, dan peraturan penggunaan
obat-obatan di rumah sakit sesuai dengan peraturan lokal, regional,
dan nasional.f. Meninjau penggunaan obat-obatan (Drug Utilization
Review) di rumah sakit dan mendorong pelaksanaan standar terapi
secara rasional.g. Mengumpulkan dan meninjau laporan efek samping
obat.h. Mengembangkan dan menyebarkan materi serta program-program
pendidikan yang berkaitan dengan obat-obatan kepada anggota staf
medis dan keperawatan.F. Pengelolaan Perbekalan FarmasiPengelolaan
perbekalan farmasi di suatu rumah sakit sangat diperlukan karena
merupakan sektor penting yang langsung berhubungan dengan pasien
serta mempengaruhi neraca keuangan rumah sakit. Perbekalan farmasi
menurut Kepmenkes RI No.1197/MENKES/SK/X/2004 adalah sediaan
farmasi yang terdiri dari obat, bahan obat, alat kesehatan,
reagensia, radio farmasi dan gas medik. Pengelolaan perbekalan
farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan,
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta
evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Tujuan dari
pengelolaan perbekalan farmasi adalah:a. Mengelola perbekalan
farmasi yang efektif dan efesien.b. Menerapkan farmakoekonomi dalam
pelayanan.c. Meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi.d.
Mewujudkan Sistem Informasi Manajemen (SIM) berdaya guna dan tepat
guna.e. Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan. Proses
pengelolaan adalah suatu siklus yang berkesinambungan mulai dari
seleksi, pengadaan, distribusi, dan penggunaan, sehingga melalui
manajemen perbekalan farmasi di rumah sakit diharapkan selalu
tersedia perbekalan farmasi dalam jumlah yang sesuai serta
berkualitas, yang akan memperkuat neraca keuangan di suatu rumah
sakit. Berikut adalah siklus manajemen pengelolaan perbekalan
farmasi.
Gambar 1. Siklus Manajemen Obat (Quick et al., 1997)
1. SeleksiSeleksi menurut Kepmenkes RI No.1197/SK/ MENKES/X/2004
merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan
yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk
dan dosis obat, menentukan kriteria pemilihan dengan
memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan
memperbaharui standar obat. Berdasarkan Drug and Therapeutics
Committees (Green, et al., 2003), manfaat dari seleksi obat,
yaitu:a. menghemat biaya dan meningkatnya pemerataan akses terhadap
obat-obat esensialb. meningkatnya kualitas layanan2. Perencanaan
Perencanaan menurut Kepmenkes RI No.1197/SK/MENKES/X/2004 merupakan
proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan
farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah
ditentukan, antara lain konsumsi, epidemiologi, serta kombinasi
konsumsi yang disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Tujuan
dari perencanaan adalah mendapatkan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang berkualitas dalam jumlah dan waktu yang tepat serta
dengan harga yang bersaing. Ada beberapa macam metode perencanaan,
yaitu:a. Metode morbiditas/epidemiologi Metode ini berdasarkan pada
penyakit yang ada (epidemiologi). Dasar dari metode ini adalah
jumlah kebutuhan obat yang digunakan untuk beban penyakit
(morbidity load), yaitu didasarkan pada penyakit yang ada di rumah
sakit atau yang sering muncul di masyarakat. Kelemahan metode ini
seringkali standar pengobatan belum tersedia atau disepakati serta
data morbiditas yang ada kurang akurat.b. Metode konsumsi Metode
ini diterapkan berdasarkan data riil konsumsi obat periode yang
lalu, dengan berbagai penyesuaian dan koreksi. Metode ini banyak
digunakan di Apotek. Kelemahan metode ini adalah kebiasaan
pengobatan yang tidak baik atau tidak rasional seolah-olah
ditolerir.c. Metode gabungan Metode ini ditujukan untuk menutupi
kelemahan dari metode morbiditas dan metode epidemiologi. Analisis
yang digunakan dalam perencanaan untuk memastikan metode
perencanaan sesuai dengan tujuan adalah:1) Sistem ABC
(Pareto)Golongan A dalam analisis ABC menghabiskan 80% anggaran
dari total biaya, golongan B menghabiskan 15% biaya, dan golongan C
hanya 5% biaya (Quick, et. al, 1997)2) Metode VEN (Vital, Esensial
dan Non Esensial)Metode VEN merupakan metode pangadaan yang
digunakan pada anggaran terbatas karena dapat membantu memperkecil
penyimpangan pada proses pengadaan perbekalan farmasi dengan
menetapkan prioritas di awal proses. Kategori obat-obat sistem VEN,
yaitu:a) V (vital) adalah obat-obat yang termasuk dalam life saving
drugs.b) E (esensial) merupakan obat-obat yang efektif untuk
mengurangi penyakit, namun tidak vital. c) N (non esensial)
merupakan obat-obat yang digunakan untuk penyakit minor atau
penyakit tertentu yang efikasinya masih diragukan, termasuk
terhitung mempunyai biaya tinggi untuk memperoleh keuntungan
terapetik (Quick, et. al., 1997).3. Pengadaan Pengadaan menurut
Kepmenkes No.1197/MENKES/SK/X/2004 merupakan kegiatan untuk
merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui,
melalui pembelian, produksi/pembuatan sediaan farmasi dan
sumbangan/droping/hibah. Terdapat empat metode dalam pembelian
perbekalan farmasi, antara lain:a) Open Tender (tender terbuka)Open
tender adalah suatu prosedur formal pengadaan obat yang dilakukan
dengan cara mengundang berbagai pabrik, baik nasional maupun
internasional. Metode ini dilakukan dalam jangka waktu tertentu,
misalnya 23 kali setahun. Hal ini disebabkan karena proses tender
memerlukan waktu yang lama dan harganya lebih mahalb) Restricted
Tender (tender tertutup)Metode ini dilakukan pada lingkungan PBF
yang terbatas, tidak diumumkan di koran, biasanya berdasarkan
kenalan, nominalnya tidak banyak, serta sering ada yang melakukan
pengaturan tenderc) Competitive Negotiation (kontrak)Pembeli
membuat persetujuan dengan pihak pemasok untuk mendapatkan harga
khusus atau persetujuan pelayanan dan pembeli sehingga dapat
membayar dengan harga termurah. d) Direct procurement
(langsung)Metode ini merupakan cara yang paling mudah dan
sederhana, namun cenderung lebih mahal karena diskon relatif lebih
kecil. Ciri dari metode langsung adalah pihak rumah sakit secara
langsung melakukan pengadaan perbekalan farmasi (setelah barang
habis) kepada PBF (Quick, et al., 1997).4. Penerimaan Penerimaan
menurut Kepmenkes RI No.1197/MENKES/SK/2004 merupakan kegiatan
untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan
aturan kefarmasian melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi,
atau sumbangan. Pedoman dalam penerimaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan dari pabrik, yaitu harus mempunyai sertifikat analisis,
barang harus bersumber dari distributor utama, harus mempunyai
Material Safety Data Sheet (MSDS), khusus untuk alat
kesehatan/kedokteran harus mempunyai Certificate of Origin dan
Expired Date minimal dua tahun.5. PenyimpananPenyimpanan menurut
Kepmenkes RI No.1197/MENKES/SK/2004 merupakan kegiatan pengaturan
sediaan farmasi dan alat kesehatan menurut persyaratan yang
ditetapkan menurut bentuk sediaan dan jenis, suhu dan kestabilan,
mudah tidaknya meledak/terbakar serta tahan atau tidaknya terhadap
cahaya. Gudang merupakan tempat penyimpanan sementara sediaan
farmasi dan alat kesehatan sebelum didistribusikan. Fungsi gudang
adalah mempertahankan kondisi sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang disimpan agar tetap stabil dan terjamin kualitasnya sampai ke
tangan pasien. Penumpukan stok barang yang kadaluarsa dan rusak
dihindari dengan pengaturan sistem penyimpanan seperti First
Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO), sedangkan
untuk memudahkan pengambilan barang di gudang dapat dilakukan
dengan beberapa cara, yaitu berdasarkan kelompok
farmakologi/terapetik, kelompok alfabetis, tingkat penggunaan,
bentuk sediaan, random bin, atau kode barang. Faktor-faktor yang
perlu diperhatikan dalam desain gudang menurut Quick (1997) yaitu
total kuantitas barang yang harus disimpan, kapasitas gudang, serta
kebutuhan area/volume barang dan pemeliharaan keamanan. Menurut
Permenkes No.28/MENKES/Per/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika
disebutkan bahwa rumah sakit harus memiliki tempat khusus untuk
menyimpan narkotika dan tempat tersebut harus seluruhnya terbuat
dari kayu atau bahan lain yang kuat. Tempat penyimpanan narkotika
tersebut harus mempunyai kunci yang kuat dan tempat penyimpanan
yang terbagi menjadi dua bagian, masing-masing dengan kunci yang
berlainan. Bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin,
petidin, dan garam-garamnya, sedangkan bagian kedua untuk
penyimpanan persediaan narkotika lain yang dipakai sehari-hari.6.
PendistribusianPendistribusian merupakan kegiatan mendistribusikan
perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam
proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk
menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi dirancang atas dasar
kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan:
efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada, metode sentralisasi
dan desentralisasi, dan sistem floor stock, resep individu,
dispensing dosis unit atau kombinasi.Karakteristik dari distribusi
yang efektif yaitu suplay yang konstan, kualitas yang terjaga,
susut yang minimal, informasi mengenai transaksi dan persediaan
yang akurat dan sesuai waktunya, serta penyimpanan yang baik
(Siregar dan Amalia, 2004). Metode penyiapan perbekalan farmasi
(internal IFRS) terbagi menjadi dua, yaitu metode sentralisasi dan
desentralisasi. Metode sentralisasi merupakan semua resep disiapkan
dan didistribusikan oleh Farmasi Pusat. Sedangkan metode
desentralisasi merupakan IFRS memiliki cabang-cabang, yang
berlokasi di daerah perawatan penderita (Somosir, 2009).
Gambar 2. Metode Distribusi Obat Sentralisasi
SentralisasiDesentralisasi
Kelebihan Semua resep dapat dikaji oleh farmasis Informasi dapat
dilakukan langsung ke perawat atau pasien Pengendalian persediaan
lebih mudah digunakan Pengaturan administrasi obat lebih mudah
Pelayanan pasien dapat segera terlayani Lebih menjamin ketelitian
pelayanan farmasi
Kekurangan Faktor keterlambatan waktu pelayanan obat pasien
lebih besar Hanya untuk rumah sakit kecil Sumber daya manusia yang
dibutuhkan lebih banyak Persediaan produk tidak efisien Sarana
ruang yang luas dan banyak
Gambar 3. Metode Distribusi Obat Desentralisasi
Tabel 1. Kelebihan dan Kekurangan Metode Distribusi Sentralisasi
dan Desentralisasi
Metode distribusi obat ke pasien (eksternal IFRS) terbagi
menjadi 3 metode, yakni:a) Sistem floor stockMerupakan tatanan
penyaluran perbekalan farmasi yang disiapkan diruangan-ruangan
perawatan/pelayanan pasien tanpa permintaan resep dokter secara
langsung untuk kebutuhan waktu tertentu (misalnya 1 bulan). Perawat
menyimpan perbekalan farmasi di ruangan pelayanan, kemudian
menggunakannya pada saat ada pasien yang menerima resep dokter.
Jika sediaan farmasi habis atau berkurang, maka perawat akan
melakukan pemesanan ke IFRS.
Tabel 2. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Floor
StockKelebihanKekurangan
Adanya persediaan obat-obatan yang siap pakai untuk pasien.
Pengurangan transkrip pesanan obat bagi farmasi. Pengurangan jumlah
personil farmasi yang dibutuhkan Kesalahan pemberian obat bertambah
besar karena farmasis tidak memeriksa ulang pesanan obat.
Meningkatkan persediaan obat disetiap pos perawatan. Meningkatkan
kemungkinan kerusakan obat dan pencurian obat. Meningkatkan biaya
dalam hal menyediakan fasilitas tempat penyimpanan obat yang
memadai pada tiap pos perawatan. Dibutuhkan tambahan waktu kerja
bagi perawat untuk menangani obat-obatan
b) Individual prescribingMerupakan penyaluran sediaan obat untuk
pengobatan pasien dari IFRS langsung ke pasien ataupun melalui
perawat. Pelayanan obat untuk satu kali peresepan (untuk 3 hari, 1
minggu, atau 1 bulan) dimana setelah kurun waktu itu, pasien akan
kontrol lagi ke dokter dan dievaluasi oleh dokter apakah obat
tersebut dihentikan, ditambah atau diteruskan.
Tabel 3. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Individual
PrescribingKelebihanKekurangan
Adanya persediaan obat-obatan yang siap pakai untuk pasien.
Pengurangan transkrip pesanan obat bagi farmasi. Pengurangan jumlah
personil farmasi yang dibutuhkan Semua pesanan obat langsung
diperiksa oleh farmasis Memungkinkan interaksi antara farmasis,
dokter, perawat, dan pasien. Meningkatkan pengawasan obat-obatan
dengan lebih teliti. Memberikan cara yang cocok melaksanakan
pembayaran obat-obatan yang digunakan pasien
c) Sistem daily dose dispensing Sistem UDDD (Unit Dose Drug
Distribution)Obat dibagikan untuk satu hari dan siap dalam satu
unit dalam embalase dengan label nama pasien, nama dan kekuatan
obat dan administrasi yang dijadwalkan dalam waktu tertentu untuk
setiap dosis. Obat injeksi disiapkan dalam jumlah total penggunaan
24 jam dan dikemas dalam embalase dan berlabel yang sama. Tabel 4.
Kelebihan dan Kekurangan Sistem UDDDKelebihanKekurangan
Interaksi antara farmasis dengan dokter dan perawat dapat lebih
intensif, Resep dapat dikaji oleh Farmasis, Farmasis dapat
melakukan Therapeutic Drug Monitor, Farmasis mendapat profil
pengobatan pasien dengan lengkap, Efisiensi ruang perawatan dalam
penyimpanan obat, Mengurangi beban perawat dalam penyiapan obat,
sehingga perawat mempunyai waktu lebih untuk merawat pasien,
Meniadakan obat berlebih dan menghindari kerusakan obat,
Menciptakan sistem pengawasan ganda, yaitu oleh farmasis ketika
membaca resep sebelum dan sesudah menyiapkan obat, serta perawat
ketika membaca formulir instruksi obat sebelum memberikan obat
kepada pasien, hal ini akan mengurangi kesalahan pengobatan, Pasien
hanya membayar obat yang telah dipakai Waktu yang diperlukan oleh
Apoteker untuk mengatur pemberian obat lebih banyak Sumber daya
manusia yang diperlukan lebih banyak Biaya yang diperlukan lebih
besar
Sistem DDDD (Daily Dose Drugs Distribution)Obat-obatan disiapkan
untuk 24 jam dengan total jumlah masing-masing obat disatukan dalam
embalase. Pelabelan sama dengan yang dari UDDD. Dengan sistem ini,
perawat harus mempersiapkan setiap dosis obat kemudian memberikan
kepada pasien. Tabel 5. Kelebihan dan Kekurangan Sistem
DDDDKelebihanKekurangan
Biaya yang diperlukan lebih sedikitFaktor kesalahan (medication
error) lebih banyak terjadi
Menurut Kepmenkes RI No. 1197 tahun 2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit dan Siregar (2004), ada empat
jenis sistem distribusi obat untuk pasien rawat inap yaitu:1.
Sistem distribusi obat resep individual sentralisasi dan/atau
desentralisasiSistem distribusi obat resep individual sentralisasi
adalah tatanan kegiatan penghantaran sediaan obat oleh Instalasi
Farmasi Rumah Sakit (IFRS) sentral sesuai dengan yang ditulis pada
resep atas nama pasien rawat inap tertentu melalui perawat ke ruang
pasien tersebut. Sedangkan sistem distribusi obat resep individual
desentralisasi adalah tatanan kegiatan penghantaran sediaan obat
oleh IFRS desentralisasi sesuai dengan yang ditulis pada resep atas
nama pasien rawat inap tertentu melalui perawat ke ruang pasien
tersebut. IFRS desentralisasi adalah IFRS cabang yang berlokasi di
daerah perawatan pasien di suatu rumah sakit, tempat personil IFRS
bekerja memberikan pelayanan klinik dan non-klinik.Keuntungan:a)
Semua resep dikaji langsung oleh apoteker, yang juga memberikan
informasi pada perawat berkaitan dengan obat pasienb) Memberi
kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter-perawat dan
pasienc) Mempermudah penagihan biaya obat pasiend) Memungkinkan
pengendalian yang lebih dekat atas perbekalan.Kerugian:a)
Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai ke pasien.b) Jumlah
kebutuhan personil di IFRS meningkat.c) Memerlukan jumlah perawat
dan waktu lebih banyak untuk penyiapan obat di ruang pada waktu
konsumsi obat.d) Terjadi kesalahan obat karena kurang pemeriksaan
pada waktu penyiapan konsumsi.2. Sistem distribusi obat persediaan
lengkap di ruang (floor stock)Sistem distribusi obat resep yang
persediaannya lengkap di ruangan (floor stock) adalah tatanan
kegiatan penghantaran sediaan obat sesuai dengan yang ditulis
dokter pada order obat, yang disiapkan dari persediaan di ruang
oleh perawat dan dengan mengambil dosis/unit dari wadah persediaan
yang diberikan kepada pasien di ruangan itu.Keuntungan:a) Obat yang
diperlukan segera tersedia bagi pasienb) Peniadaan / pengembalian
obat yang tidak terpakai ke IFRSc) Pengurangan penyalinan kembali
suatu obatd) Pengurangan jumlah personil IFRS yang
diperlukanKerugian:a) Kesalahan obat sangat meningkat karena obat
tidak dikaji oleh apotekerb) Persediaan obat di unit perawat
meningkat dengan fasilitas ruangan yang sangat terbatasc) Pencurian
obat meningkatd) Meningkatnya bahaya karena kerusakan obate)
Penambahan modal investasi untuk menyediakan fasilitas
penyimpananf) Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk
menangani obatg) Meningkatnya kerugian karena kerusakan obat
3. Sistem distribusi obat kombinasi resep individual dan
persediaan di ruang (floor stock)Rumah sakit yang menerapkan sistem
ini selain menerapkan sistem distribusi resep individual
sentralisasi juga menerapkan distribusi persediaan di ruangan yang
terbatas. Jenis dan jumlah obat yang tersedia di ruangan ditetapkan
oleh PFT dengan masukan dari IFRS dan dari pelayanan keperawatan.
Sistem kombinasi biasanya diadakan untuk mengurangi beban kerja
IFRS. Obat yang disediakan di ruangan adalah obat yang diperlukan
oleh pasien, setiap hari diperlukan dan biasanya adalah obat yang
harganya relatif murah, mencakup obat resep atau obat
bebas.Keuntungan:a) Semua resep individual dikaji langsung oleh
apotekerb) Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara
apoteker-dokter-perawat-pasienc) Obat yang diperlukan dapat segera
tersedia bagi pasien (obat persediaan di ruang)d) Beban IFRS dapat
berkurangKerugian:a) Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai
ke pasien (obat resep individual)b) Kesalahan obat dapat terjadi
(obat dari persediaan di ruang)4. Sistem distribusi obat unit
dosisSistem distribusi obat unit dosis adalah metode dispensing dan
pengendalian obat yang dikoordinasikan IFRS dalam rumah sakit.
Sistem distribusi obat unit dosis dapat berbeda dalam bentuk,
tergantung pada kebutuhan khusus rumah sakit. Unsur dasar dari
sistem distribusi obat unit dosis adalah obatnya menggunakan wadah
dalam bentuk kemasan dosis tunggal yang siap pakai dalam jumlah
persediaan yang cukup untuk satu waktu tertentu. Sistem ini
menitikberatkan pada patient oriented.Keuntungan:a) Pasien menerima
pelayanan IFRS 24 jam sehari dan pasien hanya membayar obat yang
dikonsumsinya sajab) Semua dosis yang diperlukan pada unit perawat
telah disiapkan oleh IFRS, jadi perawat mempunyai waktu lebih
banyak untuk merawat pasienc) Adanya sistem pemeriksaan ganda
sehingga mengurangi kesalahand) Peniadaan duplikasi order obat yang
berlebihe) Pengurangan kerugian biaya yang tidak terbayar oleh
pasienf) Penyediaan sediaan intravena dan rekonstitusi obat oleh
IFRSg) Meningkatkan penggunaan personil profesional dan
nonprofesional yang lebih efisienh) Menghemat ruangan di unit
perawat dengan meniadakan persediaan obat-obatani) Meniadakan
pencurian dan pemborosan obatj) Mengurangi kesalahan obatk)
Peningkatan pengendalian obat dan pemantauan penggunaan obat secara
menyeluruhKekurangan:a) Perlu sumber daya manusia terutama tenaga
farmasi yang lebih banyak.b) Membutuhkan modal awal yang besar
terutama untuk pengemasan kembali dan rak medikasi pada laci
masing-masing pasien.7. PenggunaanSyarat penggunaan obat yang
rasional adalah pasien menerima obat-obatan yang sesuai dengan
kebutuhan klinis pasien, dalam dosis yang memenuhi kebutuhan
individu pasien sendiri, untuk suatu periode waktu yang memadai,
dan pada harga terendah untuk pasien dan masyarakat. Penggunaan
obat yang rasional dalam konteks biomedis mencakup kriteria obat
yang benar, indikasi yang tepat, obat yang tepat, dosis pemberian
dan durasi pengobatan yang tepat, pasien yang tepat, dispensing
yang benar dan kepatuhan pasien terhadap pengobatan (Siregar dan
Amalia, 2004).
G. Pelayanan Farmasi Rawat Jalan, Rawat Inap, dan Satelit
Khusus1. Pelayanan Farmasi Rawat Jalan Legalitas pelayanan farmasi
rawat jalan salah satunya adalah Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun
2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, menyatakan bahwa pekerjaan
kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian
atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan
obat, dan obat tradisional. Peran instalasi farmasi rawat jalan
adalah sebagai berikut:a. Melayani obat dalam resep secara rasional
(tepat pasien, tepat obat, tepat dosis, tepat aturan pakai dan
waspada terhadap efek samping obat). Jika resep diragukan maka
farmasis bertanggungjawab untuk menanyakan kepada dokter tentang
resep tersebut.b. Memberikan pelayanan obat yang tepat, cepat,
ramah dan terpadu.c. Memberikan informasi yang lengkap dan jelas
pada saat penyerahan obat.d. Memberikan konseling dan konsultasi
saat penyerahan obat untuk pasien tertentu misal pasien yang
menerima obat yang banyak dan rumit, pasien TBC, dan pasien yang
mendapat obat yang cara pemakaiannya memerlukan peralatan khusus.e.
Melayani keluhan efek samping obat dari pasien rawat jalan.2.
Pelayanan Farmasi Rawat InapBerdasarkan Kepmenkes RI
No.1197/MENKES/SK/X/2004 menyatakan bahwa yang tergolong perbekalan
farmasi adalah sediaan farmasi, alat kesehatan, gas medis, reagen,
bahan kimia, radiologi, dan nutrisi. Gas medis yang umumnya ada di
rumah sakit di antaranya adalah gas CO2, O2, dan N2O. Fungsi dari
gas CO2 adalah untuk merangsang respirasi setelah terjadi apnea dan
digunakan untuk manajemen obstruksi pernafasan kronis setelah
obstruksi teratasi.3. Pelayanan Farmasi Satelit Khusus di Instalasi
Bedah SentraL (IBS), Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Intensive
Care Unit (ICU)Berdasarkan Kepmenkes RI No.129/MENKES/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit disebutkan bahwa
jenis pelayanan rumah sakit yang minimal wajib disediakan oleh
rumah sakit, meliputi: pelayanan gawat darurat, pelayanan rawat
jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan bedah, pelayanan persalinan
dan perinatologi, pelayanan intensif, pelayanan radiologi,
pelayanan laboratorium patologi klinik, pelayanan rehabilitasi
medik, pelayanan farmasi, pelayanan gizi, pelayanan transfusi
darah, pelayanan keluarga miskin, pelayanan rekam medis,
pengelolaan limbah, pelayanan administrasi manajemen, pelayanan
ambulans/kereta jenazah, pelayanan pemulasaraan jenazah, pelayanan
laundry, pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit, dan pencegahan
pengendalian infeksi. Berdasarkan Kepmenkes RI
No.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit menyatakan pelayanan rumah sakit meliputi pelayanan IGD,
pelayanan rawat inap intensif, pelayanan rawat inap, pelayanan
rawat jalan, penyimpanan dan pendistribusian, dan produksi
obat.Instalasi Bedah Sentral memberikan pelayanan bedah terpadu
untuk tindakan operatif terencana maupun darurat dan diagnosis,
dilengkapi dengan peralatan kedokteran yang canggih dengan
fasilitas bangunan yang terdiri dari dua kamar operasi, ruang
persiapan, dan ruang pemulihan kesadaran. Pelayanan dilakukan oleh
staf medis yang berpengalaman, terdiri dari dokter spesialis,
perawatan bedah, perawatan anestesi, dan tenaga non medis
bersertifikat keahlian khusus (RSPI, 2009).
4. Pelayanan Farmasi KlinikFarmasi klinik merupakan suatu
keahlian dalam bidang kesehatan yang bertanggung jawab untuk
meningkatkan keamanan, kerasionalan, dan ketepatan penggunaan
terapi obat oleh penderita melalui penerapan pengetahuan dan fungsi
terspesialisasi dari apoteker dalam pelayanan penderita (Siregar
dan Amalia, 2004). Saat ini orientasi praktek kefarmasian mengarah
ke patient oriented, dari yang semula orientasi mengarah pada drug
oriented. Dan ini akan lebih terlihat pada bagian farmasi klinik.
Tujuan farmasi klinik adalah untuk:1. Memaksimalkan efektivitas
terapi obat yang meliputi ketepatan indikasi, ketepatan pemilihan
obat, dan ketepatan pengaturan dosis, sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi pasien, serta evaluasi terapi.2. Meminimalkan risiko
ketidakamanan penggunaan obat, meliputi efek samping, dosis,
interaksi, dan kontraindikasi.3. Meminimalkan biaya untuk rumah
sakit dan pasien 4. Menghormati pilihan pasien, karena keterlibatan
pasien dalam proses pengobatan akan menentukan keberhasilan terapi
(Aslam, dkk 2003).Kegiatan pelayanan kefarmasian menurut Kepmenkes
No.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit adalah sebagai berikut:a. Pengkajian resep, merupakan
kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari seleksi
persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan
klinik baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalanb.
Dispensing, merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap
validasi, interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan
label/etiket, penyerahan obat dengan memberikan informasi obat yang
memadai disertai sistem dokumentasic. Pemantauan dan pelaporan efek
samping obat, merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap
obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis
normal, yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis,
diagnosis dan terapi.d. Pelayanan Informasi Obat (PIO), merupakan
kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker dalam memberikan
informasi secara akurat, tidak bias, dan terkini kepada dokter,
apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya, dan pasiene.
Konseling, merupakan proses sistematik untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan
penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap. Tujuan
konseling, meliputi tujuan umum yaitu, meningkatkan hasil terapi
dengan cara memaksimalkan penggunaan obat yang benar, mencegah
terjadinya Drug Related Problem (DRP), dan menurunkan biaya
pengobatan. Sedangkan tujuan akhirnya yaitu, meningkatkan kepatuhan
pasien dalam penggunaan obat, yang pada akhirnya akan meningkatkan
kualitas hidup pasienf. Edukasi, merupakan proses pembelajaran atau
pemberian informasi obat yang diberikan kepada seluruh komunitas
yang ada di rumah sakit meliputi masyarakat umum atau tenaga
kesehatan lain seperti perawat, asisten apoteker, apoteker maupun
dokter. Topik edukasi disesuaikan dengan kebutuhan sasaran yang
diberi edukasi. Dengan adanya edukasi, diharapkan pasien dan tenaga
medik yang turut serta dalam melakukan layanan kesehatan semakin
mengerti tentang obat dan tujuan terapi g. Pemantauan Kadar Obat,
dilakukan atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks
terapi obat sempit. h. Visite Pasien, merupakan kegiatan kunjungan
ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan
lainnya maupun secara mandiri. Hal ini bertujuan dalam pertimbangan
pemilihan obat, menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi
terapetik, serta menilai kemajuan pasien, bekerja sama dengan
tenaga kesehatan lain.i. Drug Use Evaluation (DUE), merupakan
program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan
berkesinambungan untuk menjamin obat-obatan yang digunakan sesuai
indikasi, efektif, aman, dan terjangkau oleh pasien. Pelayanan
farmasi klinik telah berkembang ke arah pharmaceutical care.
Pharmaceutical care merupakan suatu praktek dimana praktisi
mempunyai tanggung jawab terhadap kebutuhan terapi obat pasien dan
dapat mempertanggungjawabkan komitmen tersebut. Proses pelaksanaan
pharmaceutical care yaitu melalui hubungan kerjasama antara
farmasis dengan pasien dan tenaga kesehatan lain untuk
merencanakan, menerapkan, dan monitoring terapi sehingga
menghasilkan outcome terapi spesifik bagi pasien. Fungsi
pharmaceutical care, antara lain mengidentifikasi terjadinya drug
related problem (DRP) baik yang aktual maupun potensial, serta
menyelesaikan DRP aktual dan mencegah DRP pontensial (Hepler and
Strand, 2003).Penerapan pharmaceutical care dalam farmasi klinik
dapat dilakukan berupa patient care. Proses patient care dalam
pelayanan farmasi klinik meliputi assessment, care plan, dan
evaluation. Proses pharmaceutical Care dapat digambarkan sebagai
berikut (Aslam,dkk, 2003).
Gambar 4. Proses Pharmaceutical Care (Aslam dkk., 2003)
a. AssessmentAda tiga tujuan assessment, antara lain:1. Memahami
pasien secara cukup baik agar dapat mengambil keputusan terapi obat
yang rasional dengan dan untuk pasien2. Menentukan apakah terapi
obat pasien sudah tepat, efektif, dan aman, serta untuk menentukan
apakah pasien mematuhi prosedur medikasinya3. Mengidentifikasi
masalah-masalah terapi obat (Cipolle et al., 2004).Informasi yang
diperlukan untuk membuat keputusan klinis dengan pasien meliputi
data pasien (informasi demografis, pengalaman medikasi), data
penyakit (kondisi medis terkini, riwayat medis, status gizi,
tinjauan sistem), dan dampak obat (medikasi terkini, penggunaan
medikasi masa lalu, imunisasi, alergi, dan kewaspadaan).Dua
kegiatan utama yang terjadi selama proses assessment adalah:a)
Memperoleh informasi dari pasien, danb) Membuat keputusan klinis
tentang medikasi pasien dan memenuhi kebutuhan pasien terkait obat
atau masalah terapi obat
b. Care PlanKegiatan care plan yaitu menentukan goal terapi,
memilih intervensi yang tepat untuk memecahkan DRP, mencapai goal
terapi dan mencegah DRP. Responsibility care plan yaitu
mempertimbangkan alternatif terapi, memilih farmakoterapi yang
spesifik untuk pasien, mempertimbangankan intervensi non
farmakologi, edukasi pasien, dan menentukan jadwal pengobatan yang
tepat dan sesuai. Tujuan utama care plan yaitu mencapai tujuan
terapi (Cipolle et al., 2004).DRP merupakan hal yang tidak
diinginkan atau resiko yang dialami oleh pasien yang melibatkan
atau dicurigai melibatkan terapi obat dan yang menghambat atau
menunda dalam pencapaian tujuan terapi yang diinginkan.
Masalah-masalah ini diidentifikasi selama proses penilaian sehingga
masalah-masalah itu dapat diselesaikan melalui perubahan yang
khusus dalam regimen pasien. Proses yang digunakan untuk
mengidentifikasi apakah pasien mengalami masalah terapi obat
mensyaratkan penilaian kontinyu atas empat pertanyaan logis:a)
Apakah pasien memiliki indikasi untuk tiap terapi obatnya, dan
apakah tiap indikasi pasien telah dirawat dengan terapi obat?b)
Apakah terapi obat ini efektif untuk kondisi medisnya?c) Apakah
terapi obat sudah aman?d) Apakah pasien mampu dan bersedia mematuhi
terapi obat sesuai petunjuk?Ketika ahli klinis menerapkan
pengetahuan tentang pasien, penyakit, dan obat-obatan kepada
seperangkat pertanyaan ini, mereka dapat membuat keputusan klinis
sehubungan dengan apakah persoalan terapi obat memang ada. Jika
pasien tersebut mengalami masalah terapi obat, maka masalah ini
dapat digolongkan ke dalam salah satu dari tujuh kategori berikut
ini.Tabel 6. Masalah Terapi Obat dan Deskripsi Masalah Terapi
ObatMasalah terapi obatDeskripsi masalah terapi obat
Terapi obat yang tak diperlukanTerapi obat tidak diperlukan
karena pasien tidak memiliki indikasi klinis saat ini
Perlu terapi obat tambahanTerapi obat tambahan diperlukan untuk
merawat atau mencegah suatu kondisi medis
Obat tidak efektifProduk obat tidak efektif untuk menghasilkan
respon yang diinginkan
Dosis terlalu rendahDosis terlalu rendah untuk menciptakan
respon yang diinginkan
Reaksi obat yang merugikanObat menimbulkan reaksi yang
merugikan
Dosis terlalu tinggiDosis terlalu tinggi sehingga menghasilkan
efek yang tidak diinginkan
KetidakpatuhanPasien tidak mampu atau tidak bersedia meminum
obat secara tepat waktu
Setelah digolongkan, selanjutnya perlu diidentifikasi penyebab
bagi tiap masalah terapi obat. Proses ini meliputi mengidentifikasi
kondisi medis yang dilibatkan dalam masalah tersebut, terapi obat
yang berkaitan dengan masalah tersebut, dan penyebab masalah
tersebut. Apabila dijumpai masalah terapi obat ganda, maka masalah
itu perlu di kelompokkan prioritasnya untuk menentukan persoalan
mana yang perlu ditangani terlebih dahulu. Hasil dari penilaian
kebutuhan pasien yang terkait obat adalah deskripsi dan skala
prioritas dari masalah-masalah terapi obat yang akan diselesaikan
melalui intervensi spesifik dalam rencana perawatan (Cipolle et
al., 2004).c. Evaluasi (follow up)Tujuan dari evaluasi (follow up)
adalah menentukan outcome aktual dari terapi obat untuk pasien
tersebut, membandingkan hasil-hasil ini dengan tujuan terapi yang
direncanakan, menentukan efektivitas dan keamanan farmakoterapi,
mengevaluasi kepatuhan pasien, dan menetapkan status terkini dari
pasien tersebut (Cipolle, et al., 2004). Kegiatan-kegiatan khusus
yang dilaksanakan selama evaluasi (follow up) dijelaskan berikut
ini:a) Mengamati atau mengukur hasil positif yang dialami pasien
akibat terapi obat (efektivitas).b) Mengamati atau mengukur
efek-efek yang tak diinginkan yang dialami pasien yang ditimbulkan
oleh terapi obat (keamanan).c) Menentukan dosis aktual pemberian
obat yang akan diminum pasien yang menghasilkan outcome yang
diamati (kepatuhan).d) Membuat keputusan klinis tentang status
kondisi medis atau penyakit pasien yang sedang ditangani dengan
terapi obat (outcome).e) Menilai kembali pasien tersebut untuk
menentukan apakah ia mengalami masalah terapi obat baru.
5. Central Sterile Supply Departement (CSSD)Pusat Sterilisasi
(CSSD) merupakan sebuah instalasi yang bertugas menyiapkan
alat-alat bersih dan steril untuk keperluan perawatan pasien di
rumah sakit. Fungsi CSSD adalah menerima, memproses, memproduksi,
mensterilkan, menyimpan, serta mendistribusikan peralatan medis ke
berbagai ruangan di rumah sakit untuk kepentingan perawatan pasien
(Anonim, 2009a).Tugas utama dalam pusat sterilisasi adalah:a.
Menyiapkan peralatan medik untuk perawatan pasien.b. Melakukan
proses sterilisasi alat atau bahan.c. Mendistribusikan alat yang
dibutuhkan ruangan perawatan, kamar operasi maupun ruangan
lainnya.d. Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan dan bahan yang
aman dan efektif serta bermutu.e. Mempertahankan stock inventory
yang memadai untuk keperluan perawatan pasien.f. Mempertahankan
standar yang telah ditetapkan.g. Mendokumentasikan setiap aktifitas
pembersihan, desinfeksi maupun sterilisasi sebagai bagian dari
program upaya pengendalian mutu.h. Melakukan penelitian terhadap
hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan dan pengendalian infeksi
bersama dengan panitia pengendali infeksi nosokomial.i. Memberikan
penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah
sterilisasi.j. Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan staf
instalasi pusat sterilisasi baik yang bersifat intern maupun
ekstern.k. Mengevaluasi hasil sterilisasi (Anonim, 2009a).Menurut
Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (2009), alur aktivitas
fungsional dari Pusat Sterilisasi secara umum dapat digambarkan
sebagai berikut:
a. Pembilasan: pembilasan alat-alat yang telah digunakan yang
tidak dilakukan di ruang perawatan.b. Pembersihan: semua peralatan
pakai ulang harus dibersihkan secara baik sebelum dilakukan proses
disinfeksi dan sterilisasi.c. Pengeringan: dilakukan sampai
kering.d. Inspeksi dan pengemasan: setiap alat bongkar pasang harus
diperiksa kelengkapannya, sementara untuk bahan linen harus
diperhatikan densitas maksimumnya.e. Memberi label: setiap kemasan
harus mempunyai label yang menjelaskan isi dari kemasan, cara
sterilisasi, tanggal sterilisasi, dan kadaluarsa sterilisasi.f.
Pembuatan: membuat dan mempersiapkan kapas serta kasa balut, yang
kemudian akan disterilkan.g. Sterilisasi: sebaiknya diberikan
tanggung jawab kepada staf yang terlatih.h. Penyimpanan: harus
diatur secara baik dengan memperhatikan kondisi penyimpanan yang
baik.i. Distribusi: dapat dilakukan berbagai sistem distribusi
sesuai dengan rumah sakit masing-masing (Anonim, 2009aAlur kerja
dibuat sedemikian rupa sehingga pekerjaan dapat efektif dan
efisien, menghindari terjadinya kontaminasi silang sehingga daerah
bersih dan kotor hendaknya terpisah, jarak yang ditempuh pekerja
sedekat mungkin dan tidak bolak-balik, serta memudahkan dalam
pemantauan (Anonim, 2009a).
Gambar 5. Alur Kerja Instalasi Pusat Sterilisasi (Anonim,
2009a)
Kepala Instalasi Pusat SterilisasiPenanggungjawab
administrasiSub Instalasi DistribusiSub Instalasi Dekontaminasi,
Sterilisasi, dan ProduksiSub Instalasi Pengawasan Mutu,
Pemeliharaan Sarana dan Peralatan, K3, dan DiklatUntuk dapat
memberikan pelayanan sterilisasi yang baik dan memenuhi kebutuhan
barang steril di rumah sakit, Instalasi Pusat Sterlisasi dipimpin
oleh Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi dan dibantu oleh
sekurang-kurangnya penanggungjawab administrasi, sub instalasi
dekontaminasi, sterilisasi dan produksi, sub instalasi pengawasan
mutu, pemeliharaan sarana dan peralatan, K3, dan diklat.
Gambar 6. Struktur Organisasi Instalasi Pusat Sterilisasi
(Anonim, 2009a)
Menurut Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi, ruang pusat
sterilisasi terbagi menjadi lima ruang, yakni:1. Ruang
dekontaminasiBeberapa persyaratan yang harus dipenuhi:a. Ventilasi:
udara dari ruang dekontaminasi harus dihisap keluar atau ke sistem
udara yang mempunyai filter, tekanan udara harus negatif tidak
mengkontaminasi udara ruangan lainnya, serta tidak dianjurkan
penggunaan kipas angin.b. Suhu antara 18oC-22oC dan kelembaban
udara antara 35-75% yang direkomendasikan.c. Kebersihan: bebas dari
debu, serangga, vermin, dan mikroorganisme, serta dilakukan
pemisahan antara sampah infeksius dan non infeksius.d. Lokasi ruang
dekontaminasi harus rerletak di luar lalu lintas utama rumah sakit,
dirancang sebagai area tertutup, secara fungsional terpisah dari
area area lainnya sehingga benda-benda kotor langsung datang/masuk
ke ruang dekontaminasi, benda-benda kotor tersebut kemudian
dibersihkan dan atau didisinfeksi sebelum dipindahkan ke area yang
bersih atau ke area proses sterilisasi, serta memiliki peralatan
yang memadai dari segi desain, ukuran, dan tipenya untuk
pembersihan dan/atau disinfeksi alat-alat kesehatan.2. Ruang
pengemasan alatDi ruangan ini dilakukan proses pengemasan alat
untuk alat bongkar pasang maupun pengemasan dan penyimpanan barang
bersih. Pada ruangan ini dianjurkan ada tempat penyimpanan barang
tertutup. 3. Ruang produksi dan processingDi ruangan ini dilakukan
pemeriksaan linen, dilipat, dan dikemas untuk persiapan
sterilisasi. Pada daerah ini sebaiknya ada tempat untuk penyimpanan
barang tertutup. Selain linen, pada ruang ini juga dilakukan pula
penyiapan untuk bahan seperti kain kasa, kapas, cotton swab, dan
lain-lain.4. Ruang sterilisasiDi ruang ini dilakukan proses
sterilisasi alat/bahan. Untuk sterilisasi dengan etilen oksida,
sebaiknya dibuatkan ruangan khusus yang terpisah tetapi masih dalam
satu unit pusat sterilisasi dan dilengkapi dengan exhaust.5. Ruang
penyimpanan barang sterilRuangan ini sebaiknya berada dekat dengan
ruangan sterilisasi. Apabila digunakan mesin sterilisasi dua pintu,
maka pintu belakang langsung berhubungan dengan ruang penyimpanan.
Di ruang ini penerangan harus memadai, suhu antara 18C-22C dan
kelembaban 35%-75%, ventilasi menggunakan sistem tekanan positif
dengan efisiensi filtrasi partikular antara 90%-95% (untuk
partikular berukuran 0,5 mikron). Dinding dan lantai ruangan
terbuat dari bahan yang halus, kuat sehingga mudah dibersihkan,
alat steril disimpan pada jarak 19-24 cm dari lantai dan minimum 43
cm dari langit-langit serta 5 cm dari dinding serta diupayakan
untuk menghindari terjadinya penumpukan debu pada kemasan, serta
alat steril tidak disimpan dekat wastafel atau saluran pipa lainnya
(Anonim, 2009a).Tahap-tahap sterilisasi alat/bahan medik menurut
Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi: 1. DekontaminasiAdalah proses
fisik atau kimia untuk membersihkan benda-benda yang mungkin
terkontaminasi oleh mikroba yang berbahaya bagi kehidupan, sehingga
aman untuk proses-proses selanjutnya. Tujuan dari proses
dekontaminasi ini adalah untuk melindungi pekerja yang bersentuhan
langsung dengan alat-alat kesehatan yang sudah melalui proses
dekontaminasi tersebut, dari penyakit-penyakit yang disebabkan oleh
mikroorganisme pada alat-alat kesehatan tersebut. 2.
PengemasanBerperan terhadap keamanan dan efektivitas perawatan
pasien yang merupakan tanggung jawab utama Pusat Sterilisasi.
Prinsip dasar pengemasan yaitu sterilan harus dapat diserap dengan
baik menjangkau seluruh permukaan kemasan dan isinya, harus dapat
menjaga sterilitas isinya hingga kemasan dibuka, harus mudah dibuka
dan isinya mudah diambil tanpa menyebabkan kontaminasi. Adapun
persyaratan bahan pengemas:a. Harus tahan terhadap kondisi fisik,
seperti suhu tinggi, kelembaban, tekanan dan/atau hisapan pada
proses sterilisasi. b. Udara pada kemasan dan isinya harus bisa
keluar.c. Sterilan pada proses uap, EO, atau panas-kering harus
dapat menyerap dengan baik pada seluruh permukaan dan serat semua
isi dan kemasan. d. Sterilan harus dapat dilepaskan pada akhir
siklus sterilisasi. 3. SterilisasiAda beberapa metode sterilisasi
yang dapat digunakan:1. Metode sterilisasi panas kering, 2. Metode
sterilisasi Etilen Oksida3. Metode sterilisasi uap4. Metode
sterilisasi suhu rendah uap-formaldehidaJenis-jenis indikator
sterilisasi menurut Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi antara lain
indikator mekanik, indikator kimia dan indikator biologi.4.
Penyimpanan dan distribusiAlat yang telah disterilisasi disimpan
pada ruangan penyimpanan dan didistribusikan ke seluruh unit rumah
sakit berdasarkan kebutuhan (Anonim, 2009a).
145
BAB IIITINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT BETHESDA
A. Sejarah Rumah Sakit BethesdaRumah Sakit Bethesda awalnya
dikenal dengan nama Rumah Sakit Toeloeng karena dalam pelayanan
terhadap pasien, rumah sakit ini tidak memandang Apa dan Siapa
pasien itu, tetapi mengutamakan pertolongan pasien terlebih dahulu.
Rumah Sakit Bethesda diresmikan pada tanggal 20 Mei 1899 oleh dr.
J. Gerrit Schuerer, seorang dokter utusan dari Belanda dan dikenal
dengan nama Founding Father. Kemudian diubah namanya menjadi Rumah
Sakit Petronella (Petronella Zending Hospital). Nama Petronella
berasal dari nama istri pendeta Coeverden Andani merupakan salah
satu penyandang dana untuk Rumah Saki Toeloeng. Rumah sakit ini
berdiri atas dukungan Sri Sultan Hamengkubuwono VII dan dibantu
oleh pemuda Yoram dan Sambiyo. Kepemimpinan dr. J.Gerrit Scheurer
berakhir pada tahun 1906, kemudian digantikan oleh dr. H.S. Pruys.
Di masa kepemimpinan dr. H.S. Pruys, dibangun beberapa rumah sakit
pembantu seperti Wates, Medari, Randugunting, Patalan, dan
Wonosari. Kemudian dr. H.S. Pruys diganti oleh dr. J. Offringa
(1918-1930) dan berhasil membuat pembaharuan terhadap Rumah Sakit
Petronella dengan membangun poliklinik Autos dan juga rumah sakit
pembantu seperti Sewugalur, Tanjungtirto, Sanden, Doangan,
Sorogedug-wonojaya, Cebongan, Pakem, Tungkak, dan Godean. Setelah
kepemimpinan dr. J. Offringa, kepemimpinan rumah sakit
berturut-turut adalah dr. K.P. Groot (1930-1942), dr. L.G.J.
Samallo (1942-1949). Pada zaman penjajahan Jepang (1942-1945) RS
ini namanya diganti dengan Yogyakarta Tjuo Bjoin, dan kemudian
setelah terlepas dari penjajahan Jepang dikenal sebagai Rumah Sakit
Pusat.Agar masyarakat umum mengetahui bahwa Rumah Sakit Pusat ini
merupakan salah satu rumah sakit pelayananan kasih (Kristen), maka
pada tanggal 28 Juni 1950 diganti dengan namaRumah Sakit
Bethesdayang mempunyai arti kolam penyembuhan. Rumah Sakit
Bethesdatergabung dalam suatu yayasan yang menaungi rumah
sakit-rumah sakit Kristen, yang bernama YAKKUM (Yayasan Kristen
Untuk Kesehatan Umum). Yayasan ini resmi berdiri pada tanggal 1
Februari 1950 yang diketuai oleh dr. L.G.J. Samallo. Pada tahun ini
pula RS Bethesda berganti kepemilikan ke pihak swasta. Selanjutnya,
kepemimpinan diganti oleh dr. Kasmalo Paulus (1950-1958), dr. R.D.
Rekso Diwiryo (1958-1964), dr. Guno Sumekto (1973-1988) yang
berhasil mendirikan KOKARDA (Koperasi Karyawan Bethesda).
Kepemimpinan berikutnya adalah dr. R. Noegroho Hadi Poerwowidagdo,
Sp. OG., (1989-2000) dan Rumah Sakit Bethesda dipimpin oleh dr.
Sugianto, Sp.S., M.Kes., Ph.D. (2000-2010). Sekarang Rumah Sakit
Bethesda dipimpin oleh dr. Purwoadi S. SpPD.B. Perkembangan Rumah
Sakit BethesdaRumah Sakit Bethesda merupakan rumah sakit swasta
kelas utama tipe B dengan kapasitas 440 tempat tidur dan adanya
pelayanan umum, spesialis, dan sub-spesialis. Rumah Sakit Bethesda
memiliki motto Tolong Dulu Urusan Belakang,terlihat di dalam setiap
pelayanan kepada pasien yang membutuhkan tanpa membedakan suku,
agama, dan golongan. Rumah Sakit Bethesda mengalami perkembangan
baik dari segi pelayanan kesehatan, sarana dan prasarana, maupun
fasilitas yang tersedia. Perkembangan yang dilakukan di Rumah Sakit
Bethesda bertujuan untuk memuaskan pasien dengan meningkatkan
kemampuan, pengalaman, dan pelayanan di bidang kesehatan sehingga
dapat menjadi rumah sakit pilihan bagi pasien, sesuai perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta ditunjang fasilitas yang
memadai baik gedung, peralatan medik, maupun non-medik.
Perkembangan yang tampak hingga sekarang antara lain:1. Realisasi
perencanaan dan pembangunan inovasi baru, dilakukan perubahan
perubahan sistem pelayanan pasien rawat jalan dan rawat inap dengan
sistem komputerisasi serta mengantisipasi perubahan dan persaingan
dengan menyusun strategic planning selama 5 tahun.2. Rumah Sakit
Bethesda menggunakan standar mutu The International Organization of
Standardization (ISO) 9001:2008 yang ditekankan pada tiga titik,
yakni kompetensi sumber daya manusia (SDM), customer satisfaction
yang terukur, dan continuous improvement.3. Rumah Sakit Bethesda
sedang dalam penyesuaian Sistem Informasi Manajemen (SIM) yang
baru, yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pelayanan kesehatan.4. Pelayanan home care yaitu pelayanan
rehabilitasi lanjutan di rumah/di luar rumah sakit, meliputi;
kunjungan dokter, perawat, fisioterapi, laboratorium; antar jemput
pasien stroke; perawatan luka; perawatan dan penggantian NGT,
kateter, trakeostami, EKG dan jenis pelayanan lain sesuai kondisi
pasien stroke; kebutuhan alat bantu bagi penderita stroke (kursi
roda, tripod/tongkat kaki tiga, walker dan lainnya).5.
Fasilitas-fasilitas penunjang: pusat stroke akut (PSA) dengan
pemeriksaan atau fasilitas penunjang seperti perawatan di PSA,
perawatan terpadu dengan melibatkan dokter jantung, penyakit dalam,
rehabilitas medis, fisioterapi, dan farmasi klinik, dan
lain-lain.6. Penyediaan penunjang medis lainnya, seperti
transcranial doppler, CT Scan, laboratorium bone densitometry,
fasilitas terbaru yaitu adanya sleep laboratory bagi pasien yang
memiliki masalah tidur, laparascopy, dan lain-lain.7. Penyediaan
penunjang di instalasi farmasi seperti aerocom yang menambah
kecepatan waktu pelayanan obat pada pasien rawat inap maupun rawat
jalan.8. Penyediaan ruangan Farmasi Rawat Jalan yang dapat
memungkinkan pasien untuk berinteraksi langsung dengan apoteker.9.
Ruang Galilea terdapat Ruang PICU dan NICU.10. Penyediaan ruang
konseling bagi pasien yang membutuhkan konseling dari apoteker.11.
Renovasi Ruang PSPM (Pusat Sterilisasi Peralatan Medik) dimana saat
ini ditempatkan di basemant untuk sementara waktu tetapi
sterillitasnya masih tetap terjamin.C. Visi dan Misi Rumah Sakit
BethesdaVisi Rumah Sakit Bethesda adalah Menjadi rumah sakit
pilihan yang bertumbuh dan memuliakan Tuhan. Sebuah visi harus
reliable yaitu dapat dicapai dan rasional. Rumah Sakit Bethesda
dalam perkembangannya saat ini ingin menjadi rumah sakit yang
dipilih oleh masyarakat, dimana Rumah Sakit Bethesda memiliki
kelebihan dalam aspek pelayanan, fasilitas, misalnya adanya stroke
centre, dan aerocom. Rumah Sakit Bethesda senantiasa berkembang ke
arah yang lebih baik, dengan adanya penambahan fasilitas, renovasi
gedung, perbaikan pelayanan. Rumah Sakit Bethesda juga memiliki
visi untuk memuliakan Tuhan, dimana semua pelayanan yang dilakukan
semata-mata untuk kemuliaan Tuhan, tidak mengambil keuntungan
pribadi. Misi Rumah Sakit Bethesda saat ini adalah:1)
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang holistik, unggul,
efisien, efektif, dan aman yang berwawaskan lingkungan.2)
Menyelenggarakan pelatihan, penelitian, dan pengembangan yang
berkesinambungan untuk menghasilkan SDM yang berintegritas dan
berjiwa kasih.3) Mewujudkan pelayanan kesehatan yang terjangkau,
memuaskan customer dengan jejaring yang luas dan mampu berkembang
dengan baik.4) Menyediakan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan
dengan mempertimbangkan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.D. Falsafah dan Peran Rumah Sakit BethesdaFalsafah Rumah
Sakit Bethesda saat ini meliputi :1) Setiap manusia sejak saat
pembuahan sampai kematian, mempunyai citra dan martabat yang mulia
sebagai ciptaan Allah.2) Setiap orang berhak memperoleh derajat
kesehatan yang optimal dan wajib ikut serta dalam usaha memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatannya.3) Dengan dasar dan semangat
cinta kasih, pelayan kesehatan rumah sakit terpanggil untuk
berperan serta dalam upaya memberdayakan sesama melalui pendekatan,
pemeliharaan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
penyembuhan penyakit dan pemulihan, serta pendidikan kesehatan yang
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.Sedangkan peran Rumah
Sakit Bethesda dalam pelayanan kesehatan antara lain:1) Sebagai
Roemah Sakit Toeloeng yang memberdayakan masyarakat untuk
memperoleh derajat kesehatan yang optimal.2) Sebagai Unit Kerja
YAKKUM yang berwawasan kesatuan, kerasionalan, dan
keswasembadaan.3) Sebagai mitra pemerintah dalam menyelenggarakan
Sistem Kesehatan Nasional (SKN).4) Sebagai rumah sakit rujukan.5)
Sebagai rumah sakit untuk pendidikan dan pelatihan.6) Sebagai
wahana pelayanan dan peningkatan kesejahteraan karyawan.
E. Tujuan Rumah Sakit BethesdaTujuan Rumah Sakit Bethesda adalah
untuk mewujudkan kasih Allah melalui pelayanan terhadap sesama,
tanpa membedakan suku, agama, kepercayaan, golongan, dan budaya
berdasarkan motto Tolong Dulu Urusan Belakang dengan cara:1)
Membudayakan hidup sehat secara utuh dan menyeluruh2) Memberikan
pelayanan kasih yang prima3) Menciptakan iklim kerja yang mendukung
pengembangan kinerja dan kesejahteraan karyawan4) Melakukan
penelitian dan pendidikan untuk peningkatan dan penyempurnaan
pelayanan5) Menjalin kerjasama dengan lembaga pelayanan yang
lain
F. Visi, Misi, Falsafah, Tujuan dan Struktur Organisasi
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) BethesdaMenjadi Instalasi
Farmasi yang terdepan dalam pelayanan, informasi, dan pengetahuan
kefarmasian, mengutamakan pengembangan sumber daya demi
menghasilkan pelayanan yang profesional agar pelanggan yang puas
dan setia berdasarkan kode etik dan cinta kasih bagi kemuliaan
Tuhan.
Aspek- aspek yang terdapat pada visi IFRS Bethesda: 1) Terdepan
dalam pelayanan, informasi, dan pengetahuan kefarmasian Aspek ini
menggambarkan bahwa IFRS dapat menjadi terdepan dalam berbagai
aspek dan selalu berinovasi sesuai perkembangan ilmu pengetahuan
yang ada. Hal ini mendukung terwujudnya eight stars Pharmacists
yaitu life-long learner dimana IFRS akan selalu belajar dan
mengikuti informasi yang up to date.2) Pelayanan yang
professionalAspek ini menggambarkan bahwa IFRS dapat senantiasa
memberikan pelayanan yang profesional dari segi informasi yang
diberikan, pelayanan yang cepat, tepat, sehingga konsumen, dalam
hal ini pasien merasa puas dan setia. Jika pasien puas dan setia
maka pasien akan menjadikan IFRS Bethesda sebagai pilihan pertama
untuk pengobatan dan hal ini akan menguntungkan Rumah Sakit
Bethesda karena selain menjalankan fungsi pelayanan, sebuah Rumah
Sakit juga menjalankan fungsi bisnis supaya suatu rumah sakit tetap
dapat berjalan.3) Bagi kemuliaan TuhanAspek ini menggambarkan bahwa
IFRS senantiasa mengembalikan semua yang didapat untuk kemuliaan
Tuhan semata, bukan untuk kepentingan pribadi, kesombongan diri.
Semua pelayanan yang dilakukan untuk Tuhan, bukan hanya untuk
masyarakat tetapi secara tidak langsung juga untuk kemuliaan
Tuhan.Misi baru IFRS Bethesda adalah sebagai berikut:1) Menjamin
keamanan layanan dengan menyediakan sediaan farmasi yang
berkualitas, terjangkau dalam jumlah dan pada waktu yang
dibutuhkan.2) Melayani dengan ramah dan terpadu sehingga memiliki
citra yang menghasilkan pelanggan yang puas dan setia.3) Membangun
pelayanan farmasi yang memenuhi standar mutu dan bisa dimanfaatkan
sebagai acuan pelatihan dan pengembangan sumber daya/ profesi
farmasi.4) Mengembangkan SDM untuk mendapatkan SDM yang kompeten,
berkomitmen, puas dan produktif.5) Mengembangkan spiritualitas SDM
sehingga menghasilkan SDM yang berkarakter kasih, sukacita, damai
sejahtera, kesabaran, kesetiaan, kemurahan hati, kebaikan,
kelemahlembutan, dan penguasaan diri.6) Melaksanakan pelayanan
farmasi yang berbasis sistem informasi yang handal dengan sarana
prasarana yang sesuai dengan perkembangan teknologi. Misi IFRS
Bethesda meliputi aspek-aspek:a) Aspek kualitas dan kuantitas
sediaan farmasi dan alat kesehatan dan aspek ekonomi sediaan
farmasi dan alat kesehatanUntuk mencapai visi pelayanan yang
profesional perlu didukung oleh persediaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang berkualitas, terjangkau, pada dana yang seminimal
mungkin, dengan jumlah dan waktu yang tepat sehingga pelayanan yang
diberikan kepada pelanggan tepat waktu. Dalam perkembangannya, IFRS
Bethesda selalu melakukan pengendalian mutu perbekalan farmasi,
walaupun bagian pengendalian mutu ini tidak terdapat secara nyata
dalam struktur organisasi, tetapi dalam tahap logistik yang
dilakukan oleh IFRS Bethesda selalu dilakukan pemeriksaan mutu
perbekalan farmasi, baik saat proses pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, hingga saat pendistribusian perbekalan farmasi.b)
Aspek pelangganPelayanan yang diberikan kepada pelanggan, dimaksud
disini adalah pasien menjadi salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kepuasan dan loyalitas pelanggan. Pelayanan yang
dilakukan merupakan pelayanan yang ramah dan terpadu. Pelayanan
yang ramah dapat dilakukan dengan tersenyum, menyapa, dan memberi
salam kepada pelanggan sehingga pelanggan merasa dihargai. Adanya
pelayanan yang terpadu dimana seluruh pihak IFRS Bethesda turut
bekerja sama untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan.c) Aspek
pelayananIFRS Bethesda memberikan pelayanan yang terbaik kepada
pasien salah satunya dengan sistem informasi yang handal. Sistem
informasi manajemen di rumah sakit Bethesda dikembangkan menjadi
sistem informasi manajemen yang baru sehingga proses pelayanan
dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Pelayanan farmasi yang
diberikan juga harus memenuhi standar mutu misalnya dengan adanya
perubahan dalam struktur organisasi IFRS. Kepala IFRS dalam
tugasnya dibantu oleh Kalakhar Logistik, Produksi, & CDR yang
membawahi Koordinator Produksi & CDR dan Koordinator Gudang
& Gas Medis dan Kalakhar Pelayanan yang membawahi Koordinator
Ambulatory, Koordinator Satelit Khusus dan Koordinator Rawat Inap,
ASKES, Karyawan & Operasional. Kepala IFRS juga berkoordinasi
langsung dengan case manager farmasi klinik dan Koordinator
Administrasi Akuntansi Farmasi & IM. Adanya pembagian ini dapat
memacu masing-masing bagian untuk berkonsentrasi pada tugasnya
masing-masing dan melaporkan kegiatan yang dilakukan sehingga
standar mutu yang diinginkan dapat terfokus untuk
ditingkatkan.Untuk pelayanan farmasi klinik, dalam IFRS Bethesda
juga melayani fasilitas Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling,
Drug Use Evaluation (DUE) dan monitoring efek samping obat (MESO).
Hal ini dapat meningkatkan mutu pelayanan farmasi di IFRS Bethesda.
Selain itu, adanya kegiatan farmasi klinik maupun pelayanan (rawat
inap dan gas medis, ambulatory, operasional, dan satelit khusus)
yang bermutu dapat digunakan sebagai acuan pengetahuan kefarmasian
bagi profesi apoteker yang magang maupun yang sedang dalam proses
praktek kerja lapangan.d) Aspek SDM dan Spiritualitas SDMSDM yang
berkompeten terlihat dari pelaksanaan tugasnya, dan komitmen SDM
terlihat dari keteguhan dalam melaksanakan tugasnya. Jika SDM
memiliki kompetensi dan komitmen terhadap pekerjaannya, maka tugas
yang dilaksanakan akan lebih baik. SDM yang produktif diperlukan
agar dengan SDM yang seminimal mungkin dapat menyelesaikan seluruh
tugas yang ada. Selain itu IFRS Bethesda juga melakukan
pengembangan spiritualitas SDM dengan menanamkan tanggung jawab SDM
dalam pelayanan bagi kemuliaan Tuhan, menanamkan karakter kasih,
sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kesetiaan, kemurahan hati,
kebaikan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri. Dengan menanamkan
karakter-karakter tersebut, maka SDM secara otomatis akan memiliki
karakter-karakter tersebut.e) Aspek pelatihan dan pengembangan
sumber daya atau profesi farmasiIFRS Bethesda selalu membuka
kesempatan baik bagi apoteker baru untuk dapat meningkatkan
pengalamannya dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat secara langsung, dan bagi calon apoteker untuk dapat
belajar secara nyata melalui program praktek kerja lapangan yang
bekerja sama dengan fakultas farmasi yang ada.Instalasi farmasi
Rumah Sakit Bethesda mempunyai falsafah sebagai berikut Pelayanan
farmasi rumah sakit adalah praktek keprofesian farmasi di rumah
sakit oleh tenaga yang berwenang dalam profesinya yaitu Apoteker
dan asisten Apoteker sebagai tenaga teknis. Pelayanan farmasi
merupakan mata rantai yang tidak terpisahkan dalam sistem pelayanan
kesehatan rumah sakit, berorientasi kepada pasien sebagai individu,
melalui dukungan terhadap terlaksananya pengobatan rasional dan
pengelolaan perbekalan farmasi yang profesional dengan
memperhatikan kesehatan dan keselamatan pasien serta berwawasan
lingkungan. Falsafah ini memuat empat aspek penting, yaitu aspek
yang berkaitan dengan sistem pelayanan kesehatan rumah sakit, aspek
pasien, dan aspek pengobatan rasional dan pengelolaan perbekalan
farmasi serta aspek kesehatan dan keselamatan pasien serta
berwawasan lingkungan. Falsafah instalasi farmasi ini sudah
diperbaharui seperti halnya visi dan misi tetapi jika dibandingkan
dengan falsafah yang lama tidak terlalu berbeda. Perbedaan yang
ditunjukkan, pada falsafah yang baru terdapat tambahan aspek yaitu
aspek pengobatan rasional. Namun, jika dibandingkan dengan visi dan
misi yang baru ma