LAPORAN PRAKTIKUMEVALUASI PHT PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH OLEH
IBU TARMADI DI DESA KOTAKAN, RT 02 RW 06, KELURAHAN BAKALAN,
KECAMATAN POLOKARTO, KABUPATEN SUKOHARJO
Oleh:
KELOMPOK 241. Nadia BrilliantiH 0812125Anggota2. Nia
Fitriani
H 0812126Anggota
3. Noer A Hasni
H 0812129Anggota4. Novitasari DikaH 0812131Anggota
5. Nur Alitasari
H 0812132Anggota6. Nur Hanifah
H 0812134Anggota7. Nur Shabrina Giesta H 0812136Ketua8. Paramita
Setya DH 0812143Anggota
9. Rafiah
H 0812146Anggota10. Ratih Dwi K
H 0812149Anggota11. Rina Sekarrini
H 0812153Anggota12. Riska AmbarwatiH 0812157Anggota13. Rizka
OctavianiH 0812159AnggotaAGROTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS
SEBELAS MARETSURAKARTA2014
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengendalian hamaterpadu (PHT)adalah sebuah pendekatan dalam
pengendalianhama dan penyakit tanaman dengan mempertimbangkan semua
aspek manajemen budidaya untuk mempertahankan serangan hama dan
penyakit dibawah ambang batas kerugian ekonomis. PHT dan Pertanian
Berkelanjutan merupakan suatu kebijakan pemerintah yang disahkan
dalam Undang-Undang. ProgramPHTmenggunakaninformasi yang ekstensif,
yang dikumpulkan dalam sistempenanaman dan memerlukanpengelolaan
yang cermat.Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu (PHT) atau
Integrated Pest Management (IPM) merupakan komponen integral dari
Sistem Pertanian Berkelanjutan. PHT bertujuan tidak hanya
mengendalikan populasi hama tetapi juga meningkatkan produksi dan
kualitas produksi serta meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan
petani. Cara dan metode yang digunakan adalah dengan memadukan
teknik-teknik pengendalian hama secara kompatibel serta tidak
membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
PHT memiliki tujuan mengendalikan populasi hama agar tetap
berada dibawah ambang yang tidak merugikan secara ekonomi. Strategi
PHT bukanlah eradikasi melainkan pembatasan. Pengendalian hama
dengan PHT disebut pengendalian secara multilateral, yaitu
menggunakan semua metode atau teknik yang dikenal dan penerapannya
tidak menimbulkan kerusakan lingkungan yang merugikan bagi hewan,
manusia, dan makhluk hidup laninya baik sekarang maupun pada masa
yang akan datang.Konsep PHT tidak tergantung pada teknik
pengendalian hama dan pengelolaan eksosistem tertentu tetapi PHT
tergantung pada keberdayaan atau kemandirian petani dalam mengambil
keputusan. Dalam mengembangkan sistem PHT didasarkan pada keadaan
agroekosistem setempat. Sehingga pengembangan PHT pada suatu daerah
boleh jadi berbeda dengan pengembangan di daerah lain. Hama adalah
binatang yang dianggap dapat mengganggu atau merusak tanaman dengan
memakan bagian tanaman yang disukainya. Misalnya, Serangga
(insecta), cacing (nematode), binatang menyusui, dan lain-lain.
Penyakit yang menyerang tanaman bukan disebabkan oleh binatang,
melainkan oleh makhluk mikrokospis, misalnya bakteri, virus,
cendawan (jamur), dan lain-lain.Pada pengendalian hama dan penyakit
secra biologi, kimiawi, mekanis, dan varietas tahan dapat dilakukan
secara terpadu, yaitu memadukan cara biologis, kimiawi, mekanis,
dan varietas tahan seacar berimbang. Pengendalian secara terpadu
ini dikenal dengan naman Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Pengendalian Hama Terpadu sangat baik dilakukan karena dapat
memberikan dampak positif, baik pengendalian hama dan pathogen
maupun terhadap lingkungan. Pengendalian hama dan penyakit secara
kimiawi memeang lebih efektif dibandingkan dengan pengendalian
secar biologis, mekanis, serta varietas tahan. Tetapi ternyata
menimbulkan residu efek terhadap lingkungan, yakni pencemaran
lingkungan. Pencemaran lingkungan akibat penggunaan bahan kimia
tersebut dapat berdampak terhadap unsure-unsur biologis, yaitu
musnahnya organism lain yang bukan sasaran, misalnya hewan-hewan
predator, hewan-hewan yang dapat membantu penyerbukan. Konsep
pengendalian hama terpadu lebih efektif dan efisien, serta
memberikan dampak negatif yang sekecil mungkin terhadap lingkungan
hidup. Keuntungan lain dari penerapan konsep pengendalian hama
terpadu adalah menghemat biaya. Oleh karena itu dilakukan praktikum
pengendalian hama terpadu di Polokarto Sukoharjo agar lebih dapat
mengimplementasikan ilmu yang didapat di tatap muka dikelas.Tanaman
bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas
sayuran dataran rendah. Kegunaan utama bawang merah adalah sebagai
bumbu masak. Meskipun bukan merupakan kebutuhan pokok, bawang merah
cenderung selalu dibutuhkan sebagai pelengkap bumbu masak
sehari-hari. Kegunaan lainnya adalah sebagai obat tradisional
(sebagai kompres penurun panas, diabetes, penurun kadar gula dan
kolesterol darah, mencegah penebalan dan pengerasan pembuluh darah
dan maag) karena kandungan senyawa allin dan allisin yang bersifat
bakterisida. Bawang Merah merupakan salah satu tanaman dan tumbuhan
berjenis umbi lapis. Bawang merah banyak digunakan sebagai bumbu
berbagai macam masakan di Asia Tenggara maupun di dunia.Pada zaman
dahulu sampai sekarang, bawang merah merupakan hal yang wajib hadir
sebagai bumbu penyedap masakan. Namun, disamping kegunaannya yang
banyak sekali. Bawang merah juga mempunyai kekurangan yaitu,
membuat manusia yang memakannya berlebihan mempunyai bau badan yang
berlebihan pula. B. Tujuan Praktikum
Praktikum Pengelolaan Hama Terpadu di Polokarto Sukoharjo
dilaksanakan dengan tujuan untuk:
1. Memberikan pengalaman lapang kepada mahasiswa dalam
mengembangkan
kemampuan teknik pengumpulan informasi, khususnya wawancara dan
observasi tentang kondisi lingkungan lahan, keberadaan OPT, cara
budidaya tanaman,pertumbuhan dan perkembangan tanaman, serta
kondisi sosial ekonomi petani
2. Mengevaluasi cara budidaya tanaman bawang merah dengan
pengendalian OPT sesuai prinsip PHT. Selain itu juga ditujukan
untuk menilai risiko OPT sebagai dasar budidaya pada musim tanam
berikutnya
3. Melatih mahasiswa bekerja dalam kelompok
4. Melatih mahasiswa presentasiC. Tempat/Lokasi Praktikum
Praktikum Pengelolaan Hama Terpadu ini dilaksanakan di Desa
Kotakan, RT 02 RW 06, Kelurahan Bakalan, Kecamatan Polokarto,
Kabupaten Sukoharjo. Dengan denah lahan pada gambar :
Gambar 1. Denah Lahan Praktikum
Gambar 1. Denah Lahan PraktikumII. TINJAUAN PUSTAKAA. Persiapan
LahanPengolahan tanah ditingkat petani umumnya dilakukan dengan
mengolah tanah secara intensif sampai gembur pada seluruh permukaan
tanah setiap akan menanam dan biasanya dilakukan dua sampai tiga
kali pembajakan baik dengan bajak mesin maupun ternak. Cara
pengolahan tanah tersebut disebut pengolahan konvensional
(conventional fillage). Cara pengolahan tanah secara konvensional
seperti demikian dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan
tanaman secara optimal, tetapi dampak positif tersebut hanya
sementara, karena untuk jangka panjang akan berdampak negatif
terhadap produktivitas lahan dan tanaman (Rosliani et al,
2010).Pemberian pupuk saat pengolahan tanah perlu diperhatikan.Hal
ini untuk menjaga agar tanah tidak mengalami kekahatan hara, karena
hara sangat diperlukan bagi pertumbuhan perkembangan tanaman yang
baik agar hasil yang diperoleh dapat menjadi maksimum. Pemupukan
yang diberikan sebelum bibit ditanam diharapkan dapat merangsang
pertumbuhan awal bibit yang nantinya akan ditanam
(Pudjogunarto,2011). Pengolahan tanah pada dasarnya dimaksudkan
untuk menciptakan lapisan olah yang gembur dan cocok untuk budidaya
bawang merah.Pengolahn tanah umumnya dilakukan untuk menggemburkan
tanah, memperbaiki drainase dan aerasi tanah, meratakan permukaan
tanah, dan mengendalikan gulma. Pada lahan kering, tanah dibajak
atau dicangkul sedalam 20 cm, kemudian dibuat bedengan-bedengan
dengan lebar 1,2 m, tinggi 25 cm, sedangkan panjangnya tergantung
pada kondisi lahan. Pada lahan bekas padi sawah atau tebu,
bedengan-bedengan dibuat terlebih dahulu dengan ukuran lebar 1,75
cm, kedalaman parit 50-60 cm, dengan lebar parit 40-50 cm dan
panjanganya disesuaikan dengan kondisi lahan. Kondisi bedengan
mengikuti arah timur barat.Tanah yang telah diolah dibiarkan sampai
kering kemudian diolah lagi dua sampai tiga kali sampai gembur
sebelum dilakukan perbaikan bedengan-bedengan dengan rapi.Waktu
yang diperlukan mulai dari pembuatan parit, pencangkulan tanah
(ungkap 1, ungkap 2, cocrok) sampai tanah menjadi gembur dan siap
untuk ditanami sekitar 3 samapi 4 minggu.Lahan harus bersih dari
sisa tanaman padi atau tebu dapat menjadi media pathogen penyakit
seperti fussarium sp (Hidayat, 2004).B. Penanaman
Dalam bidang pertanian kegiatan penanaman merupakan salah satu
kegiatan yang cukup penting.Penanaman adalah usaha penempatan biji
atau benih di dalam tanah pada kedalaman tertentu atau menyebarkan
biji diatas permukaan tanah atau menanamkan tanah didalam tanah.Hal
ini dimaksudkan untuk mendapatkan perkecambahan serta pertumbuhan
biji yang baik (Jurnalasia, 2014).Salah satu jenis komoditas
hortikultura yang sangat kita butuhkan adalah Bawang merah yang
memiliki nama latin Allium cepa. Tanaman ini bisa tumbuh di
berbagai tempat, namun lebih menyukai daerah dataran rendah dengan
ketinggian 0 400 di atas permukaan laut, serta akan tumbuh dengan
sempurna pada ketinggian 0 30 meter di atas permukaan laut. Tanaman
bawang merah sangat suka daerah yang memiliki iklim kering dengan
sinar matahari yang cukup dan suhu udara agak panas, yakni antara
250-320 C. Jika ditanam pada suhu kurang dari 220 C, meski dapat
tumbuh dengan baik namun sulit untuk dapat membentuk umbi
(Rosliani, et. al. 2005).Bawang merah (Allium ascalonicumL.)
termasuk ke dalam sukuLiliaceae.Tanaman ini berasal dari Asia
Selatan, yaitu daerah sekitar India, Pakistan sampai
Palestina.Bawang merah sangat banyak manfaatnya, baik digunakan
sebagai sayuran rempah, juga dimanfaatkan sebagai obat tradisional
karena mengandung asam aminoAlliinyang berfungsi sebagai
antibiotic.Bawang merah merupakan sayuran unggulan nasional yang
mempunyai peran cukup penting dan perlu dibudidayakan dengan
intensif (Hatta, 2012).Musim tanam optimal bawang merah yaitu pada
akhir musim hujan bulan Maret-April dan musim kemarau Mei-Juni,
tetapi di beberapa sentral produksi, bawang merah ditanam tanpa
mengenal musim. Untuk penanaman diluar musim perlu memperhatikan
pengendalian hama dan penyakit. Sebelum tanam, tanah harus diairi,
benih dibersihkan dan diseleksi. Pembersihan benih dilakukan 1-2
hari sebelum tanam serta ujung benih sudah dipotg 1/3 bagian. Jarak
tanam yang dianjurkan yaitu 20 cm x 15 cm untuk umbi benih sedang
dan 20 x 20 cm untuk umbi benih besar. Sedangkan jarak tanam pada
penanaman yang ditujukan untuk benih yaitu 15 x 15 cm. Penanaman
dilakukan dengan cara membenamkan 2/3 bagian umbi kedalam tanah,
sedangkan 1/3 bagiannya muncul diatas tanah (Direktorat Perbenihan,
2011).Dalam penanaman untuk budidaya bawang merah antara lain dalam
memilih bibit, cara menanam dan pemeliharaan. Dalam memilih bibit
untuk budidaya bawang merah antara lain: umbi kompak/tidak keropos,
kulit tidak luka, masih ada daunnya walau telah disimpan 2-3 bulan
setelah panen, mengkilat. Selanjutnya adalah cara menanam dalam
budidaya bawang merah. Umbi bibit direndam dulu dalam larutan NASA
+ air (dosis 1 tutup/lt air).T aburkan GLIO secara merata pada umbi
bibit yang telah direndam NASA. Simpan selama 2 hari sebelum
tanam.Pada saat tanam, seluruh bagian umbi bibit yang telah siap
tanam dibenamkan ke dalam permukaan tanah.Untuk tiap lubang ditanam
satu buah umbi bibit.Pada Musim Kemarau jarak tanam 15 x 15 cm
(varietas Ilocos, Tadayung atau Bangkok).Pada Musim Hujan 20 x 15
cm (varietas Tiron) (Santoso, 2008).C. PemeliharaanUntuk memperoleh
hasil produksi yang optimal, salah satu langkah terpenting dalam
budidaya bawang merah adalah pemeliharaan. Jika tanaman kurang
terpelihara, maka produksi optimal yang diharapkan akan sulit
dicapai. Kegiatan pemelihraan tanaman bawang merah meliputi
penyiraman, pemupukan, penyiangan, dan penggemburan tanah, serta
pengendalian hama dan penyakit.Semua tanaman membutuhkan air untuk
kelangsungan hidupnya.Tanaman bawang merah pun memerlukan air yang
cukup banyak selama masa pertumbuhan dan pembentukan umbi.Oleh
karena penanaman bawang merah dilakukan pada musim kemarau, maka
pengairan memegang peranan yang penting.Namun perlu diingat bahwa
tanaman bawang merah tidak suka air terlalu banyak atau tanah yang
terlalu lembab atau becek.Pengairan dapat menggunakan gembor atau
sprinkle. Dapat juga dengan cara menggenang air di sekitar bedengan
yang disebut sistem leb (Rahayu 2004).Penggemburan tanah dilakukan
ketika kondisi lahan tampak padat dan kering.Keadaan fisik dan
struktur tanah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan umbi bawang
merah.Tanaman bawang merah memerlukan tanah yang berstruktur
gembur. Penggemburan tanah dapat dilakukan dengan cara menugal
tanah di sekitar tanaman bawang yang sudah tumbuh (Suparman
2004).Penyiangan dan penggemburan lahan pertanaman bawang merah
biasanya dilakukan dua kali atau lebih selama satu musim tanam.Hal
ini sangat tergantung pada tingkat persaingan gulma, yang ditandai
dengan kecepatan pertumbuhan dan persentase jumlah gulma yang
menutupi tanah.Penyiangan pertama dilakukan pada saat tanaman mulai
tumbuh, pertumbuhan daun mulai nampak, yaitu padda umur 2-3 minggu
setelah tanam.Penyiangan berikutnya dilakukan pada umur 4-5 minggu
setelah tanam.Penyiangan selanjutnya sangat tergantung pada kondisi
lingkungan.Pada saat berlangsung pertumbuhan umbi, penyiangan dan
penggemburan diupayakan secara hati-hati.Efisiensi tenaga dapat
dicapai apabila penggemburan dan pemupukan dilakukan sekaligus (Aak
2005).Tanaman bawang merah perlu pemupukan untuk menyediakan zat
hara bagi tanaman.Zat hara yang dibutuhkan dalam jumlah banyak
(makro) terdiri dari nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K).Zat
hara tersebut dapat diperoleh dari pupuk organik dan pupuk
anorganik.Pupuk anorganik yang diberikan yaitu pupuk urea/ZA.TSP,
dan KCL.Dosis urea yang digunakan 500 kg/ha, TSP 300 kg/ha, dan
pupuk KCl 200 kg/ha.Pupuk TSP dan KCl diberikan bersama-sama 2
minggu setelah tanam.Pemberian pupuk urea dilakukan 2 kali.Yang
pertama setengah bagian diberikan bersama pupuk TSP dan KCl (2
minggu setelah tanam).Sisanya diberikan 4 minggu setelah tanam.
Pemupukan diberikan dengan cara ditaburkan pada larikan diantara
barisan tanaman sedalam kira-kira 5 cm. Namun, pada kenyataannya,
beberapa petani tidak memberikan pupuk seperti itu, hanya diberikan
di permukaan tanah. Setalah itu, alur pupuk ditutup lagi dengan
tanah (Rahayu 2004).
Pengendalian OPT dilakukan tergantung pada serangan hama dan
penyakit. OPT yang biasa menyerang adalah ulat tanah, ulat daun,
ulat grayak, kutu daun dan Nematoda Akar. Pengendalian hama dapat
dilakukan dengan cara sanitasi dan pembuangan gulma, pengumpulan
larva dan memusnahkan, pengolahan lahan untuk membongkar
persembunyian ulat, penggunaan insektisida serta melakukan rotasi
tanaman. Sedangkan penyakit yang sering menyerang bawang merah
adalah bercak ungu, embun tepung, busuk leher batang, antraknose,
busuk umbi, layu fusarium dan busuk basah. Penyakit-penyakit ini
apabila belum terlambat dapat diatasi dengan semprotan fungisida
Maneb 0,2 % , Dithane M-45 0,2%. Pengendalian penyakit dapat
dilakukan dengan cara sanitasi dan pembakaran sisa tanaman yang
sakit, penggunaan benih yang sehat dan penggunaan fungisida yang
efektif (Hendro 2003).D. Hama dan PengendalianSerangan hama dan
penyakit dapat menyebabkan tanaman mengalami kerusakan parah, dan
berakibat gagal panen. Beberapa cara pengendalian hama tanaman
bawang merah sesuai dengan strategi pengelolaan hama terpadu (PHT)
adalah sebagai berikut:
1. Secara mekanik dilakukan dengan pembersihan semua gulma dan
sisa tanaman inang hama yang ada di sekitar areal pertanaman bawang
merah;
2. Tanaman yang terserang hama secara berat dicabut atau
pucuk-pucuknya dipotong kemudian dikumpulkan dan dibakar;
3. Mengumpulkan semua buah cabai yang rontok kemudian dibakar,
karena larva di dalam buah cabai akan berubah jadi pupa yang
akhirnya menjadi sebuah hama baru. Dengan cara ini, siklus hidup
hama akan terputus;
4. Penggunaan mulsa plastik hitam perak dapat mengurangi
masuknya hama dari luar pertanaman bawang merah; Penggunaan mulsa
plastik hitam perak juga dapat mencegah hama mencapai tanah untuk
menjadi pupa sehingga daur hidup hama akan terputus. Pemasangan
mulsa jerami di musim kemarau akan meningkatkan populasi predator
di dalam tanah yang pada akhirnya akan memangsa hama yang akan
berpupa di dalam tanah;
5. Pengaturan pola tanam, misalnya tumpangsari dengan bawang
daun, pola tumpang gilir dengan bawang merah, tanaman bawang dapat
bersifat sebagai pengusir hama;
6. Secara biologis dilakukan dengan pemanfaatan musuh alami;
7. Pengendalian secara kimia dapat dilakukan dengan melihat
tingkat kerusakan daun/tanaman.
(Piay, et al 2010).
Pengendalian secara terpadu terhadap hama pada tanaman bawang
merah dapat dilakukan dengan cara :1. Mekanis, Hama ulat grayak :
mengumpulkan telur dan ulat-ulatnya dan langsung dibunuh.2. Kultur
teknis, Hama ulat grayak :menjaga kebersihan kebun dari gulma dan
sisa-sisa tanaman yang menjadi tempat persembunyian hama, serta
melakukan rotasi tanaman.3. Hayati (biologis) kimiawi, yaitu
disemprot dengan insektisida berbahan aktif Bacilus thuringiensis
seperti Dipel, Florbac, Bactospeine, dan Thuricide.4. Sex
pheromone, yaitu memasang perangkap ngengat (kupu-kupu) jantan
(pengendalian hama ulat grayak)(Cahyono 2007).
Sebenarnya fenomena tingginya kandungan bahan kimiapada beberapa
produk pertanian telah lama menjadisuatupermasalahan. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah melalui Kementerian
Pertanianmelalui Direktorat Jenderal Perlindungan Tanaman telah
mengeluarkan Program atau Kegiatan Sekolah Lapang Pengedalian Hama
Terpadu (SLPHT) sejak tahun 2006. Pada awalnya SL PHT hanya
difokuskan padatanaman padi, namun mulai tahun 2007 SL PHT juga
diaplikasikan pada komoditas tanaman hortikultura di antaranya
cabai merah. Pada kegiatan SL PHT, petani sebagai peserta sekolah
lapang, diberikan pengenalan, pengetahuan dan keterampilan tentang
pengendalian hama dan penyakit pada tanaman, mengenali hama dan
penyakit pada tanaman bawang merah, musuh alami, agen hayati serta
membuat sendir ipestisida untuk pengendalian hama dan penyaki
tersebut (BPTP Lampung 2011).
Dalam pengendalian hama cabai yang menyerang pertanaman bawang
merah merah tidak perlu dengan langsung memusnahkannya. Pemusnahan
dengan memberikan pestisida secara terus-menerus serta secara
berlebihan tidak akan membuat hama menjadi semakin berkurang,
bahkan akan menjadi semakin bertambah. Pengendalian hama pada
pertanaman bawang merah merah dapat dilakukan dengan mengetahui
lebih dulu seberapa besar kerusakan yang ditimbulkan oleh hama
kemudian mengidentifikasi jenis hama yang menyerang sehingga dapat
melakukan pengurangan secara cepat dan tepat dengan pestisida yang
sesuai. Pengurangan hama yang menyerang akan lebih baik bila dengan
cara pengendalian secara biologi dan fisik agar hama dapat
terkendali dengan baik dan tidaki menimbulkan kerugian yang besar
(Rostini 2011).Salah satu cara untuk mengatasi masalah di atas
adalah dengan menerapkan metode enhancement. Seed coating merupakan
salah satu metode enhancement, yakni metode untuk memperbaiki mutu
benih menjadi lebih baik dengan penambahan bahan kimia pada coating
yang dapat mengendalikan dan meningkatkan perkecambahan. Penggunaan
seed coating dalam industri benih sangat efektif karena dapat
memperbaiki penampilan benih, meningkatkan daya simpan, mengurangi
risiko tertular penyakit dari benih di sekitarnya, dan dapat
digunakan sebagai pembawa zat aditif, misalnya antioksidan, anti
mikroba, repellent, mikroba antagonis, zat pengatur tumbuh dan
lain-lain (Setyowati 2007).E. Panen dan Pasca PanenBawang merah
dapat dipanen setelah umurnya cukup tua, biasanya pada umur 60 70
hari. Tanaman bawang merah dipanen setelah terlihat tanda-tanda 60%
leher batang lunak, tanaman rebah, dan daun menguning.Pemanenan
sebaiknya dilaksanakan pada keadaan tanah kering dan cuaca yang
cerah untuk mencegah serangan penyakit busuk umbi di gudang. Bawang
merah yang telah dipanen kemudian diikat pada batangnya untuk
mempermudah penanganan.Selanjutnya umbi dijemur sampai cukup kering
(1-2 minggu) dengan dibawah sinar matahari langsung, kemudian
biasanya diikuti dengan pengelompokan berdasarkan kualitas umbi.
Pengeringan juga dapat dilakukan dengan alat pengering khusus
sampai mencapai kadar air kurang lebih 80%. Apabila tidak langsung
dijual, umbi bawang merah disimpan dengan cara menggantungkan
ikatan-ikatan bawang merah di gudang khusus, pada suhu 25-30 C dan
kelembaban yang cukup rendah ( 60-80%) (Sutarya dan Grubben
2005).Bawang merah di dataran rendah lebih cepat panen dibandingkan
dengan di dataran tinggi. Ciri tanaman siap panen adalah leher
batang mengeras dan daun menguning. Panen dilakukan pada saat cuaca
cerah dan tanah kering. Panen dilakukan dengan cara mencabut
tanaman, kemudian dijemur untuk mendapatkan kadar air umbi 80%.
Bawang merah dapat dipanen setelah umurnya cukup tua, biasanya pada
umur 70-80 hari. Tanaman bawang merah dipanen setelah terlihat
tanda-tanda 60% leher batang lunak, tanaman rebah dan daun
menguning. emanenan sebaiknya dilaksanakan pada saat tanah kering
dan cuaca cerah untuk menghindari adanya serangan penyakit busuk
umbi pada saat umbi disimpan (BPS 2010).Bawang merah yang sudah
dipenen kemudian diikat pada batangnya untuk mempermudah
penanganan.Selanjutnya umbi dijemur hingga cukup kering (1-2
minggu) dibawah sinar matahari langsung kemudian dilakukan dengan
pengelompokan (grading) sesuai dengan ukuran umbi.Pada penjemuran
tahap kedua dilakukan pembersihan umbi bawang dari tanah dan
kotoran. Bila sudah cukup kering (kadar air kurang lebih 80 %),
umbi bawang merah siap dipasarkan atau disimpan di gudang kemasan
bawang. Pengeringan juga dapat dilakukan dengan alat pengering
khusus sampai mencapai kadar air 80% (Litbang 2011).Panen dilakukan
pada pagi hari yang cerah dan tanah tidak becek.Pemanenan dengan
pencabutan batang dan daun-daunnya.Selanjutnya 5-10 rumpun diikat
menjadi satu ikatan atau dipocong. Secara tradisional umbi lapis
bawang merah digunakan untuk peluruh dahak (obat batuk), obat
kencing manis, memacu enzim pencernaan, peluruh haid, peluruh air
seni dan penurun panas. Di dalam masyarakat, penggunaan bawang
merah untuk bahan masakan dan obat, umumnya dipilih bawang yang
masih segar. Di saat kondisi panen melimpah, bawang merah bisa
diberi perlakuan untuk memperpanjang daya simpannya (Sumarni
2005).Prosedur Kerja Panen dengan mempersiapkan peralatan panen
seperti keranjang, karung, tali.Mencabut umbi dengan
hati-hati.Musim penghujan umbi dijemur dengan diangin-anginkan
dengan posisi umbi di atas selama hari.Memasukkan umbi ke dalam
karung untuk kemudian dibawa ke tempat penyimpanan.Apabila terjadi
hujan lakukan penutupan penggunakan plastik.Serta melakukan
pencatatan sebagaimana format yang digunakan.Alat yang digunakan
adalah Kayu/bambu digunakan untuk mencabut umbi dari dalam tanah,
plastik penutup bila terjadi hujan, tali untuk mengikat umbi,
karung untuk membawa umbi setelah panen, alat tulis dan blangko
isian untuk mencatat kegiatan (Dinas Pertanian Yogyakarta
2012).
Kegagalan dalam penanganan pascapanen komoditas ini dapat
menimbulkan kerusakan umbi, susut bobot dan kehilangan
hasil.Kemampuan petani dalam penanganan pascapanen dan melakukan
tunda jual dapat memberikan keuntungan yang sangat besar.Bawang
merah merupakan salah satu komoditas pertanian yang mudah rusak.
Kerusakan pascapanen yang sering terjadi pada bawang merah adalah
tumbuhnya tunas, pelunakan umbi, tumbuhnya akar dan busuk serta
timbulnya massa berwarna gelap akibat kapang. Kerusakan ini
berakibat menurunnya daya simpan serta mutu bawang merah.Titik
kritis kegagalan dalam penanganan pascapanen bawang merah terutama
apabila panen terjadi pada musim penghujan adalah pada tahap
pengeringan daun atau pelayuan dan pengeringan umbi. Kegagalan
proses pelayuan daun dapat menyebabkan infeksi bakteri pembusuk,
sedangkan kegagalan pengeringan umbi dapat menyebabkan rendahnya
daya simpan, umbi cepat busuk, bertunas dan keluar akar. Kehilangan
hasil akibat kerusakan ini bisa mencapai 20-40%.Selama ini teknik
pengeringan yang dilakukan petani adalah penjemuran di bawah sinar
matahari yang membutuhkan waktu antara 7-9 hari.Pengeringan dengan
teknik ini tentunya sangat tergantung dengan kondisi cuaca saat
penjemuran. Saat cuaca cerah penjemuran dapat berlangsung dengan
baik, tetapi sebaliknya saat cuaca mendung atau bahkan hujan,
penjemuran sama sekali tidak dapat dilakukan sehingga umbi bawang
merah menjadi cepat busuk (Litbang, 2009).Teknik pengeringan yang
dilakukan petani adalah penjemuran di bawah sinar matahari yang
membutuhkan waktu antara 7-9 hari.Pengeringan dengan teknik ini
tentunya sangat tergantung dengan kondisi cuaca saat penjemuran.
Saat suaca cerah penjemuran dapat berlangsung dengan baik, tetapi
sebaliknya saat cuaca mendung atau bahkan hujan, penjemuran sama
sekali tidak dapat dilakukan sehingga umbi bawang merah menjadi
cepat busuk. Untuk mengatasi masalah ini, pada tahun 2007 BB
Pascapanen mengintroduksikan suatu teknologi sistem
pengeringan-penyimpanan (Instore Drying), dimana dalam sistem ini
kondisi ruang dapat diatur sesuai kondisi optimum untuk proses
pengeringan-penyimpanan bawang merah. Dalam penelitian ini bangunan
pengeringan-penyimpanan (Instore Drying) berkapasitas 5-10 ton
dengan spesifikasi bangunan sebagai berikut: ukuran bangunan 6m
panjang x 6m lebar x 3m tinggi, atap bangunan terbuat dari fibre
glass transparan yang dilengkapi dengan aerasi udara (ballwindow),
dinding bangunan dari fibre glass, rak pengering-penyimpanan berupa
rak gantung yang dibuat dari batang bambu. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa pengeringan bawang merah dengan Instore
Drying dapat dilakukan dalam waktu 3 hari. Hal ini berarti
pengeringan bawang merah dengan Instore Drying lebih cepat
dibandingkan dengan pengeringan cara petani (penjemuran) yang bisa
mencapai 9 hari. Selain itu, pengeringan bawang merah di dalam
Instore Drying juga tidak menyebabkan kerusakan yang berarti yaitu
hanya berkisar antara 0.24 0,72% jauh lebih rendah bila
dibandingkan dengan penjemuran, dimana tingkat kerusakannya bisa
mencapai 1,68% (Deptan, 2009).Pemanenan bawang merah varietas bima
di dataran rendah untuk konsumsi berbeda dengan bawang merah untuk
bibit. Ciri tanaman bawang merah untuk konsumsi yaitu ditandai
dengan perubahan warna daun menjadi kekuningan telah mencapai
60-70% dengan umur 50-55 hst. Sedangkan untuk bibit yaitu perubahan
warna daun menjadi kekuningan telah mencapai 90% lebih dengan umur
60-65 hst. Panen bawang merah ini biasanya dilakukan pada saat
cuaca cerah dan tanah kering dengan cara mencabut tanaman, untuk
mempermudah penanganan selanjutnya kemudian bawang merah di ikat
menjadi satu pada bagian daunnya. Frekuensi tanam dan panen bawang
merah di kelompok tunas harapan rata-rata 3 kali dalam 1 tahun,
dengan masa simpan bawang merah dalam gudang antara 2-2,5 bulan
terutama umbi yang akan digunakan sebagai benih. Pre-sorting
biasanya dilakukan untuk mengeliminasi produk yang luka, busuk atau
cacat lainnya sebelum pendinginan atau penanganan berikutnya.
Pre-sorting akan menghemat tenaga karena produk-produk cacat tidak
ikut tertangani. Memisahkan produk busuk akan menghindarkan
penyebaran infeksi ke produk-produk lainnya. Selain itu terdapat
proses Proses curing adalah sebagai cara efektif dan efisien untuk
mengurangi kehilangan air, perkembangan penyakit pada beberapa
sayuran umbi. curing memberikan kemampuan permukaan yang terpotong,
pecah atau memar saat panen, untuk melakukan penyembuhan melalui
perkembangan jaringan periderm pada bagian yang luka. Pada bawang
merah dan putih, curing adalah berupa pengeringan pada bagian kulit
luar untuk membentuk barier pelindung terhadap kehilangan air dan
infeksi (Utama, 2009).III. METODOLOGI
A. Metode Dasar
Metode dasar yang digunakan dalam laporan Praktikum Pengelolaan
Hama Terpadu ini adalah metode purposive samplingdan metode
deskriptif analitis.Purposive sampling adalah metode dengan
pemilihan lokasi praktikum secara sengaja.Pemilihan lokasi
praktikum Pengelolaan Hama Terpadu dilakukan secara sengaja yaitu
di Polokarto, Kabupaten Sukoharjo.Sedangkan metode deskriptif
analitis dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang
diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek
penelitian (lahan pertanian Bawang Merah) pada saat sekarang
berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
B. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam praktikum
Pengendalian Hama Terpadu meliputi:
1. Wawancara
Wawancara adalah pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan
secara langsung oleh pewawancara kepada petani pemilik lahan, dan
jawaban-jawaban petani pemilik lahan dicatat atau direkam dengan
alat perekam.Jika ada pertanyaan yang belum dipahami, pewawancara
dapat segera menjelaskannya.Wawancara tersebut dilakukan untuk
memperoleh data dari petani pemilik lahan.
2. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah setiap kegiatan untuk melakukan
pengukuran, pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang
berarti tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Data yang diperoleh
dari obsevasi adalah data yang segar. Dengan observasi keabsahan
alat ukur dapat diketahui secara langsung.
3. Pencatatan
Pencatatan merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung
ditujukan kepada subjek penelitian.Untuk subjek penelitian yang
sukar, pencatatan dapat memberikan jalan untuk melakukan
penelitian.Hal tersebut disebabkan karena pencatatan tidak
dilakukan secara langsung dengan orang, dengan pencatatan dapat
menganalisis longitudinal, menjangkau jauh ke masa lalu.
C. Metode Penentuan Jumlah Sampel
Metode yang digunakan dalam penentuan jumlah sampel tanaman
adalah dengan purposive sampling. Purposive samplingmerupakan
metode yang dilakukan dengan pemilihan secara sengaja dengan
berbagai pertimbangan.Penentuan jumlah sampel tanaman dilakukan
dengan mengambil atau memilih beberapa tanaman yang akan dijadikan
sebagai sampel yang diharapkan sejumlah tanaman tersebut dapat
mewakili sifat-sifat tanaman yang lain.
Penentuan sampel pengamatan terhadap tanaman Bawang Merah yang
berada di daerah Kotakan RT 02 RW 06, Bakalan, Polokarto, Sukoharjo
tersebut menggunakan cara yang biasa digunakan oleh PPH (Petugas
Pengamat Hama) dengan membuat dua garis diagonal pada satu petak
lahan sehingga terbentuk garis silang. Tanaman Bawang Merah tidak
seluruhnya diamati, namun hanya beberapa saja yang akan diamati
yang selanjutnya akan disebut sampel. Sampel diambil mengikuti arah
dari garis tersebut dengan interval yang sama dan minimal 10% dari
populasi keseluruhan tanaman. Sampel yang diambil dianggap mewakili
dari keseluruhan populasi tanaman Bawang Merah yang ada dalam satu
petak tersebut. Dari jumlah populasi tanaman yang ada diambil 10%
dari jumlah populasi atau kurang lebih sekitar 30 tanaman untuk
menjadi sampel.
D. Metode Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel
Metode yang digunakan dalam penentuan jumlah sampel tanaman
adalah dengan purposive sampling. Purposive sampling merupakan
metode yang dilakukan dengan pemilihan secara sengaja dengan
berbagai pertimbangan. Penentuan lokasi pengambilan sample tanaman
tersebut dilakukan dengan membentuk pola huruf z, sehingga antara
sample yang satu dengan sample yang lain tidak saling berdekatan
melainkan terpisah beberapa jarak.
GALENGAN
123456789101112131415161718
123411
151413125
6
7
8
9
10
GALENGAN
333231302928272625242322212019
2630292827
25
24
23
22
21
2019181716
Gambar 2. Lokasi Pengambilan Sampel
Ket :
SHAPE \* MERGEFORMAT
= nomor bedengan
SHAPE \* MERGEFORMAT
= Letak sampel
E. Cara BudidayaMetodologi yang digunakan untuk mengetahui cara
budidaya tanaman adalah dengan metode wawancara langsung terhadap
pemilik lahan yaitu Bapak dan Ibu Tarmidi. Selain metode wawancara,
penelitian cara budidaya juga dilakukan dengan metode observasi
langsung pada lahan. Dengan melakukan observasi langsung pada
lahan, kita dapat mengetahui kondisi sebenarnya dan cara budidaya
yang telah diterapkan pada lahan oleh petani.
F. Cara Mendapatkan Informasi Kondisi OPTMetodologi yang
digunakan dalam mendapatkan informasi kondisi OPT adalah dengan
cara wawancara langsung kepada pemilik lahan. Metode ini digunakan
karena degan mewawancarai langsung pemilik lahan, kita bisa tahu
kondisi OPT yang sebenarnya pada lahan. Informasi kondisi OPT juga
dilakukan dengan observasi langsung agar kita bisa melihat dengan
jelas OPT apa yang sebenarnya ada dan menyerang lahan. Selanjutnya
untuk memperoleh informasi tentang OPT lebih lanjut, metode yang
digunakan adalah dengan mencari data baik dari internet ataupun
dari dosen pembimbing.
G. Cara Mendapatkan Informasi Kondisi PertanamanInformasi
tentang kondisi pertanaman di lahan pengamatan dan sekitarnya
didapat dengan mewawancarai langsung pemilik lahan dan observasi
langsung.Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi
selengkap-lengkapnya mengenai kondisi pertanaman yang ada di lahan
pengamatan. Observasi secara langsunh dilakukan untuk memperoleh
informasi tentang kondisi pertanaman pada lahan secara faktual.
H. Cara Mendapatkan Informasi Kondisi LingkunganMetode yang
digunakan untuk mendapatkan informasi tentang kondisi lingkungan
adalah dengan observasi secara langsung.Observasi dilakukan dengan
mengamati secara langsung kondisi lingkungan pada lahan dan
lingkungan disekitarnya agar data yang didapat sesuai dengan
keadaan sebenarnya di lapangan.Selain metode tersebut, wawancara
langsung kepada pemilik lahan dan warga sekitar juga dilakukan agar
informasi yang didapatkan semakin lengkap.I. Analisis EkonomiUntuk
dapat menghitung analisis ekonomi dari suatu usaha tani, kita harus
mengetahui variabel-variabel apa saja yang harus dimasukkan dalam
perhitungan ekonomi. Wawancara langsung kepada petani berguna untuk
memperoleh informasi tentang biaya-biaya apa saja yang dikeluarkan
dalam usaha taninya. Metode yang dilakukan dalam analisis ekonomi
usaha tani tersebut adalah dengan mengihitung keseluruhan biaya
yang dikeluarkan, baik langsung maupun tidak langsung, dan
menghitung pendapatan dari usaha tani tersebut.Selanjutnya, setelah
semua itu dihitung, kita dapat mengetahui usaha tani tersebut
menguntungkan atau tidak dengan perhitungan B/C atau R/C ratio.
J. Penggunaan Tenaga KerjaTenaga kerja dalam dunia pertanian
sangat diperlukan dan merupakan salah satu input dalam usaha tani.
Tenaga kerja akan menentukan hasil atau produktivitas dari suatu
usaha tani. Akan tetapi penggunaan tenaga kerja di pertanian
kebanyakan berasal dari lingkungan internal atau merupakan anggota
keluarga mereka sendiri, sehingga akan menghemat biaa pengeluaran,
yang mana banyak dari mereka yang tidak diberikan upah.
Metode yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang
penggunaan tenaga kerja adalah metode wawancara.Wawancara digunakan
untuk memperoleh informasi yang lengkap dari pemilik
lahan.Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik lahan Bawang
Merah, yaitu Ibu Tarmidi, penggunaan tenaga kerja sangat
dibutuhkan. Akan tetapi tenaga kerja tersebut berasal dari
eksternal atau dengan kata lain bukan berasal dari anggota
keluarga.
IV. HASIL PENGAMATANA. Kondisi Umum Lahan
Praktikum dari mata kuliah pengendalian hama terpadu
dilaksanakan di Desa Kotakan RT 02 RW 06 Bakalan, Polokaro,
Sukoharjo. Luas lahan dari bawang merah sebesar 1500m2. Setiap
tahun Pak Tarmadi menanam berbagai macam jenis tanaman sesuai
dengan potensi pasar. Pada saat praktikum lahan milik Pak Tarmadi
ini sedang diproduksi tanaman bawang merah sebagai produk hasil
tanam yang dikerjakan oleh petaninya
Kondisi lahan bawang merah terlihat sangat subur dengan tanah
yang basah bahkan di tempat praktikum ini genangan air mencapai
setengah dari ketinggian bedengan lahan. Selain itu, kondisi lahan
pengamatan praktikum bersifat terbuka tanpa adanya naungan atau
penutupan di area lahan. Kondisi terbuka merupakan salah satu
syarat tumbuh dari tanaman bawang merah karena tanaman harus
mendapatkan intensitas penyinaran matahari secara optimal. Jumlah
tanaman yang diproduksi pada lahan bawang merah milik pak Tarmadi
mencapai 4620 tanaman.
Luas lahan bawang merah yang sebesar 1500 m2 di budidayakan cara
tanam dengan menggunakan pembuatan bedengan supaya mempermudah
petani dalam mengatur jarak tanam dari bawang merah. Jarak tanam
yang teratur akan mempengaruhi proses tumbuh kembang dari tanaman
tersebut. Selain itu, tanaman dari bawang merah sendiri akan lebih
terjaga dari genangan air yang akan mengakibatkan pembusukan
melalui akar.
Tanaman bawang merah memiliki 60 hari masa tanam. Perawatan
selalu dilakukan petani untuk menjaga kondisi lahan serta hama
penyakit yang menyerang. Terdapat hama ulat yang berada di dalam
daun sebagai salah satu potensi hama bawang merah yang dapat
mengancam dari pertumbuhan tanaman tersebut. Pada lahan praktikum
bawang merah telah menerapkan peggunaan pestisida untuk
menngendalikan hama yang menyerang.B. Cara Budidaya Bawang
Merah
Cara budidaya tanaman bawang merah dimulai dengan melakukan
persiapan lahan, tahap persiapan lahan merupakan tahap awal untuk
melakukan budidaya tanaman bawang merah. Tahap persiapan lahan
sudah dilakukan setelah masa panen selesai, setelah tanaman bawang
merah sudah dipanen dan diambil umbinya lahan disemprot oleh
herbisida untuk menanggulangi tumbuhnya gulma saat masa tanam
selanjutnya. Pemberian herbisida setelah tanaman dipanen ini juga
bertujuan agar tanaman bawang merah tidak terkena oleh dampak
herbisida, yang akan mengakibatkan tanaman tersebut ikut mati tidak
hanya gulmanya.
Setelah lahan diberi herbisida dan menunggu gulma mati, lahan
kemudian diolah dengan menggunakan mesin pembajak sawah, pengolahan
tanah dilakukan bertujuan untuk membalik tanah, dan untuk
menggemburkan tanah selain itu, agar gulma yang sudah mati
sebelumnya dapat terkubur dan dapat dijadikan pupuk organic didalam
tanah. Setelah pengolahan tanah yang telah dibalik dan digemburkan,
kemudian lahan dibiarkan selama satu minggu agar tanah dapat
beristirahat dan dapat mengembalikan unsur hara yang sebelumnya
sudah terpakai untuk budidaya tanaman bawang merah sebelumnya. Pada
saat pengistirahatan lahan diberi pupuk organik yang dicampurkan
dengan tanah untuk menambah unsure hara yang dieprlukan untuk
budidaya bawang merah selanjutnya.
Budidaya bawang merah yang dilakukan oleh petani Desa Kotakan
ini juga menggunakan kapur (dolomit) untuk meningkatkan pH tanah
agar tidak masam karena syarat tanaman bawang merah dapat hidup
pada pH 5.6 6.5, ketinggian 0-400 mdpl, kelembaban 50-70 %, suhu
25-320 C, sehingga tanaman bawang merah mampu bertumbuh dengan baik
dalam kondisilahan yang sesuai dengan perkembangbiakan tanaman
bawang merah tersebut.
Tahap selanjutnya yaitu pembuatan guludan, agar tanaman bawang
merah tidak tergenang oleh air, apabila tanaman tergenang oleh air
akan menyebabkan kebusukan umbi yang ada didalam tanah tersebut.
Setelah pembuatan guludan tersebut selesai jarak antar guludan
sekitar 1 meter dalam lahan 1500m2. . banyaknya guludan yang ada
dalam lahan tersebut adalah 30 guludan, tahap penanaman bawang
merah dilakuka dengan menggunakan bibit bawang merah varietas bima
yang dibeli oleh petani di toko pertanian sekitar Sukoharjo. Jarak
tanam yang digunakan untuk tanaman bawang merah sekitar 13cm x 9 cm
untuk setiap tanaman. Ukuran umbi bibit yang optimal adalah 3-4
gram/umbi. umbi bibit yang baik yang telah disimpan 2-3 bulan dan
umbi masih dalam ikatan (umbi masih ada daunnya), umbi bibit harus
sehat, ditandai dengan bentuk umbi yang kompak (tidak keropos),
kulit umbi tidak luka (tidak terkelupas atau berkilau). Setiap
lubang diberi satu umbi yang kemudian ditutup kembali dengan
tanah.
Pada umur tanaman 0-13 HST dilakukan penyemprotan pestisida
untuk mencegah serangan hama pada tanaman bawang merah dan untuk
membantu dalam pertumbuhan tanaman. Penyiangan pertama dilakukan
umur 7-10 HST dan dilakukan secara mekanik untuk membuang gulma
atau tumbuhan liar yang kemungkinan dijadikan inang hama ulat
bawang. Pada saat penyiangan dilakukan pengambilan telur ulat
bawang. Dilakukan pendangiran, yaitu tanah di sekitar tanaman
didangir dan dibumbun agar perakaran bawang merah selalu tertutup
tanah. Selain itu bedengan yang rusak atau longsor perlu dirapikan
kembali dengan cara memperkuat tepi-tepi selokan dengan lumpur dari
dasar saluran.
Pemeliharaan/susulan dengan menggunakan dosis pemupukan
bervariasi tergantung jenis dan kondisi tanah setempat. Jika
kelebihan Urea/ZA dapat mengakibatkan leher umbi tebal dan umbinya
kecil-kecil, tapi jika kurang, pertumbuhan tanaman terhambat dan
daunnya menguning pucat. Kekurangan KCl juga dapat menyebabkan
ujung daun mengering dan umbinya kecil. Pemupukan dilakukan 2 kali.
Pada awal pertumbuhan dilakukan penyiraman dua kali, yaitu pagi dan
sore hari. Penyiraman pagi hari usahakan sepagi mungkin di saat
daun bawang masih kelihatan basah untuk mengurangi serangan
penyakit. Penyiraman sore hari dihentikan jika persentase tanaman
tumbuh telah mencapai lebih 90 %Air salinitas tinggi kurang baik
bagi pertumbuhan bawang merah. Tinggi permukaan air pada saluran
(canal) dipertahankan setinggi 20 cm dari permukaan bedengan
pertanaman.
Penyiangan kedua dilakukan pada umur 30-35 HST dilanjutkan
pendagiran, pembumbunan dan perbaikan bedengan yang rusak. Pada
fase pengamatan HPT sama seperti fase vegetatif, yang perlu
diperhatikan adalahpengairannya. Butuh air yang banyak pada musim
kemarau sehingga perlu dilakukan penyiraman sehari dua kali yaitu
pagi dan sore hari (36-50 HST). Pada fase pematangan umbi tidak
memerlukan begitu banyak kebutuhan air sehingga penyiraman dapat
dialkukan sekali dalam satu hari di sore hari fase pematang umbi
berlangsung pada umur 51-65 HST.
Pada fase pematangan tanaman bawang merah sudah menunggu untuk
dipanen. Ciri-ciri tanmaan bawang merah sudah siap untuk dipanen
yaitu 60-90% daun telah rebah, dataran rendah pemanenan pada umur
55-70 hari, dataran tinggi umur 70-90 hari. Panen dilakukan pada
pagi hari yang cerah dan tanah tidak becek. Pemanenan dengan
pencabutan batang dan daun-daunnya. Selanjutnya 5-10 rumpun diikat.
Penjemuran pertama selama 5-7 hari dengan bagian daun menghadap ke
atas, tujuannya mengeringkan daun dilakukan oleh petani dengan
memanfaatkan sinar matahari dan dijemur pada area yang luas tanpa
menggunakan alas. Penjemuran kedua selama2-3 hari dengan umbi
menghadap ke atas, tujuannya untuk mengeringkan bagian umbi dan
sekaligus dilakukan pembersihan umbi dari sisa kotoran atau kulit
terkelupas dan tanah yang terbawa dari lapangan. Kadar air 89 85 %
baru disimpan di gudang. Penyimpanan, ikatan bawang merah
digantungkan pada rak-rak bambu. Aerasi diatur dengan baik, suhu
gudang 26-290C kelembaban 70-80%, sanitasi gudang. Setelah bawang
merah kering dan sudah bersih dari daun dan kotoran yang lain
bawang merah tersebut dapat dijual ke pengepul, selain itu bawang
merah juga dapat dijual saat masih dilahan yang langsung diambil
oleh pengepul .
C. Keadaan OPT
1. Jenis Hama
Hama yang menyerang tanaman bawang merah yang telah diamati
terdapat satu hama yaitu ulat daun. Ulat daun (Spodoptera exigua
Hubner. Ordo : Lepidoptera; Famili : Noctuidae) Serangan hama ini
dapat menyebabkan kerugian yang tidak sedikit.
Imago betina meletakkan telur pada malam hari, telur
diteletakkan secara berkelompok pada permukaan daun tanaman bawang
merah dan telurnya berbentuk oval. Seekor serangga betina dapat
menghasilkan kurang lebih 2000 sampai 3000 butir telur . Dalam
suatu kelompok telur terdapat 30 100 butir bahkan dapat mencapai
350 butir. Telur telur dapat menetas dalam waktu 2 5 hari dan telur
umumnya menetas pada pagi hariLarva (ulat) muda terdiri dari enam
instar kadang ada juga yang lima instar. Larva berwarna hijau
dengan garis-garis hitam pada punggungnya, berukuran 1,2 1,5 mm.
Sedangkan larva instar lanjut (2-5), berwarna hijau (umumnya
didataran rendah) dan berwarna cokelat (umumnya didataran tinggi),
dengan garis kuning pada punggungnya. Larva berukuran antara 1,5 19
mm, aktif pada malam hari, dan stadium larva berlangsung selama
8-10 hari. Setelah melalui instar akhir, larva mejatuhkan diri ke
tanah untuk berkepompong (pupa). Larva S.exigua mempunyai sifat
polifag (pemakan segala). Pupa berwarna cokelat muda dengan panjang
9-11 mm. Pupa berada di dalam tanah 1 cm, dan sering dijumpai juga
pada pangkal batang, terlindung di bawah daun kering. Lama hidup
pupa berkisar antara 6 7 hari. Siklus hidup dari telur sampai imago
adalah 3 4 minggu. Ngengat mempunyai sayap depan berwarna cokelat
tua dengan garis-garis kurang tegas dan terdapat bintik-bintik
hitam, rentangan sayap antara 25-30 mm. Sayap belakang berwarna
keputih-putihan dan tepinya bergaris-garis hitam. Ngengat betina
mulai bertelur pada umur 2-10 hari.
Gambar 3. Larva S.exigua Gambar 4. Imago S.exigua
2. PopulasiProduksi bawang merah musim tanam ini terbilang
mengalami kerugian akibat serangan dari ulat Spodoptera exigua.
Spodoptera exigua merupakan satu-satunya hama yang ada di lahan
ini. Populasi hama ulat yang menyerang diperkirakan mencapai 60-70
% dari total lahan. Populasi yang besar ini mengakibatkan kesulitan
bagi petani untuk melakukan penanganan, karena penyebaran hama yang
terlalu cepat. Maka dengan adanya populasi hama yang sangat
menguasai lahan mengakibatkan produktivitas menurun dan mengurangi
nilai keuntungan.
3. Gejala serangan
Ulat bawang dapat menyerang tanaman sejak fase pertumbuhan awal
(1-10 hst) sampai dengan fase pematangan umbi (51-65 hst). Ulat
muda (instar 1) segera melubangi bagian ujung daun, lalu masuk ke
dalam daun bawang. Ulat memakan permukaan daun bagian dalam, dan
tinggal bagian epidermis luar. Daun bawang terlihat menerawang
tembus cahaya atau terlihat bercak-bercak putih transparan,
akhirnya daun terkulai.4. Intensitas Serangan Hama
Serangan hama dapat dihitung dengan rumus intesitas hama.
Perhitungan ini berhubungan dengan perbandingan jumlah daun yang
terserang pada sempel tanaman bawang merah kemudian dikategorikan
berdasarkn persentase serangan. Intensitas tersebut dituliskan
dalam bentuk persentase.Tabel 1. Intensitas Serangan Hama Tanaman
Bawang Merah
SampelJumlah DaunDaun TerserangIntensitas (%)Kategori
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
3026
27
14
14
28
42
18
14
10
12
27
26
19
42
21
8
12
29
17
13
21
15
9
26
13
27
9
16
15
198
14
6
6
7
9
3
8
9
10
13
16
8
20
7
7
8
13
11
10
13
11
6
11
9
16
10
10
11
931
52
43
43
25
21
17
57
90
83
48
62
42
48
33
88
67
45
65
77
62
73
67
42
69
59
78
63
73
472
3
2
2
1
1
1
3
4
4
2
3
2
2
2
4
3
2
3
4
3
3
3
2
3
3
4
3
3
2
Sumber : Hasil Pengamatan5. Cara Pengendalian
Prinsip pengendalian hama tanaman yang dikembangkan oleh manusia
dewasa ini adalah menekan jumlah populasi hama yang menyerang
tanaman sampai pada tingkat populasi yang tidak merugikan. Komponen
pengendalian hama yang dapat diterapkan untuk mencapai sasaran
tersebut antara lain pengendalian hayati, pengendalian secara fisik
dan mekanik, pengendalian secara kultur teknis dan pengendalian
secara kimiawi.
a) Pengendalian Mekanis
Pengendalian mekanis dilakukan dengan cara mengambili daun yang
terserang secara manual menggunakan tangan. Pengendalian mekanis
bertujuan untuk menghilangkan secara langsung hama serangga yang
menyerang tanaman. Selain itu petani juga memasang perangkap yang
terbuat dari botol plastik yang diolesi lem pemasangan perangkap
ini tersebar di beberapa titik lahan. Tujuannya yaitu agar hama
fase imago menempel pada permukaan botol sehingga imago mati dan
tidak bisa menetasi telur.b) Pengendalian Hayati
Suatu teknik pengendalian hama secara biologi yaitu dengan
memanfaatkan musuh alami seperti prodator, parasitoid dan pathogen.
Keuntungan pengendalian hayati ini adalah aman, tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan dan tidak menyebabkan resistensi. Beberapa
spesies predator dari S. litura adalah Solenopsis sp, Paedorus sp,
Euberellia sp, Lycosa sp, dan laba-laba.c) Pengendalian Kimiawi
Usaha mengendalikan hama dengan menggunakan bahan kimia
pestisida yang mempunyai daya racun terhadap serangga hama yang di
sebut Insektisida. Pengendalian dengan kimiawi menggunakan
Insektisida dengan bahan aktif deltametrin.
Pengendalian ulat bawang pada tanaman bawang merah hingga saat
ini masih mengandalkan penggunaan insektisida secara intensik baik
dengan meningkatkan dosis maupun dengan meningkatkan interval waktu
penyemprotan dengan sistem kalender. Namun karena perkembangan hama
ulat daun yang begitu pesat mengakibatkan penyemprotan harus
disesuaikan. Ketika hama dalam kondisi normal, dapat dilakukan
penyemprotan dalam tenggang waktu 10 hari namun karena populasi
yang tinggi dilakukanlah penyemprotan dalam jangka waktu 3
hari.
Insektisida yang digunakan adalah Ludo, Prevathon, Metindo dan
Baikap. Insektisida ini termasuk dalam insektisida dengan dosis
tinggi. Maka untuk menurunkan kadar dosis, penyemprotan dilakukan
dengan menggunakan berbagai macam insektisida. Selain itu, untuk
menekan biaya input, petani mengaplikasikan insektisida Ludo,
Prevathon, Metindo dan Baikap dengan dosis yang lebih rendah.
6. Jenis dan Populasi Musuh AlamiMusuh alami adalah organisme
yang ditemukan di alam yang dapat membunuh serangga sekaligus,
melemahkan serangga, sehingga dapat mengakibatkan kematian pada
serangga, dan mengurangi fase reproduktif dari serangga. Musuh alam
biasanya mengurangi jumlah populasi serangga, inang atau pemangsa,
dengan memakan individu serangga. Untuk beberapa spesies, musuh
alami merupakan kekuatan utama yang mengatur dinamika populasi
serangga, sehingga penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana
musuh alami dapat mempengaruhi populasi serangga untuk mengestimasi
pengaruhnya.Musuh alami yang paling dominan ditemukan pada lahan
praktikum tanaman bawang merah, yaitu berupa predator,
diantaranya:a. Capung (Orthetrum testaceum)Capung merupakan
serangga predator yang rakus baik pada fase nimfa maupun imago.
Dengan kaki-kakinya dan rahang yang kuat, serta kecepatan terbang
yang tinggi capung dapat menangkap dan memangsa berbagai jenis
serangga lain salah satunya hama Spodoptera exigua. Kaki-kaki
capung pada saat terbang dapat membentuk bangunan seperti jala,
sehingga efektif untuk menangkap berbagai macam serangga yang
ukuranya lebih kecil.Bahkan capung juga menjadi ancaman bagi
serangga yang ukuran fisiknya lebih besar seperti kupu kupu.b.
Coccinelidae (Coleoptera)Ordo Coleoptera (bangsa kumbang) merupakan
predator pada kelompok telur S. Exigua. Gambar 5. Capung
Gambar 6. Kumbang Buas
7. Jenis dan Populasi Gulma DominanGulma merupakan tumbuhan yang
kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian karena
keberadaannya menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman
produksi. Gulma yang menyerang budidaya tanaman bawang merah yang
dilakukan oleh Bapak Tarmadi adalah jenis gulma rumput teki.
Gulma teki-tekian memiliki daya tahan luar biasa terhadap
pengendalian mekanik karena memiliki umbi batang di dalam tanah
yang mampu bertahan berbulan-bulan. Kelompok gulma ini mencakup
semua anggota Cyperaceae seperti teki ladang (Cyperus rotundus),
udelan (Cyperus kyilingia), dan Scirpus maritimus.
Rumput Teki (Cyperus rotundus) adalah gulma pertanian yang biasa
dijumpai di lahan terbuka. Dengan klasifikasi ilmiah
Kingdom: Plantae
Subkingdom: Tracheobionta
Super Divisi: Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Sub Kelas: Commelinidae
Ordo
: Cyperales
Family
: Cyperaceae
Genus
: Cyperus
Spesies:Cyperus rotundus L (Wikipedia)
8. Cara Pengendalian
Teknik pengendalian gulma yang dilakukan pada budidaya bawang
merah milik Bapak Tarmadi adalah menggunakan herbisida dan secara
manual. Pengendalian dengan cara manual dilakukan dengan
pencabuatan atau penyiangan tanaman gulma yang menyerang tanaman
yang dilakukan secara berkala sedangkan pengendalian dengan
menggunakan bahan kima herbisisda adalah pengendalian yang
dilakukan dengan melakukan penyemprotan.
Terdiri dari tiga tahap yakni yang pertama herbisida pra-tumbuh
yang diaplikasikan sebelum gulma tumbuh dimana sebelum terjadi
pertumbuhan gulma sudah dilakukan pengendalian untuk
meminimalisirkan adanya gulma, tahap ini dilakukan setelah panen
musim tanam sebelumnya atau sebelum pengolahan tanah. Tahap kedua
adalah herbisida pasca tumbuh yang diaplikasikan sesudah gulma
tumbuh dimana tindakan ini dilakukan ketika gulma mulai tumbuh.
Tahap terakhir terakhir yaitu herbisisda pasca tumbuh awal yang
diaplikasikan pada awal pertumbuhan biji gulma. D. Analisis
Ekonomi
Analisis Ekonomi dari usahatani bawang merah ini diketahui
dengan melakukan perhitungan untuk mengidentifikasi hasil dari
usaha tani tersebut. Cara pengidentifikasian ini dengan mengetahui
luas lahan, hasil produksi dan harga jual per kg. Perhitungan
dilakukan seperti di bawah ini:
Luas lahan = 0,15 Ha
Teknik budidaya pemeliharaan secara intensif
Hasil produksi = 7,8 kwintal=780 kgHarga jual = Rp 6.500,00/
kgTabel 2. Biaya Produksi Tanaman Bawang Merah UraianVolumeHarga
Satuan (Rp)Nilai (Rp)
1. Biaya Variabel
a. Benih (kg)20017.0003.400.000
b. Pupuk
Pupuk organik (kg)600500300.000
SP 36 (kg)701.700119.000
KCl (kg)702.000140.000
Za (kg)1201.500180.000
c. Pestisida
Ludo (l)0,25500.000125.000
Prevathon (l)0,5250.000125.000
Metindo (g)0,1300.00030.000
Baikap (l)0,5100.00050.000
d. Herbisida
Gramoxon (kg)1120.000120.000
Roundup (l)0,2100.00020.000
e. Kapur (dolomit) (kg)40024096.000
Total4.705.000
2. Biaya Tetap
a. Tenaga Kerja
Pengolahantanah (HOK)1040.000400.000
Pembuatan bedengan1040.000400.000
Penanaman (HOK)840.000320.000
Pemupukan (HOK)440.000160.000
Penyiangan (HOK)440.000160.000
Pengendalian hama (HOK)240.00080.000
Panen (HOK)1040.000400.000
Pasca panen240.00080.000
b. Penyusutan per musim tanam
Cangkul 18.000
Tangki semprot132.500
Genset 1115.000
c. Pajak tanah (musim tanam)184.000
d. Sewa traktor (hari)1300.000300.000
Total2.539.500
Jumlah7.244.500
Produktivitas bawang merah dengan luas lahan 0,15 Ha adalah 780
kg. Harga bawang merah ditingkat petani Rp 6.500,00/kg.
1. Pendapatan (TR) = Jumlah Hasil Produksi x Harga Produk per
kg
= 780 kg x Rp 6.500,00
= Rp 5.070.000,00
2. Total Biaya (TC) = Biaya variabel + biaya tetap
= Rp 4.705.000,00 + Rp 2.539.500,00
= Rp 7.244.500,003. Kerugian = TR TC
= Rp5.070.000,00 - Rp 7.244.500,00= Rp 2.174.500,004. Break Even
Point (BEP)
a. BEP Produksi
=
= QUOTE
QUOTE
= 1.114,53 kg
Jumlah diatas menunjukkan bahwa pada saat diperoleh produksi
1.114,53 kg bawang merah dari usaha tani tersebut tidak
menghasilkan keuntungan maupun mengalami kerugian. b. BEP Harga
Produksi= = QUOTE
= 9.287,82 / kg
Jumlah tersebut menunjukkan bahwa pada saat harga bawang merah
di tingkat petani sebesar Rp 6.500,00/kg, maka usaha tani bawang
merah tidak mendapat keuntungan dan akan mengalami kerugian.
5. B/C Ratio= = QUOTE
QUOTE
= 0,69986. ROI (Return Of Investment)ROI bertujuan untuk
mengetahui keuntungan usaha berkaitan dengan modal yang
dikeluarkan
ROI=
=
= 30,01 %
Nilai ROI sebesar 30,01 %menggambarkan bahwa setiap Rp 100 yang
digunakan akan diperoleh kerugian sebesar Rp 30,01. Nilai ROI yang
rendah menunjukkan bahwa usaha tani bawang merah sangat tidak
efisien.
V. PEMBAHASAN
Keadaan organisme penggangu tanaman (OPT) pada praktikum ini
berupa hama tanaman bawang merah. Bawang merah sendiri memiliki 60
hari masa tanam. Saat dilakukannnya praktikum banyak terdapat
gejala-gejala dari hama tanaman bawang merah ini berupa daun yang
terdapat bekas gigitan tidak rata pada pinggiran daun, dan daun
berubah warna. Selama melakukan pengamatan pada lahan bawang merah
ini hanya ditemukan mengenai serangan hama pada pertanaman bawang
merah yang dijadikan sebagai sampel untuk pengamatan sedangkan
untuk gejala penyakit pada pertanaman bawang merah tidak ditemukan
sehingga hanya penjelasan dari petani bawang merah sebagai
informasi. Tanaman Bawang Merah tidak seluruhnya diamati, namun
hanya beberapa saja yang akan diamati yang selanjutnya akan disebut
sampel. Dari jumlah populasi tanaman yang ada diambil 10% dari
jumlah populasi atau kurang lebih sekitar 30 tanaman untuk menjadi
sampel. Luas lahan dari bawang merah sebesar 1500m2 , jarak tanam
yang digunakan untuk tanaman bawang merah sekitar 13cm x 9 cm untuk
setiap tanaman.Produksi bawang merah musim tanam ini terbilang
mengalami kerugian akibat serangan dari ulat Spodoptera exigua.
Organisme pengganggu tanaman yang terdapat pada lahan bawang merah
tersebut dapat berkembang dengan cepat karena kondisi lingkungan
yang cocok untuk perkembangan hidupnya. Hama yang menyerang tanaman
bawang merah dalam sample yaitu berupa ulat daun (Spodoptera exigua
Hubner. Ordo : Lepidoptera; Famili : Noctuidae). Serangan hama ini
dapat menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Sementara siklus
hidup dari ulat ini yaitu telur sampai imago adalah 3 4 minggu.
Kondisi lingkungan dengan kondisi yang lembab serta cuaca atau
iklim yang tidak menentu ini juga berakibat dengan pertumbuhan hama
yang menyerang lahan bawang merah menjadi meningkat serangannya
hingga 60-70%, namun hal tersebut tenyata dapat diatasi oleh petani
bawang merah. Pengendalian hayati, secara kultur teknis, serta
pemberian pestisida kimiawi yang sesuai dengan gejala serangan yang
terjadi dengan lebih dulu mengecek keadaan pertanaman bawang merah
setiap harinya terbukti ampuh untuk mengurangi terjadinya serangan
hama. Pembersihan dari gulma-gulma yang menggangu juga mampu
membuat serangan hama menjadi berkurang. Selain cara hayati dan
teknis juga dilakukan pengendalian kimiawi dengan menggnakan
insektisida. Insektisida yang digunakan adalah Ludo, Prevathon,
Metindo dan Baikap. Insektisida ini termasuk dalam insektisida
dengan dosis tinggi. Maka untuk menurunkan kadar dosis,
penyemprotan dilakukan dengan menggunakan berbagai macam
insektisida.Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan tanaman
hortikultura musiman yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Namun pada
saat-saat tertentu sering mengalami banjir produksi sehingga
harganya anjlok. Diperparah lagi dengan kebijakan impor yang
diterapkan pemerintah yang seringkali memperparah kejatuhan harga
bawang merah di pasaran. Untuk menghindari fluktuasi harga yang
sangat merugikan petani, perlu upaya untuk melakukan budidaya
bawang merah diluar musim. Seiring dengan pembatasan kegiatan
budidaya di musim-musim puncak.
Budidaya bawang merah memerlukan penyinaran matahari lebih dari
12 jam sehari. Tanaman ini cocok dibudidayakan di dataran rendah
dengan ketinggian 0 hingga 900 meter dari permukaan laut. Suhu
optimum untuk perkembangan tanaman bawang merah berkisar 25-32
0celcius. Sedangkan keasaman tanah yang dikehendaki sekitar pH
5,6-7.
Varietas benih untuk budidaya bawang merah cukup banyak. Ada
benih lokal hingga benih hibrida impor. Bentuk benihnya ada yang
dari biji, ada juga berupa umbi. Kebanyakan budidaya bawang merah
di sentra-sentra produksi menggunakan umbi sebagai benih.Benih
bawang merah yang baik berasal dari umbi yang dipanen tua, lebih
dari 80 hari untuk dataran rendah dan 100 hari dataran tinggi.
Benih bawang merah yang baik setidaknya telah disimpan 2-3 bulan.
Ukuran benih sekitar 1,5-2 cm dengan bentuk yang bagus, tidak
cacat, berwarna merah tua mengkilap. Kebutuhan benih untuk budidaya
bawang werah tergantung dengan varietas, ukuran benih dan jarak
tanam. Untuk jarak tanam 2020 dengan bobot umbi 5 gram dibutuhkan
sekitar 1,4 ton benih per hektar. Untuk bobot yang sama dengan
jarak tanam 1515 dibutuhkan 2,4 ton per hektar. Bila bobot umbi
lebih kecil, kebutuhan umbi per hektarnya lebih sedikit lagi.
Tanah dibuat bedengan dengan lebar 1-1,2 meter, tinggi 20-30 cm
dan panjang sesusai dengan kondisi kebun. Jarak antar bedengan 50
cm, sekaligus dijadikan parit sedalam 50 cm. Cangkul bedengan
sedalam 20 cm, gemburkan tanahnya. Bentuk permukaan atau bagian
atas bedengan rata, tidak melengkung. Tambahkan kapur atau dolomit
sebanyak 1-1,5 ton per hektar apabila keasaman tanah kurang dari pH
5,6. Penambahan kapur setidaknya diberikan 2 minggu sebelum tanam.
Gunakan 15-20 pupuk kompos atau pupuk kandang sebagai pupuk dasar.
Tebarkan pupuk di atas bedengan dan aduk dengan tanah hingga
merata. Bisa juga ditambahkan urea, ZA, SP-36 dan KCL sebanyak 47
kg, 100 kg, 311 kg dan 56 kg setiap hektarnya. Campur pupuk buatan
tersebut sebelum diaplikasikan. Biarkan selama satu minggu sebelum
bedengan ditanami.
Mempersiapkan benih atau umbi bawang merah yang siap tanam.
Apabila umur umbi masih kurang dari 2 bulan, lakukan pemogesan
terlebih dahulu. Pemogesan adalah pemotongan bagian ujung umbi,
sekitar 0,5 cm. Fungsinya untuk memecahkan masa dorman dan
mempercepat tumbuhnya tananaman. Jarak tanam untuk budidaya bawang
merah pada saat musim kemarau dipadatkan hingga 1515 cm. Sedangkan
pada musim hujan setidaknya dibuat hingga 2020 cm. Benih bawang
merah ditanam dengan cara membenamkan seluruh bagian umbi kedalam
tanah.
Penyiraman pada budidaya bawang merah hendaknya dilakukan sehari
dua kali setiap pagi dan sore. Setidaknya hingga tanaman berumur 10
hari. Setelah itu, frekuensi penyiraman bisa dikurangi hingga satu
hari sekali. Pemupukan susulan diberikan setelah tanaman bawang
merah berumur 2 minggu. Jenis pupuk terdiri dari campuran urea, ZA,
dan KCl yang diaduk rata. Komposisi masing-masing pupuk sebanyak 93
kg, 200 kg dan 112 kg untuk setiap hektarnya. Pemupukan susulan
selanjutnya diberikan pada minggu ke-5 dengan komposisi urea, ZA,
KCl sebanyak 47 kg, 100 kg, 56 kg per hektar. Pemupukan diberikan
dengan membuat garitan disamping tanaman. Penyiangan gulma biasanya
dilakukan sebanyak dua kali dalam satu musim tanam. Untuk menghemat
biaya, lakukan penyiangan bersamaan dengan pemberian pupuk susulan.
Namun apabila serangan gulma menghebat, segera lakukan penyiangan
tanpa menunggu pemberian pupuk susulan.
Budidaya bawang merah mempunyai banyak jenis hama dan penyakit.
Namun yang paling sering menyerang di sentra-sentra produksi adalah
hama ulat dan penyakit layu. Hama ulat (Spodoptera sp.)menyerang
daun, gejalanya terlihat bercak putih pada daun. Bila daun
diteropong terlihat seperti gigitan ulat. Hama ini ditanggulangi
dengan pemungutan manual, ulat dan telur diambil untuk dimusnahkan.
Bisa juga dengan menggunakan feromon sex perangkap, gunakan
sebanyak 40 buah per hektar. Bila serangan menghebat, kerusakan
lebih dari 5% per rumpun daun, semprot dengan insektisida yang
berbahan aktif klorfirifos.Penyakit layu fusarium, disebabkan oleh
cendawan. Gejalanya daun menguning dan seperti terpilin. Bagian
pangkal batang membusuk. Penanganannya dengan mencabut tanaman yang
mati kemudian membakarnya. Penyemprotan bisa menggunakan
fungsidia.
Ciri-ciri budidaya bawang merah siap panen apabila 60-70% daun
sudah mulai rebah. Atau, lakukan pemeriksaan umbi secara acak.
Khusus untuk pembenihan umbi, tingkat kerebahan harus mencapai
lebih dari 90%. Budidaya bawang merah biasanya sudah bisa dipanen
setelah 55-70 hari sejak tanam. Produktivitas bawang merah dangat
bervariasi tergantung dari kondisi lahan, iklim, cuaca dan
varietas. Di Indonesia, produktivitas budidaya bawang merah
berkisar 3-12 ton per hektar dengan rata-rata nasional 9,47 ton per
hektar.Umbi bawang merah yang telah dipanen harus dikeringkan
terlebih dahulu. Penjemuran penjemuran bisa berlangsung hingga 7-14
hari. Pembalikan dilakuan setiap 2-3 hari. Bawang yang telah
kering, kadar air 85%, siap untuk disimpan atau dipasarkan.
Dalam praktikum ini selama kelompok kami melakukan pengamatan
tersebut dijelaskan pula bahwa menanam varietas unggul juga
menjadikan hal utama untuk mengurangi adanya serangan terhadap hama
bawang merh oleh petani. Varietas unggul tersebut bernama bawang
merah PRADA. Dalam penanaman varietas unggul ini berguna untuk
mengurangi adanya gejala serangan yang terjadi serta juga dapat
menambah keuntungan dan peningkatan hasil panen. Penggunaan
varietas unggul ini juga tidak asal ditanam, namun petani sebelum
menanam varietas unggul ini juga melihat serta mengidentifikasi
tentang tanaman. Jumlah tanaman yang diproduksi pada lahan bawang
merah milik pak Tarmadi mencapai 4620 tanaman.Dalam analisis
ekonomi dari usaha tani bawang tersebut dapat dilihat bahwa dari
luas lahan 0,15 Ha. Dapat menghasilkan atau memproduksi 780 kg
bawang merah dan dengan harga jual Rp 6.500,00/kg di pasaran. Dari
analisis pendapatan dapat dilihat bahwa total pendapatan petani
adalah Rp 5.070.000,00. Kemudian total analisis biaya usaha tani
bawang adalah Rp 7.244.500,00. Sehingga dari perhitungan tersebut
dapat dilihat bahwa total kerugian yang didapat dari usaha tani
bawang tersebut sebesar Rp 2.174.500,00. Dalam perhitungn Break
Even Point (BEP) didapatkan bahwa total akhir dari BEP produksi
usahatani bawang adalah 1.114,53 kg. Sehingga kesimpulannya bahwa
pada saat diperoleh produksi 1.114,53 kg bawang merah dari usaha
tani tersebut tidak menghasilkan keuntungan maupun tidak mengalami
kerugian.
Kemudian BEP harga produksi adalah sebesar 9.287,82 / kg.
Sehingga bahwa pada saat harga bawang merah di tingkat petani
sebesar Rp 6.500,00/kg, maka usaha tani bawang merah tidak mendapat
keuntungan dan akan mengalami kerugian. Dari B/C Ratio yang
dihasilkan dari perhitungan usahatani bawang tersebut adalah
0,6998. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan mengeluarkan biaya
sebesar Rp 7.244.500,00akan memperoleh keuntungan sebesar
0,6998kali lipat. Perhitungan dari ROI bertujuan untuk mengetahui
keuntungan usaha berkaitan dengan modal yang dikeluarkan sehingga
hasil yang didapat dari ROI adalah sebesar 30,01 %. Dari nilai ROI
yang didapat sebesar 30,01 %tersebut dapat menggambarkan bahwa
setiap Rp 100 yang digunakan akan diperoleh keuntungan sebesar Rp
30,01. Dan nilai ROI yang tinggi pada usahatani tersebut
menunjukkan bahwa usahatani bawang merah cukup tidak efisien.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil dan pembahasan keadaan organisme
penggangu tanaman (OPT) pada praktikum ini maka dapat ditarik
kesimpulan antara lain:
1. Kondisi umum di lahan pertanian bawang merah milik Bapak
Tarmadi sangat subur dengan tanah basah dan terbuka (sinar matahari
langsung). Luas lahan ini sebesar 1500 m2 dibudidayakan cara tanam
dengan menggunakan bendengan. Jarak tanam yang digunakan untuk
tanaman bawang merah sekitar 13cm x 9 cm untuk setiap tanaman. Pada
pemeliharaan digunakan Urea/ZA, KCl yang dilakukan 2 kali dalam
sehari.2. Cara budidaya tanaman bawang merah dimulai dengan
persiapan lahan, pengolahan lahan, pengistirahatan lahan, pembuatan
guludan, penanaman bibit, penyemprotan pestisida, penyiangan,
pendangiran, pemupukan dan panen. 3. Terdapat OPT pada lahan bawang
merah yaitu hama ulat daun dengan siklus hidup dari telur sampai
imago adalah 3 4 minggu. Cara pengendaliannya yaitu dengan
pengendalian hayati, kultur teknis dan kimiawi. 4. Insektisida yang
digunakan adalah Ludo, Prevathon, Metindo dan Baikap. Insektisida
ini termasuk dalam insektisida dengan dosis tinggi.5. Musuh alami
yang ditemukan di lahan antara lain, capung, coccinelidae,
sementara gulma yang terdapat di lahan adalah gulma teki-tekian.
Teknik pengendalian gulma yang dilakukan pada budidaya bawang merah
milik Bapak Tarmadi adalah menggunakan herbisida dan secara
manual.6. Produktivitas bawang merah dengan luas lahan 0,15 Ha
adalah 780 kg. Harga bawang merah ditingkat petani Rp 6.500,00/kg.
Analisis total pendapatan sejumlah Rp 5.070.000,00 dan total biaya
yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 7.244.500,00, sehingga
didapatkan kerugian sebesar Rp 2.174.500,00.7. BEP dalam jumlah
1.114,53 kg atau sebesar Rp 6.500,00/kg, berarti pada saat
diperoleh produksi 1.114,53 kg bawang merah dari usaha tani
tersebut tidak menghasilkan keuntungan maupun mengalami kerugian
dan pada saat harga bawang merah di tingkat petani sebesar Rp
6.500,00/kg, maka usaha tani bawang merah tidak mendapat keuntungan
dan akan mengalami kerugian. 8. B/C Ratio 0,6998 yang berarti
dengan mengeluarkan biaya sebesar Rp 7.244.500,00 akan memperoleh
keuntungan sebesar 0,6998 kali lipat. ROI sebesar 30,01 % atau
setiap Rp 100 yang digunakan akan diperoleh kerugian sebesar Rp
30,01.B. SaranBerdasarkan data hasil dan pembahasan di atas maka
kami menyarankan agar pembudidayaan tanaman bawang merah dilakukan
dengan kondisi yang cocok, serta dengan perawatan yang baik. Adanya
hama, harus sesegera mungkin untuk ditangani, agar tidak terjadi
kerusakan pada tanaman secara menyeluruh. Hal ini dilakukan juga
untuk menghindari kerugian bagi petani, karena dalam pengamatan di
praktikum ini petani mengalami kerugian yang cukup besar. DAFTAR
PUSTAKAAak 2005.Pedoman Bertanam Bawang..Yogyakarta. KanisiusBalai
Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung. 2011.
Petunjuk Teknis SLPHT Cabai Merah. Bandar Lampung.
Biro Pusat Statistik, 2010. Produksi Bawang Merah Menurut
Provinsi 2006 2010. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jendral
Hortikultura.
Cahyono, B. 2007.Teknik Budi Daya dan Analisis Usaha Tani Cabai
Rawit. Yogyakarta. Kanisius.Deptan.2009. Teknologi Sistem
Pengeringan dan Penyimpanan Bawang Merah (In store
drying).http://pascapanen.litbang.deptan.go.id. Diakses pada
tanggal 30 Oktober 2014.Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta,
2012. Standart Operating Procedure.Yogyakarta.
Direktorat Perbenihan, 2011. Pedoman pemurnian varietas bawang
merah. Direktorat Perbenihan, Direktorat Jenderal Hortikultura.
Hatta, Muhammad.2012. Pengaruh Jenis Mulsa Dan Konsentrasi Pupuk
Organik Cair Super Bionik Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Bawang
Merah (Allium AscalonicumL.)Jurnal Pertanian 7(2).
Hidayat, A. 2004. Budidaya Bawang Merah. Beberapa Hasil
Penelitian di Kabupaten Brebes.Makalah di Sampaikan pada Temu
Teknologi Budidaya Bawang Merah. Direktorat Tanah. Sayuran dan
Biofarmaka, Brebes, 3 September 2004.
Hidayat, A. 2004. Budidaya bawang merah.Beberapa hasil
penelitian di Kabupaten Brebes. Makalah disampaikan pada Temu
Teknologi Budidaya Bawang Merah. Direktorat Tana. Sayuran dan Bio
Farmaka, Brebes, 3 September 2004.
Jurnalasia. 2014. Melirik Prospek Budidaya Bawang Merah
http://jurnalasia.com/2014/01/09/melirik-prospek-budidaya-bawang-merah/.
Diakses pada tanggal 30 Oktober 2014.Litbang, 2011. Prospek Dan
Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah. Diunduh dari
http://www.litbang.deptan.go.id pada tanggal 29 Oktober 2014.
Litbang. 2009. Teknologi Pengeringan Penyimpanan Bawang Merah.
http://pascapanen.litbang.pertanian.go.id. Diakses pada tanggal 30
Oktober 2014.
Nani Sumarni dan Achmad Hidayat.2005.Budidaya Bawang Merah.
Balai Penelitian Tanaman Sayuran Pusat Penelitian Dan Pengembangan
Hortikultura Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian.
Bandung.
Piay, Sherly Sisca; Ariarti Tyasdjaja; Yuni Ermawati; F. Rudi
Prasetyo Hantoro. 2010. Budidaya dan PascaPanen Cabai Merah
(Capsicum annuum L.). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.Ungaran.
Pudjogunarto, Wartoyo Suwandi. 2011. Agronomi. Agronomi Tanaman
Kakao. UNS Press. Surakarta.Rahayu, Estu dan Nur Berlian
2004.Bawang Merah. Jakarta. Penebar SwadayaRahayu, Estu. 2008.
Bawang Merah. Jakarta. Penebar Swadaya.Rismunandar. 2007.
Membudidayakan lima Jenis Bawang. Bandung. Penerbit Sinar
BaruRosliani, R., N. Sumarni, dan I. Sulastrini. 2010. Pengaruh
Cara Pengelolaan Tanah dan Tanaman Kacang-Kacangan Sebagai Tanaman
Penutup Tanah terhadap Kesuburan Tanah dan Hasil Kubis di Dataran
Tinggi. J. Hort.20 (1): 36-44.
Rosliani, R., Suwandi, dan N. Sumarni. 2005. Pengaruh waktu
tanam dan ZPT Mepiquat Klorida terhadap pembungaan dan pembijian
bawang merah (TSS). Jurnal.Horti. 15(3):192-197.
Rostini, N. 2011. Enam Jurus Bertanam Cabai Bebas Hama dan
Penyakit. . Jakarta. AgromediaSantoso, A.P. 2008. Sertifikasi benih
bawang merah.Makalah Pertemuan Apresiasi Penangkar Benih Bawang
Merah se Indonesia Bagian Timur. Direktorat Jenderal Bina Produksi
Hortikultura. Jakarta.
Setyowati, Heni. 2007. Pengaruh Seed Coating dengan Fungisida
Benomil dan Tepung Curcuma terhadap Patogen Antraknosa Terbawa
Benih dan Viabilitas Benih Cabai Besar (Capsicum annuum L.). IPB.
Bogor.
Suanrjono Hendro 2003. Bertanam 30 Jenis Sayur Seri Agribisnis.
Penebar Swadaya. Jakarta.Sumarni, N. dan A. Hidayat. 2005. Budidaya
Bawang Merah. Panduan Teknis PTT Bawang Merah No. 3. Balai
Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Bandung.
Suparman 2004.Bercocok Tanam Bawang Merah. Azka Press.
Jakarta.
Sutarya, R. dan G. Grubben. 2005. Pedoman bertanam sayuran
dataran rendah. Gadjah Mada University Press. Prosea Indonesia
Balai Penel. Hortikultura
Lembang.http://id.m.wikipedia.org/wiki/teki_ladang, Diakses pada 12
Desember 2014
Utama, I Made S. 2009. Penanganan Pasca Panen Buah dan
Sayuran.http://staff.unud.ac.id/~madeutama/wpcontent/uploads/2009/06-penanganan-pascapanen.pdf.
Diakses pada tanggal 30 Oktober 2014.
J
AA
LL
AA
NN
DD
EE
SS
AA
PADI
LAHAN PRAKTIKUM PHT BAWANG MERAH
PADI